BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Hasil Penelitian ... II TINJAUAN PUSTAKA.pdfkarakteristik...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Hasil Penelitian ... II TINJAUAN PUSTAKA.pdfkarakteristik...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya
Untuk mengoptimalkan penelitian ini, terdapat beberapa telaah hasil
penelitian sebelumnya sebagai bahan kajian yang dianggap relevan untuk menyusun
penelitian ini, dalam penelitian ini menggunakan beberapa kajian telaah hasil
penelitian sebelumnya, sebagai berikut : Jehamin (2011) memaparkan tentang
“Identifikasi Karakteristik Wisatawan Mancanegara Yang Berkunjung Ke Taman
Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur”, Gesang Utama (2006) memaparkan
tentang “Motivasi Dan Karakteristik Wisatawan Berkunjung Ke Taman Pusat
Primata Schmutzer Jakarta” dan Sari (2014) memaparkan tentang “Tinjauan
Terhadap Motivasi Wisatawan Berkunjung Ke Objek Wisata Air Terjun Aek Martua,
Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau”.
Penelitian sebelumnya diatas menggunakan metode analisis deskriptif
kualitatif yang menguraiakan mengenai gambaran suatu keadaan, proses maupun
peristiwa tertentu yang sifatnya menerangkan dengan data pengamatan langsung ke
lokasi dan wawancara mendalam pada informan dan menggunakan teknik penentuan
sampling secara quota sampling serta menggunakan teknik penentuan informan
secara purposive sampling. Penelitian sebelumnnya tersebut juga menggunakan
teknik pengambilan sampel secara accidential sampling (subyektif). Persamaan
penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama mengambil tentang
karaktersistik dan motivasi wisatawan dengan menggunakan metode analisis
8
9
deskriptif kualitatif yang hasilnya menguraikan mengenai gambaran suatu keadaan,
proses maupun peristiwa tertentu yang sifatnya menerangkan dengan data
pengamatan langsung ke lokasi dan wawancara mendalam pada informan, teknik
penentuan informan juga sama secara purposive sampling dan teknik pengambilan
sampel secara accidential sampling. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini adalah dari lokasi penelitian, penelitian ini meneliti persepsi wisatawan
dan menggunakan skala likert.
Nur Salam (2011) memaparkan tentang “Persepsi dan Tingkat Kepuasan
Wisatawan Terhadap Museum Balla Lompoa Kabupaten Gowa”. Penelitian ini
merumuskan tentang persepsi dan tingkat kepuasan wisatawan nusantara dan
mancanegara yang berkunjung ke museum Balla Lompoa Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan. Penelitian sebelumnya menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, data
kualitatif merupakan data hasil persepsi dan kepuasan wisatawan berkunjung ke
museum Balla Lompoa Kabupaten Gowa dan data kuantitatif merupakan angka-
angka dari kunjungan wisatawan ke museum Balla Lompoa Kabupaten Gowa dalam
lima tahun terakhir. Metode kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran skala likert, digunakan untuk mengetahui persepsi dan kepuasan
wisatawan berkunjung ke museum Balla Lompoa Kabupaten Gowa yang diukur
dengan kuesioner dengan pembobotan 5 poin, skala 1 (sangat bagus) dan skala 5
(sangat tidak bagus). Sedangkan metode kualitatif merupakan interpretasi dari skor
skala likert yang telah dicapai. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan
sampel secara accidental sampling. Persamaan penelitian sebelumnya dengan
10
penelitian ini adalah sama-sama mengambil persepsi wisatawan dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling, metode
analisis juga sama mengggunakan analisis deskriptif kualitatif, serta menggunakan
pengukuran skala likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono, 2013:134). Perbedaan
penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah dari lokasi penelitian, penelitian
sebelumnya lebih meneliti tingkat kepuasan wisatawan yang berkunjung ke museum
Balla Lompoa Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Aziz dan Arifin (2009) memaparkan tentang “Identifying The Relationship
Between Travel Motivation And Lifestyle Among Malaysian Pleasure Tourist And Its
Marketing Implications”, Dr. Bashar dan Ali-Al Ajloni (2012) yang memaparkan
tentang “Motivating Foreign Tourists To Visit The Rural Site In Jordan, Village Of
Petra” dan Plangmarn, G. Mujtaba dan Pirani (2012) yang memaparkan tentang
“Cultural Value And Travel Motivation Of European Tourists”. Penelitian Aziz dan
Arifin (2009) merumuskan tentang identifikasi hubungan antara motivasi perjalanan
dan gaya hidup orang Malaysia dan implikasi pemasaran, penelitian ini lebih
mengkaji informasi dan profil wisatawan Malaysia, penelitian Dr. Bashar dan Ali-Al
Ajloni (2012) merumuskan tentang motivasi wisatawan asing berkunjung ke Desa
Petra, Jordan yang bertujuan mengetahui motivasi dan faktor-faktor yang menarik
wisatawan asing untuk mengunjungi Petra, Jordan dan penelitian Plangmarn, G.
Mujtaba dan Pirani (2012) merumuskan tentang nilai budaya dan motivasi perjalanan
11
wisatawan Eropa, tujuan penelitian ini mengetahui hubungan antara karakteristik
demografi, nilai budaya dan motivasi perjalanan wisatawan Eropa.
Penelitian sebelumnya menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif,
menggunakan metode analisis faktor yang digunakan untuk mengkaji, mengukur
karakteristik berdasarkan gaya hidup orang Malaysia berhubungan dengan motivasi
perjalanan wisatawan pada penelitian Aziz dan Arifin (2009) dan menemukan faktor-
faktor yang mendorong wisatawan asing untuk mengunjungi Petra, Jordan pada
penelitian Dr. Bashar dan Ali-Al Ajloni (2012). Penelitian diatas juga menggunakan
teknik penentuan informan secara purposive sampling dan menggunakan skala likert
untuk mengukur sikap, pendapat atau motivasi perjalanan wisatawan (Sugiono,
2013:134). Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengambil tentang motivasi perjalanan wisatawan, metode analisis juga sama dalam
penelitian ini menggunakan medote analisis deskriptif kualitatif, teknik penentuan
informan secara purposive sampling dan sama menggunakan skala likert untuk
mengukur sikap, pendapat atau motivasi perjalanan wisatawan. Perbedaan penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini adalah dari lokasi peneltian, pengambilan sampel
secara accidental sampling dan menggunakan metode analisis faktor.
Seebaluck, Naidoo, Ramseook-Munhurrun dan Mungur (2013) memaparkan
tentang “An Evaluation Of Tourists Travel Motivation : Case Of Mauritius”.
Penelitian ini merumuskan evaluasi motivasi perjalanan wisatawan berkunjung ke
obyek Mauritius. Penelitian sebelumnya menggunakan metode deskriptif kuantitatif
menjelaskan hubungan antar variabel dengan menganalisis data numerik
12
menggunakan metode statistik melalui pengujian hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiono, 2013:14). Penelitian sebelumnya menggunakan pengukuran skala likert
untuk mengukur sikap, pendapat atau motivasi wisatawan (push factor dan pull factor
motivation serta Sunlust dan Wanderlust Motivators) yang berkunjung ke obyek
Mauritius dengan pengukuran dengan 5 poin, skala 1 (sangat tidak setuju) dan skala 5
(sangat setuju). Penelitian sebelumnya juga menggunakan teknik pengambilan
sampel secara quota sampling dengan jumlah 250 responden yang ditetapkan.
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengambil tentang motivasi perjalanan wisatawan dan menggunakan skala likert
untuk mengukur sikap, pendapat atau motivasi perjalanan wisatawan. Perbedaan
penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah dari lokasi peneltian, metode
deskriptif kuantitatif dan menggunakan teknik pengambilan sampel secara quota
sampling dan penelitian sekarang menggunakan pengambilan sampel secara
accidental sampling dan meneliti tentang persepsi wisatawan.
2.2. Tinjauan Konsep
2.2.1. Tinjauan Konsep Tentang Karakteristik
Profil wisatawan merupakan gambaran mengenai individu dan karakteristik
wisatawan yang dapat dilihat dari karateristik wisatawan sosial-ekonominya yang
mempengaruhi pekerjaan dan pendapatannya terhadap keputusan perjalanannya,
kemudian perilaku wisatawan terhadap keputusan perjalanannya dapat mempengaruhi
motivasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya ke tempat tujuan dan ini
mencerminkan kepribadian profil wisatawan (Wall & Mathieson, 2006:44).
13
Karakteristik wisatawan dapat dibedakan berdasarkan karakteristik perjalanannya
(trip descriptor) dan karakteristik wisatawannya (tourist descriptor) (Seaton dan
Bonnet, 1996 dalam Lucky Setiawan, 2014 : 15).
1. Trip Descriptor
Wisatawan dibagi kedalam kelompok-kelompok berdasarkan jenis perjalanan
yang dilakukannya. Secara umum jenis perjalanan wisatawan dibedakan
menjadi : perjalanan rekreasi, mengunjungi teman atau keluarga (VFR =
visiting friends and relatives), perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan
lainnya (Seaton and Bonnet, 1996, dalam Lucky Setiawan, 2014 : 15). (Smith,
1995, dalam Lucky Setiawan, 2014 : 15) menambahkan jenis perjalanan untuk
kesehatan dan keagamaan di luar kelompok lainnya. Lebih lanjut jenis-jenis
perjalanan ini juga dibedakan berdasarkan jarak yang ditempuh, waktu
melakukan perjalanan tersebut, jenis akomodasi dan transportasi yang
digunakan dalam perjalanan.
2. Tourist Descriptor
Memfokuskan pada wisatawannya, biasanya digambarkan dengan “who,
wants, what, why, when, where and how much?”. Untuk menjelaskan hal-hal
tersebut digunakan beberapa karakteristik, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik sosio-demografis
Karakteristik sosio-demografis membagi wisatawannya berdasarkan jenis
kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas
sosial, ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga dan lain-lain yang
14
dielaborasi dari karakteristik tersebut. Karakteristik sosio-demografis juga
berkaitan satu dengan yang lain secara tidak langsung, misalnya tingkat
pendidikan seseorang dengan pekerjaan dan tingkat pendapatannya, serta
usia dengan status perkawinan dan ukuran keluarga. karakteristik sosio-
demografis memberikan informasi yang berguna dalam memprediksi
perilaku responden/konsumen dan preferensi (Yim King, 2011:54). Selain
karakteristik sosio-demografis, karakteristik lain yang biasa digunakan
dalam mengelompokkan wisatawan adalah karakteristik geografis dan
psikografis (Smith, 1993 dalam Lucky Setiawan, 2014 : 16).
b. Karakteristik geografis
Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat
tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa, kota, propinsi, maupun
negara asalnya. Pembagian ini lebih lanjut pula dikelompokkan
berdasarkan ukuran (size) kota tempat tinggal (kota kecil, menengah,
besar/metropolitan), kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain
c. Karakteristik psikografis
Sementara itu karakteristik psikografis membagi wisatawan ke dalam
kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, life style dan karakteristik
personal. Beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan
menyebabkan beragamnya keinginan dan kebutuhan mereka akan suatu
produk wisata. berapa besar ukuran kelompok tersebut, pola pengeluaran
setiap kelompok, “kesetiaannya” terhadap suatu produk wisata tertentu,
15
sensitivitas mereka terhadap perubahan harga produk wisata, serta respon
kelompok terhadap berbagai bentuk iklan produk wisata.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
merupakan gambaran mengenai individu atau wisatawan yang dapat dibedakan
berdasarkan trip descriptor dan tourist descriptor yang menjadi profil wisatawan
dalam melakukan pejalanan wisata ke tempat tujuannya. Dalam penelitian ini
wisatawan dapat dibedakan berdasarkan trip descriptor dan tourist descriptor
terhadap jasa pelayanan shuttle bus di Ubud.
2.2.2. Tinjauan Konsep Tentang Motivasi Wisatawan
Motivasi berkaitan dengan faktor psikologis yang mendorong kebutuhan,
keinginan, dan tujuan individu, itu dianggap sebagai proses dinamis dalam perilaku
manusia (Correira, 2000; Chan & Baum, 2007), (Suntikul et al., 2010) dalam
Seebaluck, Naidoo, Munhurrun dan Mungur (2013:147-148). Kajian mengenai
motivasi wisatawan mengalami pergeseran dan memandang motivasi sebagai proses
singkat untuk melihat perilaku perjalanan wisata, ke arah yang lebih menekankan
bagaimana motivasi mempengaruhi kebutuhan psikologis dan rencana jangka panjang
seseorang, dengan melihat bahwa motif intrinsik (seperti self actualization) sebagai
komponen yang sangat penting (Cohen, 1984 dalam Pitana dan Gayatri, 2005 : 58).
Menurut Pearce, Morrison, dan Rutledge (1998: 3) dalam Yulie Reindrawati
(2010:12), motivasi adalah “the total network of biological and cultural forces that
give value and direction to travel choice behaviour and experience”. Sudirman,
(2001:73) dalam Hayati, (2013:4) mengartikan motivasi suatu dorongan yang timbul
16
dari dalam diri seseorang menyebabkan orang tersebut bertindak melakukan sesuatu
tanpa disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dari
berbagai motivasi yang mendorong perjalanan, Mclntosh (1977) dan Murphy (1985,
cf. Sharply, 1944) dalam Pitana dan Gayatri (2005 : 58), mengatakan bahwa
motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar
sebagai berikut :
1. Physical or physiological motivation (motivasi yang bersifat fisik atau
fisiologis), antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan,
berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya.
2. Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk mengetahui
budaya, adat, tradisi, dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan
akan berbagai objek tinggalan budaya (monument bersejarah).
3. Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat
sosial), seperti mengunjungi teman dan keluarga (VFR, Visiting friends
and relatives), menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap
mendatangkan gensi (nilai prestise), melakukan ziarah, pelarian dari
situasi-situasi yang membosankan dan seterusnya.
4. Fantasy motivation (motivasi karena fantasi), yaitu adanya fantasi bahwa
di daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang
menjenuhkan dan ego-enhancement yang memberikan kepuasan
psikologis (status and prestige motivation)
17
Motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal wisatawan itu
sendiri (intrinsic motivation) dan factor eksternal (extrinsic motivation). Secara
intrinsik, motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan atau keinginan dari manusia
itu sendiri, sesuai teori hirarki kebutuhan Maslow. Konsep Maslow tentang hirarki
kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan
sosial, kebutuhan prestise, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang terbentuknya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti
norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga dan situasi kerja yang terintenalisasi
dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan psikologis.
Crompton (1979), Dann (1977), Mannell and Iso-Ahola (1987) dan
Krippendorf (1987) dalam (Wall & Mathieson, 2006:46) berpendapat bahwa,
motivasi dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, pertama yaitu Faktor pendorong
(Push Factor) dianggap sebagai motivasi sosio-psikologis yang mendorong orang
untuk bepergian ke tujuan tertentu (Suntikul et al., 2010) dalam Seebaluck, Naidoo,
Munhurrun dan Mungur (2013:147-148), seperti kejenuhan lingkungan kerja
(escape), kenyamanan (relaxation), kegembiraan (play), mempererat hubungan
kekerabatan (Strengthening family bonds), gengsi atau gaya hidup (prestige), sosial
interaksi (social interaction), bertemu dengan orang-orang dan suasana romantis
(romance), mempelajari orang, daerah dan kebudayaan lain (educational
opportunity), keinginan menemukan diri sendiri (self-fulfilment), keinginan
merealisasikan mimpi atau cita-cita (wish-fulfilment), Ryan (1991) dalam Pitana dan
Gayatri (2005:67). Kedua, yaitu Faktor penarik (Pull Factor) dianggap berguna
18
dalam menjelaskan pilihan tujuan yang sebenarnya (Suntikul et al., 2010) dalam
Seebaluck, Naidoo, Munhurrun dan Mungur (2013:147-148). Seperti location
climate, national promotion, retail advertising, wholesale marketing, special
(cheapers) price, service and good facilities, incentive schemes, visiting friends,
visiting relatives, tourist attractions, culture, and natural environment man-made
environment, Jakckson (1989) dalam Pitana dan Gayatri (2005 : 68). Faktor
pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) ini sesungguhnya merupakan
faktor internal dan eksternal yang memotivasi wisatawan untuk mengambil keputusan
untuk melakukan perjalanan wisata.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan suatu dorongan yang berkaitan dengan fisiologis dan psikologis seseorang
tanpa disadari mempengaruhi perilaku untuk melakukan suatu tindakan agar
mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam penelitian ini motivasi wisatawan ditinjau dari
faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) motivasi wisatawan
terhadap jasa pelayanan shuttle bus di Ubud.
2.2.3. Tinjauan Konsep Tentang Persepsi Wisatawan
Menurut pendapat John M. Echlos dan Hasan Stadily, 1997:866 dalam
Sukmayanti, 2005:15, persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses mental yang
menghasilkan suatu bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu
objek dengan jalan asosiasi suatu ingatan tertentu, baik secara indera peraba dan
sebagainya. Persepsi diartikan sebagai proses dimana individu memilih, merumuskan,
dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti
19
mengenai objek atau jasa (Yudana Adi & Budiasa, 2014:65-66). Persepsi dapat
menjadi salah satu unsur kognisi yang akan menentukan kepuasan berwisata (Nisa &
Arthani, 2011:26). Agar individu dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat
yang perlu dipenuhi menurut Walgito, 1966:53 dalam Sukmayanti, 2005:15, yaitu :
1. Perhatian merupakan syarat psikologi dalam individu mengadakan
persepsi yang merupakan langkah persiapan. Perhatian merupakan
pemutusan atau konsentrasi dari seluruh individu yang ditujukan pada
suatu kelompok objek.
2. Adanya objek yang menimbulkan rangsangan, kenyataan membuktikan
bahwa suatu objek tertentu dapat diperoleh beragam persepsi dari
sekelompok individu. Perbedaan ini merupakan suatu yang hakiki sifatnya
pada manusia karena disadari bahwa setiap orang memiliki perbedaan
dalam penalaran keinginan (intersta) serta pengetahuan tentang objek yang
dipersiapkan.
Wisatawan akan mempersepsikan objek yang memungkinkan, di mana
persepsi ini dihasilkan oleh persepsi individual, pengalaman dan Informasi (Sari,
2014:3). Seseorang, kelompok orang atau wisatawan dapat mengasilkan persepsi
dengan melakukan pengukuran terhadap kejelasan objek dan pelayanan yang terdapat
dalam objek (Cahya Murti dan Sujali, 2013:264-266), sebagai berikut :
20
1. Fisik
Adanya bentuk fisik atau objek yang diperhatikan oleh seseorang,
kelompok orang atau wisatawan akan dapat merumuskan kondisi dari
objek tersebut dalam memutuskan suatu persepsi terhadap kondisi objek
tersebut. Kondisi suatu fisik atau objek yang dimaksud, seperti kebersihan,
fasilitas, kenyamanan, keamanan, dan lainnya yang menunjang objek
tersebut.
2. Non Fisik
Adanya suatu interaksi jasa dan pelayanan dalam suatu objek yang
melakukan aktivitas wisata dapat membuat seseorang, kelompok orang
atau wisatawan yang sedang terlibat didalamnya, bisa mengambil
pertimbangan dan memutuskan suatu persepsi terhadap jasa dan pelayanan
yang telah ditawarkan sebelumnya. Interaksi jasa dan pelayanan dalam
suatu objek yang melakukan aktivitas wisata, seperti kesopanan dan
keramahan petugas, kecepatan petugas penanganan keluhan, kemampuan
petugas penanganan keluhan, kemampuan petugas pemberian informasi,
kemampuan petugas terhadap skill, kesediaan petugas pemberian
pertolongan, kesediaan petugas dalam pengucapan salam, dan lainnya.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan proses fisik dan psikologis yang menyebabkan wisatawan dapat
menyadari apa yang dilihat, didengar dan sebagainya sehingga wisatawan dapat
21
memberi tanggapan terhadap objek dengan sadar. Dalam penelitian ini wisatawan
memberikan persepsinya terhadap jasa pelayanan shuttle bus di Ubud.
2.2.4. Tinjauan Konsep Tentang Pelayanan
Menurut Kotler (2002) dalam Budi Santosa (2008:10) definisi pelayanan
adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun.. Preferensi wisatawan menjadi dasar dalam memperhitungkan keinginan dan
kebutuhan akan pelayanan fasilitas wisata yang akan diterima (Dwiputra, 2013:36).
Dalam pelayanan terdapat suatu jasa, Menurut Kotler dalam Syamsi (2008:21) Jasa
merupakan sesuatu yang tidak berwujud yang melibatkan hubungan antara penyaji
jasa dengan konsumen pemakai dan tidak ada pepindahan kepemilikan (transfer for
ownership) antara keduanya. Menurut Murdic, et al (dalam Ari Sanjaya, 2008:18),
pelayanan adalah suatu aktivitas ekonomi yang memproduksi atau menghasilkan
waktu, tempat, bentuk dan kebutuhan atau keperluan psikologi. Oleh Parasuraman, et
al (dalam Ari Sanjaya, 2008:18) dijelaskan bahwa tamu akan menilai kualitas
pelayanan melalui lima prinsip dimensi pelayanan sebagai tolak ukurnya, yaitu :
1. Bukti fisik (tangible) mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan serta
penampilan pekerja.
2. Keadaan (realibility) adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang dijadikan secara tepat dan akurat.
3. Daya tanggap (responsiveness) adalah daya tanggap serta kesiapan dalam
memberikan pelayanan kepada wisatawan.
22
4. Jaminan (assurance) adalah kemampuan dan keterampilan serta
memberikan rasa percaya kepada staff serta kepastian kepada wisatawan.
5. Empati (empathy) mencakup kemudahan, perhatian pribadi kepada
wisatawan, menciptakan hubungan baik serta memahami kebutuhan
wisatawan.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelayanan
merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan tidak berwujud oleh
suatu pihak kepada pihak lain menggunakan objek sebagai perantaranya dan dapat
memenuhi keperluan psikologi. Dalam penelitian ini jasa pelayanan yang diterapkan
perusahaan transportasi kepada wisatawan menggunakan shuttle bus di Ubud.
2.2.5. Tinjauan Konsep Tentang Wisatawan
Menurut World Tourism Organization (WTO, 1894 dalam Nur Salam,
2011:91) wisatawan adalah orang yang berpergian keluar dari tempat tinggalnya
menuju suatu tempat dengan tujuan tertentu dan bersifat sementara. Dalam UU No.9
Tahun 1990 dalam (Dwiputra, 2013:37) Tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
Sedangkan, menurut Salmun (1989) dalam Sulistiyani, 2010:162) wisatawan adalah
seseorang yang melakukan perjalanan baik untuk kesenangan maupun untuk sesuatu
urusan dengan meninggalkan tempat kedudukan atau paling tidak untuk bermalam.
Istilah wisatawan harus diartikan sebagai seseorang, tanpa membedakan ras, jenis
kelamin, bahasa dan agama, yang memasuki wilayah suatu negara yang mengadakan
perjanjian yang lain daripada negara dimana orang itu biasanya tinggal dan berada
23
disitu tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 6 bulan, di dalam jangka waktu 12
bulan berturut-turut, untuk tujuan non imigasi yang legal, seperti : perjalanan wisata,
rekreasi, olahraga, kesehatan, alasan keluarga, studi, ibadah, keagamaan atau urusan
usaha (Yoeti, 1993:123-124). Psikologi wisatawan merupakan pemahaman, persepsi,
perilaku, sikap wisatawan terhadap kegiatan wisata dan pengembangannya faktor lain
yang mempengaruhi wisata, seperti kondisi sosial dan kondisi ekonomi (Joaquı and
Jaume, 2010) dalam (Imam Buchori, 2014:427). Menurut Cohen (1972) dalam
Suwena dan Ngrh Widyatmaja (2010:44) dapat mengklasifikasikan wisatawan atas
dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat
pengorganisasian dari perjalanan wisatanya menjadi empat, seperti :
1. Drifter / Elite, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama
sekali belum diketahuinya, dan berpergian dalam jumlah kecil.
2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur
perjalananannya sendiri dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang
sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum. Wisatawan seperti
ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat
interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi.
3. Individual mass tourists, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengetahuan
perjalanannya kepada agen perjalanan dan mengunjungi daerah tujuan
wisata yang sudah terkenal.
4. Organized mass tourists, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi
daerah tujuan wisata yang sudah dikenal dengan fasilitas seperti yang
24
dapat ditemuinya ditempat tinggalnya dengan perjalanannya selalu
dipandu oleh pemandu wisata.
Melihat sifat perjalanan dan ruang lingkup di mana perjalanan wisata itu
dilakukan, maka akan dapat mengklasifikasikan wisatawan, sebagai berikut :
1. Foreign Tourist (wisatawan asing)
Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki
suatu negara lain yang bukan negara dimana ia biasanya tinggal. (biasanya
bisa dilihat dari status kewarganegaraan, dokumen perjalannnya dan jenis
uang yang dibelanjakan).
2. Domestic Foreign Tourist
Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena
tugas dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara dimana ia
tinggal. Misalnya, staff kedutaan Belanda yang mendapat cuti tahunan,
tetapi ia tidak pulang ke Belanda, tetapi melakukan perjalanan wisata di
Indonesia (tempat ia bertugas).
3. Domestic Tourist (Wisatawan Nusantara)
Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata
dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan
negaranya. Misalnya warga Negara Indonesia melakukan perjalanan ke
Bali atau ke Danau Toba, wisatawan ini disngkat wisnus.
25
4. Indigenous Foreign Tourist
Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya
berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga Negara Prancis
yang bertugas sebagai konsultan di perusahaan asing Indonesia ketika
liburan dan kembali ke Prancis dan melakukan perjalanan wisata di sana.
Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist.
5. Transit Tourist
Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu
terpaksa singgah pada suatu pelabuhan aiport station bukan atas
kemauannya sendiri.
6. Business Tourist
Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi
perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama
selesai. Jadi perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan
primer yaitu bisnis selesai dilakukan.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisatawan
merupakan orang yang melakukan kegiatan wisata keluar dari tempat tinggalnya dari
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dan menetap sementara serta tidak mencari
nafkah. Dalam penelitian ini wisatawan dapat diklasifikasikan berdasarkan ruang
lingkup dimana perjalanan wisata itu dilakukan dalam menggunakan jasa pelayanan
shuttle bus di Ubud.
26
2.2.6. Tinjauan Konsep Tentang Transportasi
Melintasi jaringan transportasi di darat disebut perjalanan, di laut disebut
pelayaran dan di udara disebut penerbangan. Transportasi merupakan unsur penting
dalam menunjang kegiatan pariwisata baik di darat, laut, maupun di udara. Dalam
setiap kegiatan transportasi pariwisata, terdapat lima unsur yang satu dengan yang
lainnya dapat dipadu menjadi satu kesatuan kerja yang mantap dan lincah. Kelima
unsur tersebut merupakan unsur utama yang harus selalu ada, yaitu kendaraan, awak,
jaringan jalan, sasaran wisata dan wisatawannya.
Transportasi sebagai sarana penunjang untuk mengantar para wisatawan ke
daerah tujuan wisata, perlu dikelola sedemikian rupa hingga para wisatawan tetap
segar bugar rohani dan jasmaninya. Setiap pemandu wisata harus cepat menganal
sifat, derajat (status) sosial, perilaku budaya wisatawan yang akan dipandunya,
termasuk kebiasaan atau kelemahannya, walaupun secara umum agar mudah
mengelolanya selama menjadi tanggung jawabnya (Darsoprajitno, 2002:359-366).
Terdapat beberapa criteria dalam transportasi yang dapat mendukung sarana dan
prasana kegiatan wisata dalam transportasi, seperti transport cost, service
performance, transit time, reliability, accessibility, capability and security (Langley,
2009 dalam Chairuddin dan Hafinah, 2014:6). Menurut Bagyono (2012:49-52)
Transportasi merupakan sarana pokok dalam industry kepariwisataan. Sesuai dengan
fungsinya, transportasi adalah sarana untuk mempercepat dan mempermudah
seseorang dalam mencapai sesuatu tempat yang diinginkan, bahkan suatu obyek yang
jauh berada di negara orang pun, dapat ditempuh dalam waktu yang relative singkat.
27
Pada era global dan perdagangan bebas seperti sekarang ini, orang hanya tinggal
memilih transportasi apa yang hendak mereka gunakan, sesuai dengan kemampuan
ekonomi masing-masing. Untuk memahami seluk-beluk transportasi, berikut
diklasifikasikan transportasi kedalam tiga jenis, sebagai berikut :
1. Transportasi Darat
Transportasi darat di Indonesia di era global ini mengalami perkembangan
mode yang sangat pesat dari tahun ke tahunnya, hingga banyak mengalami
kemacetan lalu lintas terutama pada daerah perkotaan dan pariwisata yang menjadi
hal utama dalam permasalahan lalu lintas. Perkembangan mode transportasi darat
sangat menjadi trend bagi kalangan masyarakat indoensia, jenis transportasi darat,
sebagai berikut :
a. Sepeda
Sarana transportasi yang murah, tanpa bahan bakar dan bebas polusi ini
sering digunakan oleh para wisatawan untuk mencapai tempat-tempat
wisata jarak dekat dalam satu obyek wisata.
b. Dokar atau Delman
Dokar sering menjadi transportasi favorit bagi wisatawan. Transportasi
jenis ini berkeliling di suatu obyek wisata yang lokasi jalannya datar
c. Becak
Becak dioperasikan dengan tenaga manusia dan hanya menjangkau tujuan
jarak dekat dalam satu obyek wisata.
28
d. Sepeda motor
Kendaraan roda dua yang dikenal dengan nama sepeda motor masih
menjadi trend remaja masa kini. Dalam kegiatan pariwisata sepeda motor
disewakan kepada para wisatawan, hal ini sudah umum di pulau Bali.
e. Mobil
Di daerah tujuan wisata, sewa menyewa mobil (car rental) sudah sangat
lazim. Wisatawan harus memiliki SIM A untuk wisatawan domestic dan
SIM khusus / SIM International untuk wisatawan mancanegara. Terdapat
jenis mobil seperti : mobil penampung, taksi, bus/microbus.
f. Kereta api
Sarana transportasi kereta api merupakan kendaraan pengangkut
penumpang umum yang memiliki lintasan khusus dan dengan rute
perjalanan dari suatu daerah ke daerah lainnya.
2. Transportasi Laut/Sungai/Danau
Keberadaan transportasi laut, sungai dan danau yang disiplin di Indonesia
sangat penting, karena selain untuk penyebrangan antar pulau juga untuk mencegah
penyelundupan barang illegal dari dalam dan diluar kepulauan Indonesia.
Hubungannya dengan wisatawan, kapal penumpang antar pulau di Indonesia kurang
begitu diminati wisatawan mancanegara karena alas an efisiensi waktu. Lain halnya
dengan kapal pesiar, kapal ini dirancang khusus untuk wisatawan dan tujuannya
pelayaran untuk pesiar. Berikut jenis transportasi laut, sungai, danau, meliputi :
29
a. Regular line
Internasional yaitu jasa pelayaran antar negara.
Interinsular yaitu jasa pelayaran antar pulau dalam satu negara.
Ferry yaitu jasa penyeberangan yang menghubungkan selat yang jaraknya
tidak terlalu jauh.
b. Local river transport
Speed boat
Perahu penumpang
Perahu wisata
c. Charter line
Pelayaran wisata (cruise ship) yang memiliki jadwal singgah di pulau atau
negara yang telah di tetapkan perusahaan.
3. Transportasi / Angkutan Udara
Angkutan udara merupakan pelayanan pengangkutan penumpang, barang dan
cargo dari suatu negara ke negara lain, dari satu pulau ke pulau lain dengan waktu
yang efesien. Angkutan udara di Indonesia dapat diebedakan menjadi dua kelompok,
yaitu non komersial dan komersial, sebagai berikut:
a. Angkutan udara non komersial
Angkutan bersenjata
Instansi pemerintah seperti Dirjen Perhubungan Udara
30
Angkutan udara priadi, yaitu transportasi udara menggunakan pesawat
peribadi untuk kepentingan pribadi
b. Angkutan udara komersial
Maskapai penerbangan (airline)
Perusahaan penerbangan harus memiliki armada pesawat terbang atau
menyewa sejumlah pesawat terbang yang dioperasikan sesuai jadwal yang
tetap dan teratur (scheduled flight) serta memiliki tariff yang tetap dan
berlaku untuk umum. Penerbangan tetap dibagi menjadi dua, yaitu
penerbangan domestic dan internasional.
Helicopter service
Helicopter service yaitu perusahaan penerbangan yang mengoperasikan
helicopter untuk mentransfer penumpang dari airport lainnya di sebuah
kota.
Air taxi
Air taxi yaitu perusahaan penerbangan yang umumnya mengoperasikan
pesawat-pesawat kecil untuk penerbangan jarak pendek, baik secara
berjadwal maupun tidak.
Air cargo service
Air cargo service ialah perusahaan penerbangan yang mengkhususkan
usahanya dalam bidang jasa angkutan udara untuk barang.
31
Air charter
Air charter adalah perusahaan penerbangan yang mengkhususkan diri
dalam menyewakan / mencarterkan pesawat terbang kepada yang
memerlukan, baik perorangan, rombongan, ataupun kepada perusahaan
penerbangan lainnya.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa transportasi
merupakan sarana pokok dalam industry kepariwisataan yang dapat menghantarkan
orang atau wisatawan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dalam melakukan
perjalanan wisata. Dalam penelitian ini berfokus pada karakteristik, motivasi dan
persepsi khususnya pada wisatawan yang melakukan perjalanan wisata menggunakan
jasa pelayanan transportasi darat shuttle bus di daerah Ubud.