BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Hasil Penelitian ... - UNUD
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Hasil Penelitian ... - UNUD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya
Telaah hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai acuan untuk
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh I Made Adi Dharmawan, et al
(2014).Penelitian tersebut berjudul Strategi Pengembangan Desa Wisata di Desa
Belimbing Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan.Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melaksanakan potensi Desa Belimbing yang dilihat dari empat aspek
yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, dan juga untuk mengetahui
strategi pengembangan pariwisata pedesaan di Desa Belimbing.
Adapun hasil dari penelitian menunjukkan bahwa potensi yang dimiliki desa
wisata di Desa Belimbing Kecamatan Pupuan ditinjau dari (a). kekuatan
(keindahan SDA, keunikan SDA, Kelestarian SDA, atraksi wisata, kondisi
lingkungan yang sejuk, berbagai jenis usaha masyarakat lokal, aksesibilitas, sikap
masyarakat, pendapatan masyarakat luas, pengamanan pihak aparat), (b).
kelemahan (sarana dan prasarana, layanan pegawai pemda, keterampilan
masyarakat dalam berbahasa Inggris yang fasih, manajemen pengelolaan objek,
dukungan dana, kebersihan lingkungan, pemanfaatan SDM sebagai pemandu
wisata, dan penataan lingkungan), (c). peluang (kunjungan wisatawan, letak
strategis dengan objek wisata lain, adanya kepastian hukum, konsep
pengembangan pariwisata alami, lahan pertanian yang dijadikan objek wisata,
kebutuhan wisata alternatif, daerah tujuan wisata di Bali, terjalinnya kerjasama,
dukungan pelaku wisata, otonomi daerah yang diberlakukan pemerintah, nilai
budaya masyarakat setempat), (d) ancaman (persaingan dengan daerah lain dalam
pengembangan desa wisata, berubahnya pola pikir dan perilaku masyarakat,
adanya pedagang acung, adanya penduduk pendatang, dan tercemarnya
lingkungan).
Strategi pengembangan desa wisata di Desa Belimbing yaitu
mengembangkan desa wisata dan mempertahankan daya tarik dengan
mempersiapkan paket wisata, mempersiapkan rute/peta tracking, dan penataan
kawasan. Perbedaan penelitian milik I Made Adi Dharmawan, et al (2014)
dengan penelitian ini yaitu strategi yang digunakan dalam penelitian tersebut
melakukan strategi pengembangan dengan menggunakan analisis SWOT
(strengths, weaknesses, opportunities, dan threats), sedangkan penelitian ini
menggunakan metode strategi pengembangan desa wisata menurut Destination
British Columbia (2014).
Penelitian terkait dengan lokus penelitian adalah penelitian yang dilakukan
oleh Reginaldo Ch. Lake (2014) yang berjudul Konsep Ruang Dalam dan Ruang
Luar Arsitektur Tradisional Suku Atoni di Kampung Tamkesi di Pulau
Timor.Penelitian ini berfokus pada konsep ruang arsitektur tradisional. Konsep ini
diyakini akan dapat melahirkan teori-teori lokal untuk kontribusi pada
perancangan yang dapat bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama atau
dengan kata lain adalah dapat berkelanjutan. Penelitian ini menganalisis hasil
karya arsitektur (permukiman) tradisional yang telah berumur lebih dari seratus
tahun tetapi masih tetap dapat dikatakan permukiman yang mempunyai nilai
arsitektur tinggi sampai sekarang.Alat baca yang digunakan berlandaskan pada
elaborasi paradigma fenomenologi-Schulz dan teori ordering principles-Salura.
Tujuan penelitian adalah menghasilkan pemahaman mendalam (verstehen)
tentang budaya bermukim di kalangan suku Atoni di kampung adat Tamkesi dan
menemukan konsep serta relasi ruang dalam dan ruang luar arsitektur
permukiman tradisional mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi
lingkungan sekitar, tapak, bentuk, sosok, dan siklus alam-budaya dipegaruhi oleh
konsep hirarki atas-bawah serta adanya pengikat (datum) yang didukung oleh
konsep spesifik, yaitu (1) tata suku-tata gender, (2) persaudaraan etnis, (3)
ketaatan tradisi, simbol budaya, spiritual, dan (4) konsep menyatu dengan alam.
Konsep tersebutlah yang membuat arsitektur permukiman adat Tamkesi dapat
terus bertahan sampai saat ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik Reginaldo Ch. Lake
(2014).yaitu Reginaldo mengambil lokus penelitian mengenai Konsep Ruang
Dalam dan Ruang Luar Arsitektur Tradisional Suku Atoni di Kampung Tamkesi
di Pulau Timor, sedangkan penelitian ini mengambil lokus mengenai
Pengembangan Data Tarik Wisata Berbasis Budaya di Desa Wisata Tamkesi
Kabupaten Timor Tengah Utara.
2.2 Landasan Konsep
2.2.1 Konsep Daya Tarik Wisata
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009, Daya
Tarik Wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan,
kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan.
Menurut Cooper (1993) daerah tujuan wisata harus didukung empat
komponen utama daya tarik wisata atau yang dikenal dengan ”4A”, yaitu:
1. Attraction
Attraction atau atraksi adalah motivasi utama bagi wisatawan dalam
melakukan perjalanan ke suatu daerah.Atraksi berkaitan dengan what to
see dan what to do, yaitu hal yang dapat dilihat dan dilakukan oleh wisatawan
di destinasi tersebut.Atraksi bisa berupa keindahan dan keunikan alam,
budaya masyarakat setempat, peninggalan bangunan bersejarah, serta atraksi
buatan seperti sarana permainan dan hiburan.Seharusnya sebuah atraksi harus
mempunyai nilai diferensiasi yang tinggi. Unik dan berbeda dari daerah atau
wilayah lain.
2. Amenities
Secara umum pengertian amenities (fasilitas) adalah segala macam fasilitas
yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan
wisata.Sarana dan prasarana yang dimaksud seperti akomodasi (hotel, guest
house, homestay, losmen, perkemahan, villa, toilet umum, rest area, tempat
parkir, klinik kesehatan, dan sarana ibadah) serta usaha makanan dan
minuman (restoran, warung, cafe).Tentu saja fasilitas-fasilitas tersebut juga
perlu melihat dan mengkaji situasi dan kondisi dari destinasi sendiri dan
kebutuhan wisatawan.Tidak semua amenitas harus berdekatan dan berada di
daerah utama destinasi.Destinasi alam dan peninggalan bersejarah sebaiknya
agak berjauhan dari amenitas yang bersifat komersial, seperti hotel, restoran
dan rest area.
3. Accessibility
Accessibility atau aksesibilitas adalah sarana dan infrastruktur untuk menuju
destinasi. Akses infrastruktur (kendaraan umum, air, jalan, listrik, pelabuhan),
ketersediaan sarana transportasi dan rambu-rambu penunjuk jalan merupakan
aspek penting bagi sebuah destinasi. Banyak sekali wilayah di Indonesia yang
mempunyai keindahan alam dan budaya yang layak untuk dijual kepada
wisatawan, tetapi tidak mempunyai aksesibilitas yang baik, sehingga ketika
diperkenalkan dan dijual, tak banyak wisatawan yang tertarik untuk
mengunjunginya.Perlu juga diperhatikan bahwa akses jalan yang baik saja
tidak cukup tanpa diiringi dengan ketersediaan sarana transportasi.Bagi
individual tourist, transportasi umum sangat penting karena kebanyakan
mereka mengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent, sehingga
sangat bergantung kepada sarana dan fasilitas publik.
4. Ancilliary
Ancilliary berkaitan dengan ketersediaan sebuah organisasi atau pelaku
pariwisata (stakeholders) yang mengurus sebuah destinasi. Ini menjadi
penting karena walaupun destinasi sudah mempunyai atraksi, aksesibilitas dan
amenitas yang baik, tapi jika tidak ada yang mengatur dan mengurus maka ke
depannya pasti akan terbengkalai. Organisasi sebuah destinasi akan
melakukan tugasnya seperti sebuah perusahaan. Mengelola destinasi sehingga
bisa memberikan keuntungan kepada pihak terkait seperti pemerintah,
masyarakat sekitar, wisatawan, lingkungan dan para stakeholder lainnya.
Dalam penelitian ini, komponen 4A akan digunakan sebagai alat analisis
upaya pengembangan potensi pariwisata di Desa Tamkesi, Kabupaten Timor
Tengah Utara karena dianggap sesuai untuk menganalisis potensi pariwisata
di Desa Tamkesi.
2.2.2 Konsep Desa Wisata
Menurut Chafid Fandeli (2002) secara lebih komprehensif menjabarkan
desa wisata sebagai suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan
suasana yang mencerminkan keaslian desa, baik dari segi kehidupan sosial
budaya, adat istiadat, aktifitas keseharian, arsitektur bangunan, dan struktur tata
ruang desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata,
misalnya: atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan
kebutuhan wisata lainnya.
Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi,
dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa
wisata memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa keunikan fisik lingkungan
alam perdesaan, maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya) yang dikemas
secara alami dan menarik sehingga daya tarik perdesaan dapat menggerakkan
kunjungan wisatawan ke desa tersebut (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,
2011).
Masyarakat menjadikan rumah-rumah mereka atau sebagian kamar-kamar mereka
menjadi tempat tinggal tamu sementara (homestay) dalam suatu desa wisata.Akan
menjadi komplit apabila tamu-tamu bisa menikmati keseharian rakyat (live in)
merasakan sajian makan dan jenis atraksi kebudayaan desa. Desa wisata akan
sukses kalau seluruh anggota masyarakat baik kepala keluarga, ibu-ibu rumah
tangga, pemuda, dan anak-anak ikut mendukung keberadaan desa wisata tersebut
(Hasbullah Asyari, 2010).
2.2.3 Konsep Budaya
Soelaiman Soemardi dan Selo Soemardjan (1995) menerangkanbahwa
budaya adalah hasil kerja atau usaha manusia yang berupa benda maupun hasil
buah pemikiran manusia dimasa hidupnya.Potensi budaya yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah budaya yang berwujud kebendaan (tangible) seperti
monumen, arsitektur bangunan, tempat peribadatan, peralatan, kerajinan tangan,
dan budaya yang tidak berwujud kebendaan (intangible) berupa berbagi atribut
kelompok atau masyarakat, seperti cara hidup, folklore, norma daken tata nilai.
2.2.4 Strategi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Budaya
Strategi Pengembangan Desa Wisata yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah sebagai usaha-usaha terencana yang disusun secara sistematis yang
dilakukan untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam usaha
meningkatkan dan memperbaiki desa wisata, sehingga kelangsungan hidup desa
wisata tersebut dapat dinikmati oleh wisatawan nantinya dan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak.
Menurut Destination British Columbia (2014), berikut tujuh strategi yang
dapat membantu dalam pengembangan wisata di pedesaan:
1. Identify cultural amenities.
2. Create tourism business cluster initiatives by partnering with others.
3. Use a regional approach to develop visitor experiences.
4. Use circle tours or routes to draw visitors into rural areas.
5. Use cooperative marketing tools.
6. Promote a unique rural experience.
7. Conduct market research to minimize risk and enhance experience.
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai strategi yang dapat membantu
pengembangan wisata budaya di pedesaan:
1. Identify cultural amenities (Mengidentifikasi fasilitas pariwisata).
Langkah terpenting yang paling utama adalah mewawancarai orang-
orang di komunitas untuk mengembangkan pemahaman yang kuat tentang
jenis fasilitas budaya unik yang ada di wilayah pedesaan.Wawancarailah
partisipasi yang luas seperti stakeholder yang memiliki kepentingan yang
berbeda, bukan hanya mereka yang terlibat dalam kegiatan
pariwisata.Penduduk asli, para tetua, pemuda dan sejarawan merupakan
contoh kelompok yang bisa memberikan perspektif tentang cerita yang tak
terhitung yang dapat membuat wisatawan tertarik.
Tabel 2.1 Identifikasi Fasilitas Budaya
Kategori Potensi
Nilai Fasilitas
(nilai yang
berasal dari
kemudahan)
Peran dalam
Pembangunan
Pariwisata
Budaya
Situs Bangunan:
situs warisan,
museum, situs
arkeologi, situs
suci, rute.
Acara dan kegiatan:
cerita, tradisi,
festival dan acara
warisan terkait.
Koneksi ke
warisan,
patriotisme,
perayaan,
keluarga, dan
masyarakat
obligasi.
Dapat
dipromosikan
dan diakui
sebagai atribut
daerah pedesaan
yang menarik
untuk
mendorong
migrasi,
kunjungan dan
firma, dan harus
dilindungi untuk
mempertahankan
nilai masa depan
Rekreasi dan
Olah
Raga
Fasilitas yang
dibangun: bukit ski,
jalan, taman,
lapangan golf,
marina, gelanggang
es, pertanian, arena
pertunjukan dan
pusat berkuda.
Acara dan kegiatan:
rekreasi outdoor
dan pariwisata
berbasis alam
(ski,kereta luncur,
balap kereta salju,
berburu,
menunggang kuda ,
memancing, kano,
skating, mendaki,
kayak, satwa liar).
Akses ke
kesempatan
liburan,
kesehatan,
kesejahteraan,
ekspresi,
identitas, gaya
hidup, status,
nilai properti .
Seni
Fasilitas yang
dibangun: galeri,
pusat, bioskop .
Acara dan
kegiatan:
perayaan,
festival,
pertunjukan
(seni, tari,
musik).
Akses ke
kesempatan
liburan,
kesehatan,
kesejahteraan,
ekspresi,
identitas, gaya
hidup, status.
Pekerjaan
Kehutanan,
perikanan,
pertambangan,
pertanian, energi,
pariwisata, ritel,
jasa, tenaga kerja
mandiri.
Akses ke
pekerjaan yang
berarti, ekspresi
diri, nilai, status,
pendapatan,
rezeki.
Komunitas
Berwujud:
bangunan
bersejarah,
makanan,
arsitektur, ruang
hijau, lansekap,
pemakaman, dan
komunitas
kecantikan.
Tidak berwujud:
suasana, kecepatan,
keramahan,
ketenangan,
semangat, nilai-
nilai, milik, bahasa.
Rasa memiliki,
keterhubungan,
pemandangan,
ekspresi, nilai-
nilai bersama,
keamanan,
warisan dan nilai
properti.
Sumber: Destination British Columbia Corp. 2014. Cultural and Heritage Tourism
Development. Canada: Destination BC Corp.
2. Create tourism business cluster initiatives by partnering with others
(Membuat inisiatif kelompok usaha pariwisata melalui kemitraan dengan
orang lain).
Setelah fasilitas regional telah dipahami dan diprioritaskan dengan lebih
baik untuk digunakan dalam budaya pariwisata, penting untuk terhubung
dengan masyarakat yang berdekatan atau bisnis yang berbagi tujuan yang
sama. Ketika melakukan hal ini, lihat melalui pendekatan sektor tradisional
untuk pariwisata; berpikir tentang siapa yang harus berkontribusi, dan
manfaat dari pengembangan pariwisata budaya.
3. Use a regional approach to develop visitor experiences (Menggunakan
pendekatan regional untuk mengembangkan pengalaman wisatawan).
Sejalan dengan hal di atas, ingat bahwa wisatawan berkunjung ke daerah
dan melalui komunitas untuk pengalaman otentik.Sebar dan bagikan tujuan
pariwisata budaya anda dengan kelompok-kelompok regional dan temukan
bagaimana mereka dapat membantu anda.Atau jika diperlukan, buatlah grup
sub-regional yang dapat berkolaborasi dengan anda.
4. Use circle tours or routes to draw visitors into rural areas (Menggunakan
treking atau rute untuk menarik wisatawan ke wilayah pedesaan).
Treking atau rute membuat wisatawan jauh lebih mudah dalam
melakukan perjalanan ke daerah pedesaan.Menggabungkan peta, pengalaman
dan informasi membuat perjalanan lebih mudah diakses.Ketika ada kisaran
dari potensi pengalaman pariwisata yang tersedia, bisnis pariwisata pedesaan
dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak.
5. Use cooperative marketing tools (Menggunakan alat pemasaran koperatif).
Banyak pengusaha besar dan usaha skala kecil pariwisata atau non profit
asosiasi pariwisata budaya memiliki anggaran pemasaran yang terbatas.Mirip
dengan dasar pemikiran untuk treking dan rute, bekerjalah dengan asosiasi
regional anda dalam inisiatif pemasaran koperatif untuk membantu dalam
memasarkan profil destinasi anda ke pasar yang tepat.
6. Promote a unique rural experience. (Mempromosikan pengalaman pedesaan
yang unik).
Terkadang ada kecenderungan untuk mencoba dan meniru pengalaman
perkotaan di tempat pedesaan.Ingat bahwa budaya pedesaan adalah bagian
yang membuat pengalaman wisatawan meenjadi otentik.Menahan diri untuk
meniru standar di daerah perkotaan, gambarkan warna lokal dan budaya
hidup yang otentik di daerah pedesaan anda. Hal ini juga akan memastikan
wisatawan memperoleh apa yang telah dijanjikan, dan warga akan merasa
seperti bagian dari keseluruhan pengalaman.
7. Conduct market research to minimize risk and enhance experience.
(Melakukan riset pasar untuk meminimalkan risiko dan meningkatkan
pengalaman).
Temukan cara untuk berkolaborasi di kawasan ini untuk memperoleh
informasi wisatawan, seperti dengan melakukan survei, menggunakan
jaringan sosial, atau mengajukan beberapa pertanyaan sederhana pada
wisatawan di situs utama di wilayah ini. Ini merupakan cara untuk lebih
memahami siapa yang datang dan mengapa, apa yang mereka lakukan, dan
yang paling penting, seberapa puas mereka dengan pengalaman mereka.
Dalam penelitian ini, strategi pengembangan desa wisata berbasis budaya
akan digunakan untuk mengetahui strategi pengembangan yang ada di Desa
Wisata Tamkesi, Kabupaten Timor Tengah Utara, karena dianggap lebih sesuai
untuk menganalisis strategi pengembangan berbasis budaya yang ada di Desa
Wisata Tamkesi.
2.2.5 Konsep Potensi Wisata
Menurut Mariotti (dalam Yoeti 1983) potensi wisata adalah segala sesuatu
yang terdapat di daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang
mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Sukardi (1998), juga mengungkapkan
pengertian yang sama mengenai potensi wisata, sebagai segala yang dimiliki oleh
suatu daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata di
daerah tersebut. Jadi yang dimaksud dengan potensi wisata adalah sesuatu yang
dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah obyek wisata.
Dalam penelitian ini potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu
potensi alam, budaya, dan potensi manusia.Yang dimaksud dengan potensi alam
adalah keadaan fisik suatu daerah, jenis flora dan fauna suatu daerah, dan bentang
alam suatu daerah, misalnya gunung dan hutan. Kelebihan dan keunikan yang
dimiliki oleh alam jika dikembangkan dengan memperhatikan lingkungan
sekitarnya akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke obyek tersebut. Yang
dimaksud dengan potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa
manusia baik berupa adat dan istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan
bersejarah nenek moyang berupa bangunan, dan monument.Manusia juga
memiliki potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik wisata, lewat
pementasan dan pertunjukan seni budaya suatu daerah.
Dalam penelitian ini, potensi yang dimaksud adalah potensi desa yang
berhubungan dengan komponen utama dalam pariwisata atau yang dikenal
dengan 4A (attraction, amenities, accessibilities, dan ancilliary) yang ada di Desa
Tamkesi Kabupaten Timor Tengah Utara.