BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pengertian Drainaseeprints.umm.ac.id/42924/3/BAB II.pdfmembolehkan adanya...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pengertian Drainaseeprints.umm.ac.id/42924/3/BAB II.pdfmembolehkan adanya...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Pengertian Drainase
Drainase merupakan saluran air yang terdapat pada permukaan tanah ataupun
di bawah tanah. Drainase ini dapat terbentuk secara alami oleh aliran air secara
terus menerus sehingga mengikis permukaan tanah. Selain dapat terbentuk secara
alami, drainase juga dapat dibangun oleh manusia guna mengalirkan aliran air
sehingga tidak meluap ke permukaan.
Drainase memiliki peran guna mengatur aliran air demi terjadinya aliran yang
lancar dengan debit yang dapat ditampung guna menanggulangi limpasan air dan
terjadinya banjir.
Dalam SK menteri PU No. 233 tahun 1987. Drainase perkotaan adalah sebuah
jaringan limpasan aliran yang memiliki fungsi mengalirkan air yang menggenangi
bagian-bagian wilayah perkotaan dari sebuah genangan air baik itu dari debit air
hujan maupun sebuah luapan sengai yang melewati daerah perkotaan tersebut.
2.1. Jenis – Jenis Drainase
Dilihat dari tipe-tipenya sebuah drainase dapat dikelompokkan menjadi
beberapa bagian yaitu:
2.1.1. Menurut letak saluran
1. Drainase permukaan tanah (Surface Drainage) adalah saluran drainase
yang terdapat pada permukaan tanah dan memiliki fungsi mengalirkan
air pada permukaan tanah. Untuk menganalisa alirannya yaitu dengan
menggunakan analisa open channel flow.
2. Drainase bawah tanah (Sub Surface Drainage) adalah sebuah saluran
limpasan air yang terdapat pada kedalaman tanah menggunakan pipa-
pipa. Tipe drainase ini digunakan dengan mempertimbangkan alasan-
alasan tertentu. Alasan tersebut diantaranya adalah tuntutan estetika,
maupun tuntutan fungsi pada permukaan tanah yang tidak
5
membolehkan adanya saluran pada permukaan tanah seperti lapangan
sepak bola, lapangan terbang, dan lain-lain.
2.1.2. Menurut konstruksi
1. Sistem Saluran Drainase Terbuka adalah sebuah saluran yang memiliki
fungsi mengalirkan air hujan maupun limbah buangan air kotor
domestik. Pada daerah tertentu, saluran terbuka tidak memerlukan
lining atau lapisan pelindung. Namun pada saluran terbuka di daerah
perkotaan atau daerah padat penduduk, diperlukan adanya lapisan
pelindung atau lining.
2. Sistem Saluran Drainase Tertutup adalah sebuah saluran yang
digunakan untuk mengalirkan air kotor atau limbah yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan. Sistem saluran drainase tertutup
seperti ini sangatlah cocok untuk daerah perkotaan maupun daerah
padat penduduk.
2.1.3. Menurut fungsi
Terdapat dua macam fungsi saluran drainase,yaitu:
1. Single Purpose Drainage merupakan sebuah drainase yang memiliki
fungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan saja.
2. Multy Purpose Drainage merupakan sebuah drainase yang memiliki
fungsi untuk mengalirkan beberapa jenis.
2.2. Pola Jaringan Drainase
Saat kita hendak merencanakan sebuah jaringan drainase pada wilayah
tentu harus memperhatikan pola drainasenya. Dalan merencanakan pola
jaringan drainase terdapat 2 hal yang patut diperhatikan, yaitu topografi
daerah maupun tata guna lahan pada daerah yang akan kita rencanakan sistem
drainasenya. Berikut ini merupakan beberapa pola jaringan drainase sebagai
pilihan perencanaan sesuai dengan kondisi alam dan lingkungannya.
6
2.2.1. Jaringan Drainase Siku
Jaringam drainase siku direncanakan pada daerah yang memiliki elevasi lebih
tinggi dari pada elevasi sungai. Elevasi ini bisa kita dapatkan melalui peta
topografi, sehingga kita dituntut untuk memiliki data topografi yang akurat agar
dapat mengetahui elevasi drainase pada daerah yang akan direncanakan dengan
kondisi real di lapangan.
Gambar 2.1. Pola Jaringan Drainase Siku
2.2.2. Jaringan Drainase Paralel
Pada pola jaringan paralel, saluran utama atau primer memiliki tata letak
yang sejajar dengan saluran cabang atau sekunder. Pada daerah perkotaan, pola
jaringan seperti ini sangat banyak dijumpai dikarenakan terdapat begitu banyak
saluran sekundernya.
Gambar 2.2. Pola Jaringan Drainase Paralel
2.2.3. Jaringan Drainase Grid Iron
Untuk pola jaringan ini saluran sekunder berkumpul terlebih dahulu baru
kemudian dari saluran pengumpul diteruskan ke saluran utama.
Gambar 2.3. Pola Jaringan Drainase Grid Iron
7
2.2.4. Jaringan Drainase Alami
Jenis pola jaringan ini terbentuk karena sebuah limpasan air permukaan
secara alami.
Gambar 2.4. Pola Jaringan Drainase Alamiah
2.2.5. Jaringan Drainase Jaring-Jaring
Tipe jaringan jaring-jaring mempunyai bentuk penampang sesuai dengan
arah jala, jaringan ini biasanya digunakan pada daerah dengan topografi datar atau
pada daerah yang memiliki elevasi hampir sama.
Gambar 2.5. Pola Jaringan Drainase Jaring-Jaring
2.3. Analisa Hidrologi
Menurut Subarkah (1980), Analisa hidrologi memiliki peranan yang penting
dalam melakukan perencanaan bangunan air dalam bidang pengairan, baik unruk
perencanaan isrigasi maupun dalam perencanaan saluran drainase. Salah satu
8
factor yang mempunyai peranan itu adalah data-data hirologi yang mampu
mempengaruhi keadaaan dilapangan. Dengan adanya data hidrologi tersebut, kita
dapat mengetahui besarnya debit rencana sebagai dasar perencanaan bangunan
air. Adapun aspek-aspek hidrologi yang perlu dikaji yaitu:
2.3.1. Curah Hujan Regional / Wilayah
Terdapat tiga macam cara yang digunakan untuk menentukan tingginya curah
hujan rerata pada suatu areal yang bisa kita dapatkan dari data curah hujan pada
stasiun curah hujan atau kita dapat dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika. Berikut ini merupakan metode-metode yang dapat digunakan dalam
menentukan tinggi curah hujan.
a. Metode Rerata Aljabar
Metode ini dapat digunakan dengan cara mengambil nilai rata – rata
hitung pengukuran hujan di stasiun curah hujan didalam cakupan area tersebut.
9
Distribusi Frekuensi
Menurut Suripin (2004) untuk mendapatkan distribusi frekuensi yang sesuai
dengan data yang tersedia untuk perhitungan curah hujan rancangan, digunakan
Analisa frekuensi. Persyaratan yang digunakan untuk pemiihan distribusi
frekuensi dapat dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut:
Tabel 2.1. Syarat Pemilihan Distribusi Frekuwensi
10
Sumber: Suripin, (2004)
besar koefisien variasi (Cs) dan koefisien kurtosis dapat di peroleh dengan
persamaan:
• Rata- rata : Log X =𝑛.∑ log 𝑋𝑖𝑛
𝑖=1
𝑛= ………………………………………….
(2.4)
• Simpangan baku : S = √∑ (log 𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔�̅�)2𝑛
𝑖=1
𝑛−1……………………………….
(2.5)
• Koefisien Variasi :Cs = 𝑛.∑ (𝑥𝑖−𝑥)3𝑛
𝑖=1
(𝑛−1).(𝑛−2).𝑆3= …………………………………..
(2.6)
• Koefisien Kurtosis :Ck = 𝑛.∑ (𝑥𝑖−𝑥)4𝑛
𝑖=1
(𝑛−1).(𝑛−2).(𝑛−3).𝑆4= ……………..………….
(2.7)
Di mana:
n = Jumlah data
Xi = Data ke i
X = Rata-rata data
S = Simpangan
2.3.1.1. Disribusi Log Person III
11
Setelah diketahui tinggi curah hujan harian maxsimum dari data hujan
yang di peroleh, maka dengan menggunakan metode ini dpat dihitung
besarnya hujan rancangan yang terjadi dengan periode ulang T tahun.
(Soemarto, 1987)
Curah Hujan Rancangan:
12
Tabel 2.2. Faktor Frekuwensi K untuk Agihan Log Person Type III
Sumber: Soemarto, (1987)
2.3.2. Uji Kesesuaian Distribusi
Untuk mengetahui apakah suatu data sesuai dengan jenis sebaran teoritis
yang di pilih maka setelah penggambaranya pada kertas probabilitas perlu di
lakukan pengujian lebih lanjut. Pengujian ini biasanya dengan uji kesesuaian
(testing of goodness of fit) yang dilakuakn dengan dua jenis pengujian yang
sebelumya dilakuakan dulu ploting data dengan tahapan:
13
14
Tabel 2.3. Nilai Do Untuk Uji Smirnov Kolmogorow
2.3.2.1. Uji Chi-Square
Menurut Soemarto (1987) uji ini digunakan untuk menguji simpangan-
smpnagan secara vertical yang di tentukan dengan rumus sebagai berikut:
X2= ∑(𝑂𝑗−𝐸𝑗)2
𝐸𝑗……………………………………….. (2.14)
Dimana:
X2 = Harga Chi-Square
Ej = frekuensi teoritis kelas j
Oj = frekuensi pengamatan kelas j
Rumus perhitungan banyaknya kelas distribusi:
K = 1 + 3,322 Log n …………………………………….. (2.15)
V(DK) = k +1+ m
Dimana;
15
K = Jumlah kelas ditribusi
N = Banyaknya data
V(Dk) = Derajat kebebasan
M = Parameter, besarnya = 2
Agar disrtibusi frekuensi dipilih data diterima maka nilai X2, Xc2.
Tabel 2.4. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi Square
16
2.3.3. Intensitas Hujan
Menurut Soemarto (1987), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah
hujan yang terjadi pada kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Adapun
notasi yang digunakan untuk melambangkan intensitas hujan yaitu dengan I dalam
satuan (mm/Jam).
I = 𝑅24
24 . (
𝑇
𝑡𝑐)
2
3………………………………………... (2.16)
Dengan :
I = Intensitas hujan rerata dalam T jam (mm/jam)
R24 = Curah hujan efektif 1 hari (mm)
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
Sedangkan waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang dibutuhkan oleh
butiran air untuk bergerak dari titik yang terjauh pada daerah pengaliran sampai
ke titik pembuangan. Mencari metode perkiraan waktu konsentrasi dapan
menggunakan rumusan: (Suhardjono, 1984) :
Tc = To + Td ……………………………………… (2.17)
Sedangkan untuk mencari besaran Td dengan cara coba-coba untuk
mengotrol hasilnya, dipakai rumus:
Td = L/V ……………………………………….. (2.18)
Dimana:
Tc = Waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (Km)
S = Kemiringan rata-rata
17
V = kecapatan rata
2.3.4. Debit Banjir Rancangan
Untuk mendapatkan kapasitassaluran drainase, terlebih dahulu harus
dihitung dahulu jumlah air hujan dan air kotor atau buangan yang akan
dibuangmelalui saluran drainase tersebut. Debit banjir rancangan (Qrancn) adalah
jumlahdebit air hujan (Qah) ditambah debit air kotor (Qak). Untuk memperoleh
debitbanjir rancangan, maka debit banjir hasil perhitungan ditambah
dengankandungan sedimen yang terdapat dalam aliran banjir sebesar 10%
sehinggadiperoleh hasil (Sosrodarsono,1994:328). Debit banjr rancangan ini yang
nantiakan digunakan dalam penentuan kapasitas saluran drainase.
Qranc = 1,1 x Qbanjir........................................................... (2.19)
Qranc = 1,1 x (Qah + Qak) .................................................. (2.20)
Qranc = Qah + Qak ............................................................. (2.21)
Dengan :
Qranc = Debit rancangan (m3/detik)
Qah = Debit Air Hujan (m3/detik)
Qak = Debit Air Kotor (m3/detik)
Tabel 2.5. Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan jenis
keperluan
Jenis Kala Ulang Debit Banjir
Drainase 20-30 tahun
Sanitari 25-30 tahun
Stasiun pompa 15-30 tahun
Sumber: L.A. Van Duijl, 1985: 60
Tabel 2.6. Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan luas
DAS
18
Luas DAS Kala Ulang Debit Banjir Metode Perhitungan
<10 2 tahun Rassional
10-100 2-5 tahun Rassional
100-500 5-20 tahun Rassioanal
>500 10-25 tahun Hidrograf Satuan
Sumber: Suripin, 2004: 241
Tabel 2.7. Pemilihan kala ulang debit banjir rancangan berdasarkan jenis
saluran
Jenis Kala Ulang Debit Banjir
Saluran Kuarter 1 tahun
Saluran Tersier 2 tahun
Saluran Skunder 5 tahun
Saluran Primer 10 tahun
Sumber: Anonim, 1997: 20
2.3.5. Kapasitas Pengaliran / Debit akibat Curah Hujan
2.3.5.1. Metode Rasional
Menghitung debit airhujan yang digunakan dalam pendimensian saluran
drainasedigunakan metode rassional, karena dapat digunakan untuk perencanaan
drainasepengaliran yang relatif sempit (Sosrodarsono, 1983:144). Bentuk umum
daripersamaan Rasional (jika daerah pengaliran kurang dari 0,8 km2) adalah
sebagaiberikut (Sosrodarsono, 1983:144).
Qah = 0,278. C. I. A ..................................................... (2.22)
19
Pada daerah pengaliran yang memiliki luasan area kurang dari 50 km2,
kapasitas pengalirannya ditentukan dengan Metode Rassional. Namun pada
daerah pengaliran yang memiliki luasan area lebih dari 50 km2, kapasitas
pengalirannya ditentukan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetis. (Suhardjono,
1984:13)
Dengan:
Koefisien Tampungan
Apabila daerah bertambah besar maka pengaruh tampungan dalam
pengurangan debit puncak banjir semakin nyata. Untuk menghitung pengaruh
tampungan pada metode rasional modifikasi, maka persamaan rasional yang ada
(Q = C.I.A) dikalikan dengan koefisien tampungan Cs. Dimana rumus dari
koefisien tampungan adalah sebagai berikut:
Cs = Koefisien penampungan
= 2𝑡𝑐
2𝑡𝑐+𝑡𝑑 ………………………………….(2.23)
tc = Waktu konsetrasi (jam)
td = Waktu pengaliran dalam saluran (mnt)
2.3.6. Koefisien Pengaliran (C)
Menurut Supirin (2004: 80), koef. pengaliran adalah sebuah perbandingan
antara luasan area hujan yang membentuk sebuah limpasan langsung dengan
hujan totaal yang terjadi
20
Tabel 2.7. Nilai Koefisien aliran (C)
2.4. Analisa Hidrolika
Jumlah debit air hujan yang terdapat pada suatu kawasan harus segera
dialirkan agar tidak terjadi genangan air. Untuk dapat mengalirkannya diperlukan
saluran yang dapat menampung dan mengalirkan air tersebut ke tempat
penampungan sesuai dengan jumlah debit. Penampungan tersebut dapat berupa
sungai atau kolam retensi. Kapasitas pengaliran dari sebuah saluran tergantung
pada bentuk, kemiringan dan kekasaran saluran.
21
Demensi Saluran
Menurut Chow (1985), dimensi saluran drainase dihitung dengan
pendakatan rumus-rumus aliran seragam, dan mempunyai sifat-sifat diantaranya:
a. Dalam aliran, luas penampang lintasan aliran kecapatan dan debit akan
tetap pada tiap- tiap penampang lintasan.
b. Garis energi serta dasar saluran akan dapat sejajar.
Saluran drainase dalam bentuk terbuka ataupun tetutup menurut keadaan,
meskipun tertutup dan penuh air, alirannya bukan merupakan aliran tekanan,
sehingga rumus aliran seragam tetap berlaku. Rumusan untuk kecepatan rata- rata
yang ada di hitungan dimensi penampang digunakan rumus manning. Rumus ini
adalah bentuk sederhana dan dapat hasil yang maksimal, sehingga rumus ini
sangat luas penggunannya sebagai rumus aliran seragam dalam perhitungan
saluran. Rumus manning dapat di lihat sebagai berikut:
a. Persegi Panjang
22
b. Trapesium
c. Segitiga
d. Lingkaran
23
Sumber: Chow 1985
Setelah didapatkan debit rencana yaitu debit air hujan dan debit air kotor,
kemudian dimasukan kedalam rumus manning, dimana harga dari kemiringan
dasar saluran (i) di tentukan dengan harga koefisien manning (n) diperoleh
berdasarkan bahan lapisan yang diinginkan, serta harga A dan R tergantung lebar
saluran (b) yang diinginkan dengan memperhatikan tanah, maka akan didapatkan
dimensi penampang sauran yang dikehendaki. Dalam pendimensian disaluran
drainase, akan di hitung juga banyaknya air hujan serta air kotor yang dilewati
oleh saluran tersebut.
Tabel 2.7. Harga Koefisien Manning
2.5. Perhitungan Proyeksi Penduduk
Menurut Suhardjono (1984), perhitungan untuk mencari pertumbuhan
penduduk jumlah penduduk sebagai berikut:
24
a. Cara yang di gunakan merupakan metode geometric:
r = 𝑃𝑛
𝑃𝑛+1
Dimana:
r = Rata-rata pertumbuhan Penduduk
Pn = Perkiraan jumlah penduduk pada tahun terakhir rencana
Pn+1 = Jumlah penduduk pada tahun berikutnya
R rata-rata = 𝑟1+𝑟2+𝑟3+⋯+𝑟𝑛
𝑛
Analisa prediksi pertumbuhan penduduk sampai tahun rencana:
Pn = Po. (1+ r rata-rata)n
Dimana:
Po = Jumlah penduduk pada tahun akhir (data)
n = periode waktu perencanaan
r rata-rata = rata-rata tingkat pertumbuhan peduduk
b. Pertumbuhan Penduduk Eksponesial
Pn = Po. e r.n
Dimana:
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah pendudk pada awal tahun
r = angka pertumbuhan penduduk
n = jangka waktu dalam tahun
e = bilangan pokok dari system bilangan logaritma (2,7182828)
2.6. Debit Air Kotor
Menurut Suhardjono (1984), debit air kotor adalah debit yang berasal dari
air Bungan hasil aktivitas penduduk yang berasal dari lingkungan rumah tinggal,
instansi, bangunan komersial, dan lain sebagainya. Dalam perencanaan estimasi
menganai total aliran air buangan di bagi 3 yaitu;
25
a. Air buangan domestic.
b. Infiltrasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah pelayanan
dan sepanjang pipa).
c. Air buangan industri dan komersial.
Rumus yang di gunakan untuk debit air kotor adalah:
Qdomestik = 𝑃𝑛 . 𝑄𝑘𝑒𝑝
𝐴
Dimana:
Q = Debit air kotor (I . Det -1 . Km2)
Qkep = Jumlah kebutuhan air (I . Det -1 . orang -1)
Pn = jumlah penduduk
A = Luas daerah (Km2)