BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Landasan Teori
2.1.1 Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi kompleks yang mempergunakan
perlengkapan khusus dan mempekerjakan sekelompok tenaga kerja ahli yang
terlatih dan terdidik untuk mengatasi masalah-masalah ilmu pengetahuan
kesehatan yang semuanya dipadukan untuk mencapai tujuan perawatan
kesehatan yang baik (Siregar, 2004).
Fungsi rumah sakit yaitu menyelenggarakan pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik dan nonmedik, pelayanan dan asuhan
keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.
Sebagai organisasi penyedia jasa, keberlangsungan usaha rumah sakit
sangat ditentukan oleh kepuasan pasien. Oleh karena itu, untuk melaksanakan
fungsinya dengan optimal maka rumah sakit harus memperhatikan faktor kunci
dalam pelayanan terhadap pasien yang meliputi (Aditama, 2002) :
a. Pelayanan yang cepat, ramah disertai jaminan tersedianya obat dengan
kualitas baik.
b. Harga yang kompetitif.
9
c. Adanya kerja sama dengan unsur lain, seperti dokter dan perawat.
d. Faktor-faktor seperti lokasi apotek, kenyamanan dan keragaman komoditi.
Rumah Sakit merupakan pelayanan jasa kesehatan yang sangat terkait
dengan kepuasan pasien. Model yang komprehensif dengan fokus utama pada
pelayanan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu (Parasuraman, 1991):
a. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan
kepada pelanggan dengan cepat dan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah kecepatan pelayanan terhadap keluhan-keluhan pasien dan kecepatan
pelayanan administrasi pasien.
b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
memuaskan pelanggan. Dalam pelayanan rumah sakit adalah pemberian
informasi kesehatan oleh dokter dan perawat rumah sakit.
c. Assurance (jaminan) yaitu kemampuan memberikan kepercayaan dan
kebenaran atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan..
d. Emphaty (empati) yaitu kemampuan membina hubungan, perhatian, dan
memahami kebutuhan pelanggan seperti keramahan petugas rumah sakit
terhadap pasien.
e. Tangibles (bukti langsung) yaitu sarana dan fasilitas fisik rumah sakit yang
dapat langsung dirasakan oleh pasien seperti: kenyamanan ruang rawat inap,
kecukupan tempat duduk di ruang tunggu, kebersihan ruang tunggu,
kenyamanan ruang dengan kipas angin dan AC, serta ketersediaan televisi
(TV).
10
2.1.2 Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan perusahaan selama periode
tertentu mengenai kegiatan operasional dan keuangan. Selain profitabilitas
yang masih dianggap sebagai aspek utama, perlu adanya kelengkapan berupa
pangsa pasar (market share) dalam pengukuran kinerja perusahaan.
Menurut Mulyadi (1997: 419-435) pengertian penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja mempunyai tujuan pokok untuk
memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat
berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam
anggaran.
Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk:
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum
b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti: promosi, transfer dan pemberhentian
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan
11
d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka
e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan
Dengan adanya pengukuran kinerja, manajer puncak dapat
memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi yang sesuai
dengan prestasi yang diberikan masing-masing karyawan kepada perusahaan.
Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada
karyawan lain untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Penilaian kinerja juga dapat dibedakan menjadi penilaian kinerja
intern dan penilaian kinerja ekstern. Penilaian kinerja intern merupakan
penilaian kinerja atas kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu bagian darp
pencapaian tujuan perusahaan baik di bidang keuangan atau secara
keseluruhan. Penilaian kinerja ini dilakukan dengan maksud memberi
petunjuk pembuatan keputusan dan mengevaluasi kinerja manajemen.
Sedangkan penilaian kinerja ekstern merupakan penilaian atas prestasi yang
dicapai oleh satu satuan perusahaan dalam suatu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat hasil pelaksanaan kegiatannya. Penilaian ini dilakukan
dengan maksud sebagai dasar penentuan kebijakan penanaman modalnya
sehingga dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktifitas.
12
Mangkuprawira (2003) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja
karyawan memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan
perusahaan, khususnya manajemen Sumber Daya Manusia yaitu sebagai
berikut:
a. Perbaikan Kinerja
Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan perorangan
dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja.
b. Penyesuaian Kompensasi
Pengukuran kinerja membantu pengambil keputusan menentukan siapa
saja yang seharusnya menerima peningkatan dalam bentuk upah dan
bonus.
c. Keputusan Penempatan
Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja
masa lalu dan antisipatif, misalnya dalam bentuk penghargaan.
d. Kebutuhan Pelatihan dan Pengembangan
Kinerja yang buruk mengartikan bahwa perlu diadakannya pelatihan
ulang.
e. Perencanaan dan Pengembangan Karir
Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang
karir spesifik karyawan.
13
f. Defisiensi Proses Penempatan Staf
Baik-buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan
dalam prosedur penempatan staf di dalam departemen SDM.
g. Ketidakakuratan Informasi
Kinerja buruk dapat mengindikasi kesalahan dalam informasi analisis
pekerjaan, rencana SDM, atau hal lain dari sistem manajemen personal.
h. Kesalahan Rancangan Pekerjaan
Kinerja buruk mungkin berasal dari sebuah gejala dari rancangan
pekerjaan yang keliru.
i. Kesempatan Kerja yang Sama
Pengukuran akurat secara aktual menghitung kaitannya dengan kinerja
yang dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah
sesuatu yang bersifat deskriptif.
j. Tantangan-tantangan Eksternal
Terkadang kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam
lingkungan pekerjaan seperti keluarga, finansial, kesehatan, atau masalah-
masalah lainnya.
k. Umpan Balik Sumber Daya Manusia
Kinerja yang baik dan buruk di seluruh bagian organisasi
mengindikasikan bagaimana baiknya suatu fungsi departemen Sumber
Daya Manusia diterapkan.
14
2.2 Metode Pengukuran Kinerja
2.2.1 Pengukuran Kinerja Konvensional
Manajemen konvensional melakukan pengukuran kinerja dengan
menggunakan ukuran keuangan yaitu hasil laporan keuangan yang
diwujudkan dalam rasio keuangan antara lain likuiditas, solvabilitas,
profitabilitas dan rasio lainnya. Dalam manajemen konvensional, ukuran
kinerja yang biasa digunakan adalah ukuran keuangan, karena ukuran
keuangan mudah dilakukan pengukurannya (Mulyadi, 2001 : 446). Ukuran
keuangan yang biasa digunakan adalah rasio keuangan meliputi :
a. Rasio likuiditas, yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo. Rasio ini merupakan rasio
aktiva lancar terhadap utang lancar.
b. Rasio leverage, yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai
oleh utang.
c. Rasio aktivitas, yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
sumber dayanya.
d. Rasio profitabilitas, yang mengukur efektivitas manajemen yang
ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi
perusahaan.
e. Rasio pertumbuhan, yang mengukur kemampuan perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya.
15
f. Rasio penilaian mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan
nilai pasar yang melampaui biaya industri.
2.2.2 Pengukuran Kinerja Kontemporer
Terdapat dua konsep pengukuran kinerja dalam pengukuran kinerja
kontemporer yaitu: metode Economic Value Added (EVA) dan metode
Balanced Score Card (BSC).
2.2.2.1 Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added (EVA) adalah nilai tambah ekonomis yang
diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu.
Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu
kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA
berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan formulasi
perhitungan EVA sebagai berikut:
EVA = HP – (BB+UG+PH+BM+PJK+DIV+LDT)
Keterangan :
HP = Hasil penjualan nilai dari konsumen
BB = Bahan baku yang dibeli dari pemasok
UG = Upah atau gaji dari tenaga kerja (SDM)
PH = Penyusutan dari pembelian barang modal
BM = Biaya modal dari kreditor dan investor
16
PJK = Pajak dari pemerintah atau negara
DIV = Deviden dari stake holder
LDT = Laba ditahan dari perusahaan sendiri
Dari formulasi perhitungan di atas, dapat diketahui seberapa besar
nilai tambah yang dapat didistribusikan kepada stake holder perusahaan mulai
dari konsumen sampai dengan manajer.
2.2.2.2 Balanced Score Card (BSC)
Balanced Score Card, mempunyai arti bahwa hasil kinerja manajemen
diukur secara berimbang antara aspek keuangan dan aspek non keuangan
(Ikhsan, 2005:15). Yang membedakan Balanced Score Card dengan
pengukuran konvensional adalah adanya keseimbangan antara ukuran kinerja
yang digunakan, yang meliputi keseimbangan antara indikator keuangan dan
non keuangan, keseimbangan antara unsur internal dan eksternal organisasi
serta keseimbangan antara lag indicator dengan lead indicators.
Balanced Score Card mencoba menerjemahkan misi dan strategi ke
dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi
pengukuran dalam manajemen strategik. Balanced Score Card menjabarkan
misi dan strategi perusahaan menjadi tujuan dan pengukuran yang dibagi
menjadi empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal dan proses belajar dan perkembangan.
17
2.3 Pendekatan Balanced Scorecard dalam Pengukuran Kinerja
Pada intinya, tujuan pengukuran kinerja perusahaan adalah untuk
memotivasi semua lini pekerja agar mampu mengimplementasikan strategi dari
suatu unit bisnis dengan baik. Dalam hal inilah Balanced Scorecard berusaha
untuk menterjemahkan strategi ke dalam suatu sistem pengukuran dan
mengkomunikasikan sasaran serta target ke dalam bahasa operasional.
Komunikasi ini akan memfokuskan manajer dan pekerja pada aspek
penentu kinerja sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil inisiatif
tindakan kearah tujuan organisasi, selain itu Balanced Scorecard memberikan
pula kerangka untuk mengkomunikasikan misi dan strategi perusahaan dengan
cara mengkonfirmasikannya kepada seluruh pekerja tentang faktor penentu
sukses saat ini dan sukses di masa depan (Kaplan dan Norton, 1996: 11).
Penerapan Balanced Scorecard dimulai dari akarnya yaitu pertumbuhan
dan pembelajaran dalam organisasi yang nantinya memberikan kontribusi pada
proses internal bisnis, sebelumnya penganut paham manajemen tradisional
memahami pengukuran kinerja tidak lebih sekedar alat untuk mengontrol
tindakan individu agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, namun
pada perkembangannya selanjutnya tampak bahwa pengukuran kinerja tidak
menempatkan pengendalian sebagai pusatnya.
Pendekatan Balanced Scorecard menunjukkan bahwa pengukuran
kinerja lebih menitikberatkan strategi sebagai pusatnya. Balanced Scorecard
memungkinkan unit bisnis untuk menerapkan strategi serta mengidentifikasi
18
dan membuat urutan hipotesis tentang hubungan sebab- akibat antara hasil,
ukuran dan pemicu kinerja hasil tersebut. Disamping itu pendekatan Balanced
Scorecard mampu mendeskripsikan hasil/ sasaran yang akan dicapai perusahaan
dan juga mampu menggambarkan bagaimana suatu hasil tersebut diraih, karena
dalam penggunaannya Balanced Scorecard dilengkapi atribut pemicu kinerja
hasil.
2.4 Langkah-langkah Penerapan Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (1996) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard
memperkenalkan empat proses manajemen yang baru yaitu:
2.4.1 Menerjemahkan Visi, Misi dan Strategi Perusahaan
Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan
dimasa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi
perusahaan perlu merumuskan strategi. Dalam proses perumusan strategi, visi
organisasi dijabarkan ke dalam misi dan tujuan perusahaan.
Misi merupakan jalan pilihan suatu organisasi untuk menyediakan
produk atau jasa kepada konsumennya, perumusan misi adalah suatu usaha
menyusun peta perjalanan menuju visi perusahaan.
Tujuan adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa
mendatang yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi perusahaan.
Tujuan inilah yang menjadi salah satu landasan dalam perumusan strategi.
19
Dalam proses proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian
dijabarkan ke dalam sasaran strategik dan ukuran pencapaiannya menurut
standart yang ditetapkan oleh perusahaan.
2.4.2 Komunikasi dan Hubungan
Balanced Scorecard memperlihatkan apa yang dilakukan perusahaan
untuk mencapai apa yang menjadi keinginan pimpinan dan konsumen, oleh
karena itu dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Kinerja karyawan yang
baik dapat tercipta jika komunikasi dan hubungan yang baik dapat tercipta di
seluruh lini perusahaan.
2.4.3 Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara
rencana bisnis dan rencana keuangan perusahaan. Hampir semua organisasi
mengimplemenrasikan berbagai macam program yang mempunyai
keunggulan masing-masing dan saling bersaing satu dengan yang lainnya.
Dengan menggunakan Balanced Scorecard sebagai dasar untuk
mengalokasikan sumber daya dan mengatur prioritas guna mencapai tujuan
jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.
2.4.4 Umpan Balik dan Pembelajaran
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada
perusahaan. Dengan Balanced Scorecard sebagai pusat sistem perusahaan,
maka perusahaan tersebut akan dapat melakukan monitoring terhadap apa
yang dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek dari empat perspektif yang
20
ada dalam Balanced Scorecard, yaitu: keuangan, konsumen, proses bisnis
internal serta pembelajaran dan pertumbuhan yang akan dijadikan sebagai
umpan balik dalam mengevaluasi strategi kinerja perusahaan.
Gambar 1. Balanced Scorecard Sebagai Suatu Kerangka Kerja Tindakan Strategis.
Sumber: Kaplan & Norton (1996).
Memperjelas dan Menerjemahkan Visi dan
Strategi
Memperjelas Visi
Menghasilkan konsensus
Merencanakan dan Menetapkan Sasaran
Menetapkan Sasaran
Memadukan inisiatif
strategis
Mengalokasikan sumber
daya
Menetapkan
tonggaktonggak
penting
Umpan Balik dan
Pembelajaran Starategis
Mengartikulasikan visi
bersama
Memberikan umpan balik
strategis
Memfasilitasi tinjauan ulang
dan pembelajaran strategi
BALANCED
SCORECARD
Mengkomunikasikan dan Menghubungkan
Mengkomunikasikan dan
mendidik
Menetapkan tujuan
Mengaitkan imbalan dengan
ukuran kinerja-tonggak
21
2.5 Perspektif Kinerja Bisnis Yang Diukur Dalam Balanced Scorecard
Pada dasarnya terdapat empat macam kinerja bisnis yang diukur dalam
Balanced Scorecard yaitu :
2.5.1 Kinerja Keuangan
Harus diakui bahwa kinerja keuangan memang masih menjadi titik
perhatian. Hal ini sangat beralasan karena ukuran keuangan merupakan suatu
iktisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh
keputusan dan tindakan ekonomi yang telah diambil. Kinerja keuangan
keuangan dapat diukur berdasarkan Rasio Likuiditas, Solvabilitas, Return on
Investment, Profit Margin, dan Rasio Operasi.
2.5.2 Kinerja Pelanggan
Kinerja ini dianggap penting dimasa sekarang karena mengingat
semakin ketatnya persaingan dalam mempertahankan pangsa pasar lama dan
merebut pangsa pasar baru. Sebelum tolok ukur kinerja pelanggan ditetapkan,
terlebih dahulu ditetapkan pangsa pasar yang akan menjadi target/ sasaran
serta mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para (calon) pelanggan dalam
segmen tersebut, sehingga tolok ukur yang digunakan dalam kategori ini dapat
lebih terfokus.
22
Menurut Kaplan dan Norton (1996), kelompok inti dalam pengukuran
kinerja pelanggan (core measurement groups), terdiri dari :
1. Pangsa Pasar (Market Shares)
Mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh
perusahaan
2. Tingkat Perolehan Pelanggan Baru (Customer Acquisition)
Mengukur tingkat keberhasilan perusahaan dalam menarik pelanggan baru.
3. Kemampuan Mempertahankan Pelanggan Lama (Customer Retention)
Mengukur sejauh mana keberhasilan perusahaan dapat mempertahankan
pelanggan lama.
4. Tingkat Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Mengukur tingkat kepuasan para pelanggan terhadap layanan perusahaan.
5. Tingkat Profitabilitas pelanggan (Customer Profitability)
Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan
dari penjualan produk atau jasa kepada konsumen.
2.5.3 Kinerja Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif internal bisnis, yang membedakan perspektif internal
bisnis dalam pendekatan tradisional dan pendekatan Balanced Scorecard
adalah dalam hal inovasi, dalam pendekatan Balanced Scorecard, proses
inovasi dimasukkan dalam proses internal bisnis sedangkan dalam pendekatan
tradisional, sistem pengukuran kinerja hanya dipusatkan pada bagaimana
23
menyampaikan barang/ jasa yang diproduksi ke customer perusahaan
(Secakusuma, 1997:8).
Pendekatan Balanced Scorecard membagi pengukuran perspektif
proses internal bisnis dalam tiga bagian (Kaplan dan Norton, 1996:82):
a. Proses Inovasi
Dalam proses inovasi, perusahaan mengidentifikasi keinginan dan
kebutuhan pasar baru, dan para customer masa kini dan masa mendatang
dengan cara merancang dan mengembangkan produk baru yang sesuai dan
mampu memenuhi kebutuhan konsumen sehingga kedua hal tersebut
merupakan hasil yang sangat penting dan tidak terpisahkan. Tolok ukur
yang digunakan dalam tahap ini adalah banyaknya produk baru yang
berhasil dikembangkan (Soetjipto, 1997:21).
b. Proses Operasi
Proses operasi perusahaan mencerminkan aktivitas yang dilakukan
perusahaan, mulai saat diterimanya order dari customer sampai dengan
pada saat produk/ jasa tersebut dikirim/ diterima oleh customer, adapun
tolok ukur dalam pengukuran dan proses pembuatan produk/ jasa adalah
tingkat kerusakan pra-penjualan, dan pengerjaan ulang (rework) serta
waktu ketepatan pengiriman barang.
c. Proses Layanan Purna Jual
Dalam tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat
tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya. Manfaat
24
tambahan tersebut dapat berupa layanan purna transaksi jual beli. Dalam
hal ini tolok ukur yang dapat digunakan adalah jangka waktu perbaikan
kerusakan.
2.5.4 Kinerja Pembelajaran dan Pertumbuhan
Tujuan perspektif ini adalah untuk mendorong perusahaan menjadi
organisasi yang belajar (learning organization) sekaligus mendorong
pertumbuhannya. Pendekatan Balanced Scorecard menekankan pentingnya
investasi untuk masa depan, bukan hanya dalam area investasi tradisional.
Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang akan diukur
diantaranya adalah kemampuan karyawan (Kaplan dan Norton, 1996:110).
Tolok ukur yang digunakan antara lain: kepuasan karyawan, retensi karyawan,
dan produktivitas per karyawan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Balanced Scorecard merupakan hasil eksperimen yang dilakukan oleh
devisi riset kantor Akuntan Publik KPMG di Amerika Serikat dan Nolan
Norton Institute Pada tahun 1990, yang dipimpin oleh David P.Norton,
menyeponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja Dalam Organisasi Masa
Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa ukuran kinerja keuangan
yang digunakan selama ini untuk mengukur prestasi organisasi tidak lagi
memadai. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul
25
“Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance” di Harvard
Businness Review (January-February, 1992).
Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja di
dalam organisasi masa depan, diperlukan ukuran kinerja yang komprehensif,
yang mencakup empat perspektif: Keuangan, Customer, Internal Bisnis serta
Pembelajaran dan Pertumbuhan. Pengukuran ini disebut Balanced Scorecard,
yang cukup komprehensif untuk memotivasi manajer dalam mewujudkan
kinerja bisnisnya yang berjangka panjang (Ikhsan, 2005: 14).
Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen yang dapat
digunakan sebagai kerangka sentral dalam berbagai proses manajemen kritis,
seperti: penentuan sasaran individu dan tim, pemberian kompensasi, alokasi
sumber daya manusia, perencanaan dan penganggaran, pemberian umpan
balik strategis, pemberdayaan karyawan serta pertumbuhan iklim belajar
dalam organisasi (Kaplan dan Norton, 1996: 9).
Beberapa orang melakukan penelitian di berbagai perusahaan di
Indonesia. Zunaida Arfiana (2002) melakukan penelitian dalam “Balanced
Scorecard Sebagai Dasar Penilaian Pada Bank Rakat Indonesia (Persero)
Rengel Cabang Tuban”, dan hasilnya dapat dilihat dari perspektif keuangan
Return on Investment dan Gross Profit Margin dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Untuk perspektif pelanggan terus mengalami peningkatan
walaupun nasabah simpanan tahun 2001 menurun. Tolak ukur kedua juga
menunjukkan hasil yang baik karena nasabah merasa puas dengan pelayanan
26
BRI Unit Rangel. Dalam perspektif prose bisnis internal dengan
menggunakan Manufacturing Cycle Efficiency (MCE )dan Quick to Respond
mengalami penurunan. Sedangkan pembelajaran dan pertumbuhan
menunjukkan penurunan. Hasil analisa ini menunjukkan Balanced Scorecard
dapat diterapkan pada unit usaha perbankan.
Peneliti lain, Ratna Budiarti (2007) dalam “Evaluasi Kinerja Bisnis
Dengan Pendekatan Konsep Balanced Scorecard Pada PT. Poliplas Makmur
Santosa Ungaran” menunjukkan bahwa Balanced Scorecard dapat digunakan
juga dalam unit usaha industri. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa secara keseluruhan kinerja PT. Poliplas Makmur Santosa termasuk
kategori jelek. Apabila dilihat secara parsial dari masing-masing perspektif
dapat dijelaskan bahwa dilihat dari perspektif keuangan, kinerja perusahaan
termasuk kategori jelek. Ada empat rasio yang digunakan dalam perspektif
keuangan (rasio likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas). perspektif
pelanggan, kinerja perusahaan termasuk kategori cukup. Dalam perspektif
pelanggan digunakan tolok ukur pangsa pasar, customer retention, customer
acquisition, complain frequency, ontime delivery dan kepuasan pelanggan.
Dilihat dari perspektif proses bisnis internal, kinerja perusahaan termasuk
kategori cukup. Dlam perspektif internal bisnis digunakan tolok ukur
manufacturing cycle effectifeness, service error rate dan persentase produk
cacat. Dilihat dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, kinerja
perusahaan termasuk kategori jelek. Dalam perspektif pembelajaran dan
27
pertumbuhan digunakan tolok ukur retensi karyawan, produktivitas karyawan
dan kepuasan karyawan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Pengukuran kinerja yang selama ini diterapkan oleh perusahaan adalah
pengukuran kinerja yang hanya menekankan pada aspek keuangan saja. Pada
kenyataannya pengukuran kinerja yang hanya bertumpu pada kinerja
keuangan mempunyai banyak kelemahan. Balanced Scorecard merupakan
suatu pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja perusahaan
dengan mempertimbangkan empat perspektif: perspektif keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Dalam mengevaluasi kinerja perusahaan, pengukuran dimulai dengan
melihat laporan tahunan perusahaan, dengan berpedoman pada standar kriteria
rasio sebagai tolok ukur untuk menilai kinerja perusahaan. Dari hasil
perhitungan dapat diketahui bagaimana kinerja perusahaan, apakah baik,
cukup, atau jelek.
Untuk perspektif keuangan, digunakan laporan keuangan tahunan
perusahaan pada tahun periode berjalan, yaitu tahun 2008 dan tahun 2009
yang akan digunakan untuk mengukur rasio keuangan perusahaan yang
meliputi rasio Likuiditas, Solvabilitas, ROI, Profit Margin dan Rasio Operasi.
Untuk perspektif customer digunakan laporan perusahaan yang menyangkut
jumlah pelanggan serta digunakan instrumen untuk mengetahui kepuasan
28
pelanggan sehingga memungkinkan manajer untuk mengartikulasikan strategi
yang berorientasi pada pelanggan dan pasar yang nantinya akan memberikan
keuntungan finansial masa depan yang lebih besar. Untuk perspektif proses
bisnis internal, digunakan kuesioner untuk menilai kualitas pelayanan
terhadap customers. Sedangkan untuk perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan digunakan laporan perusahaan yang berkaitan dengan
perputaran karyawan, produktifitas karyawan, dan kepuasan karyawan.
Langkah penelitian yang dilakukan dapat dijabarkan menjadi kerangka
pemikiran operasional. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu harus
mengetahui masalah krusial yang terdapat di dalam perusahaan. Langkah
selanjutnya adalah menetapkan tujuan dari penelitian yang didasarkan pada
pemecahan masalah. Tahap pemecahan masalah ini dibantu oleh alat analisis
agar didapat hasil yang sesuai untuk memecahkan masalah. Pemilihan alat
analisis juga disesuaikan dengan permasalahan agar dapat ditemukan
solusinya dan dianalisis hasilnya. Alat analisis tersebut pun perlu dilakukan
pengujian agar data yang didapat bersifat obyektif, representatif (dapat
mewakili populasi), dan relevan.
Tahap selanjutnya adalah mengumpulkan data dengan menyebarkan
kuesioner dan wawancara. Penyebaran kuesioner ini dibagikan kepada
beberapa sampel terpilih dari pihak karyawan dan pelanggan. Sedangkan
wawancara dilakukan kepada pihak terkait dari perusahaan yang mengetahui
kondisi internal dan eksternal perusahaan. Setelah pengumpulan data,
29
dilakukan pengolahan dan analisis data agar diperoleh hasil untuk menjawab
permasalahan. Kemudian hasil tersebut dapat dilaporkan pada perusahaan
untuk selanjutnya perusahaan dapat mengambil langkah evaluasi dan
permasalahan dapat terselesaikan. Kerangka pemikiran operasional dapat
dilihat pada gambar 2.
30
Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional
U
M
P
A
N
B
A
L
I
K
Pengukuran kinerja RSI PKU Muh Pekajangan
P
Mengukur dan menganalisis kinerja dengan metode BSC
Sasaran Strategis
P
Implikasi Manajerial
P
Pengolahan dan analisis
P
Hasil penelitian
P
Perspektif
Finansial: 1. Likuiditas
2. Solvabilitas
3. ROI
4. Profit
Margin
5. Rasio
Operasi
Perspektif
Pelanggan: 1.Kepuasan
Pelanggan
2.Retensi Pelanggan
3.Akuisisi Pelanggan
4.Pangsa pasar
5.Profitabilitas
Pelanggan
Perspektif
Proses Bisnis
Internal:
Proses
Pelayanan
terhadap
Pasien
Perspektif
Pembelajaran &
Pertumbuhan:
1. Produktivitas
Karyawan
2. Retensi karyawan
3. Produktivitas
karyawan.
Perspektif
Finansial :
- Peningkatan
Modal
Mandiri
- Peningkatan
Profitabilitas
Perspektif Pelanggan
- Peningkatan
Pelayanan Terhadap
Pasien
- Peningkatan
Loyalitas Pasien
Lama
- Penambahan Klien
Baru
Perspektif
Proses Bisnis
Internal:
Peningkatan
kualitas
layanan &
Manajemen
shg menambah
profit
Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan :
-Peningkatan kompetensi
Karyawan -Peningkatan
-Kepuasan Karyawan
-Penambahan Karyawan Baru