BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teoritis 1....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teoritis 1....
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teoritis
1. Manajemen Laba
a. Definisi Manajemen Laba
Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang
terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi
angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam
manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan
dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima
Umum (PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi, yaitu dengan cara
memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan
metode akuntansi, dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun
manajemen laba yang dilakukan secara illegal (disebut juga dengan financial
fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman
Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan transaksi-
transaksi pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up)
atau mengurangi (mark down) nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak
melaporkan sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba pada
nilai/tingkat tertentu yang dikehendaki.
Belum ada definisi tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan
manajemen laba. Masing-masing peneliti memberikan definisinya. Manajemen
laba dapat diartikan bermacam-macam, tergantung sudut pandang masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that
managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is
natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility
and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi
yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai
pasar perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba
menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku opportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak
utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan
memandang manajemen laba dari prespektif efficient contracting (Efficient
Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak.
Dari sudut pandang etika, Schipper (1998) dalam Sutrisno (2002) menyatakan
bahwa manajemen laba adalah suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam
proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan
privet (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses
tersebut). Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan manajemen laba
sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikan
(menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit
Universitas Sumatera Utara
tersebut dalam jangka panjang. Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999),
manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment)
dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan
keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada
beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk
mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka
akuntansi yang dilaporkan.
Dari definisi-definisi tersebut, bahwa manajemen laba dianggap sebagai
tindakan opportunistic dari manager. Hal ini mengisyaratkan bahwa manajemen
laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer dalam
melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin dicapai manajer serta
penggunaan judgment-judgment dalam laporan keuangan yang dapat merugikan
dan menyesatkan stakeholders.
b. Faktor-Faktor yang Memotivasi Terjadinya Manajemen Laba
Pada dasarnya manajer memanage laba karena earnings atau laba telah
dijadikan sebagai target dalam proses penilaian prestasi kerja departemen
(manajer) secara khusus dan perusahaan (organisasi) secara umum.
Scott (2000:302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba: 1) Bonus Purposes Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara opportunistik untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba (Healey, 1985).
2) Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
Universitas Sumatera Utara
3) Taxation Motivation Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling
nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
4) Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan berusaha memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
Motivasi lain manajemen laba dilihat dari sudut pandang akuntansi adalah karena
ada dua keterbatasan para pengguna dalam menginterpretasi pelaporan keuangan.
Pertama, kriteria penyajian elemen pelaporan keuangan rentan terhadap kebijakan
manajemen, yaitu pihak manajemen memiliki peluang dan kebebasan untuk
menerapkan kebijakan manajemen yang berhubungan dengan pencatatan dan metode
akuntansi yang akan digunakan untuk pelaporan keuangannya. Kedua, tidak ada
observasi sempurna mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat diobservasi
oleh para pengguna laporan keuangan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
asimetri informasi antara investor dengan manajemen perusahaan yang berpeluang
untuk melakukan manipulasi laba sehingga mempengaruhi kualitas laba yang
dilaporkan ke publik.
c. Teknik dan Pola Manajemen Laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: 1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melaului judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu deperesiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain.
2) Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3) Menggeser periode biaya atau pendapatan Contohnya adalah mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat
Universitas Sumatera Utara
atau menunda penegeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai lagi.
Menurut scott (2000) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara : 1) Taking a bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar untuk meningkatkan laba di masa yang akan datang.
2) Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi
sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3) Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk bonus yang lebih besar.
4) Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Ada beberapa cara yang dipakai perusahaan untuk mengatur besar kecilnya laba,
yaitu:
1) Mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat
Upaya ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan
periode-periode yang akan datang atau pendapatan yang secara belum pasti
dapat ditentukan kapan dapat terealisasi sebagai pendapatan periode berjalan.
Hal ini mengakibatkan pendapatan periode berjalan menjadi lebih besar
daripada pendapatan sesungguhnya sehingga laba akan meningkat.
2) Mencatat pendapatan palsu
Upaya ini dilakukan manajer dengan mencatat pendapatan dari suatu transaksi
yang sbenarnya tidak pernah terjadi segingga pendapatan ini juga tidak akan
Universitas Sumatera Utara
pernah terelasasi sampai kapanpun. Hal ini akan meningkatkan pendapatan
periode berjalan.
3) Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lambat
Upaya ini dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat biaya-biaya
periode-periode yang akan datang sebagai biaya periode berjalan. Hal ini
mengakibatkan biaya periode berjalan semakin besar, maka laba menjadi lebih
kecil. Dan sebaliknya manajer mengakui biaya periode berjalan menjadi biaya
periode sebelumnya. Sehingga biaya periode berjalan semakin kecil dan laba
semakin besar.
4) Tidak mengungkapkan beberapa atau semua kewajibannya
Upaya ini dapat dilakukan manajer dengan cara menyembunyikan seluruh atau
sebagian kewajibannya sehingga kawajiban periode berjalan menjadi lebih
kecil daripada kewajiban yang sesungguhnya.
d. Metode Deteksi Manajemen Laba
Pada dasarnya manajemen laba sulit untuk dideteksi dari laporan keuangan
karena kecenderungan manajemen laba untuk tidak terlihat. Manajemen laba yang
sukses bisa diidentifikasi bahwa hal tersebut terjadi tanpa mampu dideteksi. Riset-
riset awal pada manajemen laba mengkorelasikan fenomena manajemen laba
tersebut dengan penggantian metode akuntansi yang dipilih manajemen.
Perubahan metode akuntansi ini tentu saja dengan mudah bisa dideteksi oleh
pihak eksternal, sehingga tidak mengherankan apabila riset tersebut tidak
menemukan manipulasi laba tersebut mempengaruhi harga saham. Hal ini kontras
Universitas Sumatera Utara
dengan riset terkini yang fokus pada akrual yang menemukan bahwa manajemen
laba terjadi tetapi mendapatkan catatan dari pasar (Healy dan Wahlen, 1999).
Tantangan untuk meneliti manajemen laba adalah mendeteksi sesuatu yang
pasar tampak gagal untuk melakukan deteksi terhadap manajemen laba tersebut.
Titik awal dalam meneliti bisa menjadi berbeda dengan investor, karena dengan
bisa mempelajari fenomena ini secara umum dan bukan kemungkinan yang timbul
dalam objek investasi yang potensial. Untuk mendeteksi ada tidaknya manajamen
laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal
dari aktivitas operasi. Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1)
bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan
keuangan, disebut normal accruals atau non discretionary accruals, dan (2)
bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan
abnormal accruals atau discretionary accruals (Utami, 2005).
Manajemen laba biasanya diteliti dengan cara peneliti membentuk hipotesis
dimana manajemen laba kemungkinan bisa muncul dan menguji kemungkinan
tersebut dengan metode yang tepat. Dalam Denies blog (2008) berdasarkan riset-
riset yang telah dilakukan, Denies menyatakan manajemen laba bisa dideteksi
dengan empat metode sebagai berikut:
1) Pilihan metode akuntansi dan timing Pilihan atas metoda akuntansi disini diinterpretasikan secara luas, termasuk
pilihan atas metoda akuntansi tertentu, seperti pilihan atas kapitalisasi untuk aset intangible atau tidak. Juga bagaimana mengaplikasikan metode tersebut. Timing juga memiliki dua dimensi,yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a) manajer memiliki diskresi terhadap waktu ketika sebuah peristiwa ditunjukkan dalam akuntansi. Contoh ketika ada piutang tidak tertagih atau penghapusan aset.
b) Timing transaksi yang mempengaruhi laba yang dilaporkan. Contohnya pada akhir tahun finansial, proyek R&D atau biaya advertensi diakui sehingga biaya tersebut mempengaruhi laba pada periode berikutnya. Pilihan metode akuntansi pada riset yang telah dilakukan untuk menguji
apakah perusahaan menggunakan income increasing atau income decreasing, penilaian sediaan dan pilihan metode depresiasi, serta kapitalisasi atau expense terkait dengan intangible asset dan bunga (Watts dan Zimmerman, 1986, Fields et.a.2001). Studi ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mengkapitalisasi R&D akan terleverage lebih tinggi, biasanya perusahaan skalanya kecil, dengan tingkat laba yang rendah serta dekat pada restriksi dividen daripada perusahaan yang memilih untuk menggunkaan expense (Raley, Vigeland, 1993 dan Abbody dan Lev, 1998). Hal ini mendukung bahwa perusahaan memilih kapitalisasi dengan tujuan untuk kelihatan lebih kuat pada aspek finansial dan peningkatan pembayaran dividen. Teoh et.al (1998c) membandingkan pilihan metode depresiasi pada IPO yang dicocokkan dengan kelompok non IPO. Analisis menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan IPO yang memilih metode akuntansi mengaplikasikan metode depresiasi yang lebih meningkatkan laba dari pada yang digunakan perusahaan yang non IPO.
Teoh et.al. (1998c) juga menguji dimensi timing dari trasaksi akuntansi ketika diuji untuk penghapusan hutang yang bermasalah dalam perusahaan saat melakukan IPO. Mereka menemukan bukti bahwa perusahaan IPO rata-rata menghapuskan hutang bermasalah lebih sedikit daripada setelah IPO. Penelitian Beaty et.al (2002) menunjukkan bahwa bank publik cenderung untuk merealisasi keuntungan sekuritas lebih tinggi dan kerugian sekuritas yang lebih rendah untuk mentransfomasi penurunana yang lebih kecil untuk melaporkan peningkatan laba.
Bentuk lain dari kecenderungan timing adalah penyesuaian keputusan investasi untuk mencapai tujuan laba jangka pendek. Dechow dan Sloan (1991) mengunjukkan bahwa CEO menurunkan biaya R&D memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja laba jangka pendek. Pengeluaran R&D digunakan untuk mencapai laba positif dan meningkatkan laba yang dilaporkan (Baber et.a.1991), menghindari penurunan laba (Bushee, 1998) atau meratakan laba (Mande dan File, 2000).
Pengujian hanya pada satu metode akuntansi tertentu atau pilihan timing pada satu waktu tertentu hanya akan memberikan gambaran yang terbatas akan manajemen laba. Untuk memperluas penelitian-penelitian ini kemudian dilakukan penelitian atas portofolio dari pilihan akuntansi yang berbeda untuk lebih menguatkan apakah sebuah perusahaan atau peristiwa terkait dengan pelaporan kenaikan atau penurunan laba. Strategi yang mungkin untuk melakukan hal ini adalah membagi tiap pilihan akuntansi dalam alternatif income increasing atau income decreasing dan mengujinya secara terpisah pada peusahaan (Christie dan Zimmerman, 1994). Alternatif lain adalah melalui portofolio pilihan untuk tiap
Universitas Sumatera Utara
perusahaan dan pengukuran pada bagaimana konservatisme kebijakan perusahaaan (Zmijewski dan Hagerman, 1981). 2) Akrual Diskresioner
Manajemen laba bisa juga diproksikan dengan akrual diskesioner. Namun akrual diskresioner ini tidak bisa diobservasi lansung dari laporan keuangan, maka hasus diestimasi melalui beberapa model. Model tersebut membentuk ekspektasi pada level akrual non diskresioner dan jumlah deviasi yang diobservasi secara aktual, hal ini diasumsikan sebagai akrual nondiskresioner.Sehingga akrual diskresioner didefinisikan sebagai akrual melalui model yang digunakan. Apakah ini proksi yang bagus dan tepat atau tidak untuk manajemen laba atau tidak akan bergantung pada kemampuan model untuk dengan benar memprediksi bagaimana perubahan dan kondisi bisnis mempengaruhi akrual.
Banyak dari model estimasi akrual nondiskresioner perusahaan dari level akrual masa lalu perusahaan sebelum periode ketika tidak terdapat manajemen laba yang sistematik (Jones, 1991). Alternaif lain adalah dengan menggunakan pendekatan cross sectional dimana level akrual normal perusahaan dalam suatu periode dibandingkan dengan akrual perusahaan pembanding pada periode yang sama (Defond dan Jiambavlo, 1992). Penelitian dengan pendekatan, baik time series ataupun cross-sectional menghadapi masalah adanya akrual yang terjadi akan bervariasi sesuai dengan perubahan kondisi bisnis. Model akrual terkait dengan manajemen laba, diharapkan mampu mereduksi efek ii dengan mengendalikan perubahan kondisi bisnis dengan parameter yang diharapkan menyesuaikan akrual yang diekspektasikan terhadap perubahan kondisi. 3) Classification Shifting
Masalah penelitan dalam artikel ini adalah pengklasifikasian item dalam laporan keuangan yang digunakan sebagai alat manajemen laba. Penggeseran klasifikasi oleh manajemen merupakan salah satu alat manajemen laba. Penggeseran klasifikasi yang dimaksud adalah dengan menggeser expences dari core expences. Pergerakan vertikal terhadap expences inti tidak merubah laba akhir, tetapi menyebabkan core earnings yang terlalu tinggi (overstated).
Penelitian manajemen laba dengan metode ini fokus pada alokasi expences antara core expences (HPP dan penjualan, beban umum dan administratif) dan item spesial. Peneliti memposisikan bahwa manajer yang ingin mengelola core earnings naik akan menggeser beban yang harus diklasifikasikan sebagai core expences ke item spesial. Metodologi untuk mengukur classification shifting dilakukan dengan memperkirakan bahwa core earnings dari item spesial perusahaan akan overstated pada tahun dimana item spesial tersebut diakui.
Model digunakan untuk memprediksi bahwa level core earnings dan antisipasi dari unexpected core earnings (core earnings yang dilaporkan dikurangi dengan core earnings yang diprediksi) pada tahun t akan meningkat dengan item spesial pada tahun t apabila manajer menggunakan classification shifting. Penelitian Mc. Vay (2006) memodelkan perubahan dalam core earnings. Penelitian memprediksi bahwa unexpected change dalam core earnings dari t ke t-
Universitas Sumatera Utara
1 akan menurun dalam item spesial pada tahun t. Model tersebut memperkirakan perusahaan dengan penggeseran klasifikasi akan memiliki baik: a) level core earnings yang lebih tinggi daripada yang diekspektasikan pada
tahun t b) memiliki perubahan core earings yang lebih rendah daripada perubahan core
earnings yang diekspektasikan. Mc. Vay (2006) melakukan penelitian dan menemukan ada kecenderungan manajemen menggunakan classification shifting sebagai alat untuk mengelola laba dengan tujuan untuk memenuhi peramalan analis terhadap laba, sebagaimana item special cenderung untuk dikeluarkan dari definisi earnings dan pro forma analis. 4) Manipulasi aktivitas real
Manipulasi aktivitas real merupakan praktik yang terpisah dari praktik operasi normal yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menyesatkan pemegang saham dalam kepercayaan tertentu bahwa tujuan laporan keuangan telah dipenuhi dalam operasi normal. Pemisahan ini belum tentu memberikan konstribusi pada nilai perusahaan, walaupun mereka walaupun mereka memampukan manajer untuk memenuhi tujuan yang dilaporkan. Metode manipulasi aktivitas real tertentu seperti diskon harga dan reduksi dari discretionary ecpenditure memungkinkan tindakan optimal dalam kondisi ekonomi tertentu. Apabila manajer melakukan tindakan ini lebih ekstensif daripada normal yang ada dalam kondisi ekonomi dengan tujuan untuk memenuhi target laba, mereka melakukan dalam manipulasi aktivitas real berdasarkan definisi yang dilakukan.
Pengelolaan laba dengan memanipulasi akrual dengan tidak memiliki konsekuensi langsung terhadap aliran kas langsung yang disebut dengan manipulasi akrual (Roychowdhury,2006). Manajer juga memiliki insentif untuk memanipulasi aktivitas real sepanjang tahun untuk memenuhi target laba tertentu. Manipulasi aktivitas real mempengaruhi aliran kas dan dalam beberapa kasus akrual. Banyak dari riset terkini manajemen laba yang fokus pada deteksi abnormal akrual. Penelitian (Roychowdhury,2006) yang secara langsung menguji manajemen laba melalui aktivitas real dikonsentrasikan pada aktivitas investasi.
Manajemen memanipulasi aktivitas real untuk menghindari kerugian pada laporan keuangan tahunan. Secara spesifik, peneliti menemukan bukti yang mendukung bahwa diskon harga terhadap peningkatan penjualan secara temporer, atas produksi untuk melaporkan HPP yang lebih rendah dan reduksi dari discretionary expenditures untuk meningkatkan margin yang dilaporkan.
Analisis cross sectional mengungkap aktifitas ini kurang umum dengan adanya investor yang canggih. Faktor lain yang mempengaruhi manipulasi aktivitas real melibatkan keanggotaan industri, stock dari sediaan dan piutang dan insentif untuk memenuhi laba nol. Meskipun kurang kokoh, bukti dari manipulasi aktivitas real untuk memenuhi forecast tahunan analis.
Universitas Sumatera Utara
Pemakai laporan keuangan tidak mungkin dapat mempunyai pemahaman yang
integral dan komprehensif hanya dengan memahami satu komponen informasi
tertentu. Apalagi akuntansi sebenarnya melibatkan banyak subjektivitas dalam
melakukan estimasi pengukuran suatu komponen atau item tertentu.
Atas dasar alasan itulah Schilit dalam Sulistyanto (2009:43) membuat daftar
10 petunjuk untuk mendeteksi manajemen laba, antara lain :
a) Manajemen tidak jujur b) Lingkungan pengendalian yang tidak mencukupi c) Perubahan auditor atau konsultan hukum eksternal. d) Perubahan prisip akuntansi dan estimasi e) Defisit yang cukup besar dalam arus kas operasi relatif terhadap laba
bersih f) Perbedaan substansial antara pertumbuhan penjulan dan penerimaan g) Kenaikan atau penurunan laba kotor yang besar h) Mencatat pendapatan dari pembeli yang beresiko i) Keberadaan komitmen dan kontijensi.
e. Kondisi untuk Melakukan Praktek Manajemen Laba
Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para
pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi
karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan.
Trueman dan Titman (1998) berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat
mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Sebaliknya, pihak
lain mungkin dapat menarik kesimpulan sesuatu mengenai laba ekonomi dari laba
yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh manajer.
Menurut Aryes (1994) manajer dapat melakukan pengaturan laba karena
adanya beberapa peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1) Manajemen akrual, dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas, juga keuntungan secara yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. Kongkritnya, mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan atau biaya, menganggap sebagai biaya atau investasi yang dapat diamortisasi, perubahan metode akuntansi.
2) Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib, aturan akuntansi akan diterapkan lebih awal atau menunda sampai bersifat wajib untuk diterapkan. Sebagai contoh, Ayres menemukan penerepan lebih awal (pada masa sosialisasi) akan meningkatkan keuntungan $ 0.38 per saham, penerepan lebih awal juga merupakan prestasi bagi manajer.
3) Perubahan akuntansi secara sukarela, berkaitan mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi, contoh metode penilaian persediaan, metode penyusutan.
4) Investasi dan pembelanjaan. Nelson et al. (2000) meneliti praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
manajemen di Amerika Serikat dan mengidentifikasi penyebab auditor
membiarkan manajemen laba tanpa dikoreksi. Dengan memakai data 526 kasus
manajemen laba yang diperoleh dengan cara survey pada kantor akuntan publik
yang tergolong the big five disimpulkan bahwa: (1) 60% dari sampel melakukan
usaha manajemen laba yang berdampak pada meningkatnya laba tahun berjalan,
sisanya 40% berdampak pada penurunan laba, (2) manajemen laba yang paling
banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan (reserve), kemudian
berdasarkan urutan frekuensi kejadian adalah: pengakuan pendapatan,
penggabungan badan usaha (business combination), aktiva tidak berwujud, aktiva
tetap, investasi, sewa guna usaha.
f. Teori Manajemen Laba
1) Positive Accounting Theory (PAT)
Tiga hypothesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan
manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) adalah :
a) The Bonus Plan Hypothesis
Universitas Sumatera Utara
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang dapat memaksimalkan
utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang mendapatkan
bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode
akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang dilaporkan.
b) The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)
Manajer yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih
metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney,
1994). Hal ini menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
c) The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Semakin besar perusahaan semakin besar pula keinginan perusahaan
menurunkan laba dengan menggunakan metode akuntansi tertentu. Hal
tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera
mengambil tindakan, misalnya mengenakan peraturan antitrust, menaikkan
pajak perusahaan dan lain-lain.
Teori akuntansi positif (contracting theory) menjelaskan bahwa akuntansi
merupakan alat pengawasan dalam pelaksanaan kontrak antara pihak-pihak yang
terikat pengelolaan perusahaan. Kontrak ini menggunakan angka-angka akuntansi.
Akuntansi menyediakan informasi yang menjadi basis keputusan dalam penentuan
alokasi sumberdaya, kompensasi manajemen, dan pengawasan perjanjian utang.
Manajemen berusaha mempengaruhi hasil-hasil keputusan ini melalui pilihan
metoda akuntansi, estimasi akuntansi, penggeseran periode pengakuan biaya dan
pendapatan (Setiawati & Na’im 2000), serta penggeseran biaya dan pendapatan
antar perusahaan (Beneish 1997). Zmijewski & Hagerman (1981)
Universitas Sumatera Utara
mengindikasikan bahwa strategi pilihan metoda akuntansi berasosiasi dengan
empat faktor praktik manajemen laba (ukuran perusahaan, kompensasi
manajemen, rasio konsentrasi, dan rasio utang terhadap total aktiva).
2) Agency Theory
Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal (perusahaan) dan agent (manajer). Pemegang saham
sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan
kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer
sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya antara lain dalam memperoleh investasi, pinjaman maupun
kontrak kompensasi/bonus. Masalah agensi timbul karena adanya konflik
kepentingan antara stakeholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas
yang maksimal antara mereka yaitu perilaku manajemen untuk memaksimalkan
kesejahteraan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Yang pada
dasarnya kedua belah pihak menginginkan laba perusahaan yang tinggi agar
tercapainya kesejahteraan mereka.
2. Laporan Keuangan
Kegiatan akuntansi pada dasarnya merupakan kegiatan mencatat,
menganalisa, menyajikan dan menafsirkan data keuangan dari lembaga
perusahaan dan lembaga lainnya di mana aktivitasnya berhubungan dengan
produksi dan pertukaran barang atau jasa. Oleh karena itu laporan keuangan dapat
Universitas Sumatera Utara
dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data keuangan perusahaan dan karena fungsi-fungsi inilah
akuntansi sering disebut sebagai language of business (Harnanto,1985).
Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (Standar
Akuntansi Keuangan, 1999:27) mengemukakan sebagai berikut:
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan-cacatan dan bagian integral dari laporan keuangan.
Menurut PSAK no.1 tahun 2002, tujuan laporan keuangan adalah memberikan
informasi tentang posisi, keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang
bermanfaat bagi sebagian kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban
(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu
laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliputi:
a. Aktiva
Adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh perusahaan.
b. Kewajiban
Universitas Sumatera Utara
Merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Ekuitas
Adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua
kewajiban.
d. Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
Pendapatan adalah aliran masuk atau pertambahan aktiva suatu perusahaan
atau penyelesaian atas hutang.dari penyerahan atau produksi barang,
sedangkan beban adalah aliran keluar atau penggunaan aktiva atau terjadinya
utang dari penyerahan atau produksi barang, penyerahan jasa atau pelaksanaan
kegiatan utama suatu perusahaan (FASB dalam SFAC No.6, 1985)
e. Arus kas
Adalah aliran kas masuk ataupun aliran kas keluar yang disebabkan oleh
proses produksi maupun proses jual-beli.
Informasi tersebut diatas beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan
atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas
pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan
setara kas.
3. Pengungkapan Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan jendela informasi yang memungkinkan
stakeholders (pihak-pihak yang diluar perusahaan) untuk mengetahui kondisi
Universitas Sumatera Utara
perusahaan pada masa tertentu atau masa pelaporan yang dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan, informasi yang didapat tergantung pada tingkat
pengungkapan (disclosure) dari laporan keuangan yang bersangkutan. Definisi
tingkat disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan
sebagai lampiran pada laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau
tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai
posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Informasi penjelasan mengenai
kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam laporan pemeriksaan. Semua
materi harus diungkapkan termasuk infomasi kuantitatif dan kualitatif yang akan
sangat membantu pengguna laporan keuangan (Siegel dan Shim 1994:147).
Wolk (1991) dalam Bambang Subroto (2003) mengemukakan bahwa
pengungkapan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun
komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan,
analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan
operasi dan laporan keuangan tambahan. Laporan keuangan dan komunikasi
pelengkap itu disebut dengan pelaporan keuangan (financial reporting).
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan
pengungkapan yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah
peraturan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Sedangkan
pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang melebihi dari yang
diwajibkan. Dan perlu disadari bahwa laporan keuangan tidak menyediakan
Universitas Sumatera Utara
semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
Berapa banyak informasi tersebut harus diungkapkan tidak hanya bergantung
pda keahlian pembaca, akan tetapi juga pada standar yang dibutuhkan
(Hendriksen, 2002). Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan
yaitu :
a. Adequate Disclosure (Pengungkapan Cukup)
Konsep yang sering digunakan adalah pengungkapan yang cukup, yaitu
pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku,
dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan oleh investor
dengan benar
b. Fair Disclosure (Pengungkapan Wajar)
Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar
memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan
menyediakan yang layak terhadap pembaca potensial.
c. Full Disclosure (Pengungkapan Penuh)
Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang
diungkapkan secara relevan.
Secara umum, laporan keuangan menggambarkan pengaruh dari kejadian
masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
Tujuan dari pengungkapan adalah untuk memberikan informasi guna pengambilan
keputusan, informasi diungkapkan pada dasarnya diarahkan pada pemegang
saham, investor lainnya dan kreditur. Tetapi para karyawan, instansi pemerintahan
Universitas Sumatera Utara
dan masyarakat luas juga merupakan penerima laporan tahunan dan bentuk
laporan lainnya.
Manfaat utama pengungkapan informasi bagi perusahaan adalah dapat
diperolehnya biaya modal yang lebih rendah. Biaya yang lebih rendah tersebut
diperoleh oleh perusahan berkaitan dengan berkurangnya resiko informasi bagi
investor dan kreditur. Pengungkapan memberikan jaminan bahwa laporan
keuangan menjadi lebih lengkap dan akurat sehingga resiko kesalahan
pengambilan keputusan yang didasarkan pada laporan keuangan tersebut menjadi
berkurang. Dengan demikian, investor dan kreditur bersedia membeli sekuritas
dengan tinggi, akibat dari harga sekuritas yang tinggi tersebut biaya modal
perusahaan menjadi rendah.
Ikatan Akuntan Indonesia (2002) menyatakan bahwa terdapat empat
karakteristik kualitatif pokok, yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat
diperbandingkan. Laporan keuangan dapat dipahami berarti laporan keuangan
memiliki tingkat kemudahan yang tinggi untuk segera dapat dipahami oleh
pemakai. Laporan keuangan relevan berarti informasi yang dihasilkan oleh
laporan keuangan harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan memiliki kualitas andal jika
bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dari yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Laporan keuangan
dapat diperbandingkan berarti laporan keuangan harus dapat diperbandingkan
Universitas Sumatera Utara
antar perode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dari kinerja
keuangan.
Perusahaan memiliki untuk memberikan informasi yang memadai. Perusahaan
bersaing antara satu dengan yang lain di pasar modal dalam jenis sekuritas, termin
dan imbal hasil yang ditawarkan. Sementara itu terdapat ketidakpastian
perusahaan dan sekuritasnya. Investor membutuhkan informasi untuk menilai
waktu dan ketidakpastian aliran kas sekarang dan di masa datang sehingga dapat
menilai perusahaan dan mengambil keputusan. Perusahaan memenuhi keputusan
tersebuut sebagian melalui pemberian informasi secara sukarela.
Dalam menghitung tingkat disclosure, peneliti menggunakan sistem scoring
yang biasanya digunakan oleh para peneliti. Scoring adalah pemberian nilai untuk
setiap unsur catatan atas laporan keuangan yang harus diungkapkan oleh setiap
perusahaan. Dalam penelitian ini, pengukurantingkat disclosure menggunakan
metode scoring yang sangat sederhana. Scoring dalam penelitian ini hanya
memberikan nilai nol atau satu pada kriteria-kriteria disclosure yang telah
ditentukan sebelumnya, yang terdapat catatan atas laporan keuangan setiap
perusahaan. Scoring ini perlu dilakukan untuk mempermudah proses pengukuran
tingkat disclosure setiap perusahaan.
4. Manajemen Laba dengan Kelengkapan Pengungkapan
Laporan posisi keuangan disampaikan dalam bentuk Neraca, laporan kinerja
disampaikan dalam bentuk Laporan Laba Rugi, dan laporan perubahan posisi
keuangan disampaikan dalam bentuk Laporan Perubahan Ekuitas. Dari ketiga
Universitas Sumatera Utara
laporan ini, ditambah lagi laporan mengenai arus kas dari aktivitas operasi,
investasi dan pendanaan dalam bentuk Laporan Arus Kas, dan laporan informasi
kualitatif perusahaan berupa Catatan Atas Laporan Keuangan. Dari ke lima bentuk
laporan keuangan di atas, laporan laba rugi adalah laporan yang paling banyak
diminati oleh pihak pemakai informasi laporan keuangan, karena laporan laba rugi
menyediakan informasi peningkatan/penurunan kinerja keuangan suatu
perusahaan. Secara definitif, laporan laba rugi adalah laporan utama untuk
melaporkan kinerja dari suatu perusahaan selama suatu periode tertentu terutama
tentang profitabilitas yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang
sumber ekonomi yang akan dikelola oleh suatu perusahaan di masa yang akan
datang (Ikatan Akuntan Indonesia, 2005). Di samping itu, selain
menginformasikan mengenai laporan kinerja, yang terpenting dari laporan laba
rugi adalah laporan tentang laba. Sebagai laporan laba berarti laporan laba rugi
menunjukkan seberapa besar tingkat laba suatu perusahaan yang nantinya dapat
mempengaruhi perilaku pihak pemakai informasi.
Laporan laba, menurut Subiyantoro dan Triyuwono (2004:128) sangat
dibutuhkan oleh pemakai informasi karena dapat digunakan untuk memenuhi 4
(empat) hal, yaitu: 1) Pemilik perusahaan, 2) Keberlangsungan usaha, 3) Investasi
masa depan, dan 4) Prestasi (manajemen). Laporan laba bagi kepentingan pemilik
perusahaan berarti laporan laba berguna sebagai isi informasi laba dalam
penyajian laporan keuangan dan setidaknya dapat menambah keuntungan secara
pribadi pemilik perusahaan. Laporan laba menyangkut keberlangsungan usaha
berarti hal ini didasarkan pada asumsi bahwa usaha dapat berlangsung bila ada
Universitas Sumatera Utara
ketersediaan kas sebagai modal usaha dalam perusahaan. Laporan laba berguna
bagi investasi masa depan berarti informasi ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk keputusan masa depan menyangkut investasi usaha. Laporan
laba berguna bagi peningkatan prestasi karyawan berarti laporan ini dapat
mempengaruhi posisi atau kedudukan serta prestasi karyawan. Dalam menyusun
laporan keuangan khususnya laporan laba rugi, perusahaan lebih memilih
menggunakan dasar akrual. Dasar akrual dalam laporan keuangan memberikan
kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk
menghasilkan jumlah laba (earnings) yang diinginkan. Kelemahan akuntansi
akrual menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengimplementasikan strategi
manajemen laba. Strategi ini dikategorikan menjadi pilihan kebijakan/metode
akuntansi dan discretionary accruals (kebijakan pengestimasian akuntansi).
Zmijewski & Hagerman (1981) mengindikasikan bahwa pilihan kebijakan
akuntansi berasosiasi dengan motivasi rencana bonus, debt covenant dan biaya
politik. Discretionary accruals merupakan strategi yang lebih sulit dideteksi
sehingga pendeteksiannya memerlukan penginvestigasian data dan analisis lebih
rinci.
Standar Akuntansi Keuangan juga memberikan keleluasaan kepada manajer
untuk memilih metode dalam menyusun laporan keuangan. Namun Standar
akuntansi (sebagai salah satu aspek dari PABU) memiliki keterbatasan-
keterbatasan yang dapat menjadikan laporan keuangan menjadi kurang andal
(reliable). Keterbatasan-keterbatasan tersebut menurut Surifah (2000) di
antaranya adalah:
Universitas Sumatera Utara
1) Fleksibilitas penerapan metode akuntansi yang menyebabkan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun metode akuntansi yang dipilih
2) Penentuan waktu untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat discretionary dapat dipergunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi laba, yaitu dengan mempercepat atau menunda pengeluaran-pengeluaran tersebut dan menggesernya pada periode-periode yang lain.
Keterbatasan laporan keuangan di atas, pada praktiknya menimbulkan aktivitas
manajemen laba oleh pihak manajemen perusahaan terhadap laporan
keuangannya. Selain itu, manajer juga dapat memanfaatkan fleksibilitas yang
dimilikinya untuk melakukan manajemen laba, dikarenakan pemegang saham
memiliki informasi yang lebih sedikit dari manajer. Kelengkapan pengungkapan
dalam laporan keuangan akan membantu pemegang saham memahami isi dan
angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Kemampuan laporan keuangan
untuk memberikan informasi yang berguna kepada para investor tidak terlepas
dari permasalahan karakteristik kualitatif dari laporan keuangan itu sendiri seperti
reliabilitas (andal) relevan dan lengkap. Informasi yang dapat diandalkan
pemakainya sebagi penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan.
Sebaliknya informasi relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa
masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
mereka pada masa lalu (IAI, 2005). Oleh sebab itu, peningkatan pengungkapan
laporan keuangan secara jujur dan apa adanya menyebabkan fleksibilitas manajer
untuk melakukan manajemen laba akan berkurang karena infromasi yang relevan
yang akan diungkapkan semakin banyak kepada pemegang saham dan pengguna
laporan keuangan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa tinjauan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengruh
manajemen laba terhadap kelengkapan laporan keuangan antara lain:
Tabel 2.1 Hasil Penelitian terdahulu
Nama dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Veronica dan Bachtiar, pada tahun 2003.
Hubungan antara Manajemen laba dengan Tingkat Pengungkapan laporan keuangan
Variabel Dependen : manajemen laba, variabel independen : tingkat pengungkapan.
Menyatakan bahwa manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan memiliki hubungan yang negatif.
Julia Halim, Carmel Meiden dan Rudolf Lumban Tobing, pada tahun 2005.
Pengaruh Manajemen Laba dengan Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk dalam Indeks LQ-45.
Variabel Dependen : manajemen laba, variabel independen : tingkat pengungkapan. Penelitian ini juga meneliti variabel-variabel lain yang berpengaruh pada manajemen laba diantaranya asimetri informasi (Information Asymmetry), kinerja masa kini (Current Industry Relative Performance), kinerja masa depan (Future Industry Relative Performance), Leverage (Debt) , dan ukuran perusahaan (Size), serta variabel-variabel yang berpengaruh pada tingkat pengungkapan seperti ukuran perusahaan (Size), return kumulatif (Cummulative Return), dan Current Ratio.
Variabel Asimetri informasi, kinerja masa kini, kinerja masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada manajemen laba. Variabel ukuran perusahaan berpengaruh cukup signifikan pada tingkat pengungkapan laporan keuangan, Return kumulatif berpengaruh sangat signifikan pada tingkat pengungkapan laporan keuangan, Tidak cukup bukti untuk mengatakan faktor Current Ratio yang merupakan alat ukur likuiditas berpengaruh signifikan pada tingkat pengungkapan laporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen laba berpengaruh signifikan positif pada tingkat pengungkapan laporan keuangan sejalan dengan presfektif Efficient Earnings Management. Namun sebaliknya, tingkat pengungkapan berpengaruh signifikan negatif pada manajemen laba sejalan dengan presfektif Opportunistic Earnings Management.
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan factor-faktor yang penting yang telah diketahui
dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara
variable-variabel penelitian, yaitu variabel dependen dan variabel independen.
Dalam menyusun laporan keuangan khususnya laporan laba rugi, perusahaan
lebih memilih menggunakan dasar akrual. Dasar akrual dalam laporan keuangan
memberikan kesempatan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan
untuk menghasilkan jumlah laba (earnings) yang diinginkan. Kelemahan
akuntansi akrual menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengimplementasikan
strategi manajemen laba. Jika laporan keuangan yang tidak menjalankan
fungsinya dengan benar, dimana laporan keuangan tersebut tidak memenuhi
Universitas Sumatera Utara
kaidah-kaidah yang ada seperti relevan, netral, lengkap, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan, dampaknya adalah stakeholders tidak memperoleh informasi
yang valid dan memadai untuk memastikan apa yang seharusnya dilakukan, yang
akan mempengaruhi ketepatan keputusan yang dibuat stakeholders. Meski standar
akuntansi sudah berusaha mengatur agar laporan keuangan disusun dengan
menaati kaidah-kaidah baku namun bukti empiris justru menunjukkan salah satu
penyebab keruntuhan dunia usaha adalah upaya menyembunyikan informasi
dalam laporan keuangan.
Manajemen laba dapat dikatakan sebagai tindakan manajemen yang
mengganti metode dan prosedur akuntansi tertentu dengan metode dan prosedur
akuntansi yang lain atau cara lain, sehingga besar kecilnya komponen laporan
keuangan dapat diatur sesuai keinginan manajer perusahaan walaupun tanpa harus
melanggar standar akuntansi yang ada. Salah satu motivasi manajer melakukan
manajemen laba adalah untuk menunjukkan kinerja yang baik dengan mencapai
laba yang diinginkan sesuai dengan teori positif dan teori agensi. Tekanan untuk
mencapai laba yang diinginkan memberikan dampak pada perolehan pendapatan
(income) bagi manajemen misalnya manajemen akan memperoleh bonus yang
tinggi apabila dapat mencapai laba yang diinginkan, sehingga manajemen
melakukan manajemen laba untuk mempengaruhi angka laba yang menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas laporan keuangan perusahaan bersangkutan
(Widarto, 2004:34). Sebaliknya, peningkatan pengungkapan laporan keuangan
memberikan fleksibilitas bagi manajer untuk melakukan manajemen laba akan
Universitas Sumatera Utara
berkurang karena informasi yang relevan akan diungkapkan semakin banyak
kepada stakeholder.
Dari penjelasan diatas, yang menjadi kerangka konseptual penelitian adalah :
H
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara dari sebuah
pertanyaan atau pernyataan yang kebenarannya dapat dibuktikan melalui suatu
penelitian. Adapun hipotesis penelitian adalah manajemen laba berpengaruh
terhadap kelengkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur bidang
industri barang konsumen (Consumer Goods Industries) yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia.
Manajemen Laba
(X)
Kelengkapan Pengungkapan Laporan
Keuangan (Y)
Universitas Sumatera Utara