BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files//disk1/105/jtptunimus-gdl...BAB II TINJAUAN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files//disk1/105/jtptunimus-gdl...BAB II TINJAUAN...
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk adalah binatang jenis serangga yang sangat mengganggu dan
apabila menggigit menimbulkan rasa gatal-gatal.8 Nyamuk Ae.aegypti
digolongkan kedalam :
Philium : Arthropoda
Clas : Hexapoda/insecta
Ordo : Diptera
Subordo : Meniatocera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes
Subgenus : Stegomyla
Species : Aedes aegypti
2. Morfologi Nyamuk Ae.aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dengan bentuk badan yang kecil, berwarna
hitam belang-belang putih dengan ruas tubuhnya. Terutama pada kakinya dan
dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang
mempunyai gambaran lira (lyre forum) yang putih di punggung atau
thoraxnya.9,11
Pada bagian kepala terdapat sebuah proboscis, sepasang antena yang
terdiri dari 15 segmen, sepasang palpus maxilaries yang terdiri dari 4 segmen,
sepasang mata majemuk dan bulu clypeus proboscis berfungsi sebagai alat
untuk menghisap darah pada nyamuk betina, sedangkan pada nyamuk jantan
berfungsi untuk menghisap madu bunga atau cairan tumbuh-tumbuhan. Untuk
-
membedakan antara jantan dan betina dilihat dari sepasang antenanya. Pada
nyamuk jantan terdapat antena plumous (berambut lebar) sedangkan pada
nyamuk betina terdapat antena pilose (berambut panjang). Selain itu dapat
dilihat pada ukuran palpus maxilaries. Pada nyamuk betina lebih pendek
daripada proboscisnya, dan pada nyamuk jantan lebih panjang
proboscisnya.9,10
3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) mengalami metamorfose
sempurna (holometabola), yaitu dari telur → larva (jentik) → pupa
(kepongpong) → hingga imago (nyamuk dewasa). Selama masa bertelur,
seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100 sampai 400 butir telur.
a. Telur Telur nyamuk memiliki panjang sekitar 1 mm. Ketika baru
dikeluarkan berwarna abu-abu keputih-putihan, tetapi setelah kira-kira 1
jam dikeluarkan oleh induknya warna telur ini akan terlihat menjadi lebih
gelap yaitu abu-abu kehitam-hitaman. Biasanya telur-telur tersebut
diletakkan dibagian berdekatan dengan permukaan air misalnya di bak
yang airnya jernih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah. Telur
menetas menjadi larva (jentik) setelah 7 hari.
b. Larva
Stadium larva adalah tahap perkembangan nyamuk Ae.aegypti yang
kedua. Pada stadium larva kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh
suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva,
lingkungan hidup serta adanya predator.
Ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada
segmen terakhir, tidak dijumpai rambut berbentuk kipas (palmate hair)
pada segmen-segmen abdomen, terdapat pectin pada corong udara,
-
sepasang rambut serta jumbai dijumpai pada corong (shipon) ada combo
scale sebanyak 8-21 pada setiap sisi abdomen segmen ke delapan, terdapat
duri yang panjang dengan bentuk kurva pada sisi thorax dan adanya
sepasang rambut dikepala dan corong udara dilengkapi dengan pectin.12
Sifat larva Ae.aegypti biasa bergerak lincah dan aktif,
memperlihatkan gerakan-gerakan naik kepermukaan air dan turun ke dasar
secara berulang-ulang. Larva aktif mencari makanan di dasar, oleh karena
itu larva Ae.aegypti disebut pemakan makanan di dasar (bothomfeeder).
Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan
siphonnya di atas permukaan air sehimgga abdomennya terlihat
menggantung pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada
posisi membentuk sudut (±45o) dengan permukaan air.13
Temperatur optimal untuk perkembangan larva adalah 25oC-27oC.
Larva berbah menjadi pupa memerlukan waktu 4-9 hari dan mengalami
empat tahap perkembangan yaitu instar I, II, III dan IV. Perubahan instar
ditandai dengan pengelupasan kulit yang disebut moulting. Perkembangan
instar I ke II berlangsung dalam waktu 2-3 hari, kemudian instar II ke
instar III dalam waktu dua hari dan perubahan instar III ke instar IV dalam
waktu dua hari.13
Larva instar III dan instar IV mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu
telah lengkap struktur anatominya dan jelas, tubuh dapat dibagi menjadi
bagian kepala (chepal), dada biasa (thorax), dan perut (abdomen). Pada
bagian kepala sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri
dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing).
Larva juga biasanya memangsa mikroorganisme yang ada di dalam
air. Adanya makanan tersebut mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dengan merusak kulit yang lama menjadi kulit yang baru
-
yang bentuknya lebih besar. Namun ada juga beberapa jenis larva Aedes
aegypti yang memangsa jentik yang lain.
c. Pupa
Pupa tidak membutuhkan makanan mikro organisme lagi dan warna
kulit atau wadah pupa akan menghitam sejalan dengan berkembangnya
nyamuk baru atau dewasa di dalamnya. Perubahan dari larva menjadi pupa
akan membelah disepanjang bagian tubuhnya. Perlahan-lahan nyamuk
baru atau dewasa akan berusaha melepaskan diri dari kulit tersebut.6
d. Nyamuk Dewasa
Untuk nyamuk dewasa yang dari jenis betina, ia mampu bertahan
hidup antara 2 minggu sampai 3 bulan (rata-rata 1 bulan), tergantung suhu
atau kelembaban udara di sekitarnya. Sementara nyamuk jantannya hanya
akan hidup dalam jangka waktu 6 sampai 7 hari, tepatnya nyamuk kawin
dan akan segera mati. Perubahan dari pupa menjadi nyamuk dewasa
membutuhkan waktu 7 sampai 10 hari.6
Perilaku nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah untuk
proses pematangan telurnya. Berbeda dengan nyamuk jantan tidak
memerlukan darah, tetapi menghisap sari bunga dan nektar. Nyamuk
betinalah yang menyebabkan penyakit dan mengganggu manusia.
Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan, sehingga memiliki
kebiasaan mengigit berulang-ulang. Kebiasaan ini sangat memungkinkan
menyebarkan virus demam berdarah kebeberapa orang secara sekaligus.
Nyamuk biasanya menggigit pada pukul 08.00 – 13.00 dan pukul 15.00 –
17.00, sementara pada malam hari nyamuk bersembunyi di sela-sela
pakaian yang tergantung, korden dan ruangan yang gelap serta lembab.11
-
4. Sistem Respirasi pada Serangga Alat respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat O2 dapat berdifusi
masuk dan sebaliknya CO2 dapat berdifusi keluar.Alat respirasi pada
serangga corong hawa (trakea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh
serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakea bermuara pada lubang
kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel
berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak berpasangan
pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot
sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada
umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan tertutup saat
serangga beristirahat. Oksigen dari luar masuk lewat spirakel. Kemudian
udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea dan selanjutnya
pebuluh trakea bercabang lagi menjadi cabang halus yang disebut trakeolus
sehingga dapat mencapai seluruh jaringan dan alat tubuh bagian dalam.
Trakeolus tidak berlapis kitin, berisi cairan, dan dibentuk oleh sel yang
disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjad antara trakeolus dengan sel-sel
tubuh. Sistem trakea berfungsi mengangkut O2 dan mengedarkan ke seluruh
tubuh, dengan demikian darah pada serangga hanya berfungsi mengangkut
sari-sari makanan dan bukan untuk mengangkut gas pernapasan. Di bagian
ujung trakeolus terdapat cairan sehingga udara mudah berdifusi ke jaringan.
Pada jentik nyamuk, udara diperoleh dengan menjulurkan tabung pernapasan
ke permukaan air untuk mengambil udara.13
5. Bionomik
a. Tempat Perindukan (Breeding Pleace) Nyamuk Ae.aegypti hidup di dalam rumah, sekitar rumah
ditempat-tempat yang terdapat genangan air yang jernih seperti lubang
pohon, pelepah daun, drum, tepayan, bak mandi, WC, kaleng bekas, vas
-
bunga, ban bekas, dan tempat-tempat yang lembab. Semua tempat-
tempat tersebur tidak menyentuh tanah.11
Tempat-tempat perindukan atau perkembang biakan tersebut,
dapat dibedakan atas :
1. Tempat Perindukan Sementara. Terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA)
misalnya, kaleng bekas, ban bekas, pecahan botol, pecahan gelas,
talang air, vas bunga, dan tempat-tempat yang menampung genangan
air besar.
2. Tempat Perindukan Permanen
Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan rumah tangga
seperti, baka penampungan air bersih (reservoir), bak mandi,
gentong air dan bak cuci di kamar mandi.
3. Tempat Perindukan Alamiah Berupa genangan air pada lubang pohon seperti yang terdapat pada
celah-celah atau lubang-lubang pohon pisang, kelapa, aren, atau
juga pada bekas pohon bambu dan lubang bekas batang atau cabang
pohon yang tumbang.
b. Perilaku Makan Aedes aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari
hewan berdarah panas lainnya. Nyamuk betina memiliki dua periode
aktivitas menggit, pertama di pagi hari selama beberapa jam matahari
terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum matahari gelap
c. Perilaku Istirahat Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan
tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur,
kamar mandi, kamar kecil dan dapur.
-
d. Jarak Terbang Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk ketersediaan tenpat bertelur dan darah, tetapi
terbatas 100 meter dari lokasi kemunculan.Akan tetapi peneltian baru di
Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat menyebar
sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur.6
e. Lama Hidup Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup hanya
delapan hari. Selama musim hujan saat bertahan hidup lebih panjang
risiko penyebaran virus makin besar.
6. Gambaran Klinis Penyakit DBD
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga sedang,
dengan manivestasi demam akut, disertai sakit kepala nyeri yang hebat pada
otot dan tulang (Breakbone fever), mual, kadang-kadang muntah, batuk
ringan, pendarahan kulit (bercak-bercak) dan ditemukan leukopenia pada
pemeriksaan laboratorium.. 11
B. Pengendalian Vektor (Larva)
Ada beberapa untuk pengendalian jentik atau lebih dikenal dengan istilah
Pemberatasan Sarang Nyamuk (PSN) antara lain :
a. Chemical Control (Secara Kimia) Dengan pemberian larvasida pada tempat-tempat penampungan air.
Mengingat tempat perkembangbiakan larva vektor DBD pada penampungan
air yang airnya digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari terutama untuk
minum dan memasak, maka larvasida yang digunakan harus mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut ; efektif pada dosis rendah, tidak bersifat ricuh bagi
manusia/mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna, dan bau pada
air yang diperlukan, dan efektifitasnya lama. Beberapa larvasida dengan
-
kriteria seperti tersebut di atas sebagian telah digunakan secara luas
(operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau
uji lapangan skala kecil.
1) Temephos (Abate) Larvasida ini terbukti efektif terhadap Aedes aegypti dan daya
racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor
DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk
(formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm.
2) Methoprene (OMS – 1697) Pada uji lapangan yang dilakukan oleh Houten dkk di daerah
Jakarta Utara ternyata methoprene berhasil menekan kepadatan nyamuk
Aedes aegypti yang hinggap pada orang dan munculnya nyamuk tersebut
selama sebulan. Larvasida ini termasuk jenis penghambat tubuh serangga
(insect growth regulation).
3) Difrubenzuron (OMS – 1804) Penggunaan larvasida ini pada tempat penampungan air (tempayan)
berhasil mengendalikan larva Aedes aegypti selama 18 minggu.
4) Triflumuron (OMS – 2015) Larvasida jenis penghambat tubuh serangga ini efektifitasnya telah
dibuktikan. Pada uji labolatorium, dosis 1 ppm berhasil menekan
perkembangan Aedes aegypti menjadi dewasa selama 8 minggu. Uji
lapangan pada dosis 0,075 ppm ternyata berhasil menurunkan populasi
Aedes aegypti selama 2 minggu setelah perlakuan.
5) Vetrazin (OMS – 2014) Uji laboratorium dan lapangan vetralizin terhadap larva Aedes
aegypti membuktikan bahwa LC50 nya terhadap Aedes aegypti sebesar
0,48 mg/l (laboratorium) sedang efektifitasnya di lapangan sama dengan
methopiene.5, 12
-
b. Environmental Control (Secara Mekanis) Cara ini dilakukan dengan cara mengubur kaleng-kaleng atau wadah-
wadah sejenis seperti ban bekas, vas bunga dan yang dapat menampung air
hujan dan membersihkan yang potensial yang dijadikan sebagai sarang
nyamuk, misalnya semak belukar, got. Pengendalian secara mekanis yang
dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan perangkap
nyamuk, baik menggunakan cahaya, lem atau raket pemukul.11
c. Biological Control (Secara Hayati) Pengendalian larva Aedes Aegypti secara hayati tidak sepopuler secara
kimiawi oleh karena penurunan padat populasi yang diakibatkannya perlahan-
lahan tidak sedrastis bila menggunakan larvasida (kimiawi). Organisme yang
digunakan dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator,
parasitic atau patogenik dan pada umumnya ditemukan pada habitat yang
sama dengan larva yang menjadi mangsanya. Predator biasanya hidup bebas
dengan memangsa binatang atau serangga lainnya. Dengan ciri-ciri predator
adalah : predator dapat memangsa semua tingkat perkembangan mangsa,
predator membunuh dengan cara memakan atau menghisap mangsa dengan
cepat, seekor predator memerlukan dan memakan banyak mangsa selama
hidupnya, predator membunuh mangsa untuk dirinya sendiri, kebanyakan
predator bersifat carnivora. Beberapa diantaranya telah diuji coba di
laboratorium dan di lapangan pada skala kecil.
1) Texorhynchites sp Larva Tx. Splendens instar I diuji coba didaerah pemukiman di
Jakarta untuk mengendalikan Aedes aegypty yang berada di tempat-tempat
penampungan air.
2) Mesostoma sp Organisme tersebut termasuk bangsa Tubellaria berukuran 0,1 – 0,5
cm bersifat predator terhadap larva nyamuk. Pada uji laboratorium yang
dilakukan di Malaysia, cacing tersebut terbukti sangat efektif dalam
-
menekan populasi nyamuk demikian pula dengan uji lapangan
(persawahan).
3) Labelulla Masyarakat awam mengenal organisma tersebut sebagai capung
(dragon fly), termasuk golongan serangga Anisoptera.
Nimfa serangga tersebut yang hidup di dalam air telah lama
diketahui sebagai predator larva nyamuk baik di dalam laboratorium
maupun di alam. Berdasarkan sifat tersebut pada uji ciba yang dilakukan
di Myanmar ternyata nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa
larva dan pupa Aedes aegypti sebanyak 133 ± 21 dalam waktu 24 jam.
Kemampuan tersebut ternyata 3 kali lebih banyak daripada kemampuan
larva Tx. Slendens yang sebesar 40 ± 6.
4) Mesocyclups aspericornis Jenis Copepodo yang terbesar sebagai plankton dan benthos ini
bersifat predator. Pada suatu penelitian di Polinesia Perancis terbukti
bahwa M.. aspericurnis pengaruhnya tidak konsisten terhadap Aedes
aegypti yang berada di tangki air, drum dan sumur tertutup.
5) Romanomermis iyengari Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit
pada larva nyamuk.Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi
dewasam cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan
merobek dinding tubuh inangnya sehingga menyebabkan kematian inang
tersebut. Penelitian di labolatorium dengan menggunakan perbandinga
jumlah parasit dan inangnya 1 : 1 diperoleh rata-rata infeksi sebesar 33,
75%. 12
-
C. Pestisida Secara garis besar pestisida dapat dikelompokan berdasar kelompak hama
yang akan dikendalikan dan berdasarkan fungsi pestisida tersebut. Penggolongan
inilah yang sering menimbulkan salah satu pengertian dari pemakainya,sehingga
menimbulkan kesalahan dalam aplikasinya. Karena kesalahan dalam memilih
jenis pestisida yang akan digunakan menyebabkan tidak berfungsinya pestisida
tersebut seperti yang diharapkan.Sebelum membuat keputusan dalam memilih
pestisida harus diketahui dahulu fungsi beberapa golongan pestisida. Adapun
fungsi dari beberapa pestisida antaralain : a) Insektisida untuk mengendalikan
serangga; b) fungisida untuk mengendalikan jamur; c) herbisida untuk
mengendalikan gulma; d) bakterisida untuk mengendalikan bakteri; e) rodensida
untuk mengendalikan tikus; f) nematisida untuk mengendalikan nematoda dan g)
molukisida untuk mengendalikan siput.
1. Karakteristik Pestisida Dalam menentukan jenis pestisida yang tepat perlu diketahui
karakteristik pestisida, yang meliputi :
a. Efektifitas : merupakan daya bunuh pestisida terhadap hama. Pestisida yang bagus seharusnya memiliki daya bunuh yang cukup untuk
mengendalikan hama dengan dosis yang tidak perlu tinggi, sehingga
memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.
b. Selektifitas : sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan kemampuan pestisida membunuh beberapa jenis organisme.
Pestisida yang disarankan adalah pestisida yang bersifat selektif atau
berspektrum sempit.
c. Fitotoksisitas : merupakan suatu sifat yang menunjukan potensi pestisida untuk menimbulkan efek keracunan pada tanaman yang ditandai dengan
pertumbuhan abnormal setelah aplikasi pestisida. Pestisida yang
sebaiknya digunakan adalah pestisida dengan fitotoksisitas yang rendah.
-
d. Residu : adalah racun yang tinggal, yang akan bertahan sebagai racun sampai batas waktu tertentu.
e. Persistensi : kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun di dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi akan sangat
berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.
f. Resistensi : merupakan kekebalan hama terhadap aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah menyebabkan resistensi sebaiknya
tidak digunakan.
g. LD 50 atau Lethal Dosage 50% : besarnya dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah sampel yang diberi perlakuan.
h. Kompatabilitas : adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif.16
2. Mekanisme Kerja Pestisida
Secara fisiologis mekanisme kerja pestisida ada beberapa cara antara
lain yaitu :
a. Cara Insektisida Membunuh Sasaran Menurut Subiyakto Sudarmo (1992) adanya cara-cara insektisida
dalam membunuh jasad sasaran adalah :
1) Fisis
Berpengaruh secara fisis yaitu bahan insektisida memblokade
proses metabolisme, bukan reaksi biokemis atau neurologis,
melainkan mekanis misalnya dengan memblokade penutupan
pernapasan. Penyerapan air, dari tubuh serana sehingga serangga
akan kehilangan kandungan air dan akan mati
2) Merusak Enzim
Mercuri dan garam-garamnya semua asam kuat beberapa logam
berat termasuk cadmium dan timah hitam akan berpengaruh
merubah semua enzim dalam sistem kehidupan serangga.
-
3) Merusak Syaraf
Jenis insektisida yang merusak saraf adalah methyl bromide,
ethylene dibromide, hydrogen cyanida dan chloropicrin. Insektisida
merusak sysrsf dengan cara kerja fisis.
4) Menghambat Metabolisme
Insektisida yang menghambat transport electron mitokondria,
misalnya rotenone HCN dinettrophenols dan organating.
5) Meracuni Otot
Insektisida yang meracuni otot yaitu karena berhubungan langsung terhadap jaringan otot
D. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang
digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik mempunyai sifat
sebagai berikut : 1) Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak
berbahaya bagi binatang vertebrata termasukmanusia dan ternak ; 2) murah
harganya dan mudah didapat dalam jumlah yang besar; 3) mempunyai susunan
kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar; 4) mudah dipergunakan dan dapat
dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut dan 5) tidak berwarna dan tidak
berbau yang tidak menyenangkan.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah : 1) ovisida
insektisida untuk membunuh stadium telur; 2) larvasida insektisida untuk
membunuh stadium larva/nimfa; 3) adultisida insektisida untuk membunuh
stadium dewasa; 4) akarisida (mitisida) insektisida untuk membunuh tungau; dan
5) pedikuisida (lousisida) insektisida utuk membunuh tuma.
Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada
bentuk, cara masuk kedalam badan serangga, macam bahan kimia, konsentrasi
dan jumlah (dosis) insektisida.
Disamping itu faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya
membunuh serangga dengan insektisida ialah mengetahui spesies serangga yang
-
dikendalikan, ukurannya, susunan badannya, stadiumnya, sistem pernafasannya
dan bentuk mulutnya. Juga penting mengetahui habitat dan perilaku serangga
dewasa termasuk kebiasaan makannya.
Pembagian insektisida menurut bentuknya dibagi menjadi tiga yaitu : 1)
bahan padat, yang terdiri dari serbuk, glanula dan pallet; 2) larutan, yang terdiri
dari aerosol dan fog, kabut, semprot dan 3) gas,yang terdiri dari asap (fume dan
smoke) dan uap (vapors).
Menurut cara masuknya ke dalam badan serangga, insektisida dibagi
dalam:
a) Racun kontak (contact poison) Insektisida masuk melalui eksoskelet ke dalam badan serangga dengan
perantara tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang
mengandung residu insektisida. Pada umumnya dipakai untuk memberantas
serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.
b) Racun perut (stomach poison) Insektisida masuk ke dalam badan serangga melalui mulut, jadi harus
dimakan. Biasanya serangga yang diberantas dengan mengunakan insektisida
ini mempunyai bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerat isap, dan
bentuk menghisap.
c) Racun pernapasan (fumigants) Insektisida masuk melalui sistem pernapasan (spirakel) dan juga melalui
permukaan badan serangga. Insektisida ini dapat digunakan untuk
memberantas semua jenis serangga tanpa harus memperhatikan bentuk
mulutnya. Penggunaan insektisida ini harus hati-hati sekali terutama bila
digunakan untuk pemberantasan serangga di ruang tertutup.
Menurut macam bahan kimia insektisida dibagi menjadi tiga jenis yaitu,
insektisida anorganik,insektisida organik dan insektisida organik sintetik.
Insektisida anorganik terdiri dari sulfur,merkuri,golongan arsenikum,
golongan flour. Insektisida organik terdiri dari piretrum, rotenon, nikotin,
-
sabadila, dan golongan insektisidaberasal dari bumi (minyak tanah, minyak
solar, minyak pelumas).Sedangkan Insektisida organik sintetik terdiri dari
golongan organik klorin (DDT, dieldrin, klorden, BHC, linden); golongan
organik fosfor (malation, paration, diazinon, fenitrotion, abate, DDVP,
dichorvos); golongan organik nitrogen (dinitrofenol); golongan
sulfur/karbamat (baygon, sevin); golongan tiosianat (letena, tanit).
E. Cara Kerja Insektisida Dalam Pernafasan
Menurut Subiyakto Sudarmo, pada umumnya racun dapat masuk ke dalam
tubuh hama melalui saluran pernafasan yang disebut spirakel dan pori-pori pada
permukaan tubuhnya. Daya kerjanya menyerang pada system syaraf pusat dan
cepat menimbulkan kelumpuhan (paralysis). Bahan kimianya berbentuk fumigan
yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, dan asap yang berfungsi untuk
membunuh hama.
Insektisisda racun pernafasan ini sering digunakan dalam
pemberantasanhama di gudang yaitu hama makanan, kertas-kertas arsip, atau
dokumen, tikus dan sebagainya. Allethrin mempunyai senyawa cinerin pada
pyrethrum dimana pyrethrum dikelompokkan ke dalam racun aksonik. Akson dari
sel lainnya. Senyawa kimia yang mempengaruhi transmisi impuls ini disebut
sebagai aksonik. Pengaruhnya sangat cepat terhadap serangga yang sedang
terbang sehingga menyebabkan cepatnya otot-otot menjadi paralysis, oleh karena
itu diduga insektisida ini mempunyai pengaruh terhadap gangguan dari system
saraf pusat serangga dimana insektisida merusak saraf dengan cara kerja fisis
yaitu insektisida memblokade penutupan pernafasan.
F. Metode Penggunaan Insektisida
Untuk memilih jenis insektisida dalam usaha memberantas serangga,
maka harus dipertimbangkan berbagai faktor yaitu spesies serangga yang dituju,
stadium serangga yang ingin diberantas apakah stadium telur, larva, atau dewasa,
-
lingkungan hidup daerah yang akan diberantas serangganya (apakah di air, apakah
pemberantasannya ditujukan pada serangga yang terbang di udara, apakah
serangga tersebut berada pada tumbuhan, apakah di dalam rumah atau di dalam
tanah) dan bagaimana sifat-sifat biologik serangga yang akan diberantas agar
dapat dipilih insektisida yang paling mudah masuk ke dalam tubuh serangga,
misalnya dengan mengetahui cara hidup, cara makan, dan sistem pernafasan
serangga yang dituju. Dengan demikian maka dapat dipilih jenis-jenis insektisida
yang tepat dan dilakukan pemberantasan dengan cara dan metode yang benar.
Berbagai bentuk insektisida yang digunakan untuk memberantas serangga
adalah bentuk spray untuk penyemprotan, bentuk aerosol untuk pengasapan dan
pengkabutan, bentuk debu, bentuk granula, dan bentuk umpan.16
G. Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon spp) Gambar 1.Tanaman Kumis Kucing
a. Spesifikasi Tanaman
Kumis kucing (Orthosiphon spp) merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan berbatang basah yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai
istilah seperti kidney tea/java tea (Inggris), giri-giri merah (Sumatra), remujung
(Jawa tengah dan Jawa timur) dan songot koneng (Madura). Tanaman kumis
kucing berasal dari wilayah Afrika tropis kemudian menyebar ke wilayah Asia
dan Australia. Namun sentra penaman berada di pulau Jawa.
-
b. Klasifikasi Tanaman
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Species : Orthosiphon spp
c. Deskripsi
Tanaman yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak
tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2m. Batang bersegi empat agak berakar.
Helai daun terbentuk bundar telur panjang, lanset, lancip atau tmpul pada bagian
ujungnya, tepi daun bergerigi, ukuran daun panjang 1-10cm dan lebarnya 7,5mm-
1,5cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua
permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat
banyak, panjang tangkai daun 7-29cm, Kelopak bunga berkelenjar, urat dan
pangkal berbulu pendek dan jarang, sedangkan di bagian yang paling atas gundul.
Bunga bibir, mahkotaberwarna ungu pucat atau putih, sedangkan ukuran
panjang13-27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek yang berwarna ungu
atau putih, panjang tabung 10-18mm, panjang bibir 4,5-10mm, helai bunga
tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan
melibihi bibir bunga bagian atas. Buah jeruk berwarna coklat gelap,panjang 1,75-
2 mm.
d. Jenis Tanaman
Spesies kumis kucing yang terdapat di pulau Jawa adalah O.aristatus,
O.thymflorus, O.petiolaris dan O.temantosus var. glabratus. Klon kumis kucing
yang ditanam di Indonesia adalah Klon berbunga putih dan ungu.
-
H. Kandungan Kimia Tanaman Kumis Kucing Tanaman kumis kucing diketahui mengandung zat samak, minyak atsiri,
saponin, tannin.20
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak
atsiri disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial. Karena
pada suhu kamar bisa menguap. Secara kimia minyak atsira bukan senyawa
tunggal,tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar
terdiri dari kelompok terpenoid. Terpenoid merupakan kandungan cita rasa dan
bau yang paling penting dalam tumbuhan. Sebagai kandungan tambahan minyak
atsiri, senyawa atsiri menberikan ciri khas pada produk yang kandungan
utamanya terpenoid sebagai kandungan cita rasa dan bau. Senyawa jenis ini juga
mempunyai peran sebagai penghambat dalam antaraksi serangga-tumbuhan. Sifat
minyak atsiri antara lain tersusun oleh bermacam komponen senyawa, memiliki
bau yang khas, mempunyai rasa getir, berasa tajam dan mempunyai sifat yang
tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan.Pada umumnya tidak bercampur
dengan air, tetapi cukup dapat larut dalam air hingga dapat memberikan baunya
kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil sangat mudah larut dalam pelarut
organik. Dengan bau yang sangat khas atau aromatik, minyak atsiri tidak disukai
oleh serangga.,18,19
Saponin adalah glikosidan yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan
gula (glikon). Selain itu saponin juga merupakan glikosida triterpenoid dan sterol.
Senyawa aktif permukaan dari saponin bersifat seperti sabun dan dideteksi
brdasarkan kemampuan membentuk busa dan memiliki rasa pahit yang
mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan hingga merusak membran sel
dan mengaktifkan enzim sel merusak protein sel. Saponin mempunyai bahan
deterjen yang kuat. Saponin ada pada seluruh bagian tanaman misalnya pada
daun, batang,akar dan bunga. Saponin dapat memberikan pengaruh terhadap
proses biologis tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat
produktivitas kerja enzim, sehingga dapat menghambat produktivitas dan
-
prtumbuhan. Pakan yang mengandung lebih dari 0,20% saponin akan berakibat
buruk terhadap pertumbuhan, konsumsi pakan dan efisiensi pakan. Saponin
biasanya menyebabkan iritasi membran mukosa (selaput lendir) sehingga faring
menjadi kering dan kemerh-merahan, otot di bawah kulit rusak dan terjadi
kelumpuhan, akibat kelumpuhan yang hebat maka otot dapat pecah dan akhirnya
terjadi kematian.15
Zat samak diketahui mengendapkan protein yang terdapat dalam mukus
yang melapisi bagian dalam usus. Dengan demikian, penyerapan makanan di usus
menjadi terhambat. Zat samak pada kunis kucing bersifat sebagai diuretik atau
membantu mengeluarkan cairan.20
Tannin merupakan senyawa polifenolik (dapat berfungsi sebagai
desinfektan). Dengan bobot molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan
mengikat protein. Hampir semua keluarga tanaman mempunyai speies yang
mengandung tannin, karena terkenal karena rasa sepat, biasanya berada pada
daun, buah, kulit, pohon, batng maupun akar. Oksidasi fenol dalam tannin dapat
meningkatkan daya tahan kulit, tahan terhadap aksi bakteri, panas dan abrasi. Hal
tersebut menyebabkan pakan yang mengandung tannin memiliki daya cerna dan
palabilitas yang rendah. Dengan memberikan pakan yang mengandung tannin
lebih dari 0,5% dalam ransum dapat menyebabkan penekanan pertumbuhan.15
Tannin buasanya berupa senyawa amorf, higroshopis,berwarna kuning yang
mempunyai sifat larut dalam air. Tannin terbukti mempunyai aktifitas
antioksidan, menghambat pertumbuhan hormon dan menghambat dan
menghambat enzim.19
-
I. Kerangka Teori
Upaya/cara pengendalian nyamuk (Aedes aegypti)
Organik alami
Organik sintesis
Pengelolaan LingkunganmekanikKimia Biologi
Suhu, parasit, predator Kandungan zat kimia
pH, suhu,tempat kering
Jentik Instar I Jentik Instar II Jentik Instar III Jentik Instar IV
Pupa (Kepompong)
Temperatur, pH air perindukan makanan, kepadatan larva, predator
Penyakit demam berdarah
Dewasa
Jentik/larva
Telur
Faktor manusia, Vektor, Kuman (bibit penyakit)
Ekstrak daun kumis kucing • Konsentrasi Temperatur air • Waktu Kontak • Volume tempat
Gambar. 3 Kerangka teoritis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan nyamuk
-
J. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Kematian larva Aedes aegypti
Variabel Terkendali • Suhu air • pH air • Intensitas cahaya • Kelembaban
Ekstrak daun kumis kucing
K. Hipotesis
1. ”Ada pengaruh dari berbagai konsentrasi ekstrak daun kumis kucing
terhadap kematian larva Ae.aegypti.”
2. ”Ada perbedaan jumlah kematian larva Ae.aegypti pada berbagai tingkat
konsentrasi.”
BAB IITINJAUAN PUSTAKANyamuk Aedes aegyptiTanaman Kumis Kucing (Orthosiphon spp)Kandungan Kimia Tanaman Kumis KucingI. Kerangka TeoriJ. Kerangka KonsepK. Hipotesis