BAB II Laprak Hidro 9

11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limpasan (Runoff) Limpasan permukaan sebagai air yang mengalir di permukaan, baik sebagai aliran suatu kanal, anak sungai menuju ke sungai utama. Limpasan permukaan diekspresikan dalam volume per satuan waktu, pada umumnya adalah m3/detik dan m3/km2. Limpasan permukaan juga dapt diekspresikan sebagai jumlah kedalaman pada suatu daerah tangkapan, yaitu mm/hari atau mm/bulan atau mm/tahun. Seyhan (1990) menjelaskan rangkaian air yang memberikan kontribusi kepada debit sungai sebagai berikut : 1. Curah hujan di saluran (channel precipitation) Bagian ini adalah curah hujan yang jatuh langsung pada permukaan air di sungai utama dan anak-anak sungai yang umumnya termasuk dalam limpasan permukaan. Curah hujan yang langsung pada sungai merupakan bagian yang sangat kecil dari curah hujan itu. 2. Limpasan permukaan Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah, yakni curah hujan yang dikurangi sebagian dari besarnya infiltrasi. Limpasan permukaan menurut Seyhan dibagi dalam dua sumber yaitu air yang mengalir di

description

grdger

Transcript of BAB II Laprak Hidro 9

Page 1: BAB II Laprak Hidro 9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limpasan (Runoff)

Limpasan permukaan sebagai air yang mengalir di permukaan, baik sebagai

aliran suatu kanal, anak sungai menuju ke sungai utama. Limpasan permukaan

diekspresikan dalam volume per satuan waktu, pada umumnya adalah m3/detik

dan m3/km2. Limpasan permukaan juga dapt diekspresikan sebagai jumlah

kedalaman pada suatu daerah tangkapan, yaitu mm/hari atau mm/bulan atau

mm/tahun.

Seyhan (1990) menjelaskan rangkaian air yang memberikan kontribusi

kepada debit sungai sebagai berikut :

1. Curah hujan di saluran (channel precipitation)

Bagian ini adalah curah hujan yang jatuh langsung pada permukaan air di

sungai utama dan anak-anak sungai yang umumnya termasuk dalam limpasan

permukaan. Curah hujan yang langsung pada sungai merupakan bagian yang

sangat kecil dari curah hujan itu.

2. Limpasan permukaan

Limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai

permukaan air tanah, yakni curah hujan yang dikurangi sebagian dari

besarnya infiltrasi. Limpasan permukaan menurut Seyhan dibagi dalam dua

sumber yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah dan air yang

menginfiltrasi dan mencapai lapisan yang impermeabel, kemudian

sebagiannya mengalir ke sungai (limpasan bawah permukaan).

3. Aliran dasar (base flow)

Aliran ini adalah air yang menginfiltrasi ke dalam tanah, mencapai

permukaan air tanah dan bergerak menuju sungai.

Cara untuk perkiraan debit banjir yang berdasarkan curah hujan lebat, dapat

diklasifikasi dalam tiga cara yaitu cara dengan rumus empiris, cara statistik atau

kemungkinan dan unit hidrograf .

Page 2: BAB II Laprak Hidro 9

Sosrodarsono dan Takeda (2003) menjelaskan elemen-elemen daerah

pengaliran yang berhubungan dengan daerah limpasan, yaitu:

1. Kondisi penggunaan tanah (Landuse) Daerah hutan sulit mengadakan

limpasan permukaan karena kapasitas infiltrasinya besar. Sebaliknya

terjadi apabila daerah tersebut dikosongkan dan dibangun, maka kapasitas

infiltrasi akan turun karena pemamptan permukaan tanah.

2. Daerah pengaliran

Debit banjir yang diharapkan per satuan daerah pengaliran itu adalah

berbanding terbalik dengan daerah pengaliran, jika karakteristik-

karakteristik yang lain itu sama.

3. Kondisi topografi dalam daerah pengaliran

Corak, elevasi, gradien, arah dari daerah pengaliran mempunyai pengaruh

terhadap sungai dan hidrologi daerah pengaliran tersebut.

4. Jenis tanah

Bentuk butir-butir tanah, corak dan cara mengendap adalah faktor-faktor

yang menentukan kapasitas infiltrasi. Maka, karakter limpasan sangat

dipengaruhi oleh jenis tanah daerah pengaliran tersebut.

5. Faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi limpasan adalah karakteristik

jaringan sungai-sungai, daerah pengaliran yang tidak langsung, drainase

buatan.

2.2 Banjir

Banjir dapat diberi batasan sebagai laju aliran permukaan yang menyebabkan

aliran sungai melebihi kapasitas saluran-saluran drainase (Lee, 1990). Menurut

Lee (1990) di bagian hulu yang berhutan tidak banyak dibangun tanggul oleh

manusia dan banjir-banjir yang utama sedikit menyebabkan kerusakan. Tetapi di

bagian hilir, banjir merupakan bencana alam yang paling merusak.

Debit puncak sering terjadi di DAS-DAS yang berhutan dengan presipitasi

lebih besar, tanah-tanah lebih dangkal, dan topografi lebih curam (Lee 1990).

Sebagian besar banjir dapat dikendalikan dengan menggunakan bangunan

bangunan keteknikan, pengelolaan lahan bagian hulu dan vegetasi secara umum.

Page 3: BAB II Laprak Hidro 9

Bendungan (reservoir) pengendali banjir diperkirakan mengurangi kerugian

ekonomis sekitar 60% (Holt dan Langbein 1955 dalam Lee 1990).

Sedimen-sedimen organik dan anorganik meningkatkan volume banjir, dan

apabila mengendap dalam suatu saluran sungai akan mengurangi daya dukung dan

meningkatkan kemungkinan banjir melintasi atau melebihi tepi sungai.

Pendangkalan waduk-waduk yang disebabkan sedimen tersebut menurunkan

kegunaan sebagai pengendalian banjir dan maksud-maksud lainnya (Lee 1990).

Umumnya air banjir yang kotor lebih merusak daripada air yang relatif jernih

dan sedimen yang ditinggalkan oleh suatu banjir dapat mengakibatkan suatu

bagian besar dari kerusakan totalnya (Anderson, Hoover dan Reinhart 1976). Hal

tersebut dapat disimpulkan jika penutupan hutan menghambat erosi dan

memberikan sumbangan yang berarti terhadap pencegahan kerusakan akibat

terjadinya banjir (Lee 1990).

Hutan memberikan penutupan terbaik yang mungkin untuk pencegahan

kerusakan-kerusakan banjir, khususnya kerusakan-kerusakan yang terjadi sebagai

akibat dari erosi dan pendangkalan (sedimentasi). Kegiatan-kegiatan penebangan

hutan dengan sistem tebang habis, pembuatan jalan, dan pengelolaan hutan

lainnya, bahkan penambangan permukaan, dapat dilakukan tanpa meningkatkan

erosi atau aliran-aliran puncak secara substansional, namun seringkali perawatan

dan biaya tambahan yang terlibat telah menghalangi penggunaan

prosedurprosedur yang dianjurkan. Pencegahan kebakaran hutan, pembatasan-

pembatasan penggembalaan, reboisasi lahan yang ditinggalkan dan pengawasan

penebangan hutan yang lebih ketat dan lain-lain gangguan DAS merupakan cara-

cara dimana pengelolaan hutan dapat memberikan sumbangan kepada

pengurangan kerusakan akibat banjir (Lee 1990).

2.3 Metode Rasional

Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang

untuk memperkirakan debit puncak. Latar belakang metode rasional adalah jika

curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus , maka laju limpasan

langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu

konsentrasi tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi

Page 4: BAB II Laprak Hidro 9

aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan

intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan

dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai runoff

coefficient (C) dengan nilai 0<=C<=1 (Chow 1988).

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah :

1. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu,

setidaknya sama dengan waktu konsentrasi

2. Laimpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan

intensitas tetap sama dengan waktu konsentrasi

3. Koefisien runoff dianggap tetap selama durasi hujan

4. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan

(Wanielista 1990)

Bentuk umum rumus metode rasional adalah:

Q = 0.2778 x C x I x A

Dengan

Q = debit maksimum (m3/s)

C = koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)

A = luas daerah pengaliran (km2)

Artinya, jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan intensitas 1 mm/jam

dalam daerah seluas 1 km2, maka debit banjir sebesar 0.2778 m3/s dan melimpas

selama 1 jam (Sosrodarsono dan Takeda 2003).

2.4 Koefisien Limpasan

Dalam penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan

data koefisien limpasan (runoff coeffisien). Koefisien limpasan adalah rasio

jumlah limpasan terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada

tekstur tanah, kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran

sungai (DAS) berhutan dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan

berkisar antara 0,10 – 0,30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama,

nilai koefisien limpasan adalah 0,30 – 0,50. Dalam tulisan ini data koefisien

limpasan disesuaikan dengan kondisi lapangan seperti pada Tabel 1.

Page 5: BAB II Laprak Hidro 9

Tabel 1. Koefisien limpasan C untuk metoda Rasional berdasarkan lereng, tanaman penutup tanah dan tekstur tanah.

Lereng (%)Lempung berpasir(sandy loam)

Liat dan debu berlempung(clay and silt loam)

Liat berat(tight clay)

HUTAN0 - 55 - 1010 – 30

0.100.250.30

0.300.350.50

0.400.500.60

Padang Rumput0 - 55 - 1010 – 20

0.100.150.20

0.300.350.40

0.400.550.60

Lahan Pertanian (Arable land)0 - 55 - 1010 – 20

0.300.400.50

0.500.600.70

0.600.700.80

2.5 Intensitas Curah Hujan

Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas

curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi

pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis 1992).

Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi

adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya

berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas.

Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi

dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan

yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti

sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.

Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi

dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak

tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh

karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan

Page 6: BAB II Laprak Hidro 9

mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe,

Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).

Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selamasatu

unit waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas

sesaat atau intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah

hujan secara umum dirumuskan sebagai berikut :

i= PT d

Keterangan :

I = intensitas hujan (mm/jam)

P = jumlah hujan (mm)

Td = lama hujan (jam)

2.6 Waktu Konsentrasi (Time of Concentration (TC))

Asdak (2002) berpendapat bahwa intensitas hujan terbesar dalam suatu DAS

ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi dalam suatu DAS tersebut,

serta intensitas hujan maksimum untuk periode ulang tertentu dan untuk lama

waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi (Tc) suatu

daerah aliran adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik yang

paling jauh ke tempat keluar yang ditentukan, setelah tanah menjadi jenuh air dan

depresi-depresi kecil terpenuhi (Arsyad 2010). Salah satu metode yang umum

untuk menghitung waktu konsentrasi adalah yang dikembangkan oleh Kirpich

(1940) dalam Arsyad (2010), sebagai berikut:

Tc = 0,0195 L0,77Sg-0,385

Menyatakan Tc adalah waktu konsentrasi dalam menit, L adalah panjang

aliran dalam meter dan Sg adalah lereng daerah aliran dalam meter per meter atau

perbedaan elevasi antara tempat keluar dengan titik terjauh dibagi panjang aliran

(Asdak 2002).

Page 7: BAB II Laprak Hidro 9

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Harto SB. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : PT Gramedia.

Lee R. 1980. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. 1986. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Hydrology.

Pramono IB, Wahyuningrum N, Wuryanta A. 2009. Penerapan Metode Rational Untuk Estimasi Debit Puncak Pada Beberapa Luas Sub DAS. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume (VII No. 2: 161-176,2010).

Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah: Dalam Rangka PelestarianLingkungan Hidup. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Suyono,Sosrodarsono, dan Takeda. 1999. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Wanielista MP. 1990. Hydrology and Water Quality Control. Florida-USA : John Wiley & Sons.