BAB II LANDASAN TEORI A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN...

download BAB II LANDASAN TEORI A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-s1... · ... Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN...

  • 5

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

    1. Pengertian Pendidikan Orang Tua

    Pendidikan merupakan proses yang lebih besar dari sekedar

    aktivitas persekolahan, pendidikan yang mengesampingkan perbedaan

    madzhab dan orientasi merupakan proses pengembangan sosial yang

    mengubah individu dari sekedar makhluk biologis menjadi makhluk sosial

    agar dapat hidup bersama realitas zaman dan masyarakatnya. Dengan kata

    lain pendidikan merupakan proses pemberian sifat sosial kemanusiaan

    (humanisme) kepada makhluk hidup.

    Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa (orang tua) dalam

    pergaulanya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani

    dan rohaninya ke arah kedewasaan.1

    Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bahwa

    "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

    belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

    mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

    keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

    serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan

    Negara".2

    Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang

    pertama pada tahun 1930 yang menyebutkan pendidikan pada umumnya

    berarti daya upaya untuk menunjukkan bertambahnya budi pekerti

    (kekuatan batin, karakter) pikiran (intelektual) dan tubuh anak.3

    1 Syiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta), 2004, hal 2 2 Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, (Jakarta : CV Mini Jaya Abadi, 2003, hal 5 3 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta : Rineka Cipta), Edisi I, 2004, hal 4

  • 6

    Pendidikan secara umum yaitu meliputi semua perbuatan dan

    usaha manusia dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, serta

    keterampilanya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan diri agar

    dapat memenuhi hidupnya baik jasmani maupun rohani.

    Pengertian pendidikan menurut Rupert C. Lodge yang dikutip oleh Zuharini mengatakan bahwa the word education is used, sometimes in a wider, sometimes in a narrower sense. In the wider sense, all experience is said to be education and in narrower sense education is restricted to that function, it is background and its outlook to the member of the rising generation in practise identical with schooling formal intruction under controled condition Artinya : Kata pendidikan digunakan kadang dalam arti yang luas dan

    kadang dalam arti yang sempit. Dalam arti luas, semua pengalaman dikatakan sebagai pendidikan, dan dalam arti yang sempit pendidikan terbatas pada fungsinya. Yaitu memberikan latar belakang / dasar dan pandangan hidup pada generasi yang sedang tumbuh yang dalam prakteknya identik dengan sekolah formal dibawah kondisi yang terkendali. 4

    Menurut Saiful Bahri Djamarah orang tua adalah pendidik dalam

    keluarga, dalam hal ini adalah ayah dan ibu.5

    Jadi dengan melihat definisi tersebut diatas, maka penulis

    simpulkan pendidikan orang tua berarti suatu pendidikan yang

    dilaksanakan oleh orang dewasa (bapak dan ibu) yang bertanggung jawab

    dan bertugas dalam mendidik anak anaknya untuk mencapai

    kedewasaan.

    Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya bersifat

    kodrati, seperti yang dikatakan oleh Imam Samsul Nizar Al Walid atau orang

    tua adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik

    dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi

    afektif, kognitif maupun psikkomotorik.

    4 Zuharini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara ; 1995), hal. 10 5 Syiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta), 2004, hal 27

  • 7

    2. Jenis Jenis Pendidikan

    Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai

    dengan sifat dan tujuanya6. Menurut Undang undang Sistem Pendidikan

    Nasional, pelaksanaan pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

    a. Pendidikan formal

    Yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri

    atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

    a.1. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah

    Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau

    Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

    Pendidikan ini diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Fungsi pendidikan dasar, antara lain memberikan dasar bekal pengembangan kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat. Juga berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar wajib diikuti oleh setiap warga negara guna membekali dengan pengetahuan dasar, nilai dan sikap dasar, serta ketrampilan dasar. Pendidikan dasar dapat dilaksanakan melalui sekolah-sekolah agama, serta melalui pendidikan luar sekolah. Sekarang program pendidikan dasar dilaksanakan selama sembilan tahun.7

    a.2. Pendidikan menengah yang terdiri atas pendidikan menengah

    umum dan pendidikan menengah kejuruan.

    Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas

    (SMA) Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

    (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain

    yang sederajat.

    Pendidikan ini diselenggarakan untuk melanjutkan dan

    meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik

    menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

    6 Fuad Ihsan, Op Cit, hal. 20 7 Ibid, hal. 129 130

  • 8

    mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social,

    budaya alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan

    lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.

    Pendidikan menengah terdiri atas : pendidikan umum,

    pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan

    kedinasan, dan pendidikan keagamaan. Fungsi pendidikan

    menengah umum mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan

    tinggi. Sedangkan fungsi pendidikan menengah kejuruan

    adalah mempersiapkan untuk memasuki lapangan kerja sesuai

    dengan pendidikan kejuruan yang diikutinya atau mengikuti

    pendidikan keprofesian pada tingkat pendidikan tinggi.

    a.3. Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah

    pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan

    diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang

    diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.8

    Pendidikan tinggi adalah lanjutan pendidikan menengah yang

    dipersiapkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota

    masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau

    professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau

    menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

    b. Pendidikan non formal

    Yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

    dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.9

    Sedangkan jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan

    sekolah meliputi :

    1. Pendidikan Umum

    Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan

    dasar dan jenjang pendidikan menengah. Sebagai contoh SMU,

    SLTP, dan lain sebagainya. 8 Undang Undang RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, Jakarta, 2003, hal 16 9 Ibid, hal. 6

  • 9

    2. Pendidikan kejuruan

    Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang

    mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang

    tertentu dan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah.10

    Misalnya STM mempersiapkan peserta didik untuk dapat belajar

    dalam bidang teknik (mesin, sipil, elektro dan sebagainya).

    3. Pendidikan Luar Biasa

    Pendidikan luar biasa diselengarakan pada jenjang pendidikan

    dasar dan jenjang pendidikan menengah, contohnya SLB (Sekolah

    Luar Biasa) untuk tuna rungu, tuna netra, cacat mental dan

    sebagainya.

    4. Pendidikan kedinasan

    Ini diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah dan

    jenjang pendidikan tinggi. Dapat diambil contoh, sekolah dinas luar

    negeri dari DEPLU.

    5. Pendidikan Keagamaan

    Misalnya : pesantren, Madrasah, sekolah seminar dan lain

    sebagainya.

    6. Pendidikan Akademik

    Diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi, misalnya

    Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi dan sebagainya.

    7. Pendidikan Profesional

    Diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi terutama pada

    kesiapan penerapan keahlian tertentu. Seperti dokter, dokter

    spesialis, notaris dan sebagainya.

    8. Pendidikan Luar Sekolah

    Termasuk jenis ini adalah kursus-kursus, kelompok belajar

    yang sangat penting adalah pendidikan keluarga.

    Selain jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah di atas juga diselenggarakan pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk

    10 Ibid, hal 128

  • 10

    memasuki sekolah dasar, yaitu pendidikan pra sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan untuk meletakkan dasar-dasar kearah pembangunan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta yang diperlukan anak untuk hidup di lingkungan masyarakat serta memberikan bekal kemampuan dasar untuk memasuki jenjang sekolah dasar dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.11

    3. Faktor faktor pendidikan

    Adapun faktor faktor yang mempengaruhi pendidikan terdiri atas :

    1) Faktor tujuan

    Tujuan merupakan faktor yang terpenting di dalam

    pendidikan untuk diarahkan kemana anak-anak yang kita didik ini,

    tergantung daripada tujuan pendidikan.12

    Mengenai tujuan ini ada dua macam yaitu :

    a. Tujuan umum

    Tujuan umum pendidikan adalah melaksanakan,

    mewujudkan dan memelihara perkembangan cita-cita kehidupan

    suatu bangsa serta mengarahkan penghidupan pengalaman

    mereka kepada kenyataan dan cita-cita yang dianutnya.

    b. Tujuan khusus

    Merupakan tujuan pendidikan yang harus dicapai bagi

    tiap-tiap tingkatan maupun jenis pendidikan dengan mengingat

    kebutuhan dan keadaan perkembangan anak.

    2) Faktor anak didik

    Tingkat pendidikan anak ditinjau dari segi pedagogis antara lain : 1. usia 0 2 tahun : masa asuhan 2. usia 2 12 tahun : masa pendidikan jasmaniah 3. usia 12 15 tahun : masa pendidikan akal 4. usia 15 20 tahun : masa pembentukan watak dan

    pendidikan agama13 3) Faktor pendidik

    Yang termasuk faktor pendidik adalah sebagai berikut :

    11 Ibid 129 12 Ibid, hal. 8 13 Fuad Ihsan, Loc Cit, hal. 38

  • 11

    a. Orang tua

    b. Orang dewasa yang bertanggung jawab

    c. Faktor lingkungan dan sekitarnya14

    4) Faktor alat

    Yang termasuk alat pendidikan antara lain anak-anak yang

    dilahirkannya. Dari keluarga itu orang tua dituntut peranannya untuk

    merawat, melindungi dan menghidupi bagi anggota keluarganya,

    disamping memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak,

    moral dan pendidikan kepada anak. Tetapi dari berbagai peran

    tersebut hal yang sangat penting adalah mempersiapkan hari depan

    bagi anaknya dengan kesadaran memasukkan anak ke pendidikan

    formal.

    Yang menjadi tujuan utama pendidikan untuk pembentukan

    pribadi disamping juga mempunyai tujuan sosial yang membuat

    anak-anak menjadi cakap dalam menjalankan kewajibannya di

    masyarakat, misalnya dengan memberikan kepada mereka

    kepandaian yang memungkinkan dalam pendidikan terdapat suatu

    hubungan pergaulan antara dua pihak, yaitu pihak orang tua sebagai

    pendidik dan anak sebagai terdidik. Kadang-kadang pendidikan tidak

    dapat tercapai karena adanya kesalahan kesalahan tindakan orang

    tua, diantaranya adalah :

    4.1. Anak dipandang sebagai orang dewasa kecil

    Banyak orang beranggapan bahwa anak itu sama dengan orang

    dewasa dalam ukuran kecil meskipun tidak dikatakan terang-

    terangan tetapi dalam prektek mendidiknya ternyata anggapan

    ini diterapkan msalnya anak umur 5 tahun dihukum berat

    karena berdusta.

    4.2. Anak dipandang sebagai mahluk yang tidak berdaya (tak punya

    kemampuan mengerti).

    14 Fuad Ihsan, Loc 25

  • 12

    Kebalikan dari sikap tersebut diatas yang memperlakukan dan

    menganggap anak sebagai mahluk yang tak berdaya misalnya,

    orang tua menganggap sepi tanpa kehadiran anak dan selalu

    was-was terhadap tindakan anak sehingga meskipun anaknya

    sudah cukup besar mereka kurang diberi kebebasan.

    4. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik Anak

    Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya terlihat dalam bentuk

    yang bermacam-macam. Yaitu dimulai sejak menyambut kelahiran anak,

    memberi nama yang baik, memperlakukan dengan lembut dan kasih

    sayang, menanamkan rasa kasih sayang, mendidik dengan akhlak yang

    baik, menanamkan aqidah, melatih anak untukberlaku adil, memberi

    hiburan, dan menghormati anak, menempatkan di lingkungan yang baik,

    memperkenalkan kerabat, serta mendidik anak untuk bertetangga dan

    bermasyarakat.

    Abdullah Nasikh Ulwan membagi tanggung jawab orang tua antara

    lain mendidik bersentuhan langsung dengan pendidikan iman, pendidikan

    moral, pendidikan fisik, pendidikan rasio/akal, pendidikan kejiwaan,

    pendidikan sosial dan pendidikan seksual.15

    Konteknya dengan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan,

    orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Orang

    tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai figur orang tua

    harus memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga bersikap

    dan berperilaku yang mencerminkan akhlak yang mulai. Oleh karena itu

    Islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang

    baik-baik saja kepada anak mereka. sebagaimana sabda Rasulullah saw :

    ) (

    15 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga , (Jakarta : Rineka Cipta), Cetakan 1, 2004, hal 29

  • 13

    Artinya :

    Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik 16.

    Maksud ayat diatas bahwa sebagai orang tua bertugas dan

    tanggung jawab terhadap pendidikan anak menjadi teladan atau figur,

    contoh dalam mendidik anaknya, lebih-lebih dalam pembentukan watak

    dan budi pekerti, akhlakul karimah, latihan ketrampilan dan pendidikan

    kesosialan, seperti tolong menolong dan sebagainya.

    Pembentukan budi pekerti yang baik merupakan tujuan pertama

    dalam Islam, yang akan mencerminkan akhlak yang mulia. Sedangkan

    pribadi yang mulia itu adalah pribadi yang utama yang ingin dicapai orang

    tua dalam mendidik anak. Namun sayangnya tidak semua orang tua dapat

    melakukanya, banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Seperti orang tua

    yang sibuk dan bekerja keras siang dan malam dalam hidupnya untuk

    memenuhi kebutuhan materi anak-anaknya, waktunya dihabiskan di luar

    rumah, jauh dari keluarga, tidak sempat mengawasi perkembangan, tidak

    punya waktu untuk memberi bimbingan sehingga pendidikan akhlak anak

    terabaikan.

    Berpijak dari hal tersebut mendidik anak adalah tanggung jawab

    orang tua dalam keluarga, oleh karena itu sesibuk apapun pekerjaan yang

    harus diselesaikan, meluangkan waktu demi pendidikan anak adalah lebih

    baik. Orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang lebih mendahulukan

    pendidikan anak daripada mengurusi pekerjaan siang dan malam.

    B. HASIL BELAJAR

    1. Pengertian Prestasi Belajar

    Untuk mengetahui tentang prestasi belajar siswa maka terlebih

    dahulu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan prestasi, dan apa pula

    yang dimaksud dengan belajar. Sebelum membahas lebih lanjut, akan

    16 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam Diterjemahkan Dengan Judul Pendidikan Anak Dalam Islam (1) Oleh Drs. Jamaluddin Miri, Lc., Pustaka Amani, Jakarta, 1995, hal 181.

  • 14

    penulis kemukakan mengenai pengertian prestasi. Pengertian prestasi

    adalah hasil yang telah dicapai. Sedangkan mengenai prestasi belajar

    terlebih dahulu penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli.

    Secara obyektif menurut para ahli mengemukakan tentang definisi

    belajar adalah :

    1. Learning as a relatively permanent change in behaviour traceable to

    experience and practice.17

    (Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative tetap yang

    diakibatkan oleh pengalaman dan latihan.)

    2. "Learning is shown by a change in behaviour as a result of

    experience.18

    3. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang

    sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang

    pendidikan19

    Dari definisi-definisi yang dikemukakan tersebut diatas dapat

    diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku

    seseorang yang dilakukan dengan sengaja pada suatu lingkungan yang

    dihasilkan karena pengetahuan, latihan dan pengalaman.

    Perilaku ini mengandung pengertian yang luas, hal ini mencakup

    pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya. Perilaku ini

    ada yang tampak dan ada pula yang tidak tampak, bisa diamati, dan ada

    pula yang terlihat. Perilaku yang dapat diamati disebut behaviour

    performance, sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecenderungan

    perilaku atau behaviour tendency.

    Pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya yang

    dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi, karena merupakan

    kecenderungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi bahkan dapat

    diukur dari penampilan (behaviour performance). Penampilan ini dapat

    17 Mustaqim, Op Cit, hal 33 18 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 2002, Cet 11, hal 231 19 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 2005 Cet 5, hal 63

  • 15

    berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau melakukan

    sesuatu perbuatan. Jadi hasil dari proses perubahan perilaku itu akan

    tampak melalui penampilan.

    Proses belajar seringkali diartikan dengan menuntut ilmu

    pengetahuan. Sebab seseorang mengalami perubahan perilaku sebelum

    memiliki ilmu pengetahuan, baik yang diperoleh secara formal ataupun

    nonformal, sehingga dalam kehidupan manusia belajar menempati posisi

    yang sangat penting.

    Mengingat pentingnya belajar, islam menganjurkan kepada

    umatnya agar selalu menuntut ilmu sepanjang hayatnya sebagaimana

    sabda Rasulullah saw :

    (

    ) Artinya : Tuntutlah ilmu sejak mulai di ayunan sampai liang lahad (diriwayatkan ibnu abdil Bar, dari Anas).20

    Hadist di atas seperti dalam telaah esensi pendidikan dan

    pembelajaran akan meliputi identifikasi ciri yang yang diantaranya adalah

    proses pendidikan berlangsung dengan seluruh tahap perkembangan

    seorang sepanjang hayatnya (life long education belajar tiada akhir)21

    Sehingga secara ringkas hasil belajar diantaranya adalah :

    1. Ranah Kognitif

    Dalam ranah kognitif ini terdapat enam hal, yaitu :

    a. Pengetahuan

    Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari

    kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian,

    makanya tidak sepenuhnya tepat, sebab dalam istilah tersebut

    termasuk pula pengetahuan faktual disampung pengetahuan

    20 As Suyuthy, Al Imam Jalaluddin, Al Jamius Shoghir Juz 1, Daru Ahyail Kutub Al Arabiyah, Indonesia, (Th. hal 44) 21 Umar Shihab, Kontektualitas Al Quran, (Jakarta, Penerbit Penamadani), 2003, hal 153

  • 16

    hafalan atau diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah dan

    lain-lain.

    Hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah

    yang paling rendah. Tipe belajar ini menjadi prasyarat tipe belajar

    berikutnya.

    b. Pemahaman

    Pemahaman misalnya menjelaskan dengan susunan

    kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi

    contoh lain dari yang dicontohkan, atau menggunakan petunjuk

    penerapan pada suatu kasus.

    Pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu:

    Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari

    terjemahan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan bahasa arab

    kedalam bahasa Indonesia.

    Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu

    menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui

    berikutnya, atau menghubungkan grafik dengan kejadian,

    membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.

    Pemahaman tingkat ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi.

    Dengan ini seorang diharapkan mampu melihat dibalik yang

    tertulis, dapat memperluas persepsi, dimensi kasus, ataupun

    masalahnya.

    c. Aplikasi

    Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrit

    atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori,

    atau petunjuk teknis, menerapkan situasi baru disebut aplikasi.

    d. Analisis

    Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi

    unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirakhirnya atau

    susunannya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai

  • 17

    pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas

    menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu.

    e. Sintesis

    Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian

    ke dalam bentuk menyeluruh.

    f. Evaluasi

    Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu

    yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,

    standar tertentu.

    2. Ranah Afektif

    Ranah afektif berkenaan dengan sifat dan nilai. Beberapa ahli

    mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya,

    bila seseorang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah

    afektif meliputi:

    a. Reciving/Attending, yaitu semacam kepekaan dalam menerima

    rangsangan (stimulasi) dari luar, dalam bentuk masalah, situasi,

    gejala dan lain-lain.

    b. Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh

    seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar.

    c. Valuing, (Penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan

    terhadap gejala atau stimulasi.

    d. Organisasi, yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem

    organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lainnya.

    e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan sistem

    nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola

    kepribadian dan tingkah lakunya.

    3. Ranah Psikomotor

    Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan

    (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan yaitu:

    a. Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).

    b. Keterampilan pada gerakan-gerakan sadar.

  • 18

    c. Kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan

    visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain.

    d. Kempuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan

    ketepatan.

    e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai

    pada keterampilan yang kompleks.

    2. Jenis-jenis belajar

    a. Menurut Muhamad Athiyah Al-Abrosyi, jenis belajar ada tiga : Belajar pengetahuan, belajar keterampilan, belajar perasaan

    dan hati. b. Dr. Muhamad Al Hadi Afify jenis belajar ada empat :

    aqal, akhlaq, fisik, sosial c. Robert M. Gagne

    - Ketrampilan motorik - Sikap - Kemahiran intelektual - Informai verbal - Pengetahuan kegiatan intelektual

    d. Prof. Dr. Nasution Belajar berdasarkan pengamatan Belajar berdasarkan gerak Belajar berdasarkan hafalan Belajar karena masalah (pemecahan masalah) Belajar berdasarkan emosi22

    e. Benyamin S. Bloom dkk :

    Membagi belajar (disebut juga sebagai tujuan pendidikan ) menjadi

    tiga bagian atau daerah sasaran pendidikan, yaitu : ranah kognitif,

    afektif, dan psikomotor23

    o Ranah kognitif

    Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan tentang hal-hal

    khusus, cara dan sarana tentang hal-hal khusus,

    pengetahuan universal dan abstraksi

    Tipe belajar pengertian

    22 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang : IAIN), 2003, hal 35 36 23 Saifudin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 1996, Edisi 2, hal. 8

  • 19

    meliputi kemampuan : menerjemahkan, menafsirkan, dan

    ekstrapolasi

    Penerapan

    Kemampuan siswa menerapkan suatu abstraksi pada situasi

    konkret atau khusus. Abstraksi tersebut dapat berbentuk

    ide, teori, petunjuk teknis prinsip atau generalisasi

    Tipe belajar analisis

    Siswa dapat menguraikan, memilah milah.

    Tipe hasil belajar sintesis

    Siswa dapat menghubungkan materi materi menjadi

    kesatuan baru, dapat menyimpulkan dan membuat prinsip

    umum.

    Tipe hasil belajar evaluasi

    Yaitu memberi keputusan tentang nilai sesuatu yang

    ditetapkan dengan mempunyai sudut pandang yang

    tertentu, misalnya sudut pandang tujuan, metode, materi

    dan lain sebagainya.

    o Ranah afektif (rasa)

    Menyimak

    Memperhatikan, mewujudkan sikap menerima, atau

    menolak.

    Merespon

    seperti kesediaan berpartisipasi/terlibat, kesediaan

    memanfaatkan (sikap respontif)

    Menghargai

    Mencakup menerima nilai, mengharapkan nilai, dan merasa

    wajib mengabdi nilai

    Mengorganisasi nilai

    Meliputi mengkonseptualisasi nilai dan organisasi system

    nilai

    Mewatak

  • 20

    Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari hari

    o Ranah psikomotor (karsa)

    Mengindra

    Hal ini dapat berbentuk mendengarkan, melihat, meraba,

    mengecap, dan membau

    Kesiagaan diri

    Meliputi konsentrasi mental, berpose badan. Dan

    mengembangkan perasaan

    Bertindak secara terpimpin

    Meliputi gerakan menirukan, dan mencoba melakukan

    tindakan

    Bertindak secara komplek

    Ini adalah taraf mahir, dan gerak/ketrampilan disertai

    berbagai improvisasi24

    Sehingga dengan melihat penjelasan tersebut, secara garis besar

    penulis menyimpulkan bahwa jenis belajar dapat dibagi tiga :

    a. Jenis belajar ketrampilan

    Dalam lingkungan keluarga anak kecil sudah mulai belajar jenis ini,

    misalnya memungut benda-benda, memakai pakaian, memakai alat-alat

    makan dan sejenisnya.

    b. Jenis belajar pengetahuan dan pemahaman

    Pendidik/orang tua dalam membantu anak agar memperoleh

    kesan/tanggapan yang benar dan jelas, seyogyanya mengusahakan dan

    menyediakan lingkungan nyata atau mendekati nyata dengan memberi

    kesempatan kepada mereka bisa mengamati langsung atau dengan bantuan

    barang tiruan, gambar-gambar, rekaman-rekaman, peta dan lain-lain.

    c. Jenis belajar sikap

    Sikap adalah kecenderungan jiwa individu untuk menerima atau menolak

    sesuatu hal/orang berdasarkan penilaian terhadap sesuatu hal/orang

    tersebut bagi dirinya. Sikap tidak bisa muncul secara tiba-tiba, melainkan 24Mustaqim, Op Cit, hal 39

  • 21

    melalui proses. Untuk menanamkan sikap terhadap nilai-nilai/norma-

    norma kepada anak harus dikenalkan, diberi pengertian yang cukup, jelas

    mengenai manfaat dan keburukan jika melanggar norma dengan

    penjelasan yang bisa diterima, artinya sesuai dengan tingkat

    perkembangan mereka.

    3. Teori Belajar.

    Teori belajar sangat beraneka macam dan setiap teori mempunyai

    landasan dasar perumusannya. Bila ditinjau dari landasan dasar itu teori

    belajar mencakup tiga teori antara lain :

    a. Teori Conditioning

    Menurut teori Conditioning, belajar adalah suatu proses

    perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang

    menimbulkan reaksi (respons). Untuk menjadikan seseorang itu

    belajar maka harus diberikan syarat-syarat (conditions) tertentu.

    Yang perlu diperhatikan belajar menurut teori ini adalah latihan-

    latihan yang kontinew25.

    Bila dilihat secara cermat teori ini sangat menonjol peranan

    latihan dan kebiasaan atau pengaruh dari luar saja sedangkan peranan

    aku atau pribadi manusia dalam menentukan reaksi atau

    perbuatannya kurang mendapatkan perhatian, penganut teori ini

    mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil dari

    conditioning, yakni hasil dari latihan-latihan atau kebiasaan-

    kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang tertentu

    yang dialaminya di dalam kehidupanya.

    Bila diteliti secara cermat, teori ini sangat menonjolkan

    peranan latihan dan kebiasaan, atau pengaruh dari luar saja.

    Sedangkan peranan aku atau pribadi manusia dalam menentukan

    reaksi atau perbuatanya kurang diperhatikan.

    25Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Terjemah Pengantar Guru Besar Psikologi UI, (Bandung : Raja Grafindo Persada), 2002, hal. 95

  • 22

    b. Teori Connectionism

    Dalam teori ini, mengatakan bahwa belajar adalah hubungan

    antara stimulus dan respon atau belajar melalui proses trial and error

    (mencoba dan mengalami kegagalan) dan law of effect yang berarti

    bahwa segala tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang

    memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan

    dipelajari dengan sebaik-baiknya.26 Seorang tokoh dalam teori ini

    adalah Torndike yang mengatakan bahwa organism itu (juga

    manusia) sebagai mekanisme, yang hanya bergerak atau bertindak

    jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya

    otomatisme dalam belajar menurut Torndike disebabkan adanya law

    of effect itu. Karena adanya law of effect maka terjadilah hubungan

    (connection) atau asosiasi antara tingkah laku reaksi yang dapat

    mendatangkan sesuatu dengan hasilnya (effect), karena adanya

    koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu maka teori ini dinamakan

    teori Connectionism.

    c. Teori Psikologi Gestalt.

    Teori belajar menurut Psikologi Gestalt manusia adalah

    individu yang merupakan kebulatan utuh antara jasmani dan

    rohani.27

    Menurut Gestalt belajar bukan hanya sekedar merupakan proses antara stimulus-respon yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan, tetapi belajar terjadi jika ada pengertian. Pengertian itu muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah dan tiba-tiba muncul adanya kejelasan. Terlihat olehnya hubungan antara unsur yang satu dengan yang lain kemudian dipahami tentang kaitannya dan dimengerti maknanya.28

    26 Ibid hal 93 94 27 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Karya), 2001, hal 33 28 Ibid, hal 33

  • 23

    Jadi secara ringkas dapat dijelaskan bahwa belajar menurut

    psikologi Gestalt adalah suatu proses rentan penemuan-penemuan

    baru dengan bantuan pengalaman yang sudah ada.

    Prof. Dr. Oemar Hamalik, dalam bukunya Guru dalam Proses

    Belajar Mengajar menjelaskankan teori belajar menjadi dua kelompok,

    yaitu 1) teori belajar asosiasi dan 2) teori belajar Gestalt. Menurut beliau,

    sebelum munculnya kedua teori tersebut sebenarnya sudah muncul teori

    belajar, yaitu teori belajar menurut psikologi daya (faculty theory) yang

    dipelopori oleh Christian Von Wolff.

    Menurut para ahli psikologi daya, mental itu terdiri atas sejumlah

    daya yang satu sama lainnya terpisah, seperti daya mengamati, mengingat,

    menanggapi, menghayal, dan berfikir. Setiap daya dapat dilatih, seperti

    mengingat, dapat dilatih dengan hafalan, berfikir melaului berhitung,

    demikian pula daya-daya yang lainnya.

    Belajar menurut teori ini adalah meningkatkan kemampuan daya-

    daya melalui latihan. Nilai suatu bahan pelajaran terletak pada nilai

    formalnya, bukan pada nilai materialnya.29

    Para ahli psikologi asosiasi mempunyai pandangan yang berbeda dengan ahli psikologi daya. Menurut ahli psikologi asosiasi, prilaku individu pada hakekatnya terjadi karena adanya pertalian atau hubungan antara stimulus (rangsang) dan respon (jawab) dengan membuat kode S untuk stimulus dan R untuk respon, dapat dikataklan bahwa suatu S mempunyai ikatan dengan R tertentu. Oleh karena itu teori ini dikenal juga dengan S R bond theori. Belajar menurut teori ini adalah membentuk ikatan atau hubungan antara S R.30

    Bila diteliti secara cermat, maka akan terlihat suatu persamaan

    antara konsepsi Drs. M. Ngalim Purwanto dengan Oemar Hamalik, bahwa

    pada pokoknya teori belajar dikelompokan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

    1. Psikologi daya, yang dipelopori Christian Von Wollf, yang pada

    dasarnya M. Ngalim Purwanto juga mengakui adanya teori ini dan

    dibahasnya secara terpisah. Dia cenderung memasukkan teori

    29 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar , (Jakarta : Sinar Grafika Offset), 2003, hal. 37 30 Ibid, hal. 7

  • 24

    Conditioning yang sebenarnya juga mendekati teori daya yang

    mengatakan bahwa prilaku manusia itu merupakan Conditioning, yaitu

    hasil latihan latihan atau kebiasaan kebasaan mereaksi terhadap

    perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya. Teori ini

    dipelopori oleh Pavlov.

    2. Psikologi asosiasi, yang sebenarnya juga dinamakan teori Conectinism

    yang di pelopori oleh Edward lee thormdike, yang menatakan bahwa

    perilaku individu itu pada hakekatnya terjadi arena pertalian atau

    hubugan antara stimulus dan respon.

    3. Psikologi Gestalt, yang di pelopori oleh wolf gang kohler, yang

    mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses rentetan penemuan

    dengan bantuan pengalaman pengalaman yang sudah ada. Jadi

    pribadi memegang peranan yang paling sentral.

    Ketiga teori belajar tersebut nampaknya memang berbeda, ini

    disebabkan karena perbedaan jenis belajar yang diselidiki. Belajar ada

    yang bertaraf rendah, ada yang bertaraf tinggi, ada yang belajar dalam

    tingkat biologis, ada yang bertingkat rokhaniyah, ada yang bersifat skill

    atau kecekatan, dan ada yang bersifat rasional, dan sebagainya. Jadi, dalam

    menilai benar tidaknya pendapat yang penulis kemukakan dari hasil

    pemikiran para pakar ilmu pendidikan, harus dipandang dari segi tertentu

    yang sesuai dengan jenis jenis belajar yang di selidikinya. Yang penting,

    bagi pendidik ialah mengambil manfaat dari teori teori itu dan

    menggunakannya dalam praktek sesuai situasi dan materi yang dipelajari

    dan diajarkan.

    Jadi prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari perbuatan

    belajar.31 Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil

    interaksi berbagai faktor, yang oleh Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo

    Supriyono, dalam bukunya psikologi belajar, diolongkan menjadi dua

    31 WJS purwadartinta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), 1989, hal. 768

  • 25

    golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang tergolong faktor

    internal adalah

    a. faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan, maupun yang di peroleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, setruktur tubuh, dan sebagainya

    b. faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang di peroleh, yang terdiri atas : 1. faktor intelektif yang meliputi

    a. faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat b. faktor kecakapan nyata yaitu potensi dan prestasi yang telah

    dimiliki. 2. faktor non intelektif, yaitu unsur unsur kepribadian tertentu seperti

    sikap, kebiasaan, minat, keutuhan, motifasi emosi, penyesuaian diri. 3. Faktor kematangan fisik maupun psikis

    Yang tergolong faktor eskternal adalah : a. Faktor sosial yang terdiri atas : lingkungan keluarga, ligkungan

    sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,

    kesenian. c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim. d. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan 32

    Faktor faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan prestasi belajar

    seseorang. Syekh Muslih Abdur Razaq, dalam kitabnya Talimul mutaalim

    mengemukakan konsep tentang hal hal yang berkaitan dengan syarat

    berprestasi dalam belajar/menuntut ilmu, beliau berkata dalam syiir :

    Artinya : Ingatlah, sesungguhnya engkau tidak akan memperoleh ilmu, kecuali

    dengan memenuhi dengan enam syarat yang akan saya terangkan secara jelas, yaitu cerdas, memiliki kemauan keras, sabar, ada biayanya, mengikuti petunjuk guru, dan waktu yang cukup lama. 33

    Untuk lebih jelasnya, maka akan penulis uraikan sebagai berikut :

    a. Faktor faktor fisiologis

    32 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka cipta), 1990, hl. 131 33 Syekh Ahmad Muslih Abdul Razaq, Syarah Talimul Mutaallim, (Menara Kudus), 1963, hal. 55

  • 26

    Faktor fisiologis merupakan faktor yang ada pada diri si pelajar

    yang berupa kondisi fisik dan panca indra yang dimiliki. Kondisi fisik dan

    panca indra seseorang dapat mempengaruhi proses belajarnya. Misalnya

    saja kesehatan jasmani, pandangan mata, pendengaran, dan sebagainya

    sehingga jika keadaan jasmani pelajar itu dalam keadaan baik maka akan

    mendukung proses belajar mereka, sebaliknya bila kondisi jasmani kurang

    sehat, juga akan menghambat keberhasilan proses balajarnya. Oleh karena

    itu dianjurkan Oleh karena itu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan

    dan minuman yang bergizi, memilih pola istirahat dan olahraga ringan

    yang sedapat mungkin terjadwal atau berkesinambungan.

    b. Faktor faktor psikologis

    Faktor psikologis adalah faktor yang ada pada diri seseorang/

    faktor kejiwaan, yang dapat berupa bakat, minat, kecerdasan, motifasi,

    kemampuan kognitif, dan situasi batin, yang berupa perasaan tenang,

    gelisah dan sebagainya. Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap

    proses dan keberhasilan belajar seseorang atau pelajar.

    Bagi orang yang psikisnya mantap, maka belajarnya pun

    mantap, begitu pula dengan hasil/Prestasi belajarnya, dan sebaliknya

    jika kondisi psikisnya labil, maka proses belajar dan

    keberhasilannyapun sulit diharapkan.

    c. Faktor Faktor Non Sosial

    Yang dimaksud dengan faktor nonsosial disini adalah faktor

    faktor dari luar diri sipelajar itu sendiri, serta bentuk kehidupan lainnya,

    dimana faktor non sosial ini berupa lingkungan alam yang meliputi

    keadaan, tempat, udara, cuaca, waktu, alat alat yang digunakan dalam

    belajar, dan yang sejenisnya. Faktor faktor ini dapat berpengaruh positif

    atau negatif terhadap proses belajar si pelajar. Oleh karena itu, agar proses

    belajar dapat berhasil dengan baik, maka harus disiapkan lingkungan alam

    yang merupakan faktor faktor yang mendukung, dan dihindari faktor

    faktor yang menghambat kegiatan belajar atau yang menimbulkan hasil

  • 27

    belajar yang negatif, atau yang tidak sesuai dengan tujuan belajar itu

    sendiri.

    d. Faktor faktor sosial

    Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor diluar diri

    si pelajar yang berupa lingkungan manusia atau masyarakat. Yang

    termasuk faktor sosial ini adalah faktor keluarga/ keadaan rumah tangga,

    guru, teman teman bergaul, dan orang orang yang ada di lingkungan

    sekelas atau dia belajar. Ligkungan sosial ini memang sangat besar

    pengaruhnya terhadap belajar dan hasil/ prestasi belajar anak atau si

    pelajar.

    Situasi keluarga yang harmonis, guru yang arif bijaksana, teman yang

    baik, dan lingkungan masyarakat lain yang damai akan berpengaruh positif

    dalam belajar dan watak kepribadian pelajar, begitu pula sebaliknya. Oleh

    karenanya ciptakanlah lingkungan sosial bagi anak didik yang sesuai

    dengan tujuan yang diharapkan, agar proses belajar dapat bernilai dan

    berhasil sebagai mana yang diharapkan.

    C. PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN ORANG TUA

    TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

    Sebelum pembahasan sebelumnya telah dikemukakan beberapa hal

    yang berkaitan dengan pendidikan, serta prestasi belajar. Maka dalam sub

    bab ini secara khusus akan penulis kaji tentang pengaruh latar belakang

    pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa Madrasah Aliyah Al

    Irsyad Gajah Demak.

    Sebelum masalah ini dibahas, terlebih dahulu penulis kemukakan

    tentang beberapa pendapat :

    Menurut Zamakhsari Dhofier bahwa tinggi rendahnya pengetahuan

    seseorang itu diukur dengan jumlah buku yang telah dipelajari dan dari

    ulama/guru mana ia telah belajar (peroleh)34.sebagai orang tua mempunyai

    34 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2001, hal 169

  • 28

    peran dan tanggung jawab yang tinggi dalam mendidik anaknya, baik

    dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Di dalam kitab Talimul

    Mutaallim disebutkan bahwa semakin tinggi intelektualitas seseorang

    maka akan terasa semakin rendah dirinya. Orang yang semakin tinggi

    ilmunya bukan semakin sombong tapi merasa semakin kecil diirnya,

    sehingga mempunyai budi pekerti, sikap, nilai dan moral yang baik dan

    berwawasan yang luas dalam membentuk manusia untuk masa depan.

    Ditegaskan dalam sebuah hadits

    : :

    .... (

    )Artinya : berkata kepadaku Ishak, Abdul Rozaq memberitahukan

    kepada kami, Muamar memberitahukan kepada kami dari Hamam, dari Abu Hurairahia berkata : Rasulullah saw bersabda : Tidaklah anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani (H.R. Bukhari Muslim)35.

    Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan anak

    yang dipengaruhi oleh faktor dari luar yang diantaranya faktor keluarga,

    pendidik yaitu orang tua mereka sedikit banyak mempunyai pengaruh

    yang dalam pendidikan anak. Sebab kita tahu bahwa seorang anak dari

    berasal dari keluarga yang baik,berilmu maka akan memiliki intelegensi

    yang baik. Kemana orang tua akan mengarahkan mereka untuk masa

    depannya. Oleh karena itu orang yang mempunyai peran penting dan

    tanggung jawab dalam memberikan pendidikan anak sangat dibutuhkan

    suatu pendidikan bagi orang tua. Dengan dibuktikan adanya fakta bahwa

    kurang harmonisnya antara orang tua dan anak yang diasuhnya karena

    35 Al Imam Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Al Mughirah Ibn Bardizabati Al Bukhari Al Jafy, Shahih Bukhari, (Darul Kutub Al Ilmiyyati, hal 269

  • 29

    kesadaran mengenai pentingnya lembaga pendidikan bagi orang tua masih

    sangat rendah. Oleh karena itu tingkat pendidikan orang tua sangatlah

    berpengaruh terhadap cara-cara mendidik dan membimbing anak, sebab

    semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh orang tua, maka

    mereka akan memiliki sifat-sifat didik dan cara-cara berfikir yang lebih

    rasional. Sebaliknya makin rendah tingkat pendidikan dan jabatan orang

    tua maka makin kecil kesempatan seorang anak untuk menyelesaikan

    pendidikannya.

    Hal-hal yang menyebabkan anak putus sekolah adalah :

    a. Status sosial ekonomi, karena kebutuhan biaya yang mendesak maka

    akan menyebabkan kebutuhan pendidikan mereka terkesampingkan

    sehingga anak berhenti sekolah sebelum tamat.

    b. Rendahnya kesadaran orang tua mengenai pentingnya sebuah

    pendidikan.

    Pendidikan dapat menumbuhkan manusia dalam hal berfikir luas

    dan lebih memahami akan arti hak dan kewajiban mereka sebagai manusia

    serta menjadikan manusia yang modernitas tanpa menghilangkan nilai-

    nilai tradisional yang mengarah ke masa depan. Pandangan yang demikian

    akan dapat terealisasikan pada akrtivitas orang tua dalam rangka

    mempersiapkan masa depan anak-anaknya.

    Blau dan Duncan yang dikutip oleh Philip Robinson

    mengemukakan bahwa :

    Pendidikan memperoleh arti yang semakin besar bagi status pada umunya dan bagi pengalihan kedudukan sosial dari orang tua kepada anak. Status yang lebih tinggi tidak lagi dapat diwarisi secara langsung melainkan harus disahkan oleh karena itu prestasi-prestasi yang nyata yang diakui secara sosial.36

    Jadi disini dapat penulis simpulkan bahwa orang tua yang berlatar

    pendidikan tinggi baik formal maupun nonformal melalui pemikiran yang

    rasional akan terangsang kepada hal-hal yang sifatnya menguntungkan.

    36 Philip Robinson, Perspectives on the Sociology of Education, Terjemahan Perspektif Pendidikan Dalam Sosiologi (Jakarta : Rajawali), 1986, hal 298

  • 30

    Oleh karena itu tidak mustahil apabila pendidikan orang tua berpengaruh

    terhadap motivasi anak untuk mencapai prestasi.

    D. KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN

    Sebagai bahan kajian pustaka, penulis menemukan hasil penelitian

    sebelumnya yang ada kaitannya dengan skripsi ini :

    a. Skripsi karya Bibit dalam Risalah yang berjudul Pengaruh Bimbingan

    Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa

    di SD Islam Al-Khotimah Randusari Semarang Selatan, merupakan

    syarat untuk memperoleh gelar sarjana muda dalam ilmu tarbiyah,

    Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Tahun 1984. Penelitian ini sudah

    dilakukan sekitar 20 tahun yang lalu dengan metode analisis Product

    Moment Karl Pearson dengan memakai peta korelasi. Sedangkan

    perbedaannya dengan skripsi yang penulis lakukan adalah Pengaruh

    latar belakang Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Siswa.

    Lain dari itu, penulis lebih terfokus pada pengaruh latar belakang

    pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa.

    b. Skripsi saudara Siti Noor Jannah, mahasiswa Fakultas Ekonomi IKIP

    Veteran Semarang, lulus pada Tahun 1998 meneliti tentang Pengaruh

    Obyek Wisata Menara Kudus Terhadap Minat Berwiraswasta Bagi

    Penduduk Desa Kauman dan Langgar Dalem Kecamatan Kota

    Kabupaten Kudus. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh

    Keberadaan Obyek Wisata. Kesamaannya dengan skripsi yang penulis

    garap adalah pengaruh (variabel x). Skripsi tersebut mempunyai dua

    variabel pengaruh obyek wisata (x) dan minat berwiraswasta (y). Maka

    analisis yang digunakan adalah menggunakan rumus regresi linier.