BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Metode...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Metode...
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran sebagai salah satu komponen pendidikan perlu
dipahami oleh guru agar proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan
baik. Karena dengan memiliki pengetahuan yang luas tentang metode, guru dapat
memilih metode yang tepat untuk suatu materi (kompetensi) yang akan dipelajari
atau dicapai oleh siswa. Pemilihan metode yang tepat akan sangat membantu
siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
Seorang guru, seringkali memahami bahwa dirinyalah sumber dari
pembelajaran para siswa (Teacher Centered). Sehingga sedikit sekali memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk berbicara, berpendapat dan keahlian verbal
lainnya. Hal ini biasanya terjadi karena seorang guru terlalu sibuk menjelaskan
materi pelajaran di kelas. Ustadz Mahmud Yunus pernah mengutarakan “metode
itu lebih penting daripada materi itu sendiri”. Padahal belum tentu apa yang
disampaikan guru di kelas menarik dalam pandangan siswa (Asifudin, 2010: 122).
Metode secara harfiah berarti “cara”. Menurut Ricard Tardif yang dikutip
Muhibbin Syah, metode ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan
kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada
siswa (Syah, 2002: 201).
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal. Menurut David dalam Teching for College Class Room
10
(1976) ialah a way in achieving something “cara untuk mencapai sesuatu”.
Berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan
(Majid, 2014: 150).
Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran
memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi
pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan metode
pembelajaran karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran (Majid, 2014: 151).
Berkaitan dengan jenis metode pembelajaran dapat dilihat pada bagan
berikut.
Gambar : 2.1 Metode Pembelajaran Majid (2014: 151).
2. Metode Role Playing atau bermain peran
Role Playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai
bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa mendatang. Topik yang diangkat untuk role playing misalnya
11
memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan
yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi (Majid, 2014: 163-164).
Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh.
Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa
bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif
dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan
masalah-masalah yang menyangkut hubungan antarmanusia, terutama yang
menyangkut kehidupan peserta didik.
Melalui bermain peran, para peserta didik mencoba mengeksplorasi
hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakannya dan
mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengekplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi
pemecahan masalah (Mulyasa, 2012: 179-180).
a. Pengertian Metode Role Playing atau Bermain Peran
Role Playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai
bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa mendatang (Sanjaya, 2009: 161).
Metode pembelajaran bermain peran (role playing) adalah cara yang
digunakan guru dalam proses pembelajaran dengan memberikan suatu
topik/masalah yang dipecahkan oleh peserta didik dengan memainkan peran
dalam hal ini terkait dengan pembelajaran.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain
peran sebagai model pendidikan karakter, yakni :
12
1. Kualitas pemeranan
2. Analisis dalam diskusi
3. Pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan
dengan situasi kehidupan nyata
b. Konsep Peran
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan
tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu
terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya
dipengaruhi oleh persepsi terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Bermain
peran berusaha membantu indivisu untuk memahami perannya sendiri dan peran
yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang
mendasarinya (Mulyasa, 2012:180).
c. Tujuan Bermain Peran dalam Pendidikan Karakter
Hakikat bermain peran dalam pendidikan karakter terletak pada
keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara
nyata dihadapi. Melalui bermain peran dalam pendidikan karakter, diharapkan
peserta didik dapat : (Mulyasa, 2012: 180-181).
1. Mengeksplorasi perasaan-perasaannya
2. Memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya
3. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, dan
4. Mengekplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.
13
d. Pelaksanaan Pembelajaran
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain
peran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisisi diskusi, (3) pandangan peserta
didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan
nyata (Mulyasa, 2012: 183-188).
a. Tahap Pembelajaran
Shaftel dan Shaftel mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang
dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran
1. Menghangatkan Suasana dan Memotivasi Peserta Didik
2. Memilih Partisipan atau Peran dalam Pembelajaran
3. Menyusun Tahap-Tahap Peran
4. Menyiapkan Pengamat
5. Tahap Pemeranan
6. Diskusi dan Evaluasi Pembelajaran
7. Pemeranan Ulang
8. Diskusi dan Evaluasi Tahap Dua
9. Membagi Pengalaman dan Pengambilan Kesimpulan
b. Sistem Sosial
Sistem sosial ini disusun secara sederhana. Guru bertanggung jawab
minimal pada tahap permulaan.
c. Prinsip Reaksi
Terdapat lima prinsip reaksi penting dari model pembelajaran bermain
peran.
1. Guru selayaknya menerima respon para peserta didik
14
2. Guru membantu para peserta didik mengekplorasi situasi masalah dari
berbagai segi
3. Guru meningkatkan kesadaran peserta didik akan pandangan-pandangan dan
perasaan-perasaannya sendiri
4. Mengeksplorasi konsekuensi oleh peserta didik untuk memainkan suatu
peran
5. Guru menekankan kepada peserta didik terdapat berbagai cara untuk
memecahkan suatu masalah
e. Sistem Penunjang
Sistem penunjang dalam bermain peran antara lain situasi masalah, yang
biasanya disampaikan secara lisan, tetapi dapat juga melalui lembaran yang
dibagikan.
f. Kelebihan dan Kelemahan Metode Role Playing
Role playing ini dapat digunakan untuk semua jenis usia. Selain itu
metode bermain peran ini juga memiliki kelebihan dalam penggunaannya seperti:
Zuhairini (dalam Ramadhani: 1993: 89 dalam Jurnal: 27).
1. Siswa melatih dirinya memahami dan mengingat isi bahan yang akan
diperankan. Sebagai pemain harus memahai, menghayati isi cerita secara
keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan
demikian daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
2. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain
peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai
dengan waktu yang tersedia.
15
3. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan
muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
4. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-
baiknya.
5. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggungjawab
dengan sesamanya.
6. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah
dipahami orang lain
Sedangkan kelemahan metode bermain peran adalah sebagai berikut:
1. Sebagian anak yang tidak ikut bermainperan menjadi kurang aktif.
2. Banyak memakan waktu.
3. Memerlukan tempat yang cukup luas.
4. Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan
penonton/pengamat.
5. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun
murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya
6. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerlukan suatu adegan tertentu Ibid (dalam jurnal:27-28).
g. Proses Pelaksanaan Metode Role Playing
Pembelajaran dengan metode Role Playing ada tujuh tahap yaitu
pemilihan masalah, pemilihan peran, menyusun tahap-tahap bermain, menyiapkan
pengamat, tahap pemeranan, diskusi, dan evaluasi Zaini (dalam Haryanto, 2014:
25). Adapun Metode Role Playing memiliki proses pelaksanaan sebagai berikut :
16
1. Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari
kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan
terdorong untuk mencari penyelesaiannya.
2. Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang
akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh
para pemain.
3. Menyusun tahap-tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat
dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri.
4. Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang
tidak menjadi pemain atau pemeran.
5. Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan
peran masing-masing yang terdapat pada skenario bermain peran.
6. Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan
yang muncul dari siswa.
7. Pengambilan keputusan yang telah dilakukan.
Jadi pembelajaran dengan role playing merupakan cara belajar yang
dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap
kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan
materi yang telah ditentukan oleh guru sehingga siswa lebih mudah memahami
dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut.
h. Langkah-Langkah Role Playing
Agar metode role playing/bermain peran ini dapat mencapai tujuan,
maka harus disusun langkah-langkah pembelajaran agar penggunaan metode ini
17
lebih efektif. Langkah-langkah menurut Subari, (dalam Online, 1994: 93-94)
sebagai berikut:
1. Guru menerangkan teknik sosiodrama dengan cara yang mudah dimengerti
oleh para siswa.
2. Masalah yang akan dimainkan harus disesuaikan dengan tingkat umur dan
kemampuan.
3. Guru menceritakan masalah yang akan dimainkan itu secara sederhana
tetapi jelas, untuk mengatur adegan dan memberi kesiapan mental para
pemain.
4. Jika sosiodrama itu untuk pertama kali dilakukan sebaiknya para
pemerannya ditentukan oleh guru.
5. Guru menetapkan para pendengar, yaitu para siswa yang tidak berperan.
6. Guru menetapkan dengan jelas masalah dan peranan yang harus dimainkan.
7. Guru menyarankan kata-kata pertama yang harus diucapkan pemain untuk
memulai permainan.
8. Guru menghentikan permainan di saat situasi sedang mencapai klimaks dan
kemudian membuka diskusi umum.
9. Sebagai hasil diskusi, guru dapat meminta siswa untuk menyelesaikan
masalah itu dengan cara-cara lain.
10. Guru dan siswa menarik kesimpulan-kesimpulan dari drama yang
dimainkan baik dalam teknik maupun dalam isinya
18
i. Ciri-ciri Metode Bermain Peran
Berkaitan dengan metode bermain peran sebagai sarana untuk
penanaman pendidikan karakter tanggung jawab pada siswa SD, maka ciri-cirinya
adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Tema biasanya hanya berupa topik atau konsep
b. Tidak diperlukan naskah atau skenario
c. Pemeran memainkan peran secara spontan, para pemeran ditentukan pada
jam pelajaran yang bersangkutan
2. Pelaksanaan
a. Bermain peran secara spontan setelah ditunjuk sebagai anggota pemeran
tanpa persiapan dan perlengkapan khusus
b. Lebih berciri ungkapan perolehan (konsep, nilai, keterampilan tertentu)
oleh karena itu biasanya dilaksanakan pada akhir jam pelajaran.
c. Dalam waktu yang relatif lebih pendek atau singkat
Melalui bermain peran, para peserta didik mencoba mengekplorasi
hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakannya dan
mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengekplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi
pemecahan masalah.
Sebagai suatu model pembelajaran berkarakter, bermain peran berakar
pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi, model ini berusaha
membantu para peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang
bermanfaat bagi dirinya. Para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan
19
masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok
sosial yang beranggotakan teman sekelas. Dari dimensi sosial, model ini
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam
menganalisis situasi-situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan
antarpribadi peserta didik.
Bermain peran itu sangat tinggi keikutsertaannya, menyenangkan untuk
siswa di semua umur, dan mengerjakan suatu tugas yang bagus untuk mendorong
pengambilan pandangan. Suatu studi penelitian menemukan bahwa bermain peran
(role playing) adalah lebih jauhnya metode yang paling efektif dalam merangsang
minat dan keikutsertaan siswa.
3. Pembentukan Sikap
Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada
empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok,
pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha
Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat
pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.
Beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri seorang
individu (Elmubarok, Zaim, 2008: 47-48).
4. Prosedural Pembelajaran dan Pembentukan Karakter
Prosedural pembelajaran berbasis karakter merupakan keseluruhan
proses usaha belajar dan pembentukan karakter peserta didik yang direncanakan.
20
Untuk kepentingan tersebut, kompetensi, materi standar, indikator, hasil belajar,
dan waktu yang diperlukan harus ditetapkan sesuai dengan kepentingan
pembelajaran sehingga peserta didik diharapkan memperoleh kesempatan dan
pengalaman belajar yang optimal. Pada umumnya, kegiatan pembelajaran
mencakup:
1. Pembukaan
Pembukaan pembelajaran berkarakter mencakup kegiatan pembinaan
kekraban dan pre-test.
a. Pembinaan keakraban perlu dilakukan untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif bagi pembentukan kompetensi dan
karakter peserta didik. Tahap ini bertujuan untuk mengkondisikan
para peserta didik agar mereka siap melakukan kegiatan belajar.
b. Pre test (tes awal)
Memiliki banyak kegunaan dalam menjajaki proses pembelajaran
yang akan dilaksanakan
2. Kegiatan inti dan pembentukan karakter
Kegiatan inti pembelajaran antara lain mencakup penyampaian informasi
tentang materi standar, membahas materi standar untuk membentuk kompetensi
dan karakter peserta didik, serta melakukan tukar pengalaman dan pendapat dalam
membahas materi standar atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Kegiatan inti pembelajaran dan pembentukan karakter dikatakan efektif
apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun
sosialnya. Kegiatan inti pembelajaran dan pembentukan karakter ini ditandai
keikutsertaan peserta didik dalam pengelolaan pembelajaran, berkaitan dengan
21
tugas dan tanggung jawab mereka dalam menyelenggarakan program
pembelajaran. Tugas peserta didik adalah belajar, sedangkan tanggung jawabnya
mencakup keterlibatan mereka dalam membina dan mengembangkan kegiatan
belajar yang telah disepakati bersama.
Kegiatan inti pembelajaran dan pembentukan karakter mencakup
berbagai langkah yang perlu ditempuh oleh peserta didik dan guru sebagai
fasilitator untuk mewujudkan kompetensi dasar. Hal ini ditempuh melalui
berbagai cara, bergantung pada situasi, kondisi, dan kebutuhan serta kemampuan
peserta didik.
Dalam pembentukan karakter perlu diusahakan untuk melibatkan peserta
didik seoptimal mungkin. Melibatkan peserta didik adalah memberikan
kesempatan dan mengikutsertakan mereka untuk turut ambil bagian dalam proses
pembelajaran.
3. Penutup
Kegiatan akhir pembelajaran atau penutup dapat dilakukan dengan
memberikan tugas, refleksi, dan post test (Mulyasa, 2012:138:142).
5. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut Megawangi dalam Novan (2013:26) sebagaimana yang dikutip
Dharma Kusuma, pendidikan karakter yaitu sebuah usaha untuk mendidik anak-
anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif
kepada masyarakatnya.
22
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pikir, raga serta rasa dan karsa (Samani, 2012:45).
b. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter
Nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional tersebut adalah : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Muchlas, 2012:9).
Dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
yang disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010) ada 18 nilai karakter antara
lain : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air,
menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab Suyadi (2013: 7-9).
Sedangkan, Heritage Foundation merumuskan sembilan karakter dasar
yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut adalah
sebagai berikut : cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab,
disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerja
sama, percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, keadilan dan
kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan persatuan. Selain
itu, Character Counts di Amerika mengidentifikasi bahwa karakter-karakter yang
menjadi pilar adalah : dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, tanggung
23
jawab, jujur, peduli, kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, integrity.
Mulyasa (2012: 15-16).
Melengkapi uraian tersebut, Ginanjar dengan teori ESQ menyodorkan
pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya merujuk kepada sifat-sifat
Allah, yaitu al-Asmaul al-Husna. Diteladani dari nama-nama Allah itu, Ari
merangkum dalam 7 karakter dasar berikut ini : jujur, tanggung jawab, disiplin,
visioner, adil, peduli, kerja sama Mulyasa (2012: 16).
c. Prinsip untuk Mewujudkan Pendidikan Karakter
Berkaitan dengan pendidikan karakter ini, Character Education Quality
Standards merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter
yang efektif, sebagai berikut : (Mulyasa, 2012:17-18).
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
2. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku
3. Menggunakan pendekatam yang tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter
4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku
yang baik
6. Memiliki cakupan tehadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses
7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para peserta didik
24
8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang
sama
9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Dalam pendidikan karakter sangat penting dikembangkan nilai-nilai etika
inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab, dan rasa hormat
terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya
seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter
yang baik.
6. Pengertian Karakter
Secara harfiah, Menurut Hornby dan Pornwell (2010) karakter artinya
kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi Kurniawan (2010,
dalam Barnawi, 2012: 20).
Menurut Kamus Besar Besar Indonesia (2008) karakter merupakan sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain. Karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan
terejahwantahkan dalam perilaku Kementerian Pendidikan Nasional (2010, dalam
Samani, dkk, 2012: 42).
25
Karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi
seluruh aktifitas kehidupan, baik yng berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri,
sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat Suyadi (2013: 5-6).
Warsono, dkk (2010) mengutip Jack Corley dan Thomas Philip (2000,
dalam Samani, dkk 2012: 42) menyatakan karakter merupakan sikap dan
kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.
7. Tanggung Jawab
a. Pengertian Tanggung Jawab
Dalam terjemahan Thomas Lickona, (2012: 72) tanggung jawab secara
literal berarti kemampuan untuk merespon atau menjawab. Yang artinya,
tanggung jawab berorientasi terhadap orang lain dalam memberikan bentuk
perhatian, dan secara aktif memberikan respon terhadap apa yang mereka
inginkan. Tanggung jawab menekankan pada kewajiban positif untuk saling
melindungi satu sama lain.
Landasan karakter dalam Agama Islam bertanggung jawab bersumber
dari Al-Quran : “Apakah manusia itu akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggung jawaban)?” (QS. Al-Qiyamah: 36).
Tanggung jawab adalah sisi aktif dari moral. Tanggung jawab termasuk
menjaga diri sendiri dan orang lain, memenuhi kewajiban, berkonstribusi terhadap
masyarakat kita, meringankan beban, dan membangun dunia yang lebih baik
Lickona (2012: 106).
26
Tanggung jawab (responsibility) yaitu bentuk karakter yang membuat
seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu sebaik
mungkin (The Six Pillars of Character dalam Ardi Wiyani, 2013: 39).
Tanggung jawab yaitu menanggapi dengan cara yang pantas dan layak,
bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. Berdasarkan Lifelong
Guidelines, melalui model pembelajaran yang sangat efektif (Samani, 2012: 105).
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa (Kemdikbud, Nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran).
Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan. Indikator
dari tanggung jawab antara lain melaksanakan tugas piket secara teratur, peran
serta aktif dalam kegiatan sekolah, mengajukan usul pemecahan masalah.
Dalam draf Grand Design Pendidikan Karakter diungkapkan nilai-nilai
yang terutama akan dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan formal dan
nonformal, salah satunya adalah tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati,
bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha untuk mencapai prestasi terbaik
(giving the best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stres, berdisiplin diri,
akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil (Samani, Muchlas, 2012:
51).
Dalam The Six Pillars of Character yang dikeluarkan oleh Character
Counts Coalition (a Project of The Joseph Institute of Ethics), salah satunya
27
adalah Responsibility, yaitu bentuk karakter yang membuat seseorang
bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik
mungkin, dalam (Wiyani, Novan Ardy, 2013: 49).
Substansi karakter yang ada pada SKL SD
No Substansi SKL Nilai Karakter
1 Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
tahap perkembangan anak
Jujur, tanggung
jawab
2 Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri Jujur
3 Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku di dalam
lingkungannya
Bertanggung
jawab
4 Menghargai keberadaan agama, budaya, suku, ras dan
golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitar
Peduli
5 Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar
secara logis, kritis, dan kreatif
Cerdas, kreatif
6 Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar,
aman, dan memanfaatkan waktu luang
Sehat, bersih,
tanggung jawab
Tabel 2.1 (Novan, 2013 : 16)
b. Macam-Macam Tanggung Jawab
Manusia itu berjuang untuk memenuhi keperluannya sendiri atau untuk
keperluan pihak lain. Untuk itu ia menghadapi manusia lain di lingkungan
28
masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya manusia juga
menyadari bahwa ada kekuatan lain yaitu kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia
atau hubungan yang dibuatnya. Atas dasar ini lalu dikenal beberapa jenis
tanggung jawab :
1. Tanggung Jawab terhadap Diri Sendiri
Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang
untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian
sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-
masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri.
2. Tanggung Jawab terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Tiap anggota keluarga wajib
bertanggung jawab terhadap anggotanya. Tanggung jawab itu menyangkut
nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab merupakan kesejahteraan,
keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
3. Tanggung Jawab terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dari manusia
lain, sesuai kedudukannya sebgai makhluk sosial. Manusia merupakan
anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti
anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam
masyarakat tersebut.
29
4. Tanggung Jawab terhadap Bangsa/Negara
Tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam
berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-
norma yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya
sendiri. Bila perbuatan manusia salah, maka harus bertanggung jawab
terhadap negara.
5. Tanggung Jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab,
melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung
jawab terhadap Tuhan. Sehingga perbuatan manusia tidak akan lepas dari
hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci
melalui berbagai macam agama.
c. Indikator Tanggung Jawab
Indikator Keberhasilan Integrasi Pendidikan Karakter dengan Kehidupan
Siswa (Asmaun, hlm: 181) diadopsi dari Puskur Kemdiknas, Pengembangan
Pendidikan ..., hlm:25-30
Nilai Indikator Sekolah Indikator Kelas
Tanggung Jawab - Membuat laporan setiap
kegiatan yang dilakukan
dalam bentuk lisan maupun
tertulis
- Melakukan tugas tanpa
- Pelaksanaan
tugas piket
secara teratur
- Peran serta aktif
dalam kegiatan
30
disuruh
- Menunjukkan prakarsa untuk
mengatasi masalah dalam
lingkup terdekat
- Menghindarkan kecurangan
dalam pelaksanaan tugas
sekolah
- Mengajukan usul
pemecahan
masalah
Tabel 2.2 Asmaun, hlm: 181
Sedangkan menurut Sukadiyanto (dalam Prasetya, 2014: 18) penjabaran
nilai tanggung jawab ialah sebagai berikut:
a. Memenuhi kewajiban diri.
b. Dapat dipercaya.
c. Dapat mengontrol diri sendiri.
d. Gigih.
e. Persiapkan diri untuk menjadi yang terbaik.
f. Tepat waktu saat berlatih dan bermain.
g. Disiplin diri.
h. Dapat bekerja sama dengan teman satu tim.
d. Nilai-Nilai Tanggung Jawab
Nilai-nilai dalam Kurikulum Pendidikan Karakter Sekolah Dasar
menurut Character Counts (Six Pillars of Character Education)
No Nilai Karakter Bagaimana Caranya untuk Menjadi
31
1 Responsibility (Penuh
Tanggung Jawab)
Orang yang Bertanggung Jawab
- Jadilah orang yang dapat
diandalkan, jika engkau sepakat
untuk mengerjakan sesuatu,
kerjakanlah
- Jalankanlah urusanmu dengan baik.
Jangan melakukan hal lain semata-
mata karena engkau menganggap
hal itu perlu engkau lakukan.
Fokuslah
- Bertanggung jawablah pada apapun
yang engkau lakukan, jangan
menyalahkan orang lain, atau
sekadar meminta maaf karena
kesalahan yang engkau perbuat
- Gunakan otakmu, pikirlah sebelum
bertindak, pikirkanlah akibat-akibat
dari pebuatanmu.
Tabel 2.3 Keterangan : Nilai-nilai ini diajarkan mulai dari TK sampai kelas 8 (di
Amerika Serikat, SD dimulai kelas 1 sampai kelas 5, SMP dimulai kelas 6 sampai
kelas 8) (Samani, Muchlas, 2012:56).
32
Butir-butir karakter dalam Lifelong Guidelines dan penjelasannya, salah
satunya adalah tanggung jawab (Samani, Muchlas, 2012:104).
Kecakapan hidup Maknanya
Tanggung jawab Menanggapi dengan cara yang pantas dan layak
Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan
Tabel 2.4
Nilai-Nilai Karakter dan Maknanya Menurut Character First (Januari
2011) (Muchlas Samani, 2012: 109).
Nilai Karakter Maknanya bagi Saya
Tanggung jawab Mengetahui dan melaksanakan apa yang diharapkan
akan saya lakukan
Tabel 2.5
Model pembelajaran kooperatif Menurut Johnson dan Johnson
kriteria Penjelasan
Tanggung jawab
individu
Kinerja setiap anggota kelompok dinilai. Oleh sebab
itu, setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
melaksanakan tugasnya sendiri, mencapai tujuan
kelompok, dan menguasai seluruh materi ajar.
Tabel 2.6 Dalam Samani (2013: 165) dikutip oleh Richard M. Felder dan Rebecca
Brent (2007)
33
Sikap tanggung jawab harus dilatih dalam setiap pribadi sehingga
terbiasa untuk menunjukkan kinerja terbaik sebagai bagian pemenuhan amanah
yang telah diembankan atas dirinya. Ciri orang bertanggung jawab antara lain :
1. Selalu mengerjakan pekerjaan atau tugas dengan cara terbaik, maksimal,
dan penuh semangat.
2. Tidak mudah menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kegagalan dalam
pekerjaan yang menjadi amanah atas dirinya
3. Selalu mengerjakan tugas atau pekerjaan yang diembankan pada dirinya
dengan penuh kesungguhan, semangat, dan mengoptimalkan semua potensi
yang dimiliki, serta mengerjakannya tuntas dan tidak suka meninggalkan
pekerjaan di “tengah jalan”
4. Membiasakan diri untuk selalu bersemangat dalam mewujudkan apapun
serta menjauhkan diri dari sikap santai dan bermalas-malasan dalam
menjalankan amanah atas dirinya.
5. Memiliki keterampilan manajerial
8. Kerja Keras
a. Pengertian kerja keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya Kemendiknas (2010: 8-9). Kerja keras yaitu memiliki
prakarsa, tekun/rajin, penetapan atau perencanaan yang matang, kecerdikan atau
kecerdasan. Zuhdi (dalam Baroroh, 2011: 153. Orang yang bekerja keras selalu
berusaha menjalankan perencanaan dengan tepat dan akurat.
34
b. Indikator Kerja Keras di Sekolah
1. Pengelolaan pembelajaran yang menantang
2. Mendorong semua warga sekolah untuk berprestasi
3. Berkompetisi secara fair
4. Memberikan penghargaan kepada siswa berprestasi
c. Indikator Kerja Keras di Kelas
1. Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.
2. Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan
belajar.
3. Menciptakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
4. Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan
belajar.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Penelitian Alfian Budi Prasetya (2014) yang berjudul Penerapan
Pendidikan Karakter Nilai Disiplin dan Nilai Tanggung Jawab dalam
Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK)
di Kelas I dan IV SD Negeri Percobaan 3. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemahaman guru PJOK tentang pendidikan karakter masih
kurang. Guru sudah mencantumkan nilai karakter dalam silabus dan RPP
dalam perencanaan pembelajaran. Pada kegiatan pembelajaran, nilai
disiplin yang terlihat selama penelitian antara lain siswa dan guru sudah
disiplin dalam waktu dan mentaati peraturan. Tetapi disiplin perilaku
siswa masih kurang. Terkait nilai tanggung jawab, guru dan siswa sudah
baik dalam bertanggung jawab dengan semua tindakan yang dilakukan,
35
memenuhi kewajiban diri, dan dapat dipercaya. Evaluasi pendidikan
karakter yang dilakukan oleh guru ialah dengan menilai perilaku siswa
yang dilakukan setiap akhir semester. Faktor pendukung terlaksananya
pendidikan karakter dalam pembelajaran PJOK ialah sekolah mempunyai
komitmen kuat untuk melaksanakan pendidikan karakter serta siswa
memiliki perilaku yang baik. Sedangkan faktor penghambatnya ialah
guru masih kesulitan dalam hal penguasaan kelas.
2. Penelitian Siti Harlina, Hasdin, dan Arif Firmansyah (2014) yang
berjudul Penerapan Metode Pemberian Tugas untuk Meningkatkan Rasa
Tanggungjawab dalam Pembelajaran PKn di Kelas III SDN Baho
Makmur Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat setelah mengalami
pembelajaran menggunakan metode pemberian tugas. Pada siklus I
ketuntasan belajar individual 60, pada siklus II meningkat menjadi 100%.
Persentase daya serap klasikal pada siklus I 70,46 %, dan pada siklus II
meningkat menjadi 93 %. Sedangkan nilai persentase ketuntasan klasikal
pada siklus I sebesar 90,2 %, dan pada siklus II meningkat menjadi 100
%. Berdasarkan data-data tersebut disimpulkan bahwa dengan
menerapkan metode pemberian tugas individu dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab terhadap pembelajaran PKn.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tofik Mey Haryanto (2011) mengenai
Penanaman Nilai-Nilai Karakter Melalui Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII Smp Negeri 1 Kejobong
Purbalingga. Hasil penelitian menunjukkan proses penanaman nilai-nilai
36
karakter dalam pembelajaran PKn telah berjalan dengan cukup baik.
Nilai-nilai yang ditanamkan seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin,
demokratis, semangat kebangsaan tanggung jawab dan cinta tanah air.
Pendekatan dalam penanaman nilai-nilai karakter yaitu 1) Pendekatan
penanaman nilai dengan keteladanan, penguatan positif dan negatif. 2)
Pendekatan moral kognitif dilakukan dengan melakukan diskusi
kelompok dengan dilema moral seperti berdiskusi cara mengemukakan
pendapat secara bebas dan bertanggung jawab; 3) Pendekatan klarifikasi
nilai dengan cara simulasi seperti mensimulasikan musyawarah dengan
memperhatikan aturan musyawarah; 4) Pendekatan pembelajaran berbuat
(tindakan) dengan cara himbauan dan pembiasaan. menghimbau siswa
untuk melaksanakan ibadah dan toleran terhadap agama atau
kepercayaan lain, menghimbau siswa untuk berani mengemukakan
pendapat dan berani bertanggung jawab. Membiasakan musyawarah
dalam menyelesaiakan masalah, dan dalam pengambilan keputusan.
4. Penelitian Dedi Suparman, Rochmiyati, Sugianto tentang Hubungan
Peranan Guru Sekolah Dasar Dengan Sikap Tanggung Jawab Siswa,
kesimpulan penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan
peranan guru sekolah dasar terhadap sikap tanggung jawab social siswa
sekolah dasar se-Kecamatan Labuhan Ratu.
5. Penelian selanjutnya dilakukan oleh Rohmah Kurniawati (2014) tentang
Penanaman Karakter Tanggung Jawab Siswa Pada Pelaksanaan Ulangan
Harian Dalam Mata Pelajaran Pkn Studi Kasus: Siswa Kelas VII B Mts
Muhammadiyah 07 Klego Boyolali Tahun Ajaran 2013/2014.
37
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan yaitu
(1) penanaman karakter tanggung jawab pada pelaksanaan ulangan
harian dalam mata pelajaran PKn telah diupayakan guru dan kepala
sekolah hal tersebut telah diapresiasikan oleh peserta didik, antara lain
mengerjakan soal ulangan sendiri tanpa bantuan orang lain, belajar
mandiri. (2) Kendala dalam menanamkan karakter tanggung jawab pada
pelaksanaan ulangan harian dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, lebih banyak datang dari siswanya yaitu kurangnya
motivasi dalam diri. (3) Solusi dari masing-masing masalah dalam
menanamkan karakter tanggung jawab pada pelaksanaan ulangan harian
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan selalu
memberi motivasi, dorongan untuk belajar lebih giat dan memberi
fasilitas dalam belajar.
C. Kerangka Pikir
Tujuan dan fungsi pendidikan nasional yaitu membentuk karakter
(watak) peserta didik menjadi insan kamil (manusia sempurna). Arah dari
pendidikan nasional ialah untuk menciptakan generasi yang cerdas intelektual dan
berakhlak mulia. Namun kenyataannya, aspek afektif dalam pembelajaran masih
sering diabaikan. Prestasi dalam aspek kognitif masih sering dijadikan tolak ukur
keberhasilan dalam sebuah pembelajaran. Hal ini dapat berakibat terbentuknya
individu-individu yang kecerdasan intelektualnya bagus, tetapi memiliki karakter
yang buruk.
38
Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya tata krama dan etika
moral dalam kehidupan di sekolah yang mengakibatkan sejumlah dampak negatif
yang amat meresahkan. Kondisi moral atau akhlak generasi muda yang rusak ini
ditandai dengan banyaknya pelajar yang tidak punya sopan santun kepada orang
lain, tidak meghormati orang yang lebih tua, suka bertengkar dengan teman,
sering berbuat tidak jujur, membolos sekolah, tawuran antar siswa, kasus
pencurian yang melibatkan pelajar, menyalin hasil pekerjaan teman atau
menyontek, tidak tertib dan sering melanggar peraturan atau hukum yang berlaku,
penggunaan bahasa yang tidak baik, dan lain sebagainya. Hal semacam itu tidak
akan terjadi apabila dalam setiap individu tertanam nilai moral dan karakter yang
positif. Itulah pentingnya pendidikan karakter yang diharapkan mampu
menciptakan pribadi dengan akhlak mulia.
Pendidikan karakter dapat diterapkan di lingkup sekolah yang salah
satunya melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mata
pelajaran PKn sangat erat kaitaannya dengan nilai-nilai karakter dan
memfokuskan pada pembentukan karakter warga negara yang mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibanya sebagai wahana untuk mengembangkan
dan melestarikan buda bangsa yang diharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku
sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan makhluk
ciptaan Tuhan. Tetapi kenyataannya PKn hanya fokus pada ranah kognitif, serta
sering mengabaikan ranah afektifnya.
Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan di SD Negeri
Pandesari 02, diketahui bahwa sekolah tersebut telah berupaya untuk
melaksanakan pendidikan karakter bagi peserta didiknya. Guru Kelas sebagai
39
guru mata pelajaran PKn juga sudah berusaha untuk menerapkan pendidikan
karakter dalam setiap pembelajarannya, tetapi hasilnya belum maksimal dan
masih menuntut pada segi hasil atau kemampuan kognitif siswa.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa masih ada berbagai
permasalahan dalam pembelajaran PKn di kelas 2 yang terkait dengan nilai
karakter tanggung jawab dan kerja keras. Saat pembelajaran masih ada siswa yang
datang terlambat. Ada pula beberapa siswa yang kurang disiplin perilaku. Bahasa
yang digunakan siswa juga terkadang kurang sopan. Selain itu, siswa kurang bisa
menghargai dan menghormati sesama temannya. Siswa masih bergantung dengan
guru ataupun siswa lain atau temannya. Serta siswa kurang bertanggung jawab
dengan penugasan yang diberikan kepadanya.
Melalui penelitian ini diharapkan mampu menggali lebih dalam terkait
pembentukan nilai karakter tanggung jawab dan kerja keras dalam tema “Budi
Pekerti” di kelas 2 SD Negeri Pandesari 02.
40
Berikut ini gambar kerangka pikir dalam penelitian ini
Pembelajaran yang masih
mengabaikan ranah afektif
Banyaknya tindakan yang tidak
berkarakter, misalnya menyalin hasil
pekerjaan teman, dll.
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar,
salah satunya dengan perapan metode
bermain peran/Role Playing
Pembentukan Nilai Karakter Tanggung
Jawab dan Kerja Keras dalam Tema
Budi Pekerti Siswa Kelas 2
Hasil Pembentukan
Nilai Karakter
Tanggung Jawab
dan Kerja Keras
Nilai Karakter
Tanggung Jawab
dan Kerja Keras