BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat ...€¦ · IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat ...€¦ · IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)...
6
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD
2.1.1.1 Hakikat IPA
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan salah satu mata pelajaran yang
sudah ada pada jenjang SD (sekolah dasar), IPA mempelajari tentang peristiwa
atau fenomena-fenomena yang terjadi dialam atau disebut juga dengan ilmu
tentang alam.Susanto (2013:167) mengemukakan bahwa “Sains atau IPA adalah
usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat
pada sasaran serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran
sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”.
Gagne (dalam Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati 2014:24)
mengungkapkan bahwa “IPA harus dipandang sebagai cara berfikir dalam
pencarian tentang pengertian rahasia alam, sebagai cara penyelidikan terhadap
gejala alam dan sebagai batang tubuh pengetahuan yang dihasilkan dari inkuiri”.
Selanjutnya menurut Carin dan Sund(dalam Asih Widi Wisudawati dan Eka
Sulistyowati 2014:24) mengatakan “IPA merupakan pengetahuan yang sistematis
dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan dan
data hasil observasi dan eksperimen.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
IPA adalah Ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan-pengetahuan tentang
alam yang ada disekitar kita dan dapat diterapkan langsung dalam kehidupan
sehari-hari (nyata).
Pada hakikatnya didalam IPA terdapat sebuah proses ilmiah, produk
ilmiah dan sikap ilmiah. Sutrisno (dalam Ahmad Susanto 2013:167)
menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai teknologi. Tapi
secara umum IPA pada hakikatnya merupakan produk, proses dan sikap. IPA
sebagai produk, diartikan sebagai kumpulan hasil penelitian yang isinya berbentuk
fakta, prinsip, hukum dan teori-teori IPA. IPA sebagai proses digunakan untuk
7
menggali semua fakta dan konsep yang ada dialam. IPA sebagai sikap, seorang
peneliti harus memiliki sikap seorang ilmuan dalam melaksanakan penelitian dan
mengkomunikasikan hasi-hasil penelitiannya. Menurut Sulistyorini (dalam
Ahmad Susanto 2013:169) ada sembilan aspek yang dikembangkan dalam sikap
ilmiah yaitu: sikap ingin tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerja
sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab,
berfikir bebas, dan kedisiplinan diri.
IPA juga memiliki karakteristik sebagai dasar untuk memahaminya.
Menurut Jacobson & Bergman (dalam Ahmad Susanto 2013:170), sebagai
berikut:
1. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.
2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena
alam, termasuk juga penerapannya.
3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap
rahasia alam.
4. IPA tidak dapat dibuktikan semua akan tetapi hanya sebagian dan
beberapa saja.
5. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat
objektif.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA SD
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari manusia, jika alam tidak digunakan dengan bijaksana maka
akan berdampak buruk bagi lingkungan. Maka dari itu pembejaran IPA di SD
diharapkan mampu menumbuhkan rasa perduli terhadap lingkungan alam sejak
dini.
Adapun tujuan pembelajaran IPA di SD dalam BSNP 2006 (dalam Ahmad
Susanto 2013:171-172)seperti berikut: (1) memperoleh keyakinan terhadap
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan
keteraturan alam ciptaan-Nya. (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
8
sehari-hari. (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat. (4) mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. (5)
meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam. (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai
alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. (7) memperoleh
bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP.
Jadi Pembelajaran IPA SD merupakan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan untuk meningkatkan rasa keperdulian siswa terhadap pelestarian alam
atau lingkungan yang ada dalam kehidupan nyata atau sehari-hari.
Secara umum IPA memiliki fungsi dan tujuan yang berdasarkan kurikulum
berbasis kompetensi Depdiknas 2003:2 (dalam Trianto 2011:138), seperti berikut:
1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi.
4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup dimasyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Berikut adalah materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
bentuk energi dan cara penggunaanya sedangkan SK dan KD nya seperti berikut
dapat dilihat pada tabel 2.1, yaitu:
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Kelas VI Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
8. Memahami berbagai bentuk energi
dan cara penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari
8.1 Mendeskripsikan energi panas dan
bunyi yang terdapat di lingkungan
sekitar serta sifat-sifatnya
9
2.1.2 Belajar dan Hasil Belajar
Kita pasti sering mendengar kata “belajar” tetapi masih banyak sekali
orang yang tidak tahu apa sebenarnya arti belajar itu, belajar merupakan suatu
usaha seseorang untuk mengubah perilaku atau kebiasaannya. Purwanto (2009:43)
mengatakan bahwa “belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri
mahasiswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan
perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”.
Slameto (2010:2) merumuskan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”.
Kingskey (dalam Syaiful Bahri Djamarah 2008:13) mengatakan bahwa
“belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau
diubah melalui praktek atau latihan”.
Dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
perubahan tingkah laku seseorang melalui latihan dan pengalaman yang ada
didalam lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang dimaksud yaitu seperti
meningkatnya sikap, minat dan rasa percaya diri untuk mencari hal yang
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.
Hasil belajar biasanya digunakan untuk mengukur seberapa paham
seseorang menguasai materi yang sudah diajarkan sebelumnya. Suprijono
(2009:5-6) mengatakan bahwa “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-
nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”.
Sementara Bloom (Suprijono, 2002:6) mengatakan bahwa “hasil belajar
mencangkup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor”.
Menurut Lindgren (Suprijono, 2009:7) Mengemukakan bahwa “hasil
belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya satu aspek
potensi kemanusiaan saja”. M. Thobroni (2015:20-22).
Jadi hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut
mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
10
2.1.3 Model Pembelajaran Cooperative Learning
Model pembelajan Cooperative Learning merupakan model yang sangat
efektif digunakan guru selama proses pembelajaran karena mengutamakan
keaktifan siswa didalam sebuah kelompok.Suprijono (2009:47) mengatakan
bahwa “Cooperative Learning adalah suatu cara pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik
agar bekerja sama selama proses pembelajaran”. Kemudian dilanjutkan kembali
oleh Suprijono (2009:47) “Cooperative Learning adalahpembelajaran
menggunakan kelompok kecil bekerja sama untuk memaksimalkan hasil”.
Selanjutkan menurut Slavin dan kagan(dalam Agus Suprijono 2009:49)
mengatakan bahwa “Cooperative Learning bukan hanya sekedar belajar
berkelompok, Cooperative Learning lebih menunjukan pada fenomena groupness
yaitu kelompok sebagai suatu kesatuan yang bukan semata-mata kumpulan orang
yang saling berdekatan melainkan kesatuan yang bulat di antara anggota-
anggotanya”.
Jadi pembelajaran Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran
yang menggunakan interaksi langsung dan kerja sama antar siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.
2.1.3.1 Model Group Investigation
Model pembelajaran Cooperative tipe GI ini merupakan salah satu model
yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan kerja sama antarsiswa dalam
sebuah kelompok diskusi, model Group Investigation ini juga dapat digunakan
untuk semua tingkatan kelas dan mata pelajaran yang ada di SD. Sharan (dalam
Miftahul Huda 2011:123) mengemukakan “bahwa model pembelajaran GI lebih
menekankan dimanasiswa diberi kontrol dan pilihan penuh untuk merencanakan
apa yang ingin dipelajari dan diinvestigasikan”.
Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005:21) mengatakan bahwa “ GI
adalah strategi pembelajaran Cooperativeyang menempatkan siswa ke dalam
kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik”. http://www.kajian
11
pustaka.com/2012/10/model-pembelajaran-group-investigation.html(diunduh
20Februari 2016).
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan,
demikian pula dengan model pembelajaran Group Investigation. Kelebihan dari
Group Investigation menurut (Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati
2014:67) yaitu, seperti berikut:
1. Meningkatkan kemandirian peserta didik dalam menyelesaikan masalah.
2. Meningkatkan kreativitas peserta didik.
3. Meningkatkan kemampuan interpersonal ketika bekerja sama antara peserta
didik.
4. Meningkatkan penalaran peserta didik (Higher Order Thinking Skill).
5. Meningkatkan proses mental peserta didik .
Kekurangan model pembelajaran GI menurut Setiawan, 2006:9 seperti berikut:
1. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan.
2. Sulitnya memberikan penilaian secara personal.
3. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, model pembelajaran
GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk
memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri.
4. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif.
http://www.mengejarasa.com/2012/08/model-pembelajaran-kooperatif-
group.html (diunduh 20 Februari 2016)
Langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation menurut
Sharan, dkk. (dalam Trianto 2009:80) meliputi:
Fase 1: Memilih topik, siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah
masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Sebelumnya sudah
dibentuk sebuah kelompok (setiap kelompok terdiri dari 2-6 siswa).
Fase 2: Perencanaan kooperatif, siswa dan guru merencanakan prosedur
pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik
yang telah dipilih pada tahap pertama.
12
Fase 3:Implementasi, siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan
didalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam
aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa
kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik didalam atau diluar
sekolah.
Fase 4: Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan menyintesis informasi yang
diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi
tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan
untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
Fase 5: Presentasi hasil final, beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil
penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas.
Fase 6: Evaluasi, dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda
dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi
kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan.
Slavin (2005:218-220)http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/model-
pembelajaran-group-investigation.htmlmediunduh tanggal 21 Februari 2016
menyatakan bahwa sintak dalam model pembelajaran Group Investigationyaitu
sebagai berikut:
Tahap 1: Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa dalam kelompok.
Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari secara bersama-sama anggota
kelompok merencanakan tugas belajar yaitu dengan menjawab setiap
pertanyaan-pertnyaan seperti: Apa yang kita pelajari?, Bagaimana kita
belajar?, Siapa yang melakukan apa (pembagian tugas)? dll.
Tahap 3: Melakukan investigasi yaitu:
1. Siswa dalam kelompok mengumpulkan informasi, menganalisis data
dan mencapai kesimpulan.
2. Masing-masing anggota kelompok memberikan kontribusi padausaha
kelompok.
3. Masing-masing anggota kelompok mempertukarkan, mendiskusikan,
mengklarifikasi dan mensintesis ide-ide.
13
Tahap 4: Mempersiapkan laporan, anggota kelompok merencanakan apa yang
ingin mereka laporkan atau bagaimana mereka akan mempersentasikan
hasil diskusi.
Tahap 5: Mempersentasikan laporan akhir, Semua kelompok mempersentasikan
hasil diskusi didepan kelas.
Tahap 6: Evaluasi, Siswa memberikan umpan balik tentang topik permasalahan
yang telah diselesaikan, guru dan siswa mengevaluasi keseluruhan topik.
2.1.3.2 Media Permainan Teka-Teki Silang
Untuk melaksankan pembelajaran yang menyenangkan dan kreatif itu
tidak harus yang mahal-mahal. Seorang guru dapat memanfaatkan permainan
yang ada didalam kehidupan sehri-hari sebagai media pembelajaran misalnya
yang kita bahas pada saat ini yaitu dengan menggunakan media permainan teka-
teki silang. Permainan ini sering kali dimain kan oleh anak-anak hingga dewasa
karena dapat memancing seseorang untuk berfikir kritis dan berpengetahuan luas
dalam menjawab pertanyaan. Munir (2005) http://www.cse.ohio.html (diunduh20
Februari 2016) mengatakan bahwa “teka-teki silang merupakan suatu permainan
dengan polayang berbentuk segi empat yang terdiri dari kotak-kotak yang
berwarna hitam putih, serta dilengkapi 2 lajur, yaitu mendatar (kumpulan kotak
yang berbentuk satu baris dan beberapa kolom) dan menurun (kumpulan kotak
satu kolom dan beberapa baris)”.Menurut Silberman (2006:256)
http://www.wawasanpendidikan.com/2014/11/metode-pembelajaran-crossword-
puzzle-teka-teki-silang.html (diunduh 08 Maret 2016)Crossword puzzle (teka-teki
silang) adalah salah satu metode pembelajaran aktif bagi peserta didik yang
melibatkan semua peserta didik untuk berfikir saat pembelajaran berlangsung
dengan mengisi teka–teki silang (Crossword puzzle) sehingga peserta didik
menjadi lebih antusias dalam mengikuti pelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teka-teki silang adalah salah satu strategi
pembelajaran yang dilakukan oleh guru supaya siswa tidak bosan selama proses
pembelajaran, yang menggunakan sebuah kotak-kotak kosong disertai pertanyaan,
kemudian diisi dengan huruf-huruf jawaban.
14
Contoh teka-teki silang dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar kerja siswa teka-teki silang energi panas (siklus I)
2. Lembar kerja siswa teka-teki silang energi bunyi (siklus II)
Berikut ini merupakan keunggulan dan kekurangan dari Media Permainan Teka-
Teki Silang:
1. Keunggulan: Lebih simpel untuk diajarkan, selain itu dapat melatih
ketelitian atau kejelian siswa dalam menjawab pertanyaan dan mengasah
otak, memerlukan waktu interaksi yang cepat, membuat siswa aktif dan
tidak bosan, menciptakan suasana belajar baru dikelas.
2. Kekurangan: Setiap jawaban teka-teki silang hurufnya ada yang
berkesinambungan.Jadi siswa merasa bingung apabila tidak bisa
menjawab salah satu soal dan itu akan berpengaruh pada jawaban siswa
yang hurufnya berkaitan dengan soal yang siswa tidak bisa menjawab.
Langkah-langkah Media Permainan Teka-Teki Silangmenurut Zaini, dkk.
(2002:73) antara lain:
1. Tulislah kata-kata kunci, terminologi atau nama-nama yang berhubungan
dengan materi yang akan anda berikan.
2. Buatlah kisi-kisi yang dapat diisi dengan kata-kata yang telah dipilih.
Hitamkan bagian yang tidak diperlukan.
3. Buatlah pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya adalah kata-kata yang
telah dibuat atau dapat juga hanya membuat pertanyaan-pertanyaan yang
mengarah pada kata-kata tersebut.
4. Bagikan teka-teki ini kepada siswa. Bisa individu maupun kelompok.
5. Beri waktu selama permainan berlangsung.
6. Beri hadiah kepada kelompok atau individu yang mengerjakan paling
cepat dan benar.
15
2.1.3.3 Pembelajaran IPA di SD Menggunakan Model GI Dan Media
Permainan Teka-Teki Silang
Pembelajaran Cooperative tipe GI merupakan salah satu model yang lebih
menekan kan pada proses berfikir kritis dan keaktifan siswa dalamsebuah
kelompok, sementara media permainan Teka-Teki Silang digunakan agar siswa
dapat bermain sambil belajar sehingga tidak merasa bosan selama proses
pembelajaran berlangsung. Dengan menggunakan model GI dan Media
Permainan Teka-Teki Silang ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA pada materi energi dan penggunaannya.
Langkah-langkah penerapan model GI dan media permainan Teka-Teki Silang,
yaitu sebagai berikut:
1. Siswa dibentuk dalam sebuah kelompok kecil (setiap kelompok terdiri dari
2-6 orang) kemudian setiap kelompok memilih topik yang sudah disiapkan
oleh guru. (tentang energi panas dan bunyi)
2. Siswa dan guru merencanakan prosedur dalam kelompok.
3. Siswa menerapkan prosedur yang sudah ditetapkan.
4. Setiap kelompok mulai menganalisis setiap soal dan menulis jawabannya
dilembar teka-teki silang yang sebelumnya sudah disiapkan oleh guru.
5. Semua kelompok mempresentasikan hasil diskusi nya didepan kelas dan
dikoordinir oleh guru.
6. Siswa dan guru bersama-sama mengevaluasi semua topik secara
keseluruhan yaitu tentang energi panas dan bunyi.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang menggunakan model Group Investigation
yang relevan dengan penelitian ini, yaitu:
a. Sutanto (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Group Investigation Siswa
Kelas V SDN Gejayan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang Tahun
Ajaran 2011/2012”.Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwamodel
Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis
16
penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dan pada materi
Gaya, Gerak, dan Energy. Penelitian ini menunjukan bahwa model Group
Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yang dapat kita lihat
dari hasil penelitianya yaitu pada pra siklus ketuntasan belajar hanya
dicapai oleh 7 anak dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 33 %
dengan rata-rata 58. Sedangkan pada siklus I ketuntasan belajar dapat
dicapai oleh 14 siswa dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 66 %
dengan rata-rata 69. Hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar
yang dicapai siswa yaitu sebesar 33 %. Sama halnya pada siklus II, dari
siklus I dengan ketuntasan sebesar 66% ,pada siklus II dapat meningkat
menjadi 95% jadi mengalami kenaikan ketuntasan sebesar 31% dengan
nilai rata-rata 83. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Pembelajaran
menggunakan metode Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa Kelas V Semester II SD Negeri Kecamatan Pakis Kabupaten
Magelang Tahun 2011/2012.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Khusmiarti (2013) ini berjudul
“Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model
Pembelajaran Group Investigation Siswa Kelas V SDN Kutoharjo 01 Pati
Semester 1 Tahun Ajaran 2013/2014”. Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (PTK). Model PTK yang digunakan adalah
model spiral dari Kemmis, S. dan Mc Taggart, R yang dilaksanakan 2
siklus, yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan
pengamatan, serta refleksi. Variabel penelitian ini menggunakan dua
variable yaitu model pembelajaran GI dan hasil belajar matematika. Dari
hasil penelitian menggunakan model Group Investigation ini meningkat,
dapat dilihat dari pra siklus sebesar 32%, siklus I sebesar 68%, siklus II
sebesar 92 %. Hasil belajar tersebut didukung oleh aktivitas siswa dalam
diskusi kelompok. Dengan peningkatan hasil belajar yaitu dari pra siklus
ke siklus 1 mengalami kenaikan sebesar 68 %, dari pra siklus ke siklus II
mengalami kenaikan sebesar 92 %, (jauh dari kriteria keberhasilan yang
mencapai 80%) dan telah mencapai indikator keberhasilan yang
17
diharapkan yaitu hasil belajar matematika yang tinggi. Mendasarkan pada
hasil penelitian, maka disarankan bahwa guru hendaknya menggunakan
dan mengembangkan model GI dalam pembelajaran matematika SD
dengan SK „1.1 “melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk
penggunaan sifat-sifatnya pembulatan dan penaksiran”.
Dari kajian-kajian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan-
perubahan pada hasil belajar dalam kegiatan berfikir untuk memecahkan masalah.
Dengan tindakan-tindakan yang dilakukan terbukti mampu meningkatkan hasil
belajar siswa. Mengacu pada penelitian di atas, akan dilakukan penelitian tindakan
kelas, yaitu dengan melakukan penelitian yang bertemakan Penggunaan Model
Group Investigation Berbantuan Media Permainan Teka-Teki Silang Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 4 Semester II SDN
Kutowinangun 09 Salatiga Tahun Ajaran 2015-2016.
Adapun persamaan dan perbedaan dari hasil penelitian yang relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu, sebagai berikut:
a. Persamaan dari hasil penelitian relevan 1 dengan penelitian yang akan
dilakukan peneliti:
1. Model yang digunakan sama yaitu model pembelajaran GI (Group
Investigation).
2. Mata pelajaran yang digunakan sama yaitu IPA.
3. Jenis penelitian yang dilakukan sama yaitu menggunakan penelitian
tindakan kelas.
Perbedaan dari hasil penelitian relevan 1 dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti:
1. Kelas yang diteliti berbeda, dari hasil penelitian relevan 1 melakukan
penelitian dikelas 5 sementara peneliti melakukan penelitian dikelas 4.
2. SK dan KD.
3. Semester dan tahun ajaran .
4. SD yang diteliti berbeda, dari hasil penelitian relevan 1 melakukan
penelitian di SDSDN Gejayan, Kecamatan Pakis, Kabupaten
18
Magelangsementara peneliti melakukan penelitian di SDN
Kutowinangun 09 Salatiga.
5. Peneliti menggunakan model GI berbantuan media permainan Teka-
Teki Silang sementara di hasil penelitian relevan 1 ini hanya
menggunakan model GI.
b. Persamaan dari hasil yang relevan 2 dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti:
1. Model yang digunakan sama yaitu menggunakan model GI.
2. Sama-sama menggunakan jenis penelitian tindakan kelas.
Perbedaan dari hasil yang relevan 2 dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti:
1. Mata pelajaran yang digunakan berbeda, penelitian yang relevan 2 ini
menggunakan mata pelajaran matematika sementara peneliti
menggunakan mata pelajaran IPA.
2. Kelas yang digunakan berbeda penelitian yang relevan 2 melakukan
penelitian dikelas 5 sementara peneliti dikelas 4.
3. SK dan KD.
4. Semester dan tahun ajaran.
5. SD yang diteliti berbeda, dari hasil penelitian relevan 2 melakukan
penelitian diSDN Kutoharjo 01 Patisementara peneliti melakukan
penelitian di SDN Kutowinangun 09 Salatiga.
6. Peneliti menggunakan model GI berbantuan media permainan Teka-
Teki Silang sementara di hasil penelitian relevan 2 ini hanya
menggunakan model GI.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang pada pembelajaran IPA di kelas 4 SDN
Kutowinagun 09 masih bersifat Teacher Centereddan sulit bagi siswa sehingga
menyebabkan hasil belajar IPA siswa masih di bawah KKM yang telah
ditentukan. Hal tersebut dapat diatasi, peneliti melakukan perbaikan proses
pembelajaan melalui model kooperatif Group Investigation Berbantuan Media
19
Permainan Teka-Teki Silang. Pembelajaran Group Investigation Berbantuan
Media Permainan Teka-Teki Silang merupakan usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan model Group
Investigation Berbantuan Media Permainan Teka-Teki Silangyaitu siswa dibagi
dalam kelompok kemudian melaksanakan investigasi materi dan menjawab setiap
pertanyaan dengan menggunakan media permainan Teka-Teki Silang dan
mempresentasikan hasil investigasi sehingga siswa nantinya tidak bosan dan aktif
selama dalam proses pembelajaran berlangsung. Dari penjelasan diatas dapat
dilihat pada bagan 2.2 dibawah ini:
SK 8 KD 8.1 IPA Kelas 4 Semester II
Bagan 2.2 Kerangka Berpikir
Guru belum
menggunakan model GI
Berbantuan Media
Permainan Teka-Teki
Silang
Kondisi awal Hasil belajar siswa
belum mencapai
KKM> 75
Guru mengajar
menggunakan model GI
Berbantuan Teka-Teki
Silang: membentuk
kelompok, memilih
topik, perencanaan
kooperatif/prosedur,
implementasi, analisis
dan sintesis, menulis
jawaban dilembar teka-
teki silang, presentasi
dan evaluasi
Siklus I hasil belajar
meningkat,
mendekati KKM
tetapi masih belum
tuntas
Tindakan
Kondisi akhir
Melalui penggunaan model GI (Group Investigation)
Berbantuan Media Permainan Teka-Teki Silang hasil
belajar dalam pembelajaran IPA meningkat mencapai
90% ≥ KKM (75)
Siklus II
menggunakan model
pembelajaran GI
Berbantuan Teka-
Teki Silang hasil
belajar meningkat
dan tuntas
20
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori, kajian empiris dan kerangka pikir diatas maka
peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Penggunan
modelGroup Investigation Berbantuan Permainan Teka-Teki Silang dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pokok bahasan Energi dan Penggunaanya, siswa
kelas 4 Semester II SDN Kutowinangun 09 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016.