BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 … Indra...kesuksesannya karena akibat...

23
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Atribusi Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut di atas. Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi. Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996) tergantung pada tiga faktor yaitu: a) Kekhususan (kesendirian atau distinctiveness) b) Konsensus c) Konsistensi Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 … Indra...kesuksesannya karena akibat...

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Atribusi

Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam

membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk

membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi

internal maupun eksternal orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk

menerangkan maksud tersebut di atas. Pada dasarnya, teori atribusi

menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang,

mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal

atau eksternal (Robbins, 1996). Perilaku yang disebabkan secara internal

adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu

sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah

perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa

berperilaku karena situasi.

Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996)

tergantung pada tiga faktor yaitu:

a) Kekhususan (kesendirian atau distinctiveness)

b) Konsensus

c) Konsistensi

Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku

individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku

13

seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu lain yang

bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap

perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan

dinilai sebagai atribusi eksternal.

Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan

dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila

konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika

konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal.

Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai

perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu.

Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut

dengan sebab-sebab internal.

Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang dapat memutarbalikkan

arti dari atribusi. Pertama, kekeliruan atribusi mendasar yaitu kecenderungan

untuk meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal daripada internalnya.

Kedua, prasangka layanan dari seseorang cenderung menghubungkan

kesuksesannya karena akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalan

dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal. Penelitian di bidang perpajakan

yang menggunakan dasar teori atribusi salah satunya adalah penelitian Jatmiko

(2006).

Jatmiko (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap wajib

pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Analisis data dilakukan dengan

14

menggunakan teknik analisis regresi berganda. Variabel bebas yang digunakan

adalah sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak

terhadap pelayanan fiskus, sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan,

sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak.

Hasil penelitian Jatmiko (2006) adalah semua variabel bebas yang digunakan

yaitu sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak

terhadap pelayanan fiskus, sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan

secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak.

2.1.2 Definisi Pajak

1) Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-Undang No.28 Tentang KUP

Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Pajak adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Mardiasmo

(2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undng-

Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.

Berdasarkan beberapa definisi, maka dapat disimpulkan bahwa

pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

15

(1) Iuran dari rakyat kepada Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa

uang(bukan barang).

(2) Berdasarkan Undang-Undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta

aturan pelaksanaannya.

(3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung

dapat ditunjuk.

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

(4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2) Fungsi pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

berbangsa, khususnya dalam melaksanakan pembangunan, karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai seluruh

pengeluaran negara termasuk pengeluaran pembangunan. Terdapat dua

fungsi pajak (Mardiasmo, 2011:1), yaitu:

(1) Fungsi Anggaran (budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

16

(2) Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3) Pembagian Jenis Pajak

Menurut Waluyo (2013:12), pajak dapat dikelompokkan ke dalam

tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:

(1) Menurut golongan atau pembebanannya

a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung

wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain. Conto: Pajak Pertambahan

Nilai.

(2) Menurut sifatnya

a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya,

dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai Penjualan atas Barang

Mewah.

17

(3) Menurut pemungut dan pengelolanya

a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contoh: Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Bumi dan

Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.

2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak menurut

Mardiasmo (2011:7), yaitu:

1) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus,

(2) Wajib Pajak bersifat pasif,

(3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

18

2) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

Ciri-cirinya:

(1) Wewenang unuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri,

(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang,

(3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada

pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.4 Wajib Pajak

Definisi atau pengertian Wajib Pajak menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (2007:2), Pasal 1 angka 2 Wajib Pajak adalah orang

pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut

pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan

19

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak badan

adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik

yang melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha

milik daerah dengan nama dalam bentuk apapun, seperti firma, kongsi,

koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi

massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan

bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk

usaha tetap (Mardiasmo, 2011:23).

Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-

26/PJ.2/1998 ditegaskan bahwa agar tidak menimbulkan berbagai

penafsiran yang dapat menyulitkan administrasi maka perlu diberikan

penegasan bahwa administrasi pajak hanya mengenal istilah wajib pajak

efektif dan wajib pajak non efektif dengan pengertian sebagai berikut ini:

1) Wajib pajak efektif adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban

perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa

dan atau Tahunan sebagaimana mestinya.

2) Wajib pajak non efektif adalah wajib pajak yang tidak melakukan

pemenuhan kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajiban

menyampaikan SPT Masa dan atau SPT Tahunan.

Sebagaimana telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur

Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.8/1988 tanggal 2 Oktober 1988, Wajib

Pajak Non Efektif yaitu:

20

1) Wajib pajak yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak

memasukkan SPT PPh.

2) Wajib pajak yang sudah meninggal dunia/bubar, tetapi belum ada surat

keterangan resminya.

3) Wajib pajak tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan

pencairannya oleh Dinas Luar.

4) Wajib pajak yang secara nyata tidak menunjukkan kegiatan usaha.

2.1.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Wajib pajak di dalam proses perhitungan hingga sampai pada

pelaporan pajak hak dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Mardiasmo

(2011:56), hak dan kewajiban wajib pajak, yaitu:

1) Hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut ini:

(1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding.

(2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

(3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

(4) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

(5) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran

pembayaran pajak.

(6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam

Surat Ketetapan Pajak (SKP).

(7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

21

(8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi,

serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

(9) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya.

(10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.

(11) Mengajukan keberatan dan banding.

2) Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut ini.

(1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

(2) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

(3) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

(4) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan

memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang

telah ditentukan.

(5) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

(6) Jika diperiksa wajib:

a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan,

dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang

berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan

usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang

pajak.

b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan

yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaaan.

22

c) Apabila dalam waktu pengungkapan pembukuan, pencatatan,

atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak

terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan

oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

2.1.6 Surat Pemberitahuan (SPT)

1) Pengertian SPT

SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan

atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011:31).

2) Fungsi SPT

Menurut Mardiasmo (2011:31), fungsi Surat Pemberitahuan bagi

Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak

yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

(1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan

atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu)

Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

(2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak

(3) Harta dan kewajiban; dan/atau

(4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa

23

Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), fungsi Surat Pemberitahuan

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan

penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

(1) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

(2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri

oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu

Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku.

Bagi Pemotong/ Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

3) Jenis SPT

Menurut Mardiasmo (2011:34) secara garis besar SPT dibedakan

menjadi dua yaitu:

(1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu

masa pajak.

(2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk

suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

24

4) Batas Waktu Penyampaian SPT

Sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu

penyampaian SPT adalah:

1) Untuk Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (duapuluh) hari

setelah akhir Masa Pajak;

2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak orang pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir

Tahun Pajak; atau

3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun

Pajak.

2.1.7 Kualitas Pelayanan

Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dalam suatu

produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan yang telah ditentukan atau yang telah bersifat laten (Sumadi,

2005). Supadmi (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pelayanan

yang berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada

pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang bisa

dipertanggungjawabkan serta dilakukan secara terus-menerus. Tjiptono

(dalam Hadiati, 2003) mendefinisikan kualitas sebagai derajat sejauh mana

produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Dengan demikian, yang

dikatakan kualitas adalah kondisi dinamis yang menghasilkan:

25

1) Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

2) Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

3) Suatu proses yang memenuhi atau melebihi haparan pelanggan.

4) Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi

dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelangggan (Utami, 2012). Dalam

kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha

melayani kebutuhan orang lain. Menurut Gilbert (2006) pelayanan yang

berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada

pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat

dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.

Menurut gap theory yang diusulkan oleh Parasuraman et.al (1985)

bahwa kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara harapan yang

diinginkan oleh pelanggan dengan penilaian mereka terhadap kinerja

aktual dari suatu penyediaan layanan. Menururt Parasuraman dalam

Tjiptono (2002) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, yaitu:

1) Bukti Langsung, yaitu meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan,

dan komunikasi.

2) Keandalan (reliability) merupakan kemampuan para petugas pajak

dalam memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera dan

memuaskan.

26

3) Daya Tanggap (responsiveness) merupakan karakteristik kecocokan

dalam pelayanan manusia yaitu keinginan para petugas pajak untuk

membantu wajib pajak dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4) Jaminan (assurance), yaitu mencangkup kemampuan, kesopanan, dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas pajak bebas dari risiko,

bahaya atau keragu-raguan.

5) Empati (emphaty), yaitu meliputi kemudahan petugas dalam melakukan

hubungan komunikasi yang baik dan memahami para wajib pajak.

2.1.8 Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh

seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala

yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indera.

Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal

budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah

dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan merupakan hasil dari

“tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun

lingkungan. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai

dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan

perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.

27

Pengetahuan perpajakan merupakan pemahaman Wajib Pajak

mengenai hukum, undang-undang, tata cara perpajakan yang benar.

Selanjutnya pemahaman tersebut dapat diimplementasikan terhadap suatu

sikap patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Tingkat

pengetahuan perpajakan yang dimiliki masyarakat dimulai dari

pemahaman terhadap peraturan serta kebijakan perpajakan, pemahaman

dalam menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemahaman

tentang SPT, serta pemahaman akan adanya sanksi pajak dalam hal

keterlambatan atau kealpaan dalam menyampaikan SPT.

2.1.9 Sanksi Perpajakan

Sanksi adalah tanggungan (tindakan dan hukuman) untuk

memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan perundang-

undangan. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti atau ditaati atau

dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar

wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011:57).

Sanksi perpajakan menurut United Stated Government Accountability

Office I (2009) digunakan untuk mendorong kepatuhan pelaporan pajak.

Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila ia memandang

atau memiliki persepsi bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak

merugikannya (Nugroho, 2006).

Dalam Undang-Undang Perpajakan terdapat dua jenis sanksi,

berupa sanksi pidana dan administrasi. Sanksi pidana ialah sanksi berupa

28

siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng

hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sedangkan

sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian negara, khususnya

yang berupa denda, bunga, dan kenaikan. Sanksi perpajakan dikenakan

kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi perpajakannya.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur tentang sanksi

terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

Bunga sebesar 2% (dua persen) dikenakan berupa sanksi administratif

sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu

paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau

terlambat dibayar.

2.1.10 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2003), istilah “kepatuhan”

berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita

dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan

ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan

tulang punggung system self assessment, dimana wajib pajak

bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan

kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan

pajaknya tersebut. Ada dua macam kepatuhan pajak, yaitu kepatuhan

formal dan kepatuhan material.

29

1) Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam

Undang-Undang Perpajakan. Misalnya melaporkan SPT tepat waktu.

2) Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara

subtantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material

perpajakan yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang

Perpajakan. Misalnya mengisi SPT dengan jujur, lengkap dan benar,

serta melaporkan ke KPP tepat waktu.

Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh

Direktur Jendral Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria

tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan

pembayaran pajak. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, wajib pajak ditetapkan sebagai

wajib pajak patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan

kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai

berikut:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

dalam 2 (dua) tahun terakhir.

2) Kurun waktu satu tahun pajak terakhir penyampaian SPT Masa yang

terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak

dan tidak berturut-turut.

3) SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu

penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.

30

4) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

(a) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajak.

(b) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat

Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak

terakhir.

(c) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana

dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun

terakhir.

(d) Laporan keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan

Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat

wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan

pengecualian sepanjang pengecualian tersbut tidak mempengaruhi

laba rugi fiskal.

(e) Laporan keuangan wajib pajak yang tidak diaudit oleh Akuntan

Publik, maka wajib pajak harus mengajukan permohonan tertulis

paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk

dapat ditetapkan sebagai wajib pajak patuh, ditambah syarat:

(1) Kurun waktu 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan

pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP.

(2) Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah

dilakukan pemeriksan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis

pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.

31

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak

Badan

Kualitas pelayanan menurut teori atribusi merupakan penyebab

eksternal yang mempengaruhi persepsi wajib pajak untuk membuat

penilaian mengenai perilaku kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan

kewajiban perpajakan. Jika perilaku wajib pajak dapat dipengaruhi oleh

faktor eksternal, maka semakin baik kualitas pelayanan maka tingkat

kepatuhan wajib pajak akan semakin meningkat.

Kualitas pelayanan menurut Chen dan Tan (dalam

Ussahawanichakit, 2008) merupakan perbandingan antara apa yang

diharapkan oleh pelanggan dengan apa yang diperolehnya. Supadmi

(2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pelayanan yang

berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada

pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang bisa

dipertanggungjawabkan serta dilakukan secara terus-menerus. Dengan

adanya rasa puas atas pelayanan yang diberikan akan meningkatkan

kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Supadmi menemukan bahwa pelayanan fiskus memiliki pengaruh positif

yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Amanda (2012) menemukan bahwa, kualitas

pelayanan secara parsial berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam

membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama SAMSAT

Denpasar. Sanjaya (2014) dalam penelitiannya juga menyimpulkan

32

kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak hotel di Dinas Pendapatan Kota

Denpasar.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pelayanan

yang diberikan secara baik, dapat menimbulkan sikap puas bagi wajib

pajak dan pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, penerimaan pajak

pun akan meningkat baik dari segi target maupun realisasinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan

adalah:

H1: Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak

badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar

2.2.2 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak

Badan

Pengetahuan perpajakan dalam teori atribusi merupakan salah satu

faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prilaku kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak. Jika wajib pajak dapat menerima pengaruh

eksternal tersebut maka semakin banyak pengetahuan perpajakan yang

diperoleh oleh wajib pajak maka tingkat kepatuhan wajib pajak dalam

membayar pajak akan meningkat.

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

perpajakan merupakan pemahaman Wajib Pajak mengenai hukum,

33

undang-undang, tata cara perpajakan yang benar. Selanjutnya pemahaman

tersebut dapat diimplementasikan terhadap suatu sikap patuh dalam

melaksanakan kewajiban perpajakan. Pengetahuan tentang peraturan pajak

sangat penting untuk menumbuhkan perilaku patuh. Karena bagaimana

mungkin wajib pajak patuh apabila mereka tidak mengetahui bagaimana

peraturan perpajakannya. Dengan adanya pengetahuan tentang pajak yang

baik akan dapat memperkecil adanya tax evation (Witono,2008). Pada

penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) menyatakan pengetahuan

perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan.

Menurut Supriyatin dan Hidayati (2008) menyatakan bahwa pengetahuan

perpajakan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

H2 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib

pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar

2.2.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Pelaporan Wajib

Pajak Badan

Dalam teori atribusi dijelaskan bahwa perilaku seseorang dalam hal

ini karakter, sikap dan lainnya dipengaruhi oleh keadaan eksternal seperti

tekanan situasi atau keadaan yang memaksa seseorang untuk melakukan

tindakan tertentu. Apabila wajib pajak dapat menerima keadaan eksternal

seperti tekanan situasi atau keadaan yang memaksa maka akan

mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak.

34

Sanksi adalah tanggungan (tindakan dan hukuman) untuk memaksa

orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan perundang-undangan.

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan

dituruti/ditaati/dipatuhi (Mardiasmo, 2011:57). Sanksi perpajakan dibuat

dengan tujuan agar wajib pajak takut untuk melanggar Undang-Undang

Perpajakan. Dalam teori atribusi dijelaskan bahwa perilaku seseorang

dalam hal ini karakter, sikap dan lainnya dipengaruhi oleh keadaan

eksternal seperti tekanan situasi atau keadaan yang memaksa seseorang

untuk melakukan tindakan tertentu. Wajib pajak akan mematuhi

pembayaran pajaknya bila memandang bahwa sanksi akan lebih banyak

merugikannya (Djatmiko, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Arum (2012), sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan

pekerjaan bebas di KPP Pratama Cilacap. Sanjaya (2014) dalam

penelitiannya juga menyimpulkan bahwa, sanksi perpajakan berpengaruh

positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak

hotel di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Berdasarkan teori dan

penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3: Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak

badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar