9 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Kajian pustaka ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian...
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil
berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat
dijadikan sebagai data pendukung. Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua
penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang
keefektivan mekanisme dalam pembelian rumah dan hasil evaluasi pembangunan
perumahan di Tapanuli Utara. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian
terhadap beberapa hasil penelitian berupa jurnal-jurnal media cetak dan media
elektronik.
Pertama, Tugas Akhir yang disusun oleh Erma Kusumaningsih dari jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Semarang, tahun 2005 yang berjudul “Efektivitas Sistem Pembiayaan KPR dalam
Penyediaan RS/ RSS di Kota Semarang”. Hasil penelitiannya adalah Perumnas dan
REI sebagai penyedia perumahan, BTN sebagai lembaga keuangan, dan
masyarakat. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
tahap (two stage sampling), yaitu sample bertujuan (purposive sampling) dan
stratified random sampling. Sample bertujuan digunakan dalam pemilihan lokasi
RS/ RSS yang dijadikan sampel. Sedangkan stratified random sampling digunakan
untuk memilih sampel dari masyarakat yang didasarkan pada strata tipe rumah
secara proporsional. Masyarakat yang menjadi sampel penelitian ini yaitu debitur
KPR RS/ RSS yang mengingat dengan baik mekanisme untuk memperoleh KPR.
13
Wilayah studi mencakup Kota Semarang, yaitu RS/ RSS yang disediakan oleh
Perumnas dan pengembang swasta (REI) pada lima tahun terakhir.
Pada dasarnya sistem ini telah efektif dari segi kemudahan mekanisme,
keterjangkauan dan ketetapan sasaran; dan belum efektif dari segi ketersediaan
sumber daya dan kemampuan memecahkan masalah. Namun karena ketersediaan
sumber daya merupakan kriteria terpenting yang harus dipenuhi dalam sistem
pembiayaan, maka ketidaksediaan sumber daya menyebabkan sistem ini efektif.
Ketidaksediaan sumber daya, terutama yang menyangkut ketidaksediaan sumber
pembiayaan perumahan jangka panjang berpengaruh buruk bagi pelaksanaan
sistem pembiayaan itu sendiri baik pada masa sekarang maupun pada masa
mendatang. Selain tidak mendukung dengan ketersediaan sumber pembiayaan
perumahan jangka panjang, keterlibatan lembaga keuangan dalam sistem
pembiayaan KPR RS/ RSS juga masih terbatas. Peran perbankan masih sedikit
dalam mendukung pembiayaan KPR RS/ RSS. Selain itu kebijakan pemerintah
yang mendukung pengoprasian sistem pembiayaan jangka panjang untuk RS/ RSS
juga belum memadai. Sehinga dapat dikatakan bahwa sistem ini belum mampu
memecahkan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
sistem pembiayaan KPR dalam penyediaan RS/ RSS di Kota Semarang belum
efektif. Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa masih terdapat hal yang harus
dibenahi dalam sistem pembiayaan KPR RS/ RSS, terutama perlu segera
dioperasikannya sistem pembiayaan jangka panjang yang didukung sumber
pembiayaan, lembaga pembiayaan perumahan jangka panjang beserta kebijakan
pendukungnya. Selain itu perlu pengoptimalan peran perbankan dalam pembiayaan
14
RS/ RSS, disamping BTN untuk mendukung upaya penyediaan RS/ RSS di Kota
Semarang12.
Kemudian yang kedua adalah Skripsi yang telah disusun oleh Jhon
Sumiharjo Hutabarat dari jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, tahun 2008 yang berjudul “Evaluasi
Pelaksanaan Program Pengambangan Perumahan (Studi pada Kantor Dinas
Permukiman dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara)”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kawasan perumahan yang dibangun di
Kabupaten Tapanuli Utara terdapat di tiga lokasi yang berbeda yaitu di Desa
Hutabarat, Kecamatan Trutung; Desa Silangkitang, Kecamatan Sipoholon; Desa
Sitabo-tabo, Kecamatan Siborong-borong. Dari ke tiga kawasan perumahan
tersebut belum ada yang selesai tahap pembangunannya disebabkan karena
pembangunan yang bertahap yang dilakukan oleh Dinas Permukiman dan
Pengembangan Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara.
Pembangunan rumah di lokasi ini masih berlangsung karena permintan akan
rumah oleh masyarakat masih tinggi. Berdasarkan 237 unit rumah yang dibangun,
semuanya ditempati. Hal ini dipengaruhi karena harga rumah yang masih
terjangkau oleh masyarakat terutama PNS yaitu sekitar 50 juta rupiah dan
pembayaran dapat dicicil 2 kali dalam setahun.
Hasil temuan dilapangan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan
program pengembangan perumahan di Kabupaten Tapanuli Utara belum terlaksana
12 Kusumaningsih, Erma. 2005. Efektivitas Sistem Pembiayaan KPR dalam Penyediaan RS/ RSS di Kota Semarang. Tugas Akhir tidakditerbitkan. Semarang: Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro Semarang.
15
dengan baik sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Utara13.
Adapun fokus pada hasil penelitian terdahulu yang pertama yaitu tentang
keefektivan mekanisme pembiayaan dalam pembelian rumah sehat atau rumah
sangat sederhana, dan penelitian terdahulu yang kedua yaitu evaluasi pembanguna
perumahan di Kabupaten Tapanuli Utara yang terdapat pada tiga lokasi yang
berbeda yaitu di Desa Hutabarat, Kecamatan Trutung; Desa Silangkitang,
Kecamatan Sipoholon; Desa Sitabo-tabo, Kecamatan Siborong-borong. Adapun
fokus pada penelitin ini yaitu memberikan hasil gambaran tentang implementasi
kebijakan sosial pemerintah daerah mengenai perumahan murah di Kota Bekasi
Khususnya pada Perumahan Griya Mustikasari. Adanya persamaan dan perbedaan
yang terdapat dalam penelitian di atas dengan hasil penelitian sebelumnya tentu
membawa hasil tersendiri pada penelitian yang diperolehnya.
B. Implementasi Kebijakan Sosial Perumahan
1. Konsep Implementasi
Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan,
mempraktekkan, memasangkan14. Implementasi merupakan sebuah tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok
dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi pada
prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang
13 Hutabarat, Jhon. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Perumahan (Studi pada Kantor Dinas Permukiman dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara). Skripsi tidak diterbitkan. Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara. 14 Rais, E, Heppy. 2012. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal : 96.
16
diinginkan15. Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara
yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang
telah dirumuskan.
Implementasi menurut Van Meter dan Vanhorn dalam buku The Poliicy
Implementation Process : A Conceptual Framework, menjelaskan bahwa
Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-
individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan16. Jadi, implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan
kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih
dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau baik
bagi masyarakat. Hal tersebut agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan
masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.
2. Konsep Kebijakan Sosial
Istilah kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris policy, yang
dibedakan dari kata kebijaksanaan (wisdom) maupun kebajikan (virtues). Kebijakan
sosial terdiri dari dua kata yang memiliki banyak makna, yakni kata kebijakan dan
kata sosial (social). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kebijakan
merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, keputusan, dan cara bertindak
15 Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal : 56, 16 Wahyudi, Arif. 2010. Evaluasi Dampak Program Rumah Susun. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret.
17
yang di buat oleh pemerintah, organisasi dan lain sebagainya17. Sedangkan Sosial
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan hal yang berkenaan
dengan masyarakat18. Kebijakan sosial adalah satu bentuk dari kebijakan publik.
Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-
isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan
masyarakat banyak19. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan sosial
merupakan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan yang memiliki
dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan
pelayanan sosial.
Kebijakan sosial memfokuskan dalam hal pemecahan masalah sosial.
Tetapi, memecahkan masalah bukanlah satu-satunya tujuan. Kebijakan sosial di
negara berkembang didesain untuk memecahkan masalah serta untuk melakukan
pembangunan sosial. Pembangunan sosial merupakan bentuk utama pekerjaan
sosial di negara-negara miskin sumber daya. Tujuannya adalah untuk menyatukan
kemajuan sosial dengan pembangunan ekonomi20. Pembangunan sosial adalah
pembangunan ke arah pembangunan manusia, keadilan sosial, dan ke arah
kesejahteraan sosial21. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bawa
pembangunan sosial merupakan suatu proses perubahan sosial yang terencana yang
dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan
dilakukan saling melengkapi proses pembangunan ekonomi.
17 Rais, E, Heppy. 2012. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal : 311 18 Ibid. Hal : 603 19 Surhato, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. Hal : 10 20 Payne, Malcolm. 2016. Teori Pekerjaan Sosial Modern. Yogyakarta : Jembatan Masa Depan. Hal : 177 21 Nugroho, Riant. 2014. Kebijakan Sosial Untuk Negara Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal : 11-15
18
Keberhasilan pembangunan kesejahteraan sosial selain ditentukan oleh
kualitas pelayanan langsung yang bersifat mikro juga dipengaruhi oleh sistem dan
arah kebijakan sosial yang bersifat makro. Kebijakan sosial dalam pembangunan
kesejahteraan sangat menetukan tipe, jenis, sistem, dan pemberian pelayanan sosial
kepada kelompok sasaran. Salah satu pembangunan sosial yang sangat penting
adalah pembangunan perumahan atau tempat tinggal. Kebijakan sosial akan rumah
atau tempat tinggal ini sangat penting untuk menentukan apakah suatu kebijakan
tersebut memiliki dampak positif atau negatif terhadap masyarakat, apakah
kebijakan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan apakah
kebijakan tersebut mampu merespon masalah-masalah sosial yang dirasakan oleh
masyarakat.
3. Implementasi Kebijakan Sosial Oleh Pemerintah Daerah
Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart menjelaskan bahwa
implementasi kebijakan merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan22. Implementasi
kebijakan terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya, yaitu langsung
mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi
kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut23. Oleh karena itu,
implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua
22 Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta : Media Pressindo. Hal : 101-102. 23 Nugroho, Rian. 2003. Op.Cit. Hal : 158.
19
pilihan, dimana pertama langsung mengimplementasikan dalam bentuk program
dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.
Implementasi kebijakan sosial tak lepas dari tanggungjawab pemerintah
daerah sebagai peran utama. Salah satu isu kebijakan sosial yang ada di Indonesia
adalah Pembangunan Perumahan. Pembangunan perumahan yang pada dasarnya
merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah daerah, swasta dan
masyarakat masih dihadapkan pada berbagai hambatan, terutama keterbatasan
keterjangkauan yang alami oleh sebagian besar masyarakat untuk memperoleh
rumah dengan layak di lingkungan yang sehat dan teratur.
Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 tujuan bangsa Indonesia
mendirikan Republik Indonesia ini dalam mencapai kemerdekaannya adalah bentuk
suatu kehidupan yang sejahtera materil maupun immaterial, pembangunan bangsa
Indonesia secara utuh, yang pada akhirnya adalah kesejahteraan rakyat/ masyarakat
yaitu terpenuhinya akan tempat tinggal/ rumah.
Adapun sub. dasar-dasar hukum kebijakan sosial tentang perumahan sosial ialah:
1) Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman24;
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman25;
24 Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia yang merupakan dasar kebijakan sosial tentang perumahan berfokus pada negara yang bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. 25 Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia membahas tentang kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan, dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
20
3) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No. 22 tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan Perumahan Rakyat
Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota,26;
4) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007
tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas
Subsidi Perumahan Melalui KPR Bersubsidi27;
5) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 07/PERMEN/M/2008
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan
Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Bersubsidi28;
6) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2015 tentang Penggunaan
Pendapatan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan
Perumahan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk
Mendukung Pendanaan Program Pembangunan sejuta Rumah untuk Rakyat
tahun 201529;
26 Pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia membahas tentang Pemerintah memberikan pelayanan dalam bidang perumahan rakyat agar masyarakat mampu menghuni rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU). 27 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 membahas tentang batasan maksimum harga rumah yang dapat disubsidi dan kebijakan menambah nilai subsidi serta pengaturan atas nilai dan masa subsidi, nilai minimum uang muka, nilai maksimum kredit yang dibiayai, dan suku bunga KPR bersibsidi. Hal ini agar masyarakat berpenghasilan rendah masih memiliki daya beli yang cukup. 28 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 07/PERMEN/M/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Bersubsidi. 29 Dalam peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah Penetapan Pusat Pembiayaan Perumahan pada Kementerian Perumahan Rakyat sebagai Badan Layanan Umum.
21
7) Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 74 tahun 2013 tentang Tugas Pokok,
Fungsi, Rincian Tugas Unit, dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Dinas di
Lingkungan Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat30;
8) Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 16 tahun 2011 pasal 2 yang berbunyi
“Penyediaan prasarana, sarana dan utilitas oleh pengembang di Kota Bekasi
dilaksanakan berdasarkan asas kepentingan umum, fungsi sosial, manfaat,
kepastian hukum, dan pengembangan berkelanjutan”.31
9) Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Bekasi Tahun 2011-203132.
Adapun pembinaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dalam tugas
pokok dan fungsi Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan pembangunan
perumahan terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 88 tahun 201433, yaitu:
a. Kordinasi
b. Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan
c. Pemberian bimbingan, Supervisi dan Konsultasi
d. Pendidikan dan Pelatihan
e. Penelitian dan Pengembangan
f. Pendampingan dan Pemberdayaan
g. Pengembangan Pelayanan Sistem Informasi dan Komunikasi
30 Peraturan Gubernur Jawa Barat membahas tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat. 31 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2011 memfokuskan pada Penyediaan dan Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas oleh Pengembang di Kota Bekasi. 32 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2011 memfokuskan pada Pembangunan di Kota Bekasi yang dilaksanakan berdasarkan azas, manfaat, keadilan, serasi, selaras, seimbang, terpadu, keselamatan dan keamanan fleksibel, dan berkelanjutan. 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Pembangunan Perumahan dan Permukiman. 2014. Bekasi.
22
Para pengembang perumahan yang membangun rumah telah
mengupayakan agar pembangunan perumahan yang dibuat dapat berjalan sesuai
dengan tujuannya. Pemerintah telah mengupayakan untuk mendapatkan kredit
dengan tingkat suku bunga yang relatif murah kepada pihak Bank. Kemudian biaya
untuk mengurus sertifikat RSS telah diatur sesuai dengan pihak developer
perumahan. Untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat, pemerintah dan bank
telah membuat kebijakan dalam membantu masyarakat berpenghasilan rendah yaitu
dengan memberikan subsidi suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Dalam
hal tersebut, memunculkan kebijakan untuk pembelian rumah sangat sederhana tipe
22, tipe 27, tipe 29, dan tipe 36 akan dikenakan suku bunga KPR sebesar 8%,
sedangkan untuk harga rumah berkisar antara Rp. 28.000.000 sampai Rp.
55.000.000.
Dalam kebijakan kepemilikan rumah, pemerintah telah menetapkan
kebijakan program bantuan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan
rendah. Secara garis besar masyarakat yang menerima bantuan tersebut adalah
masyarakat yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp. 2.500.000 per bulan.
Pada masyarakat yang memiliki penghasilan diatas Rp. 2.500.000 diharapkan
mengikuti mekanisme pasar, artinya dapat mengembalikan semua biaya investasi
penyelenggaraan rumah sangat sederhana tanpa bantuan subsidi Pemerintah.
Dengan demikian, pada segmen pasar ini sepenuhnya dapat menarik minat
kemitraan dari masyarakat dan swasta untuk mebiayai pengadaanya. Bagi
masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, pemerintah merencanakan tidak
membenbani untuk pengembalian lahan, namun demikian sebagai segmen pasar ini
masih menarik kemitraan masyarakat dan swasta. Masalah penyediaan lahan perlu
23
diatur melalui kemitraan dengan pemilik lahan sehingga biaya investasinya dapat
ditekan, pada akhir masa usia ekonomis, aset tersebut menjadi aset pemilik lahan.
Lahan yang dipergunakan untuk pembangunan perumahan, dimiliki oleh pihak
swasta. pada segmen pasar ini dimungkinkan pula penerapan tarif murah, bila tanah
yang dipergunakan adalah milik pemerintah dan investasi pembiayaan
menggunakan sumber dana penyertaan modal negara.
Pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki
penghasilan kurang dari Rp. 2.500.000 per bulan, diterapkan kredit yang relatif
rendah. Dengan demikian kelompok masyarakat ini yang biasanya tinggal di
kawasan-kawasan pinggiran kota, telah mampu memperoleh hunian yang layak.
Keberhasilan pembangunan perumhan tersebut tidak lepas dari peran Pemerintah,
Perbankan dan Swasta yang terus berupaya secara aktif meningkatkan intensitas
kegiatan monitoring, rapat koordinasi bersama Pemerintah Daerah dan pelaku
pembangunan perumhan dengan semangat kemitraan, yang hasilnya cukup efektif
dan dapat memacu aktivitas para pelaku pembangunan perumahan.
C. Konsep Perumahan
1. Perumahan
Meurut Abraham Maslow menjelaskan hierarki kebutuhan manusia
terhdapat pemenuhan hunian yang terdiri dari: survival needs, safety and security
needs, affliation needs, estem needs, cognitive and aesthetic needs. Teori ini
menjelaskan terdapat tahapan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Setelah
kebutuhan jasmanai manusia terpenuhi, maka tempat berlindung atau rumah
menjadi kebutuhan yang dipenuhi manusia sebagai motivasi pengembangan diri ke
24
arah kehidupan yang lebih baik34. Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat
berlindung dari panas dan hujan, namun rumah telah memberikan ketenangan,
kesenangan dan kenangan atas segala peristiwa dalam kehidupan. Hal tersebut seide
dengan adanya perbedaan antara rumah sebagai fisik bangunan dan rumah sebagai
ruang hidup.
Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2011 tentang
perumahan dan kawasan permukiman mendefinisikan perumahan adalah kumpulan
rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah layak huni. Sedangkan permukiman adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawaan perdesaan.
Undang-undang tersebut merupakan perbaikan dari Undang-undang nomor
4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Perumahan
adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manusia yang tujuannya untuk
mempertahankan hidup secara lebih mudah dan lebih aman, dan mengandung
kesempatan umum pembangunan manusia seutuhnya. Pengertian perumahan juga
dapat dirumuskan sebagai suatu kawasan yang ditata secara fungsional sebagai
34 Frank, Globe. Op.Cit. Hal : 30
25
satuan sosial, ekonomi, dan fisik tata ruang, dilengkapi dengan prasarana
lingkungan, sarana umum, dan fasilitas sosial35.
Menurut Doxiadis perumahan dan permukiman akan berjalan dengan baik
jika terkait dengan beberapa unsur, yaitu nature (alam), man (manusia), society
(kehidupan sosial), shell (ruang), dan networks (hubungan). Sedangkan menurut
Charles, perumahan merupakan tempat tiap indiidu yang ada saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain serta memiliki sense of belonging atas lingkungan
tempat tinggalnya. Perumahan juga dapat diartikan sebagai suatu cerminan dan
pengejawantahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam
stau kesatuan dan keersamaan dengan lingkungan alamnya dan dapat juga
mencerminkan taraf hidup, kesejahteraan, kepribadian, dan peradaban manusia
penghuninya, masyarakat ataupun suatu bangsa. Pendapat ini dikemukakan
menurut Yudhohusodo (1991) dalam bukunya yang berjudul Rumah Untuk Seluruh
Rakyat.
2. Jenis-jenis Perumahan
Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat, nomor 648-381 tahun 2011
tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan
Hunian yang Berimbang mengatur mengenai rumah sederhana, rumah menengah,
dan rumah mewah yaitu:
a) Perumahan Sederhana adalah perumahan yang biasanya diperuntukkan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dan mempunyai keterbatasan daya beli.
Jenis perumahan ini memiliki fasilitas yang masih minim. Hal ini
35 Pimananda, Agustinus. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli rumah. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro Semarang.
26
dikarenakan pihak pengembang tidak dapat menaikkan harga jual bangunan
dan fasilitas pendukung oprasional seperti pada perumahan mengeah dan
mewah, dimana harga dan prasarana perumahan dibebankan kepada
konsumen. Perumahan sederhana biasanya terletak jauh dari pusat kota
yang mahal sehingga tidak dapat dibebankan kepada konsumen.
b) Perumahan Menengah adalah perumahan yang biasanya diperuntukkan bagi
masyarakat yang berpenghasilan menengah dan menengah ke atas. Jenis
perumahan ini sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
oprasional, seperti jalan, open space berikut tamannya, jalan serta lampu
taman dan lampu jalan, bahkan dilengkapi juga dengan fasilitas untuk
olahraga seperti lapangan tenis. Perumahan menengah biasanya terletak
tidak jauh dari pusat kota yang strategis letaknya terhadap berbagai fasilitas
pendukung lain seperti pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, pusat kegiatan
pelayanan barang dan jasa.
c) Perumahan Mewah adalah perumahan yang dikhususkan bagi masyarakat
yang berpenghasilan tinggi. Jenis perumahan ini dilengkapi dengan sarana
dan prasarana penunjang oprasional yang sudah sangat lengkap seperti pusat
olah raga, taman dan fasilitas bermain, gedung pertemuan, pusat
perbelanjaan, bahkan fasilitas rekreasi. Hal tersebut dikarenakan penghuni
rumah tersebut menginginkan kemudahan akses dan pelayanan sekitar
perumahan yang cepat dan lengkap. Perumahan mewah biasanya hanya ada
di kota-kota besar dimana lokasinya biasanya berada di pusat kota, karena
konsumennya menginginka kemudahan akses dan pelayanan sekitar
perumahan yang serba instan dan lengkap.
27
3. Sarana dan Prasarana dalam Perumahan
Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan lingkungan
perumahan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana adalah fasilitas
penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial, budaya. Pengembangan perumahan harus menyiapkan sarana dan
prasarana pendukung yang sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun
agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga36. Berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 03-1733-2004 yang termaksud dalam sarana pemerintahan dan
pelayanan umum adalah:
1) Kantor-kantor pelayanan/ administrasi pemerintahan dan administrasi
kependudukan.
2) Kantor pelayanan utilitas umum dan jasa; seperti layanan air bersih
(PDAM), listrik (PLN), telepon dan pos.
3) Pos-pos pelayanan keamanan dan keselamatan; seperti pos keamanan dan
pos pemadam kebakaran.
Standar pelayanan minimal dalam penemuhan kebutuhan di lingkungan
permukiman di atasur dalam Keputusan Menteri Peukiman dan Prasarana Wilayah
No. 534/KPTS/M/2001. Berikut merupakan prasarana dan sarana yang menjadi
persyaratan minimal di wilayah perkotaan:
1) Prasarana lingkungan meliputi:
a. Jalan kota dan jalan lingkungan
b. Air limbah sebagai tempat penyediaan saluran sanitasi
36 Hakim, Hikma. 2015. Implementasi Kebijakan Sosial di Kabupaten Morowali Utara. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar. Program Studi Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Hasanuddin.
28
c. Drainase
d. persampahan
2) Sarana lingkungan meliputi:
a. Sarana niaga, merupakan tempat penyediaan kebutuhan barang dan jasa
b. Sarana pendidikan
c. Sarana pelayanan kesehatan
d. Sarana pelayanan umum seperti kantor instansi pemerintahan
e. Sarana ruang terbuka hijau seperti taman dan pemakanan
f. Sarana sosial/ budaya
3) Utilitas umum meliputi:
a. Air besih
b. Pemadam kebakaran
Mengacu pada teori perumahan dan kondisi perumahan yang sudah ada saat
ini, maka sarana dan prasarana yang ada antara lain yaitu:
1) Sarana prasarana dengan persyaratan minimal berupa jalan, air limbah, air
bersih, dan penyediaan listrik.
2) Sarana prasarana tambahan berupa tempat ibadah, sarana kesehatan,
sekolah, tempat perbelanjaan, taman dan tempat olahraga.
D. Konsep Rumah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian rumah yaitu bangunan
untuk tempat tinggal37. Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah
bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-
37 Rais, E, Heppy. Op.Cit. Hal : 548
29
syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.
Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati
kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah,
penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah
harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan
untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi
ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa
hidupnya.
Rumah adalah salah satu jenis ruang tempat manusia beraktivitas, harus
dipandang dari seluruh sisi faktor yang mempengaruhinya dan dari sekian banyak
faktor tersebut, yang menjadi sentral adalah manusia. Dengan kata lain, konsepsi
tentang rumah harus mengacu pada tujuan utama manusia yang menghuninya
dengan segala nilai dan norma yang dianutnya38. Dalam banyak istilah rumah lebih
digambarkan sebagai sesuatu yang bersifat fisik (house, dwelling, shelter) atau
bangunan untuk tempat tinggal/ bangunan pada umumnya (seperti gedung dan
sebagainya). Jika ditinjau keluarga di mana manusia saling mencintai dan berbagi
dengan orang-orang terdekatnya39.
Pandangan ini lebih menjelaskan bahwa rumah merupakan suatu sistem sosial
ketimbang sistem fisik. Hal ini disebabkan karena rumah berkaitan erat dengan
manusia, yang memiliki tradisi sosial, perilaku dan keinginan-keinginan yang
berbeda dan selalu bersifat dinamis, karenanya rumah bersifat kompleks dalam
38 Budiharjo, Eko. 1998. Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal : 4 39 Aminudin. 2007. Peran Rumah dalam Kehidupan Manusia. Semarang. Pustaka Aditama. Hal : 12.
30
mengakomodasi konsep dalam diri manusia dan kehidupannya. Beberapa konsep
tentang rumah40:
1) Rumah sebagai pengejawantahan jati diri; rumah sebagai simbol dan
pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya.
2) Rumah sebagai wadah keakraban; rasa memiliki, rasa kebersamaan,
kehangatan, kasih dan rasa aman.
3) Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi; tempat melepaskan diri dari
dunia luar, dari tekanan dan ketegangan, dari dunia rutin.
4) Rumah sebagai akar dan kesinambungan; rumah merupakan tempat kembali
pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalan untaian proses ke masa
depan.
5) Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari.
6) Rumah sebagai pusat jaringan sosial.
7) Rumah sebagai struktur fisik.
Berbicara tentang rumah, Pemerintah telah menyiapkan program
pembangunan rumah dalam bentuk perumahan. Salah satu program yang telah
direncanakan merupakan pembangunan rumah bersudsidi. Rumah bersubsidi yaitu
suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke
bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah yang
telah dimiliki. Bentuk subsidi yang diberikan berupa : pembangunan Rumah Sangat
Sederhana (RSS).
Rumah Sangat Sederhana adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan
bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar
40 Hendrawan. 2004. Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 54.
31
kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan
mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti
bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti
arsitektur lokal, dan cara hidup41.
Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah yang di bangun dengan
spesifikasi bangunan yang rendnah untuk kebutuhan sebuah keluarga kecil. RSS
pada umumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan rumah murah bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
adapun biasanya juga bersifat ala kadarnya. Agar ketikan kedepannya nanti para
pemilik rumahlah yang yang diharapkan untuk dapat melakukan berbagai
perubahan positif pada rumah dan fasilitas publik yang ada di lingkungannya
dengan dibantu oleh angaran dari pemerintah.
Program pembangunan Rumah Sangat Sederhana (RSS) yaitu program yang
ditetapkan untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan
rumah dan mengurangi kesenjangan sosial, karena harganya disesuaikan dengan
daya beli sebagian masyarakat golongan berpenghasilan rendah. Adapun ukuran
rumah sangat sederhana telah di atur pada Peraturan Menteri Negara Perumahan
Rakyat Nomor 07/PERMEN/M/2008. Secara garis besar Rumah Sangat Sederhana
dapat dilihat dari segi:
a. Rumah tipe 22 adalah tipe rumah dengan luas bangunan 21 m², misalnya
rumah dengan ukuran 6m x 3,6m = 22 m². Ukuran tanah pada rumah tipe
22 dipadukan dengan ukuran luas tanah 6m x 10m = 60 m² dan 6m x 12m
41 Fitriani, Annisa. 2007. “Rumah Sederhana Sehat”. (Online) http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125114-050806.pdf (diakses 23 Oktober 2016).
32
= 72 m², sehingga disebut rumah tipe 22/60 atau 22/72. Tipe rumah ini
mempunyai 1 kamar tidur, 1 ruang tamu dan 1 kamar mandi.
b. Rumah tipe 27 adalah tipe rumah yang mempunyai luas bangunan 27 m²,
dengan ukuran 6m x 4,5m = 27 m². Luas tanah pada rumah tipe 27 ini
dapat dipadukan dengan beberapa ukuran luas tanah seperti 60 m² atau
72 m², sehingga disebut rumah tipe 27/60 dan tipe rumah 27/72. Tipe
rumah 27 biasanya mempunyai 2 kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang
keluarga serta 1 kamar mandi.
c. Rumah tipe 29 adalah tipe rumah yang mempunyai luas bangunan 29 m²,
dengan ukuran 6m x 4,8m = 29 m². Luas tanah pada rumah tipe 29 ini
dapat dipadukan dengan beberapa ukuran luas tanah seperti 60 m² atau
72 m², sehingga disebut rumah tipe 29/60 dan tipe rumah 29/72. Tipe
rumah 27 biasanya mempunyai 2 kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang
keluarga serta 1 kamar mandi.
d. Rumah tipe 36 adalah tipe rumah yang mempunyai luas bangunan 36 m²,
dengan ukuran 6m x 6m = 36 m². Luas tanah pada rumah tipe 36 ini dapat
dipadukan dengan beberapa ukuran luas tanah seperti 60 m² atau 72 m²,
sehingga disebut rumah tipe 36/60 dan tipe rumah 36/72. Tipe rumah 36
biasanya mempunyai 2 kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang keluarga
serta 1 kamar mandi.
E. Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Masyarakat berpenghasilan rendah merupakan masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapatkan dukungan pemerintah untuk
33
memperoleh rumah (Pasal 1 Angka 24 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman). Masyarakat berpenghasilan rendah yang
selanjutnya disebut MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya
beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh sasaran
umum (Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun).
Begitu juga Santoso (2002) dalam Kurniasih (2007) yang mengungkapkan
bahwa rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah : (Hutapea,
2012)42
1. Dekat dengan tempat kerja atau tempat yang berpeluang untuk mendapatkan
pekerjaan, minimal pekerjaan di sektor informal.
2. Kualitas fisik rumah dan lingkungan, tidak penting sejauh masih dapat
menyelenggarakan kehidupan.
3. Hak-hak penguasaan harusnya miliki atas tanah dan bangunan, tidak penting.
Yang penting adalah tidak diusir dan digusur, sesuai dengan cara berpikir
mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.
Pertambahan penduduk daerah perkotaan mengakibatkan sarana dan
prasarana perkotaan semakin meningkat terutama kebutuhan perumahan.
Mengingat pengadaan perumahan daerah perkotaan sangat terbatas, masalah
pemenuhan kebutuhan perumahan sampai saat ini masih sulit dipecahkan, terutama
bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Di lain pihak, kebutuhan perumahan
daerah perkotaan selalu meningkat dengan pesat43.
42 Universitas Sumatera Utara. 2015. “Kebijakan Pemerintah dalam mengatasi Permukiman Kumuh”. (Online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49651/3/Chapter%20II.pdf (diakses 21 Oktober 2016) 43 Panudju. 2009. Pengadaan perumahan kota dengan peran serta masyarakat berpenghasilan rendah. Bandung: Alumni. Hal : 38
34
Manakala kita bicara tentang perumahan bagi masyarakat berpenghasilan
rendah, potret yang terbayang dan muncul di benak kepala biasanya adalah
perumahan yang padat, kacau balau tidak teratur, kotor, merusak atau menodai citra
kota. Menurut Sumarwanto (2014) potret masyarakat berpenghasilan rendah ini
tercermin dari kondisi sosial ekonomi dalam kehidupannya dan ditunjukkan dengan
konndisi perumahan masyarakat diberbagi wilayah. Baik di pedesaan maupun di
perkotaan masih dalam kondisi yang tidak layak. Di pedesaan banyak dijumpai
rumah penduduk berdinding kayu, beratap daun dan berlantai tanah.
Ketidaklayakan rumah mereka juga terlihat dari kondisi prasarana, sarana dan
utilitas yang masih belum memadai bagi keberlangsungan hidup mereka.
Khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin yang menghuni
perumahan dan tempat-tempat yang tidak layak, mereka hidup dengan keterpaksaan
di kampung-kampung kumuh, di kolong-kolong jembatan, pinggiran rel kereta api,
bantaran sungai, pasar, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan hidupnya.
A. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah
Lembaga Pemerintah non Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang keluarga sejahtera. Adapun Visi dan Misi dari
BKKBN adalah sebagai berikut44:
44 Bkkbn. 2017. “Visi dan Misi”. (Online). https://www.bkkbn.go.id/pages/visi-dan-misi. (diakses pada 8 Januari 2017)
35
• Visi: menjadi Lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan
penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas.
• Misi:
1) Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan Kependudukan
2) Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
3) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga
4) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan,
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
5) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten
Lembaga pemerintahan non Kementrian ini terus berupaya melakukan
tindakan guna mewujudkan misi yaitu meuwujudkan pembangunan yang
berwawasan kependudukan pada setiap masyarakat serta mewujudkan keluarga
Indonesia sebagai keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Upaya-upaya tersebut
dilakukan dalam bentuk penyuluhan-penyuluhan dan kampanye-kampanye kepada
seluruh masyarakat. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, berdasarkan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah mengadakan
program yang disebut dengan pendataan keluarga. Yang mana pendataan ini
bertujuan untuk memperoleh data tentang dasar kependudukan dan keluarga dalam
rangka program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Adapun tahapan
keluarga sejahtera tersebut ialah sebagai berikut:
1. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan KB.
36
a) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga.
b) Pada umumnya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam
sehari.
c) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja,
sekolah atau berpergian.
d) Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah (Rumah).
e) Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin berKB dibawa ke sasaran
kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I
Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat
tinggal dan transportasi. Pada keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah
terpenuhi namun kebutuhan sosial spikologinya belum terpenuhi, seperti:
a) Anggota keluarga melaksanakan ibadan secara teratur.
b) Peling kurang sekali seminggu, keluarga menyediakan daging, ikan, telur.
c) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru
pertahun.
d) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna
rumah.
e) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.
f) Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
g) Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf.
37
h) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini.
i) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
3. Keluarga Sejahtera II
Keluarga sejahter II adalah keluarga disamping telah dapat memenuhi dasarnya,
juga telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi. Pada keluarga sejahtera II kebutuhan fisik
dan sosial psikologi telah terpenuhi namun kebutuhan pengembanan belum yaitu:
a) Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.
b) Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
c) Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini
dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
d) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.
e) Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali perbulan.
f) Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.
g) Anggota keluarga keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai
kondisi daerah.
4. Keluarga Sejahtera III
Keluarga sejahtera III yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan
dasar, kebutuhan sosial psikolohi dan perkembangan keluarganya, tetapi belum
dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat sperti sumbangan
materi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
5. Keluarga Sejahtera III Plus
38
Keluarga sejahtera III Plus yaitu keluarga yang mampu memenuhi
keseluruhan dari 6 (enam) indikator tahapan KS I, 8 (delapan) indikator KS II, 5
(lima) indikator KS III, serta 2 (dua) indikator tahapan KS III.
Secara operasional Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanal telah
menyusun rumusan kualitas kehidupan keluarga yang diukur dari tingkat
kemampuan setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya
pembinaan keluarga dari berbagai aspek kehidupan termaksud segi pemenuhan
kebutuhannya. Karena pembangunan masyarakat sangat tergantung kepada
kehidupan keluarga yang menjadi bagian inti, sehingga keluarag memiliki nilai
strategis dalam pembangunan manusia seutuhnya.
B. Perspektif Disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial tentang Kebijakan Sosial
Bidang Perumahan
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat
yang lebih baik. Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya meterial, spiritual dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya45. Kesejahteraan sosial adalah suatu institusi
atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang melibatkan
aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah
maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan
45 Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. 2009. Op. Cit
39
kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan peningkatan kualitas sosial, dan
peningkatakn kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat46. Dari pengertian
di atas menggambarkan bahwa kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan yang
ideal dimana kebutuhan material, spiritual dan sosial harus seimbang sebagai upaya
untuk mencapai kehidupan yang baik (layak).
Namun demikian, untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan aktivitas
atau kegiatan guna meningkatkan kemampuan seseorang baik individu maupun
kelompok agar dapat mengembangkan diri dan berperan sesuai dengan fungsi sosial
di lingkungan masyarakat. Untuk meningkatkan fungsi sosial agar mampu
mengembangkan diri maka dibutuhkan kegiatan (pelayanan/ institusi) dan aktivitas
(peran tenaga kesejahteraan sosia) untuk mencapai konndisi masyarakat yang
sejahtera.
Ciri-ciri masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang mampu memenuhi
kebutuhan hidupmya; memiliki tempat tinggal yang layak; dapat bersekolah; dan
masyarakat yang dapat hidup mandiri47. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia
(2000) menerangkan bahwa, guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga
suatu wilayah terdapat salah satu indikator yang menyebutkan tentang terpenuhinya
kondisi Perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah. Sedangkan menurut
Midgle (2009), indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan
hidup seseorang salah satunya ialah dalam bidang perumahan48. Salah satu usaha
46 Suharto, Edi. 2010.Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : Refika Aditama. Hal : 1 47 Herawati, Augustin. 2006. “Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”. (Online) http://www.stialan.ac.id/artikel/artikel%20rina.pdf (diakses 15 November 2016) 48 Laporan Akhir Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY. 2014. “Analisis Kesejahteraan Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta” (Online) http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/140065-%5B_Konten_%5D-Konten%20C9840.pdf (diakses 15 November 2016)
40
untuk meningkatkan derajat kesejahteraan sosial di masyarakat dilakukan melalui
pembangunan di bidang perumahan. Upaya peningkatan derajat kesejahteraan pada
masyarakat dipengaruhi oleh sistem kebijakan perumahan.
Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman pasal 54 ayat (1) yang berbunyi49: Pemerintah wajib
memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Yang dimaksud dengan MBR adalah
masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh sasaran umum. Pemerintah dalam
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan
meningkatkan kesejahteraan sosialnya ialah dengan memberikan program
pembangunan perumahan bersubsidi. Dapat dikatakan bahwa aspek kesejahteraan
masyarakat berpenghasilan rendah ialah dalam kepemilikan rumah dengan akses
angsuran Kredit Pemilikan Rumah.
Dalam penjelasan di atas, adapun Peran Pekerja Sosial disini ialah sebagai
Perencana sosial (social planner)50. Seorang perencana sosial mengumpulkan data
mengenai masalah sosial yang dihadapi individu-individu, kelompok-kelompok
dan masyarakat, menganalisa dan menyajikan alternative tindakan yang rasional
dalam mengakses sistem sumber yang ada untuk mengatasi masalah pemenuhan
kebutuhan individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat.
Pekerja sosial melakukan interaksi dengan badan-badan di masyarakat yang
bertujuan bagi kepentingan individu-individu, kelompok-kelompok dan
masyarakat. Peranan ini dilakukan, antara lain dengan : mendapatkan sumber-
49 Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2011. Op. Cit 50 Suharto, Edi. 2010. Op. Cit. Hal : 102-103
41
sumber dari luar tetapi dengan berbagai pertimbangan yang matang, seperti bantuan
modal kepemilikan rumah, kredit kepemilikan rumah, serta akses untuk dapat
memiliki rumah. Dalam hal ini dimana Peksos melakukan advokasi untuk membela
kepentingan individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat seperti
mendukung upaya implementasi program dan berupaya merealisasikan program
tersebut. Memanfaatkan Media Massa untuk memperkenalkan program
pemerintah.