BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

36
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren Pesantren di Indonesia telah ada sejak dulu pada permulaan tersebarnya agama Islam. Pesantren selain merupakan tempat atau pusat penyebaran agama Islam, juga merupakan lembaga pendidikan yang akan mencetak atau menghasilkan seorang alim ulama atau seorang muslim pengabdi Allah. Pendapat seperti diatas diungkapkan pula oleh Ahmad, dkk (1983: 5) sebagai berikut: a. Kehadiran pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat Indonesia sudah ada sejak tersebarnya agama Islam di Indonesia. b. Cita-cita mendirikan pondok pesantren terlepas dari pada cita-cita penyebaran agama Islam di Indonesia dan merupakan bagian dari kewajiban insan mukmin yang tafaquh fiddin untuk menyebarluaskan ilmu agama dan berjuang untuk membangun masyarakat. c. Pondok pesantren dengan demikian adalah tempat untuk melahirkan insan-insan pengabdi Allah. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren sebagai lembaga non formal telah ada ketika agama Islam tersebar di nusantara Indonesia melalui para wali songo. Kehadiran pesantren merupakan langkah yang baik untuk mencetak seorang ‘ulamul ‘amilun yang dapat hidup dengan menyumbangkan kemampuan dan ilmu pengetahuannya pada masyarakat dimana dia berada. Istilah pesantren berasal dari kata “santri” dengan mendapat imbuhan pe- dan akhiran –an menjadi “pesantrian” berubah menjadi “pesantren” yang berarti “tempat belajar santri”. Yunus (1979: 291) mengungkapkan bahwa “Pesantren adalah tempat santri atau murid-murid belajar agama Islam”. Pendapat tersebut

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL

1. Pengertian Pesantren

Pesantren di Indonesia telah ada sejak dulu pada permulaan tersebarnya

agama Islam. Pesantren selain merupakan tempat atau pusat penyebaran agama

Islam, juga merupakan lembaga pendidikan yang akan mencetak atau

menghasilkan seorang alim ulama atau seorang muslim pengabdi Allah. Pendapat

seperti diatas diungkapkan pula oleh Ahmad, dkk (1983: 5) sebagai berikut:

a. Kehadiran pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat Indonesia sudah ada sejak tersebarnya agama Islam di Indonesia.

b. Cita-cita mendirikan pondok pesantren terlepas dari pada cita-cita penyebaran agama Islam di Indonesia dan merupakan bagian dari kewajiban insan mukmin yang tafaquh fiddin untuk menyebarluaskan ilmu agama dan berjuang untuk membangun masyarakat.

c. Pondok pesantren dengan demikian adalah tempat untuk melahirkan insan-insan pengabdi Allah.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren sebagai lembaga non

formal telah ada ketika agama Islam tersebar di nusantara Indonesia melalui para

wali songo. Kehadiran pesantren merupakan langkah yang baik untuk mencetak

seorang ‘ulamul ‘amilun yang dapat hidup dengan menyumbangkan kemampuan

dan ilmu pengetahuannya pada masyarakat dimana dia berada.

Istilah pesantren berasal dari kata “santri” dengan mendapat imbuhan pe-

dan akhiran –an menjadi “pesantrian” berubah menjadi “pesantren” yang berarti

“tempat belajar santri”. Yunus (1979: 291) mengungkapkan bahwa “Pesantren

adalah tempat santri atau murid-murid belajar agama Islam”. Pendapat tersebut

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

16

merujuk bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan agama Islam.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI), “Pondok berarti madrasah dan asrama (tempat

mengaji dan belajar agama Islam)” dan “Pesantren berarti asrama tempat murid-

murid atau santri belajar mengaji dan sebagainya”. Sedangkan pengertian

pesantren menurut Helmy (1984: VIII):

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengasuh para siswa (santri) yang bersama-sama tinggal di suatu tempat (kampus) di bawah pimpinannya yang tidak hanya mengajarkan ilmu dan melatih hidup keagamaan, tetapi juga mengenal anak didiknya lahir batin.

Dapat disimpulkan bahwa pesantren selain sebagai lembaga pendidikan

keagamaan, pesantren dapat dijadikan tempat atau asrama untuk pengenalan

pribadi serta sifatnya masing-masing. Pesantren dapat dijadikan tempat intropeksi

diri sebagai hamba Allah sehingga seseorang akan menjadi lebih baik perilakunya

karena merasa dekat dengan orang-orang yang dimuliakan oleh Allah yaitu para

kiai.

Kiai merupakan unsur utama dalam sebuah pesantren. Selain kiai, Dhofier

(1982: 44) menyatakan bahwa untuk dikatakan pesantren, pesantren harus

memiliki lima elemen penting yaitu, pondok, santri, masjid, pengajaran kitab

klasik dan kiai. Dikatakan bahwa:

Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab l;asik dan kiai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren. Ini berarti suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut akan berubah statusnya menjadi pesantren.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

17

Pernyataan di atas menunjukan bahwa keberadaan pondok pesantren pada

mulanya tidak terlepas dari dukungan dan perhatian masyarakat dan pemerintah

setempat. Ketika pondok pesantren masih kecil dan belum terkenal,

perkembangan fisik maupun fasilitasnya berada di bawah tanggung jawab

pemerintah setempat. Setelah pesantren menjadi besar dan terkenal, pesantren

berupaya mandiri dan lepas dari ketergantungan pemerintah setempat.

2. Tujuan Pesantren

Setiap institusi dalam kegiatannya mempunyai tujuan yang merupakan

target yang hendak dicapai sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya terarah pada

tujuan tersebut. Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor

pendidikan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan non formal memiliki tujuan-

tujuan tertentu. Menurut tim penyusun dari Departemen Agama RI (1982/1983)

tujuan institusional Pesantren umum ialah:

Membina warga negara agar berkepribadian muslin sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menenamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.

Selanjutnya dijelaskan tentang tujuan khusus pesantren menurut Qomar (2002: 6)

adalah sebagai berikut:

a. Mendidik siswa atau santri atau anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berahlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan serta sehat lahit bathin sebagai warga negara yang berpancasila.

b. Mendidik siswa atau santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh serta wiraswasta dalam upaya mengamalkan syariat agama Islam secara utuh dan dinamis.

c. Mempertebal semangat kebangsaan menumbuhkan manusia-manusia pembangun yang dapat membangun dirinya sendiri dan bertanggungjawab terhadap pembangunan bangsa dan negara.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

18

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (masyarakat lingkungannya).

e. Mendidik siswa atau santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sector pembangunan mental spiritual.

f. Mendidik siswa atau santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan social masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.

Kedua tujuan di atas merupakan tujuan institusional pendidikan pondok

pesantren yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional baik pendidikan

formal maupun non formal. Tujuan tersebut bukan hanya untuk mendidik para

santri agar taat kepada agama Islam saja, tetapi juga untuk mendidik para santri

agar mampu berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan mental spiritual. Agar

mereka mampu meningkatkan pembangunan diberbagai sektor demi tercapainya

tujuan pembangunan. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pesantren adalah

membentuk kepribadian muslim yang menguasai ajaran-ajaran Islam dan

mengamalkannya, sehingga bermanfaat bagi agama, masyarakat dan negara.

3. Sejarah Pesantren

Sebagai institusi pendidikan Islam yang dinilai paling tua, pesantren

memiliki akar transmisi sejarah yang jelas. Qomar (2002: 7-16) mengisahkan

bahwa orang yang pertama kali mendirikan pesantren dapat diketahui meskipun

ada sedikit perbedaan pemahaman. Di kalangan ahli sejarah terdapat perselisishan

pendapat yang menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka

menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh

Maghribi dari Gujarat India sebagai pendiri pondok pesantren yang pertama di

Jawa. Muh. Said dan Juminar Affan menyebut Sunan Ampel atau Raden Rahmat

sebagai pendiri pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya. Bahkan Kiai

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

19

Machrus Aly menginformasikan bahwa di samping Sunan Ampel, ada ulama yang

menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di Cirebon sebagai

pendiri pesantren pertama.

Mengenai teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di Jawa

khususnya, Lembaga Research Islam, Pesantren Luhur memberikan analisis yang

dapat dijadikan pedoman. Dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim sebagai

peletak dasar pertama sendi-sendi berdirinya pesantren, sedang Imam

Rahmatullah (Raden Rahmat atau Sunan Ampel) sebagai wali pembina pertama di

Jawa Timur. Sedangkan Sunan Gunung Jati mendirikan pesantren setelah Sunan

Ampel, bukan bersamaan. Jika benar pesantren telah dirintis oleh Syaikh Maulana

Malik Ibrahim sebagai penyebar agama Islam pertama di Jawa. Maka disimpulkan

bahwa pesantren adalah suatu model pendidikan yang sama tuanya dengan Islam

di Indonesia.

Pesantren sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam

persfektif wacana pendidikan nasional. Sistem pondok pesantren telah

mengundang spekulasi yang bermacam-macam. Qomar (2002: 10) menyatakan

ada tujuh teori yang mengungkapkan spekulasi tersebut yaitu:

� Teori pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren merupakan bentuk

tiruan atau adaptasi terhadap pendidikan.

� Teori kedua mengklaim berasal dari India.

� Teori ketiga menyatakan bahwa model pondok pesantren ditemukan di

Baghdad.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

20

� Teori keempat melaporkan bersumber dari perpaduan Hindu-Budha (pra-

Muslim di Indonesia) dan India.

� Teori kelima mengungkapkan dari kebudayaan Hindu-Budha dan Arab.

� Teori keenam menegaskan dari India dan orang Islam Indonesia.

� Teori ketujuh menilai dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang

lebih tua.

Ketujuh teori di atas akan mempersulit tentang asal usul pesantren. Namun pada

dasarnya pesantren terbentuk atas pengaruh India, Arab dan tradisi Indonesia

sebagaimana dimaksudkan pada teori terakhir di atas.

Pada awal rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan misi

pendidikan, melainkan juga dakwah, justru misi dakwah lebih menonjol.

Pesantren selalu mencari lokasi untuk menyalurkan dakwahnya. Pada periode

awalnya, pesantren berjuang melawan agama dan kepercayaan serba Tuhan dan

takhayyul, pesantren tampil membawa misi tauhid. Pesantren berjuang melawan

perbuatan maksiat seperti perkelahian, perampokan, pelacuran, perjudian dan

sebagainya.

Pesantren berkembang terus sambil menghadapi rintangan demi rintangan.

Sikap ini bukan ofensif, melainkan tidak lebih dari defensif; hanya untuk

menyelamatkan kehidupannya dana kelangsungan dakwah Islamiyah. Pada tahap

berikutnya, pesantren diterima masyarakat sebagai upaya mencerdaskan,

meningkatkan kedamaian dan membantu sosio-psikis bagi masyarakat. Tidak

mengherankan jika pesantren menjadi kebanggaan masyarakat sekitarnya.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

21

Perjuangan pesantren tidak berjalan begitu mulus. Giliran selanjutnya,

pesantren berhadapan dengan tindakan tiran kaum kolonial Belanda. Imperialis

yang menguasai Indonesia selama tiga setengah abad mengemban misi

penyebaran agama Kristen. Bagi Belanda, pesantren merupakan antitesis terhadap

gerakan kristenisasi dan upaya pembodohan masyarakat. Pada tahun 1882,

Belanda membentuk “Pristeranden” yang bertugas mengawasi pengajaran agama

di pesantren-pesantren.

Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi dengan

imperialis baru ini karena penolakan Kiai Hasyim Asy’ari kemudian diikuti kiai-

kiai pesantren lainnya terhadap Saikere (penghormatan terhadap Kaisar Jepang

Tenno Haika sebagai keturunan Dewa Amaterasu) dengan cara membungkukan

badan 90 derajat menghadap Tokyo setiap pagi, sehingga mereka ditangkap dan

dipenjara Jepang. Ribuan santri dan kiai berdemonstrasi mendatangi penjara,

kemudian membangkitkan dunia pesantren untuk mulai gerakan bawah tanah

menentang Jepang. Demonstrasi yang digelar menyadarkan pemerintah Jepang

betapa pengaruh Kiai Tebuireng sebagai tokoh keagamaan seluruh kiai Jawa dan

Madura. Kiai Hasyim pun dibebaskan dari penjara. Mulai saat itu Jepang tidak

mengganggu kiai dan pesantrennya. Bahkan menurut Selo Sumarjan yang dikutip

Qomar (2002: 13) menyebutkan bahwa “ Sebagai upaya menjaring simpati kaum

Muslimin di Indonesia, preferensi diberikan kepada pemimpin Islam (kiai

pesantren)” . Misalnya dengan dibentuknya Kantor Urusan Agama, Masyumi, dan

Hizbullah. Melalui preferensi tersebut, maka pesantren dan madrasah bisa

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

22

mengoperasikan kegiatan belajar mengajarnya secara lebih wajar dibandingkan

kegiatan belajar pada lembaga pendidikan umum.

Pada masa kemerdekaan, pesantren merasakan nuansa baru. Lahirnya

proklamasi memberi corak baru pada pendidikan Agama. Kurun waktu ini

merupakan musibah yang mengancam kelangsungan pesantren. Hanya pesantren

yang besar yang mampu menghadapi dengan mengadakan penyesuaian dengan

sistem pendidikan nasional sehingga musibah itu dapat direndam. Pada masa

1970-an suburnya sekularisasi, musibah tersebut menggoncang pesantren lagi.

Jadi secara umum, ada masa orde konstitusional, pesantren dapat hidup dan

berkembang dengan baik bahkan berkembang pesat dengan berbagai variasi.

Keadaan yang membaik ini disokong oleh pergeseran strategi dakwah Islam dari

pendekatan ideologis ke arah pendekatan cultural.

Berbagai tantangan dapat dihadapi melalui langkah-langkah strategis

sehingga pesantren masih mampu bertahan sampai sekarang dan diakui sebagai

asset pembangunan. Para analis yang dikutip oleh Qomar (2002: 15) menemukan

beberapa penyebab terhadap ketahanan tersebut, yaitu:

1. Abdurrahman Wahid menyebut ketahanan pesantren disebabkan pola

hidupnya yang unik.

2. Sumarsono Mestoko menyebutkan ketahanan pesantren disebabkan

oleh melembaganya pesantren di dalam masyarakat.

3. Azyumardi Azra menilai ketahanan pesantren disebabkan oleh kultur

Jawayang mampu menyerap kebudayaan luar melalui suatu proses

interiosasi tanpa kehilangan identitasnya.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

23

4. Aya Sofia mengklaim ketahanannya lantaran jiwa dan semangat

kewiraswastaan.

5. Hasan Langgulung mengamati ketahanan pesantren sebagai akibat dari

pribadi-pribadi kiai yang menonjol dengan ilmu dan visinya.

6. Ma’shum mengamati ketahanan pesantren dibanding dengan penyebab

eksternal.

Dari asumsi di atas dapat disimpulkan bahwa jika arus modernisasi semakin deras

melanda Indonesia, maka secara perlahan institusi tradisional seperti pesantren

akan segera lumpuh. Namun jika pihak pesantren dapat mengatasi dampak

modernisasi, maka pesantren akan tetap eksis sebagai lembaga pendidikan dan

tempat penyebaran agama.

4. Kategorisasi dan Unsur-unsur Pesantren

Pesantren merupakan hasil usaha mandiri kiai yang dibantu santri dan

masyarakat, sehingga memiliki berbagai bentuk. Qomar (2002: 16) menyebutkan

bahwa:

Kategori pesantren dapat dilihat dari berbagai perspektif yaitu dari segi rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan kemodernan, keterbukaan terhadap perubahan, dan dari sudut sistem pendidikannya.

� Dari segi kurikulum, Arifin menggolongkan menjadi pesantren modern,

pesantren tahassus (tahassus ilmu alat, ilmu fiqh/ ushul fiqh, ilmu tafsir/

hadist, ilmu tasawuf/ thariqat, dan qira’at al-Qur’an) dan pesantren

campuran.

� Dari kemajuan berdasarkan muatan kurikulumnya, Martin Van Bruinessen

mengelompokan pesantren menjadi pesantren paling sederhana yang hanya

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

24

mengajarkan cara membaca huruf Arab dan menghafal berbagai bagian atau

seluruh Al-Qur’an. Pesantren sedang yang mengajarkan berbagai kitab fiqh,

ilmu aqidah, tata bahasa Arab, terkadang amalan sufi. Dan pesantren maju

yang mengajarkan kitab-kitab fiqh, aqidah dan tasawuf yang lebih

mendalam dan beberapa mata pelajaran tradisional lainnya.

� Dari perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,

Dhofier membagi menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi dan khalafi.

Pesantren salafi tetap mengajarkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik

sebagai inti pendidikannya. Penerapan sistem madrasah untuk memudahkan

sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk

lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Pesantren khalafi

telah memasukan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah

yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di lingkungan

pesantren.

Kategorisasi pesantren di atas memiliki ciri khas tersendiri karena perbedaan

selera kiai dan keadaan sosial budaya maupun sosial geografisnya.

Kategori pesantren, Qomar (2002: 17) mengelompokan pesantren menjadi

tiga kelompok:

� Kelompok pertama, memiliki santri yang belajar dan tinggal bersama

kiai ,kurikulum tergantung kiai, dan pengajaran secara individual.

� Kelompok kedua, memiliki madrasah, kurikulum tertentu, pengajaran

bersifat aplikasi, kiai memberi pelajaran secara umum dalam waktu

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

25

tertentui, santri bertempat tinggal di asrama, untuk mempelajari

pengetahuan agama dan umum.

� Kelompok ketiga, hanya berupa asrama, santri belajar di sekolah,

madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama di luar, kiai

sebagai pengawas dan pembina mental .

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kategori tersebut berdasarkan sistem

kurikulum yang dikembangkan oleh pesantren yaitu kurikulum yang dibuat oleh

kiai. Peran kiai sekaligus sebagai pengawas dan pembina mental para santri.

Ahmad Qadri Abdillah Azizy yang dikutip oleh Qomar (2002: 17-18)

membagi pesantren atas dasar kelembagaanya yang dikaitkan dengan sistem

pengajarannya menjadi lima kategori:

1. Pesantren yang menyeleggarakan pendidikan formal dengan

menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah

keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum;

2. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam

bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak

menerapkan kurikulum nasional;

3. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk

madrasah diniyah;

4. Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis

ta’lim); dan

5. Pesantren untuk asrama anak-anak belajar sekolah umum dan

mahasiswa.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

26

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan pesantren sebagai

lembaga non formal memiliki peningkatan. Pesantren yang kini telah menetapkan

sistem pendidikannya dari non formal menjadi pendidikan formal. Kini banyak

pesantren modern yang telah mengembangkan sistem pendidikannya dengan

membangun sekolah diniyah, tsanawiyah, aliyah sampai sekolah tinggi ilmu

agama Islam (STAI).

Berbagai model pesantren bermunculan, demikian pula variasinya. Dhofier

(1982: 44) menyatakan bahwa “Suatu lembaga dapat dikatakan pesantren bila

lembaga itu telah memiliki elemen-elemen dasar dari pesantren yaitu pondok,

masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik/ kuning dan kiai”.

a. Pondok

Ciri khas sistem pendidikan di pesantren dengan sistem pendidikan

lainnya adalah dengan adanya pondokan atau asrama bagi para santrinya

untuk tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai. Keberadaan

pondokan adalah untuk memudahkan proses belajar mengajar dan

memudahkan pembinaan serta kontrol terhadap santri secara

berkesinambungan.

b. Masjid

Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah shalat saja, tetapi sebagai pusat

kegiatan dan tempat berlangsungnya belajar mengajar bagi santri. Dhofier

(1985: 49) menyatakan bahwa “…dimana kaum muslimin berada, mereka

selalu mempergunakan masjid sebagai tempat pertemuan dan pusat

pendidikan”.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

27

c. Santri

Kata santri berasal dari bahasa India yaitu “Shastri” yang berarti orang

ahli tentang kitab suci agama Hindu. Dari kata “Shastri” itu sendiri

berasal dari kata “Shastra” yang berati karangan agama atau uraian

ilmiah. Adapula yang mengatakan “Shastri” itu adalah huruf, sebab di

pesantren dipelajari huruf dan sastra. (Z. Nuchtarom yang dikutip Djamari,

1985: 30)

d. Pengajaran kitab-kitab klasik/ kuning

Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab. Pengajaran

kitab kuning di pondok pesantren biasanya dengan menggunakan metode

Sorogan dan Bandongan. Metode sorogan adalah metode mengajar kiai

membaca teks kitab kuning yang berbahasa Arab (gundul atau berharkat)

secara kata demi kata. Kemudian santri disuruh membacanya sebagaimana

kata-kata yang dibaca kiai. Pada saat itu kiai langsung mengadakan

evaluasi dan penilaian, apakah santri mampu membaca sesuai dengan

strukrur kalimatnya atau belum. Metode bandongan adalah kiai membaca

kitab kuning dan menafsirkan serta menjelaskan kata atau kalimat tertentu

sedangkan santri menyimak dan menghafsahinya.

e. Kiai

Keberadaan kiai dalam pondok pesantren merupakan unsure paling utama

karena sebagian besar kiai merupakan pendiri atau pemprakarsa berdirinya

pesantren. Untuk menjadi seorang kiai, seorang calon kiai harus bekerja

keras melalui penjenjangan yang bertahap. Namun ada sebagian calon kiai

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

28

berasal dari anggota keluarga kiai yang dibentuk keluarganya untuk

menjadi seorang kiai.

Penulis menyimpulkan bahwa kelima unsur di atas merupakan hal yang sangat

penting untuk dimiliki oleh suatu pesantren.

5. Tipologi Pesantren

Prasodjo (1975: 84) mengungkapkan beberapa pola atau tipe pesantren

berdasarkan tingkat perkembangan kelengkapan fisiknya, yaitu:

a. Pesantren Tradisional

1) Pola masjid-rumah kiai, pola ini masih sederhana dimana kiai

menggunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk tempat mengajar.

Pola ini merupakan tahap permulaan, dimana santri juga berasal; dari

daerah sekitarnya namun mereka telah mempelajari ilmu agama secara

kontiniu. Pola ini masih berupa tempat pengajian biasa sebelum

disebut pesantren.

2) Pola masjid-rumah kiai-pondok, yang telah menunjukan lembaga

pondok pesantren karena telah memiliki tempat tinggal yaitu pondok

dan santri menginap di sana.

b. Pesantren Semi Modern

Pola masjid- rumah kiai- pondok- madrasah, yaitu disamping

menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dengan sistem lama yaitu

sorogan dan bandongan, pesantren juga menggunakan sistem klasikal.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

29

c. Pesantren Modern

1) Pola masjid-rumah kiai-pondok-madrasah-tempat keterampilan yaitu

disamping mempunyai madrasah pesantren juga memiliki tempat

keterampilan seperti peternakan, kerajinan, pertanian, koperasi, sawah,

ladang dan lain-lain.

2) Pola masjid-rumah kiai-pondok-madrasah-tempat keterampilan –

universitas-gedung pertemuan-tempat olah raga-sekolah umum. Pola

ini merupakan kampus pesantren modern. Selain pesantren, juga

memiliki kantor administrasi, perpustakaan, dapur, tokko, penginapan

tamu, operation hause, ruang pertemuan dan lain-lain.

Dari tipologi pesantren di atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren tidak semata-

mata sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mencetak santri menjadi alim

ulama. Pesantren dapat pula dijadikan sebagai lembaga sosial kemasyarakatan

yang berusaha memajukan status sosial, keagamaan, pendidikan kebudayaan,

bahkan perekonomian masyarakat sekitar.

6. Pesantren Sebagai Pranata Sosial

Istilah pranata hampir selalu diterjemahkan dengan kata lembaga atau

institution. Koentjaraningrat (1978: 23) mengatakan:

Seluruh total dari kelakuan manusia yang berpola, menurut fungsi-fungsi khasnya dalam hal memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam masyarakatnya. Suatu sistem aktivet khas dari kelakuan berpola beserta komponen-komponennya, ialah sistem norma dan tata kelakuannya dan peralatannya, ditambah dengan manusia atau personel yang melaksanakan kelakuan berpola, itulah yangmerupakan suatu pranata atau institution.

Jika digambarkan, maka komponen-komponen pranata sosial menurut

Koentjaraningrat (1978: 24) adalah:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

30

Gambar 1: komponen-komponen dari Pranata Sosial

Selain itu bahwa “Pranata sosial merupakan aturan-aturan atau institusi yang

mengatur kehidupan masyarakat”. (http://www.kesbang.go.id/pranata_sosial.htm)

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pranata merupakan

kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya.

Koentjaraningrat (1978: 24-25) membagi pranata sosial menjadi delapan

kelompok dengan memakai delapan kebutuhan hidup manusia sebagai prinsip

penggolongan, yaitu:

1) Pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, ialah

yang sering disebut kinship atau domestic institutions. Contoh:

Pranata yang berpusat pada suatu kelakuan

berpola

Peralatan fisik

Personal

Sistem norma

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

31

penglamaran, perkawinan, poligami, pengasuhan anak-anak, perceraian,

dan sebagainya.

2) Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk

pencarian hidup, memproduksi, menimbun dan mendistribusi harta dan

benda, ialah economic institutions. Contoh: pertanian, peternakan,

pemburuan, feodalisme, industri, barter, koperasi, penjualan, dan

sebagainya.

3) Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan

pendidikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna,

ialah educational institutions. Contoh: pengasuhan kanak-kanak,

pendidikan rakyat, pendidikan menengah, pendidikan tinggi,

pemberantasan buta huruf, pendidikan keagamaan, pers, perpustakaan

umum, dan sebagainya.

4) Pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah

manusia, menyelami alam semesta sekelilingnya, ialah scientific

institutions. Contoh: metodik ilmuah, penelitian, pendidikan ilmiah, dan

sebagainya.

5) Pranata-pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia

menyatakan rasa keindahannya dan untuk berekreasi, ialah aesthetic and

recreational imstitutions. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, seni

drama, kesusasteraan, sport, dan lain sebagainya.

6) Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk

berhubungan dengan Tuhan atau dengan alam gaib, ialah religious

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

32

institutions. Contoh: gereja, doa, keduri, upacara, penyiaran agama,

pantangan, ilmu ghaib, pesantren, dan lain sebagainya.

7) Pranata-pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk

mengatur kehidupan berkelompok secara besar-besaran atau kehidupan

bernegara, ialah political institutions. Contoh: pemerintahan, demokrasi,

kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan, dan lain sebagainya.

8) Pranata-pranata yang mengurus kebutuhan jasmani dari manusia, ialah

somatic institutions. Contoh: pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan

kesehatan, kedokteran, dan lain sebagainya.

Disimpulkan bahwa pesantren merupakan bagian dari pranata sosial, yaitu

educational institutions dan religious institutions.

Pesantren dikatakan sebagai educational institutions karena pesantren

merupakan pranata atau lembaga pendidikan luar sekolah atau non formal yang

diselenggarakan oleh masyarakat secara sengaja, terarah, terorganisir dan

terprogram. Pesantren merupakan lembaga keagamaan sebagaimana dijelaskan

oleh Hasballah (1999: 179) bahwa:

Lembaga penyelenggaraan pendidikan keagamaan yaitu pesantren, madrasah-madrasah keagamaan (diniyah) dan madrasah-madrasah yang termasuk pendidikan umum berciri khas agama seperti MI, MTs dan MA.

Selain itu, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan

khusus pendidikan agama. Sebagaimana yang dijelaskan dalam UUSPN pasal 11

ayat (6) atau juga dalam pondok pesantren No. 73/ 1991 pasal 3 ayat (3) yang

menyatakan bahwa:

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

33

Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajatan agama yang bersangkutan.

Pesantren dapat dikatakan pula sebagai pranata keagamaan atau religious

institutions karena pesantren merupakan tempat seorang muslim belajar ilmu

agama Islam. Ilmu agama sangat diperlukan bagi seorang hamba Tuhan yang

berpegang teguh pada satu aqidah. Seseorang dikatakan religious, apabila orang

tersebut telah menguasai dan mengamalkan ajaran agama yang dimilikinya dalam

kehidupan sehari-hari. Pengamalan ilmu agama tidak hanya terpatok pada

Hablhumminnallah (hubungan manusia dengan Allah) tapi juga harus dibarengi

dengan Hablhumminannas (hubungan manusia dengan manusia). Jadi pesantren

merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang memberikan pengajaran kepada

santri agar memiliki dan menguasai ajaran agama Islam dengan baik dan

menerapkannya dalam perilaku sehari-hari. Pesantren mendidik santri agar

menjadi seorang alim ulama yaitu orang yang memiliki dan menguasai serta

menjalankan ajaran Islam dengan sempurna.

B. PERUBAHAN SOSIAL DAN INDUSTRIALISASI

1. Pergeseran Relasi Sosial sebagai Dampak Industrialisasi

Konsep yang mendasari penelitian ini diambil dari keadaan empirik yaitu

gejala relasional yang ada di tengah-tengah masyarakat yaitu relasi sosial

masyarakat industri. Yusuf (1994: 21) menuliskan bahwa “Relasi itu adalah

interaksi”. Relasi sosial atau interaksi sosial menurut Soekanto ( 2002: 61) adalah:

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

34

Hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

Dapat disimpulkan bahwa apabila ada dua orang bertemu, maka relasi sosial pun

terjadi pada saat itu juga, mereka saling menegur, berbicara bahkan berkelahi.

Levinger, et al yang dikutip oleh Yusuf (1994: 23) mengemukakan bentuk

relasi yang berbeda pada setiap individu ataupun kelompok, yaitu:

1. Relasi yang terjadi antara anggota keluarga dan bukan anggota

keluarga yang dibagi ke dalam relasi yang berorientasi sosial dan

berorientasi tugas.

2. Relasi yang terjadi menurut komposisi jenis kelamin.

3. Relasi yang terjadi menurut komposisi umur.

4. Relasi yang mengacu pada derajat keterlibatan afektif.

5. Relasi dengan muatan interaksi.

Relasi (interaksi) sosial yang ada di masyarakat terbentuk oleh faktor-faktor:

1. Tindakan sosial

Suatu tindakan, baru dinyatakan sebagai tindakan sosial apabila subjeknya

dihubungkan dengan individu-individu lain. Menurut Max Weber yang dikutip

oleh Soekanto (2002: 66) “Tindakan sosial adalah tindakan seorang individu yang

dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat”. Dari

pengertian di atas disimpulkan bahwa dalam bertindak atau berperilaku seorang

individu hendaknya memperhitungkan keberadaan individu-individu lain dalam

masyarakat. Hal tersebut perlu diperhatikan karena tindakan sosial merupakan

perwujudan dari hubungan atau relasi.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

35

Tindakan sosial menurut Rahman, dkk (2003: 52-53) dapat dibedakan

menjadi empat macam dilihat dari cara atau tujuan tindakan itu dilakukan, yaitu:

a. Tindakan rasional instrumental yakni tindakan yang dilakukan dengan

memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan, dalam hal ini pelaku

memperhitungkan efisiensi efektivitas dari sejimlah pilihan tindakan.

Contoh: tindakan bekerja keras untuk mencari nafkah yang cukup.

b. Tindakan rasional berorientasi nilai yakni tindakan-tindakan yang

berkaitan dengan nilai-nilai dasar dalam masyarakat, sehingga pelaku

tidak mempermasalahkan lagi tujuan dan tindakan. Yang menjadi

persoalan adalah cara. Contoh: tindakan-tindakan yang bersifat religio-

magis atau berdasarkan keyakinan agama tertentu.

c. Tindakan tradisional merupakan tindakan yang tidak memperhitungkan

rasional. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kebiasaan

atau adat istiadat. Contoh: berbagai macam upacara atau tradisi untuk

melestarikan kebudayaan leluhur.

d. Tindakan afektif yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang

maupun kelompok orang berdasarkan perasaan (afeksi) atau emosi.

Contoh: tindakan mengamuk karena marah.

2. Kontak sosial

Kontak sosial menurut Soekanto (2002: 65) adalah:

Hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya relasi (interaksi) sosial, dan masing-masing pihak saling bereaksi antara satu dengan yang lain meskupun tidak harus bersentuhan secara fisik.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

36

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai gejala sosial, kontak

sosial tidak berarti harus selalu bersinggungan secara fisik, akan tetapi

berhubungan, berhadapan, atau bertatap muka antara dua orang individu atau

kelompok. individu dapat menyampaikan suatu aksi berupa pesan yang

mempunyai tujuan tertentu. Wujud dari pesan dapat berupa gerakan atau isyarat

anggota badan.

Dalam kehidupan sehari-hari kontak sosial bisa dilakukan dengan

beberapa cara menurut Soekanto (65-66) yaitu:

a. Kontak sosial yang dilakukan menurut cara pihak-pihak yang

berkomunikasi itu mengadakan kontak social. Cara kontak sosial itu ada

dua macam yaitu kontak langsung dimana pihak komunikator

menyampaikan langsung pesannya kepada pihak komunikan, baik melalui

tatap muka atau melalui alat Bantu komunikasi.cara yang kedua adalah

kontak tidak langsung yaitu pihak komunikator menyampaikan pesannya

kepada komunikan melalui perantara pihak ketiga.

b. Kontak sosial yang dilakukan menurut terjadinya proses komunikasi ada

dua macam yaitu kontak primer yang terjadi pada saat awal komunikasi

sosial itu terjadi. Dan kontak sekunder terjadi apabila pesan dari

komunikator disampaikan kepada komunikan melalui pihak ketiga atau

media komunikasi.

3. Komunikasi sosial

Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicare yang berarti

berhubungan. Jadi secara harfiah komunikasi berarti berhubungan atau bergaul

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

37

dengan orang lain. Proses komunikasi terjadi pada saat kontak sosial berlangsung.

Orang yang menyampaikan komunikasi disebut komunikator, sedangkan orang

yang menerima disebut komunikan. Secara ringkas proses komunikasi bisa dilihat

pada bagan berikut:

Gambar II: Proses komunikasi

Dari bagan tersebut jelas terlihat bahwa pesan dapat diberikan oleh komunikator

kepada komunikan melalui media. Namun ada pula pesan yang disampaikan

langsung kepada komunikan tanpa melalui media. Dari proses relasi (interaksi)

sosial di atas dapat disimpulkan bahwa proses relasi sosial dapat berlangsung

lebih dari satu orang. Adanya komunikasi sosial, dimensi waktu, dan tujuan-

tujuan tertentu menyebabkan seorang individu dapat melakukan relasi sosial

secara lancar.

Relasi sosial tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan saja, pada

masyarakat pedesaan pun berlangsung proses relasi sosial. Dulu masyarakat

pedesaan dikategorikan sebagai masyarakat agraris yang sebagaian besar

masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Konsep gotong royong

Komunikator

(individu/

Pesan : - gerakan/

isyarat anggota badan yang bersimbol/ bermakna

- kata-kata

Media: Radio, TV, surat kabar, telepon, dsb.

Komuni kan (individu/ kelompok

Feedback (umpan balik)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

38

merupakan suatu konsep yang erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia

sebagai petani dalam masyarakat agraris. Dalam kehidupan masyarakat desa,

gotong royong menurut Koentjaraningrat (1974: 60) adalah “Suatu sistem

pengerahan tenaga tambahan dari kalangan keluarga, untuk mengisi kekurangan

tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam

di sawah”. Dari pendapat di atas, disimpulkan bahwa sistem gotong royong

sebagai suatu sistem pengerahan tenaga, amat cocok dan fleksibel untuk teknik

bercocok tanam di desa.

Selain gotong-royong, Koentjaraningrat mengemukakan ada bentuk relasi

sosial lainnya di masyarakat desa yaitu:

1. Aktivitas tolong-menolong antara tetangga yang tinggal berdekatan, untuk

pekerjaan-pekerjaan kecil sekitar rumah dan pekarangan, misalnya

menggali perigi, membersihkan rumah, dan sebagainya.

2. Aktivitas tolong menolong dalam kaum kerabat (dan kadang-kadang

beberapa tetangga yang paling dekat) untuk menyelanggarakan pesta

sunat, perkawinan, upacara tujuh bulan dan lain sebagainya.

3. Aktivitas spontan tanpa pernintaan dan tanpa pamrih untuk membantu

secara spontan pada waktu seorang penduduk desa mengalami kematian

atau bencana.

4. Kerja bakti yaitu satu aktivitas pengerahan tenaga tanpa bayaran untuk

satu proyek yang bermanfaat untuk umum atau yang berguna untuk

pemerintahan.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

39

Relasi sosial seperti yang kemukakan di atas berangsur memudar dan

menghilang dalam masyarakat seiring masuknya industri ke pedesaan.

Industrialisasi yang muncul setelah revolusi industri di Inggris, merambat pula di

Indonesia pada tahun 1970-an. Sitorus yang dikutip oleh Dharmawan (1986: 17)

mengungkapkan bahwa “Industrialisasi adalah proses perubahan dari masyarakat

agraris menjadi masyarakat industri”. Dengan demikian industrialisasi merupakan

suatu proses budaya, karena dalam proses ini dibangun masyarakat dari suatu pola

hidup berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat yang berpola hidup

berbudaya masyarakat industri. Dharmawan (1985: 18) memaparkan bahwa

“Industrialisasi pada suatu masyarakat berarti adanya penggantian teknik produk

dari cara yang masih tradisional ke cara modern”. Pendapat tersebut lebih

menekankan pada pergantian pengunaan teknologi dari yang sederhana kepada

teknologi yang serba canggih serta efektif dalam penggunaannya.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa industrialisasi

adalah proses perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.

Jadi masyarakat yang semula menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian

yang dikelola secara turun temurun dan tradisional, berubah menjadi masyarakat

yang menggantungkan hidupnya pada sektor industri. Sektor industri lebih

menekankan pada pemanfaatan teknologi modern.

Perubahan yang ditimbulkan akibat adanya industri menurut Martono

(1983:36) adalah:

a. Terganggunya keseimbangan antara kesatuan-kesatuan sosial dan

masyarakat.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

40

b. Renggangnya hubungan kekeluargaan dalam masyarakat.

c. Bertambahnya besarnya urbanisasi penduduk daerah pedesaan menuju

perkotaan.

Dari pendapat di atas intinya adalah perubahan dapat menyebabkan rengganya

ikatan kekeluargaan baik dalam keluarga kecil maupun dalam keluarga luas.

Misalnya ikatan kekeluargaan dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan.

Masyarakat yang perekonomiannya masih berdasarkan pertanian, dasar

ikatan masyarakatnya masih kuat, mereka masih menyandarkan diri pada adanya

ikatan darah dan keturunan serta semangat gotong royong. Namun semua perlahan

memudar. Dengan adanya industrialisasi masing-masing pihak dalam satu

keluarga mempunyai kesibukan masing-masing, sehingga menyebabkan

komunikasi antara ayah, anak bahkan istri pun menjadi renggang.

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai fungsi

penting. Karena keluarga merupakan wadah pembentukan kepribadian anak.

Melalui proses sosialisasi, orang tua sebagai perantara pertama mengenalkan

nilai-nilai kebudayaan dalam kehidupan sosial. Hubungan manusia yang satu

dengan yang lain sangat erat dan akrab. Masyarakat belajar mengenal kasih

sayang, kebebasan, kepatuhan dan kesediaan berkorban. Individu merupakan

bagian dari kelompoknya. Namun dalam perkembangan masyarakat yang lebih

kompleks, nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan kekeluargaan tersebut menjadi

berkurang.

Perubahan sosial menuju masyarakat industri, menyebabkan kelompok

kekerabatan kehilangan fungsinya. Ini terbukti dengan banyaknya anggota

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

41

kelompok yang mulai bekerja di pabrik, membuat home industry di rumahnya

masing-masing. Nilai kebersamaan, gotong royong sedikit demi sedikit memudar

karena aktivitas dan kesibukan yang dilakukan oleh masyarakat. Merengganya

ikatan kekeluargaan dalam masyarakat industri menurut Martono (1983: 41)

disebabkan oleh:

a. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan. b. Disorganisasi keluarga karena putusnya perkawinan sebab perceraian. c. Adanya kekeurangan komunikasi dalam keluarga. d. Krisis keluarga karena salah satu yang bertindak sebagai kepala

keluarga di luar kemampuannya sendiri meninggalkan rumah tangga.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan bagian yang

paling utama dalam melaksanakan komunikasi. Jika sudah tidak terjalin

komunikasi, ikatan kekeluargaan sedikit demi sedikit akan merenggang.

2. Industrialisasi dalam Persfektif Relasi Sosial

Pembangunan ekonomi pedesaan merupakan bagian dari proses

pembangunan nasional yang telah direncanakan. Salah satunya yaitu dengan

menjadikan bangunan pertanian sebagai prioritas utama pembangunan nasional

untuk meningkatkan hasil pembangunan yang lebih baik, pemerintah tidak hanya

memprioritaskan pembangunan pertanian saja tetapi juga mengembangkan

pembangunan industri. Hal ini dimaksudkan agar antara pembangunan pertanian

dan pembangunan industri dapat berjalan sejajar atau seimbang sehingga

kemajuan ekonomi menjadi baik dan kuat.

Selain itu dengan adanya pembangunan industri yang penyebarannya

sampai ke daerah-daerah pedesaan membawa suasana baru bagi masyarakat

pedesaan. Pembangunan industri tersebut secara langsung maupun tidak langsung

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

42

akan mempengaruhi kehidupan masyarakat sekitarnya. Di dalam kegiatan industri

memerlukan macam-macam keahlian yang berbeda dengan keadaan masyarakat

pertanian. Timbulnya industri di pedesaan mengakibatkan adanya kecenderungan

timbulnya masyarakat majemuk dengan aneka ragam kebudayaan dan keahlian

sehingga membuka lapangan kerja yang bervariasi berdasarkan keahlian yang

ditentukan oleh tingkat pendidikan.

Dengan masuknya pembangunan industri ke daerah-daerah pedesaan

mengakibatkan desa mengenal teknologi, kebudayaan materil dan ilmu

pengetahuan yang tinggi, maka kehidupan sosial di desa ikut terpengaruh dan

mengikuti pola tersebut penduduk desa pada umumnya telah rasionil, dinamis dan

individualis. Pengesahan nilai-nilai ini merupakan pertanda ke arah perubahan tata

hidup desa yang baru tumbuh dan berkembang meninggalkan kestabilan dan

ketentraman yang telah ada. Penduduk dan kehidupan desa setengah sadar

terpaksa menerima dan melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Hal ini karena

di dalam menghadapi perubahan sosial di masyarakat khusus dalam menyerap

kebudayan dan teknologi baru orang Indonesia mempunyai kecenderungan untuk

menelan segala sesuatu yang telah dihidangkan, kemudian sedikit demi sedikit apa

yang tidak disukainya akan ditinggalkan dan yang sesuai dengan selera akan

berbaur dengan kebudayaan masyarakat.

Ponsioen yang dikutip oleh Susanto (1999:31), menegaskan:

Bahwa dalam proses industrialisme, perubahan terjadi dengan memaksakan teknologi asing kepada suatu masyarakat tanpa menghiraukan dasar sosial budayanya. Industrianisme merupakan suatu proses otonom yang berdiri sendiri. Proses industrialisasi yang diperkenalkan terlebih dahulu mempersiapkan suatu masyarakat untuk menerima dan menggunakan teknologi baru tersebut.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

43

Pernyataan di atas sama sekali tidak memperhatikan latar belakang sosial budaya

suatu masyarakat, padahal keberhasilan suatu industrialisasi itu sangat bergantung

kepada masyarakat yang menerimanya, selain faktor teknologi yang mendukung.

Di samping itu industrialisasi juga menciptakan jenis peranan yang kompleks dan

menekankan pada berbagai ragam keahlian yang diperlukan dalam proses-proses

produksi.

Industrialisasi secara perlahan-lahan dapat merubah struktur sosial yang ada

di masyarakat, misalnya nilai, sikap, kepercayaan, dan pola tingkah laku di dalam

kelas sosial yang berbeda dengan kelas sosial lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang di lakukan oleh Depdikbud tahun 1996 dikawasan industri Pulo

Gadung sebagai berikut:

Industrialisasi merupakan gejala dari kebudayaan yang memiliki cara berfikir sendiri, struktur sosial sendiri, dan norma sosial sendiri. Akan tetapi dalam prosesnya industrialisasi menciptakan kondisi dan kebutuhan akan barang dan jasa dalam corak baru, serta mendorong penyerapan tingkah laku dan orientasi nilai-nilai baru serta menghasilkan adanya pembagian sosial yang baru pula.

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa industrialisasi dapat

menciptakan kebutuhan manusia akan barang dan jasa semakin meningkat. Selain

itu adanya industri dapat menyebabkan penyerapan nilai-nilai budaya baru di

masyarakat.

Industrialisasi dalam persfektif relasi sosial dapat menyebabkan

pergeseran nilai yang ada di masyarakat. Faktor penyebab perubahan nilai dalam

masyarakat diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen

Pandidikan dan Kebudayaan tahun 1993 di Daerah Sulawesi Tengah yaitu:

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

44

1. Adanya pengaruh perkembangan kehidupan sosial kemasyarakatan

yang juga mempengaruhi longgarnya ikatan-ikatan kekeluargaan yang

ada dalam masyarakat.

2. Pengaruh tingkat perkembangan sosial ekonomi, pendidikan, lapangan

pekerjaan, sistem buruh dan lain-lain.

3. Pengaruh pertambahan penduduk dan semakin lusnya bidang usaha

dan kegiatan lapangan kehidupan.

4. Sudah adanya mobilitas masyarakat sebagai akibat lebih membaiknya

sarana komunikasi darat antara kota dan pedesaan.

Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pergeseran nilai diakibatkan oleh

adanya industri dan pengaruh kemajuan teknologi komunikasi yang ada di

masyarakat.

Penelitian lainnya dilakukan di Daerah Istimewa Aceh tahun 1980,

menghasilkan sebab-sebab terjadinya pergeseran nilai antara lain:

1. Jumlah tenaga kerja semakin bertambah sedangkan areal tanah sawah

semakin berkurang. Dengan demikian petani yang tidak memiliki

tanah sendiri akan bertambah sehingga mengakibatkan rendahnya upah

buruh.

2. Dengan majunya masyarakat desa di masa mendatang, mentalitas

kolektivitas warga negara akan menurun dan mentalitas individual

akan bertambah. Dengan meningkatnya sikap individual, maka warga

masyarakat hidup dan bergaul berdasarkan hubungan intensif pula.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

45

Dengan demikian sikap sosial dalam masyarakat desa pun akan

berkurang.

3. Dengan masuknya teknologi modern ke pedesaan akan melemahkan

nilai pengalaman dalam masyarakat.

4. Dengan adanya kemajuan akan mengakibatkan terjadinya persaingan

dalam masyarakat desa.

5. Dengan masuknya unsure pembangunan ke dalam masyarakat desa,

maka akan terjadinya pergeseran budaya yang ada di masyarakat dan

mempengaruhi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Marbun (1980:54) yaitu:

Perubahan akan paling terasa dalam pola konsumsi pangan, dan sandang serta alat perlengkapan rumah tangga. Namun yang paling dahsyat adalah di bidang tata nilai serta hubungan kekeluargaan. Hidup keras, individualisme, dan kurang religius merupakan ciri yang mengikuti masa transisi perbauran kebudayaan.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya individualisme, seperti yang

dikemukakan oleh Soedjito (1986: 62) adalah:

Individuliame disebabkan oleh adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda, meskipun dalam prinsipnya masih ada gotong royong. Proses individualisme ini sebenarnya tidak hanya terjadi di kota, tetapi juga di desa-desa dimana sudah diperkenalkan teknologi baru berupa mesin-mesin dan lain-lain.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa industrialisasi dapat menyebabkan

pergeseran nilai nilai dalam masyarakat desa. Hal tersebut terlihat dengan

masuknya teknologi modern, menyempitnya areal sawah, serta adanya mobilitas

dan pertumbuhan masyarakat menyebabkan berkurangnya ikatan-ikatan sosial

dalam masyarakat.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

46

3. Industri sebagai Alat Perubahan Sosial

Industri dengan karakteristik utamanya yakni teknologi, senantiasa

melibatkan berbagai akibat sosial yang sebagian dapat diketegorikan sebagai

perubahan sosial. Pengenalan teknologi kepada masyarakat merupakan faktor

penentu timbulnya kebudayaan baru dalam masyarakat. Setiap penemuan

teknologi baru akan membawa dampak atau pengaruh tertentu kepada pemakai.

Ini berarti bahwa masyarakat harus dapat menyesuaikan diri terhadap penemuan

teknologi baru.

Penemuan teknologi baru itu pertama-tama dilontarkan ke masyarakat

yang ingin menerimanya. Secara spontanitas anggota masyarakat akan memberi

reaksi. Reaksi tersebut mau tidak mau keluar dari emosi dan alam pikiran yang

meliputi rasa kebudayaan, serta kepercayaan dan tradisi lain yang semuanya akan

mengalami perubahan. Teknologi modern atau industrialisasi yang dipaksakan

membawa pengaruh tidak hanya dalam bidang finansial dan material, tetapi juga

mendalam sampai kepada pengembangan pribadi masing-masing anggota

masyarakat.

Dalam kaitan ini Karim (1986: 50) berpendapat bahwa “Laju perubahan

materil seperti halnya teknologi berpacu lebih cepat dari pada laju perubahan non

material”. Perubahan telah menimbulkan kesenjangan budaya dalam masyarakat.

Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung, pengaruh teknologi itu

ada dan berkembang dari waktu ke waktu serta berbeda manifestasinya.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

47

Karim (1986: 53) berpendapat bahwa terdapat perbedaan pandangan di

kalangan para ahli dalam memandang perubahan sosial akibat adanya industri,

yaitu:

a. Pihak yang menganggap bahwa teknologi sebagai satu-satunya faktor penyebab perubahan sosial. Pandangan ini disebut determinisme teknologi.

b. Pihak yang memandang bahwa ternologi hanya salah satu faktor di antara banyak faktor penyebab perubahan sosial.

c. Pihak yang berpendapat bahwa teknologi bukan sebagai faktor independen saja. Menurut pandangan ini, teknologi sebagai alat (tool) dan cara yang merupakan objek pasif saja, yang penggunaannya ditentukan oleh kemauan manusia sebagai warga negara.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi modern sebagai alat

dapat menimbulkan perubahan sosial dalam masyarakat.

C. PERAN PESANTREN DALAM MENGATASI DAMPAK

INDUSTRIALISASI

1. Peranan Pesantren dalam masyarakat

Sebagai suatu lembaga, menurut Mastuhu (1994: 59) pesantren memiliki

peranan dalam masyarakat yaitu:

a. Lembaga pendidikan yaitu menyelenggarakan pendidikan formal

(madrasah, sekolah umum) dan pendidikan non formal (keagamaan).

b. Lembaga sosial yaitu menampung anak dari segala lapisan masyarkat

dengan tidak membedakan tingkat sosial ekonomi bahkan anak-anak yatim

piatu, miskin dan lain-lain.

c. Lembaga penyebaran agama yaitu pesantren mengadakan kegiatan dakwah

atau keagamaan di masjid, sekolah, pengajian dan lain-lain.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

48

Diantara ketiga peranan pesantren di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan

pesantren yang paling pokok adalah sebagai lembaga dakwah. Sebagai lembaga

dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama

dengan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan. Sejak lama pesantren

terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan sosial masyarakat desa. Warga

pesantren telah terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan

masyarakat.

2. Peranan Pesantren dalam Mengatasi Dampak Industrialisasi

Perkembangan teknologi, penyebaran arus informasi dan budaya dapat

menggiring masyarakat untuk berfikir rasional, bersikap inklusif, dan berperilaku

adaptif. Masyarakat dihadapkan pada pilihan-pilihan baru yang menarik untuk

mengikutinya. Masyarakat begitu intens menjumpai perubahan-perubahan baik

yang menyangkut pola pikir, pola hidup, kebutuhan sehari-hari hingga proyeksi

kehidupan di masa depan. Begitu pula dengan proses perubahan masyarakat dari

agraris menjadi industri mempengaruhi perubahan dalam ikatan kekeluargaan di

masyarakat. Bentuk perubahan ini menimbulkan respons di kalangan pesantren.

Industrialisasi telah merambat ke masyarakat pedesaan telah memberikan

dampak positif dan negatif. Pesantren sebagai lembaga keagamaan harus berperan

dalam mengatasi dampak industrialisasi. Senada dengan hal itu, Qomar (2002: 73)

berpendapat bahwa:

Pesantren tidak bisa bersikap isolatif dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Respon yang positif adalah dengan memberikan alternatif-alterbatif yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi era global yang membawa persoalan-persoalan makin komplek sekarang. Sebaliknya respon yang tidak kondusif seperti bersikap

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

49

isolatif justru menjadikan pesantren tidak memberikan keuntungan bagi kemajuan zaman.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pesentren harus memiliki

kepekaan akan perubahan yang terjadi di masyarakat. Pesantren tidak boleh

menitup diri terhadap perubahan yang terjadi.

Sistem pendidikan pesantren pun harus selalu melakukan upaya

rekonstruksi pemahaman terhadap ajaran-ajarannya agar tetap relevan dengan

perkembangan jaman. Pesantren harus mampu mewujudkan sistem pendidikan

sinergik, yakni sistem yang memadukan akar tradisi dan modernitas. Jika strategi

ini mampu dilaksanakan, hubungan pendidikan pesantren dengan dunia kerja

industrial bisa disatukan.

Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, pesantren menjadi

tumpuan harapan. Menurut Nurcholish Madjid yang dikutip oleh Qomar (2002:

74) berpendapat bahwa “Semboyan mewujudkan masyarakat madani akan mudah

terwujud apabila institusi pesantren tanggap atas perkembangan dunia modern”.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pesantren memperoleh

kepercayaan tinggi sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia menuju

masyarakat madani. Pesantren juga dikenal mentradisikan belajar kitab kuning

yaitu pesantren berbasis pedesaan. Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat

yang menjadi perhatian utama dalam mewujudkan masyarakat madani.

Mastuhu yang dikutip Qomar (2002: 74) menilai bahwa:

Akibat pengaruh globalisasi, pesantren tidak bisa menutup diri dari perubahan sosial yang sangat cepat. Nilai-nilai modern seperti snow balling efek industrialisasi, mulai mempengaruhi nilai-nilai budaya pesantren.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_020230_chapture2.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA A. PESANTREN SEBAGAI PRANATA SOSIAL 1. Pengertian Pesantren

50

Dari pendapat di atas dapat disimpulakan bahwa pesantren tidak boleh

melepaskan diri dari tantangan yang terjadi di masyarakat. Pesantren harus bisa

memposisikan diri sebagai lembaga sosial kemasyarakatan. Pesantren harus

mampu merespon pengaruh-pengaruh global dengan menggunakan stategi daptif

selektif. Artinya pesantren perlu mengadakan pembaharuan yang bisa

mengimbangi kemajuan zaman, tetapi materi pembaharuannya harus diseleksi

berdasarkan parameter ajaran-ajaran Islam.

Dalam menghadapi tantangan akibat perubahan global khususnya

industrialisasi, pesantren dituntut memiliki tiga kemampuan menurut Qomar

(2002: 77), yaitu:

1) Kemampuan untuk survive (bertahan hidup) ditengah-tengah perubahan dan persaingan yang terus bergulir. 2) Kemampuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya (rohaniah dan jasmaniah). 3) kemampuan untuk berkembang dan beradaptasi dengan tuntutan zaman yang berubah.

Sementara itu, menurut Azyumardi Azra yang dikutip oleh Qomar (2002: 77)

berpendapat bahwa:

Pesantren diharapkan bukan hanya mampu bertahan, melainkan juga mampu mngembangkan diri, dan bahkan kembali menempatkan diri pada posisi yang penting dalam sistem pendidikan Indonesia secara keseluruhan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pesantren harus memiliki

kekuatan agar dapat bertahan. Lebih dari itu, pesantren diharapkan mampu

memberikan sumbangan bagi pengembangan modal rohaniah dalam

pembangunan nasional.