BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori, penulis membahas tentang hakikat matematika, pembelajaran
matematika SD, pengertian belajar, pengertian hasil belajar, faktor- faktor yang
mempengaruhi hasil belajar, strategi penyelesaian masalah, pengertian Creative
Problem Solving dan video, hubungan antara strategi Cretive Problem Solving
dengan hasil belajar matematika, pembelajaran matematika mnggunakan strategi
Creative Problem Solving dengan berbantuan video.
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika ini diberikan uraian tentang hakikat
matematika dan pembelajaran matematika SD.
2.1.1.1 Hakikat Matematika
Istilah “matematika” berasal dari Bahasa Yunani “mathein” atau “mantheneim”
yang berarti mempelajari. Kata “matematika” juga diduga erat hubungannya dengan
kata dari Bahasa Sansekerta, “medha” atau “widya” yang berarti kepandaian,
ketahuan, atau intelegensia (Wahyudi dan Kriswandi, 2013). Russel dalam Hamzah
dan Masri Kuadrat (2009) mendefinisikan bahwa matematika sebagai suatu studi
yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang
tidak dikenal.
Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang
dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si
pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada
guru mengajar dan mencari pengalaman tentang matematika (Wahyudi dan
Kriswandi, 2013). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
memberikan konstribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat
melalui sikap kritis dan berpikir logis (Suminarsih, 2007:1). Menurut Paling dalam
Wahyudi dan Inawati Budiono (2012), matematika adalah suatu cara untuk
menemukan jawaban terhadap maslalah yang dihadapi manusia, suatu cara
7
menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-
hubungan.
Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan
jawaban atas tiap masalah yang dihadapinya, manusia menggunakan:
1. Informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi
2. Pengetahuan tentang bilangan, bentuk dan ukuran 3. Kemampuan untuk menghitung 4. Kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diapaparkan diatas dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan cara untuk menemukan jawaban dengan
cara menghitung yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol. Dengan
demikian dapat dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang
mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada dialamnya. Ini berarti
bahwa belaar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan
mencati hubungan antar konsep dan strukturnya (Wahyudi dan Inawati Budiono,
2012).
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Depdikbud, kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai
“proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar.” Kata ini berasal dari kata
kerja belajar yang berarti “berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu,
berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.”
Pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses
yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai
pelaksanaan kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari
dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran (Wahyudi dan
Kriswandi, 2013). Menurut Jujun S (2007:190), matematika merupakan bahasa yang
eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Matematika sebagai bahasa merupakan
bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
8
disampaikan. Sedangkan menurut Subrinah (2006), matematika merupakan ilmu
pengetauan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada
didalamanya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar
konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.
Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman
konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, Tujuan akhir pembelajaran
matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, untuk menujutahap
keterampilan tersebut harus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan
kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang
ditekankan pada konsep matematika (Heruman, 2007:2-3).
1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran
suatu konsep baru matematika. Ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari
isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kempuan kognitif siswa yang konkret dengan
konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan
untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam
satu satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan
tersebut, penanaman konse dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.
3. Pembinaan Ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan ketrampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian.
Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua,
9
pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan
yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan
sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.
Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama
(Wahyudi dan Kriswandi, 2013). Didalam lampiran Peraturan Mneteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan
bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulsai
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menfsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tau, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan pelajaran
matematika di sekolah, jelas memberikan gambaran belajar tidak hanya dibidang
kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan afektif (Aisyah, 2007:4).
Untuk mencapai tujuan tersebut, keberhasilan siswa dalam belajar dan memahami
pembelajaran dipengaruhi dengan kemampuan yang dimiliki guru. Oleh karena itu
guru dituntut untuk menguasai materi yang akan disampaikan kepada siswa yang
akan diajarkannya. Guru diharapkan dapat merangsang siswa untuk berpikir aktif dan
kreatif dalam mengorganisasikan pengetahuan yang diterima.
10
2.1.2 Pengertian Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada
disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada
tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman, (Rusman, 2014:1). Belajar
merupakan suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokoh kepribadian
(Suyono dan Hariyanto, 2011:9). Slameto (2010), menyatakan bahwa belajar ialah
suatu proses yang dilakukan seseornag untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Belajar menurut Morgan (1978) dalam Syaiful
Sagala (2012), adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar merupakan tindakan
dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa
sendiri. Sedangkan Daimyati dan Mudjiono (1996:7), mengemukakan siswa adalah
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar.
Belajar menurut pandangan Skinner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar menurut
pandangan Robert M. Gagne (1970) merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil
belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan: (1) stimulasi yang
berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Setelah
belajar orang memiliki ketrampilan, pengatahuan, sikap, dan nilai.
Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses kegiatan yang dapat mengubah seseorang dari yang tidak
tahu menjadi tahu dari yang tidak mengerti menjadi mengerti berdasarkan dari apa
yang dilihat, didengar, dan dilakukan dan menghasilkan sebuah pengetahuan yang
baru.
Berikut adalah ciri-ciri belajar menurut Baharudin dan Esa Nur Wahyuni (2007:15-
16):
11
a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change
behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa
mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar.
b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang teradi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku
tersebuttidak akan terpancang seumur hidup. c. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat
proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.
d. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
e. Pengalaman atau latihan itu dapat member penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semnagat atau dorongan untuk
mengubah tingkah laku. Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu
memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut (Soekamto dan Winataputra, 1997
dalam Baharudin dan Esa Nur Wahyuni 2007:16).
a. Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang
lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif. b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
c. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa
akan membuat proses belajar lebih berarti. e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi
tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
2.1.3 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik berkaitan dengan berbagai kemampuan yang dimiliki
oleh peserta didik setelah ia mengikuti proses belajar (Donni Juni Priansa, 2014:123).
Tujuan belajar meliputi bertambahnya pengetahuan dan ketrampilan, sehingga
pencapaian tujuan belajar adalah memperoleh hasil belajar yang baik (Saur
Tampubolon, 2013:140). Oemar Hamalik (2006:155) mengemukakan hasil belajar
sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan
diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, serta ketrampilan.
12
Dimyanti dan Mudjiono dalam Saur Tampubolon (2013), mengemukakan bahwa
hasil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan
biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Hasil belajar harus
diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran materi dan aspek perilaku baik
melalui teknik tes maupun non tes (Naniek Sulistya Wardani dan Slameto, 2012).
Untuk mengetahui hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa ketika telah mengikuti
pembelajaran dapat dilihat dari hasil tes dan non tes yang dilakukan oleh siswa.
A. Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap
butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
benar (Suryanto Adi, dkk., 2009). Teknik tes (testing) merupakan sebuah usaha
untuk memahami peserta didik melalui pemanfaatan alat-alat yang bersifat
mengukur peserta didik secara langsung (Donni Juni Priansa, 2014:67).
B. Non-Tes
Teknik non-tes merupakan prosedur pengumpulan data yang dirancang untuk
memahami peserta didik, yang umumnya bersifat kualitatif (Donni Juni Priansa,
2014:69). Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah (Nanik Sulistya Wardani dan Slameto, 2012).
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2010:54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor
intern yang meliputi: 1) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh.
2) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesepian.
3) Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.
b. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi:
13
1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi
antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah.
3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Selain faktor-faktor yang telah dipaparkan diatas, masih ada faktor yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yakni penggunaan strategi Creative Problem Solving
dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam kelas, Creative
Problem Solving dapat mempengaruhi hasil belajar pada siswa karena siswa yang
mendapatkan suatu masalah akan memecahkannya ddengan cara yang kreatif.
2.1.5 Strategi penyelesaian masalah
Masalah adalah suatu kondisi dimana peserta didik diminta menyelesaikan suatu
hal namun ia tidak mampu untuk menyelesaikannya (Donni Juni Priansa, 2014:185).
Strategi belajar-mengajar penyelesaian masalah memberi tekanan pada
terselesaikannya suatu masalah secara menalar (W.Gulo, 2004:111).
Sudjimat (1996) dalam Donni Juni Priansa (2014), menyatakan bahwa
pembelajaran pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir ( learning
to think), atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar
mengaplikasikan berbagai pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk
memecahkan berbagai masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
Proses penyelesaian masalah dapat dilakukan dalam beberapa model. Beberapa
di antara model penyelesaian masalah tersebut sebagai berikut.
a. Penyelesaian masalah menurut J. Dewey (W. Gulo, 2004:115)
1. Merumuskan masalah 2. Menelaah masalah
3. Merumuskan hipotesis 4. Mengumpulkan dan mengelompokan data sebagai bahan
pembuktian hipotesis
5. Menentukan pilihan penyelesaian
14
b. Penyelesaian masalah menurut Lawrence Senesh (W. Gulo,
2004:116) 1. Menemukan gejala-gejala problematika 2. Mempelajari aspek-aspek permasalahan
3. Mendefinisikan masalah 4. Menentukan runag lingkup permasalahan
5. Menganalisis sebab-sebab masalah 6. Menyelesaikan masalah
c. Penyelesaian maslaah menurut David Johnson & Johnson (W. Gulo,
2004:117-123) 1. Mendifinisikan masalah
2. Mendiagnosis masalah 3. Merumuskan alternatif strategi 4. Menentukan dan menerapkan strategi
5. Mengevaluasi keberhasilan strategi 6. Skenario kegiatan belajar-mengajar
Permasalahan yang bermanfaat adalah permasalahan yang memberi peserta didik
kesempatan untuk memperluas pengetahuan mereka dan merangsang mereka untuk
terus menerus memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah (Donni Juni
Priansa, 2014:186-187).
1) Konsep dasar dan karakteristik strategi pemecahan masalah
Diartikan sebagai rangkaian aktifitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah. Terdapat tiga ciri utama yaitu; pertama, merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam impementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan sisa, kedua, aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaikan masalah, yang menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran, ketiga, pemecahan masalah
menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008 dalam Wahyudi dan Inawati Budiono, 2012). Strategi pemecahan masalah dapat diterapkan:
a. Manakala guru mengharapkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, tetapi menguasai dan memahami secara
penuh. b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan ketrampilan
berpikir rasional siswa.
c. Manakala guru mnginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
d. Jika guru menginginkan mendorong sisa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
15
e. Jika guru ingin agar siswa memahami agar hubungan antara apa
yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupnya (hubungan antara teori dan kenyataan).
2) Hakikat masalah dalam strategi pemecahan masalah
Menurut Wina Sanjaya (2008) dalam Wahyudi dan Inawati Budiono (2012), hakikat masalah dalam strategi pemecah masalah adalah gap atau
kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi apa yang diharapkan. Oleh karena itu, materi atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja,
akan tetapi dapat pula bersumber dari peristiwa-peristiwa yang teradi yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
3) Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam strategi pemecahan masalah (Wahyudi dan Inawati Budiono, 2012)
a. Bahan pelajaran harus mengandung isu- isu yang mengandung
konflik. b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang familiar dengan siswa,
sehingga siswa dapat mengikutinya dengan baik. c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan
kepentingan orang banyak, sehingga terasa bermanfaat.
d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimilki oeh siswa sesuai dengan kurikulum.
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga sisa merasa perlu mempelajarinya.
4) Macam-macam strategi pemecahan masalah matematika
Menurut Reys (1978) dalam Wahyudi dan Inawati Budiono (2012), dan buku pengembangan pembelajaran matematika SD, disebutkan beberapa
macam stretegi pemecahan masalah yaitu: a. Beraksi (Act It out) b. Membuat gambar atau diagram
c. Mencari pola d. Membuat tabel
e. Menghitung semua kemungkinan secara sistematis f. Menebak dan menguji g. Bekerja mundur
h. Mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan, dan diperlukan
i. Menulis kalimat terbuka j. Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana atau serupa k. Mengubah pandangan
16
2.1.6 Pengertian Strategi Creative Problem Solving dan media video
Strategi pembelajaran pada hakikatnya terkait dengan perancanaan atau kebijakan
yang dirancang di dalam mengelola pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan (Suyono dan Hariyanto, 2011:20). Suatu strategi
adalah bagian dari proses pemecahan masalah yang memberi arah kepada pemecah
masalah yang mengantarkan kepada ditemukannya jawaban (Donni Juni Priansa,
2014:189). Krulik dan Rudnik (1995) dalam Donni Juni Priansa (2014), menyatakan
bahwa masalah adalah suatu situasi, besar-besaran atau yang lainnya yang
dihadapkan kepada individu atau kelompok untuk mencari pemecahan, yang untuk itu
para individu tidak segera tahu suatu solusi.
Creative Problem Solving merupakan perangkat fleksibel yang dapat diterapkan
untuk menguji problem dan isu- isu nyata. Dikembangkan oleh pencipta
‘brainstroming’ Alex Osborn (1979) dan Dr. Sidney Parnes (1992), enam tahap
dalam model ini mempresentasikan prosedur sistematis dalam mengidentifikasi
tantangan, menciptakan gagasan, dan menerapkan solusi-solusi inovatif. Melalui
praktik dan penerapan proses tersebut secara berkelanjutan, siswa dapat memperkuat
teknik-teknik kreatif mereka dan belajar menerapkannya dalam situasi-situasi baru
(Miftahul Huda, 2013). Model ini secara logis dapat dilakukan melalui enam langkah,
antara lain:
1. Penemuan Tujuan – mengidentifikasikan tujuan, tantangan, dan arah masa depan.
2. Penemuan Fakta – mengumpulkan data tentang masalah.
Mengobservasi masalah seobjektif mungkin. 3. Pemecahan Masalah – menguji berbagai problem untuk
memisahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, seraya menguraikan problem tersebut secara terbuka.
4. Penemuan Gagasan – menciptakan sebanyak mungkin gagasan terkait
dengan masalah tersebut, brainstorming. 5. Penemuan Solusi – memilih solusi yang pal ing sesuai, dengan
mengembangkan dan memilih kriteria untuk menilai apa saja solusi alternatif yang dianggap terbaik.
6. Penerimaan- membuat rencana tindakan.
17
Pembelajaran matematika dengan strategi Creative Problem Solving dengan
berbantuan media video akan lebih mudah dipahami dan menarik perhatian siswa
untuk mendengarkan ketika guru menjelaskan adalah dengan berbantuan media
video, dengan adanya media video akan lebih mudah dalam membantu siswa untuk
memecahkan masalah dan pengumpulan data.
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Arief S. Sadiman, 2014.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), video diartikan bagian yang
memancarkan gambar pada pesawat televisi. Atau dengan kata lain adalah tayang
gambar yang bergerak yang disertai dengan music. Video termasu dalam bahan ajar
audiovisual ataupun bahan ajar pandang dengar. Bahan ajar audio visual merupakan
bahan ajar yang mengkombinasikan dua materi, yaitu visual dan materi auditif.
Adapun kelebihan dari media video menurut Anderson (dalam Andi Prastowo,
2012) adalah sebagai berikut:
a. Dengan video (disertai suara atau tidak) kita dapat menunjukan kembali gerakan tertentu.
b. Dengan video, penampilan peserta didik dapat dilihat kembali untuk
dikritik atau dievaluasi. c. Dengan menggunakan efek tertentu, dapat memperkokoh proses
belajar maupun nilai hiburan dari penyajian tersebut. d. Dengan video, kita akan mendapatkan isi dan susunan yang masih
utuh dari materi pelajaran.
e. Dengan video, informasi dapat disajikan secara serentak pada waktu yang sama di lokasi (kelas) yang berbeda dan dengan jumlah
penonton yang tidak terbatas. f. Pembelajaran dengan video merupakan suatu kegiatan yang mandiri. Kelemahan video menurut Anderson (dalam Andi Prastowo, 2012) adalah sebagai
berikut:
a. Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di temapat penggunaan.
b. Menyusun naskah atau scenario video bukanlah pekerjaan yang
mudah, disamping menyita banyak waktu. c. Biaya video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu
mengerjakannya. d. Apabila gambar pada video ditransfer kefilm hasilnya tidak bagus. e. Layar monitor kecil membatasi jumlah penonton, kecuali jaringan
monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak.
18
f. Jumlah grafis pada garis untuk video terbatas, yakni separuh dari
jumlah huruf grafis untuk film atau gambar diam. g. Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan keterbatasan
sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.
Kreativitas membuka pikiran dan menjadikan motivasi hidup lebih tinggi. Karena
orang yang kreatif tidak takut akan kehilangan peluang, dia bisa menciptakan peluang
sendiri. Dia tidak takut menhadapi masalah karena orang kreatif memiliki
kemampuan menyelesaikan masalah (Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, 2009).
Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Creative Problem
Solving dengan berbantuan media video yang akan digunakan dalam penelitian
diharapkan dapat membantu siswa untuk memecahkan masalah dengan cara yang
kreatif dan menuntunnya untuk menyelesaikannya.
2.1.7 Hubungan antara Strategi Creative Problem Solving dengan Hasil Belajar
Matematika
Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa, untuk dicapainya hasil belajar yang baik diperlukannya juga
faktor- faktor yang mendukung seperti strategi pembelajaran, media serta hal lain juga
yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil yang maksimal dalam proses
pembelajaran.
Dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving, diharapkan mengurangi
tingkat kebosanan siswa terhadap pembelajaran matematika. Selain itu, didalam mata
pelajaran matematika siswa dapat memahami konsepnya melalui suatu masalah
dalam situasi nyata, serta mampu memecahkan masalah. Dengan membiasakan siswa
dalam menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah,
diharapkan siswa dapat menjadi problem solver yang lebih baik. Hal in dapat
berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dalam proses perbaikan belajar.
Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi dan hasil belajarnya dalam
pembelajaran matematika dapat menjadi optimal.
19
2.1.8 Standar Proses Pembelajaran
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah
standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
kompetensi kelulusan. Pelaksanaan proses pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup (BSNP No 41, 2007).
1. Kegiatan pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran.
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai.
d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan
sesuail silabus.
2. Kegiatan inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sessuai dengan bakat, minat
dan perkembangan fisik secara psikologis peserta didik. Kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksp lorasi,
elaborasi, dan konfirmasi.
3. Kegiatan penutup
Penutup merupkan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan
refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (BSNP No. 41, 2007).
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan
pembelajarannya adalah sebagai berikut:
20
Tabel 2.1
Penerapan Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving Sesuai
Standar Proses
No Kegiatan Penerapan sesuai standar proses
1. Kegiatan Pendahuluan a. Menyiapkan siswa baik secara psikis dengan
bertanya, “Apa kabar hari ini?” dan menyiapkan fisik siswa dengan cara memeriksa sikap duduk
siswa dalam menerima pelajaran, memeriksa buku-buku pelajaran dan alat tulis yang diperlukan.
b. Menajukan pertanyaan untuk mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang dipelajari.
c. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan siabus.
d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep
dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi yang akan dipelajari.
e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai setelah mempelajari materi.
2. Kegiatan Inti Eksplorasi
a. Guru menyajikan video sebagai alat berbantuan media yang digunakan untuk siswa melihat terlebih
dahulu dan guru menyajikan materi secara umum sebagai pengantar kepada siswa.
b. Guru memberikan penjelasan tentang strategi
Creative Problem Solving yang akan dipakai alam pembelajaran.
c. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen.
d. Guru menunjukkan benda-benda yang akan
digunakan dalam pembelajaran. Elaborasi
a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi secara kelompok untuk mendiskusikan masalah ang ditemukan.
b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju dan mempresntasikan hasil kerja kelompok
didepan kelas.
21
2.1.9 Pembelajaran Matematika Menggunakan Strategi Creative Problem
Solving dengan berbantuan Video
Tahapan-tahapan Creative Problem Solving yang dikemukakan diatas dapat
melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide matematisnya, berpikir kritis untuk
memecahkan masalah yang akan dihadapinya, berpikir sistematis dan logis sesuai
data atau fakta yang tersedia serta melatih siswa untuk berinteraksi satu sama lain.
Ada enam kriteria yang dijadikan landasan utama dan sering disingkat dengan
OFPISA: Objective Finding (penemuan tujuan), Fact Finding (penemuan fakta),
Problem Finding(pemecahan masalah), Idea Finding(penemuan gagasan), Solution
Finding(penemuan solusi), dan Acceptence Finding (penerimaan). Berdasarkan
c. Guru menanyakan alas an atau dasar pemikiran dari pemecahan masalah yang telah dibuat siswa
berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh. d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang
lain untuk memberikan pendapat terhadap jawaban
siswa yang berada dikelas. Konfirmasi
a. Guru memberikan umpan balik terhadap hasil diskusi dan penguatan dalam bentuk lisan misalnya ucapan “Hebat!” atau reward berupa bintang,
bahkan hadiah bagi siswa yang berhasil menjawab dengan baik ataupun bagi siswa yang telah berani
menyampaikan gagasan meskipun jawaban kurang tepat.
b. Guru memberikan konfirmasi terhadap hasil
eksplorasi dan elaborasi siswa yang berupa jawaban lisan dari siswa.
c. Siswa mebuat ringkasan tentang materi yang telah dipelajari bersama.
3. Kegiatan Penutup a. Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang
materi yang telah dipelajari. b. Guru memberikan soal evaluasi pada siswa. c. Guru menyampaikan rencana pembelajran untuk
pertemuan berikutnya.
22
beberapa langkah diatas, maka implementasi Creative Problem Solving dalam
pembelajaran matematika terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kegiatan awal
Guru menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, guru
mengulas kembali materi sebelumnya sebagai prasyarat pada materi saat ini
sembari menayangkan video sebagai media berbantuan untuk siswa
mengidentifikasikan masalah kemudian guru menjelaskan aturan yang akan
dilakukan dalam pelaksanaan strategi Creative Problem Solving serta
memberi motivasi kepada siswa akan pentingnya materi pelajaran melalui
strategi Creative Problem Solving.
2. Kegiatan inti
Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion. Tiap
kelompok terdiri atas 4-5 orang siswa. Secara berkelompok siswa akan
memecahkan masalah yang disajikan sesuai dengan petunjuk yang diberikan,
dalam memecahkan masalah yang siswa lakukan akan mendapat bimbingan
dan arahan dari guru (peranan guru dalam hal ini menciptakan situasi yang
dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan
brainstorming serta menumbuhan situasi dan kondisi lingkungan yang
dihasilkan atas dasar ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran).
Adapun penekanan dalam pendampingan siswa dalam menyelesaikan
permasalahan sebagai berikut.
a. Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan agar siswa lebih dekat dengan masalah sehingga
memungkinkannya untuk menemukan solusi yang lebih jelas.
b. Brainstorming/pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengemukakan pendapatnya
tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah dan tidak ada
23
sanggahan dalam mengungkapkan ide gagasan agar bisa melihat
kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan.
c. Evaluasi dan seleksi
Pada tahap ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau
strategi-strategi mana yang tepat untuk solusi penyelesaian masalah.
d. Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang diambil untuk
menyelesaikan masalah kemudianmenerapkannya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut.
3. Kegiatan akhir
Lebih lanjut, perwakilan dari masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil yang telah didiskusikan didepan kelas dan kelompok lain
menanggapinya. Kemudian guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi yang
dilakukan.
2.1.10 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan adalah uraian yang sistematis tentang hasil-hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan subtansi yang
diteliti, fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah ada dengan penelitian
yang akan dilakukan. Menurut penelitian, ada beberapa penelitian yang dianggap
relevan dengan penelitian ini diantaranya:
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Eva Kusuma Wardani (2013), dengan
judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas IV SDN Siderejo Kidul
03 Salatiga Melalui Strategi Creative Problem Solving Tahun Pelajaran 2012/2013”,
dengan subjek penelitian sebanyak 22 siswa kelas IV yang ditemukan masalah bahwa
guru tersebut terbiasa mengajar dengan pembelajaran yang konvensional dan berpusat
hanya pada guru sehingga siswa cenderung hanya mengerjakan dengan apa yang guru
perintahkan tanpa mengembangkan kemampuan yang siswa miliki. Dengan
menggunakan pembelajaran tersebut siswa dapat menjadi bosan sehingga hasil
belajar yang dicapai menjadi rendah, ini dapat dilihat dari keadaan awal ketika guru
24
menggunakan pembelajaran konvensional yaitu dengan standar KKM 65, siswa yang
belum mencapai KKM berjumlah 12 orang dari 22 siswa dan hanya terdapat 10 siswa
yang diatas KKM dengan nilai rata-rata 62,72. Setelah guru menggunakan strategi
Creative Problem Solving untuk memperbaiki proses hingga hasil belajar siswa pada
siswa kelas IV di mata pelajaran matematika terdapat peningkatan yang terjadi karna
penggunaan strategi tersebut dan dapat diketahui dari dengan presentase pada pra
siklus sebesar 50% menjadi 68,2% disiklus I dan meningkat lagi pada siklus II yaitu
sebesar 86,4% dan indikator kinerja hasil pembelajaran yang ditentuan bagi peneliti
sudah tercapai pada siklus II yaitu dengan indikator 80%. Dengan peningkatan hasil
belajar yang dicapai oleh siswa setelah diterapkannya strategi yang dilakukan oleh
peneliti maka dapat disimpulkan bahwa strategi Creative Problem Solving dapat
meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran matematika dikelas IV di SDN
Siderejo Kidul 03 Salatiga.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kurniawati (2014) dengan judul
“Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Model Creative
Problem Solving pada siswa kelas II SDN Purwodadi Margoyoso Pati Semester I
Tahun 2013/2014”, menyebutkan bahwa dengan subjek penelitian sebanyak 36 siswa
didalam kelas dan memiliki standar nilai KKM 67 ditemukan bahwa dari 36 siswa
hanya ada 11 siswa atau 30,56% yang mencapai KKM, sedangkan yang belum
mencapai nilai KKM ada 25 siswa atau 69,44%. Setelah dilakukannya penerapan
model Creative Problem Solving pada siswa kelas II SDN Purwodadi Margoyoso
Pati, hasil belajar siswa meningkat seiring dengan kinerja guru dan aktivitas yang
siswa lakukan didalam kelas dengan menggunakan model Creative Problem Solving
tersebut, dapat diketahui dari hasil observasi kinerja guru pada siklus I adalah 83,61
dan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 78,48 dan pada siklus II hasil
analisis kinerja guru dan hasil belajar siswa semakin meningkat dapat diketahui dari
nilai rata-rata hasil tes matematika mencapai 80,14 sementara indikator kinerja yang
ditentukan adalah 80% dan dengan jumlah siswa yang tuntas diatas KKM sebanyak
33 siswa dan yang tidak tuntas sejumlah 3 orang dikarenakan tingkat konsentrasi
25
yang rendah dan siswa sering bermain disaat pembelajaran sedang berlangsung. Dari
penelitian yang dilakukan dalam menggunakan model Creative Problem Solving pada
siswa kelas II dimata pelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa model Creative
Problem Solving dapat meningkatkan kinerja guru beserta hasil belajar siswa dapat
dilihat dari nilai rata-rata yang dicapai oleh kinerja guru dan hasil belajar siswa
semakin meningkat dari setiap siklus yang dilakukan dan siswa menjadi aktif karna
keterlibatannya dalam pembelajaran dan dapat mengembangkan kemampuan yang
mereka miliki sehingga siswa dapat berpikir secara konkrit dan pembelajaranpun
tidak hanya berpusat pada guru saja melainkan siswa terlibat dan menjadi aktif
sehingga siswa menjadi antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan hasil
belajar dapat dicapai dengan nilai yang baik.
Penelitian diatas menunjukkan bahwa strategi Creative Problem Solving terbukti
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran dengan
menggunakan strategi Creative Problem Solving siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya dalam menyelesaikan masalah. Sehubung dengan hal
tersebut, penulis merasa perlu untuk mengembangkan penelitian karna didalam
pembelajaran dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving siswa akan
dilibatkan didalam proses pembelajaran sehingga mereka akan menjadi aktif dan
dapat menjadi antusias untuk mengikuti proses pembelajaran dan juga melalui
strategi Creative Problem Solving siswa akan bekerja didalam kelompok untuk
memecahkan suatu masalah dan menyelesaikan tanggung jawab mereka didalam
kelompok sehingga siswa akan mengembangkan kreativitas yang mereka miliki.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi mempunyai enam langkah
yaitu penemuan tujuan (objective finding), penemuan fakta (fact finding), pemecahan
masalah (problem finding), penemuan gagasan (idea finding), penemuan solusi
(solution finding), dan penerimaan (accepted finding). Pada langkah penemuan tujuan
(objective finding), siswa mendiskusikan situasi permasalahan yang diajukan oleh
guru dan membrainstroming tujuan yang bisa digunakan untuk kerja kreatif mereka.
Pada langkah penemuan fakta (fact finding), siswa akan membrainstroming semua
26
fakta yang mungkin berkaitan terhadap tujuan. Pada langkah pemecahan masalah
(problem finding), siswa mendifinisikan kembali perihal permasalahan agar lebih
dekat dengan masalah sehingga memungkinkan untuk menemukan solusi yang lebih
jelas. Pada langkah penemuan gagasan (idea finding), siswa mengkaji gagasan-
gagasan yang akan menjadi solusi atas permasalahan. Pada langkah penemuan solusi
(solution finding), gagasan-gagasan yang yang memiliki potensi besar dievaluasi
bersama oleh siswa didalam kelompok diskusi untuk menentukan gagasan solusi
yang tepat dalam pemecahan masalah. Pada langkah penerimaan (accepted finding),
pada langkah ini siswa diharapkan memiliki cara baru dalam menyelesaikan masalah
melalui gagasan-gagasan yang mereka miliki untuk menyelesaikan maslah secara
kreatif.
Melalui pembelajaran dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving
siswa dapat bekerja sama didalam sebuah diskusi kelompok dan dapat
mengembangkan kreativitas yang mereka miliki dan mengemukakan pendapat
gagasan-gagasan dalam mencari solusi untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu
penulis tertarik untuk menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan
berbantuan media video untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di SDN 01
Sumogawa Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
2.1.11 Kerangka Pikir
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang jarang sekali disukai oleh
siswa karna dianggap sulit untuk dipahami dan selama ini masih banyak guru yang
mengajar dengan cara yang hanya berpusat pada guru saja sehingga seperti guru yang
menjadi pusat dari pengetahuan yang ada didalam kelas dan tidak melibatkan siswa
dalam mengembangkan materi agar terjadi interaksi yang aktif dan menarik didalam
kelas antara guru dan siswanya, agar kelas menjadi kondusif dan siswa dapat
memahami pembelajaran dengan baik dan mencapai tujuan perlu adanya perbaikan
dalam proses pembelajaran seperti memilih strategi yang tepat dalam proses
pembelajaran.
27
Salah satunya adalah dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving
dengan berbantuan media video yaitu suatu strategi pembelajaran yang dilakukan
pemusatan pada pemecahan masalah dengan diikuti penguatan keterampilan, karna
ketika siswa menemukan masalah yang dihadapi didalam pembelajaran siswa dapat
memecahkannya dan menyelesaikannya dengan cara yang kreatif, untuk
meningkatkan kreativitas siswa dalam belajar dan memperoleh hasil yang maksimal
dalam belajar, guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, salah
satu upayanya adalah dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving,
dengan menggunakan startegi ini siswa mampu berpikir sekreatif mungkin sehingga
dalam memecahkan masalah yang ada pada soal matematika siswa dapat
mencapainya dengan hasil yang maksimal. Kerangka pikir tentang penggunaan
strategi Creative Problem Solving pada pembelajaran matematika dapat dilihat
melalui peta konsep sebagai berikut:
28
Peta Konsep Kerangka Pikir
1.1
Menggunakan strategi Creative
Problem Solving dengan
berbantuan media video dalam
pembelajaran matematika
Guru
menyampaikan
materi
Guru belum menggunakan
strategi Creative Problem
Solving
Siswa belajar membangun
pengetahuannya sendiri melalui
masalah yang ditemukan
kemudian didiskusikan didalam
sebuah kelompok untuk
memecahkannya
siswa cenderung pasif
tanpa mengembangkan
kreativitas, bosan, suasana yang
tidak kondusif
Siswa mampu berkompetensi dan
bertanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas
Hasil
Belajar Rendah
Siswa mampu berpikir kreatif dan
menjadi aktif ketika berdiskusi
didalam kelompok dan
memudahkan untuk memahami
materi
Hasil
Belajar
Meningkat
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
29
2.1.12 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dapat
diajukan sebuah tindakan bahwa:
1. Dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan
media video dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas IV di SDN 01
Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
2. Dengan menggunakan langkah- langkah strategi Creative Problem Solving
dengan berbantuan media video juga akan meningkatkan pemahaman siswa
pada pembelajaran matematika.