BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/9882/3/BAB II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.ub.ac.id/9882/3/BAB II.pdf9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa jurnal penelitian
mengenai kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap Orgranizational Citizenship
Behavior (OCB) dari penelitian sebelumnya yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Judul
Penelitian
Variabel yang
diteliti
Alat
Analisis
Hasil Penelitian
1. Kusuma, 2014 Pengaruh
Motivasi Kerja
dan Kepuasan
Kerja terhadap
Organizational
Citizenship
Behavior
Pegawai RRI
Yogyakarta
X1: Motivasi
Kerja
X2: Kepuasan
Kerja
Y:
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB)
Analisis
regresi
linier
berganda
1. Motivasi kerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap OCB
pegawai.
2. Kepuasan
kerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap OCB
pegawai.
3. Motivasi kerja
dan kepuasan
kerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap OCB
pegawai.
Bersambung
10
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan).
No. Nama
Penelitian
dan Tahun
Penelitian
Judul
Penelitian
Variabel yang
diteliti
Alat
Analisis
Hasil
Penelitian
2. Podsakoff et
al., 2000
Organizational
Citizenship
Behaviors: A
Critical
Review of the
Theoretical
and
Empirical
Literature and
Suggestions
for
Future
Research
X1: Kepuasan
kerja
X2: Persepsi
Keadilan
X3: Komitmen
Organisasi
X4: Dukungan
pemimpin
X5:
Transformatio
nal leadership
X6: leader
member
exchange
Y:
Organizational
Citizenship
Behaviors
(OCB)
Korelasi
dan meta
analisis
1. Kepuasan
kerja, persepsi
keadilan, dan
komitmen
organisasional
secara positif
berhubungan
dengan
Organization-
al Citizenship
Behvior.
2. Dukungan
pemimpin,
transformation
al leadership,
leader
member
exchange
berpengaruh
terhadap OCB.
3. Darmawati,
Hidayati &
Herlina, 2013
Pengaruh
Kepuasan
Kerja dan
Komitmen
Organisasi
terhadap
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB)
X1: Kepuasan
kerja
X2: Komitmen
Organisasi
Y:
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB)
Analisis
regresi
berganda.
1. Kepuasan
kerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Organization-
al Citizenship
Behavior.
2. Komitmen
organisasi
tidak
berpengaruh
signifikan.
Bersambung
11
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan).
No. Nama
Penelitian
dan Tahun
Penelitian
Judul
Penelitian
Variabel yang
diteliti
Alat
Analisis
Hasil Penelitian
4. Gunawan,
2014
Pengaruh
Kepuasan
Kerja dan
Komitmen
Organisasi
terhadap
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB) di
Ramayana
Department
Store Pasar
Kopro
X1: Kepuasan
Kerja
X2: Komitmen
Organisasi
Y:
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB)
Analisis
korelasi
pearson,
regresi
sederhana
dan regresi
berganda.
1. Kepuasan
kerja tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap OCB.
2. Komitmen
organisasi
berpengaruh
terhadap OCB
3. Kepuasan
kerja dan
komitmen
organisasi
tidak
berpengaruh
terhadap OCB.
5. Smith, Organ,
& Near, 1983
Organizational
Citizenship
Behavior: Its
Nature and
Antecedents
X1: Kepuasan
Kerja
X2:
Lingkungan
kerja
X3: Kepribadi-
an
Y:
Organizational
Citizenship
Behavior
Antecedents
(OCB)
Korelasi
dan Path
Analysis
4. Altruisme
sangat
dipengaruhi
oleh perasaan
positif.
5. Dukungan
pemimpin,
sebagai faktor
lingkungan,
hanya
mempengaruhi
Altruisme
secara tidak
langsung
melalui
pengaruhnya
terhadap
kepuasan.
6. Kepuasan
memiliki efek
langsung pada
beberapa
bentuk
perilaku
kewarganega-
raan. Sumber: Data diolah, 2017
12
Berdasarkan Tabel 2.1 dapat diketahui penjelasan sebagai berikut:
1. Lingga Sakti Kusuma (2014) dalam penelitiannya “Pengaruh Motivasi Kerja
dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Pegawai RRI Yogyakarta” menjelaskan bahwa adanya pengaruh signifikan
secara parsial maupun simultan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja
terhadap Organizational Citizensip Behavior (OCB). Besarnya motivasi
kerja berpengaruh 62,7% terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB) karyawan sedangkan, 42,8% dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Hal
ini menunjukkan bahwa motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh
signifikan terhadap Organizational Citizensip Behavior (OCB) dan variabel
yang dominan dalam mempengaruhi Organizational Citizensip Behavior
(OCB) adalah variabel motivasi kerja. Penelitian ini menggunakan Analisis
regresi linier berganda.
2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Podsakoff et al. (2000) dengan judul
“Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the Theoretical
and Empirical Literature and Suggestions for Future Research”
menjelaskan kepuasan kerja, persepsi keadilan, dan komitmen
organisasional secara positif berhubungan dengan Organizational
Citizenship Behvior (OCB). Begitu pula, dengan dukungan pemimpin,
transformational leadership dan leader member exchange. Penelitian ini
menggunakan metode korelasi dan meta analisis.
3. Penelitian dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen
Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)” yang
ditulis oleh Darmawati, Hidayati & Herlina (2013) merupakan penelitian
13
yang mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan
signifikan sementara, komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda.
4. Gunawan (2014) dalam penelitiannya “Pengaruh Kepuasan Kerja dan
Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
di Ramayana Department Store Pasar Kopro” mengemukakan pengaruh
antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB). Hasilnya menunjukkan kepuasan kerja tidak
berpengaruh signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior
(OCB), sedangkan komitmen organisasi berpengaruh terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB), serta kepuasan kerja dan
komitmen organisasi tidak berpengaruh secara simultan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hal ini merupakan research
gap bagi penulis, untuk melihat apakah ada pengaruh signifikan antara
kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan
mengambil variabel kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB). Penelitian ini menggunakan analisis korelasi pearson,
regresi sederhana dan regresi berganda.
5. Smith, Organ & Near (1983) dalam penelitiannya “Organizational
Citizenship Behavior: Its Nature and Antecedents” menjelaskan bahwa
Altruisme sangat dipengaruhi oleh perasaan positif. Sedangkan, dukungan
pemimpin, hanya mempengaruhi Altruisme secara tidak langsung melalui
pengaruhnya terhadap kepuasan dan kepuasan memiliki efek langsung pada
beberapa bentuk perilaku kewarganegaraan. Penelitian ini menggunakan
14
analisis korelasi dan path.
2.2. Teori yang Digunakan
2.2.1 Kepuasan Kerja
A. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) kepuasan adalah perasaan
senang, gembira, dan lega karena sudah terpenuhi hasrat hatinya. Sementara,
kepuasan kerja menurut Locke dalam Luthans (2015) adalah “keadaan emosi yang
senang atau emosi postif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman
kerja seseorang”.
Robbins & Judge (2015) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum
karyawan terhadap pekerjaannya, dengan kepuasan kerja yang tinggi
menunjukkan sikap positif. Sedangkan, Ivancevich et al. (2006) menyatakan
kepuasan kerja bergantung pada karyawan memandang hasil pekerjaan pada
tingkat hasil intrinsik dan ekstrinsik.
Berdasarkan pengertian kepuasan kerja dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan pandangan pribadi seorang
karyawan yang menggambarkan sikap positif mengenai pekerjaan mereka yang
dinilai memberikan hal penting.
B. Teori Kepuasan Kerja
Menurut Gruneberg (1979) terdapat lima teori mengenai kepuasan kerja:
1. Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow
Salah satu teori kebutuhan pertama adalah Maslow (1943), yang
mendalilkan hierarki kebutuhan, dengan kebutuhan dibagi ke dalam
urutan yang lebih rendah dan urutan yang lebih tinggi. Kebutuhan
15
tersebut adalah kebutuhan fisiologis dasar, (2) kebutuhan keamanan dan
kenyamanan, (3) kebutuhan sosial (cinta), (4) kebutuhan harga diri, dan
(5) kebutuhan aktualisasi diri. Tiga yang pertama adalah kebutuhan orde
yang lebih rendah dan urutan kebutuhan yang keempat dan kelima lebih
tinggi. Maslow berpendapat bahwa hanya setelah kebutuhan orde rendah
terpenuhi, manusia mampu berkepentingan memenuhi kebutuhan orde
tinggi.
2. Teori dua faktor dari Herzberg
Teori kepuasan dua faktor Herzberg yang terkenal. Herzberg
membedakan dua kelas faktor yang terlibat dalam kepuasan kerja.
Kelompok pertama, motivator, adalah faktor yang jika hadir dalam situasi
kerja, mengarah pada kepuasan, namun ketidakhadirannya tidak
menimbulkan ketidakpuasan. Faktor-faktor seperti itu meliputi
pencapaian, pengakuan dan kepentingan intrinsik dari pekerjaan itu
sendiri, dan sesuai dengan tingkat 'otonomi' yang lebih tinggi dan
'aktualisasi diri' dalam hierarki kebutuhan Maslow.
Faktor kepuasan yang lebih tinggi ini terpisah dan berbeda dari
kelompok kedua, faktor hygine, yang bila tidak memadai, menyebabkan
ketidakpuasan kerja, namun bila memadai, tidak menyebabkan kepuasan
kerja. Di antara faktor hygine adalah kondisi gaji, keamanan, dan kondisi
kerja fisik, dan ini sesuai dengan kebutuhan orde rendah dalam hierarki
Maslow.
16
3. Teori Proses
Teori proses bertujuan untuk menggambarkan interaksi antara variabel
dalam hubungannya dengan kepuasan kerja. Teori proses melihat
kepuasan kerja, tidak hanya dengan sifat pekerjaan dan konteksnya, tapi
oleh kebutuhan, nilai dan harapan yang dimiliki individu sehubungan
dengan hubungan pekerjaan mereka.
4. Teori Ekspektasi dan Keseimbangan (Expectations and Equity Theory)
Teori ini mengatakan bahwa karyawan termotivasi untuk melakukan
suatu hal agar mendapatkan hal yang diinginkan. Hal ini juga yang
memunculkan motivasi seorang karyawan untuk diperlakukan secara adil
dan sama dalam interaksi sosial atau hubungan memberi dan menerima.
5. Teori Pemenuhan Kebutuhan
Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja karyawan bergantung pada
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Pegawai akan merasa puas
jika ia mendapatkan hal yang diperlukan. Semakin besar kebutuhan
karyawan yang terpenuhi, semakin besar pula kepuasannya.
C. Dimensi Kepuasan Kerja
Menurut Celluci dan De Vries (dalam Luthans, 2015) terdapat dimensi yang
memengaruhi terjadinya kepuasan kerja, yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (Work itself)
Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber pokok kepuasan,
yang mana pekerjaan tersebut memberikan tugas yang menarik,
kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima tanggung jawab
dan kemajuan untuk karyawan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Robbins
17
dan Judge (2015) bahwa karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-
pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan
dan kemampuan mereka dan menawarkan bermacam-macam tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai seberapa baik mereka mengerjakan
pekerjaannya sehingga kesenangan dan kepuasan karyawan dapat tercipta.
2. Gaji (Pay)
Gaji merupakan sejumlah upah atau uang yang diterima karyawan dan
alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi.
Sering kali karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari manajemen
atas kontribusi mereka terhadap perusahaan.
3. Pengawasan (Supervisi)
Pengawasan merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan
bantuan teknis dan dukungan perilaku. Ada dua dimensi gaya pengawasan
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Pertama, berpusat pada
karyawan, diukur menurut tingkat dimana penyelia menggunakan
ketertarikan personal dan peduli pada karyawan, seperti memberikan
nasehat dan bantuan kepada karyawan, komunikasi yang baik dan meneliti
seberapa baik kerja karyawan. Kedua, iklim partisipasi atau pengaruh
dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi pekerjaan
karyawan. Secara umum, kedua dimensi tersebut sangat berpengaruh pada
kepuasan kerja karyawan.
4. Hubungan dengan rekan kerja (Co-workers)
Manusia merupakan makhluk sosial. Oleh karena itu, hubungan dengan
rekan kerja sangat penting dalam bekerja. Kepuasan kerja dapat tercapai
18
dengan adanya hubungan baik dengan rekan kerja karena akan
menimbulkan rasa nyaman saat bekerja.
5. Kesempatan promosi (Promotion opportunities)
Kesempatan promosi adalah kesempatan untuk maju dalam organisasi,
sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. Hal ini
dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan
memiliki penghargaan, seperti promosi atas dasar senioritas atau kinerja
dan promosi kenaikan gaji. Lingkungan kerja yang positif dan kesempatan
untuk berkembang secara intelektual dan memperluas keahlian dasar
menjadi lebih penting daripada kesempatan promosi. Promosi memberikan
individu status sosial yang lebih tinggi, pertumbuhan pribadi, dan
tanggung jawab yang lebih banyak. Oleh Karena itu, individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil,
kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka
(Robbins & Judge, 2015).
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki (2014) terdapat lima model utama yang dapat
mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja. Berikut kelima model tersebut:
1. Pemenuhan Kebutuhan
Sebuah pekerjaan dapat memenuhi kepuasan apabila mampu memenuhi
kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ini meliputi, gaji, keamanan,
tunjangan, keseimbangan pekerjaan, dan lain-lain.
19
2. Ketidaksesuaian
Terpenuhinya ekspektasi seorang karyawan akan hasil yang diperoleh dari
perkerjaannya menyebabkan kepuasan kerja. Sebaliknya, apabila
ekpektasi yang lebih besar dari hasil yang diterimanya akan menyebabkan
seorang karyawan tidak puas.
3. Pencapaian nilai (Value Attainment)
Pencapaian nilai terjadi ketika adanya pemenuhan nilai-nilai kerja yang
penting bagi seseorang. Misalnya, dengan pembangunan lingkungan kerja
dan pengahargaan-penghargaan serta pengakuan lainnya untuk
meningkatkan nilai-nilai pegawai.
4. Keadilan
Kepuasan sangat erat dengan rasa adil yang dirasakan oleh seorang
karyawan. Hasil yang diperoleh karyawan yang berbanding lurus dengan
pekerjaannya akan menimbulkan rasa adil pada diri karyawan.
5. Komponen-komponen disposisi atau genetis
Model disposisi atau genetis didasarkan pada kepercayaan bahwa
kepuasan kerja merupakan bagian dari fungsi disposisi atau genetis dan
sifat pribadi.
2.2.2. Motivasi Kerja
A. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Luthans (2015), motivasi adalah “proses yang dimulai dengan
defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan
yang ditunjukkan untuk tujuan atau insentif”.
20
Robbins dan Judge (2015), mengartikan motivasi sebagai upaya seseorang
untuk mencapai tujuan melalui proses yang menjelaskan mengenai kekuatan,
arah, dan ketekunan.
Colquitt, LePine & Wesson (2009) menjelaskan motivasi adalah suatu
kumpulan kekuatan energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri
seorang pekerja, yang mendorong usaha kerja dalam menentukan arah perilaku,
tingkat usaha, intensitas, dan kegigihan.
Mathis dalam Loviana (2013), mengungkapkan bahwa motivasi merupakan
keinginan yang ada pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
sesuatu.
Handoko dalam Subandrio (2013) mengartikan motivasi sebagai keadaan
dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
George & Jones dalam Tania & Sutanto (2013) mendefinisikan motivasi kerja
sebagai suatu dorongan secara psikologis kepada seseorang yang menentukan
arah dari perilaku (direction of behavior) seseorang dalam organisasi, tingkat
usaha (level of effort), dan tingkat kegigihan atau ketahanan di dalam menghadapi
suatu halangan atau masalah (level of persistence).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
merupakan keinginan yang ada pada karyawan yang mendorong karyawan bekerja
untuk mencapai tujuan tertentu.
21
B. Teori-teori Motivasi
Menurut Kreitner dan Kinicki (2014) faktor - faktor yang mempengaruhi
motivasi sebagai berikut :
1. Teori Hierarki Kebutuhan
Seorang psikolog bernama Abraham Maslow pada tahun 1943
mempublikasikan teori motivasi, yaitu teori hierarki kebutuhan (hierarchy of
needs). Ia berpendapat bahwa kebutuhan motivasi seseorang dapat disusun
dengan cara hierarki, apabila satu kebutuhan dipenuhi tingkat tersebut tidak
memotivasi lagi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut antara lain:
a. Fisiologis. Kebutuhan primer yang tidak dipelajari. Meliputi rasa lapar,
haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainya.
b. Keamanan. Menekankan keamanan emosi dan fisik. Meliputi rasa
ingin melindungi dari bahaya fisik dan emosional.
c. Sosial. Kebutuhan afeksi dan afiliasi. Meliputi rasa kasih sayang,
kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.
d. Penghargaan. Meliputi kebutuhan akan kekuasaan, prestasi, dan status.
e. Aktualisasi diri. Keinginan untuk mencapai keinginanya dan
menyadari potensi yang ada dalam dirinya.
Pemenuhan kebutuhan ini penting bagi atasan untuk karyawan yang
berhubungan dengan konsep diri. Selain itu, karena kebutuhan yang sudah
terpenuhi dapat mempengaruhi motivasi karyawan, maka perusahaan perlu
untuk melakukan deviasi program atau pemenuhan kebutuhan yang mulai
timbul atau belum terpenuhi.
22
2. Teori Motivasi dari Herzberg
Teori Motivasi dari Herzberg menghasilkan dua faktor, yaitu motivator
dan hygiene. Motivator merupakan karakteristik pekerjaan yang berhubungan
dengan kepuasan kerja. Sementara, hygiene merupakan karakteristik
pekerjaan yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Dalam teori ini Herzberg menyimpulkan bahwa lawan dari kepuasan
bekerja bukanlah ketidakpuasan bekerja, melainkan tidak adanya kepuasan
dalam bekerja; dan senada dengan ini, lawan dari ketidakpuasan bekerja
bukanlah kepuasan bekerja, melainkan tidak adanya ketidakpuasan. Selain
itu, Herzberg juga menjelaskan bahwa terdapat titik nol yang merupakan
kontinum kepuasan−ketidakpuasan, dimana pada titik nol ini seseorang tidak
merasakan kepuasan dan ketidakpuasan. Hal ini terjadi karena seseorang
tidak merasakan faktor hygiene, namun kurang motivator dalam dirinya. Oleh
karena itu, atasan harus memperhatikan faktor hygiene dan motivator, serta
mengenali kinerja seorang karyawan karena berkaitan dengan kepuasan
karyawan.
3. Teori ERG Alderfer
Teori Alderfer mengidentifikasi tiga kebutuhan dasar yang mempengaruhi
perilaku diantaranya, eksistensi−existence needs (E), hubungan−relatedness
(R), pertumbuhan−Growth needs (G). Kebutuhan eksistensi berhubungan
dengan pemenuhan kelangsungan hidup (fisiologis) dan materialistis.
Kebutuhan hubungan menekankan pada pentingnya hubungan sosial.
Kebutuhan pertumbuhan yaitu keinginan untuk tumbuh dengan memanfaatkan
potensi diri secara maksimal.
23
4. Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan terdapat dua sifat utama dari manusia,
yaitu sifat negatif yang disebut teori X dan sifat positif yang disebut teori Y. Ia
menyimpulkan bahwa sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok
asumsi tertentu.
Menurut Teori X, empat asumsi tersebut diantaranya:
a. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan selalu
berusaha menghindarinya.
b. Karyawan harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
untuk mencapai tujuan-tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah
formal bila mungkin.
d. Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain
terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan Teori X, McGregor menyebutkan empat asumsi
positif yang disebut Teori Y:
a. Karyawan menganggap bekerja sebagai hal yang menyenangkan.
b. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai
tujuan.
c. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung
jawab.
d. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang
diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang
menduduki posisi manajemen.
24
Teori X dan Y memiliki implikasi dengan motivasi melalui kerangka
dasar yang dibuat oleh Maslow. Teori X berasumsi bahwa kebutuhan-
kebutuhan tingkat yang lebih rendah mendominasi individu. Teori Y
berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih tinggi
mendominasi individu.
5. Teori Evaluasi Kognitif
Teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan
ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik
cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.
6. Teori Penentuan Tujuan (Goal Setting Theory)
Teori ini menyebutkan bahwa tujuan yang spesifik dan sulit, serta umpan
balik, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
7. Teori Motivasi Keadilan
Teori keadilan (equity theory) merupakan model motivasi yang menjelaskan
bagaimana orang-orang berjuang untuk diperlakukan secara sama dan adil
dalam interaksi sosial atau hubungan memberi dan menerima (Kreitner dan
Kinicki, 2014). Seorang karyawan merasa adil apabila hasil yang ia peroleh
setara dengan apa yang ia lakukan dan setara dengan orang lain yang ia
anggap melakukan hal yang sama dengannya.
8. Teori Harapan Vroom
Teori ini beranggapan bahwa keinginan memotivasi seseorang untuk
berperilaku tertentu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan (dalam Kreitner
dan Kinicki, 2014).
25
Menurut Vroom (dalam Kreitner dan Kinicki, 2014), kekuatan yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu
bergantung pada kekuatan harapan bahwa perilaku tersebut akan diteruskan
oleh konsekuensi tertentu (atau hasil) dan terhadap nilai atau ketertarikan
konsekuensi tersebut. Jadi, teori ini menyatakan bahwa usaha yang dilakukan
dalam suatu situasi kerja tertentu didasarkan pada dua teori harapan, yaitu
usaha terhadap kinerja dan kinerja terhadap hasil.
C. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut George dan Jones (dalam Tania dan Sutanto, 2013) terdapat tiga
faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya motivasi kerja. Berikut tiga faktor
tersebut:
1. Direction of Behavior, yaitu perilaku yang dipilih seseorang ketika
bekerja.
2. Level of Effort, yaitu seberapa keras usaha seseorang dalam bekerja.
3. Level of Persistence, yaitu tingkat kegigihan seseorang dalam bekerja
ketika dihadapkan pada suatu masalah.
D. Dasar-dasar Motivasi Kerja
Menurut Draf (2006) dalam Yulianto (2010) terdapat empat pendekatan
berbeda untuk memotivasi karyawan, yaitu:
1. Pendekatan Tradisional
Menurut teori ini, penghargaan ekonomi diberikan pada karyawan yang
berkinerja tinggi. Pendekatan ini menimbulkan pengembangan gaji insentif,
dimana karyawan dibayar berdasarkan kualitas dan kuantitas kerja.
26
2. Pendekatan Hubungan Manusia
Pendekatan hubungan manusia sangat beerbeda dengan pendekatan
tradisional. Teori ini menjelaskan bahwa kelompok-kelompok kerja yang
menyenangkan yang memenuhi kebutuhan sosial lebih penting daripada uang
sebagai motivator.
3. Pendekatan Sumber Daya Manusia
Teori sumber daya manusia menjelaskan, karyawan termotivasi oleh banyak
faktor dan kompleks.
4. Pendekatan Kontemporer
Pendekatan kontemporer terhadap motivasi karyawan didominasi oleh tiga
tipe teori, yaitu:
a. Teori isi (Content Theory)
Teori ini memberikan wawasan mengenai hal-hal yang dibutuhkan
karyawan dan membantu manajer agar kebutuhan-kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi.
b. Teori proses
Teori ini berhubungan dengan proses yang memengaruhi perilaku.
c. Teori penguatan
Teori ini berfokus pada karyawan yang mempelajari setiap perilaku kerja
yang diinginkan karyawan.
E. Sumber Motivasi Kerja
Leonard et al. (1999) dalam Barbuto Jr. & Story (2011) mengatakan terdapat
lima sumber motivasi kerja, diantaranya:
27
1. Motivasi proses intrinsik
Motivasi proses internal terjadi ketika seseorang merasakan kesenangan dalam
melaksanakan tugas ataupun menikmati pekerjaan yang dilakukan.
2. Motivasi instrumental
Motivasi instrumental seorang karyawan berasal dari penghargaan nyata yang
diberikan oleh perusahaan.
3. Motivasi Eksternal Konsep Diri
Motivasi eksternal self-concept berasal dari keinginan seseorang untuk
penegasan sifat, kompetensi, dan nilai dengan harapan memperoleh
penghargaan sosial.
4. Motivasi Internal Konsep Diri
Motivasi internal konsep diri berasal dari keinginan seseorang untuk
memuaskan dan memperkuat persepsi dirinya tentang sifat, kompetensi, dan
nilai. Motivasi intrinsik digunakan untuk mengatasi tantangan dan sebagai
prestasi pribadi.
5. Tujuan Internalisasi Motivasi
Tujuan motivasi internalisasi berasal dari kebutuhan untuk percaya pada
penyebab atau tujuan organisasi. Internalisasi tujuan menggambarkan
kepentingan relatif penyebab atau misi, namun tidak sejauh mana kesesuaian
nilai.
F. Tujuan Motivasi
Menurut Hasibuan (2005) dalam Subandrio (2013) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
28
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan.
10. Meningkatkan efisiensi alat-alat dan bahan baku.
2.2.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB)
A. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organ (dalam Podsakoff et al., 2000), menjelaskan Organizational citizenship
behavior (OCB) sebagai suatu perilaku ketika seseorang memiliki kebebasan
untuk memilih, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem
reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi.
OCB adalah suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi yang dilakukan
suka rela diluar deskripsi kerja yang telah ditetapkan untuk meningkatkan
kemajuan kinerja organisasi (Robbins dan Judge, 2015).
Luthans (2011), mendefinisikan OCB sebagai “perilaku individu yang bebas
memilih, tidak teratur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan
formal, dan secara tingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa OCB
adalah perilaku karyawan di luar deskripsi formal dan tidak terkait langsung
dengan penghargaan. Namun, dapat meningkatkan keefektifan organisasi.
29
B. Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organ (1988) dalam Luthans (2015) menjabarkan OCB terdiri dari lima
dimensi, yaitu :
1. Altruism
Perilaku yang memiliki efek membantu orang lain dengan tugas atau masalah
organisasional yang relevan.
2. Courtesy
Perilaku yang bertujuan untuk mencegah masalah yang berhubungan dengan
pekerjaan orang lain yang terjadi.
3. Sportmanship
Merupakan sikap karyawan yang mentolerasi suatu keadaan yang kurang baik
tanpa mengeluh.
4. Conscientiousness
Perilaku karyawan yang melampaui persyaratan minimum peran organisasi di
berbagai bidang seperti kehadiran dan menaati peraturan.
5. Civic virtue
Perilaku karyawan yang menunjukkan seorang karyawan berpartisipasi dalam
dan cukup prihatin dengan kehidupan organisasi.
Sedangkan, Menurut Podsakoff (2000) terdapat beberapa dimensi dari
Citizenship Behavior, di antaranya :
1. Helping behavior. Memberikan bantuan kepada orang lain, atau mencegah
terjadinya kejadian yang berhubungan dengan masalah pekerjaan.
2. Sportsmanship. Kemauan untuk mentolerasi kesulitan yang tak dihindarkan
tanpa mengeluh atau secara lebih luas menurut (cf. MacKenzie et al., 1993;
30
MacKenzie et al., 1999) dalam Podskaff (2000)) melakukan sesuatu yang
berbeda dan memiliki suatu perbedaan yang mendahului dan konsekuensi.
3. Organizational Loyalty. Mempromosikan organisasi pada orang lain,
melindungi dan membela dari ancaman eksternal, dan tetap berkomitmen
dibawah kondisi yang buruk.
4. Organizational Compliance. Dimensi ini menilai ketaatan seorang karyawan
pada peraturan organisasi.
5. Individual Initiative. Suatu perilaku yang melebihi dari yang ditugaskan
secara suka rela.
6. Civic virtue. Terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada
kelangsungan hidup organisasi.
7. Self development. Perilaku karyawan secara suka rela untuk terlibat dalam
meningkatakan pengetahuan, kemampuan, dan keahlian.
C. Faktor-faktor Internal Pembentuk OCB
Menurut Titisari (2014) Organizational Citizenship Behavior (OCB)
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri sendiri. Berikut faktor-
faktor internal yang memengaruhi OCB:
a. Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2015), kepuasan kerja adalah sikap yang paling
berpengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB).
b. Komitmen Organisasi
Menurut Mathis & Jackson, dalam Utaminingsih (2014), komitmen
organisasi merupakan tingkat kepercayaan karyawan tehardap organisasi
31
dan menerima tujuan organisasi, serta tetap tinggal atau tidak
meninggalkan organisasi.
c. Kepribadian
Menurut Organ (dalam Titisari, 2014) bahwa perbedaan individu
memiliki peran penting pada seorang karyawan sehingga karyawan
tersebut akan menunjukkan Organizational Citizenship Behavior (OCB).
d. Moral Karyawan
Menurut Djati, dalam Titisari (2014), moral merupakan kewajiban-
kewajiban susila seseorang terhadap organisasi. Moral memuat ketentuan
baik dan buruk suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja.
e. Motivasi
Menurut Robbins & Coulters dalam Titisari (2014), motivasi merupakan
kesediaan untuk melakukan tingkat-tingkat usaha yang tinggi untuk
mencapai sasaran organisasi dipersyaratkan oleh kemampuan usaha
tersebut untuk memuaskan sejumlah kebutuhan individu.
D. Manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Berikut manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) menurut
Podsakoff, MacKenzie & Bachrach (2000):
1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
Salah satu ciri karyawan OCB adalah sikap menolong rekan kerja lain,
sehingga mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan meningkatkan
produktivitas rekan tersebut. Selain itu, perilaku membantu yang ditunjukkan
karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja
atau kelompok seiring dengan berjalannya waktu.
32
2. OCB meningkatkan produktivitas manajer
Perilaku civic virtue yang ditampilkan oleh karyawan akan membantu manajer
mendapatkan saran dan/atau umpan balik yang berharga dari karyawan
tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan
a. Sikap tolong menolong yang ada antara karyawan dalam menyelesaikan
masalah menyebabkan karyawan menjadi lebih mandiri dan tidak perlu
melibatkan manajer, sehingga karyawan dapat menggunakan waktunya
untuk melakukan tugas lain. Begitu juga, karyawan yang menampilkan
perilaku sportsmanship akan sangat menolong manajer karena tidak
menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-
keluhan kecil karyawan.
b. Disamping itu, sikap conscientiousness yang tinggi pada karyawan
menyebabkan dapat melakukan pengawasan secara minimal sehingga
manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada
mereka. Hal ini menunjukkan bahwa manajer memperoleh lebih banyak
waktu untuk melakukan tugas yang lebih penting.
4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk
memelihara fungsi kelompok
a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat,
moral (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga
anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan
waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok.
33
b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan
mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan
untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
5. OCB menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok
kerja
a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi
aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi di
antara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kelompok.
b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi
tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari
munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk
diselesaikan.
6. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan
karyawan terbaik
a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta
perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan
mempertahankan karyawan yang baik.
b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
sportsmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-
permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada
organisasi.
34
7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
a. Sikap karyawan yang suka menolong rekan kerjanya, terutama karyawan
yang memiliki beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan
cara mengurangi variabilitas) atau yang tidak hadir di tempat kerja dari
kinerja unit kerja.
b. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja
yang tinggi secara konsisten, sehingga meningkatkan stabilitas pada
kinerja unit kerja.
8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan
a. Organisasi dapat beradaptasi dengan cepat karena memiliki karyawan
yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar sehingga dapat
memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan
memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut.
b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-
pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang
penting dan harus diketahui oleh organisasi.
c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya
kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian
baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan.
2.3 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikir peneliti yang merupakan bagian
dari penelitian dalam memberikan penjelasan kepada orang lain, alasan peneliti
35
memiliki asumsi seperti yang diutarakan dalam hipotesis (Agung, 2012).
Sementara, menurut Sekaran (2016) kerangka pemikiran merupakan model
konseptual tentang cara teori dapat berhubungan dengan faktor-faktor yang telah
didefinisikan sebagai masalah yang penting. Menurut Sugiyono (2013), kerangka
berpikir merupakan sintesis tentang hubungan antar variabel yang disusun dari
berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepuasan
Kerja (X1) dan Motivasi Kerja (X2) terhadap Organizational Citizenship
Behavior (Y) sebagai variabel dependen. Variabel independen dan dependen yang
telah disebutkan oleh penulis dapat dijelaskan atau digambarkan dengan kerangka
pemikiran sebagai berikut:
36
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian
Sumber: Data diolah, 2017
Latar Belakang
Persaingan yang semakin ketat di bidang perbankan mendorong perusahaan untuk semakin tanggap dalam menghadapi
persaingan dan mampu mengikuti perkembangan perekonomian yang terus mengalami pertumbuhan. Oleh karena itu,
perusahaan tidak hanya membutuhkan karyawan yang berkinerja baik tetapi, juga menujukkan OCB. salah satu langkah yang
dilakukan Bank Jatim untuk dapat menumbuhkan OCB pada karyawan, yaitu dengan menumbuhkan kepuasan kerja dan
motivasi kerja karyawan sehingga Bank Jatim dapat menghadapi persaingan saat ini.
Tinjauan
Pustaka
Variabel
Variabel (X)
Kepuasan Kerja (X1)
(Luthans, 2015; Robbins &
Judge, 2015; Ivancevich et
al., 2006) Motivasi Kerja (X2)
(Luthans, 2015; Robbins &
Judge, 2015; Colquitt,
LePine, and Wesson, 2009)
Variabel (Y)
OCB (Y) (Organ, 1983;
Robbins & Judge, 2015;
Luthans , 2011)
Penelitian Terdahulu
1. Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja
terhadap Komitmen Organisasional Karyawan
PT. Dai Knife Di Surabaya (Tania dan Sutanto,
2013)
2. Organizational Citizenship Behaviors: A Critical
Review of the Theoretical and Empirical Literature
and Suggestions for Future Research (Podsakoff et
al., 2000)
3. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen
Organisasi terhadap Organizational Citizenship
Behavior (Darmawati, Hidayati & Herlina, 2013)
4. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen
Organisasi terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) di Ramayana Departement Store
Pasar Kopro (Gunawan 2014)
5. Organizational Citizenship Behavior: Its
Nature and Antecedents (Smith, Organ, Near
& Near, 1983)
Hipotesis
H1: Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) karyawan.
H2: Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) karyawan.
Uji
Instrumen
Uji Validitas
Uji Reliabilitas
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
Uji Heterokedastisitas Uji Linearitas
Uji Data
Analisis Regresi Berganda
Uji Hipotesis
Uji F
Uji t Uji Koefisien Determinasi
Hasil dan Implikasi
Kesimpulan dan Saran
Sumber: Data diolah, 2017
37
2.4 Konsep Hipotesis
Menurut Sekaran & Bougie (2016) hipotesis adalah hubungan yang
diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan
perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasai
masalah yang dihadapi.
Menurut Sugiyono (2013) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dalam penelitian ini peneliti
merumuskan hipotesisnya sebagai berikut:
Gambar 2.2
Model Hipotesis Penelitian
Sumber: Data diolah, 2017
Keterangan:
= Pengaruh Parsial
Kepuasan
Kerja
Motivasi
Kerja
Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
H1
H2
38
Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori yang dikemukakan di atas
tentang pengaruh kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB), maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
a) Hipotesis 1
Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB) karyawan.
b) Hipotesis 2
Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational
Citizenship Behavior (OCB) karyawan.