BAB II BARU
-
Upload
ryo-hardiatma -
Category
Documents
-
view
22 -
download
1
Transcript of BAB II BARU
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Klinik
a. Pengertian Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan
atau spesialistik diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan
dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI,
No.9/MENKES/PER/2014) .
b. Jenis Klinik
1) Klinik Pratama
Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar yang dilayani oleh dokter umum dan
dipimpin oleh seorang dokter umum. Berdasarkan perijinannya
klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun perorangan.
2) Klinik Utama
Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
Spesialistik berarti mengkhususkan pelayanan pada satu bidang
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis
penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang dokter spesialis
6
7
ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik ini
hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.
Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:
1) Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar,
sementara pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar
dan spesialis;
2) Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara
pada klinik utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter
gigi spesialis;
3) Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap,
sementara pada klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh
dalam hal klinik berbentuk badan usaha;
4) Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang
dokter atau dokter gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan
satu orang spesialis untuk masing-masing jenis pelayanan.
Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:
1) Rawat jalan;
2) Rawat inap;
3) One day care;
4) Home care;
5) Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.
Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan
rawat inap, harus memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai
8
kepemilikan klinik, dapat dimiliki secara perorangan ataupun badan usaha.
Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat inap maka klinik tersebut harus
menyediakan fasilitas-fasilitas yang mencakup:
1) Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
2) Minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5
hari;
3) Tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi;
4) Dapur gizi;
5) Pelayanan laboratorium klinik pratama.
c. Kewajiban Klinik
Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:
1) Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan
kepentingan pasien, sesuai standar profesi, standar pelayanan dan
standar prosedur operasional;
2) Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai
kemampuan tanpa meminta uang muka terlebih
dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;
3) Memperoleh persetujuan tindakan medis;
4) Menyelenggarakan rekam medis;
5) Melaksanakan sistem rujukan;
6) Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar
profesi, etika dan peraturan perundang-undangan;
7) Menghormati hak pasien;
9
8) Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;
9) Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional;
10) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan.
d. Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik
Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:
1) Memasang papan nama klinik;
2) Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang
bekerja di klinik beserta nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan
Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker;
3) Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan
melaporkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam rangka
melaksanakan program pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan
klinik ini dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Bagi klinik yang
melakukan pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan sanksi
administratif berupa teguran, teguran tertulis dan pencabutan izin.
e. Bangunan dan Ruangan
Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak
bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan
klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan. Kemudian bangunan klinik juga harus
memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam
10
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:
1) Ruang pendaftaran/ruang tunggu;
2) Ruang konsultasi;
3) Ruang administrasi;
4) Ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan
pelayanan farmasi;
5) Ruang tindakan;
6) Ruang/pojok asi;
7) Kamar mandi/wc; dan
8) Ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
f. Prasarana Klinik
Prasarana klinik meliputi:
1) Instalasi air;
2) Instalasi listrik;
3) Instalasi sirkulasi udara;
4) Sarana pengelolaan limbah;
5) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
6) Ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
7) Sarana lainnya sesuai kebutuhan.
Prasarana sebagaimana dimaksud di atas harus dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik.
11
g. Peralatan Klinik
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang
memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan
nonmedis harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain
memenuhi standar, peralatan medis juga harus memiliki izin edar sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan.
Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi
secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi
penguji dan pengkalibrasi yang berwenang. Peralatan medis yang
menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penggunaan peralatan medis untuk
kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan
indikasi medis.
h. Ketenagaan Klinik
Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang
memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya. Pimpinan klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat dan ayat merupakan penanggung jawab
klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.
Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang
dokter dan/atau dokter gigi. Lain hal nya dengan Klinik Utama, minimal harus
terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi
sesuai jenis pelayanan yang diberikan. Klinik Utama dapat mempekerjakan
12
dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis. Dokter
atau dokter gigi sebagaimana dimaksud di atas harus memiliki kompetensi
setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan
yang diberikan oleh klinik. Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain
serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan
yang diberikan oleh klinik.
Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Begitu juga tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik
harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi
dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien. dan juga Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga
negara asing.
i. Perizinan Klinik
Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin
dari pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota
mengeluarkan rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan
klinik. Permohonan izin klinik diajukan dengan melampirkan:
13
1) Surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;
2) Salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan
perorangan;
3) Identitas lengkap pemohon;
4) Surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah
setempat;
5) Bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin
penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik
pribadi atau surat kontrak minimal selama 5 (lima) tahun bagi yang
menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan;
6) Dokumen upaya pengelolaan lingkungan (ukl) dan upaya
pemantauan lingkungan (upl);
7) Profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi
kepengurusan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan
peralatan serta pelayanan yang diberikan; dan
8) Persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan.
Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan
sebelum habis masa berlaku izinnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus menetapkan menerima
atau menolak permohonan izin atau permohonan perpanjangan izin.
Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah daerah
14
kabupaten/kota dengan memberikan alasan penolakannya. Pimpinan Klinik
Pratama
2. Mutu Pelayanan Kesehatan
a. Pengertian Mutu
Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya
berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan
dan wawasan tentang apa yang dimaksud dengan mutu.
Seorang pakar mutu DR. Armand V. Feigenbaum yang dikutip oleh
Wijono bahwa mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat
produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan
pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam penggunaanya akan
bertemu dengan harapan pelanggan (Wijono, 1999).
Mutu juga memiliki banyak pengertian lain, menurut Azwar beberapa
diantaranya yang dianggap cukup penting adalah:
1) Mutu adalah tingkatan kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang
sedang diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau
jasa yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman
atau pemenuhan kebutuhan para pengguna.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan
(Azwar, 1996)
Dari definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dari elemen
elemen sebagai berikut:
15
1) Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan.
2) Mutu mencakup produk, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.
3) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah, apa yang dianggap
bermutu pada saat ini belum mungkin dianggap kurang bermutu
pada masa mendatang (Nasution, 2005).
Maka dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan suatu produk,
baik itu barang maupun jasa atau layanan untuk memenuhi keinginan
pelanggannya. Sehingga setiap barang atau jasa selalu dipacu untuk memenuhi
mutu yang diminta pelanggan melalui pasar.
b. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Menurut Moenir, pelayanan hakikatnya adalah serangkaian kegiatan,
karena itu pelayanan merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan
berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan
dalam masyarakat (Moenir, 2002).
Definisi pelayanan yang sangat sederhana diberikan oleh Ivanecevich,
Lorenzi, Skinner, dan Crosby dalam Ratminto dan Winarsih bahwa pelayanan
adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan (Ratminto &
Winarsih , 2006).
Sedangkan definisi yang lebih rinci menurut Gronroos dalam Ratminto
dan Winarsih menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau
16
hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yang
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan
(Ratminto & Winarsih , 2006).
Selanjutnya Sampara dalam Sinambela berpendapat bahwa pelayanan
adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang
dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan (Sinambela, 2006).
Pengertian pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba yang
dikutip oleh Azwar adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara individu
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara,
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat
(Azwar, 1996).
Sedangkan menurut Benyamin Lumenta pelayanan kesehatan adalah
segala upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit, semua upaya
dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan oleh
sebuah lembaga yang ditujukan kepada masyarakat (Benyamin, 1989)
Selanjutnya Institute of Medicine (IOM) mengemukakan bahwa mutu
pelayanan kesehatan adalah suatu langkah ke arah peningkatan pelayanan
kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran
(outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan
profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan
ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis,
17
interpersonal, manual, kognitif, organisasi, dan unsur-unsur manajemen
pelayanan kesehatan (Hatta, 2008).
Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Azwar bahwa mutu
pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada
setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak
lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Berdasarkan pengertian mutu pelayanan kesehatan yang telah
dijabarkan sebelumnya, mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai
tingkat terbaik yang dihasilkan untuk memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan dimana penyelenggarannya sesuai dengan standar pelayanan, kode
etik, dan pengetahuan sehingga memperkecil tingkat kesakitan atau kematian..
c. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu merupakan fenomena yang komprehensif dan dan multi
facet. Menurut Lori Di Prete Brown dalam bukunya Quality Assurance of
Health Care in Developing Countries yang dikutip oleh Djoko Wijono,
kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut dimensi berikut:
1) Kompetensi Teknis
Kompetensi teknis terkait dengan keterampilan, kemampuan, dan
penampilan petugas, manajer dan staf pendukung. Kompetensi
teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti
standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal dapat
dipertanggungjawabkan atau diandalkan (dependability), ketepatan
18
(accuracy), ketahanan uji (reliability), dan konsistensi
(consistency).
2) Akses terhadap pelayanan
Pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial,
ekonomi, budaya, organisasi, atau hambatan bahasa.
3) Efektivitas
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang
menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai
standar yang ada.
4) Hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan
kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsif, dan memberikan perhatian. Hubungan
antar manusia yang kurang baik akan mengurangi efektivitas dari
kompetensi teknis pelayanan kesehatan.
5) Efisiensi
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal
daripada memaksimalkan pelayanan yang terbaik dengan sumber
daya yang dimiliki. Pelayanan kurang baik karena norma yang
tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau
dihilangkan. Dengan cara ini kualitas dapat ditingkatkan sambil
menekan biaya.
6) Kelangsungan pelayanan
19
Klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan
(termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi
prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu. Klien harus
mempunyai akses terhadap pelayanan rutin dan preventif yang
diberikan oleh petugas kesehatan yang mengetahui riwayat
penyakitnya. Klien juga mempunyai akses rujukan untuk pelayanan
yang spesialistis dan menyelesaikan pelayanan lanjutan yang
diperlukan.
7) Keamanan
Mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain
yang berkaitan dengan pelayanan.
8) Kenyamanan dan kenikmatan
Dalam dimensi kenyamanan dan kenikmatan berkaitan dengan
pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan
efektivitas klinis, tetapi dapat mengurangi kepuasan pasien dan
bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk
memperoleh pelayanan berikutnya (Wijono, 1999).
Sedangkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry menganalisis dimensi
kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu
pelayanan dikenal dengan nama ServQual. Kelima dimensi mutu menurut
Parasuraman dkk. meliputi:
1) Responsiveness
Dimensi ini dimasukkan ke dalam kemampuan petugas kesehatan
menolong pelanggan dan melayani sesuai prosedur dan bisa
20
memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian
mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap
kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu
sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang
dimiliki oleh pelanggan.
2) Reliability
Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat
waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan (seperti dalam
brosur). Dari kelima dimensi kualitas jasa, reliability dinilai paling
penting oleh para pelanggan.
3) Assurance
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat
petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap
kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa
terbebas dari resiko.
4) Empathy
Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus
staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka,
dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para
pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya. Peranan SDM
kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena
mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa
pelayanan kesehatan.
5) Tangible
21
Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara
langsung oleh penggunananya dengan menyediakan fasilitas fisik
dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan
akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan keterampilannya
masingmasing (Muninjaya, 2011).
Menurut Azwar, agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan
yang diinginkan tersebut, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang
dimaksud paling tidak mencakup hal sebagai berikut:
1) Tersedianya dan berkesinambungan
Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat
(available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya
semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat
adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2) Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok yang kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah
dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar
(appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan adat
istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan kepercayaan masyarakat, serta
bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3) Mudah dicapai
22
Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian
ketercapaian yang dimaksudkan disini adalah terutama dari sudut
lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan
menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu
terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak
ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang
baik.
4) Mudah dijangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah
mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian
keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya.
Untuk dapat mewujudkan kesehatan yang seperti ini harus dapat
diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal
dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
5) Bermutu
Syarat pokok kesehatan yang baik adalah mutu (quality).
Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,
23
dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode
etik serta standar yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Untuk memenuhi harapan para pelanggan, tingkat kualitas atau
mutu pelayanan kesehatan harus selalu dirancang dengan baik dan
pengendalian tingkat keunggulan juga harus dilakukan dengan tepat.
Faktor yang digunakan oleh konsumen untuk mengukur kualitas atau mutu
dari sebuah jasa adalah outcome, process, dan image dari jasa tersebut.
Menurut Gronroos yang dikutip oleh Muninjaya, ketiga kriteria berikut
dijabarkan menjadi 6 unsur:
1) Professionalism and skills
Di bidang pelayanan kesehatan, kriteria ini berhubungan dengan
outcome, yaitu tingkat kesembuhan pasien. Pelanggan menyadari
bahwa jasa pelayanan kesehatan dihasilkan oleh SDM yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional yang berbeda.
Institusi penyedia pelayanan kesehatan harus menjamin reputasi
dokter dan petugas kesehatan lainnya yang bekerja pada institusi
pelayanan kesehatan tersebut. Dokter dan petugas kesehatan
menjadi faktor produksi utama yang akan menentukan hasil
(outcome) pelayanan kesehatan, termasuk yang akan menjamin
tingkat kepuasan para penggunanya.
2) Attitudes and behavior
Kriteria sikap dan perilaku staf akan berhubungan dengan proses
pelayanan. Pelanggan institusi jasa pelayanan kesehatan akan
24
merasakan kalau dokter dan paramedis rumah sakit sudah melayani
mereka dengan baik sesuai dengan SOP pelayanan. Situasi ini
ditunjukkan oleh sikap dan perilaku positif staf yang akan
membantu para pengguna pelayanan kesehatan mengatasi keluhan
sakitnya.
3) Accessibility and flexibility
Kriteria pelayanan ini berhubungan dengan proses pelayanan.
Pengguna jasa pelayanan akan merasakan bahwa institusi penyedia
pelayanan jasa, lokasi, jam kerja, dan sistemnya dirancang dengan
baik untuk memudahkan para penggunaan mengakses pelayanan
sesuai dengan kondisi pengguna jasa (fleksibilitas), yaitu
disesuaikan dengan keadaan sakit pasien, jarak yang harus
ditempuh, tarif pelayanan, dan kemampuan ekonomi pasien atau
keluarga untuk membayar tarif pelayanan.
4) Reliability and trustworthiness
Kriteria pelayanan ini juga berhubungan dengan proses pelayanan.
Pengguna jasa pelayanan kesehatan bukan tidak memahami resiko
yang mereka hadapi jika memilih jasa pelayanan yang ditawarkan
oleh dokter. Misalnya operasi caesar pada sebuah persalinan.
5) Recovery
Kriteria pelayanan ini juga berhubungan dengan proses pelayanan.
Pelanggan memang menyadari kalau ada kesalahan atau resiko
akibat tindakan medis yang diambil, tetapi para pengguna jasa
pelayanan mempercayai bahwa institusi penyedia jasa pelayanan
25
sudah melakukan perbaikan (recovery) terhadap mutu pelayanan
yang ditawarkan kepada publik untuk mengurangi resiko medis
yang akan diterima pasien.
6) Reputation and credibility
Kriteria pelayanan ini berhubungan dengan image. Pelanggan akan
meyakini benar bahwa intitusi penyedia jasa pelayanan kesehatan
memang memiliki reputasi baik, dapat dipercaya, dan punya nilai
(rating) tinggi di bidang pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2011).
Kebanyakkan penilaian para pengguna jasa pelayanan kesehatan seperti
yang dijabarkan dari kriteria penilaian tersebut di atas lebih mementingkan
proses pelayanan dibandingkan outcome. Atas dasar itu, menjaga mutu sebuah
pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen dan
komite medik rumah sakit dalam menjaga reputasi institusi dan kepercayaan
pelanggan terhadap para dokter dan para medis serta tetap menjaga dan
mengasah keterampilan dan profesionalisme tenaga medis dan paramedisnya
sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi kedokteran.
3. Akreditasi Klinik
a. Pengertian Akreditasi Klinik
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi yang selanjutnya disebut Akreditasi
adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara
Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar Akreditasi
(Permenkes RI No.46 /MENKES/PER/2015).
26
Klinik Pratama adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan dengan menyediakan
pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus.
Pengaturan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik
mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi bertujuan untuk:
1) Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;
2) Meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan,
masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama,
tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter
gigi sebagai institusi; dan
3) Meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik
mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam
pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.
b. Penyelenggaraan akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat
praktik mandiri dokter gigi wajib terakreditasi. Akreditasi Puskesmas dan
Klinik Pratama dilakukan setiap 3 (tiga) tahun. Akreditasi tempat praktik
mandiri dokter dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan setiap 5 (lima)
tahun. Pemerintah Daerah berkewajiban mendukung, memotivasi, mendorong,
dan memperlancar proses pelaksanaan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi.
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter,
dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan sesuai standar Akreditasi.
Penyelenggaraan Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik
27
mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dilakukan melalui
tahapan:
1) Survei Akreditasi; dan
2) Penetapan Akreditasi.
Dalam menyelenggarakan Akreditasi dapat dilakukan pendampingan
dan penilaian praakreditasi. Puskesmas yang telah terakreditasi wajib
mendapatkan pendampingan pascaakreditasi. Klinik Pratama, tempat praktik
mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi yang telah terakreditasi
dapat mengajukan permohonan pendampingan pascaakreditasi kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.
c. Penetapan Akreditasi
Penetapan Akreditasi sebagaimana merupakan hasil akhir survei
Akreditasi oleh surveior dan keputusan rapat lembaga independen
penyelenggara Akreditasi. Penetapan Akreditasi dilakukan oleh lembaga
independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Penetapan
Akreditasi dibuktikan dengan sertifikat Akreditasi.
Penetapan status Akreditasi Puskesmas terdiri atas:
1) Tidak terakreditasi;
2) Terakreditasi dasar;
3) Terakreditasi madya;
4) Terakreditasi utama; atau
5) Terakreditasi paripurna.
Penetapan status Akreditasi Klinik Pratama terdiri atas:
28
1) Tidak terakreditasi;
2) Terakreditasi dasar;
3) Terakreditasi madya; atau
4) Terakreditasi paripurna.
Penetapan status Akreditasi tempat praktik mandiri dokter dan tempat
praktik mandiri dokter gigi terdiri atas:
1) tidak terakreditasi; atau
2) terakreditasi.
Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat
praktik mandiri dokter gigi yang telah mendapatkan status Akreditasi dapat
mencantumkan status Akreditasi di bawah atau di belakang nama Puskesmas,
Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, atau tempat praktik mandiri
dokter gigi, dengan huruf lebih kecil.
d. Penilaian Akreditasi
Penetapan Struktur standar Akreditasi Klinik terdiri dari 4 Bab, dengan
total 503 Elemen Penilaian. Setiap bab akan diuraikan dalam standar, tiap
standar akan diuraikan dalam kriteria, tiap kriteria diuraikan dalam elemen
penilaian untuk menilai pencapaian kriteria tersebut: Bab I. Kepemimpinan dan
Manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehatan (KMFK) dengan 122 EP Bab II.
Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP) dengan 151 EP Bab III.
Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK) dengan 172 EP Bab IV.
Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP) dengan 58 EP.
29
Penilaian akreditasi dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian
pada tiap kriteria. Pencapaian terhadap elemen-elemen penilaian pada setiap
kriteria diukur dengan tingkatan sebagai berikut:
1) Terpenuhi : bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10,
2) Terpenuhi sebagian : bila pencapaian elemen 20 % - 79 %, dengan
nilai 5,
3) Tidak terpenuhi : bila pencapaian elemen < 20 %, dengan nilai 0.
Penilaian tiap Bab adalah penjumlahan dari nilai tiap elemen penilaian
pada masingmasing kriteria yang ada pada Bab tersebut dibagi jumlah elemen
penilaian Bab tersebut dikalikan 10, kemudian dikalikan dengan 100 %.
B. Penelitian Terdahulu
1. Kristiani Resky, 2013. Evaluasi Penerapan ISO 9001:2008 Dalam
Meningkatkan Mutu Jasa Pelayanan Pasien Pada Rumah Sakit Perkebunan
(Jember Klinik). Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi
penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di Rumah Sakit
Perkebunan (Jember Klinik) dan Menganalisis kesesuaian persyaratan
dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dengan apa yang telah
diterapkan oleh Rumah Sakit Perkebunan (Jember Klinik). Dalam evaluasi
penerapan ISO 9001:2008 di jember klinik ini menggunakan metode
penelitian deskriftif analisis dari penerapan ISO 9001:2008 di Jember
Klinik. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan Penerapan Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada Rumah Sakit Perkebunan (Jember
Klinik) telah berjalan sejak tahun 2009, dimana seluruh klausul yang
dipersyaratkan dalam standar tersebut telah dipenuhi dan dilaksanakan
30
oleh organisasi, Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Perkebunan
(Jember Klinik) yang telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2008 dalam manajemennya telah memenuhi standart, dimana hasil
perhitungan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima
oleh pasien di Rumah Sakit Perkebunan (Jember Klinik) yang didasarkan
atas lima dimensi mutu servqual menunjukkan dari 100 responden, 37%
diantaranya merasa sangat puas dan 63% merasa puas terhadap pelayanan
yang telah mereka terima. Perbedaan penelitian ISO yang dilakukan
dengan penelitian Akreditasi adalah dalam variabel yang diteliti dimana
ISO pada tahun 2008 sekarang sudah menjadi Akreditasi yang dimana
persiapan yang dilakukan dan perbedaan jenis data dan Instrumen dari
Akreditasi lebih terperinci dan perlu kesiapan klinik Trio Husada untuk
menghadapi Akreditasi FKTP 2015, sehingga peneliti menggunakan
penelitian terdahulu ini sebagai acuan dasar dalam menghadapi
perkembangan dunia bisnis pelayanan kesehatan yang berbasis pada
pelayanan kesehatan dengan mutu yang bagus.
2. Junaidi Nasrun, 2009. Hubungan Status Akreditasi Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) Dengan Tingkat Kepuasan Pasien. Tujuan dari
penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh akreditasi terhadap
tingkat kepuasan pasien Puskesmas berdasarkan lima dimensi pelayananan
yakni, kendala , daya tanggap, jaminan, empati dan terukur dan untuk
mengetahui pengaruh akreditasi dan cara pembayaran terhadap tingkat
kepuasan pasien Puskesmas.Dalam hubungan status akreditasi pusat
kesehatan masyarakat dengan tingkat kepuasan pasien menggunakan
31
metode analitic dengan pendekatan cross sectional Hasil penelitian
dianalisis dengan uji-t beda mean dan regresi linier. Penelitian ini
mengambil sempel 100 responden pasien Puskesmas Sambirejo dan
Puskesmas Mondokan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara status akreditasi dengan tingkat kepuasan
pasien (p=0,006). Terdapat pengaruh yang cukup kuat antara status
akreditasi dan cara pembayaran dengan tingkat kepuasan pasien (r=0,312).
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kepuasan pasien
dengan cara pembayaran. (p=0,114) dengan tingkat kepercayaan 95% atau
α =0,05. Hal ini menunjukkan bahwa akreditasi mampu meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas yang dibuktikan dengan lebih
tingginya rata-rata tingkat kepuasan pasien pada Puskesmas terakreditasi
daripada tingkat kepuasan pasien Puskesmas tidak terakreditasi. Perbedaan
penelitiaan ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah subyek dari
penelitian dimana dalam penelitian ini subyeknya adalah PUSKESMAS
sedangkan subyek dari penelitian yang dilakukan peneliti adalah persiapan
menghadapi akreditasi FKTP 2015 oleh Klinik Pratama.
32
C. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Skema Kerangka Teori Peningkatan Kualitas Mutu Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Akreditasi Klinik.
Proses :
1. Tanggung jawab tenaga klinis.
2. Pemahaman Layanan Klinis
3. Pengukuran mutu layanan klinis
4. Peningkatan mutu layanan klinis
Outcome :
Profesionalism and skills
Image :
Reputations and Credibility
33
D. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Skema Kerangka Konsep Penelitian
Borang Penilaian Akreditasi Klinik Pratama
Bab I. Kepemimpinan dan Manajemen Klinik (KMK)
6 Standar Penilaian.
Bab II. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
10 Standar penilaian
Bab III. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)
7 Standar Penilaian
Bab IV. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)
4 Standar penilaian
REKOMENDASI
Kebijakan (Permenkes
Akreditasi Klinik)
Telaah Tertutup (Dokumen)
Telusur (Implementasi)
34
E. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah persiapan pemilik dan manajemen Klinik Pratama
Trio Husada Kota Batu dalam menyiapkan dokumen sesuai borang
akreditasi dan implementasinya dalam memenuhi standart Akreditasi
Klinik 2015 ?