BAB II
-
Upload
harris-qarami -
Category
Documents
-
view
91 -
download
3
Transcript of BAB II
![Page 1: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator sosial yang
sangat penting untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan berbagai
sebab kematian maupun program kesehatan ibu dan anak sebab AKB berkaitan
erat dengan tingkat kesehatan ibu dan anak (Dinkes Propsu, 2007).
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, World Health Organization
(WHO), kematian akibat infeksi tetanus di negara berkembang 135 kali lebih
tinggi dibanding dengan negara maju. Hal ini merupakan masalah besar di 57
negara berkembang termasuk Indonesia (Hasselquist, 2006).
Hingga kini, infeksi masih merupakan masalah yang serius pada bayi
baru lahir (BBL). Infeksi juga masih berperan utama dalam angka kesakitan dan
angka kematian BBL di Indonesia. Sampai saat ini, memang belum ada data
nasional yang akurat mengenai angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada
BBL. Namun, sejak krisis ekonomi melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia,
diperkirakan angka kematian bayi cenderung meningkat (Haikal, 2006).
Di Indonesia, tahun 2005 angka kematian bayi masih tergolong tinggi
yaitu 32/1000 kelahiran hidup. Provinsi dengan AKB terendah adalah Bali (14 per
1.000 kelahiran hidup) dan Yogyakarta (20 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan
AKB tertinggi di Provinsi Gorontalo (77 per 1.000 KH) dan Nusa Tenggara Barat
(74 per 1.000 KH) (Depkes RI, 2006).
Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi
berusia 0-7 hari. Tetanus merupakan penyebab utama kematian bayi kurang dari 7
1
![Page 2: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/2.jpg)
2
hari. Infeksi merupakan penyebab yang paling sering dan penting dalam
morbiditas serta mortalitas, selama periode bayi baru lahir sebanyak 2% janin
mengalami infeksi in utero, dan lebih dari 10% bayi terinfeksi selama persalinan
atau selama bulan pertama kehidupan (Saifuddin, 2001).
Di Provinsi Aceh, data diambil di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda
Aceh sejak bulan Agustus 2012 sampai Februari 2013 terdapat 2916 kelahiran
yang ditangani oleh Rumah Sakit tersebut, dari jumlah kelahiran tersebut terdapat
75 neonatus atau 2,57% yang mengalami infeksi tali pusat.
Pada infeksi tali pusat dapat terjadi pembengkakan, pada ujung tali pusat
akan mengeluarkan nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan
disertai edema. Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati
(hepar) melalui ligamentum (falsiforme) dan menyebabkan abses yang berlipat
ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi (granuloma) pada umbilicus
(Prawirohardjo, 2002).
Kebanyakan infeksi yang terjadi pada bayi adalah bayi yang lahir dibantu
oleh dukun peraji yang belum mengikuti pelatihan / penataran dari Departemen
Kesehatan. Kebiasaan yang kurang tepat dalam perawatan tali pusat yaitu dengan
pemberian dermatol. Dermatol yang dulu dipakai oleh dukun peraji sebagai obat
pusar sekarang tidak dibenarkan lagi untuk dipakai karena setelah diteliti pada
dermatol ditumbuhi spora clostridium tetani, dengan masa inkubasi antara 5-14
hari (Ngastiyah, 2005).
Jenny (2006) berpendapat bahwa bayi yang mengalami penyakit tetanus
neonatorum berkaitan dengan perawatan tali pusat yang kurang baik yaitu dengan
menggunakan ramu-ramuan atau serbuk yang dipercaya dapat membantu
![Page 3: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/3.jpg)
3
mempercepat lepasnya tali pusat.
Infeksi tali pusat sangat dipengaruhi oleh kualitas persalinan, perawatan
tali pusat, serta kualitas pelayanan selama kehamilan. Untuk mengatasi masalah
ini, sudah ada kebijakan dari pemerintah yang mengatur bahwa setiap ibu hamil
minimal mendapatkan imunisasi tetanus toksoid (TT) sebanyak dua kali. Jika
proses pemeriksaan kehamilan tidak dilaksanakan secara rutin, akan
mengakibatkan janin tidak memperoleh imunitas dan mempunyai peluang besar
untuk terserang tetanus (Depkes RI, 2005).
Perawatan tali pusat sangat penting diketahui oleh ibu terutama oleh ibu
melahirkan (post partum) agar ibu dapat memberikan perawatan yang maksimal
pada bayi sehingga bayi dapat tumbuh dengan baik dan sehat, tidak terinfeksi
melalui tali pusatnya. Pengetahuan ibu yang baik tentang perawatan tali pusat
akan membuat ibu lebih memahami cara melakukan perawatan tali pusat yang
benar, seperti menghindari penggunaan bedak dermatol, dan penggunaan ramuan-
ramuan tradisional yang kurang memperhatikan kesterilannya.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Tali Pusat Pada
Bayi Di Desa Parangharjo Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang
Pengertian Cara Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Banda Aceh
b. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang
Manfaat Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Pada Bayi Di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Banda Aceh
![Page 4: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/4.jpg)
4
c. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang
Penatalaksanaan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Banda Aceh
d. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang
Cara Penanggulangan atau Pencegahan Infeksi Perawatan Tali Pusat
Pada Bayi Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Dapat memperkaya konsep teori yang menyongsong perkembangan ilmu
pengetahuan kebidanan khususnya pada pengetahuan tentang perawatan
tali pusat
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan masukan yang berarti bagi para ibu post partum
dalam meningkatkan pengetahuan tentang perawatan tali pusat
melalui perseptif motivasi
b. Meningkatkan keilmuan di bidang kesehatan dalam rangka memenuhi
tuntutan IPTEK
c. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan masukan bagi pengelola
program kesehatan untuk mengembangkan pendidikan kesehatan
(penyuluhan ) bagi masyarakat sebagai upaya menurunkan angka
kematian ibu dan bayi Untuk
d. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan
dan bahan untuk penelitian selanjutnya
![Page 5: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Post Partum
1. Definisi
Postpartum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.
Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Postpartum dalam bahasa latin disebut
puerperium yang berarti waktu tertentu setelah melahirkan anak, puerperium
terdiri dari dua kata, puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan.
Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi (Bahiyatun, 2009).
Menurut Wiknjosastro (2005) setelah melahirkan alat genital baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. Alat-alat genitalia
interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan alat-alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut
involusi, selain itu terjadi juga perubahan-perubahan penting lain yakni
hemokonsentrasi dan laktasi karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjar
hipofisis terhadap kelenjar mammae.
2. Periode Postpartum
Postpartum terdiri dari tiga periode, immediate postpartum yaitu masa 24
jam pertama setelah persalinan, early postpartum yaitu satu minggu pertama
setelah persalinan dan late postpartum yaitu setelah satu minggu pertama
persalinan sampai periode postpartum selesai (Coad & Dunstall, 2006).
Tahapan yang terjadi pada postpartum adalah sebagai berikut :
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri.
Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
5
![Page 6: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/6.jpg)
6
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB.
3. Perubahan Fisiologis Pada Masa Postpartum
a. Involusi Uteri
Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat.
Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus uteri teraba satu cm di
bawah pusat, lima sampai enam minggu kemudian kembali ke dalam
ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas implantasi plasenta
pada lapisan superfisial akan mengalami nekrotik dan akan keluar cairan
berupa sekret sebagai lochea. Luka bekas implantasi plasenta akan
sembuh sempurna sekitar enam minggu setelah kelahiran (Bobak dkk.,
2004).
Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya plasenta dapat
menyebabkan pengeluaran lochea terus menerus, perdarahan pervaginam
tanpa nyeri. Menyusui dan mobilisasi menyebabkan ekskresi lochea
sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja, karena itu menyusui
dan mobilisasi dini yang disertai asupan nutrisi yang adekuat mempercepat
proses involusi uteri (Coad & Dunstall, 2006).
b. Serviks, Vagina dan Perineum
Serviks dan segmen bawah uterus menjadi lebih tipis selama immediate
postpartum. Pada beberapa persalinan terjadi laserasi pada serviks. Vagina
dan perineum dapat mengalami robekan, edema dan memar.
c. Payudara
Perkembangan kelenjar mamae secara fungsional lengkap pada
pertengahan masa kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai kadar
estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir. Konsentrasi
hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil
![Page 7: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/7.jpg)
7
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon
kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak. Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan
turun dengan cepat. Pada hari ketiga dan keempat postpartum bisa terjadi
pembengkakan (engorgement), payudara teregang, keras, nyeri bila
ditekan dan hangat jika diraba.
Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan
pembuluh limfatik bukan akibat penimbunan air susu. Pembengkakan
dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang
dalam 24 jam sampai 36 jam. Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi
dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan yakni
kolostrum dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara
teraba hangat dan keras ketika disentuh (Bobak dkk., 2004).
d. Sistem Urinaria
Uretra, kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinarius dapat
mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi
selama persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sensasi
untuk buang air kecil.
e. Sistem sirkulasi dan Vital Sign
Adanya hipervolemi, dimana terjadi peningkatan plasma darah saat
persalinan menyebabkan ibu toleran terhadap kehilangan darah saat
persalinan. Segera setelah kelahiran terjadi peningkatan cardiac output
yang dapat tetap ada selama 28 jam setelah kelahiran dan akan turun
secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu setelah persalinan
(Bobak dkk., 2004).
f. Sistem Muskuloskeletal
Selama beberapa hari hormon relaxin menurun, dan ligamen kartilago
pelvis mulai kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian ibu, otot
abdomen dapat melemah dan kendur. Hal ini mempengaruhi resiko
konstipasi selama postpartum karena penurunan tonus dinding abdomen
mempengaruhi motilitas usus. Stasis vena yang dapat terjadi selama hamil
tua, berkontribusi terhadap terbentuknya bekuan darah (trombosis) pada
![Page 8: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/8.jpg)
8
ekstremitas bawah. Hal ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini setelah
persalinan (Bobak dkk., 2004).
g. Sistem Gastrointestinal
Ibu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat kehabisan tenaga
dan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan asupan nutrisi dan
cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh ( Bobak dkk., 2004).
h. Sistem Endokrin
Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi plasenta. Jika
ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar tiga
minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi.
Pada ibu menyusui level estrogen dan progesteron lebih lambat kembali
pada level sebelum hamil.
B. Infeksi Tali Pusat
1. Definisi
Infeksi tali pusat adalah peradangan pada tali pusat yang terjadi akibat
bakteri dan biasanya terkena pada pangkal tali pusat yang menyebabkan tali pusat
basah atau lengket disertai bau tidak sedap. Infeksi tali pusat seringkali
disebabkan oleh bakteri Stapylococcus aureus yang mengenai pangkal tali pusat
akibat perawatan yang tidak baik. Infeksi ini akan menyebabkan tali pusat dan
daerah sekitarnya meradang dan mengeluarkan nanah (Sodikin, 2009).
2. Fungsi Tali Pusat
Fungsi tali pusat sebagai sirkulasi darah janin sebelum lahir. Darah arteri
dari plasenta mengalir ke janin melalui vena umbilikalis dan dengan cepat
mengalir ke hati kemudian masuk ke vena kava inferior. Darah mengalir ke
foramen ovale dan masuk ke atrium kiri, tidak lama kemudian, darah muncul di
aorta dan arteri di daerah kepala. Sebagian darah mengalir melalui jalan pintas di
hati dan menuju ke duktus venosus. Sebagian besar darah vena dari tungkai
bawah dan kepala masuk ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian menuju
arteri pulmoner desenden dan duktus arteriosus.
![Page 9: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/9.jpg)
9
Dengan demikian, foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi sebagai
bypass, yang memungkinkan sejumlah besar darah campuran yang di keluarkan
jantung kembali ke plasenta tanpa melalui paru- paru. Kira-kira 55% darah
campuran, yang keluar dari ventrikel, mengalir menuju plasenta, 35% darah
mengalir ke jaringan tubuh, dan 10% sisanya mengalir ke paru- paru. Setelah lahir
foramen ovale menutup, duktus arteriosus menutup dan menjadi sebuah ligamen,
duktus venosum menutup dan menjadi ligamen, arteri dan vena umbilikalis
menutup dan menjadi ligamen (Bobak, et al. 2004)
3. Faktor Predisposisi
Menurut Hasan (2007) faktor predisposis terjadinya infeksi pada bayi baru
lahir yaitu antara lain:
a. Keadaan sosial ekonomi yang kurang
b. Ketuban pecah dini
c. Pelayanan kesehatan antenatal yang tidak adekuat
d. Gizi dan kesehatan ibu yang tidak baik
e. Pertolongan persalinan yang tidak higienis
f. Partus dengan tindakan
g. Kelahiran kurang bulan
h. Asfiksia
i. Trauma lahir
j. Sarana perawatan bayi tidak baik
k. Tindakan invasif
4. Perawatan Tali Pusat
Beberapa peneliti/penulis menemukan bahwa pangkal tali pusat dan kulit
sekitarnya merupakan tempat utama masuknya kuman Stafilokokus aureus. Dalam
usaha untuk mencegah infeksi pada neonatus melalui tali pusat, telah banyak
digunakan bahan-bahan antiseptik. Dalam masa perawatan sebelum puputnya tali
pusat hendaknya diperhatikan cara-cara perawatan yang steril dan intensif untuk
menghindari tali pusat berbau dan infeksi yang akan memperlama waktu puput
(Hasan, 2007).
![Page 10: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/10.jpg)
10
Cara perawatan yang benar diperhatikan daerah-daerah antara pangkal
pusat dan bagian lipatan perut sering tertimbun kotoran dan iritasi tali pusat yang
belum kering dan tempat ini juga sangat sering terjadi infeksi karena kotor dan
lembab yang dapat berkembang biak mikroorganisme yang dapat memudahkan
infeksi dan sepsis pada bayi. Karena tidak memperhatikan asepsis dalam
perawatan tali pusat, seringkah terjadi infeksi berat yang disebarkan melalui
pembuluh darah tali pusat, oleh karena itu persyaratan asepsis yang ketat harus
diawasi pada perawatan tali pusat.
Untuk mengurangi kejadian infeksi, seluruh kulit dan tali pusat serta
daerah sekitarnya harus dibersihkan. Mulai di kamar bersalin dan selanjutnya di
ruang rawat, tali pusat dengan pangkalnya dan daerah sekitarnya harus dioles
dengan bahan bakterisid/antiseptik untuk mengurangi kolonisasi kuman, setiap
hari sampai puput tali pusat.
Dalam perawatan tali pusat, Hellman dan Pritchard, dikutip dari Sodikin
(2009) menganjurkan perawatan tali pusat terbuka, karena dengan demikian tali
pusat cepat kering dan lepas. Sedangkan Crosse menganjurkan perawatan tali
pusat tertutup, karena perawatan terbuka lebih mudah terkontaminasi. Pendidikan
ibu yang rendah dapat mengakibatkan kematian perinatal yang meningkat. Makin
tinggi pendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas anak makin menurun, hal ini
tidak saja akibat kesadaran ibu akan kesehatan lebih tinggi termasuk perawatan
tali pusat bayi baru lahir, juga pengaruh keadaan sosial ekonominya/penghasilan
keluarga yang makin tinggi. Tingkat pendidikan penduduk rata-rata masih rendah
terutama dikalangan wanita, hal ini merupakan masalah pokok yang berpengaruh
terhadap masalah kesehatan. Sebagai akibat pendidikan yang masih rendah di
kalangan masyarakat masih banyak sikap hidup dan perilaku yang mendorong
timbulnya penyakit. Sehingga faktor sosial ekonomi penting juga diperhatikan
sebagai salah satu faktor resiko untuk masalah perinatal.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui:
a. Infeksi antenatal.
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta, disini kuman
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.
b. Infeksi intranatal.
![Page 11: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/11.jpg)
11
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion
setelah, ketuban pecah, mempunyai peran penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis, misalnya kulit ketuban pecah dini, faktor
trauma persalinan.
c. Infeksi pascanatal.
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya sebagai akibat
kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak
steril atau sebagai akibat infeksi silang.
Imunisasi ibu hamil (imunisasi TT) akan berperan dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada bayi baru lahir dari beberapa penyakit.
Penyakit yang sekarang masih banyak dikaitkan dengan angka morbiditas dan
mortalitas pada bayi baru lahir salah satunya adalah tetanus neonatorum.
C. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Postpartum Dalam Perawatan Tali
Pusat
Perawatan tali pusat bayi baru lahir tidaklah mudah, dimana dibutuhkan
kesabaran yang ekstra, serta pengetahuan tentang perawatan tali pusat yang benar.
Hal ini dimaksudkan agar terjadi kondisi pertumbuhan dan perkembangan
optimal. Seorang ibu harus mengetahui kebutuhan bayinya pada hari-hari
pertama kelahirannya, kebutuhan bayi baru lahir masih sedikit, sederhana tetapi
bersifat berulang. Sang bayi memerlukan makanan dan minuman yang ada yaitu
kolostrum dan ASI (Farrer, 2001).
Apabila seorang ibu tidak memiliki pengetahuan mengenai bagaimana
perawatan tali pusat pada bayi baru lahir maka dikhawatirkan akan terjadi insiden
infeksi perumbilikalis, seluruh kulit pada tali pusat harus dibersihkan dengan
menggunakan kapas steril yang dicelupkan ke dalam air hangat dan atau larutan
sabun encer. Bila tali pusat basah atau bau yang menunjukkan tanda-tanda radang,
harus waspada terhadap infeksi tali pusat. Infeksi ini harus diobati untuk
menghindari infeksi yang lebih berat seperti sepsis atau meningitis. Untuk itu
pengetahuan ibu tentang perawatan tali pusat pada bayi baru lahir berhubungan
dengan sikap perawatan tali pusat bayi baru lahir.
D. Pengetahuan Ibu Post Partum
![Page 12: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/12.jpg)
12
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang.
pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendegaran penciuman, rasa, dan raba. sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif
merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
6 tingkatan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh yang di
pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh, dapat menyebutkan
tanda-tanda kekurangan kalori protein pada anak balita.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan
mengapa harus makan makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (aplication)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks
atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
masalah di dalam pemecahan masalah tentang gizi pada balita.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
![Page 13: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/13.jpg)
13
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
mengambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan
mengelompokan. Misalnya karbohidrat yang banyak terdapat pada susu,
padi-padian, buah-buahan, sirup, tepung, sayur-sayuran dan sereal.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya pada vitamin
A yang banyak terdapat pada hati, minyak ikan, susu, kuning telur,
margarin, tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara
anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kurang gizi.
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah umur,
pendidikan, pekerjaan, lingkungan sosial, ekonomi, informasi dan pengalaman. Di
mana umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena kemampuan
mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun diri pada situasi-situasi
baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu yang pernah dipelajari, penalaran
analogi, dan berpikir kreatif dan bisa mencapai puncaknya (Hurlock, 1993).
Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, sumber
informasi, dan pengalaman. Menurut Notoatmodjo (2002) menyatakan bahwa
pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam
membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh
melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui
alat-alat komunikasi, misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi.
Selain itu pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan orang
tua, kakak adik, tetangga, kawan-kawan dan lain-lain.
![Page 14: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/14.jpg)
14
Sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku
seseorang di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesepakatan memperoleh
informasi karena adanya fasilitas atau media informasi. Banyak wanita menengah
dan golongan atas yang walaupun menjadi ibu dan pengatur rumah tangga tetapi
tidak mau pasif, tergantung, dan tidak berkorban diri secara tradisional
(Notoatmodjo, 2002).
E. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi
atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial.
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Dalam hal ini Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap ini terdiri
dari berbagai tingkatan.
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (oobjek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (valuing)
![Page 15: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/15.jpg)
PengetahuanTahuMemahami AplikasiAnalisisSintesisEvaluasi (Notoatmodjo, 2002)
Sikap Menerima Merespon MenghargaBertanggung jawab (Notoatmodjo, 2002)
Perawatan tali pusat bayi baru lahir
15
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya; seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi,
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang
tuanya sendiri.
F. Kerangka Teoritik
![Page 16: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/16.jpg)
BAB IIIKERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep Notoatmodjo (2006), maka dapat dilihat
variabel penelitian adalah sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
B. Definisi Operasional
No VariabelDefinisi
OperasionalCara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variabel Dependen1 Perawatan
Tali PusatTindakan perawatan yang dilakukan mulai dari bayi lahir sampai tali pusat lepas, dengan melakukan perawatan yang bersih dan steril sehingga terhindar dari infeksi .
Wawancara
Kuisioner - Baik- Kurang
Baik
Ordinal
Variabel Independen
1 Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai pengertian perawatan tali pusat, cara perawatan tali pusat, waktu perawatan tali pusat serta cara
Wawancara
Kuisioner - Baik- Kurang
Baik
Ordinal
16
Pengetahuan Ibu Postpartum tentang perawatan tali pusat
Perawatan Tali Pusat
Sikap Ibu Postpartum tentang perawatan tali pusat
![Page 17: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/17.jpg)
17
mendeteksi infeksi pada tali pusat.
2 Sikap Tanggapan, penilaian/responden tentang bagaimana cara perawatan tali pusat pada bayi baru lahir
Wawancara
Kuisioner - Positive- Negative
Ordinal
C. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka konsep yang telah dibuat,
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
a. Ada hubungan antara pengetahuan ibu post partum terhadap perawatan tali
pusat
b. Ada hubungan antara sikap ibu post partum terhadap perawatan tali pusat.
![Page 18: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/18.jpg)
BAB IVMETODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko
dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang
sama. Penelitian ini dibatasi pada pengetahuan (pengertian, tujuan, cara, dampak)
dan sikap (pencegahan, perawatan/pengobatan) ibu post partum dalam melakukan
perawatan tali pusat.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Banda Aceh. Waktu penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan
April 2013.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum yang dirawat di
ruang kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum yang dirawat di
ruang kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
membagikan kuesioner berupa angket yang telah disusun sebelumnya dan
diberikan langsung kepada responden. Cara pengisian kuesioner pada soal yaitu
responden memberikan tanda silang (×) dan tanda cek (√) pada jawaban yang
dianggap benar oleh responden.
18
![Page 19: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/19.jpg)
19
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data primer
Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang diberikan langsung
kepada responden.
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Ibu dan Anak
Banda Aceh.
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa
angket yang diberikan langsung kepada ibu-ibu postpartum yang dirawat di ruang
kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh.
F. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari kuisioner kemudian dilakukan pengolahan data
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Arikuntoro, 2006) :
a. Editing
Dilakukan untuk memeriksa form penelitian agar dapat diolah secara
benar, sehingga pengumpulan data dapat memberikan hasil yang
menggambarkan masalah yang diteliti.
b. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kegunaannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
komputer.
![Page 20: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/20.jpg)
20
c. Transferring
Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden
pertama sampai dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam
table sesuai dengan sub variabel yang ingin diteliti.
d. Tabulating
Data yang telah diperbaiki dan diberi kode dimasukkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi, tujuannya untuk mempermudah menganalisis data.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi dari masing-masing
variabel dengan menghitung persentase dari setiap variabel dengan
menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005):
P =
Keterangan:
P : Persentase
f x : Frekuensi atau jumlah nilai yang diambil
n : Jumlah responden yang menjadi sampel
b. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan ibu postpartum
tentang infeksi tali pusat di wilayah kerja Rumah Sakit Ibu dan Anak
Banda Aceh tahun 2013. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square
pada β 95% dan α 0,05 dengan kriteria hubungan ditetapkan berdasarkan
p value (probabilitas) dengan kriteria, sebagai berikut:
![Page 21: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/21.jpg)
21
(1) Jika p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
(2) Jika p value ≤ 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
G. Jadwal Penelitian
Jadwal rencana penelitian adalah sebagai berikut
KegiatanBulan
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Penyajian usulan penelitianPenyusunan proposal penelitian
Pengumpulan data
Manejemen data
Penulisan laporan penelitian
Seminar hasil
Penyusunan karya tulis ilmiaUjian karya tulis ilmiahPerbaikan karya tulis ilmiah
Wisuda
![Page 22: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/22.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan
Keduabelas, Edisi Revisi V, Jakarta : Rineka Cipta.
Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, Cetakan I,
Jakarta: EGC
Bobak, dkk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Coad, Jane & Melvyn Dunstal. (2006). Anatomi dan fisiologi untuk bidan,
Jakarta: EGC
Danim, S. & Darwis (2003). Metode Penelitian Kebidanan, Prosedur, Kebijakan
dan Etik, Cetakan I, Jakarta: EGC.
Danuatmadja, B. (2007). 40 Hari Pasca Persalinan Masalah dan Solusinya,
Jakarta: Puspaswara.
Deniati, N. (2007). Tinjauan Pengetahuan Ibu Postpartum Primipara Tentang
Infeksi Tali Pusat di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Kelurahan
Meranti Pandak Tahun 2007, Pekanbaru: Karya Tulis Ilmiah.
Depkes RI, (2010). Bila Anda Ingin Bayi yang Sehat, Pedoman Hidup Sehat,
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Farrer, H. (2001). Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC.
Hasan, Rusepno. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan XI. Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika Jakarta.
Hasselquist, M.B. (2006). Tata Laksana Ibu dan Bayi Pasca Kelahiran, Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Hidayat, A.A.A. (2005). Metodologi Penelitian. Cetakan Pertama, Jakarta:
Salemba Medika.
Jenny. (2006). Perawatan Masa Nifas Ibu dan Bayi. Jakarta: Sahabat Setia.
Manik, M., Nur Asnah, Nur Asiah, (2008). Panduan Penulisan Karya Tulis
Ilmiah. Medan: Program D-IV Bidan Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Ngastiah. (2005. p\Perawatan Anak Sakit, edisi 2. jakarta: EGC
Notoatmodjo, s. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan, Jakarta : PT Rineka
Cipta
22
![Page 23: BAB II](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022081413/5486adf8b4af9f0f228b4b24/html5/thumbnails/23.jpg)
23
Notoatmodjo, s, 2005, Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka
Cipta
Notoatmodjo, s. 2007. Perilaku kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta: PT Rineka
Cipta
Notoatmodjo,s. 2007. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Prawirohardjo, S. (2002). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A.B. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Jakarta : JNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Samin, A. (2008). Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Medan:
Universitas Sumatera Utara Press.
Sodikin, (2009). Buku Saku Perawatan Tali Pusat, Cetakan I, Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid XI. Jakarta; Infomedika, 2007.
Wahab, S. (2000). Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Volume 1, Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanafi (2005), Ilmu Kebidanan, Yogyakarta: Yayasan Bina
Pustaka.