BAB II

36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator sosial yang sangat penting untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan berbagai sebab kematian maupun program kesehatan ibu dan anak sebab AKB berkaitan erat dengan tingkat kesehatan ibu dan anak (Dinkes Propsu, 2007). Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), kematian akibat infeksi tetanus di negara berkembang 135 kali lebih tinggi dibanding dengan negara maju. Hal ini merupakan masalah besar di 57 negara berkembang termasuk Indonesia (Hasselquist, 2006). Hingga kini, infeksi masih merupakan masalah yang serius pada bayi baru lahir (BBL). Infeksi juga masih berperan utama dalam angka kesakitan dan angka kematian BBL di Indonesia. Sampai saat ini, memang belum ada data nasional yang akurat mengenai angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada BBL. Namun, sejak krisis ekonomi melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia, diperkirakan angka kematian bayi cenderung meningkat (Haikal, 2006). 1

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator sosial yang

sangat penting untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan berbagai

sebab kematian maupun program kesehatan ibu dan anak sebab AKB berkaitan

erat dengan tingkat kesehatan ibu dan anak (Dinkes Propsu, 2007).

Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, World Health Organization

(WHO), kematian akibat infeksi tetanus di negara berkembang 135 kali lebih

tinggi dibanding dengan negara maju. Hal ini merupakan masalah besar di 57

negara berkembang termasuk Indonesia (Hasselquist, 2006).

Hingga kini, infeksi masih merupakan masalah yang serius pada bayi

baru lahir (BBL). Infeksi juga masih berperan utama dalam angka kesakitan dan

angka kematian BBL di Indonesia. Sampai saat ini, memang belum ada data

nasional yang akurat mengenai angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada

BBL. Namun, sejak krisis ekonomi melanda kawasan Asia, termasuk Indonesia,

diperkirakan angka kematian bayi cenderung meningkat (Haikal, 2006).

Di Indonesia, tahun 2005 angka kematian bayi masih tergolong tinggi

yaitu 32/1000 kelahiran hidup. Provinsi dengan AKB terendah adalah Bali (14 per

1.000 kelahiran hidup) dan Yogyakarta (20 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan

AKB tertinggi di Provinsi Gorontalo (77 per 1.000 KH) dan Nusa Tenggara Barat

(74 per 1.000 KH) (Depkes RI, 2006).

Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi

berusia 0-7 hari. Tetanus merupakan penyebab utama kematian bayi kurang dari 7

1

Page 2: BAB II

2

hari. Infeksi merupakan penyebab yang paling sering dan penting dalam

morbiditas serta mortalitas, selama periode bayi baru lahir sebanyak 2% janin

mengalami infeksi in utero, dan lebih dari 10% bayi terinfeksi selama persalinan

atau selama bulan pertama kehidupan (Saifuddin, 2001).

Di Provinsi Aceh, data diambil di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda

Aceh sejak bulan Agustus 2012 sampai Februari 2013 terdapat 2916 kelahiran

yang ditangani oleh Rumah Sakit tersebut, dari jumlah kelahiran tersebut terdapat

75 neonatus atau 2,57% yang mengalami infeksi tali pusat.

Pada infeksi tali pusat dapat terjadi pembengkakan, pada ujung tali pusat

akan mengeluarkan nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan

disertai edema. Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati

(hepar) melalui ligamentum (falsiforme) dan menyebabkan abses yang berlipat

ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi (granuloma) pada umbilicus

(Prawirohardjo, 2002).

Kebanyakan infeksi yang terjadi pada bayi adalah bayi yang lahir dibantu

oleh dukun peraji yang belum mengikuti pelatihan / penataran dari Departemen

Kesehatan. Kebiasaan yang kurang tepat dalam perawatan tali pusat yaitu dengan

pemberian dermatol. Dermatol yang dulu dipakai oleh dukun peraji sebagai obat

pusar sekarang tidak dibenarkan lagi untuk dipakai karena setelah diteliti pada

dermatol ditumbuhi spora clostridium tetani, dengan masa inkubasi antara 5-14

hari (Ngastiyah, 2005).

Jenny (2006) berpendapat bahwa bayi yang mengalami penyakit tetanus

neonatorum berkaitan dengan perawatan tali pusat yang kurang baik yaitu dengan

menggunakan ramu-ramuan atau serbuk yang dipercaya dapat membantu

Page 3: BAB II

3

mempercepat lepasnya tali pusat.

Infeksi tali pusat sangat dipengaruhi oleh kualitas persalinan, perawatan

tali pusat, serta kualitas pelayanan selama kehamilan. Untuk mengatasi masalah

ini, sudah ada kebijakan dari pemerintah yang mengatur bahwa setiap ibu hamil

minimal mendapatkan imunisasi tetanus toksoid (TT) sebanyak dua kali. Jika

proses pemeriksaan kehamilan tidak dilaksanakan secara rutin, akan

mengakibatkan janin tidak memperoleh imunitas dan mempunyai peluang besar

untuk terserang tetanus (Depkes RI, 2005).

Perawatan tali pusat sangat penting diketahui oleh ibu terutama oleh ibu

melahirkan (post partum) agar ibu dapat memberikan perawatan yang maksimal

pada bayi sehingga bayi dapat tumbuh dengan baik dan sehat, tidak terinfeksi

melalui tali pusatnya. Pengetahuan ibu yang baik tentang perawatan tali pusat

akan membuat ibu lebih memahami cara melakukan perawatan tali pusat yang

benar, seperti menghindari penggunaan bedak dermatol, dan penggunaan ramuan-

ramuan tradisional yang kurang memperhatikan kesterilannya.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Tali Pusat Pada

Bayi Di Desa Parangharjo Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang

Pengertian Cara Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Di Rumah Sakit Ibu

dan Anak Banda Aceh

b. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang

Manfaat Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Pada Bayi Di Rumah Sakit

Ibu dan Anak Banda Aceh

Page 4: BAB II

4

c. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang

Penatalaksanaan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Di Rumah Sakit Ibu

dan Anak Banda Aceh

d. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang

Cara Penanggulangan atau Pencegahan Infeksi Perawatan Tali Pusat

Pada Bayi Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya konsep teori yang menyongsong perkembangan ilmu

pengetahuan kebidanan khususnya pada pengetahuan tentang perawatan

tali pusat

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan masukan yang berarti bagi para ibu post partum

dalam meningkatkan pengetahuan tentang perawatan tali pusat

melalui perseptif motivasi

b. Meningkatkan keilmuan di bidang kesehatan dalam rangka memenuhi

tuntutan IPTEK

c. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan masukan bagi pengelola

program kesehatan untuk mengembangkan pendidikan kesehatan

(penyuluhan ) bagi masyarakat sebagai upaya menurunkan angka

kematian ibu dan bayi Untuk

d. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan

dan bahan untuk penelitian selanjutnya

Page 5: BAB II

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Post Partum

1. Definisi

Postpartum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.

Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Postpartum dalam bahasa latin disebut

puerperium yang berarti waktu tertentu setelah melahirkan anak, puerperium

terdiri dari dua kata, puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan.

Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi (Bahiyatun, 2009).

Menurut Wiknjosastro (2005) setelah melahirkan alat genital baru pulih

kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. Alat-alat genitalia

interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan alat-alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut

involusi, selain itu terjadi juga perubahan-perubahan penting lain yakni

hemokonsentrasi dan laktasi karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjar

hipofisis terhadap kelenjar mammae.

2. Periode Postpartum

Postpartum terdiri dari tiga periode, immediate postpartum yaitu masa 24

jam pertama setelah persalinan, early postpartum yaitu satu minggu pertama

setelah persalinan dan late postpartum yaitu setelah satu minggu pertama

persalinan sampai periode postpartum selesai (Coad & Dunstall, 2006).

Tahapan yang terjadi pada postpartum adalah sebagai berikut :

a. Periode immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini

sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri.

Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan

kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.

5

Page 6: BAB II

6

b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak

ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup

mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan

sehari-hari serta konseling KB.

3. Perubahan Fisiologis Pada Masa Postpartum

a. Involusi Uteri

Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat.

Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus uteri teraba satu cm di

bawah pusat, lima sampai enam minggu kemudian kembali ke dalam

ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas implantasi plasenta

pada lapisan superfisial akan mengalami nekrotik dan akan keluar cairan

berupa sekret sebagai lochea. Luka bekas implantasi plasenta akan

sembuh sempurna sekitar enam minggu setelah kelahiran (Bobak dkk.,

2004).

Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya plasenta dapat

menyebabkan pengeluaran lochea terus menerus, perdarahan pervaginam

tanpa nyeri. Menyusui dan mobilisasi menyebabkan ekskresi lochea

sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja, karena itu menyusui

dan mobilisasi dini yang disertai asupan nutrisi yang adekuat mempercepat

proses involusi uteri (Coad & Dunstall, 2006).

b. Serviks, Vagina dan Perineum

Serviks dan segmen bawah uterus menjadi lebih tipis selama immediate

postpartum. Pada beberapa persalinan terjadi laserasi pada serviks. Vagina

dan perineum dapat mengalami robekan, edema dan memar.

c. Payudara

Perkembangan kelenjar mamae secara fungsional lengkap pada

pertengahan masa kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai kadar

estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir. Konsentrasi

hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil

Page 7: BAB II

7

menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon

kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu

menyusui atau tidak. Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan

turun dengan cepat. Pada hari ketiga dan keempat postpartum bisa terjadi

pembengkakan (engorgement), payudara teregang, keras, nyeri bila

ditekan dan hangat jika diraba.

Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan

pembuluh limfatik bukan akibat penimbunan air susu. Pembengkakan

dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang

dalam 24 jam sampai 36 jam. Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi

dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan yakni

kolostrum dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara

teraba hangat dan keras ketika disentuh (Bobak dkk., 2004).

d. Sistem Urinaria

Uretra, kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinarius dapat

mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi

selama persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sensasi

untuk buang air kecil.

e. Sistem sirkulasi dan Vital Sign

Adanya hipervolemi, dimana terjadi peningkatan plasma darah saat

persalinan menyebabkan ibu toleran terhadap kehilangan darah saat

persalinan. Segera setelah kelahiran terjadi peningkatan cardiac output

yang dapat tetap ada selama 28 jam setelah kelahiran dan akan turun

secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu setelah persalinan

(Bobak dkk., 2004).

f. Sistem Muskuloskeletal

Selama beberapa hari hormon relaxin menurun, dan ligamen kartilago

pelvis mulai kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian ibu, otot

abdomen dapat melemah dan kendur. Hal ini mempengaruhi resiko

konstipasi selama postpartum karena penurunan tonus dinding abdomen

mempengaruhi motilitas usus. Stasis vena yang dapat terjadi selama hamil

tua, berkontribusi terhadap terbentuknya bekuan darah (trombosis) pada

Page 8: BAB II

8

ekstremitas bawah. Hal ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini setelah

persalinan (Bobak dkk., 2004).

g. Sistem Gastrointestinal

Ibu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat kehabisan tenaga

dan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan asupan nutrisi dan

cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh ( Bobak dkk., 2004).

h. Sistem Endokrin

Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi plasenta. Jika

ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar tiga

minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi.

Pada ibu menyusui level estrogen dan progesteron lebih lambat kembali

pada level sebelum hamil.

B. Infeksi Tali Pusat

1. Definisi

Infeksi tali pusat adalah peradangan pada tali pusat yang terjadi akibat

bakteri dan biasanya terkena pada pangkal tali pusat yang menyebabkan tali pusat

basah atau lengket disertai bau tidak sedap. Infeksi tali pusat seringkali

disebabkan oleh bakteri Stapylococcus aureus yang mengenai pangkal tali pusat

akibat perawatan yang tidak baik. Infeksi ini akan menyebabkan tali pusat dan

daerah sekitarnya meradang dan mengeluarkan nanah (Sodikin, 2009).

2. Fungsi Tali Pusat

Fungsi tali pusat sebagai sirkulasi darah janin sebelum lahir. Darah arteri

dari plasenta mengalir ke janin melalui vena umbilikalis dan dengan cepat

mengalir ke hati kemudian masuk ke vena kava inferior. Darah mengalir ke

foramen ovale dan masuk ke atrium kiri, tidak lama kemudian, darah muncul di

aorta dan arteri di daerah kepala. Sebagian darah mengalir melalui jalan pintas di

hati dan menuju ke duktus venosus. Sebagian besar darah vena dari tungkai

bawah dan kepala masuk ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian menuju

arteri pulmoner desenden dan duktus arteriosus.

Page 9: BAB II

9

Dengan demikian, foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi sebagai

bypass, yang memungkinkan sejumlah besar darah campuran yang di keluarkan

jantung kembali ke plasenta tanpa melalui paru- paru. Kira-kira 55% darah

campuran, yang keluar dari ventrikel, mengalir menuju plasenta, 35% darah

mengalir ke jaringan tubuh, dan 10% sisanya mengalir ke paru- paru. Setelah lahir

foramen ovale menutup, duktus arteriosus menutup dan menjadi sebuah ligamen,

duktus venosum menutup dan menjadi ligamen, arteri dan vena umbilikalis

menutup dan menjadi ligamen (Bobak, et al. 2004)

3. Faktor Predisposisi

Menurut Hasan (2007) faktor predisposis terjadinya infeksi pada bayi baru

lahir yaitu antara lain:

a. Keadaan sosial ekonomi yang kurang

b. Ketuban pecah dini

c. Pelayanan kesehatan antenatal yang tidak adekuat

d. Gizi dan kesehatan ibu yang tidak baik

e. Pertolongan persalinan yang tidak higienis

f. Partus dengan tindakan

g. Kelahiran kurang bulan

h. Asfiksia

i. Trauma lahir

j. Sarana perawatan bayi tidak baik

k. Tindakan invasif

4. Perawatan Tali Pusat

Beberapa peneliti/penulis menemukan bahwa pangkal tali pusat dan kulit

sekitarnya merupakan tempat utama masuknya kuman Stafilokokus aureus. Dalam

usaha untuk mencegah infeksi pada neonatus melalui tali pusat, telah banyak

digunakan bahan-bahan antiseptik. Dalam masa perawatan sebelum puputnya tali

pusat hendaknya diperhatikan cara-cara perawatan yang steril dan intensif untuk

menghindari tali pusat berbau dan infeksi yang akan memperlama waktu puput

(Hasan, 2007).

Page 10: BAB II

10

Cara perawatan yang benar diperhatikan daerah-daerah antara pangkal

pusat dan bagian lipatan perut sering tertimbun kotoran dan iritasi tali pusat yang

belum kering dan tempat ini juga sangat sering terjadi infeksi karena kotor dan

lembab yang dapat berkembang biak mikroorganisme yang dapat memudahkan

infeksi dan sepsis pada bayi. Karena tidak memperhatikan asepsis dalam

perawatan tali pusat, seringkah terjadi infeksi berat yang disebarkan melalui

pembuluh darah tali pusat, oleh karena itu persyaratan asepsis yang ketat harus

diawasi pada perawatan tali pusat.

Untuk mengurangi kejadian infeksi, seluruh kulit dan tali pusat serta

daerah sekitarnya harus dibersihkan. Mulai di kamar bersalin dan selanjutnya di

ruang rawat, tali pusat dengan pangkalnya dan daerah sekitarnya harus dioles

dengan bahan bakterisid/antiseptik untuk mengurangi kolonisasi kuman, setiap

hari sampai puput tali pusat.

Dalam perawatan tali pusat, Hellman dan Pritchard, dikutip dari Sodikin

(2009) menganjurkan perawatan tali pusat terbuka, karena dengan demikian tali

pusat cepat kering dan lepas. Sedangkan Crosse menganjurkan perawatan tali

pusat tertutup, karena perawatan terbuka lebih mudah terkontaminasi. Pendidikan

ibu yang rendah dapat mengakibatkan kematian perinatal yang meningkat. Makin

tinggi pendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas anak makin menurun, hal ini

tidak saja akibat kesadaran ibu akan kesehatan lebih tinggi termasuk perawatan

tali pusat bayi baru lahir, juga pengaruh keadaan sosial ekonominya/penghasilan

keluarga yang makin tinggi. Tingkat pendidikan penduduk rata-rata masih rendah

terutama dikalangan wanita, hal ini merupakan masalah pokok yang berpengaruh

terhadap masalah kesehatan. Sebagai akibat pendidikan yang masih rendah di

kalangan masyarakat masih banyak sikap hidup dan perilaku yang mendorong

timbulnya penyakit. Sehingga faktor sosial ekonomi penting juga diperhatikan

sebagai salah satu faktor resiko untuk masalah perinatal.

Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui:

a. Infeksi antenatal.

Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta, disini kuman

melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.

b. Infeksi intranatal.

Page 11: BAB II

11

Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion

setelah, ketuban pecah, mempunyai peran penting terhadap timbulnya

plasentitis dan amnionitis, misalnya kulit ketuban pecah dini, faktor

trauma persalinan.

c. Infeksi pascanatal.

Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya sebagai akibat

kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak

steril atau sebagai akibat infeksi silang.

Imunisasi ibu hamil (imunisasi TT) akan berperan dalam menurunkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada bayi baru lahir dari beberapa penyakit.

Penyakit yang sekarang masih banyak dikaitkan dengan angka morbiditas dan

mortalitas pada bayi baru lahir salah satunya adalah tetanus neonatorum.

C. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Postpartum Dalam Perawatan Tali

Pusat

Perawatan tali pusat bayi baru lahir tidaklah mudah, dimana dibutuhkan

kesabaran yang ekstra, serta pengetahuan tentang perawatan tali pusat yang benar.

Hal ini dimaksudkan agar terjadi kondisi pertumbuhan dan perkembangan

optimal. Seorang ibu harus mengetahui kebutuhan bayinya pada hari-hari

pertama kelahirannya, kebutuhan bayi baru lahir masih sedikit, sederhana tetapi

bersifat berulang. Sang bayi memerlukan makanan dan minuman yang ada yaitu

kolostrum dan ASI (Farrer, 2001).

Apabila seorang ibu tidak memiliki pengetahuan mengenai bagaimana

perawatan tali pusat pada bayi baru lahir maka dikhawatirkan akan terjadi insiden

infeksi perumbilikalis, seluruh kulit pada tali pusat harus dibersihkan dengan

menggunakan kapas steril yang dicelupkan ke dalam air hangat dan atau larutan

sabun encer. Bila tali pusat basah atau bau yang menunjukkan tanda-tanda radang,

harus waspada terhadap infeksi tali pusat. Infeksi ini harus diobati untuk

menghindari infeksi yang lebih berat seperti sepsis atau meningitis. Untuk itu

pengetahuan ibu tentang perawatan tali pusat pada bayi baru lahir berhubungan

dengan sikap perawatan tali pusat bayi baru lahir.

D. Pengetahuan Ibu Post Partum

Page 12: BAB II

12

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau  kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang.

pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendegaran penciuman, rasa, dan raba. sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif

merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

6 tingkatan :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh yang di

pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh, dapat menyebutkan

tanda-tanda kekurangan kalori protein pada anak balita.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan

mengapa harus makan makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi  yang sebenarnya. Aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks

atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus

masalah di dalam pemecahan masalah tentang gizi pada balita.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

Page 13: BAB II

13

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

mengambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan

mengelompokan. Misalnya karbohidrat yang banyak terdapat pada susu,

padi-padian, buah-buahan, sirup, tepung, sayur-sayuran dan sereal.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya pada vitamin

A yang banyak terdapat pada hati, minyak ikan, susu, kuning telur,

margarin, tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara

anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kurang gizi.

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah umur,

pendidikan, pekerjaan, lingkungan sosial, ekonomi, informasi dan pengalaman. Di

mana umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena kemampuan

mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun diri pada situasi-situasi

baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu yang pernah dipelajari, penalaran

analogi, dan berpikir kreatif dan bisa mencapai puncaknya (Hurlock, 1993).

Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, sumber

informasi, dan pengalaman. Menurut Notoatmodjo (2002) menyatakan bahwa

pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam

membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh

melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui

alat-alat komunikasi, misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi.

Selain itu pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan orang

tua, kakak adik, tetangga, kawan-kawan dan lain-lain.

Page 14: BAB II

14

Sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku

seseorang di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesepakatan memperoleh

informasi karena adanya fasilitas atau media informasi. Banyak wanita menengah

dan golongan atas yang walaupun menjadi ibu dan pengatur rumah tangga tetapi

tidak mau pasif, tergantung, dan tidak berkorban diri secara tradisional

(Notoatmodjo, 2002).

E. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi

atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau

objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan

terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial.

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi

terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Dalam hal ini Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap ini terdiri

dari berbagai tingkatan.

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (oobjek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide

tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Page 15: BAB II

PengetahuanTahuMemahami AplikasiAnalisisSintesisEvaluasi (Notoatmodjo, 2002)

Sikap Menerima Merespon MenghargaBertanggung jawab (Notoatmodjo, 2002)

Perawatan tali pusat bayi baru lahir

15

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya; seorang ibu yang mengajak

ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi

menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi,

adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif 

terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau

menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang

tuanya sendiri.

F. Kerangka Teoritik

Page 16: BAB II

BAB IIIKERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep Notoatmodjo (2006), maka dapat dilihat

variabel penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

B. Definisi Operasional

No VariabelDefinisi

OperasionalCara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

Variabel Dependen1 Perawatan

Tali PusatTindakan perawatan yang dilakukan mulai dari bayi lahir sampai tali pusat lepas, dengan melakukan perawatan yang bersih dan steril sehingga terhindar dari infeksi .

Wawancara

Kuisioner - Baik- Kurang

Baik

Ordinal

Variabel Independen

1 Pengetahuan

Segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai pengertian perawatan tali pusat, cara perawatan tali pusat, waktu perawatan tali pusat serta cara

Wawancara

Kuisioner - Baik- Kurang

Baik

Ordinal

16

Pengetahuan Ibu Postpartum tentang perawatan tali pusat

Perawatan Tali Pusat

Sikap Ibu Postpartum tentang perawatan tali pusat

Page 17: BAB II

17

mendeteksi infeksi pada tali pusat.

2 Sikap Tanggapan, penilaian/responden tentang bagaimana cara perawatan tali pusat pada bayi baru lahir

Wawancara

Kuisioner - Positive- Negative

Ordinal

C. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka konsep yang telah dibuat,

maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

a. Ada hubungan antara pengetahuan ibu post partum terhadap perawatan tali

pusat

b. Ada hubungan antara sikap ibu post partum terhadap perawatan tali pusat.

Page 18: BAB II

BAB IVMETODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain penelitian analitik dengan

pendekatan cross sectional dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko

dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang

sama. Penelitian ini dibatasi pada pengetahuan (pengertian, tujuan, cara, dampak)

dan sikap (pencegahan, perawatan/pengobatan) ibu post partum dalam melakukan

perawatan tali pusat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak

Banda Aceh. Waktu penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan

April 2013.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum yang dirawat di

ruang kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum yang dirawat di

ruang kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh tahun 2013.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah  dengan

membagikan kuesioner berupa angket yang telah disusun sebelumnya dan

diberikan langsung kepada responden. Cara pengisian kuesioner pada soal yaitu

responden memberikan tanda silang (×) dan tanda cek (√) pada jawaban yang

dianggap benar oleh responden.

18

Page 19: BAB II

19

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang diberikan langsung

kepada responden.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Ibu dan Anak

Banda Aceh.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa

angket yang diberikan langsung kepada ibu-ibu postpartum yang dirawat di ruang

kebidanan Rumah Sakit Ibu dan Anak Banda Aceh.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari kuisioner kemudian dilakukan pengolahan data

dengan langkah-langkah sebagai berikut (Arikuntoro, 2006) :

a. Editing

Dilakukan untuk memeriksa form penelitian agar dapat diolah secara

benar, sehingga pengumpulan data dapat memberikan hasil yang

menggambarkan masalah yang diteliti.

b. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kegunaannya

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan

komputer.

Page 20: BAB II

20

c. Transferring

Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden

pertama sampai dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam

table sesuai dengan sub variabel yang ingin diteliti.

d. Tabulating

Data yang telah diperbaiki dan diberi kode dimasukkan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi, tujuannya untuk mempermudah menganalisis data.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi dari masing-masing

variabel dengan menghitung persentase dari setiap variabel dengan

menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005):

P =

Keterangan:

P : Persentase

f x : Frekuensi atau jumlah nilai yang diambil

n : Jumlah responden yang menjadi sampel

b. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan ibu postpartum

tentang infeksi tali pusat di wilayah kerja Rumah Sakit Ibu dan Anak

Banda Aceh tahun 2013. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square

pada β 95% dan α 0,05 dengan kriteria hubungan ditetapkan berdasarkan

p value (probabilitas) dengan kriteria, sebagai berikut:

Page 21: BAB II

21

(1) Jika p value > 0,05 maka tidak ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen.

(2) Jika p value ≤ 0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

G. Jadwal Penelitian

Jadwal rencana penelitian adalah sebagai berikut

KegiatanBulan

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Penyajian usulan penelitianPenyusunan proposal penelitian

Pengumpulan data

Manejemen data

Penulisan laporan penelitian

Seminar hasil

Penyusunan karya tulis ilmiaUjian karya tulis ilmiahPerbaikan karya tulis ilmiah

Wisuda

Page 22: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cetakan

Keduabelas, Edisi Revisi V, Jakarta : Rineka Cipta.

Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, Cetakan I,

Jakarta: EGC

Bobak, dkk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Coad, Jane & Melvyn Dunstal. (2006). Anatomi dan fisiologi untuk bidan,

Jakarta: EGC

Danim, S. & Darwis (2003). Metode Penelitian Kebidanan, Prosedur, Kebijakan

dan Etik, Cetakan I, Jakarta: EGC.

Danuatmadja, B. (2007). 40 Hari Pasca Persalinan Masalah dan Solusinya,

Jakarta: Puspaswara.

Deniati, N. (2007). Tinjauan Pengetahuan Ibu Postpartum Primipara Tentang

Infeksi Tali Pusat di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Kelurahan

Meranti Pandak Tahun 2007, Pekanbaru: Karya Tulis Ilmiah.

Depkes RI, (2010). Bila Anda Ingin Bayi yang Sehat, Pedoman Hidup Sehat,

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Farrer, H. (2001). Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC.

Hasan, Rusepno. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan XI. Staf Pengajar Ilmu

Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika Jakarta.

Hasselquist, M.B. (2006). Tata Laksana Ibu dan Bayi Pasca Kelahiran, Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Hidayat, A.A.A. (2005). Metodologi Penelitian. Cetakan Pertama, Jakarta:

Salemba Medika.

Jenny. (2006). Perawatan Masa Nifas Ibu dan Bayi. Jakarta: Sahabat Setia.

Manik, M., Nur Asnah, Nur Asiah, (2008). Panduan Penulisan Karya Tulis

Ilmiah. Medan: Program D-IV Bidan Pendidikan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Ngastiah. (2005. p\Perawatan Anak Sakit, edisi 2. jakarta: EGC

Notoatmodjo, s. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan, Jakarta : PT Rineka

Cipta

22

Page 23: BAB II

23

Notoatmodjo, s, 2005, Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka

Cipta

Notoatmodjo, s. 2007. Perilaku kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta: PT Rineka

Cipta

Notoatmodjo,s. 2007. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Notoatmodjo,s. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Prawirohardjo, S. (2002). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A.B. (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal, Jakarta : JNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Samin, A. (2008). Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Medan:

Universitas Sumatera Utara Press.

Sodikin, (2009). Buku Saku Perawatan Tali Pusat, Cetakan I, Jakarta: EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid XI. Jakarta; Infomedika, 2007.

Wahab, S. (2000). Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Volume 1, Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanafi (2005), Ilmu Kebidanan, Yogyakarta: Yayasan Bina

Pustaka.