BAB II 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia...

28
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Implementasi 1. Pengertian Implementasi Kurikulum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan, penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect(penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak). Miller& Seller (Imam Mawardi, 2009) mendefinisikan kata implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu: Pertama, implementasi didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum. Implementasi kurikulum didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai

Transcript of BAB II 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia...

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Implementasi

1. Pengertian Implementasi Kurikulum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah

pelaksanaan, penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk

tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan

menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide,

konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan

maupun nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary

dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect”

(penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).

Miller& Seller (Imam Mawardi, 2009) mendefinisikan kata

implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu: Pertama, implementasi

didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses

interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi

merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum.

Implementasi kurikulum didefinisikan sebagai suatu proses

penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial)

dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai

12

seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan

lingkungan.

2. Prinsip dan Dasar-Dasar Implementasi

Untuk implementasi program dan proses terjadinya perubahan

harus dilakukan berdasarkan perilaku dari semua pihak yang terkena

dampak. Guru harus mampu menjelaskan mengenai tujuan, sifat, dan

manfaat inovasi.

Kesuksesan implementasi kurikulum merupakan hasil dari

perencanaan hati-hati. Proses perencanaan berdasarkan atas kebutuhan dan

sumber daya yang diperlukan untuk melakukan tindakan yang

dimaksudkan. Ia melibatkan penetapan dan penentuan cara untuk

mengelola kebijakan yang akan mempengaruhi tindakan yang

direncanakan. Implementasi memerlukan perencanaan, dan perencanaan

terfokus pada tiga faktor: orang, program, dan proses. Dimana ketiga

aspek tadi saling menunjang satu dengan yang lainnya. Skala prioritas

pada satu aspek juga akan berdampak kepada aspek yg lainnya.

Implementalism, orang akan diubah, namun mereka juga takut

terhadap perubahan, terutama jika ia datang dengan cepat atau jika mereka

merasa bahwa mereka tidak memiliki kontrol atau pengaruh atasnya.

B. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan implementasi dari Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dasar pertimbangan pelaksanaan

13

pembelajaran tematik merujuk pada tiga landasan, yaitu: landasan filosofis,

psikologis, dan yuridis.

1. Konsep Pembelajaran Tematik

Penetapan pembelajaran tematik dalam pembelajaran di kelas

rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas

dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Dengan melihat

perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu di Indonesia, pada saat

ini model pembelajaran yang dipelajari dan dikembangkan adalah model

pembelajaran terpadu yang dikembangkan oleh Fogarty (1990). Model

pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari

konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (Hesty,

2008)

Jacob (1989) dan Fogarty (1991) dalam Hesty (2008) berpendapat

bahwa wujud penerapan pendekatan integratif itu bersifat rentangan

(continuum). Jacob menggambarkannya sebagai berikut:

Discipline Based

Parallel Discipline

Cross-Disciplinary

Multy-Disciplinary

Inter- Disciplinary

Intergated Day

Complete Program

Bagan 2.1 Rentang penerapan pendekatan integratif menurut Jacob (1989) dan Fogarty (1991), dalam Hesty (2008)

Bertolak pada konsep pembelajaran individual yang dianut Jacob

tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi

pembelajaran, yaitu model model fragmented, connected, nested,

sequenced, shared, webbed, threaded, intergrated, immersed, dan

networked. Model model itu merentang dari yang paling sederhana

14

hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai eksplorasi

keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented,

connected, nested), model yang menerpadukan antar berbagai bidang

studi (model sequence, shared, webbed, threaded, intergrated), hingga

menerpadukan dalam diri pembelajaran sendiri dan lintas pembelajar

(model immersed dan networked).

Menurut Fogarty (1991) dalam Sukayati (2004), bila ditinjau dari

sifat materi dan cara memadukan kosep, keterampilan dan unit tematisnya

ada 10 model pembelajaran terpadu. Dari kesepuluh model pembelajaran

yang dikemukakan oleh Forgaty tersebut, hanya 3 model yang digunakan

pada kurukulum di Indonesia, yaitu connected model, webbed model, dan

intergrated model.

a. Model hubungan/model terkait (connected model)

Gambar 2.2

Model pembelajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit

di dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu topik ke

topik yang lain, satu konsep ke konsep yang lain, satu keerampilan ke

keterampilan yang lain, satu tugas ke tugas berikutnya.

Pada pembelajaran model ini kunci utamanya adalah adanya

satu usaha secara sadar untuk menghubungkan bidang kajian dalam

satu disiplin ilmu. Keunggulan dari model ini adalah siswa

15

memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep,

sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-

konsep pokok dikembangkan terus menerus.

b. Model jaring laba-laba/model terjala (webbed model)

Gambar 2.3

Model pembelajaran ini pada dasarnya menggunakan

pendekatan tematik. Pendekatan tematik ini pengembangannya dimulai

dengan menentukan tema tertentu. Tema yang ditetapkan dapat dipilih

antara guru dengna siswa atau sesama guru. Setelah tema disepakati

maka dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan

memperhatikan kaitannya dengan antar mata pelajaran.

Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang

harus dilakukan siswa. Keuntungan dari model pembelajaran terpadu

ini bagi siswa adalah diperolehnya pandangan yang utuh tentang

kegiatan dari ilmu yang berbeda-beda.

c. Model terpadu (integrated model)

Gambar 2.4

16

Model pembelajaran terpadu ini menggunakan pendekatan

antar mata pelajaran. Model ini diusahakan dengan cara

menggabungkan beberapa mata pelajaran yaitu dengan menetapkan

prioritas dari kurikulum dan menemukan keterampilan, konsep dan

sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran.

Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan

dan nilai sikap yang dijarkan dalam satu semester dari beberapa konsep,

keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat

dan tumpang tindih di antara berbagai mata pelajaran. Keuntungan dari

model ini adalah siswa mudah menghubungkan dan mengaitkan materi

dari beberapa mata pelajaran.

2. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi

siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep

belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang

pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar

siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual

yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.

Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan

membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan

pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik

disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap

17

perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu

keutuhan.

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang

menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga

dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Tema

adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pembicaraan.

Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :

a. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.

b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan

berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang

sama.

c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.

d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan

mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

e. Siswa mampu lebih merasakan manfaat belajar karena materi

disajikan dalam konteks tema yang jelas.

f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam

situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu

mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.

g. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan

dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali

pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan

remedial dan pengayaan.

18

3. Psikologi Gestalt sebagai Landasan Pengembangan Pembelajaran

Tematik

Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses

pembelajaran yang terjadi di sekolah. Kemampuan guru yang

berhubungan dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat

mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung. Guru yang

memiliki pemahaman hekekat belajar sebagai proses mengakumulasi

pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi hanyalah sekedar

pemberian sejumlah informasi yang harus dihapal oleh peserta didik.

Sebaliknya, apabila pemahaman seorang guru tentang belajar adalah

proses memperoleh perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran

yang terjadi mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai

persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan dan terpadu,

seperti yang diaktakan oleh Surya (2002:24) bahwa belajar adalah suatu

proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman

individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.

Dari definisi hakekat belajar di atas dapat diketahui bahwa

landasan pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah

merunut pada teori belajar Gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman

yang berarti ‘whole configuration’ atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan

dan keseluruhan. Teori ini memandang kejiwaan manusia terikat pada

pengamatan yang berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori

19

belajar ini seorang belajar jika ia mendapat “insight”. Insight itu diperoleh

bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu,

sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan

masalah itu (Nasution, 2004; Hesty, 2008)

4. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut TIM

Pengembang PGSD, 1997 (Hesty, 2008) adalah:

a. Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian

dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang

studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.

b. Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek,

memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang

dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan

dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari.

c. Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara

langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.

d. Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada

pendekatan diskoveri inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam

proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga

proses evaluasi.

5. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik

Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki

kelebihan yaitu :

20

a. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta

didik.

b. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang

relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

c. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan

bermakna.

d. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan

persoalan yang dihadapi.

e. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.

f. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan

orang lain.

g. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan

yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.

Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil

belajar.

b. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan

menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.

c. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan

dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong

untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada

keberhasilan belajar.

21

d. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di

luar kelas.

e. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide,

sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.

Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga

memiliki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik

terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru

kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga

pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema

dengan materi pokok setiap mata pelajaran.

6. Langkah-Langkah Pembelajaran Tematik

Menurut Defantri (2009) dalam pelaksanaan pembelajaran tematik

ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap

perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut :

a. Tahap persiapan pelaksanaan pembelajaran tematik

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang

perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang

mencakup kegiatan seperti berikut :

a) Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran

secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi,

kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang

22

dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan

adalah :

1) Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam

indikator

Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan

hal-hal berikut: Indikator dikembangkan sesuai dengan

karakteristik peserta didik. Indikator dikembangkan sesuai

dengan karakteristik mata pelajaran. Serta dirumuskan dalam

kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati.

2) Menentukan Tema

Model pembelajaran tematik merupakan model

pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan

menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral,

setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan

dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi

lain yang terkait (Fogarty, 1991; Hesty, 2008).

Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang

menjadi pokok pembicaraan (Depdiknas, 2007) selanjutnya

menurut Kunandar (2007:311), tema merupakan alat atau

wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak

didik secara untuh.

Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui

tema konseptual yang umum tetapi prosuktif. Dapat pula

23

ditetapkan dengan negisiasi antara guru dengan siswa, atau

dengan cara berdiskusi sesama siswa. Alwasilah, dkk

(1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari

konsep atau pokok bahasan yang ada disekitar lingkungan

siswa, karena itu tema dapat dikembangkan berdasarkan

minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dan lingkungan

terdekat siswa dan selanjutnya beranjak ke lingkungan

terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam

penentuan tema.

Lingkungan Luar Sekolah

Lingkungan Sekolah

Lingkungan Rumah

Lingkungan Siswa Terdekat

Gambar 2.5 Pengembangan Tema

Dalam menentukan tema yang bermakna, kita harus

memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran

konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber

belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti,

kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan

pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain :

24

• Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya

memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik

bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan

berpikir yang lebih tinggi.

• Pengembangan keterampilan dan sikap. apakah tema

yang sudah disepakati bisa mengembangkan

keterampilan siswa. Misalnya, keterampilan berfikir,

berkomunikasi, sosial, eksplorasi, mengorganisasi, dan

pengembangan diri. Pembentukan sikap juga harus bisa

di akomodasi dalam pilihan tema, seperti sikap

menghargai, percaya diri, kerja sama, komitmen,

kreativitas, rasa ingin tahu, berempati, antusias, mandiri,

jujur, menghormati dan toleransi.

• Kesinambungan Tema. Kath Murdock (1998) dalam

bukunya Clasroom Connection-Strategies for

Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang

baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang

dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang

baru. Pengetahuan awal itu tentu sudah dipelajari siswa

sebelumnya.

• Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan

sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi

dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan.

25

Contoh sumber atau materi belajar utama adalah para

ahli atau orang-orang yang mempunyai profesi atau

kompetensi dasar dalam bidang terentu, tempat-tempat

yang bisa dipelajari, suasana belajar didalam kelas,

lingkungan, komunitas, dan kesenian. Sedangkan

musik, materi audio visual, literature, progam komputer,

dan internet adalah sumber materi pembelajaran

tambahan bagi siswa. Dengan demikian, pemlihan tema

harus juga memperhatikan kesediaan kedua sumber

belajar itu.

• Terukur dan Terbukti, Guru juga perlu memperhatikan

hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam

pembelajaran tematik. Apa yang bisa siswa kerjakan

dalam proses pembelajaran tematik. Perlu juga

menunujukkan bukti-bukti itulah yang dinilai guru dan

dicatat sebagai bukti bagaimana siswa menguasai tema

yang diajarkan. Yang pada akhirnya akan dijadikan

bahan evaluasi dan laporan kepada orang tua siswa.

• Kebutuhan Siswa, dalam memilih tema, guru perlu

memperhatikan kebutuhan siswa. Apakah tema yang

kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa. secara

kognitif, Gardner (2007 ) dalam bukunya Five Minds

For The Future menyebutkan bahwa manusia pada era

26

informasi ini harus dibekali lima cara berfikir, yaitu :

pikiran yang terlatih, terampil, dan disiplin, pikir

mensintesis; pikiran mencipta; pikiran merespek, dan

pikiran etis. Apakah tema yang dipilih sudah bisa

membekali siswa dengan lima cara berfikir untuk masa

depan. Kebutuhan siswa yang lain bisa juga dilihat

melalui perkembangan psikologi (imajinasi),

perkembangan motorik, dan perkembangan kebahasaan

siswa.

• Keseimbangan Pemilihan Tema. Seperti telah

dijelaskan diatas bahwa pembelajaran yang cocok

dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran

tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa

bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa

memilih tema yang bisa mengakomodasi mata

pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan,

dan sains saja, tetapi tema-tema lain yang bervariasi.

• Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak

hanya mengembangkan pengetahuhan dan sikap siswa,

namun juga bisa membimbing siswa untuk melakukan

aksi yang bermanfaat. Aksi yang dilakukan siswa akan

memperkaya siswa dengan pengetahuan lain serta

27

memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan

lingkungan dimana siswa hidup.

3) Identifikasi dan analisis standar kompetensi, kompetensi dasar,

dan indikator.

Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar

kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang cocok

untuk setiap tema sehingga semua kompetensi, kompetensi

dasar dan indikator terbagi habis.

b) Menetapkan Jaringan Tema

Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi

dasar dan indikator dengan tema pemersatu.

c) Penyusunan Silabus

Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap

sebelumya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.

d) Penyusunan Rencana Pembelajaran

Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran.

Setelah tahap persiapan dilakukan, maka selanjutnya akan

dipaparkan tahap pelaksanaan pembalajaran terpadu. Adapun tahap

pelaksanaan pembelajarannya meliputi :

• Kegiatan pendahuluan/awal

Pada tahap ini dapat dilakukan panggilan terhadap anak

tentang tema yang disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang

28

dapat dilakukan adalah, bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan

menyanyi.

• Kegiatan inti

Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang

bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis hitung

(akademik). Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan

menggunakan strategi/metode yang bervariasi dan dapat

dilakukan secara klaksikal, kelompok kecil, ataupun

perorangan.

• Kegiatan penutup

Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan.

Beberapa contoh kegiatan penutup yang dapat dilakukan

adalah menyimpulkan atau mengungkapkan hasil

pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng,

membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral,

musik/apresiasi musik.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar

mengajar sebagai inti dari aktivitas pembelajaran, yang dalam

pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun

dalam perencanaan sebelumnya.

Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan

menggunakan tiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/

29

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Alokasi waktu

untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan kurang lebih satu

jam pelajaran (1 x 35 menit), kegiatan inti 3 jam pelajaran (3 x 35

menit) dan kegiatan penutup satu jam pelajaran (1 x 35 menit)

a) Kegiatan Pendahuluan/Awal/Pembukaan

Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana

awal pembelajaran untuk mendorong siswa menfokuskan dirinya

agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Sifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk

pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap

pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa

contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan

fisik/jasmani, dan menyanyi.

b) Kegiatan Inti

Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang

bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung.

Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan

berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan

secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.

c) Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut

Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan.

Beberapa contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan

adalah menyimpulkan/ mengungkapkan hasil pembelajaran yang

30

telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku,

pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.

c. Penilaian Pembelajaran Tematik

Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha

untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala,

berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari

pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik

melalui program kegiatan belajar.

Menurut Raka Joni (1996: Hesty, 2008), bahwa pada dasarnya

evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dengan evaluasi

untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, semua

asas-asas yang perlu diindahkan dalam pembelajaran konvesional

berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik. Bedanya dalam

evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses

dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti

kemampuan bekerja sama, tenggang rasa, dan sebagainya. Menurut

pusat kurikulum (2002), penilaian siswa kelas dasar belum mengikuti

aturan penialaian seperti mata pelajaran lain, mengingat siswa kelas

dasar belum semua lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian

yang cocok bagi mereka lebih ditekankan pada penilaian secara

tertulis. Adapun tujuan penilaian pembelajaran tematik adalah:

31

a) Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan

b) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan

yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas

pembelajaran

c) Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan

pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa

d) Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial,

pengayaan, dan pemantapan).

Penilaian memiliki prinsip-prinsip tertentu, yaitu sebagai

berikut:

a) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-

masing kompetensi dasar dan hasil belajar dari mata-mata

pelajaran.

b) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses

belajar mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita

pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan menyanyi

pada kegiatan akhir.

c) Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan

guru dalam mengambil keputusan

Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Tes mencakup:

tertulis, lisan, atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan

porto folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang

lebih banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan

32

portofolio. Guru menilai anak melalui pengamatan yang lalu dicatat

pada sebuah buku bantu. Sedangkan Tes tertulis digunakan untuk

menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui

tentang penggunaan tanda baca, kata atau angka

Pada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk

mengkaji ketercapaian kompetensi dasar dan indikator pada tiap-tiap

mata pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian

penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan

sudah terpisah-pisah sesuai dengan kompetensi dasar, hasil belajar dan

indikator mata pelajaran.

C. Ketunagrahitaan

1. Pengertian Tunagrahita

Kita tidak dapat menyalahkan siapapun ketika anak yang kita

dambakan ternyata memiliki hambatan baik secara fisik maupun mental.

Salah satu contoh hambatan yang dimiliki oleh anak adalah hambatan

dalam mental atau intelektual. Anak yang memiliki hambatan dalam

perkembangan mental atau intelektual ini lebih sering disebut dengan anak

tunagrahita. Untuk mengetahui lebih dalam alangkah lebih baik apabila

kita mengetahui terlebih dahulu apa itu anak tunagrahita. Tunagrahita

adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai

kemampuan intelektual di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan

intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita

juga dikenal dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan

33

kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar mengikuti program

pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak

terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni

disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. (Sutjihati Somantri: 2006).

Public Law 101-476, the Individuals with Disabilities Education

Act (IDEA - undang-undang pendidikan penyandang cacat Amerika

Serikat) tahun 1990 mendefinisikan ketunagrahitaan (mental retardation)

sebagai berikut: ketunagrahitaan adalah kondisi kemampuan intelektual

secara umum di bawah rata-rata, yang disertai dengan defisit dalam

perilaku adaptif, dan terjadi dalam masa perkembangan, yang berpengaruh

besar terhadap kinerja pendidikan anak (Hawkins-Shepard, 1994 dalam).

Secara lebih spesifik, the American Association on Mental

Retardation (AAMR) (1992) menjelaskan bahwa:

a. Yang dimaksud dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata itu

adalah skor IQ 70 hingga 75 atau lebih rendah berdasarkan tes standar

inteligensi individual.

b. Defisit perilaku adaptif adalah keterbatasan dalam dua bidang

keterampilan adaptif atau lebih, yang mencakup bidang-bidang:

komunikasi, merawat diri, mengurus rumah, keterampilan sosial,

kehidupan kemasyarakatan, mengarahkan diri (self-direction),

kesehatan dan keselamatan, keterampilan akademik, penggunaan

waktu senggang dan kerja. Keterbatasan tersebut mengacu pada

keterbatasan keterampilan adaptif yang lebih terkait dengan aplikasi

34

fungsional daripada keadaan-keadaan lain seperti perbedaan budaya

atau gangguan sensoris.

c. Usia perkembangan adalah sebelum usia 18 tahun.

Selain itu masih banyak pengertian anak tunagrahita lainnya. Akan

tetapi pada dasarnya memiliki landasan yang sama. Hanya saja disajikan

dalam kata yang berbeda-beda.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita

Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Begitupun dengan anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunagrahita.

Adapun karakteristik anak tunagrahita secara umum, adalah sebagai

berikut:

a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,

b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat,

d. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan

kosong),

e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

3. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Dilihat dari kemampuan, hambatan yang dimiliki, dan

kebutuhannya anak tunagrahita terbagi menjadi beberapa klasifikasi,

sebagai berikut:

35

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok

ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala

Wecshler (WISC) memiliki IQ antara 69-55. Mereka masih dapat

belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan

bimbingan dan pendidikan yang baik anak terbelakang mental ringan

pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya

sendiri.

Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga

kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry (benatu), pertanian,

peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan

dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di

pabrik dengan sedikit pengawasan.

Namun meskipun demikian anak tunagrahita ringan tidak

mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan

membelanjakan uangnya dengan tolol, tidak dapat merencanakan

masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan.

Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami

gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada

umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara

anak tunagrahita ringan dengan anak normal.

36

b. Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini

memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binet sedangkan menurut skala

Wecshler (WISC) memiliki IQ 54-40. Anak terbelakang sedang bisa

mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka

dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari

bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya,

berlindung dari hujan, dan sebagainya.

Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat

belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan

berhitung. Walaupun mereka masih dapat menulis secara secara sosial

misalnya menulis namanya sendiri, alamat dan lain-lain. Anak juga

dapat dididik mengurus diri seperti mendi, berpakaian, makan, minum,

mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu,

membersihkan perabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam

kehidupan sehari-hari anak membutuhkan pengawasan yang terus

menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di Sheltered workshop.

c. Tunagahita Berat

Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini

dapat juga dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat

berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-30 menurut

skala Binet dan antara 39-25 menurut skala Wecshler (WISC).

Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut

37

skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Wecshler (WISC).

Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang

dari tiga tahun.

Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara

total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan

mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.

Level keterbelakangan IQ

Stanford Binet Skala Wecshler Tunagrahita Ringan 68-52 69-55 Tunagrahita Sedang 51-36 54-40 Tunagrahita Berat 32-20 39-25 Tunagrahita Sangat Berat 19 24

Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Derajat

Keterbelakangnnya menurut Sutjihati: 2006

D. Kerangka Berpikir

Skema kerangka pemikiran penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut,

ketika pemelajaran tematik bergulir, yang ingin penulis temukan adalah

bagaimanakah kinerja guru dalam mengimplementasikannya? Apakah guru

hanya terjebak dalam arus kebiasaan sosialisasi atau seminar kurikulum baru,

lantas membawa setumpuk dokumen ke sekolah, dan pada akhirnya hanya

sibuk dengan urusan administratif perubahan kurikulum saja? Dalam hal ini,

khususnya, kurikulum yang dibuat ini diperuntukkan bagi siswa yang

memiliki kelainan dan berkebutuhan khusus dalm hal ini anak tunagrahita.

Mereka merupakan bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia yang

senarusnya mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh kesempatan

38

pendidikan yang bermutu. Dalam proses pembelajaran memang terdapat

perlakuan yang berbeda dengan anak reguler, namun demikian proses

pembelajarannya tetap memperhatikan sikap dan nilai-nilai umum yang

seharusnya dimiliki oleh setiap orang.

Penelitian ini sebagai sebuah proses untuk memahami lebih dalam

mengenai implementasi KTSP. Hal ini dilakukan karena penulis melihat

masih belum tampak adanya perbedaan antara kurikulum sebelumnya dengan

pembelajaran tematik. Maka bagi penulis hal tersebut menjadi sebuah

ketertarikan untuk menjadikannya sebagai bahan penelitian.

Skema kerangka berpikir

Bagan 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

Latar belakang 1. Upaya pemerintah

dalam mengembangkan pembelajaran.

2. Perubahan kurikulum diharapkan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat

3. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan.

4. Pembelajaran tematik akan berhasil jika diimplementasikan dengan baik

Pertanyaan penelitian:

1. Bagaimana persiapan guru SLB-C dalam implementasi pembelajaran tematik.

2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru dalam implementasi pembelajaran tematik.

3. Bagaimana sistem penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap peserta sesuai dengan prinsip pelaksanaan pembelajaran tematik.

Studi dokumentasi

Wawancara

Observasi

Analisis data

Kondisi