BAB II 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia...
Transcript of BAB II 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia...
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Implementasi
1. Pengertian Implementasi Kurikulum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah
pelaksanaan, penerapan: pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk
tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan
menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide,
konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan
maupun nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary
dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect”
(penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).
Miller& Seller (Imam Mawardi, 2009) mendefinisikan kata
implementasi dengan tiga pendekatan, yaitu: Pertama, implementasi
didefinisikan sebagai kegiatan. Kedua, suatu usaha meningkatkan proses
interaksi antara pengembang guru dengan guru. Ketiga, implementasi
merupakan sesuatu yang terpisah dari komponen kurikulum.
Implementasi kurikulum didefinisikan sebagai suatu proses
penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial)
dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai
12
seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan.
2. Prinsip dan Dasar-Dasar Implementasi
Untuk implementasi program dan proses terjadinya perubahan
harus dilakukan berdasarkan perilaku dari semua pihak yang terkena
dampak. Guru harus mampu menjelaskan mengenai tujuan, sifat, dan
manfaat inovasi.
Kesuksesan implementasi kurikulum merupakan hasil dari
perencanaan hati-hati. Proses perencanaan berdasarkan atas kebutuhan dan
sumber daya yang diperlukan untuk melakukan tindakan yang
dimaksudkan. Ia melibatkan penetapan dan penentuan cara untuk
mengelola kebijakan yang akan mempengaruhi tindakan yang
direncanakan. Implementasi memerlukan perencanaan, dan perencanaan
terfokus pada tiga faktor: orang, program, dan proses. Dimana ketiga
aspek tadi saling menunjang satu dengan yang lainnya. Skala prioritas
pada satu aspek juga akan berdampak kepada aspek yg lainnya.
Implementalism, orang akan diubah, namun mereka juga takut
terhadap perubahan, terutama jika ia datang dengan cepat atau jika mereka
merasa bahwa mereka tidak memiliki kontrol atau pengaruh atasnya.
B. Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik merupakan implementasi dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dasar pertimbangan pelaksanaan
13
pembelajaran tematik merujuk pada tiga landasan, yaitu: landasan filosofis,
psikologis, dan yuridis.
1. Konsep Pembelajaran Tematik
Penetapan pembelajaran tematik dalam pembelajaran di kelas
rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas
dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Dengan melihat
perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu di Indonesia, pada saat
ini model pembelajaran yang dipelajari dan dikembangkan adalah model
pembelajaran terpadu yang dikembangkan oleh Fogarty (1990). Model
pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari
konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (Hesty,
2008)
Jacob (1989) dan Fogarty (1991) dalam Hesty (2008) berpendapat
bahwa wujud penerapan pendekatan integratif itu bersifat rentangan
(continuum). Jacob menggambarkannya sebagai berikut:
Discipline Based
Parallel Discipline
Cross-Disciplinary
Multy-Disciplinary
Inter- Disciplinary
Intergated Day
Complete Program
Bagan 2.1 Rentang penerapan pendekatan integratif menurut Jacob (1989) dan Fogarty (1991), dalam Hesty (2008)
Bertolak pada konsep pembelajaran individual yang dianut Jacob
tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi
pembelajaran, yaitu model model fragmented, connected, nested,
sequenced, shared, webbed, threaded, intergrated, immersed, dan
networked. Model model itu merentang dari yang paling sederhana
14
hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai eksplorasi
keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented,
connected, nested), model yang menerpadukan antar berbagai bidang
studi (model sequence, shared, webbed, threaded, intergrated), hingga
menerpadukan dalam diri pembelajaran sendiri dan lintas pembelajar
(model immersed dan networked).
Menurut Fogarty (1991) dalam Sukayati (2004), bila ditinjau dari
sifat materi dan cara memadukan kosep, keterampilan dan unit tematisnya
ada 10 model pembelajaran terpadu. Dari kesepuluh model pembelajaran
yang dikemukakan oleh Forgaty tersebut, hanya 3 model yang digunakan
pada kurukulum di Indonesia, yaitu connected model, webbed model, dan
intergrated model.
a. Model hubungan/model terkait (connected model)
Gambar 2.2
Model pembelajaran ini menyajikan hubungan yang eksplisit
di dalam suatu mata pelajaran yaitu menghubungkan satu topik ke
topik yang lain, satu konsep ke konsep yang lain, satu keerampilan ke
keterampilan yang lain, satu tugas ke tugas berikutnya.
Pada pembelajaran model ini kunci utamanya adalah adanya
satu usaha secara sadar untuk menghubungkan bidang kajian dalam
satu disiplin ilmu. Keunggulan dari model ini adalah siswa
15
memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep,
sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-
konsep pokok dikembangkan terus menerus.
b. Model jaring laba-laba/model terjala (webbed model)
Gambar 2.3
Model pembelajaran ini pada dasarnya menggunakan
pendekatan tematik. Pendekatan tematik ini pengembangannya dimulai
dengan menentukan tema tertentu. Tema yang ditetapkan dapat dipilih
antara guru dengna siswa atau sesama guru. Setelah tema disepakati
maka dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan
memperhatikan kaitannya dengan antar mata pelajaran.
Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang
harus dilakukan siswa. Keuntungan dari model pembelajaran terpadu
ini bagi siswa adalah diperolehnya pandangan yang utuh tentang
kegiatan dari ilmu yang berbeda-beda.
c. Model terpadu (integrated model)
Gambar 2.4
16
Model pembelajaran terpadu ini menggunakan pendekatan
antar mata pelajaran. Model ini diusahakan dengan cara
menggabungkan beberapa mata pelajaran yaitu dengan menetapkan
prioritas dari kurikulum dan menemukan keterampilan, konsep dan
sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran.
Pada awalnya guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan
dan nilai sikap yang dijarkan dalam satu semester dari beberapa konsep,
keterampilan dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat
dan tumpang tindih di antara berbagai mata pelajaran. Keuntungan dari
model ini adalah siswa mudah menghubungkan dan mengaitkan materi
dari beberapa mata pelajaran.
2. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi
siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep
belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang
pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar
siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan
membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik
disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap
17
perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pembicaraan.
Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :
a. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
b. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang
sama.
c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
e. Siswa mampu lebih merasakan manfaat belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas.
f. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu
mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
g. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan
dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali
pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan
remedial dan pengayaan.
18
3. Psikologi Gestalt sebagai Landasan Pengembangan Pembelajaran
Tematik
Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses
pembelajaran yang terjadi di sekolah. Kemampuan guru yang
berhubungan dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat
mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung. Guru yang
memiliki pemahaman hekekat belajar sebagai proses mengakumulasi
pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi hanyalah sekedar
pemberian sejumlah informasi yang harus dihapal oleh peserta didik.
Sebaliknya, apabila pemahaman seorang guru tentang belajar adalah
proses memperoleh perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran
yang terjadi mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai
persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan dan terpadu,
seperti yang diaktakan oleh Surya (2002:24) bahwa belajar adalah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Dari definisi hakekat belajar di atas dapat diketahui bahwa
landasan pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah
merunut pada teori belajar Gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang berarti ‘whole configuration’ atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan
dan keseluruhan. Teori ini memandang kejiwaan manusia terikat pada
pengamatan yang berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori
19
belajar ini seorang belajar jika ia mendapat “insight”. Insight itu diperoleh
bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu,
sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan
masalah itu (Nasution, 2004; Hesty, 2008)
4. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut TIM
Pengembang PGSD, 1997 (Hesty, 2008) adalah:
a. Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian
dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang
studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.
b. Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang
dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan
dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
c. Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara
langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.
d. Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada
pendekatan diskoveri inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga
proses evaluasi.
5. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik
Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki
kelebihan yaitu :
20
a. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta
didik.
b. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang
relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan
bermakna.
d. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan
persoalan yang dihadapi.
e. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
f. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.
g. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan
yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil
belajar.
b. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan
menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.
c. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan
dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong
untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada
keberhasilan belajar.
21
d. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di
luar kelas.
e. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide,
sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.
Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga
memiliki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik
terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru
kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga
pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema
dengan materi pokok setiap mata pelajaran.
6. Langkah-Langkah Pembelajaran Tematik
Menurut Defantri (2009) dalam pelaksanaan pembelajaran tematik
ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap
perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut :
a. Tahap persiapan pelaksanaan pembelajaran tematik
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang
perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang
mencakup kegiatan seperti berikut :
a) Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang
22
dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan
adalah :
1) Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam
indikator
Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan
hal-hal berikut: Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik. Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran. Serta dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati.
2) Menentukan Tema
Model pembelajaran tematik merupakan model
pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan
menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral,
setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan
dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi
lain yang terkait (Fogarty, 1991; Hesty, 2008).
Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang
menjadi pokok pembicaraan (Depdiknas, 2007) selanjutnya
menurut Kunandar (2007:311), tema merupakan alat atau
wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak
didik secara untuh.
Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui
tema konseptual yang umum tetapi prosuktif. Dapat pula
23
ditetapkan dengan negisiasi antara guru dengan siswa, atau
dengan cara berdiskusi sesama siswa. Alwasilah, dkk
(1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari
konsep atau pokok bahasan yang ada disekitar lingkungan
siswa, karena itu tema dapat dikembangkan berdasarkan
minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dan lingkungan
terdekat siswa dan selanjutnya beranjak ke lingkungan
terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam
penentuan tema.
Lingkungan Luar Sekolah
Lingkungan Sekolah
Lingkungan Rumah
Lingkungan Siswa Terdekat
Gambar 2.5 Pengembangan Tema
Dalam menentukan tema yang bermakna, kita harus
memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran
konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber
belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti,
kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan
pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain :
24
• Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya
memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik
bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan
berpikir yang lebih tinggi.
• Pengembangan keterampilan dan sikap. apakah tema
yang sudah disepakati bisa mengembangkan
keterampilan siswa. Misalnya, keterampilan berfikir,
berkomunikasi, sosial, eksplorasi, mengorganisasi, dan
pengembangan diri. Pembentukan sikap juga harus bisa
di akomodasi dalam pilihan tema, seperti sikap
menghargai, percaya diri, kerja sama, komitmen,
kreativitas, rasa ingin tahu, berempati, antusias, mandiri,
jujur, menghormati dan toleransi.
• Kesinambungan Tema. Kath Murdock (1998) dalam
bukunya Clasroom Connection-Strategies for
Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang
baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang
dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang
baru. Pengetahuan awal itu tentu sudah dipelajari siswa
sebelumnya.
• Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan
sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi
dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan.
25
Contoh sumber atau materi belajar utama adalah para
ahli atau orang-orang yang mempunyai profesi atau
kompetensi dasar dalam bidang terentu, tempat-tempat
yang bisa dipelajari, suasana belajar didalam kelas,
lingkungan, komunitas, dan kesenian. Sedangkan
musik, materi audio visual, literature, progam komputer,
dan internet adalah sumber materi pembelajaran
tambahan bagi siswa. Dengan demikian, pemlihan tema
harus juga memperhatikan kesediaan kedua sumber
belajar itu.
• Terukur dan Terbukti, Guru juga perlu memperhatikan
hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam
pembelajaran tematik. Apa yang bisa siswa kerjakan
dalam proses pembelajaran tematik. Perlu juga
menunujukkan bukti-bukti itulah yang dinilai guru dan
dicatat sebagai bukti bagaimana siswa menguasai tema
yang diajarkan. Yang pada akhirnya akan dijadikan
bahan evaluasi dan laporan kepada orang tua siswa.
• Kebutuhan Siswa, dalam memilih tema, guru perlu
memperhatikan kebutuhan siswa. Apakah tema yang
kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa. secara
kognitif, Gardner (2007 ) dalam bukunya Five Minds
For The Future menyebutkan bahwa manusia pada era
26
informasi ini harus dibekali lima cara berfikir, yaitu :
pikiran yang terlatih, terampil, dan disiplin, pikir
mensintesis; pikiran mencipta; pikiran merespek, dan
pikiran etis. Apakah tema yang dipilih sudah bisa
membekali siswa dengan lima cara berfikir untuk masa
depan. Kebutuhan siswa yang lain bisa juga dilihat
melalui perkembangan psikologi (imajinasi),
perkembangan motorik, dan perkembangan kebahasaan
siswa.
• Keseimbangan Pemilihan Tema. Seperti telah
dijelaskan diatas bahwa pembelajaran yang cocok
dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran
tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa
bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa
memilih tema yang bisa mengakomodasi mata
pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan,
dan sains saja, tetapi tema-tema lain yang bervariasi.
• Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak
hanya mengembangkan pengetahuhan dan sikap siswa,
namun juga bisa membimbing siswa untuk melakukan
aksi yang bermanfaat. Aksi yang dilakukan siswa akan
memperkaya siswa dengan pengetahuan lain serta
27
memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan
lingkungan dimana siswa hidup.
3) Identifikasi dan analisis standar kompetensi, kompetensi dasar,
dan indikator.
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang cocok
untuk setiap tema sehingga semua kompetensi, kompetensi
dasar dan indikator terbagi habis.
b) Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi
dasar dan indikator dengan tema pemersatu.
c) Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap
sebelumya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.
d) Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran.
Setelah tahap persiapan dilakukan, maka selanjutnya akan
dipaparkan tahap pelaksanaan pembalajaran terpadu. Adapun tahap
pelaksanaan pembelajarannya meliputi :
• Kegiatan pendahuluan/awal
Pada tahap ini dapat dilakukan panggilan terhadap anak
tentang tema yang disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang
28
dapat dilakukan adalah, bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan
menyanyi.
• Kegiatan inti
Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis hitung
(akademik). Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan strategi/metode yang bervariasi dan dapat
dilakukan secara klaksikal, kelompok kecil, ataupun
perorangan.
• Kegiatan penutup
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan.
Beberapa contoh kegiatan penutup yang dapat dilakukan
adalah menyimpulkan atau mengungkapkan hasil
pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng,
membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral,
musik/apresiasi musik.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar
mengajar sebagai inti dari aktivitas pembelajaran, yang dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun
dalam perencanaan sebelumnya.
Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan
menggunakan tiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/
29
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Alokasi waktu
untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan kurang lebih satu
jam pelajaran (1 x 35 menit), kegiatan inti 3 jam pelajaran (3 x 35
menit) dan kegiatan penutup satu jam pelajaran (1 x 35 menit)
a) Kegiatan Pendahuluan/Awal/Pembukaan
Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana
awal pembelajaran untuk mendorong siswa menfokuskan dirinya
agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Sifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk
pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap
pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa
contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan
fisik/jasmani, dan menyanyi.
b) Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung.
Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan
secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
c) Kegiatan Penutup/Akhir dan Tindak Lanjut
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan.
Beberapa contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan
adalah menyimpulkan/ mengungkapkan hasil pembelajaran yang
30
telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku,
pantomim, pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.
c. Penilaian Pembelajaran Tematik
Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha
untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik
melalui program kegiatan belajar.
Menurut Raka Joni (1996: Hesty, 2008), bahwa pada dasarnya
evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dengan evaluasi
untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, semua
asas-asas yang perlu diindahkan dalam pembelajaran konvesional
berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik. Bedanya dalam
evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses
dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti
kemampuan bekerja sama, tenggang rasa, dan sebagainya. Menurut
pusat kurikulum (2002), penilaian siswa kelas dasar belum mengikuti
aturan penialaian seperti mata pelajaran lain, mengingat siswa kelas
dasar belum semua lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian
yang cocok bagi mereka lebih ditekankan pada penilaian secara
tertulis. Adapun tujuan penilaian pembelajaran tematik adalah:
31
a) Mengetahui percapaian indikator yang telah ditetapkan
b) Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk pengetahui hambatan
yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektivitas
pembelajaran
c) Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa
d) Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial,
pengayaan, dan pemantapan).
Penilaian memiliki prinsip-prinsip tertentu, yaitu sebagai
berikut:
a) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-
masing kompetensi dasar dan hasil belajar dari mata-mata
pelajaran.
b) Penilaian dilakukan secara terus menerus dan selama proses
belajar mengajar berlangsung, misalnya sewaktu siswa bercerita
pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan menyanyi
pada kegiatan akhir.
c) Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan
guru dalam mengambil keputusan
Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Tes mencakup:
tertulis, lisan, atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa, dan
porto folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang
lebih banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan
32
portofolio. Guru menilai anak melalui pengamatan yang lalu dicatat
pada sebuah buku bantu. Sedangkan Tes tertulis digunakan untuk
menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk mengetahui
tentang penggunaan tanda baca, kata atau angka
Pada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk
mengkaji ketercapaian kompetensi dasar dan indikator pada tiap-tiap
mata pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian
penilaian dalam hal ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan
sudah terpisah-pisah sesuai dengan kompetensi dasar, hasil belajar dan
indikator mata pelajaran.
C. Ketunagrahitaan
1. Pengertian Tunagrahita
Kita tidak dapat menyalahkan siapapun ketika anak yang kita
dambakan ternyata memiliki hambatan baik secara fisik maupun mental.
Salah satu contoh hambatan yang dimiliki oleh anak adalah hambatan
dalam mental atau intelektual. Anak yang memiliki hambatan dalam
perkembangan mental atau intelektual ini lebih sering disebut dengan anak
tunagrahita. Untuk mengetahui lebih dalam alangkah lebih baik apabila
kita mengetahui terlebih dahulu apa itu anak tunagrahita. Tunagrahita
adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan
intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita
juga dikenal dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan
33
kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar mengikuti program
pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak
terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni
disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. (Sutjihati Somantri: 2006).
Public Law 101-476, the Individuals with Disabilities Education
Act (IDEA - undang-undang pendidikan penyandang cacat Amerika
Serikat) tahun 1990 mendefinisikan ketunagrahitaan (mental retardation)
sebagai berikut: ketunagrahitaan adalah kondisi kemampuan intelektual
secara umum di bawah rata-rata, yang disertai dengan defisit dalam
perilaku adaptif, dan terjadi dalam masa perkembangan, yang berpengaruh
besar terhadap kinerja pendidikan anak (Hawkins-Shepard, 1994 dalam).
Secara lebih spesifik, the American Association on Mental
Retardation (AAMR) (1992) menjelaskan bahwa:
a. Yang dimaksud dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata itu
adalah skor IQ 70 hingga 75 atau lebih rendah berdasarkan tes standar
inteligensi individual.
b. Defisit perilaku adaptif adalah keterbatasan dalam dua bidang
keterampilan adaptif atau lebih, yang mencakup bidang-bidang:
komunikasi, merawat diri, mengurus rumah, keterampilan sosial,
kehidupan kemasyarakatan, mengarahkan diri (self-direction),
kesehatan dan keselamatan, keterampilan akademik, penggunaan
waktu senggang dan kerja. Keterbatasan tersebut mengacu pada
keterbatasan keterampilan adaptif yang lebih terkait dengan aplikasi
34
fungsional daripada keadaan-keadaan lain seperti perbedaan budaya
atau gangguan sensoris.
c. Usia perkembangan adalah sebelum usia 18 tahun.
Selain itu masih banyak pengertian anak tunagrahita lainnya. Akan
tetapi pada dasarnya memiliki landasan yang sama. Hanya saja disajikan
dalam kata yang berbeda-beda.
2. Karakteristik Anak Tunagrahita
Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Begitupun dengan anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunagrahita.
Adapun karakteristik anak tunagrahita secara umum, adalah sebagai
berikut:
a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat,
d. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan
kosong),
e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
3. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Dilihat dari kemampuan, hambatan yang dimiliki, dan
kebutuhannya anak tunagrahita terbagi menjadi beberapa klasifikasi,
sebagai berikut:
35
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok
ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala
Wecshler (WISC) memiliki IQ antara 69-55. Mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan
bimbingan dan pendidikan yang baik anak terbelakang mental ringan
pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya
sendiri.
Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga
kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry (benatu), pertanian,
peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan
dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di
pabrik dengan sedikit pengawasan.
Namun meskipun demikian anak tunagrahita ringan tidak
mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan
membelanjakan uangnya dengan tolol, tidak dapat merencanakan
masa depan dan bahkan suka berbuat kesalahan.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami
gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada
umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara
anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
36
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini
memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala Binet sedangkan menurut skala
Wecshler (WISC) memiliki IQ 54-40. Anak terbelakang sedang bisa
mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka
dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari
bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya,
berlindung dari hujan, dan sebagainya.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat
belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan
berhitung. Walaupun mereka masih dapat menulis secara secara sosial
misalnya menulis namanya sendiri, alamat dan lain-lain. Anak juga
dapat dididik mengurus diri seperti mendi, berpakaian, makan, minum,
mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu,
membersihkan perabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam
kehidupan sehari-hari anak membutuhkan pengawasan yang terus
menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di Sheltered workshop.
c. Tunagahita Berat
Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini
dapat juga dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat
berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-30 menurut
skala Binet dan antara 39-25 menurut skala Wecshler (WISC).
Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut
37
skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Wecshler (WISC).
Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang
dari tiga tahun.
Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara
total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan
mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.
Level keterbelakangan IQ
Stanford Binet Skala Wecshler Tunagrahita Ringan 68-52 69-55 Tunagrahita Sedang 51-36 54-40 Tunagrahita Berat 32-20 39-25 Tunagrahita Sangat Berat 19 24
Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Derajat
Keterbelakangnnya menurut Sutjihati: 2006
D. Kerangka Berpikir
Skema kerangka pemikiran penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut,
ketika pemelajaran tematik bergulir, yang ingin penulis temukan adalah
bagaimanakah kinerja guru dalam mengimplementasikannya? Apakah guru
hanya terjebak dalam arus kebiasaan sosialisasi atau seminar kurikulum baru,
lantas membawa setumpuk dokumen ke sekolah, dan pada akhirnya hanya
sibuk dengan urusan administratif perubahan kurikulum saja? Dalam hal ini,
khususnya, kurikulum yang dibuat ini diperuntukkan bagi siswa yang
memiliki kelainan dan berkebutuhan khusus dalm hal ini anak tunagrahita.
Mereka merupakan bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia yang
senarusnya mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh kesempatan
38
pendidikan yang bermutu. Dalam proses pembelajaran memang terdapat
perlakuan yang berbeda dengan anak reguler, namun demikian proses
pembelajarannya tetap memperhatikan sikap dan nilai-nilai umum yang
seharusnya dimiliki oleh setiap orang.
Penelitian ini sebagai sebuah proses untuk memahami lebih dalam
mengenai implementasi KTSP. Hal ini dilakukan karena penulis melihat
masih belum tampak adanya perbedaan antara kurikulum sebelumnya dengan
pembelajaran tematik. Maka bagi penulis hal tersebut menjadi sebuah
ketertarikan untuk menjadikannya sebagai bahan penelitian.
Skema kerangka berpikir
Bagan 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
Latar belakang 1. Upaya pemerintah
dalam mengembangkan pembelajaran.
2. Perubahan kurikulum diharapkan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
3. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan.
4. Pembelajaran tematik akan berhasil jika diimplementasikan dengan baik
Pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana persiapan guru SLB-C dalam implementasi pembelajaran tematik.
2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru dalam implementasi pembelajaran tematik.
3. Bagaimana sistem penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap peserta sesuai dengan prinsip pelaksanaan pembelajaran tematik.
Studi dokumentasi
Wawancara
Observasi
Analisis data
Kondisi