BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id intan... · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 ......

download BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id intan... · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 ... perubahan kondisi sosial bermasyarakat, ... Tulisan dan penelitian skripsi yang terakhir

If you can't read please download the document

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id intan... · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 ......

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bali merupakan salah satu daerah pariwisata dengan pertumbuhan

    ekonomi yang cepat. Hal tersebut dapat dilihat dari keindahan alam yang dimiliki

    oleh Pulau Dewata, adat, budaya yang masih kental dan berbagai macam objek

    wisata dengan pemandangan yang khas, sehingga pendapatan asli daerah (PAD)

    Bali berasal dari sektor pariwisata.

    Perkembangan pariwisata dan daya tarik dari pulau Bali, secara tidak

    langsung telah membangkitkan pembangunan Ibukota Provinsi Bali yakni Kota

    Denpasar. Kebijakan pengembangan pariwisata di Kota Denpasar menitikberatkan

    pada pariwasata berbudaya dan berwawasan lingkungan.Sebagai salah satu sentral

    dari pengembangan pariwisata, Kota Denpasar menjadi barometer bagi kemajuan

    pariwisata di Bali.

    Menurut Surjanto dalam A. Hari Karyono (1997:11) di mana daerah-

    daerah yang berdasarkan kesiapan prasarana dan sarana dinyatakan telah siap

    menerima kunjungan wisatawan di Indonesia. Daerah tujuan wisata diharuskan

    memiliki objek wisata dan daya tarik wisata (atraksi wisata) sebagai media untuk

    menarik minat wisatawan. Tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali

    pada tahun 2013sebanyak 3.241.889 jiwa (BPS, 2013) tentunya menuntut akan

    tersedianya akomodasi pariwisata. Salah satu dari sekian banyaknya akomodasi

    pariwisata yang sering kita jumpai dan sekarang sedang menjamur di Kota

    Denpasar adalah condominium hotel.

  • 2

    Dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun belakangan ini, pembangunan

    akomodasi pariwisata semakin berkembang dengan pesatnya terutama di daerah

    Kota Denpasar sudah terdapat 293 akomodasi pariwisata dan 8,685 jumlah kamar

    siap huni (BPS,2014).Hal ini dapat berdampak terhadap persaingan tarif antar

    hotel dan condotel yang tidak sehat sehingga dapat terjadi kemerosotan kualitas

    pariwisata dan semakin berkurangnya lahan hijau di perkotaan.

    Bali khususnya Denpasar sangat berpegang teguh terhadap aturan atau

    awig-awig yang berlaku, berpedoman pada konsep penataan ruang Tri Hita

    Karana. Budaya dan adat yang dikenal sampai ke ranah internasional juga sangat

    mempengaruhi pembangunan setiap sudut di Bali. Standarisasi kebijakan yang

    dikeluarkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah kota tentunya melibatkan

    aturan atau awig-awig yang telah di junjung tinggi oleh para leluhur.

    Condotel merupakan suatu kegiatan yang bergerak di bidang jasa dengan

    menawarkan sebuah penginapan yang memiliki fasilitas seperti rumah.Condotel

    tidak lagi sebagai hunian pribadi namun telah menjadi investasi jangka

    panjang.Sehingga investor melirik condotel untuk menjadi investasi jangka

    panjang disebabkan kamar condotel ini dapat diperjual-belikan. Pendirian

    condotel ini dapat berpengaruh kepada tingkat hunian hotel lain sehingga

    pendapatan hotel menurun dan kualitas kinerja pegawai juga menurun hal ini

    dapat menyebabkan beberapa hotel lain gulung tikar.

    Secara ekonomis, munculnya condotel tersebut dapat menjadi indikator

    akan meningkatnya taraf untuk perekonomian daerah. Namun, secara yuridis

    fenomena tersebut akan banyak menyisakan berbagai permasalahan yang

  • 3

    berkaitan dengan ketertiban yang bermuara pada standar yang telah di tentukan

    oleh pemerintah. Maraknya pembangunan akomodasi pariwisata berupa

    condoteldi kota berwawasan budaya ini dikhawatirkan akan memberi dampak

    kurang baik terhadap lingkungan sekitar, lalu lintas, lokasi yang kurang strategis

    atau sudah padat dengan bangunan hotel. Di samping itu diperlukan adanya

    implementasi dari standar pendirian condotel di Kota Denpasar guna untuk

    menekan pembangunan yang semakin menjamur.

    Terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007

    tentang Bangunan Condotel.Selain menunjang sarana akomodasi pariwisata

    pembangunan ini di harapkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup

    sekitarnya seperti yang tercantum di pasal 2. Pada pasal 4 dan 5 dibahas untuk

    bentuk dan ketinggian condotel tersebut yakni, bentuk dari condotel tersebut

    didasarkan pada bentuk bangunan serta sarana dan prasarana yang ada pada

    bangunan tersebut yang mencerminkan arsitektur Bali dan harus sesuai dengan

    rencana tata ruang wilayah Kota Denpasar. Pembangunan condotel ditetapkan

    dengan ketinggian maksimal 15 (lima belas) meter.

    Akibat sumber daya tanah atau lahan terbatas dan tidak dapat diperbaharui

    maka, upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sekitarnya

    dan standarisasi yang ditetapkan pemerintah Kota Denpasar, perlu dilaksanakan

    dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dari pemerintah

    dengan memperhatikan syarat-syarat yang tercantum didalam kebijakan

    pengendalian dan penataan, dalam menata letak lokasi condotel Kota Denpasar.

    Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu

  • 4

    dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan

    konsisten dengan standarisasi kebijakan terhadap akomodasi pariwisata condotel

    khusunya yang sudah terjadi. Agar tidak merugikan lingkungan sekitarnya, tidak

    melupakan budaya yang sebagai nilai jualnya Bali dan dapat bersaing secara

    sehat.

    Pembangunan condotel di Kota Denpasar masih kurang selektif, karena

    lokasi pembangunan condotel tidak diperhitungkan, sehingga ada dalam satu ruas

    jalan terdapat dua sampai tiga bangunan hotel dan condotel. Berdasarkan latar

    belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut

    terhadap Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi

    Pendirian Condominium Hotel Kota Denpasar.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan dari apa yang telah dijabarkan diatas, maka dapat diambil

    rumusan masalah :

    Bagaimana implementasi Kebijakan yang telah di keluarkan oleh

    Pemerintah Kota terhadap standarisasi pendirian condominium hotel yang sedang

    marak di Kota Denpasar ?

    1.3 Batasan Penelitian

    Untuk mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis membatasi

    ruang lingkup penelitian ini yakni bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah

    Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini juga memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut :

  • 5

    Untuk mengetahui implementasi dari kebijakan yang telah di keluarkan

    oleh pemerintah kota khususnya kepada bangunan condominium hotel di Kota

    Denpasar.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terkait Standarisasi

    Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar, diharapkan memiliki manfaat

    sebagai berikut :

    1.5.1 Manfaat Praktis

    1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pegangan dalam

    menjalankan standarsasi pendirian akomodasi pariwisata

    (condominium hotel), sehingga mampu mengoptimalkan kinerja dinas

    dan mencapai tujuan yang di tetapkan.

    2. Penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangan informasi dan

    pemikiran bagi masyarakat atau pembaca.

    3. Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Kota

    Denpasar dalam menentukan keberlanjutan kebijakan.

    1.5.2 Manfaat Teoritis

    1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti

    yang ingin melakukan penelitian terkait dengan Pemerintah Kota

    Denpasar khususnya terkait dengan kebijakan standarisasi pendirian

    condominium hotel di Denpasar.

    2. MengetahuiImplementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap

    Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.

  • 6

    1.6.1 Sitematika Penelitian

    Adanya fungsi dari sistematika penelitian guna untuk

    mempermudah pembaca memahami isi dari penelitian ini yakni :

    BAB I : Dalam bab ini penulis akan menguraikan pendahuluan

    yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah,

    batasan masalah,tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    sistematika penelitian dan masalah, tujuan, dan manfaat

    penelitian.

    BAB II : Dalam bab ini penulis akan menguraikan tinjauan

    pustaka yang berisikan tentang kajian pustaka dan

    kerangka konseptual.

    BAB III: Dalam bab ini penulis akan menguraikan metodelogi

    penelitian, sumber data, unit analisis, teknik penentuan

    informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,

    teknik penyajian data, dan keterbatasan penelitian (jika

    ada).

    BAB IV: Dalam bab ini penulis akan memaparkan Implementasi

    Kebijakan Pemerintah Kota Terhadap Standarisasi

    Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.

    BAB V: Dalam bab ini penulis akan menguraikan simpulan dan

    saran.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Pustaka

    Kajian pustaka yang penulis gunakan dalam penelitian ini mengacu pada

    tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai Implementasi

    Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pembangunan Condominium

    Hotel di Denpasar. Adapun tulisan-tulisan atau penelitian yang menjadi

    referensi penulisdiantaranya:

    Tulisan atau penelitian skripsi karya Iriani (2013)yang berjudul Kebijakan

    Pemerintah Kota Malang Dalam Pemberian Izin Pembangunan Apartemen

    kepada Pengembang di Wilayah Kelurahan Penanggungan.Penulis memiliki

    kesamaan dengan penelitian karya Iriani (2013) yaitu memfokuskan penelitiannya

    kepada dampak dari pembangunan condotel terhadap lingkungan sekitar.Dalam

    penelitian ini dipaparkan bahwa perizinan untuk pembangunan condotel tidak

    berpihak kepada warga sekitar lingkungan, karena berdampak pada tidak adanya

    tujuan yang transparan kepada warga dan juga kesimpangsiuran fungsi dari

    bangunan tersebut.Tanpa adanya keterangan yang jelas disurat izin semestinya

    dapat dipergunakan semaksimal mungkin.Selain itu dampak yang muncul dari

    pembangunan condotel ialah pencemaran lingkungan, dimana dalam hal ini justru

    merugikan warga sekitar condotel tersebut dibangun. Berdasarkan dari

    pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terdapat beberapa

    perubahan kondisi sosial bermasyarakat, diantaranya adalah meningkatnya

  • 8

    kemacetan yang sudah mulai sering terjadi di pagi hari, dan hilangnya rasa

    nyaman warga karena padatnya hunian di lingkungan yang menyebabkan

    seringnya terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan, perampokan dll.

    Tulisan atau penelitian skripsi selanjutnya ialah karya Maysyarah (2011)

    yang berjudul Condominium Hotel di Kota Semarang. Dalam tulisan ini

    Maysyarah (2011) lebih memfokuskan terhadap pembangunan condotel, dimana

    pemerintah kota Semarang memiliki visi untuk menjadikan dan meningkatkan

    kota Semarang sebagai kota metropolitan yang berbasis pada aktifitas

    perdagangan dan jasa. Dan layak untuk bersaing dengan kota-kota besar lainnya

    di luar sana.Disini Maysyarah (2011) lebih mengkritik dan memberikan saran

    agar pemerintah dapat memperhatikan potensi, kendala, kualitas atau standarisasi

    pendirian condotel di Semarang.Condotel tersebut di desain di atas tapak tersebut

    memenuhi kriteria sebagai hunian yang layak untuk disewakan, dijual, dihuni.

    Berdasarkan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku, keadaan sosial

    budaya masyarakat, peta kondisi wilayah seperti pola penggunan lahan, jaringan

    utilitas, transportasi dan jenis tanah harus diperhatikan sebelum izin dari pendirian

    condotel tersebut dikeluarkan.Terutama fasilitas-fasilitas yang disediakan pada

    condotel yang menjadi daya tarik maupun harga jual suatu condotel. Sehingga

    nantinya pembangunan condotel ini menjadi lebih bermanfaat untuk

    meningkatkan perekonomian kota Semarang dan tidak merugikan lingkungan

    serta warga sekitar.

    Tulisan dan penelitian skripsi yang terakhir ialah karya Mastuty (2014)

    yang berjudul Implementasi Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali Dalam

  • 9

    Moratorium Pembangunan Infrastruktur Akomodasi Pariwisata Hotel Di

    Kabupaten Badung.Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa adanya

    kejenuhan pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata di wilayah Bali

    selatan.Perlu adanya kebijakan moratorium guna untuk pemberhentian sementara

    pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata.Di karenakan wilayah Bali

    selatan telah mengalami pertumbuhan akomodasi pariwisata yang pesat sehingga

    mengalami overcapacity.Dengan adanya kebijakan Moratorium Akomodasi

    Pariwisata Hotel, maka harus adanya implementasi dari kebijakan yang telah di

    keluarkan oleh pemerintah Kabupaten Badung .

    Namun dalam pengimplementasian ini peneliti dapat mengambil

    kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan tidak maksimalnya

    kebijakan moratorium akomodasi hotel di Kabupaten Badung disebabkan oleh

    komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi yang tidak berjalan

    secara optimal. Masing-masing dari faktor memiliki kendala dan

    permasalahannya sendiri.Sehingga regulasi diantara keempat faktor penting

    keberhasilan implementasi kebijakan jauh dari yang di harapkan.

    Adanya perbedaan dari penelitian terdahulu yang telah diteliti baik dari

    skripsi karya Iriani (2013) yang lebih memfokuskan terhadap lingkungan

    sekitarnya.Di mana adanya beberapa dampak negatif terhadap warga sekitar dan

    lingkungan sekitarnya akibat dari pembangunan condotel.Dan skripsi karya

    Maysyarah (2011) membahas standar pola penggunaan lahan, jaringan utilitas dan

    jenis tanah sebelum dikeluarkan izin pendirian dan dilaksanakan pembangunan

    condotel tersebut.Skripsi karya Mastuty (2014)tentang implementasi dari

  • 10

    kebijakan pemerintah Kabupaten Badung terkait moratorium pembangunan

    infrastruktur akomodasi pariwisata khusunya hotel di Kabupaten Badung.

    Penelitian yang akan saya teliti lebih membahas tentang Implementasi dari

    kebijakan pemerintah kota Denpasar yang telah ada dan di berlakukan. Terkait

    dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 tahun 2007 terhadap standar dari

    bangunan khususnya condominium hotel di Kota Denpasar.

    2.2 Kerangka Konsep dan Teori

    Konsep merupakan sebuah abstraksi yang mewakili suatu obyek, sifat

    obyek, atau suatu fenomena tertentu.Jadi konsep adalah sebuah kata yang

    melambangkan suatu gagasan atau merujuk pada sifat-sifat dari obyek yang

    dipelajarinya (Masoed, 1990).Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu simbol

    yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu (Gulo 2000).

    Sedangkan teori adalah pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep

    secara logis (Masoed 1990).Dimana dalam hal ini teori berarti seperangkat

    konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan yang disusun secara

    sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah terdahulu dengan menggunakan

    seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk menjelaskan gejala tertentu atau

    hubungan-hubungan dalam fenomena yang sedang diteliti. Dalam bab ini penulis

    akan memaparkan beberapa teori, diantaranya :

    2.2.1 Teori Kebijakan Publik

    Disetiap daerah dalam suatu negara tentunya kita memiliki suatu kebijakan

    yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh

    pemerintah.Kebijakan lebih sering dipergunakan dalam konteks tindakan yang

  • 11

    dilakukan oleh para aktor dan institusi-institusi pemerintah, serta perilaku negara

    pada umumnya. Kebijakan tidak dapat terlepas akan adanya suatu keputusan

    pemerintah. Sedangkan membahas tentang publik kita tidak dapat terlepas dari

    tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat dan umum.Dalam penelitian ini

    penulis memaparkan beberapa teori dari tokoh terkemuka terkait dengan

    kebijakan publik. Beberapa tokoh yang mengemukakan teori tentang kebijakan

    publik diantaranya:

    Menurut Budi Winarno (2007:15) di dalam kehidupan yang modern

    sekarang ini, kita tidak dapat lepas dengan apa yang di sebut dengan kebijakan

    publik. Tentunya kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan di dalam bidang

    kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian,

    pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain

    sebagainya.

    David Easton dalam Miftah Thoha (1992) mengungkapkan bahwa

    kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat

    akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif untuk seluruh

    masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau

    untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.

    Sedangkan Edward III dan Sharkansky dalam Purwo (2004) menyatakan bahwa

    kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan

    oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan dari berbagai

    program pemerintahan.Selain itu Edward III dan Sharkansky juga mengemukakan

  • 12

    bahwa kebijakan dapat ditetapkan secara jelas dalam berbagai peraturan

    perundang-undangan, atau dalam bentuk pidato pejabat pemerintah.

    Penjelasan mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Carl

    Friedrich dalam Winarno, Budi (2002).Carl Friedrich memaparkan kebijakan

    publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau

    pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-

    hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk

    menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau

    merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.Selain itu, Chandler and Plano

    (1988) dalam Tangkilisan (2003) juga menjelaskan bahwa kebijakan publik

    adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada

    untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.

    Abdul Wahab (2010: 22-24) mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik

    yaitu ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada

    kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki

    wewenang dalam sistem politik, misalnya pada para ketua adat, ketua suku,

    eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan lain sebagainya.

    Oleh karena itu ciri-ciri kebijakan publik sebagaimana yang terdapat dalam Abdul

    Wahab adalah :

    a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada

    tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan

    kebetulan.

  • 13

    b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling

    berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang

    dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan

    keputusan yang berdiri sendiri.

    c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan pemerintah

    dalam bidang tertentu.

    d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif,

    kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk

    tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-

    masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan.

    Dalam AG Subarsono (2005:3) dari hirarkinya dapat kita lihat bahwa

    kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti Undang-

    undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan

    Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Walikota.

    Sebagaimana juga yang diatur di dalam Undang-undang No.10/2004

    tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 7 yang mengatur jenis

    dan hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagi berikut :

    a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

    c. Peraturan Pemerintah

    d. Peraturan Presiden

    e. Peraturan Daerah

  • 14

    Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses

    kebijakan publik terdiri dari lima tahapan :

    1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni agar suatu masalah

    bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah.

    2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses dari

    perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

    3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika

    pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak

    melakukan suatu tindakan.

    4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses

    untuk melakukan suatu kebijakan guna mendapatkan suatu

    hasil.

    5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu tahap memonitor

    dan menilai hasil dari kebijakan.

  • 15

    Hasil ini sesuai dengan proses kebijakan publik Wiliam N. Dunn

    (1994:17) yang dapat kita lihat pada gambar berikut :

    Gambar 2.1

    Proses Kebijakan Publik

    Penyusunan Agenda

    Formulasi Kebijakan

    Adopsi Kebijakan

    Implementasi Kebijakan

    Penilaian Kebijakan

    Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan

    pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Hal

    penting yang harus diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam

    pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

    Perumusan Masalah

    Forecasting

    Rekomendasi

    Monitoring

    Evaluasi

  • 16

    1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

    Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau

    membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

    2. Adanya pengaruh kebiasaan lama

    Dalam membuat kebijakan baru, suatu organisasi sering mempertahankan

    kebiasaan lama pada kebijakan sebelumnya karena dipandang memuaskan,

    meskipun kebijakan sebelumnya memiliki kritikan dan perlu diubah.

    3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

    Berbagai kabijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan banyak

    dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.Sifat pribadi merupakan faktor yang

    berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.

    4. Adanya pengaruh dari kelompok luar

    Lingkungan sosial dari para pembuat kebijakan juga berperan besar.

    5. Adanya pengaruh dari keadaan masa lalu

    Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman

    sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan

    kebijakan.Misalnya seorang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang

    yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalah gunakan

    (Suharno: 2010: 52-53).

  • 17

    2.2.2 Teori Implementasi Kebijakan

    Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi dari kebijakan yang

    lebih mengarah kepada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Aneta (2010)

    dalam jurnalnya menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan

    salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik yang menentukan apakah

    sebuah kebijakan itu bersentuhan dengan kepentingan publik serta dapat diterima

    oleh publik. Aneta (2010) menekankan bahwa dalam tahapan perencanaan dan

    formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan tetapi jika pada

    tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya, maka tentu tidak

    jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu.

    Selain itu teori mengenai implementasi juga diungkapkan oleh Widodo

    (2008).Dalam hal ini Widodo (2008) memberikan pengertian bahwa implementasi

    berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat

    menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu. Berdasarkan teori

    yang dikemukakan beberapa tokoh diatas menyimpulkan bahwa dalam prakteknya

    implementasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai aktor

    serta menggunakan berbagai sumber daya dalam pelaksanaanya.

    Implementasi merupakan tahapan yang krusial dan menjadi bagian yang

    tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kebijakan. Bagaimanapun baiknya

    suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan tidak akan menimbulkan dampak

    atau tujuan yang diinginkan. Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang

    dikemukakan oleh Hoogerwerf (1982) yang menjelaskan Agar suatu kebijakan

  • 18

    dapat memberikan hasil yang diharapkan, maka kebijakan itu harus

    dilaksanakan.Pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai pengggunaan

    sarana-sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipilih dan ingin

    direalisasikan.

    Berhasil atau tidaknya pencapaiam tujuan di pertegas oleh Udoji di kutip

    oleh Agustino (2006:139).Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang sangat

    penting bahkan lebih penting daripada pembuatan kebijakan tersebut. Pembuatan

    kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana yang bagus yang

    tersimpan dengan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan.

    Pengertian dari implementasi kebijakan menurut Mufiz yang dikutip

    olehKahya dan Zenju (1996:45) ialah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk

    melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul di dalam

    tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak

    yang tidak terantisipasi sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat di

    ketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu :

    a. Adanya tujuan ataupun sasaran kebijakan

    b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan

    c. Adanya hasil dari kegiatan tersebut

    Berbagai indikator telah di kembangkan untuk dapat mengukur tingkat

    keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan publik karena suatu kebijakan

    biasanya mudah dalam formulasinya akan tetapi sangat sulit dalam

    pengimplentasiannya.

  • 19

    Berikut ini adalah model dari implementasi kebijakan yang di

    kembangkan oleh Edward III yang di kutip oleh Winarno (2002) yakni :

    1. Komunikasi

    Terdapat tiga indikator yang dapat di pakai di dalam mengukur

    keberhasilan dari variable komunikasi, transmisi penyaluran

    komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang

    baik pula. Seringkali yang terjadi di dalam penyaluran komunikasi

    adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui

    beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa yang di harapkan

    terhambat di tengah jalan. Kejelasan komunikasi yang di terima oleh

    para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak

    membingungkan.Ketidakjelasan pesan kebijakan tidaklah selalu

    menghalangi jalannya implementasi, pada tataran tertentu, para

    pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan.

    Konsistensi perintah yang

    diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu

    konsistensi dan jelas.

    2. Sumberdaya

    Sumberdaya merupakan hal yang utama di dalam implementasi

    kebijakan yakni staff.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu

    dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah

    informasi, informasi berhubungan dengan cara melaksanakan

  • 20

    kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang mereka lakukan

    disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.

    3. Disposisi

    Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau

    karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran,

    sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik

    maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

    diingkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki

    sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka

    proses implementasi kebijakan pun juga menjadi tidak efektif.

    4. Struktur Birokrasi

    Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki

    pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu

    yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur birokrasi/organisasi ke

    arah yang lebih baik, adalah melakukan Standart Operating Procedures

    (SOPs). SOP akan menjadi pedoman bagi implementator dalam

    bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung

    melemahkan pengawasan dan menimbulkan struktur birokrasi yang

    rumit dan kompleks.

    Menurut Merilee S. Grindle ada dua variable yang dapat mempengaruhi

    implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik

    dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya

  • 21

    tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan Grindle, di mana pengukuran

    keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu :

    1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan

    kebijakan sesuai dengan yang telah di tentukan dengan merujuk kepada

    aksi kebijakannya.

    2. Apakah tujuan kebijakan tercapai dimensi ini dapat di ukur dengan melihat

    dua faktor, yaitu: impak atau efeknya pada masyarakat secara individual

    dan kelompok, tingkat perubahan yang terjadi pada penerimaan kelompok

    sasaran perubahan yang terjadi.

    2.2.3 Konsep Condotel

    Secara umum istilah mengenai condotel merupakan gabungan dari dua

    istilah yaitu condominium dan hotel.Konsep condominium hotel merupakan

    penggabungan dari konsep kepemilikan condominium (rumah susun) dan sistem

    pengoperasian hotel dalam suatu bagunan bertingkat.

    Pada mulanya, condominium atau rumah susun hanya dimanfaatkan

    sebagai wadah pemenuhan akan kebutuhan tempat tinggal oleh masyarakat di

    Indonesia. Namun seiring berkembangnya zaman, metode pemanfaatan bangunan

    condominium juga semakin berkembang.Condominium pada zaman sekarang ini

    sudah tidak hanya dimanfaatkan sebagai hunian, namun juga digunakan untuk

    berbagai tujuan investasi.Condotel atau condominium hotel berbeda dengan

    rumah peristirahatan biasa yang tidak produktif saat tidak digunakan. Pada saat

    pemiliknya tidak menempati bangunan tersebut, condominium hotel tetap

    beroperasi dengan cara disewakan layaknya hotel.

  • 22

    Menurut peraturan Walikota Denpasar, condotel yang memiliki definisi

    sebagai berikut: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu

    lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

    fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan

    yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang

    dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan

    difungsikan sebagai hotel berbintang. (Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42

    Tahun 2007 tentang Bangunan Condominium Hotel (Condotel) Walikota

    Denpasar)

    Sehingga adapun peruntukan dari condotel adalah sebagai sarana investasi

    sehingga uang yang ditanamkan oleh investor dapat berputar. Disamping

    memperoleh biaya sewa para investor juga dapat menikmati condotel secara

    cuma-cuma berikut fasilitasnya dengan tenggang waktu yang diatur bersama sama

    dengan pengelola.

    2.2.4 Konsep Tata Ruang Kota

    Bali memiliki konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang

    makro-regional dan mikro-arsitektur.Konsep dari tata ruang di Balipun

    berdasarkan pada desa. Pada dasarnya desa-desa ini telah berkembang dan

    akhirnya menjadi kota. Denpasar merupakan ibukota provinsi Bali, memiliki visi

    Denpasar sebagai Kota Budaya.Menurut visi ini maka pembangunan tata ruang

    di Bali berdasarkan konsep-konsep budaya yang ada di Bali sendiri.

    Denpasar memiliki peluang pengembangan wilayah yang pesat, di sisi lain

    visi pembangunanKota Denpasar dikembangkan dalam perwujudan Denpasar

  • 23

    Kota Berbudaya yang berlandasan Tri Hita Karana. Membutuhkan kearifan

    dalam konsep penataan ruang. Agar memberi ruang kepada peningkatan kegiatan

    perekonomian dengan tetap memelihara kelestarian budaya dan lingkungan

    wilayah Kota Denpasar.

    Untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Denpasar dengan

    memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,

    seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan keseimbangan

    pemanfaatan ruang.

    Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

    Wilayah Nasional (RTRWN) dan Perda Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009

    tentang RTRWP Bali. Denpasar merupakan kota inti kawasan dari perkotaan

    Sarbagita sebagai kawasan Strategis Nasional.Membutuhkan koordinasi penataan

    struktur ruang dan pola ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi Bali dan

    wilayah kabupaten sekitar dalam kerangka Kawasan Perkotaan Sarbagita.

  • 24

    2.2.5 Kerangka Pemikiran

    Gambar 2.2

    Kerangka Berfikir

    Pertumbuhan Condotel di Kota

    Denpasar

    Peraturan Walikota Denpasar

    No. 42 tahun 2007

    Pembangunan Wilayah Kota:

    Lokasi Condotel

    Bentuk & Bangunan

    Condotel

    Prasarana Lingkungan

    Implementasi Standarisasi Pendirian

    Condotel di Kota Denpasar

    Kesimpulan & Saran

    Implementasi Kebijakan

    Edward III :

    Komunikasi

    Sumber Daya

    Disposisi

    Struktur Birokrasi

  • 25

    Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat jelas terlihat pada

    pertumbuhan condotel di Kota Denpasar akhir-akhir ini sangatlah marak dan

    tentunya tidak bisa terlepas dari Peraturan Walikota Denpasar No.42 Tahun

    2007.Baik yang mengatur tentang lokasi pendirian, bentuk dan bangunannya,

    maupun prasarana lingkungannya dan lain-lain.Tentunya dibantu oleh indikator

    implementasi kebijakan untuk pengawasan, pengendalian dan pembinaan.

    Mencakup komunikasi antar pengawas kebijakan yang baik, lancar dan konsisten

    dan untuk mengetahui apa tujuan dan sasaran dari di buatnya suatu kebijakan dan

    sumber daya yang merupakan hal yang terpenting di dalam pengawasan, tanpa

    adanya sumberdaya suatu kebijakan atau peraturan hanya menjadi dokumen.

    Di dalam memilih sumberdaya disposisi merupakan karakteristik yang

    sangat diperlukan agar dapat terkumpul sumberdaya yang mendukung kebijakan

    yang telah dibuat dan memiliki komitmen maupun kejujuran.Pentingnya struktur

    dari birokrasi untuk menjadi suatu pedoman dalam pelaksanaan pengawasan

    kebijakan agar para pengawas dapat mengetahui batasan-batasan yang mereka

    miliki.Jika semua pengimplementasian kebijakan berjalan dengan baik maka

    dapat dikatakan berhasil, suatu kebijakan yang di buat dan diterapkan untuk

    menuju ke arah yang lebih baik.

  • 26

    BAB III

    Metodelogi Penelitian

    3.1 Jenis Penelitian

    Jenis dari penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Bogdan dan Taylor

    mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data

    deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang maupun

    perilaku yang dapat di amati.

    3.2 Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data ini diperoleh,

    adapun yang di jadikan sumber data adalah :

    1. Sumber Data Primer : yang merupakan sumber data yang di peroleh

    langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yang di

    kumpulkan langsung oleh peneliti dari sumbernya. Dalam hal ini data di

    peroleh dari petugas di Dinas Pariwisata Kota Denpasar.

    2. Sumber Data Sekunder: merupakan sumber data yang diperoleh peneliti

    secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dari data pihak

    lain). Data sekunder yang pada umumnya berupa bukti, catatan, ataupun

    dokumen-dokumen resmi dari instansi pemerintahan baik yang di

    publikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini juga

    terdapat sumber data online, yang diperoleh dari internet yang bertujuan

  • 27

    untuk mendapatkan informasi tambahan bagi peneliti untuk melengkapi

    data-data yang diperlukan.

    3.3 Unit Analisis

    Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau

    komponen yang diteliti.Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan

    reabilitas penelitian dapat terjaga.

    Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dinas Pariwisata

    Kota Denpasar, Bali. Adapun alasan dipilihnya Dinas Pariwisata Kota Denpasar,

    Bali sebagai unit analisis adalah karena penulis memiliki kemudahan akses untuk

    memperoleh data yang dibutuhkan untuk menyusun studi kasus, selain itu juga

    karena ingin mengetahui sudah terimplementasikah kebijakan pemerintah Kota

    Denpasar terhadap standarisasi pembangunan condotel yang telah di buat oleh

    Walikota Denpasar.

    3.4 Teknik Penentuan Informan

    Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini (purposive

    sampling) adalah berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan,

    memiliki data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Informan

    yang bertindak sebagai sumber data dan informasi dalam penelitian ini adalah :

    1. Kepala Seksi Akomodasi, Dinas Pariwisata Denpasar (Ni luh Gede

    Tirtawati)

    2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, Dinas PerizinanDenpasar (

    A.A. Ngrh Surya Saputra, SH)

    3. Investor Condotel Aston, Gatot Subroto (A.A. Trisna Anantasika)

  • 28

    4. Investor Condotel Fave hotel, Teuku umar (A.A. Ngrh Bagus Aryana)

    Selain itu dalam tulisan ini penulis juga menggunakan teknik (snowball

    sampling). Teknik ini merupakan teknik penentuan sample yang mula-mula terdiri

    dari jumlah kecil kemudian membesar. Teknik ini diibaratkan seperti bola salju

    yang menggelinding yang bermula dari kecil kemudian lama-lama menjadi besar.

    Dalam penentuan sample, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, namun

    apabila belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti dapat mencari

    orang lain yang dipandang lebih mengetahui dan melengkapi data oleh dua orang

    sample sebelumnya.

    3.5 Teknik Pengumpulan Data

    Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus

    utama penelitian maka yang dijadikan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

    1. Teknik observasi (pengamatan)

    Observasi merupakan pengamatan yang di lakukan secara di sengaja,

    sistemtis, mengenai fenomena sosial, untuk mengetahui ada atau

    tidaknya suatu permasalahan untuk kemudian dilakukan pencatatan.

    Teknik ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

    permasalahan terkait implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap

    standarisasi pendirian condominium hotel (condotel) di Kota

    Denpasar.

    2. Teknik Wawancara (interview)

    Wawancara terstruktur merupakan suatu percakapan dengan maksud

    tertentu dan peneliti telah berpedoman kepada daftar pertanyaan yang

  • 29

    sebelumnya telah dipersiapkan.Percakapan tersebut dilakukan oleh dua

    pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan

    dan yang terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

    pertanyaan tersebut. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui kebijakan

    pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel di Kota

    Denpasar.

    3. Teknik Dokumentasi

    Dokumen adalah catatan dari peristiwa yang telah berlalu.Dokumen

    bisa berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari

    seseorang.Dokumen yang dimaksud dalam hal ini yaitu segala

    dokumen yang berhubungan dengan kelembagaan Dinas Pariwisata

    Kota Denpasar yang membahas tentang condotel.Teknik ini dilakukan

    untuk mengetahui aturan tertulis yang membahas tentang condotel di

    Kota Denpasar.

    3.6 Teknik Analisis Data

    Analisis data merupakan proses pencarian dan penyusunan secara

    sistematis yang diperoleh melalui hasil wawancara, catatan lapangan, dan

    dokumentasi. Dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan ke

    dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam suatu pola, memilih

    mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat suatu kesimpulan

    sehingga mudah dipelajari oleh diri sendiri dan orang lain.

    Komponen dalam analisis data :

    1. Pengumpulan Data

  • 30

    Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil

    penelitian, seperti wawancara, dokumentasi, catatan lapangan, dan

    sebagainya.

    2. Reduksi data

    Mereduksi data yang artinya merangkum memilih hal-hal pokok,

    memfokuskanpada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

    3. Penyajian data

    Penyajian data penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk

    uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, dan sejenisnya.

    4. Verifikasi atau penyimpulan data

    Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara dan dapat

    berubah apabila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

    pada tahap berikutnya.Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan

    pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten

    saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

    kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredible.

    3.7 Teknik Penyajian Data

    Data penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif yang

    disusun secara sistematis dan merujuk kepada fokus penelitian sehingga nanti

    hasilnya mudah dibaca oleh orang lain. Penelitian ini terdiri dari lima bab,

    dimana pada masing-masing bab itu terdapat sub-sub yang disusun secara

    sistematis.

  • 31

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Subyek/Obyek Penelitian

    4.1.1 Kota Denpasar

    4.1.1.1 Sejarah Kota Denpasar

    Kota Denpasar pada mulanya merupakan pusat Kerajaan Badung, yang

    posisinya terletak di sebelah utara pasar periuk (peken payuk) yang sekarang

    dikenal dengan nama Pasar Kumbasari. Nama Denpasar secara etimologis

    berasal dari kata den yang berarti di sebelah utara (Tim Penyusun, 1993 : 161)

    dan pasar berarti tempat berjualan masyarakat baik hasil pertanian maupun

    barang dagangan sejenisnya. Pada jaman dulu Kota Denpasar penuh dengan alun-

    alun, tenda-tenda, kereta-kereta kuda yang dipakai sebagai sarana transportasi

    masyarakat.Situasinya sangat ramai karena merupakan tempat pertemuan

    masyarakat dari desa, sehingga orang-orang menyebutnya Denpasar.

    Kawasan yang ramai tersebut sampai kini menjadi salah satu kota ternama

    dan terkenal di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Hal ini terlukis

    dengan indah dalam deskripsi Miguel Covarrubias dalam bukunya yang berjudul

    Island of Bali (1973 : 39). the capitals of the princes districts, the seats of the

    regencies, are commercialized half-European, half-Chinese towns like Denpasar

    and Buleleng; but the true life of Bali is concentrated in thousands of villages and

    hamlets. Deskripsi Covarrubias tersebut mengekspresikan perkembangan Kota

  • 32

    Denpasar yang selaras dengan perkembangan peradaban masyarakat

    penghuninya.Denpasar bukan lagi desa atau dusun, pasar tradisional dengan

    sistem perdagangan sederhana, melainkan berubah menjadi kota megah bagi

    pemilik modal (investor), pusat pemerintahan, tempat pemasaran dan perdagangan

    asing.

    Mulanya terdiri dari desa-desa 38 tradisional dengan penduduk dominan

    beragama Hindu, Kota Denpasar memiliki akar budaya yang sangat kuat sebagai

    modal dasar untuk menunjang pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan

    (Profil Kota Denpasar, 2008:iv). Selain sebagai pusat perdagangan kebutuhan

    harian masyarakat, Kota Denpasar juga merupakan kota sejarah dan kota budaya.

    Hal ini sangat jelas dalam visi pembangunan Kota Denpasar periode 2005-2010

    adalah terciptanya Kota Denpasar berwawasan budaya dengan keharmonisan

    dalam keseimbangan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan berkelanjutan

    adalah untuk menumbuh kembangkan jati diri dan pemberdayaan masyarakat

    berdasarkan kebudayaan Bali dan keaarifan lokal, mewujudkan pemerintahan

    yang baik melalui penegakan supremasi hukum, membangun pelayanan publik

    dan mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui

    sistem ekonomi kerakyatan (BAPEDA dan BPS Kota Denpasar, 2008 : 1).

    4.1.1.2 Letak Astronomi

    Terletak di tengah-tengah dari Pulau Bali, Kota Denpasar merupakan

    Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan Ibukota Propinsi Bali sekaligus

    sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat

  • 33

    strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari

    kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai

    penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08 35"

    31'-08 44" 49' lintang selatan dan 115 10" 23'-115 16" 27' Bujur timur, yang

    berbatasan dengan: di sebelah Utara Kabupaten Badung, di sebelah Timur

    Kabupaten Gianyar, di sebelah Selatan Selat Badung dan di sebelah Barat

    Kabupaten Badung. Ditinjau dari Topografi keadaan medan Kota Denpasar secara

    umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas

    permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar

    berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%.

    4.1.1.3 Keadaan Alam Profil Kota Denpasar

    Luas wilayah Kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 Ha, yang merupakan

    tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2,27 persen dari

    seluruh luas daratan Propinsi Bali. Sedangkan luas daratan Propinsi Bali

    seluruhnya 5.632,86 Km2. Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan

    Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal

    dan Kuta Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar

    (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung dan di sebelah Selatan berbatasan

    denganKabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung.

    Dari luas tersebut diatas tata guna tanahnya meliputi Tanah sawah 5.547

    Ha dan Lahan Kering 10.001 Ha. Lahan Kering terdiri dari Tanah Pekarangan

    7.714 Ha, Tanah Tegalan 396 Ha, Tanah Tambak/Kolam 9Ha, Tanah sementara

  • 34

    tidak diusahakan 81 Ha, Tanah Hutan 538 Ha, Tanah Perkebunan 35 Ha dan

    Tanah lainnya: 1.162 Ha. Luas Lahan di Kota Denpasar dirinci per Kecamatan

    (hektar).Topografi dan iklim wilayah Kota Denpasar sebagian besar merupakan

    dataran, dan secara umum sebagian besar (59,1%) miring kearah selatan dengan

    ketinggian berkisar antara 0-75m di atas permukaan laut, dataran pantai dengan

    kemiringan lahan berkisar 0-5%, di bagian tepi 40 kemiringannya bisa mencapai

    15%. Panjang pantai kurang lebih 11 km, berupa perairan laut pantai Padang

    Galak dan Pantai Sanur serta pantai pulau Serangan.

    Tabel 4.1

    Luas Lahan di Kota Denpasar Dirinci per Kecamatan (hektar)

    Kecamatan Tanah Sawah Tanah Kering Jumlah

    1. Denpasar Barat 299 10 309

    2. Denpasar Timur 586 23 609

    3. Denpasar Selatan 754 2018 2772

    4. Denpasar Utara 955 4038 4993

    Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar

    4.1.1.4 Iklim Kota Denpasar

    Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin

    musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember)

    dan musim Hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh

    musim Pancaroba. Suhu rata-rata berkisar antara 25,4C - 28,5C dengan suhu

    maksimum jatuh pada bulan Januari, sedangkan suhu minimum pada bulan

  • 35

    agustus. Jumlah Curah Hujan tahun 2008 di Kota Denpasar berkisar 0-406 mm

    dan rata-rata 97,1 mm. Bulan basah (Curah Hujan >100 mm/bl) selama 4 bulan

    dari bulan Nopember s/d Pebruari Sedangkan bulan kering (Curah Hujan

  • 36

    pengembangan untuk mengetahui jangkauan wilayah pelayanan perdagangan

    tanpa secara mutlak terikat oleh batas adminitrasi pemerintahan. 2. Kawasan-

    kawasan pusat kegiatan ekonomi yang dikembangkan sebagai pembentuk struktur

    tata ruang Kota Denpasar seperti : pusat perdagangan dan jasa, pusat perdagangan

    regional meliputi terminal kargo dan pergudangan, terminal penumpang regional,

    pusat pemerintahan propinsi, pusat hankam/militer. Pusat pemerintahan

    kabupaten, kawasan akomodasi wisata, pusat pendidikan tinggi, RSU, industri,

    TPA, estuary dam, pelabuhan laut dan tahura. 3. Jaringan transpotasi yang

    membentuk tata ruang Kota Denpasar antara lain jalan arteri primer, jalan arteri

    sekunder, jalan kolektor, terminal kargo, terminal penumpang regional, terminal

    angkutan kota, dan pelabuhan laut.

    Status Lingkungan Hidup (SLH) Kota Denpasar Tahun 2008 II - 3

    Rencana Pemanfaatan dan Pengelolaan Kawasan Tertentu Kawasan lindung

    adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

    lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan guna

    pembangunan berkelanjutan. Sesuai dengan fungsinya sasaran penentuan kawasan

    lindung adalah untuk meningkatkan fungsi lindung perlindungan terhadap tanah,

    air, iklim, serta mempertahankan keaneka-ragaman flora, fauna, tipe ekosistem

    dan keunikan alam.Kawasan ini terdiri dari kawasan perlindungan setempat,

    kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana.Kawasan

    budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumber alamnya

    dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan

    usaha) maupun pemenuhan kebutuhan pemukiman.Oleh karena itu kawasan ini

  • 37

    dititik-beratkan pada usaha untuk memberikan arahan pengembangan berbagai

    kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada dengan

    memperhatikan optimasi pemanfaatannya.

    Kawasan budidaya yang akan dikembangkan di Kota Denpasar adalah 1.

    Kawasan budidaya pertanian yang meliputi : kawasan pertanian tanaman pangan

    lahan basah, kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering, kawasan pertanian

    tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan dan perikanan. 2. Kawasan

    budidaya non pertanian meliputi : kawasan pemukiman, kawasan industri kecil,

    kawasan pariwisata, kawasan hankam/militer, kawasan prasarana perdagangan,

    kawasan prasarana transportasi, kawasan prasarana sosial Neraca Air Dan

    Rencana Sitem Prasarana Wilayah Neraca air adalah gambaran perimbangan

    pemakaian air pada suatu wilayah baik pemakaian pada awal tahun maupun pada

    akhir tahun perencanaan.

    Status Lingkungan Hidup (SLH) Kota Denpasar Tahun 2008 II - 4

    Ketentuan Umum Teknis Pembangunan Dana Pengembangan Kawasan Prioritas

    Kawasan-kawasan yang diprioritaskan pengembangannya ditetapkan berdasarkan

    pertimbangan-pertimbangan umum dan pertimbangan-pertimbangan spesifik

    terhadap karakteristik kawasan-kawasan dalam wilayah kota. Hasil identifikasi

    menunjukkan bahwa terdapat empat kawasan priyoritas di wilayah Kota Denpasar

    yaitu: kawasan pusat kota, kawasan perdagangan regional, terminal kargo dan

    pergudangan, sub kawasan pariwisata Sanur, dan kawasan Tahura. Ketentuan

    umum teknis pembangunan meliputi ketentuan tentang rencana tata lingkungan,

    rencana tata bangunan dan ketentuan tambahan.Rencana tata lingkungan bertujuan

  • 38

    untuk mengatur elemen-elemen ruang agar dapat membentuk suasana yang

    menunjang fungsi peruntukan kawasan dengan memperhatikan koefisien dasar

    bangunan, koefisien lantai bangunan, pola tata letak bangunan, jenis elemen

    lanskap, dan jarak bebas antar bangunan dan ruang terbuka hijau.

    Rencana tata lingkungan dibedakan menjadi rencana tata lingkungan

    kawasan terbangun dan rencana tata lingkungan kawasan ruang terbuka hijau

    kota. Rencana tata lingkungan kawasan terbangun terdiri atas : kawasan pusat-

    pusat pelayanan, kawasan industri dan fasilitas pendukungnya, kawasan

    permukiman (permukiman murni, campuran dan perumahan), perkantoran,

    bangunan kesehatan, pendidikan, olah raga, keagamaan, kebudayaan dan

    kesenian, kuburan, pertahanan dan keamanan. Rencana tata lingkungan kawasan

    ruang terbuka hijau kota (RTHK) terdiri atas kawasan non budidaya, dan kawasan

    budidaya.

    4.1.3 Peraturan Walikota no 42 tahun 2007

    Masuknya condotel di Bali pada awal tahun 2006, sebagai akomodasi

    pariwisata khususnya di Kota Denpasar. Menjadikan pemerintah lebih ketat dalam

    standar pembangunannya, karena condotel setiapunitnyamerupakan

    investasijangka panjang. Namun semakin pesatnya pembangunan akomodasi

    pariwisata serta untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan bagi

    pengadaan bangunan guna meningkatkan lingkungan hidup sekitar Kota Denpasar

    yang memiliki penduduk padat dengan lahan yang sangat terbatas.Di buatlah

    suatu kebijakan pembangunan yang lebih di arahkan kepada bangunan bertingkat

    khususnya condotel.

  • 39

    Menurut undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75) yaitu terkait

    dengan pembangunan berorientasi transit atau Transit Oriented Development,

    yang merupakan kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungisional kota dengan

    fungsi penghubung lokal dan antar lokal. Mengingat beberapa aturan Kota

    Denpasar yakni (Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 1999) tentang

    RTRW Kota Denpasar agar dapat mewujudkan satu kesatuan tata lingkungan

    yang dinamis dan dapat mengantisipasi tuntutan pembangunan dengan tanpa

    mengabaikan keserasian pembangunan antar wilayah atau kota. Seperti apa yang

    telah di arahkan pada (Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 4 Tahun 1996)

    tentang RTRW Propinsi Bali. Kedua, tetap mengarah kepada pelestarian

    lingkungan sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana, yang berintikan unsur-unsur

    keseimbangan antar manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan

    manusia dengan alam lingkungannya.

    Adapun, RTRW kota Denpasar dibuat dengan mewujudkan pola

    pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak

    mengorbankan aspek kelestarian kondisi sumber daya alam dan lingkungan

    hidup. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi, sektoral maupun

    dinas lingkungan pemerintah daerah yang terkait di dalam pembangunan

    berpotensi daerah pengembangan kegiatan sosial ekonomi, serta pengaturan

    sistem, pergerakan dan koordinasi pengembangannya baik dalam penentuan

    program, pendanaan, dalam peringatan peraturannya. Menetapkan lokasi

    investasi yang dilaksanakan pemerintah daerah dan masyarakat di daerah dengan

  • 40

    menyusun rencana rinci tata ruang di daerah serta pelaksaan pembangunan dalam

    pemanfaatan ruang bagi pembangunan dan merupakan dasar dalam

    mengeluarkan perizinan lokasi pembangunan.

    4.1.4 Pengertian Condotel

    Condominium hotel atau lebih sering di singkat condotel merupakan

    gabungan dari dua istilah yaitu condominiumdanhotel.Condominiumberasal

    dari bahasa Inggris, yakni condominium.Merupakan gabungan dari kata Latin

    "con" yang artinya bersama atau bergabung dan "dominium" yang berarti

    bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi

    dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional.Dimana masing-

    masing unit dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat

    hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah

    bersama.Diatur dalam UU No.16 tahun 1985, LN No.7 tahun 1988, TLN No.

    3371.Ps. 1 ayat 1.

    Hotel merupakan suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan

    beberapa fasilitas kamar tidur, dan fasilitas tambahan yangmenyediakan makanan

    maupun minuman kepada wisatawan dengan ketentuan biaya yang telah di

    sepakati antara pihak yang terlibat.Grolier Electronic Publishing Inc (1995),

    mengemukakan bahwa hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat

    menginap, makanan, dan pelayanan-pelayanan lain untuk umum. Dalam hal ini

    hotel memilih domisilinya di tempat-tempat yang memiliki potensi pariwisata

    untuk dikunjungi.

  • 41

    Awal mulanya muncul konsep dan model dari usaha Condotel yaitu pada

    awal tahun 1980 di Miami, Amerika Serikat dan Fort Lauderdale.Seiring

    berjalannya waktu konsep condotelmulai menyebar ke Las Vegas, Chicago, New

    York, Dubai, dan lain-lain.Pada tahun 1990 konsep condotel ini banyak diikuti

    oleh beberapa negara di dunia, salah satunya di Indonesia.Condotel mulai masuk

    ke negara Indonesia pada tahun 2000, seiring dengan perkembangan vilatel (villa

    hotel).Di Bali condotel masuk pada awal tahun 2006 dan pembangunannya

    berkembang pesat dan memuncak pada tahun 2008 hingga saat

    ini(kompas.com).Terutama di daerah perkotaan yaitu Denpasar, dapat dilihat

    melalui pertumbuhan akomodasi pariwisata terutama condotel.Investor asing

    maupun lokal banyak yang melirik condotel sebagai investasi jangka panjang.

    4.1.5 Alur Untuk Mendapatkan Syarat pendirian Condotel

    Adapun alur yang harus dipenuhi oleh para investor untuk mendapatkan

    standar dari pendirian bangunan condotel yaitu :

    1. Investor harus mengurus Prinsip Usaha Pariwisata hotel

    berbintang - condotel, yang harus dioperasionalkan sebagai

    hotel berbintang. Dan pengurusan prinsip usaha tersebut

    bertempat di Dinas Pariwisata

    2. Investor juga mengurus surat Prinsip Membangun secara teknis

    di Dinas Perizinan atau dapat mengurusnya di Dinas Tata

    Ruang.

    3. Investor wajib mengurus Dokumen Amdal berupa analisa

    dampak lingkungam, upaya pengelolaan lingkungan, luas

  • 42

    besaran tanah yang akan dibangun, dan peruntukan atau

    mencocokan apakah lahan tersebut dapat didirikan bangunan

    condotel. Investor dapat mengurus Dokumen Amdal di Dinas

    Tata Ruang atau Badan Lingkungan Hidup.

    4. Setelah berurusan dengan Dinas Tata Ruang, investor dapat

    mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas

    Perizinan.

    5. Surat izin usaha dan izin gangguan merupakan hal penting

    yang harus terlampir di dalam permohonan syarat pendirian

    condotel yang dapat diurus di Dinas Perizinan.

    6. Fungsi bangunan yang akan didirikan harus jelas, maka

    investor harus memiliki surat izin penggunaan fungsi bangunan

    yang akan dikeluarkan oleh Dinas Perizinan.

    7. Izin Usaha atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)

    merupakan syarat akhir untuk mendapatkan syarat standar

    pendirian condotel yang harus didapatkan di Dinas Pariwisata.

    4.2 Temuan/Hasil Analisa

    Adapun temuan atau hasil penelitian yang peneliti temukan dalam

    Implementasi dari Kebijakan Pemerintah kota Terhadap Standarisasi Pendirian

    Condominium Hotel mengacu kepada teoriEdward IIIyang terdiri dariempat

    indikator yaitu :

    1. Komunikasi

  • 43

    Komunikasi yang baik antar pegawai dalam pengawasan pendirian

    condotel, di dalam penyaluran komunikasi yang baik akan

    menghasilkan suatu implementasi yang baik juga. Penulis menemukan

    beberapa permasalahan komunikasi dalam implementasi kebijakan

    pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel. Seringkali

    yang terjadi dalam penyaluran komunikasi ialah adanya salah

    pengertian atau kesalah pahaman dari suatu hal dikarenakan

    komunikasi telah melalui beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa

    yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Kejelasan komunikasi

    yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak

    membingungkan.

    Pengurusan izin terkait standarisasi pendirian condotel tidak

    mudah. Perlu meluangkan waktu lebih karena urusan perizinan

    tidakhanya sekali, dua kali berkunjung ke dinas perizinan terutama

    dalam pengurusan berkasnya. Seperti pernyataan Bapak Anak Agung

    Ngurah Surya Saputra,SH, Dinas Pariwisata Kota Denpasar :

    Tidak mudah untuk mengurus izin pendirian apapun itu termasuk

    condotel, karena khusus condotel kami memiliki kawasan eksekutif

    yang dilarang untuk didirikan bangunan condotel. Kami tidak

    langsung memberikan berkas-berkas atau syarat pendirian namun,

    kami mengarahkan untuk memenuhi syarat izin usaha terlebih

    dahulu dibeberapa dinas yang bersangkutan sebelum berurusan

    dengan standar pendirian bangunannya. Jadi pengurusan izin ini

    memakan waktu yang lumayan lama dan tidak cepat untuk

    mendapatkan semua yang berurusan dengan izin

    pendirian.Investorpun harus bersedia bolak-balik beberapa kali

    untuk mengurus izin dan lainnya.

    ( hasil wawancara, 8 Juni 2015)

  • 44

    Di dalam penegakan implementasi, transmisi

    penyalurankomunikasi yang baik sangat diperlukan.Terutama

    penyaluran komunikasi internal antara staff dan staff yang terlibat

    sebagai implementator. Mereka harus mengetahui kebijakan yang

    dimaksud dan apa isi dari kebijakan tersebut. Saat ini condotel yang

    baru terdaftar di Kota Denpasar hanya satu condotel saja yaitu Aston

    Gatot Subroto. Menurut Ibu Luh Gede Tirtawati, Dinas Pariwisata

    Kota Denpasar :

    Untuk condotel yang baru terdaftar di Denpasar hanya satu yaitu

    Aston Gatot Subroto.Jadi kami tidak memiliki catatan berupa

    angka yang menyebutkan berapa jumlah condotel di Kota

    Denpasar.Di sini banyak terdaftar sebagai hotel berbintang saja

    jadi per kelasnya kami memiliki catatannya dan Badan Pusat

    Statistika (BPS) juga memilikinya.Karena hanya itu saja condotel

    yang baru terdaftar jadi nama condotel tersebut sudah di luar

    kepala saya.

    (hasil wawancara, 9 Juni 2015).

    Namun sesuai bukti di atas kertas terdapat tiga PT yang telah

    terdaftar sebagai condotel, Anak Agung Ngurah Surya Saputra, SH

    memberikan pendapat serta bukti arsip ysng dimiliki oleh Dinas

    Perizinan Kota Denpasar :

    Yang terdaftar untuk condotel saat ini sudah ada tiga PT, di Gatot

    Subroto yaitu Hotel Aston, PT. Binakarya Cipta Sarana terdapat di

    daerah Hangtuah,Sanur dan satu lagi PT. Bali Mitra Wisatama

    terdapat di Jalan Pura Mertasari, Pemogan. Sisanya hanya terdaftar

    sebagai hotel berbintang.

    (hasil wawancara, 8 Juni 2015).

    Disini terlihat bahwa tidak selarasnya komunikasi antara Dinas

  • 45

    Pariwisata dengan Dinas Perizinan yang masih berhubungan dan satu

    atap.

    Penyaluran komunikasi eksternal yang melibatkan staff dan

    investor tidak berjalan sesuai dengan harapan pembuat kebijakan.Hal

    ini dapat kita lihat bahwa kurangnya sosialisasi staff dengan para

    investor terkait tentang Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun

    2007.Mengakibatkan investor mendaftarkan izin ke hotel berbintang

    yang lebih umum diketahui. Tidak dipungkiri bahwa kehadiran

    Peraturan Walikota terkait bangunan condotel kurang diketahui oleh

    beberapa investor condotel, seperti pernyataan A.A. Trisna

    Anantasika, salah satu investor Hotel Aston Gatot Subroto :

    Saya mengetahui penjualan unit condotel dari media komunikasi

    antar masyarakat, kebetulan saya ditawari oleh suatu PT. untuk

    investasi unit kamar disebuah hotel yang bernama Aston.Setelah

    saya pelajari peluang bisnis tersebut dan dengan perjanjian yang

    tentunya sangat menguntungkan, saya mencoba investasi tersebut.

    Saya tidak tahu bahwa ada Peraturan Walikota yang mengatur

    khusus condotel, saya pikir condotel maupun hotel berbintang

    sama saja.Jarang rasanya orang menyebutkan condotel jadi

    terdengar asing di telinga saya.

    (hasil wawancara, 14 Juni 2015)

    Tidak hanya investor bahkan masyarakat awam seperti, Ibu Harry

    Wijaya selaku pengunjung Dinas Perizinan Kota Denpasar yang

    sedang mengurus izin pendirian suatu usaha tidak mengetahui tentang

    keberadaan Peraturan Walikota yang membahas khusus tentang

    pendirian dan apa itu condotel. Berikut pernyataan Ibu Harry Wijaya :

  • 46

    Peraturan Walikota khusus bangunan condotel, saya kurang tahu

    bahkan baru mengetahuinya.Saya mengetahui mungkin yang

    umum seperti hotel berbintang saja. Condotel itu apa saya juga

    kurang tahu dan kurang paham. Menurut saya semua sama saja

    seperti city hotel tidak ada yang perbedaan khusunya.

    (hasil wawancara, 15 Juni 2015)

    Kejelasan komunikasi antar staff yang harus jelas.Hal ini berperan

    penting dalam melaksanakan atau mengimplementasikan suatu

    kebijakan agar mendapatkan informasi yang jelas, mudah dipahami

    dan untuk menghindari kesalahan dari pelaksanaan

    kebijakan.Informasi yang kurang jelas dari pelaksana kebijakan

    menyebabkan terjadi kesalahan pendaftaran izin pendirian

    condotel.Rata-rata yang mendaftarkan diri sebagai hotel berbintang

    beraktivitas layaknya condotel dan menjual unit kamarnya di media

    massa. Anak Agung Ngurah Surya Saputra,SH berpendapat:

    Kami kurang tahu tentang hotel berbintang yang di dalamnya

    beraktivitas seperti condotel.Karena para investor mendaftarkan

    dan menyatakan langsung jika mereka ingin mendirikan hotel

    berbintang. Dan tugas kami memberikan syarat-syarat dan menguji

    apakah sudah sesuai dengan ketentuan standar pendirian hotel

    berbintang sesuai kelas yang mereka inginkan, yang terpenting

    mereka telah memiliki izin usaha hotel berbintang karena condotel

    juga harus memiliki izin usaha hotel berbintang, karena setiap

    condotel memiliki bintangnya masing-masing sesuai dengan

    standar dan fasilitas yang mereka miliki.

    (hasil wawancara, 15 Juni 2015)

    Sependapat dengan Bapak A. A. Ngurah Surya Saputra, SH, Ibu Ni

    Luh Gede Tirtawati selaku Kepala Seksi Akomodasi Dinas Pariwisata

    Kota Denpasar, juga berpendapat :

  • 47

    Sebenarnya yang terpenting mereka telah memiliki izin usaha

    hotel berbintang.Jadi saat ada pemriksaan atau sidak sewaktu-

    waktu merka tidak mendapatkan masalah.Perkara di dalamnya

    mereka beraktivitas selaku condotel yang menjual unitnya, kita

    belum bisa banyak bicara.Jadi selama mereka memegang izin hotel

    berbintang dan beraktivitas selaku condotel menurut saya itu tidak

    masalah, dan bukan urusan kami karena kami memiliki SOP

    masing-masing.

    (hasil wawancara, 15 Juni 2015)

    Salah satu Investor Fave Hotel yang sekarang berubah nama

    menjadi Lifestyle Hotel, A.A. Ngurah Bagus Aryana menyatakan

    bahwa beliau tidak mengetahui hotel yang menjadi investasinya belum

    memiliki izin condotel dan terdaftar sebagai hotel berbintang, berikut

    pernyataannya :

    Saya mengetahui penjualan unit kamar condotel ini dari media

    massa, tentu banyak orang yang membaca media massa berupa

    surat kabar.Saya bahkan tidak tahu condotel yang telah saya

    investasikan ini belum memiliki izin pendirian condotel.Karena

    saya tahu dari surat kabar jadi saya pikir izin yang dimiliki sudah

    lengkap hingga berani mengiklankan di media massa.

    (hasil wawancara 16 Juni 2015)

    Konsistensi perintah yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan

    haruslah konsisten dan jelas. Apabila perintah yang diberikan sering

    berubah makaakan menyebabkan kebingungan bagi pelaksana

    kebijakan. Adanya aturan pelanggaran yang mengatur tentang condotel

    mestinya dapat menertibkan pembangunan condotel.Namun sesuai

    hasil pengamatan peneliti, kurangnya konsistensi dalam standar

    pendirian condotel terutama dalam luas lahan yang diterapkan dalam

  • 48

    pelaksana kebijakan.Izin pendirian juga harus konsisten dengan

    aktivitas yang ada di dalam perusahaan tersebut.Secara tidak langsung

    pelaksana kebijakan harus mengetahui lebih lengkap tentang pendirian

    bangunan tersebut, dari luas tanah sampai izin pendirian yang harus di

    berikan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan bangunan.

    2. Sumberdaya

    Sumberdaya merupakan hal yang sangat utama di dalam

    implementasi kebijakan yakni staff atau orang yang melaksanakan

    suatu kegiatan guna untuk mengimplementasikan suatu

    kebijakan.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu dalam

    mengimplementasikan suatu kebijakan. Implementator harus

    mengetahui apa yang akan mereka lakukan disaat mereka di beri

    perintah untuk melakukan tindakan. Sumberdaya di sini dalam

    pengimplementasian kebijakan terkait standarisasi pendirian condotel

    menurut Peraturan Walikota Denpasar nomor 42 tahun 2007.

    Kapabilitas staff sangat diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan.

    Latar belakang pendidikan staff merupakan hal yang penting dalam

    mengukur sejauh mana mereka menguasai bidangnya masing-

    masing.Namun dalam pelaksanaan Peraturan Walikota hal tersebut

    tidak begitu terlihat mengganggu.Tidak semua staff memiliki latar

    belakang pendidikan yang baik dan memegang jabatan penting, seperti

    pernyataan Ibu Ni Luh Gede Tirtawati:

  • 49

    Saya sudah lama berkerja di Dinas Pariwisata ini bahkan sudah

    mau pensiun, rekan saya sudah dipindah tugaskan dulu yang

    bertugas di Dinas Pariwisata Kota Denpasar sekarang bisa bertugas

    di Dinas Perizinan. Jadi mereka belajar menyesuaikan diri lagi dan

    berusaha mengerti tentang apa yang belum mereka ketahui pada

    dasarnya karena bidang mereka bukan di sana. Karena saya sudah

    lama berkerja di sini saya diangkat menjadi Kepala Seksi

    Akomodasi di Dinas Pariwisata walaupun dari segi pendidikan

    saya dikatakan biasa saja, standar tidak ada gelar.Mungkin karena

    pengalaman saya yang sudah lama berkerja di sini saya dipercaya

    memimpin Seksi Akomodasi.Beberapa rekan saya juga memiliki

    hal serupa seperti saya dan mereka tetap bisa melaksanakan

    pekerjaanya dengan baik.Terpenting mau mencoba dan belajar jika

    sewaktu-waktu dipindah tugaskan atau dipercayai untuk

    memegang suatu jabatan yang penting.

    (hasil wawancara, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 9 Juni 2015)

    Pemahaman teknologi merupakan hal yang wajib di pelajari untuk

    mempermudah melaksanakan proses implemetasi. Perkembangan

    teknologi sangat membantu dalam menjalankan suatu

    kebijakan.Sumber Daya Manusia yakni staff dalam kebijakan ini

    baiknya mengerti teknologi agar mempermudah kinerja dalam

    menyimpan data dan pelaksanaan kebijakan.Dalam hal teknologi para

    pelaksana kebijakan rata-rata telah mengetahui dasar penggunaan

    teknologi. Peneliti melihat tersedianya komputer dan alat elektronik

    lain yang tersedia di tiap ruangan guna membantu dan mempermudah

    staff dalam melaksanakan tugasnya.

    Segala aturan yang tertuang di dalam Peraturan Walikota Nomor

    42 tahun 2007 tentunya harus dipahami oleh para staff.Agar tidak

    terjadi kesalahan pemberian informasi terhadap pihak yang menjadi

    sasaran. Sedangkan yang terjadi para staff tidak semua mengerti

  • 50

    tentang peraturan Nomor 42 Tahun 2007, bahkan adastaff yang tidak

    mengetahui tentang aturan khusus condotel ini, bagian informasi Dinas

    Pariwisata Kota Denpasar mengungkapkan bahwa:

    Peraturan Walikota tentang standar pendirian condotel sudah

    tidak ada.Dulu ada, tetapi sekarang sudah tidak ada bahkan tidak

    ada yang mendaftarkan izin pendirian condotel lagi, mungkin di

    jadikan satu dengan izin pendirian hotel berbintang.

    (hasil wawancara, 9 Juni 2015).

    Permasalahan yang peneliti dapatkan ialah sumberdaya manusia

    yang ada terkesan tidak peduli terhadap penerapan kebijakan yang

    telah dikeluarkan.Pelaksana kebijakan yang berperan disini kurang

    tegas dalam pengimplementasian kebijakan terkait dengan standarisasi

    pendirian condotel.Tercatat hanya tigaPT yang terdaftar sebagai

    condotel di Kota Denpasar (Dinas Perizinan Kota Denpasar, 16 Juni

    2015).

    Namun realitanya baik itu di media massa maupun dikalangan

    masyarakat luas mengetahui bahwa beberapa hotel berbintang di Kota

    Denpasar bertindak selayaknya condotel. Hal tersebut tercermin dari

    beberapa hotel berbintang yang menjual unit kamarnya diberbagai

    media massa, dan komunikasi antar masyarakat tetapi menurut Ibu Ni

    Luh Gede Tirtawati:

    Menurut saya bagi bangunan hotel berbintang yang memiliki izin

    pendirian hotel berbintang dan beraktivitas layaknya

    condotel.Tidak masalah, yang penting mereka telah memiliki izin

    pendirian hotel berbintang.Jika di dalam hotel tersebut

    beraktivitas seperti condotel yang unit kamarnya di perjual-

  • 51

    belikan itu urusan investor dengan PT. yang bersangkutan tidak

    ada urusannya lagi dengan kami.

    (hasil wawancara, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 20 Juni 2015)

    Dalam hal ini, peneliti menyoroti para pelaksana kebijakan dan

    dinas yang bersangkutan sebagai sumberdaya tidak tegas atau terkesan

    kurang peduli dengan pelanggaran kebijakan. Meskipun para staff

    mengetahui hal tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang tegas

    untuk penegakannya.Berdasarkan Peraturan Walikota Denpasar sudah

    jelas membedakan standar pendirian hotel berbintang dan

    Condominium hotel.

    3. Disposisi

    Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau

    karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran,

    sifat demokratis. Dalam hal ini peneliti melihat kinerja oknum yang

    terlibat dalam implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap

    standarisasi pendirian condotel di kota Denpasar.

    Para staff yang terlibat dalam pengimplementasiannya tidak semua

    berkerja mengikuti prosedur kebijakan.Ada beberapa staff yang kurang

    demokratis, sehingga jika ada yang ingin mendirikan condotel harus

    mengikuti prosedur dengan dengan ketat.Sebenarnyahal ini baik untuk

    diterapkan dan dicontoh, sehingga untuk standarisasi pendirian

    condotel harus sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh

    pemerintah.

  • 52

    Ada juga yang terkesan kurang peduli dalam

    pengimplementasiankebijakan pemerintah terkait dengan standarisasi

    pendirian condotel, sehingga lebih mudah bagi para investor untuk

    mendirikan condotel tanpa harus mengikuti prosedur yang ada.Hal ini

    disebabkan ada hubungan yang baik antara pelaksana kebijakan

    pemerintah dengan investor dan menyebabkan tidak tegasnya atau

    tidak efektifnya kebijakan untuk condotel karena pelanggaran tersebut

    menurut A.A. Ngurah Surya Saputra, SH:

    Di dalam Dinas Perizinan ini terdapat banyak kepala dan

    banyak pemikiran maupun persepsi.Tidak semua orang

    memiliki sikap tegas, jujur dan bersikap demokratis yang satu

    visi dan misi terhadap kebijakan ini.Ada yang hanya sekedar

    berkerja dan menjalankan tugasnya saja, ada juga yang benar-

    benar menginginkan perubahan di Kota Denpasar yang mulai

    penuh dengan pembangunan dan memiliki tujuan yang sama

    dengan pembuat kebijakan. Jadi sikap mereka dalam

    menghadapi investor yang ingin mendaftarkan izin berbeda-

    beda.Ada yang ketat dan tegas terhadap pemberian izin bahkan

    terlalu mendetail sehingga membuat beberapa investor yang

    ingin mendaftarkan izin bolak balik terus menerus. Walaupun

    investor yang ingin mengurus izin merupakan sanak saudaranya,

    staff tersebut hanya memudahkan dengan mengingatkan syarat

    apa saja yang harus dipenuhi. Namun ada juga staff yang

    memiliki hubungan baik dengan investor seperti sanak saudara,

    teman baik atau memiliki kepentingan tertentu lainnya tentu

    jarang memiliki sikap jujur atau tegas untuk

    mengimplementasikan kebijakan ini bahkan cenderung lebih

    memudahkan dan membantu investor untuk mendapatkan izin

    pendiriannya.

    (hasil wawancara, Dinas Perizinan Kota Denpasar, 11 Juni

    2015).

    Agar kebijakan yang di buat untuk mengatur standarisasi tidak sia-

    sia jika tidak di implementasikan oleh pelaksana kebijakan yang

  • 53

    berkaitan.Dibutuhkan staff yang memiliki satu tujuan dengan pembuat

    kebijakan agar semua kebijakan yang telah di buat dapat

    terimplementasikan dengan baik sesuai yang diinginkan oleh para

    pembuat kebijakan guna untuk menuju ke arah yang lebih baik.

    4. Struktur Birokrasi

    Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan

    memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

    kebijakan.Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur

    birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah membuatStandart

    Operating Procedures (SOP). Adapun SOP tersebut nantinya akan

    dijadikan pedoman bagi struktur birokrasi tersebut dalam bertindak.

    Dalam hal ini peneliti melihat SOP yang dikeluarkan berjalan

    dengan baik.Struktur birokrasinya pun berjalan sebagaimana mestinya,

    dalam Dinas Pariwisata dan Dinas Perizinan Kota Denpasar setiap

    bidang telah membagi wewenang masing-masing. Di dalam bidang

    memiliki kelompok masing-masing dan mengurus wewenang mereka

    masing-masing tidak mencampuri bidang-bidang lainnya dalam dinas

    tersebut.

    Namun terdapat kekurangan di bagian luar yang berinteraksi

    langsung dengan masyarakat umum.Hal ini dikarenakan kurangnya

    pembagian yang lebih khusus atau spesifikasi terkait dengan jenis-jenis

  • 54

    pendirian bangunan. Karena menurut Bapak Adi Wiryawan selaku

    pengunjung dinas Perizinan Kota Denpasar:

    Tidak semua staff mengetahui semua aturan atau syarat yang

    ingin kita tanyakan.Terkadang harus menunggu mereka

    berkonfirmasi kepada atasan ataupun rekannya.Mestinya mereka

    mengetahui minimal syarat pendirian untuk hotel berbintang, toko

    modern, villa.Akan tetapi sering di oper-oper untuk menanyakan

    sesuatu hal.

    (hasil wawancara, 11 Juni 2015)

    Minimnya pengetahuan setiap pelaksana kebijakan yang langsung

    berinteraksi dengan masyarakat umum mengenai kebijakan yang

    dikeluarkan menyebabkan sering di oper-opernya masyarakat yang

    ingin mengurus atau meneliti tentang condotel atau hal lain yang ingin

    diketahui.Sehingga dapat dikatakan dalam pengimplementasiannya,

    struktur birokrasi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat

    umum tidak berjalan atau berfungsi sebagaimana yang di harapkan.

    4.2.2 Kaitan Implementasi Standarisasi dengan Tata Ruang Tri Hita Karana

    Secara etimologis Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtera dan

    Karana artinya sebab, terdiri dari parhyangan (lingkungan spiritual), pawongan

    (lingkungan sosial) dan palemahan (lingkungan alamiah).Dalam arti luas Tri

    HitaKarana memiliki dapat diartikan sebagai tiga hubungan harmonis antara

    manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan

    lingkungan untuk mencapai keselamatan dan kedamaian alam semesta.Propinsi

    Bali dalam perkembangannya dipenuhi oleh pendatang dari luar, baik yang

  • 55

    menetap sebagai pemukim-pemukim liar sehingga menciptakan kesemrawutan

    dalam tata ruang dan mengakibatkan kumuhnya tatanan kota, maupun karena

    meningkatnya laju urbanisasi dan pariwisata yang berdampak pada tingginya

    kebutuhan dan pemakaian energi dan meningkatnya pencemaran yang terjadi.

    Dalam melihat hubungan Tri Hita Karana dalam perkembangan

    pariwisata di Bali, dapat dikatakan bahwa instansi atau pengelola pariwisata akan

    melakukan segala macam cara untuk mampu bertahan, mengembangkan

    usahanya ditengah ketatnya persaingan saat ini tanpa memperdulikan dampak

    yang akan dihasilkan dalam proses ini nantinya. Walaupun terkadang usahanya

    tergolong tidak sesuai dengan aturan yang ada. Timbulnya kesembrawutan,

    pencemaran alam lingkungan yang disebabkan oleh usahanya, ternodainya

    kesucian tempat suci dan lainnya merupakan sebuah hasil yang yang membawa

    dampak ke depan yang tidak menguntungkan bagi semua pihak, tetapi malah akan

    membawa kerugian untuk masa depannya. Disinilah KonsepTri Hita Karana ini

    memiliki peranan yang sangat vital untuk memberi kesadaran pada semua

    pengelola, investor atau orang yang terjun dibidang ini untuk memikirkan

    bagaimana menjaga keseimbangan antara usaha dengan alam lingkungan

    sekitarnya sehingga akan tercipta sebuah keharmonisan secara usaha dan budaya

    yang akan berjalan secara stabil.

    Implementasi yang bisa ditarik dariTri Hita Karana bagi

    pariwisata terutama standarisasi pendirian condotel saat ini adalah lebih

    memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan bagi alam sekitarnya tanpa

    melupakan Tuhan sebagai tonggak terpenting dalam usahanya.Hal ini secara nyata

  • 56

    dapat dilakukan dengan adanya sistem ramah lingkungan, dengan adanya

    pemeliharaan lingkungan sekala berkala, sehingga keasrian alam sekitar akan

    tetap terjaga, serta adanya timbal balik dan tukar pendapat antara pengelola

    dengan masyarakat sekitar dalam konteks lingkungan dan keamanan sehingga

    tercipta keharmonisan antara pengusaha dengan penduduk sekitar, dan juga

    dibangunnya dan dirawatnya sarana tempat suci yang akan membawa dampak

    secara rohani bagi anggota perusahaan dan juga masyarakat sekitar. Sehingga

    disini akan timbul suasana positif, antara pengelola, alam, masyarakat, dan juga

    tingkat spiritual yang terkadang dilupakan.

    4.2.3 Pendapat Investor mengenai Condotel

    Selama berlangsungnya penelitian ini penulis mendapati adanya beberapa

    komentar dari para investor terkait dengan banyaknya condotel yang muncul di

    denpasar.Aturan yang tidak tegas dari pemerintah terkait dengan standarisasi

    pendirian condotel(luas lahan) menjadi penyebab maraknya pendirian condotel di

    Denpasar.Semakin banyak condotel yang muncul maka semakin banyak pilihan

    bagi para wisatawan untuk menginap, selain itu banyaknya pilihan ini juga

    menyebabkan munculnya persaingan harga yang tidak sehat antar condotel. Setiap

    condotel berlomba-lomba perang tarif untuk menarik pelanggan yang tentunya

    dimana akanmempengaruhi biaya pengeluaran condotel yang menyebabkan

    penurunan terhadap kualitas condotel tersebut seperti yang diungkapkan Anak

    Agung Ngurah Aryana sebagai salah satu investor Fave/Lifestyle Hotel Teuku

    Umar:

  • 57

    Awal saya memiliki niat untuk berinvestasi unit kamar condotel karena

    saya melihat peluang bisnis yang terdapat di pusat Kota Denpasar

    khususnya daerah Teuku umar. Sewaktu itu saya mendapati informasi

    penjualan unit kamar hotel tersebut dari media massa surat kabar. Pada

    tahun 2008 dengan harga kurang lebih 325 juta rupiah dengan lama

    kepemilikan selama 30 (tiga puluh) tahun.Pada saat itu hotel berbintang

    yang berada di daerah teuku umar dapat dihitung jari termasuk condotel

    tempat saya berinvestasi yaitu fave hotel, tidak seperti sekarang

    menjamur di mana-mana. Banyaknya pertumbuhan hotel-hotel maupun

    condotel menyebabkan persaingan tarif yang ketat sehingga pemasukan

    yang saya dapat juga mengalami hambatan dan tidak selancar dulu. Hal

    ini berdampak terhadap perusahaan, pemasukan yang sedikit, penjualan

    kamar condotel yang tidak mencapai target menyebabkan perusahaan

    harus menalangi dana yang dibagikan setiap bulannya terhadap masing-

    masing investor. Apabila terus menerus perusahaan menurunkan tarif

    kamar maka tidak lama lagi condotel ini akan mengalami gulung tikar.

    Sedangkan tidak seluruh investor telah kembali modalnya.Pendirian hotel

    dan condotel yang menjamur ini tidak memikirkan kerugian para investor

    yang terlibat di dalamnya.

    (hasil wawancara, 1 Juli 2015)

    Sependapat dengan Anak Agung Ngurah Aryana, Ibu A.A. Trisna

    Anantasika, investor Hotel Aston Gatot Subroto berpendapat:

    Jika condotel atau hotel berbintang terus didirikan maka modal yang

    investor tanamkan susah untuk kembali.Karena persaingan ketat antar

    condotel maupun hotel, sedangkan konsumen yang membutuhkan jasa

    penginapan tidak selalu meningkat.Awal berdirinya hotel Aston Gatot

    Subroto merupakan satu-satunya hotel yang memiliki fasilitas lengkap

    layaknya hotel berbintang di daerah Gatot Subroto. Mengetahui dari suatu

    PT. dan komunikasi antara masyarakat membuat saya berniat untuk

    membeli atau menginvestasikan dana saya dengan kamar condotel di hotel

    Aston tersebut pada tahun 2006. Dengan satu unit kamar seharga 285 juta

    rupiah saya membeli dua unit kamar sebagai investasi jangka panjang dan

    juga dapat di nikmati sewaktu-waktu selama seumur hidup. Namun pada

    tahun terakhir ini perusahaan mengalami masalah terhadap investor, dana

    yang seharusnya dibagikan setiap bulannya selalu mengalami masalah.

    Dan kami dapat menikmati fasilitas kamar dikarenakan hunian kamar

    tidak penuh seperti dulu.Bagi saya yang sudah kembali modal itu tidak

    masalah, namun bagi investor yang belum kembali modal merupakan

    suatu masalah.Rata-rata pasti memiliki pikiran bahwa terlalu banyak hotel

    berdiri namun jumlah pengguna jasa penginapan tidak selalu mengalami

  • 58

    peningkatan.Dan ternyata city hotel yang berdiri merupakan condotel yang

    unit kamarnya juga di perjual-belikan seperti Aston.

    (hasil wawancara, 4 Juli 2015)

    Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak tegasnya aturan yang dikeluarkan

    terkait dengan standarisasi pendirian condotel yang menyebabkan banyaknya

    hotel-hotel berdiri dan condotel yang berkedok hotel berbintang bermunculan di

    Denpasar menjadi hal yang paling dikomentari oleh para investor condotel, karena

    pemasukan yang mereka dapat menjadi berkurang di karenakan perang tarif.

    4.2.4 Dampak Negatif Pendirian Condotel

    Apabila pembangunan atau pendirian semakin marak dan tidak terkontrol

    di Kota Denpasar. Maka akan bermunculan beberapa dampak yang tentunya

    merugikan beberapa pihak dan lingkungan sekitar. Seperti yang kita ketahui

    beberapa hotel di Kota Denpasar merupakan condotel, Sedangkan ada beberapa

    lahan atau daerah yang di larang oleh pemerintah untuk di bangun condotel.