BAB 4 Akuntansi Murabahah
description
Transcript of BAB 4 Akuntansi Murabahah
Tugas Individu
Ringkasan Akuntansi Bank
DIBUAT OLEH
DOSEN PEMBIMBING :
STEI IQRA ANNISA UNIVERSITAS ABDURRABJURUSAN EKONOMI ISLAM
PEKANBARU-2011
AKUNTANSI MURABAHAH
1
4.1 PENGANTAR
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Sedangkan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (Himpunan Fatwa, Edisi
kedua, hal 311) yang dimaksud dengan murabahah adalah menual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam :
1. Murabahah tana pesanan artinya ada yang beli atau tidak, bank syariah
menyediakan barang dan
2. Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan
melakukan transaksi jual beli apabila ada yang pesan. Murabahah
berdasarkan dapat dikategorikan
Berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam :
a. Sifatnya mengikat, artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut
mengikat untuk dibeli olen nasabah sebagai pemesan.
b. Sifatnya tidak mengikat, artinya walaupun nasabah telah melakukan
pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli
barang tersebut.
Dalam Murabahah, rukun-rukunnya terdiri dari :
1. Ba’i = Penjual (pihak yang memiliki barang)
2. Msuytari = Pembeli (pihak yang akan membeli barang)
3. Mabi’ = Barang yag akan diperjualbelikan
4. Tsaman = Harga, dan
5. Ijab wabul = Pernyataan timbang terima
Syarat Murabahah (Syafi’i Antonio, Bank Syariah, hal 102) adalah :
1. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas dari riba
2
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentangn MURABAHAH
sebagaimaa tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
04/DSN-MUI/IV/2001 tertanggal 1 April 2000 (Himpunan Fatwa, Edisi
Kedua, hal 25-29) sebagai berikut :
Pertama : ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
1. Bank dan nasabah diperjualbelikan melaukan akd murabahah yang bebas
riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesanan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan
ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
hangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan murabahah kepada nasabah bank.
3
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang
atau asset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli Bank
kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat,
kemudian kedua belah pihak harus membuat jual beli.
3. Dalam jual beli ini bank diperblehkan meminta nasabah untuk membayar
uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
4. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biara riil bank
harus dibayar dari uang muka tersebut.
5. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh
bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
6. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka :
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjai milik bank maksimal
sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan
tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam merubah
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual
kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berkahir,
ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
3. Jika penjual barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap
harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
4
memperlambat pembayaran angusaran atau meminta keruhian itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundasan pembayaran dalam murabahah
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian hutangnya.
2. Jika nasababah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika
asalah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Bank Arbitrase Syariah setelah
tidak tercaai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : bangkrut dalam murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gaga l menyelesaikan
hutannya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali,
atau berdasarkan kesepakatan.
4.2 STANDAR AKUNTANSI
Dalam PSAK nomor 5 tentang Akuntansi Bank Syariah dijelaskan
beberapa pernyataan yang berkaitan dengan Akuntansi Murabahah adalah
sebagai berikut :
4.2.1 Bank Sebagai Penjual
1. Pada saat perolehan, aktiva yang diperoleh dengant ujuan untuk
dijual kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah
sebesar biaya perolehan (PSAK 59, Akuntansi Perbankan
Syariah, paragraf 61).
2. Pengukuran aktiva murabahah setelah perolehan adalah sebagai
berikut :
(a) Aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan
mengikat :
(i) dinilai sebesar biaya perolehan; dan
(ii) Jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak
atau kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui
sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva;
5
(b) Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah
pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal
melakukan transaksi, maka aktiva murabahah :
(i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih
yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; dan
Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian
(PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 62)
3. Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang
biaya perolehan aktiva murabahah. (PSAK 59, Akuntansi
Perbankan Syariah, paragraf 63).
4. Pada saat akad, piutang murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang
disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang
murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi,
yaitu jumlah piutang jatuh tempo dikurangi penyisihan piutang
diragukan. (PSAK 59, Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 64)
5. Keuntungan murabahah diakui :
(a) Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode
laporan keuangan yang sama; atau
(b) Selama peride akad secara proporsional, apabila akad
melampaui satu periode laporan keuangan (PSAK 59,
Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 65).
6. Potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu
metode berikut :
(a) Jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian,
bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan
murabahah; atau
(b) Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian bank
terlebih dulu menerima pelunasan piutang murabahah dari
nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan
6
kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan (PSAK 59,
Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 66).
7. Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan
kewajibannya sesuai dengan akad. Pada saat diterima, denda
diakui sebagai bagian dana sosial (PSAK 59, Akuntansi
Perbankan Syariah, paragraf 67).
8. Pengakuan dan pengukuran urbun 9uang muak) adalah sebagai
berikut :
(a) Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah
yang diterima bank pada saat diterima;
(b) Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urbun diakui
sebagai pembayaran piutang, dan
(c) Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urbun
dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan bank (PSAK 59,
Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 68)
4.3 PERLAKUAN AKUNTANSI DAN CONTOH KASUS
Untuk memberikan gambaran yang jelas transaksi murabahah ini dan
alur transaksinya dapat diberikan ulitrasi sebagai berikut :
4.3.1 Pengadaan barang (Assets/ Persediaan) Murabahah
Dalam kasus yang pertama, murabahah berdasarkan pesanan
bersifat mengikat, bank Islam tentu saja tidak akan memperoleh
7
harga jual yang lebih rendah dari paa harga pokok penjualannya,
karena hal tersebut akan menjadikan kerugian. Dalam hal kasus yang
kedua, murabahah berdasarkan pesanan/ nasabah untuk mengambil
pesanan pembelian, maka bank Islam akan menghadapi resiko, yaitu
tidak dapat menjual barang-barang tersebut seharga yang menutupi
kelebihan biaya (cost) yang dikeluarkan.
Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah
Nasional, dalam transaksi murabahah, barang yang diperjualbelikan
sudah mejadi milik bank, artinya bahwa bank telah mengetahui
harga sebenarnya barang tersebut, termasuk potongan yang diterima
dari pemasok, dan harga tersebut harus diberitahukan kepada
pembeli. Jika bank syariah hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah
harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank,
dengan kata lain bank syariah tidak diperkenankan untuk melakukan
akad murabahah tanpa ada barangnya, sehingga hal ini juga tidak
dapat dilakukan pembukuan.
Yang dilakukan dalam asset/ persediaan murabahah adalah
asset yang tujuannya untuk dijual kembali, sebesar harga
perolehannya.
Sehubungan transaksi murabahah ini, dalam PSAK 14 tentang
persediaan-persediaan dijelaskan bahwa yang dimaksud dalam
kegiatan usaha normal. Persediaan harus diukur berdasarkan biaya
atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendaj (the lower of cost
andnet realizable value). Sedangkan Biaya persediaan harus meliputi
semua biata pembelia, biaya konversi dan biaya-biaya lain yang
timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat ang siap
untuk dijual atau dipakai (present location and condition).
4.3.2 Potongan harga dari pemasok
Pada dasarnya jual beli bank dengan nasabah dilakukan setelah
diperoleh kepastian harga pokok barang tersebut, termasuk potongan
8
yang diperoleh dari pemasik, karena harga pokok ini harus
diberitahukan secara jujur kepada nasabah. Potongan pembelian dari
pemasik atas barang murabahah sebelum akad dilakukan diakui
sebagai pengurang biaya perolehan aktiva murabahah (pr 63).
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan berkaitan dengan
potongan harga yang diterima dari pemasok sebagaimana tertuang
alam Fatwa nomor 16/DSN-MUI/IX/200 tertanggal 16 September
2000 tentang Diskon Dalam Murabahah, yang mengatur ketentuan
bahwa jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat potongan
harga dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah potongan
harga; karena itu, potongan harga adalah hak nasabah. Dilihat dari
segi bank syariah bahwa potongan harga tersebut mengurangi harga
pokok barang yang akan diperjualbelikan.
4.3.3 Uang Muka (Urbun)
Uang muka dalam murabahah dimaksudkan untuk bukti
keseriusan dalam pembelian barang tersebut. Uang muka tersebut
dapat dilakukan oleh pembelian barang tersebut. Uang muka tersebut
dapat dilakukan oleh bank kepada supplier maupun uang muka yang
diterima bank dari pembeli. Berkenan dengan itu, dalam hal bank
menerima uang muka dari pembeli, dalam perlakuan akuntansinya
diatur sebagai berikut : (pr 68).
(a) Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah
yang diterima bank paa saat diterima.
(b) Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urbun diakui
sebagai pembayaran piutang, dan
(c) Jika barang batal dibeli nasabah, maka urbun dikembalikan
kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkan bank.
9
4.3.4 Harga Jual dan Keuntungan Murabahah
Menurut aturan Syari’ah, penyelesaian piutang Murabahah
berdasarkan Pesanan tidak boleh dihubungkan dengan penyelesaian
barang yang dijual, apakah hasilnya penjualan tersebut negatif atau
positif. Hal ini karena ketika penjualan diselesaikan, hak kepemiikan
berpindah kepada nasabah dan nasabah mula-mula mempunyai
kepemilikan terhadap piutang. Oleh karena itu, jika pemesanan/
nasabah segera menjual asset atau pada waktu sebelum tanggal jatuh
tempo piutangnya ke bank, meskipun harga yang diperolehnya dua
kali cepat (double the price), dia tidak wajib untuk menyelesaikan
utangnya, kecuali asset itu sendiri dijaminkan sebagai kolateral
untuk utang tersebut. Demikian pula bila nilai asset berkurang, tidak
dibenarkan adanya penundaan terhadap penyelesaian piutang yang
sudah jatuh tempo.
Ada beberapa altenatif yang telah dikaj dalam pengukuran
piutang Murabahah pada akhir periode laporan keuang, yaitu :
a. Piutang, Murabahah (Murabahah Receivable) harus diukur
setara dengan nilai kasnya.
b. Piutang Murabahah (Murabahah receivable) harus diukur pada
nilai buku (jumlah yang diminta dari nasabah pada akhir
periode), tidak ada cadangan yang dilakukan untuk piutang
ragu-ragu. Kerugian yang berasal dari tidak tertagihnya piutang
diakui pada waktu terjadinya dan setelah mengecek kepastian
tidak tertagihnya piutang tersebut.
c. Piutang Murabahah (Murabahah Receivable) harus diukur pada
nilai bukunya mengurangi cadangan untuk pitang ragu-ragu.
Bank Islam juga harus membuat cadangan umum untuk resiko-
resiko investasi untuk menutup piutang Murabahah yang gagal,
tetapi tidak akan diidentifikasi seperti itu sampai suatu waktu di
masa yang akan datang.
d. Piutang Murabahah harus diukur pada nilai bukunya
mengurangi cadangan untuk piutang ragu-ragu. Bank Islam juga
10
harus membuat cadangan umum untuk resiko-resiko investasi
untuk menutup piutang Murabahah yang gagal, tetapi tidak akan
diidentifikasi seperti itu sampai suatu waktu di masa yang akan
datang.
e. Piutang Murabahah harus diukur pada nilai ukunya dan bank
Islam menentukan metode penilaian, asalkan bank Islam
mengungkapkan metode tersebut di dalam kebijakan
akuntansinya.
Yang dipilih adalah alternatif pertama yaitu Piutang
Murabahah harus diukur pada akhir periode laporan keuangan pada
nilai setara kasnya, karena alternatif ini mengarah kepada aplikasi
konsep keyakinan yang memadai dan konsep matching pendapatan
dengan biaya-biaya.
Berkaitan dengan keuntungan murabahah ada beberaan
penelaan terhadap pengakuan keuntungan ada beberapa penelaan
terhadap pengakuan keuntungan penjualan dengan pembayaran
tangguh yang dilakukan dalam periode laporan keuangan sekarang
serta jumlah pembayarannya yang dilakukan satu kali dalam masa
periode laporan keuangan yang akand atang penelaan tersebut
adalah:
a. Pengakuan keuntungan pada waktu penjualan sehingga
dampaknya tersermin pada periode laporan keuangan sekarang.
b. Pengakuan keuntungan pada waktu menerima uang tunai
sehingga dampaknya tercermin didalam periode laporan
keuangan yang akan datang.
c. Mengalokasikan keuntungan pada periode laporan keuangan
transaksi.
Dalam transaksi murabahah, pembayaran barang dapat
dilakukan secara tunai dan dapat dilakukan dengan cara tunda/
tangguh atau mengangsur. Pembayaran harga jual barang yang
dilakukan dengan cara tangguh/ tunda tersebut yang dibukukan pada
perkiraan “Piutang Murabahah”.
11
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar
nilai perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pada
akhir periode, piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang
di realisasikan sedangkan keuntungan yang ditangguhkan disajikan
sebagai pos lawan piutang murabahah.
4.3.5 Pembayaran Angsuran Murabahah
Cara pembayaran transaksi murabahah dapat dilakukan dengan
cara tunai maupun dengan cara angsuran, sesuai kesepakatan yang
dilakukan antara bank syariah dengan pembeli.
Bank Syariah harus membedakan pendapatan yang masih
dalam pengakuan saja (accrual basis) dan pendapatan yang lebih
terjadi aliran kas masuk (cash basis).
Pembayaran angsuran transaksi murabahah tidak selamanya
dilakukan secara kas atau ada aliran kas masuk, dan tidak jarang
pada tanggal jatuh tempo angsuran sampai dengan tutup buku
bulanan bank syariah, nasabah tidak melakukan pembayaran
angsuran.
4.3.6 Perubahan Kolektibilitas Murabahah
Apabila terjadi perubahan kolektibilitas dari performing ke non
performing, maka sisa saldo hutang nasabah harus dipindahkan dari
perkiraan Piutang Murabahah ke perkiraan Murabahah jatuh tempo.
Begitu juga margin yang belum diterima dari perkiraan margin
murabahah ditangguhkan keperkiraan margin murabahah
ditangguhkan jatuh tempo.
4.3.7 Pembayaran Pelunasan Awal
Dalam administrasi bank syariah, piutang murabahah
mengandung unsur harga pokok barang ditambah unsur marhin
murabahah yang belum direalisasi, piutang murabahah adalah
kewajiban dari pembeli untuk melakukan pembayaran.
12
Pada dasarnya yang menjadi kewajiban dari nasabah adalah
sebesar saldo piutang yang belum dibayar dan bank syariah dapat
memberikan potongan pelunasan (musqasah) kepada nasabah yang
melakukan pembayaran pelunasan awal tersebut. Besarnya potongan
pembayaran pelunasan awal adalah hak bank syariah, sehingga
besarnya tidak harus sama dengan marhin murabahah yang belum
direalisasikan.
Dalam PSAK nomor 59 tentang Akuntansi Bank Syarian, pada
butir6 dijelaskan bahwa potongan pelunasan dini diakui dengan
mengguankan salah satu metode berikut :
(a) Jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian
bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan
murabahah.
(b) Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian,
bank terlebih dulu menerima pelunasan piutang
pmurabahah dari nasabah, kemudian ban membayar
potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi
keuntungan murabahah.
4.3.8 Denda Murabahah
Jika nasabah yang berutang dianggap tidak mampu melunasi
uang dan gagal menyelesaikan utangnya, maka bank harus menunda
penagihan utang sampai dia menjadi mampu melunasinya. Seorang
yang mampu melunasi utang dilarang menunda penyelesaian
utangnya. Tetapi, jima pemesan pembelian menunda pembayaran,
pembeli bisa mengambil salah satu dari tindakan yang berikut ini :
1. Mengambil langkah-langkah kriminal yang perlu terhadap
seorang pemesan yang mengeluarkan cek yang tidak/
berare securities untuk jumlah utang, jika membuat
instrumen yang tidak sah dilarang oleh hukum.
13
2. Mengambil langkah-langkah sipil yang diperlukan utnuk
memperoleh kembali utang dan mengklaim kerugian
keuangan yang benar terjadi akibat penundaan tersebut.
3. mengambil langkah-langkah sipil yang perlu untuk
memulihkan kerugian akibat hilangnya peluang karena
penundaan. Ini merupakan pandangan dari sebagian
Fuqoha modern.
4.3 PENGUNGKAPAN TRANSAKSI MURABAHAH
Dalam catatan laporan keuangan Bank Syariah mengungkapkan harus
saldo transaksi murabahah berdasarkan sifatnya, baik berupa pesanan
mengikat maupun tidak mengikat.
Semua perkiraan yang berkaitan dengan transaksi murabahah tersebut
dapat tergambar pada posisi neraca sebagai berikut :
Sedangkan Laporan Rugi bank Syariah dalam transaksi Murabahah ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
14
NERACA
Aktiva Per, 31 Agustus 2001
Uraian Jumlah
LAPORAN LABA RUGI
Aktiva Periode 1 Januari s/d 31 Desember 2001 Pasiva
Pendapatan Operasional Utama Bank Syariah
Pendapatan dari jual beli : 20.000
Murabahah xxxxx
Istisluna xxxxx xxxxx
Salam
Pendapatan dari bagi hasil
Mudharabahah
Musyarakah
xxxxx
xxxxx xxxxx
Pendapatan dari sewa xxxxx
Pendapatan operasi utama lainnya xxxxx
Hak pihak ketiga aas bagi hasil IIT
Pendapatan operasi lainnya (xxxxx)
Beban operasi lainnya
Beban umum dan administrasi (beban
muqasah)
Beban tenaga kerja
Dsb
7.500.000
Pendapatan non operasional (xxxxx)
Beban non operasional xxxxx
Dst. (xxxxx)
15