BAB 3_Metodologi Kegiatan

91
Pemanfaatan potensi energi terbarukan perlu ditingkatkan sehingga sumbangannya terhadap pemenuhan kebutuhan energi di masa depan dapat lebih berarti terutama untuk daerah perdesaan dan daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan distribusi energi listrik nasional. Salah satu sumber energi terbarukan yang potensial dikembangkan adalah tenaga air. Dalam pembangunan PLTMH untuk pelistrikan desa banyak faktor yang harus diperhatikan agar pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan tidak sia-sia. Faktor tersebut diantaranya didasarkan pada studi kelayakan teknis dan studi kelayakan sosial- ekonomi terhadap potensi alam dan sumber daya setempat. Keakuratan data hasil studi kelayakan akan menentukan keberhasilan pembangunan PLTMH. Setelah studi selesai dilakukan tahap selanjutnya adalah detail desain untuk bangunan sipil dan sistem elektro-mekanikal, sistem kontrol, serta sistem transmisi dan distribusi. Perancangan teknik harus dilakukan secara tepat akurat, dengan menerapkan teknologi yang telah teruji agar pembangkit listrik mempunyai kehandalan yang baik. Laporan Interim Studi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-1 METODOLOGI KEGIATAN

description

-

Transcript of BAB 3_Metodologi Kegiatan

Page 1: BAB 3_Metodologi Kegiatan

Pemanfaatan potensi energi terbarukan perlu ditingkatkan sehingga sumbangannya terhadap

pemenuhan kebutuhan energi di masa depan dapat lebih berarti terutama untuk daerah

perdesaan dan daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan distribusi energi listrik nasional.

Salah satu sumber energi terbarukan yang potensial dikembangkan adalah tenaga air.

Dalam pembangunan PLTMH untuk pelistrikan desa banyak faktor yang harus diperhatikan agar

pembangunan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan tidak sia-sia. Faktor tersebut

diantaranya didasarkan pada studi kelayakan teknis dan studi kelayakan sosial-ekonomi terhadap

potensi alam dan sumber daya setempat. Keakuratan data hasil studi kelayakan akan menentukan

keberhasilan pembangunan PLTMH. Setelah studi selesai dilakukan tahap selanjutnya adalah

detail desain untuk bangunan sipil dan sistem elektro-mekanikal, sistem kontrol, serta sistem

transmisi dan distribusi. Perancangan teknik harus dilakukan secara tepat akurat, dengan

menerapkan teknologi yang telah teruji agar pembangkit listrik mempunyai kehandalan yang baik.

Setelah tahapan-tahapan tersebut selesai dilakukan, manfaat dari PLTMH dapat dijadikan sebagai

salah satu faktor pemicu bagi pengembangan masyarakat setempat, maka teknologi PLTMH

beserta seluruh aspek sosial ekonominya perlu dipahami dengan baik oleh sumber daya lokal di

daerah. Dengan demikian perlu dilakukan alih teknologi dan transfer pengalaman berbagai aspek

yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengoperasian PLTMH.

3.1 Penentuan Kajian Dasar

A. Studi Karakteristik Kebutuhan Sistem

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-1

METODOLOGI KEGIATAN

Page 2: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Studi Kelayakan Pembangunan PLTMH melakukan Inventarisasi karakteristik

kebutuhan listrik perlu dilakukan sehingga studi yang dilaksanakan menjadi lebih

efektif dan efisien. Untuk mencapai sasaran studi yang diharapkan, antara lain akan

melakukan:

a. Pengkajian data kebutuhan akan kapasitas pasok (demand site assesment),

b. Pengkajian kemampuan dasar masukan untuk pembangkitan energi (Assesment

on petential generating input/supply side assesment),

c. Pengkajian/informasi data masukan terkait dengan standar pengoperasian unit

pembangkit,

d. Pengkajian komponen-komponen sistem pembangkit, dan

e. Pengkajian atas data-data primer lainnya.

B. Potensi Daya dan Pemilihan Jenis Turbin

Salah satu faktor Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro adalah kondisi topografi

dengan adanya beda tinggi muka air atau sering kita kenal dengan tersedianya tinggi

jatuh atau (Head).

Sistem pembangkit akan menghasilkan daya nyata yang lebih rendah dari pada

potensi daya teoritis yang tersedia. Perhitungan daya aktual yang bisa dibangkitkan

memerlukan masukan data besarnya debit dan tinggi jatuh dari hasil survei topografi.

3.2 Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan

Dalam menyiapkan rencana kegiatan akan dilakukan pendekatan teknis dan metodologi

pelaksanaan yang optimal, ekonomis, tepat guna dan solusinya dapat diandalkan. Oleh

karena itu dalam melaksanakan pekerjaan ini, pihak konsultan akan menyajikan

pendekatan teknis dan metodologi pelaksanaan dari masing-masing kegiatan yang dimulai

dari tahap awal hingga penyelesaian akhir pekerjaan. Lingkup pelaksanaan serta metode

yang digunakan di setiap tahapan digambarkan dalam gambar di bawah. Lingkup kegiatan

di atas akan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Sekunder,

b. Tahap Pelaksanaan Survei Lapangan,

c. Tahap Analisa Data,

d. Tahap Detail Desain,

e. Tahap Pelaporan.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-2

Page 3: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

3.3 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Sekunder

Pekerjaan persiapan ini meliputi penyelesaian administrasi, mobilisasi personil dan

peralatan, persiapan pekerjaan lapangan, dan pengumpulan data tahap awal.

1. Penyelesaian Administrasi

Masalah administrasi yang harus diselesaikan terutama meliputi administrasi kontrak

dan legalitas personil yang akan ditugaskan untuk melaksanakan pekerjaan ini, baik di

lingkungan intern konsultan maupun untuk berhubungan dengan pihak lain.

2. Mobilisasi Personil dan Peralatan

Bersamaan dengan penyelesaian administrasi, konsultan akan melakukan mobilisasi

personil dan peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan ini. Kemudian setelah semua

personil dimobilisir, dilakukan rapat koordinasi untuk menentukan langkah-langkah

guna penyelesaian pekerjaan ini agar didapatkan hasil kerja yang maksimal.

3. Persiapan Pekerjaan Lapangan

Selain persiapan-persiapan yang dilakukan di kantor, dilakukan juga persiapan di

lapangan. Persiapan pekerjaan lapangan ini meliputi penyiapan kantor di lokasi proyek

dan pekerjaan persiapan untuk survei-survei.

Sedangkan pekerjaan persiapan untuk survei meliputi pembuatan program kerja

(jadwal kerja lebih rinci) dan penugasan personil, pembuatan peta kerja, penyiapan

peralatan survei dan personil, penyiapan surat-surat ijin/surat keterangan, dan

pemeriksaan alat-alat survei.

Pengumpulan Data Sekunder bertujuan untuk mengumpulkan semua data yang ada (data

sekunder), yang berkaitan dengan kondisi fisik teknis, sosial ekonomi dan kebijaksanaan

pemerintah.

Ruang lingkup pekerjaan pengumpulan data sekunder ini adalah sebagai berikut:

1. Laporan Studi Terdahulu yang Terkait

Pekerjaan ini bersifat studi literatur yang komprehensif. Literatur yang digunakan

dalam studi ini harus mencakup berbagai sasaran teknis sehingga tidak terjadi

tumpang tindih data (Data Redundancy) dan tumpang tindih literatur (Overlap

Literacy).

2. Peta Terbaru

Peta digunakan sebagai salah satu acuan referensi dalam perencanaan khususnya

untuk hal-hal yang berkaitan dengan topografi dan geologi. Peta-peta yang

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-3

Page 4: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

dikumpulkan merupakan peta-peta keluaran terbaru dari instansi yang terkait, Peta

Topografi rupa bumi dari BAKOSURTANAL atau Direktorat Topografi.

3. Data Meteorologi

a. Pengukuran debit sungai sesaat

b. Peta stasiun hidrologi dan meteorologi terutama pada daerah aliran sungai dan

sekitarnya,

c. Data iklim seperti suhu udara, kelembaban udara, solar radiasi, kecepatan angin,

evaporasi dan lain sebagainya,

d. Data hujan pada semua stasiun hujan yang ada disekitar daerah aliran sungai. Data

tersebut meliputi data curah hujan jam-jaman (bila ada), harian maupun bulanan,

e. Data debit aliran pada semua stasiun duga muka air yang ada atau data debit jam-

jam, harian maupun bulanan,

Dalam perencanaan, kebutuhan data meteorologi adalah salah satu unsur yang sangat

penting terutama untuk menentukan layout rencana. Data meteorologi yang

digunakan sebaiknya merupakan hasil pengamatan dari stasiun yang terdekat sehingga

dapat dianggap mewakili kondisi di lokasi perencanaan. Data meteorologi yang

diperlukan adalah data iklim dan curah hujan stasiun terdekat.

4. Data Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Penunjang

Parameter sosial, ekonomi dan lingkungan menjadi sangat penting mengingat

keberadaan pembangkit tidak terlepas dari perkembangan lingkungan wilayah

sekitarnya.

Data-data yang diperlukan antara lain:

a. Data kependudukan (Demografi).

b. Data sarana dan prasarana pendukung wilayah yang ada.

c. Data fasilitas dan utilitas yang tersedia.

d. Data bahan bangunan/material dan upah.

e. Data dan keterangan dampak yang terjadi dari kerusakan yang ada.

5. Pengumpulan Data Kelistrikan

a. Rute dan kapasitas jaringan transmisi yang direncanakan,

b. Data kebutuhan listrik pada pusat-pusat beban (load centre),

c. Prakiraan demand forecast (bila ada), dan

d. Publikasi Buku Statistik Provinsi atau Kabupaten (Provinsi/Kabupaten dalam

angka).

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-4

Page 5: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Data tersebut dikumpulkan dari kantor pemerintah daerah setempat dan

instansi terkait lainnya.

6. Data Kebijakan/Peraturan Pemerintah

Perencanaan pengamanan muara dan pantai disekitarnya selalu terkait dengan

strategi perkembangan wilayah lokasi rencana pembangunan. Dengan demikian,

berbagai rekomendasi konsep pengamanan muara dan pantai disekitarnya yang akan

dilakukan diusahakan tidak menyimpang dari kebijakan-kebijakan yang telah ada

sebelumnya. Data-data yang diperlukan, yaitu:

a. Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).

b. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

c. Rencana strategi pengembangan pemerintah pusat/propinsi/ kabupaten/kota

dalam bidang kepantaian.

d. Peraturan-peraturan/kebijakan-kebijakan lain yang terkait.

3.4 Tahap Pelaksanaan Survei Lapangan

3.4.1 Survei Pendahuluan

Tujuan dari survei ini adalah untuk melakukan identifikasi awal guna mengetahui kondisi

dan permasalahan yang ada di daerah survei, dalam rangka penyiapan konsep dan

batasan pelaksanaan pekerjaan.

Ruang lingkup survei pendahuluan ini adalah sebagai berikut

1. Kunjungan lapangan untuk melihat kondisi lokasi studi.

2. Menghubungi instansi-instansi terkait di daerah sehubungan dengan program

pembangunan sektoral/regional dan perencanaan pengembangan wilayah (RUTR dan

RDTR) di lokasi studi.

3. Inventarisasi kondisi fisik dan permasalahan di lokasi studi.

4. Penentuan referensi pengukuran dan batas lokasi survei.

5. Survei Harga

Survei ini dilakukan terutama untuk mengumpulkan data dan informasi terbaru yang

diperlukan dalam angka menyusun prakiraan biaya pembangunan dan analisis ekonomi

pengembangan PLTMH Batu notok. beserta sistem jaringan kelistrikan di wilayah

tersebut.

Data dan informasi harga komponen pembangunan PLTMH yang perlu dikumpulkan

adalah:

a. Harga bahan bangunan yang berlaku di Kabupaten Murung Raya tahun 2007/2008

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-5

Page 6: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

b. Upah buruh/pekerja bangunan setempat

c. Biaya transportasi

d. Biaya operasi dan pemeliharan PLTMH

e. Rencana Tarif Listrik

Uraian untuk masing-masing informasi harga komponen pembangunan PLTMH adalah

sebagai berikut :

I. Harga Bahan Bangunan Lokal

Harga-harga yang diuraikan di sini berlaku untuk Kabupaten pada tahun

2007/2008. Pada daftar harga bahan bangunan dirincikan hanya pada bahan

bangunan utama saja. Untuk bahan-bahan seperti asesori rumah / gedung

(ornamen) tidak dicantumkan.

II. Upah Buruh / Pekerja Setempat

Upah buruh/pekerja setempat meliputi Kepala Tukang, Tukang Batu, Besi, Cat,

Operator alat berat, Teknisi sampai Sopir yang tergabung dalam manajemen

pelaksanaan proyek di Kabupaten Murung Raya Tahun 2007/2008.

III. Biaya Transportasi

Biaya transportasi yang akan dijadikan acuan untuk prakiraan biaya konstruksi

dibedakan menjadi 2 (dua) jalur, yaitu jalur darat dan jalur sungai.

IV. Biaya Operasi dan Pemeliharaan PLTMH

Biaya operasi dan pemeliharaan untuk PLTA Mikrofidro diambil dari data operasi

dan pemeliharaan PLTMH sejenis yang sudah lebih dahulu beroperasi.

V. Rencana Tarif Listrik

Tarif listrik untuk konsumen didasarkan pada komponen tarif dasar listrik (TDL)

skala PLTMH dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat dan kemampuan

masyarakat.

VI. Harga Peralatan Elektrik dan Mekanikal

Harga peralatan elektrik dan mekanikal tergantung dari peralatan mekanik

(turbin, generator, switchgear, dll) yang dipilih dan ditetapkan sebagai alat

penggerak PLTMH dan sistem jaringan kelistrikan maupun instrumen panel

kontrolnya.

Peralatan elektrikal dan mekanikal merupakan standar pabrikan yang sudah

dilengkapi spesikasi teknis maupun harganya sehingga dari pemilihan dan

penetapan jenis material elektrikal dan mekanikal yang digunakan untuk PLTMH

dapat diketahui besarnya biaya pengadaan barang tersebut.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-6

Page 7: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

3.4.2 Survei Topografi

Tujuan Survei topografi ini adalah memperoleh data lapangan sebagai gambaran bentuk

permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada.

Hasil dari survei ini kemudian disajikan dengan peta dasar dan peta kerja skala 1 : 5.000

dengan interval kontur 0,5 m.

Kegiatan yang akan dilakukan terdiri dari kegiatan:

a. Pemasangan Bech Mark (BM) dan patok kayu

b. Pengukuran poligon (kerangka dasar horizontal).

c. Pengukuran sipat datar (kerangka dasar vertikal).

d. Pengukuran situasi detail.

e. Perhitungan hasil pengukuran.

Secara garis besar, survei topografi yang dilakukan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

1. Pekerja Pengukuran

Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek terhadap

koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk pelaksanaan

(stake out) mudah dilakukan.

Data koordinat dan ketinggian titik triangulasi diperoleh dari jawatan Topografi

angkatan darat (JANTOP-AD) atau dari BAKOSURTANAL. Referensi ketinggian titik

triangulasi adalah permukaan laut rata-rata, sedangkan data koordinat triangulasi

berupa koordinat geografis lintang dan bujur dalam sistem koordinat UTM (Universal

Transverse Mercator) yang kemudian ditransformasi ke dalam sistem koordinat

Cartesian (x, y).

Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu titik pada

kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan berada dalam

satu sistem referensi yang sama. Apabila titik triangulasi tidak ada/berada jauh sekali

dari lokasi proyek, maka dapat digunakan titik referensi lokal.

Setelah dilakukan pengukuran pengikatan untuk menentukan titik awal proyek,

selanjutnya dilakukan pengukuran titik-titik kontrol, baik titik kontrol horizontal

maupun vertikal. Pengukuran titik-titik kontrol (control survey) adalah pekerjaan

pengukuran untuk pemasangan patok-patok yang kelak akan digunakan sebagai titik-

titik dasar dalam berbagai macam pekerjaan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan

untuk memperoleh hubungan posisi di antara titik-titik dasar disebut pengukuran titik-

titik kontrol dan hasilnya akan dipergunakan untuk pengukuran detail.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-7

Page 8: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

2. Orientasi Medan

Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah melakukan

orientasi medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Melacak letak dan kondisi existing BM (BM yang telah terpasang sebelumnya) dan

pilar beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai titik-titik kontrol pengukuran.

b. Meninjau dan mengamati kondisi sungai beserta keadaan daerah sekitarnya.

c. Melacak serta mengamati keadaan di dalam lokasi.

d. Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar lokasi.

e. Melakukan konsolidasi internal terhadap kesiapan personil, peralatan,

perlengkapan, material, serta logistik.

f. Melakukan konsultasi teknis serta meninjau lokasi secara bersama-sama dengan

Pengawas Lapangan.

3. Pemasangan BM (Bench Mark) dan Patok Kayu

BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM

akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat (x, y, z)

BM dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada

setiap pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk memudahkan

pemeriksaan.

Tata cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang terdekat.

Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark besar berukuran (20x20x100) cm dengan

jumlah BM sebanyak 2 buah. Bench Mark besar dipasang seperti berikut:

a. BM harus dipasang pada jarak setiap 2,5 km sepanjang jalur poligon utama atau

cabang. Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang kurang

lebih 50 cm (yang kelihatan di atas tanah kurang lebih 20 cm) ditempatkan pada

daerah yang lebih aman dan mudah dicari. Pembuatan tulangan dan cetakan BM

dilakukan di Base Camp. Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan.

Pembuatan skets lokasi BM untuk deskripsi. Pemotretan BM dalam posisi "Close

Up", untuk lembar deskripsi BM.

b. Baik patok beton maupun patok-patok polygon diberi tanda benchmark (BM) dan

nomor urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah pencariannya.

c. Untuk memudahkan pencarian patok sebaiknya pada pohon-pohon disekitar

patok diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-8

Page 9: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

d. Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran (3x5x50) cm3

ditanam sedalam 30 cm, dicat merah dan dipasang paku di atasnya serta diberi

kode dan nomor yang teratur.

40

2015

6520

100

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang Ø10

Sengkang Ø5-15

Pelat marmer 12 x 12

20

1020

10

Ø6 cm

Pipa pralon PVC Ø6 cm

Nomor titik

Dicor beton

Dicor beton

7525

Benchmark Control Poin t

Gambar 3.1Konstruksi BM.

4. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal

Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik kerangka

dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran dengan

menggunakan satelit GPS (Global Positioning System) dan dengan pengukuran poligon.

Keuntungan menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik kerangka dasar

horizontal yaitu:

a. Waktu pelaksanaan lebih cepat.

b. Tidak perlu adanya keterlihatan antar titik yang akan diukur.

c. Dapat dilakukan setiap saat (real time), baik siang maupun malam.

d. Memberikan posisi tiga dimensi yang umumnya bereferensi ke satu datum global

yaitu World Geodetic System 1984 yang menggunakan ellipsoid referensi Geodetic

Reference System 1980.

e. Proses pengamatan relatif tidak tergantung pada kondisi terrain dan cuaca.

f. Ketelitian posisi yang diberikan relatif tinggi.

Sedangkan kerugiannya antara lain:

a. Datum untuk penentuan posisi ditentukan oleh pemilik dan pengelola satelit.

Pemakai harus menggunakan datum tersebut, atau kalau tidak, ia harus

mentransformasikannya ke datum yang digunakannya (transformasi datum).

b. Pemakai tidak mempunyai kontrol dan wewenang dalam pengoperasian sistem.

Pemakai hanya mengamati satelit sebagaimana adanya beserta segala

konsekuensinya.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-9

Page 10: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

c. Pemrosesan data satelit untuk mendapatkan hasil yang teliti, relatif tidak mudah.

Banyak faktor yang harus diperhitungkan dengan baik dan hati-hati.

d. Spesifikasi pengamatan GPS untuk memperoleh titik kerangka utama ini adalah:

Pengamatan dilakukan secara double difference dengan metode static atau rapid

static.

Lama pengamatan 30-45 menit setiap sesi pengamatan.

Panjang tiap baseline maksimal 2,5 kilometer.

Masking angle adalah sebesar 15 derajat.

GPS receiver yang digunakan adalah GPS single frekuensi baik L1 atau L2.

RMS error dari setiap koordinat hasil perhitungan maksimum adalah 1 mm.

Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus

terikat pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting

yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan.

Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara

mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini,

titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut

dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai

adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari

pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

a Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat

ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung

kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk

pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di

Gambar 3.2.

Jarak AB = d1 + d2 + d3

d1d2

d3

A

B2

1

Gambar 3.2Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-10

Page 11: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak

optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

b Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur

sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung

berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.

Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 3.3.

= sudut mendatar

AB= bacaan skala horisontal ke target kiri

AC= bacaan skala horisontal ke target kanan

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan

luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:

Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.

Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.

Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).

Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).

Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

000.5:1

22

d

ffKI

yx

Bentuk geometris poligon adalah loop.

A

B

C

AB

AC

Gambar 3.3Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-11

Page 12: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

c Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-

sudut terukur dalam jaringan poligon.

Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat

satu dengan yang lainnya.

Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran

yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:

Alat ukur yang digunakan Theodolite T2

Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)

Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 5.5,

Azimuth Target (T) adalah:

T = M + atau T = M + ( T - M )

di mana:

T = azimuth ke target

M = azimuth pusat matahari

(T)= bacaan jurusan mendatar ke target

(M)= bacaan jurusan mendatar ke matahari

= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target

Matahari

U (Geografi)

Target

A

M

T

Gambar 3.4Pengamatan Azimuth Astronomis.

5. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-

titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-12

Page 13: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double

stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka

pengukuran) telah diikatkan terhadap BM

Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan

pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti

digambarkan pada Gambar 3.5.

Bidang Referensi

Slag 1

Slag 2

b1

b2

m1

m21

DD

Gambar 3.5Pengukuran Waterpass.

Pengukuran waterpas mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.

b. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

c. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang

menjadi rambu muka.

d. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.

e. Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sanpai longgar. Sambungan

rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.

f. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis

bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.

g. Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.

h. Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.

i. Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah,

benang atas dan benang bawah.

j. Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah

(BB), yaitu : 2 BT = BA + BB.

k. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

l. Jarak rambu ke alat maksimum 50 m

m. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-13

Page 14: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

n. Toleransi salah penutup beda tinggi (T).

T = 10” D mm

dimana:

D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu kilo meter.

6. Pengukuran Situasi

Dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi dan detail lokasi pengukuran. Syarat-

syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu:

a. Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri.

b. Ketelitian alat yang dipakai adalah 20”.

c. Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan

Vorstraal.

d. Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” n, dimana n = banyaknya titik sudut.

e. Ketelitian linier poligoon raai yaitu 1 : 1000.

f. Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan

bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.

g. Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan

penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.

h. Sudut poligon raai dibaca satu seri.

i. Ketelitian tinggi poligon raai 10 cmD (D dalam km).

j. Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:

k. Azimuth magnetis.

l. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).

m. Sudut zenith atau sudut miring.

n. Tinggi alat ukur.

Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,

diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya

(X, Y, Z).

7. Perhitungan Hasil Pengukuran

a. Semua pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan sehingga kalau

ada kesalahan dapat segera diulang untuk dapat diperbaiki saat itu pula.

b. Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.

c. Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode

yang ditentukan oleh Direksi.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-14

Page 15: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

d. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan : Salah

penutup sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga

toleransinya, jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya,

serta jumlah jaraknya.

e. Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.

Gambar 3.6Contoh pekerjaan pengukuran topografi

3.4.3 Penyelidikan Tanah

Tujuan Pekerjaan penyelidikan tanah dilakukan untuk mendapatkan parameter-

parameter tanah yang akan digunakan dalam perencanaan detail desain, khususnya yang

berkaitan dengan perencanaan struktur.

3.4.4 Survei Hidrologi

Untuk memperoleh data-data lapangan (primer maupun sekunder) dari kondisi hidrologi

di lokasi PLTMH dilakukan survei hidrologi. Data-data hidrologi diperlukan untuk kegiatan

analisis hidrologi, Kegiatan survai hidrologi adalah :

1. Pengukuran Debit Sungai sesaat

2. Analisis Debit Andalan

3. Analisis Debit Banjir Rencana

4. Penentuan Elevasi Debit Andal Dan Banjir Rencana

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-15

Page 16: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

3.5 Survei Sosial Ekonomi

Survei ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi penduduk yang

diperkirakan terkena dampak dari rencana pembangunan PLTMH Kioko.

Survei sosial ekonomi penduduk dilaksanakan untuk menginventarisasi sarana dan

prasarana yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan rencana

pembangunan PLTMH antara lain adalah :

1. Tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTMH Kioko

2. Data jumlah penduduk usia produktif yang dapat digunakan sebagai tenaga kerja

proyek.

3. Sarana dan prasarana umum yang diperkirakan terkena dampak.

4. Lahan dan tanaman yang diperkirakan terkena penggusuran dan pembebasan.

5. Kegiatan ekonomi penduduk yang diperkirakan terkena dampak

3.6 Tahap Analisa Data

Data sekunder dan data primer yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya ditabulasi dan

dianalisis untuk mendapatkan gambaran mengenai:

1. Potensi sumber daya alam yang ada dan dapat dimanfaatkan sehingga dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat sasaran pembangunan PLTMH

2. Permasalahan atau kendala yang ada di lapangan yang mempengaruhi

keberlangsungan operasi sebuah PLTMH

3. Seleksi dan pengkategorian lokasi studi

4. Rekomendasi

3.6.1 Analisa Topografi

A. Tujuan

Pengolahan dan perhitungan data lapangan hasil pengkuran topografi sehingga dapat

dihasilkan suatu peta lengkap yang dapat memberikan gambaran bentuk permukaan

tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada.

B. Ruang Lingkup

Hitungan kerangka horizontal.

Hitungan kerangka vertikal.

Hitungan situasi detail.

Penggambaran topografi dan bathimetri.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-16

Page 17: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

C. Analisa

1. Hitungan Kerangka Horizontal

Dalam rangka penyelenggaraan Kerangka Dasar Peta, dalam hal ini Kerangka Dasar

Horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon.

Dalam perhitungan poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu

jarak dan sudut jurusan yang akan diuraikan berikut ini:

2. Perhitungan Koordinat Titik Poligon

Prinsip dasar hitungan koordinat titik poligon B dihitung dari koordinat titik

poligon A yang telah diketahui sebagai berikut:

APAPAP SindXX

APAPAP CosdYY

Dalam hal ini:

XA, YA = koordinat titik yang akan ditentukan

dAP SinAP = selisih absis ( XAP) definitif (telah diberi koreksi)

dAP CosAP = selisih ordinat ( YAP) definitif (telah diberi koreksi)

dAP = jarak datar AP definitif

AP = azimuth AP definitif

Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus

sebagai berikut:

1804

180

1803

180

1802

180

1801

4321A43

434443B4

321AAP

32333234

21AAP

21212123

1AAP

1A112

Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-

rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai berikut:

Sarat geometriks sudut

Akhir - Awal - + n.1800 = f

di mana:

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-17

Page 18: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

= sudut jurusan

= sudut ukuran

n = bilangan kelipatan

f = salah penutup sudut

Syarat geometriks absis

m

iiAwalAkhir XXX

1

0

di mana:

Di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan

di = jumlah jarak

X = absis

X = elemen vektor pada sumbu absis

m = banyak titik ukur

Koreksi ordinat

Yfd

YKdi

i

di mana:

di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan

di = jumlah jarak

Y = ordinat

Y = elemen vektor pada sumbu ordinat

m = banyak titik ukur

Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya

kesalahan linier jarak (KL)

22 YfXfSL

000.5:1

22

D

YfXfKL

3. Pengamatan Azimuth Astronomis

Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai

berikut:

mCosCos

SinmSinSinCos M ..

.

di mana:

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-18

Page 19: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

M = azimuth matahari

= deklinasi matahari dari almanak matahari

m = sudut miring ke matahari

= lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi)

Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)

yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:

ipdrmm

atauipdrZZ

ud

ud

21

21

di mana:

Zd = sudut zenith definitif

Md = sudut miring definitif

Zu = sudut zenith hasil ukuran

Mu = sudut zenith hasil ukuran

R = koreksi refraksi

1/2d = koreksi semidiameter

p = koreksi paralax

I = salah indeks alat ukur

4. Hitungan Kerangka Vertikal

Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan

pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).

5. Syarat geometris

FHHHH AwalAkhir

mmDT 8

6. Hitungan beda tinggi

BtmBtbH 21

7. Hitungan tinggi titik

KHHHH 1212

di mana:

H = tinggi titik

H = beda tinggi

Btb = benang tengah belakang

Btm = benang tengah muka

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-19

Page 20: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

FH = salah penutup beda tinggi

KH = koreksi beda tinggi

FHd

d

T = toleransi kesalahan penutup sudut

D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (kilo meter)

8. Perhitungan Situasi Detail

Data-data hasil pengukuran situasi detail sebagai berikut:

9. Azimuth magnetis

10. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)

11. Sudut zenith atau sudut miring

12. Tinggi alat ukur

Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y,

Z), digunakan rumus sebagai berikut:

HTT AB

BtTAmSinBbBaH

21002

1

Dd = DOCos2m

Dd = 100(Ba - Bb)Cos2m

di mana:

TA = titik tinggi A yang telah diketahui

TB = titik tinggi B yang akan ditentukan

H = beda tinggi antara titik A dan B

Ba = bacaan benang diafragma atas

Bb = bacaan benang diafragma bawah

Bt = bacaan benang diafragma tengah

TA = Tinggi alat

Do = jarak optis (100(Ba-Bb))

m = sudut miring

Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan

jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu

yang membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-20

Page 21: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis

dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth

magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan

matematik koreksi boussole (C) adalah:

C = g - m

di mana:

g = azimuth geografis

m = azimuth Magnetis

3.6.2 Analisa Hidrologi

Perkiraan kuantitatif dari suatu sumber daya air didasarkan pada data hidrologi dan

meteorologi yang merupakan inti dari nilai semua studi, rancang bangun dan konstruksi

dari pengembangan suatu satuan wilayah sungai. Oleh karena itu kecukupan dan

kehandalan data tersebut sangat penting. Data iklim yang dikumpulkan meliputi data

hujan dan klimatologi. Mengingat lokasi usulan yang relatif cukup dekat dipandang dari

kriteria areal yang dianggap memiliki karakteristik hujan yang sama dengan yang tercatat

pada suatu stasiun hujan tertentu, maka setelah menghitung jarak dari tiap-tiap lokasi

terhadap stasiun hujan yang ada dengan memakai Metode Polygon Thiesen.

3.6.2.1 Debit Andalan

Sebelum diadakan perencanaan dengan menggunakan data hasil pembangkitan maka

perlu diadakannya pengujian tentang keandalan data secara stastitik. Pengujian ini untuk

memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuk proses lebih

lanjut. Hipotesa yang ditolak dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa nol atau

dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa alternatif

yaitu H1. Salah satu analisa varians yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah

variansi antara debit histories dengan debit sintesis homogen adalah uji F atau Fisher Test

(Shahin, 1997: 205).

Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F skor, lalu membandingkan dengan F tabel.

Yang diuji adalah ketidaktergantungan (independence) atau keseragaman (homogenitas).

Uji analisis variansi dapat bersifat satu arah (one way) atau dua arah (two way).

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-21

Page 22: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

dengan :

S12 = variansi sampel 1 (debit historis) =

S22 = variansi sampel 2 (debit sintesis) =

Harga F kritis = (α, n1-1, n2-1)

dengan ;

n1 = jumlah sampel 1

n2 = jumlah sampel 2

Ho diterima jika haraga F hitung < F kritis. Ho ditolak jika harga F hitung > F kritis.

Untuk F hitung atau F skor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

dengan :

= harga rata-rata untuk tahun ke-i

= harga rata-rata untuk periode ke-j

= harga rata-rata untuk keseluruhan

xij = pengamatan untuk periode ke-j tahun ke-i

n = jumlah tahun

k = jumlah periode

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-22

Page 23: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

a. Kehilangan air karena evaporasi

Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah cairan atau bahan padat menjadi

gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata diseluruh daerah (Sosrodarsono, 1980:

57).

Besaran Evapotranspirasi untuk lokasi daerah genangan, daerah irigasi dan daerah

pengaliran yang di dapat merupakan evapotranspirasi potensial, sehingga untuk

penggunaan lebih jauh harus dikonversikan menjadi evapotranspirasi aktual.

Besaran evapotranspirasi dihitung memakai cara Penman modifikasi (FAO), dengan

masukan data iklim berikut: letak lintang, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan

angin dan lama penyinaran matahari (Sosrodarsono, 1980: 60).

Persamaan Penman dirumuskan sebagai berikut:

Eto = c [ W * Rn + (1-W)* f(u)*(ea-ed) ]

dengan:

Eto = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

W = faktor temperatur

Rn = radiasi bersih (mm/hari)

f(u) = faktor kecepatan angin

ea-ed = perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur rata-rata dengan

tekanan uap jenuh air (m bar)

c = Angka koreksi Penman

Untuk kondisi iklim Indonesia dimana RH cukup tinggi dan kecepatan angin antara rendah

dan sedang, harga c tersebut berkisar antara 0,86 sampai dengan 1,1.

Menggunakan perkiraan data rerata tersebut dan angka perbandingan kecepatan angin

siang dan malam tidak terlalu berbeda, harga c untuk Indonesia disajikan pada tabel di

bawah ini :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-23

Page 24: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Tabel 3.1 Harga Angka Koreksi Penman

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

( c ) 1,10 1,10 1,00 0,90 0,90 0,90 0,90 1,00 1,10 1,10 1,10 1,10

(Sumber : Sosrodarsono, 1980: 60).

dengan:

W =

=

L = 595 – 0,51*T

P = 1013 – 0,1055*E

D = 2(0,00738T+0,8072)T-0,00116

Rn = Rns - Rn1

Rns = ( 1 - ) * Rs

Rs = ( a + b n/N ) * Ra

Rn1 = f (t) * f (ed) * f(n/N)

ed = ea * Rh

ea = 33.8639 * ((0,00738 * Tc + 0,8072)8 – 0,000019

* (1,8*T+48) +0,001316))

Ud =

Ur =

dimana :

E = elevasi diatas muka laut

Ur = kecepatan rasio

Ud = kecepatan angin siang

Un = kecepatan angin malam

= albedo atau faktor pantulan

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-24

Page 25: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Tabel 3.2 Besarnya albedo harian rerata untuk bermacam-macam tipe

permukaan.

Tipe permukaan Albedo Lokasi

Air 0,05-0,10 Diberbagai tempat

Tanah kosong 0,11-0,18 Eropa barat

Hutan spruce 0,05-0,08 Eropa barat

Hutan pinus 0,10-0,12 Eropa barat

Hutan bambu 0,12 Kenya

Hutan evergreen 0,14 Kenya

Hutan tropis daun lebar 0,18 Kenya

Tanaman teh 0,16 Kenya

Tanaman tebu 0,05-0,18 Hawai

Tanaman kentang 0,15-0,27 Eropa barat

Tanaman jagung 0,12-0,24 Amerika utara

Padang rumput 0,14-0,25 Diberbagai tempat

Tanaman sayuran 0,25 Amerika utara

Sumber : Asdak, 1995 : 136

Nilai fungsi-fungsi :

f (u) = 0,27 ( 1+ u/100)

f (T) = 11,25 * 1,0133T

f (ed) = 0.34 – 0,044 (ed)0.5

f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N

Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah pengaliran diambil

menurut rumus (Subarkah, 1980: 32):

T = (X - 0,006 H)C

dengan :

T = suhu udara (C)

X = suhu udara di daerah pencatatan klimatilogi (C)

H = perbedaan elevasi antara lokasi dengan stasiun pencatat (m)

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-25

Page 26: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil menurut

rumus (Subarkah, 1980: 34):

Ul = Up * (Ll /Lp )1/7

dengan :

Ul = kecepatan angin dilokasi perencanaan

Up = kecepatan angin dilokasi pengukuran

Ll = elevasi lokasi perencanaan

Lp = elevasi lokasi pengukuran

Reduksi terhadap lama penyinaran matahari untuk lokasi perencanaan mengikuti rumus

berikut (Sosrodarsono, 1980: 60):

n/Nc = n/N - 0,01 * ( Ll - Lp )

dengan :

n/Nc = lama penyinaran matahari terkoreksi

n/N = lama penyinaran matahari terukur

Ll = elevasi lokasi perencanaan

Lp = elevasi lokasi pengukuran

a dan b = konstanta yang tergantung kepada letak suatu tempat di atas bumi

Untuk daerah tropik dapat diambil nilai untuk :

a = 0,28

b = 0,48

b. Analisa debit andalan dengan metode F.J. Mock

Dr. F.J. Mock dalam makalahnya yang berjudul Land Capability, Appraisal Indonesia

Water, dan Availability Appraisal memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai dari

data curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai

untuk menaksir tersedianya air di sungai, bilamana data debit minimal atau tidak ada.

Cara ini dikenal dengan naman perhitungan debit andalan cara Mock, dan khusus untuk

sungai-sungai di Indonesia (UNDP/FAO, Bogor 197). Berikut kriteria perhitungan dan

asumsinya :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-26

Page 27: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

c. Evapotranspirasi terbatas

Evapotranspirasi terbatas adalah evapotraspirasi aktual dengan mempertimbangkan

kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta curah hujan (pertemuan ilmiah tahunan

HATHI, 1987 : 1).

Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas ini diperlukan data:

Curah hujan setengah bulanan (P)

Jumlah hari hujan setengah bulanan (n)

Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan asumsi bahwa tanah

dalam satu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4

mm.

Exposed surface (m %), ditaksir dari peta tata guna tanah, atau dengan asumsi:

m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat

m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk

lahan sekunder

m = 10-40% untuk lahan yang terisolasi

m = 20-50% untuk lahan pertanian yang diolah.

Persamaan Evapotranspirasi terbatas sebagai berikut (pertemuan ilmiah tahunan HATHI,

1987 : 2)

Et = Ep - E

Er = Ep (d/30)

Dari data n dan d stasiun hujan disekitar proyek akan diperoleh persamaan sebagai

berikut:

d = a n + b

Dimana a dan b adalah konstanta akibat hubungan n (jumlah hari hujan) dan d (jumlah

permukaan kering)

Substitusi dari persamaan (2-47) dan (2-48), diperoleh:

Er/Ep = m/30 * (a.n + b)

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-27

Page 28: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

d. Keseimbangan air di permukaan tanah

Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh jumlah air yang masuk ke dalam permukaan

tanah dan kondisi tanah itu sendiri (pertemuan ilmiah tahunan HATHI, 1987 : 3). Data

yang diperlukan adalah:

P - Et , adalah perubahan air yang akan masuk ke permukaan tanah.

Soil storage, adalah perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang besarnya

tergantung pada (P-Et), soil storage bulan sebelumnya.

Soil Moisture, adalah volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya

tergantung (P-Et), soil storage, dan soil moisture bulan sebelumnya.

Kapasitas soil moisture, adalah volume air yang diperlukan untuk mencapai kapasitas

kelengasan tanah.

Water Surplus, adalah volume air yang akan masuk kepermukaan tanah, yaitu water

surplus = (P-Et) - soil storage, dan 0 jika (P-Et)< soil storage.

3.6.2.2 Analisa Debit Banjir

Untuk mendapatkan besarnya debit banjir rancangan yang akan digunakan untuk

mengetahui elevasi muka air banjir pada bendungan untuk perencanaan bangunan

pelimpah, maka harus dilakukan analisis hidrologi.

a. Uji inlier – outlier data

Data curah hujan maksimum tahunan yang diperoleh sebelum dilakukan analisis distribusi

harus dilakukan dulu uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data

maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak

(Buishand,1982). Adapun langkah perhitungannya sebagi berikut:

1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya

2. Mencari harga rerata Log X

3. Menghitung harga b

4. Menghitung harga rerata Xo

5. Menghitung harga rerata X2

6. Memperkirakan harga abnormal

7. Menghitung harga laju resiko

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-28

Page 29: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

b. Uji konsistensi data

Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian untuk

kekonsistenan data tersebut. Metode yang digunakan adalah metode RAPS (Rescaled

Adjusted Partial Sums) (Buishand,1982).

Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian

dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif

rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada

rumus dibawah:

S 00

S Y Yk ii 1

k

dengan k = 1,2,3,...,n

y

kk D

SS

n

YYD

n

1i

2

i2y

nilai statistik Q dan R

Q = maks Sk untuk 0 k n

R = maks Sk - min Sk

Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil yang di

dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil maka data

masih dalam batasan konsisten.

Tabel 3.3 Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5

n

Q/n0.5 R/n0.5

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-29

Page 30: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60

30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70

40 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78

100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85

1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00

(Sumber: Sri Harto, 1993: 168)

c. Analisis frekuensi curah hujan harian maksimum tahunan

Untuk menghitung debit banjir rancangan dari data curah hujan (rainfall runoff method),

harus dihitung terlebih dahulu besarnya curah hujan rancangan (RT). Karena data curah

hujan yang mewakili hanya dari satu stasiun hujan (point rainfall), maka data tersebut

dapat dianggap sebagai hujan daerah (area rainfall).

Perhitungan analisis frekuensi dalam pekerjaan ini ditujukan untuk menghitung curah

hujan rencana yang nantinya digunakan untuk menghitung tinggi muka air rencana. Tinggi

muka air rencana ini berpengaruh dalam menentukan tinggi embung. Ada 6 metode

analisis frekuensi yang dipergunakan yaitu : Normal, Log Normal 2 Parameter, Log Normal

3 Parameter, Gumbel I, Pearson III dan Log Pearson III. Metode dipilih berdasarkan

penyimpangan yang terkecil (Soewarno, 1995 : 106).

d. Pemilihan distribusi

Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang tertentu, terlebih dahulu

data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan

besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi

(Soewarno, 1995 :98). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi

tersebut antara lain :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-30

Page 31: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

dimana :

S1 = standar deviasi

Cv = koefisien keragaman

Cs = koefisien kepencengan

Ck = koefisien kurtosis

Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan (cr*) yang terkecil (Sowarno, 1995 :

106).

A. Distribusi normal

Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang normal (normal probability density

function) dari variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 106):

dimana :

P’(X) = fungsi densitas peluang normal (normal probability density function)

π = 3.14156

e = 2.71828

X = variabel acak kontinyu

= varian

= rata-rata.

B. Ditribusi log-normal

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-31

Page 32: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu

dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Distribusi ini

mempunyai fungsi densitas peluang (probability density function) dari variable acak

kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 148):

dengan :

P’(X) = log normal

X = nilai variat pengamatan

= nilai rata-rata dari logaritmik variat X

S = standart deviasi dari logaritmik variat X

Distribusi log-normal dua parameter mempunyai persamaan transformasi (Soewarno,

1995 : 149)

dimana :

log X = nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang

tertentu

= rata-rata nilai X hasil pengamatan

Slog X = deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan

k = karakteristik dari distribusi log normal

Distribusi log-normal tiga parameter mempunyai persamaan transformasi

(Soewarno, 1995 : 155):

dengan :

n =

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-32

Page 33: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Besar asimetrinya (skewnes) adalah :

dengan :

kurtosis (Ck ) =

C. Log pearson type III

Rumus yang digunakan dalam metode Log Pearson III adalah (Soemarto, 1987: 243) :

dimana :

Log XT = logaritma dari curah hujan rancangan dengan kala ulang

= logaritma rata-rata dari data curah hujan

G = besaran dari fungsi koefisien kemencengan dari kala ulang

s = simpangan baku logaritma data curah hujan

Rumus-rumus parameter :

1. Harga rata-rata (mean)

2. Koefisien kemencengan (skewness)

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-33

Page 34: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

3. Simpangan baku (standard deviasi)

4. Besarnya curah hujan rancangan

Pada persamaan Pearson terdapat 12 buah distribusi, tapi hanya distribusi Pearson

type III dan log-Pearson type III yang digunakan dalam analisis curah hujan

maksimum (Sowarno, 1995 : 141).

Probability density function distribusi ini adalah :

dengan parameter :

c = 4/1 – 1

sedangkan :

Harga rata-rata (mean) = mode +

Standar deviasi = + 2c

Asimetri = 1/2 1

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-34

Page 35: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

D. Metode gumbel

Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang (probability density function) dari

variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 123):

Dalam penggambaran pada kertas milimeter dapat dituliskan sebagai berikut:

Hubungan antara faktor frekwensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam

persamaam sebagai berikut:

Secara umum frekwensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk:

dimana :

XT = besaran dengan kala ulang tertentu

X = besaran rata rata

s = simpangan baku

E. Uji kesesuaian pemilihan distribusi

Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis

yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji

kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:

1. Uji smirnov kolmogorof

Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorof adalah sebagai berikut :

a. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan

menggunakan persamaan Weibull (Subarkah, 1980: 120) :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-35

Page 36: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

dengan :

m = nomor urut dari nomor kecil ke besar

n = banyaknya data

b. Tarik garis dengan mengikuti persamaan :

c. Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara

distribusi teoritis dan empiris :

dengan :

= selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis

Pe = peluang empiris

Pt = peluang teoritis

d. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.

e. Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat

diterima.

2. Uji chi square

Uji Chi Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat

disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan

menggunakan persamaan (Shahin, 1976: 186) :

dengan :

k = 1 + 3,22 Log n

OF = nilai yang diamati

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-36

Page 37: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

EF = nilai yang diharapkan

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr.

Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat

kebebasan.

Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan . Untuk kasus ini derajat

kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut

DK = JK - ( P + 1)

dengan :

DK= derajat kebebasan

JK= jumlah kelas

P = faktor keterikatan (untuk pengujian chi kuadrat mempunyai keterikatan 2)

F. Distribusi hujan jam-jaman

Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan hidrograf satuan tertentu perlu

diketahui terlebih dahulu distribusi curah hujan jam-jaman dengan interval tertentu.

Prosentase distribusi hujan yang terjadi dihitung dengan rumus Monobone sebagai

berikut (Sosrodarsono, 1989: 38) :

dengan :

RT = curah hujan rancangan (mm/jam)

Rt = intensitas curah hujan dalam T jam (mm/jam)

T = waktu mulai hujan hingga jam ke T (jam)

R24 = curah hujan efektif dalam 24 jam (mm)

t = waktu konsentrasi hujan (jam)

Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan

langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-37

Page 38: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-

jaman yang mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi

tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan

tinggi tertentu.

Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi

hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan

tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap

jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan.

Dari hasil analisis ini ditetapkan hujan jam-jaman di lokasi perencanaan yaitu untuk

studi ini dipilih distribusi 6 jam yang didistribusikan dengan cara Mononobe.

G. Koefisien pengaliran

Besarnya koefisien pengaliran suatu daerah dipengaruhi oleh kondisi karakteristik,

sebagai berikut (Subarkah, 1980: 51) :

1. Keadaan hujan.

2. Luas dan bentuk daerah pengaliran.

3. Kemiringan daerah pengaliran dan kemiringan dasar pegunungan.

4. Daya infiltrasi tanah dan perkolasi tanah.

5. Kebasahan tanah.

6. Suhu, udara, angin dan evaporasi.

7. Letak daerah aliran terhadap arah angin.

8. Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.

Bila tidak terdapat pengukuran limpasan yang terjadi maka untuk DAS tertentu

besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel berikut (Sosrodarsono, 1978:

145) :

Tabel 3.4 Koefisien pengaliran menurut Dr. Mononobe

Kondisi Daerah Koefisien

Pengaliran

Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-38

Page 39: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Daerah perbukitan

Daerah bergelombang yang bersemak-semak

Daerah dataran yang digarap

Daerah persawahan irigasi

Sungai di daerah pegunungan

Sungai kecil di daerah dataran

Sungai besar dengan wilayah pengaliran yang lebih dari

seperduanya terdiri dari dataran

0,70 – 0,80

0,50 – 0,75

0,45 – 0,60

0,70 – 0,80

0,75 – 0,85

0,45 – 0,75

0,50 – 0,75

Sumber : Sosrodarsono, 1978: 145

H. Curah hujan netto jam-jaman

Hujan netto adalah bagian total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off),

yang terdiri dari limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan. Dengan

menganggap bahwa proses tranformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti

proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linier and time invariant process), maka

hujan netto Rn dinyatakan sebagai berikut :

Rn = C * R

dengan :

Rn = hujan netto

C = koefisien pengaliran

R = intensitas curah hujan

I. Debit banjir rancangan metode nakayasu

Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang mungkin terjadi pada suatu

daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk memperkirakan banjir rancangan

digunakan cara hidrograf satuan yang didasarkan oleh parameter dan karakteristik

daerah pengalirannya.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-39

Page 40: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Nakayasu. Persamaan

umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut (Soemarto, 1995:

100):

Tp = tg + 0,8 tr

tg = 0,21 * L0,7 (L < 15 km)

tg = 0,4 + 0,058 * L (L > 15 km)

T0,3 = α * tg

dengan :

Qp = debit puncak banjir (m3/det)

C = koefisien pengaliran

R0 = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi

30% dari debit puncak

A = luas DAS (km2)

Tg = waktu konsentrasi (jam)

Tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam

Α = parameter hidrograf, bernilai antara 1,5 – 3,5

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-40

Page 41: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Gambar 3.7 Model Hidrograf Nakayasu

Sumber : Soemarto, 1995: 102

Persamaan hidrograf satuannya adalah :

a. Pada kurva naik

0 ≤ t ≤ Tp

b. Pada kurva turun

Tp < t ≤ (Tp + T0,3)

(Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)

t > (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-41

Q (m

3 /de

t)

0,3 Qp0,32 Qp

0,8 Tr tg

Qp

LengkungNaik Lengkung Turun

Tp T0,3 1,5 T0,3

Tr

t (jam)

Page 42: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

3.6.3 Analisa Sistem Mekanikal Elektrikal Pembangkit Listrik Tenaga Mikro

Hidro

Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air yang mengalir di suatu

daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai. Istilah kapasitas mengacu kepada

jumlah volume aliran air persatuan waktu (flow capacity) sedangkan beda ketinggian

daerah aliran sampai ke instalasi dikenal dengan istilah head. Mikrohidro juga dikenal

sebagai white resources dengan terjemahan bebas bisa dikatakan "energi putih".

Dikatakan demikian karena instalasi pembangkit listrik seperti ini mengunakan sumber

daya yang telah disediakan oleh alam dan ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa

alam memiliki air terjun atau jenis lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan

teknologi sekarang maka energi aliran air beserta energi perbedaan ketinggiannya dengan

daerah tertentu (tempat instalasi akan dibangun) dapat diubah menjadi energi listrik.

Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sumber energi), turbin

dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu disalurkan dan ketinggian

tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin). Di rumah instalasi air tersebut akan

menumbuk turbin dimana turbin sendiri dipastikan akan menerima energi air tersebut

dan mengubahnya menjadi energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Poros yang

berputar tersebut kemudian ditransmisikan ke generator dengan mengunakan kopling.

Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik

sebelum dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara

ringkas proses Mikrohidro merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi energi listrik.

Secara singkat perinsip kerja dari suatu pembangkit PLTMH dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 3.8 Prinsip Kerja Suatu PLTMH

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-42

Page 43: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu pembangkit listrik tenaga

mikro hidro tergantung dengan :

1. Debit air

2. Ketinggian (jatuh ketinggian) dan

3. Efisiensi

Dengan demikian dapat diformulakan secara sederhana daya (P) yang dibangkitkan dari

suatu pembangkit PLTMH adalah :

P = 9,8 x Q x H x ή

dimana :

P = daya yang dibangkitkan (Watt)

Q = Debit air (m3/det)

H = Ketinggian (m)

ή = Efisiensi dari sistem

9,8 = Konstanta gravitasi bumi

PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) merupakan pembangkit listrik yang

menggunakan energi potensial air dan dapat diklasifikasikan atau di kelompokan

berdasarkan metode mendapatkan head, sistem operasi dan jenis turbin yang

dipergunakan.

3.6.3.1 Pemilihan Turbin

Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi

kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini

akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya, turbin

air dibagi menjadi dua kelompok dan digambarkan sebagai tabel di bawah :

1) Turbin Impuls Turbin Pelton

Turbin Crossflow

Turbin Turgo – Impuls

2) Turbin Reaksi Turbin Francise

Turbin Propeller

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-43

Page 44: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Catatan :

1) Turbin Impuls: Konstruksi turbin yang memutar runner dengan pukulan dari

panncaran air yang memiliki kecepatan head dimana telah dikumpulkan dari tekanan

head pada saat pemancaran dari nozzel.

2) Turbin Reaksi: konstruksi turbin yang memutar runner dengan tekanan head dari

aliran.

Berdasarkan konstruksi poros turbin juga dapat diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu

“Poros Horisontal (H-shaft)” dan “Poros Vertical (V-shaft).

Mengacu pada output yang dibutuhkan, head efektif dan aliran air (debit air) yang ada,

jenis-jenis turbin berikut dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air sekala

mikro atau kecil untuk pelistrikan pedesaan.

(1) Turbin Horizontal Pelton

(2) Turbin Crossflow

(3) Turbin Propeller

(4) Turbin Reverse pump (Tipe Sentrifugal – End Suction Pump dan Tipe Mixed Flow

Pump)

Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relatif spesifik. Pada beberapa daerah operasi

memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis turbin pada daerah

operasi yang overlaping ini memerlukan perhitungan yang lebih mendalam. Pada

dasarnya daerah kerja operasi turbin dikelompokkan menjadi :

a. Low head: dengan tinggi jatuhan air (head) :≤ 10 m

b.Medium head: dengan tinggi jatuhan antara low head dan high-head

c. High head: dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi persamaan.

H ≥ 100 (Q) : 0-113 m3/s

Dimana :

H =head, m

Q = desain debit, m 3/s

Secara umum hasil survey lapangan mendapatkan potensi pengembangan PLTMH dengan

tinggi jatuhan (head) 6 - 60 m, yang dapat dikategorikan pada head rendah dan medium.

Untuk daerah Indonesia turbin untuk aplikasi mikrohidro yang ideal adalah Turbin Cross

flow, turbin Propeller, dan Reverse pump. Ini mengingat kondisi alam dan karakteristik

geografis dari daerah Indonesia.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-44

Page 45: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Yang perlu diperhatikan juga di dalam pemilihan turbin adalah putaran kecepatan

generator yang tersedia. Hal ini sangat mempengaruhi umur dari generator tersebut.

Kecepatan turbin (rpm) sama dengan kemampuan kecepatan (rpm) generator.

Tabel 3.5 Daerah Operasi Turbin *(Layman’s Guidebook, 1998, 170)

Jenis Turbin Variasi Head, m

Kaplan dan Propeller 2 < H < 40

Francis 10 < H < 350

Pelton 50 < H < 1300

Crossfiow 3 < H < 250

Turgo 50 < H < 250

Output dari Turbin dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

Pt = 9.8 x He x Qt x ηt

Pt : output maksimum (kW)

He : Head effektif (m)

Qt : Debit desain (m3/s)

ηt : efisiensi turbin (%)

3.6.3.2 Kriteria Pemilihan Jenis Turbin

Pemilihan jenis turbin dapat ditentukan berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari jenis-

jenis turbin, khususnya untuk suatu desain yang sangat spesifik. Pada tahap awal,

pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameter-

parameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu :

a) Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan dimanfaatkan untuk

operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan jenis turbin,

sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi, sementara

turbin propeller sangat efektif beroperasi pada head rendah.

b) Faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia.

c) Kecepatan (putaran) turbin ang akan ditransmisikan ke generator. Sebagai contoh

untuk sistem transmisi direct couple antara generator dengan turbin pada head

rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang diinginkan,

sementara turbin pelton dan crossflow berputar sangat lambat (low speed) yang akan

menyebabkan sistem tidak beroperasi.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-45

Page 46: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Ketiga faktor di atas seringkali diekspresikan sebagai "kecepatan spesifik”. Kecepatan

spesifik adalah perbandingan antara kecepatan putaran dari dua runner secara geometrik

sama antara satu dengan yang lainnya, dimana diambil dari kondisi hukum persamaan,

dan kecepatan spesifik dari runner yang mirip dalam sebuah grup dengan kecepatan

putaran diperoleh ketika satu runner memiliki head efektif H = 1 m dan output P = 1 kW.

Dapat dimengerti bahwa kecepatan spesifik adalah sebuah nilai numerik sebagai

gambaran dari klasifikasi runner dihubungkan dengan 3 faktor yaitu Head efektif, output

turbin dan kecepatan putaran sebagai berikut: *(Layman’s Guidebook, 1998, 165)

ns = (n x √P) / H5/4

n = (ns x H5/4) / √P

Dimana :

ns : Kecepatan spesifik ( M – kW)

n : Kecepatan putaran turbin (rpm)

P : Output Turbin (kW) = 9.8 x Q x H x η

H : Head efektif (m)

Q : Debit (m3/s)

η : efisiensi turbin.

η : 82% untuk Turbin Pelton

η : 86 - 90% untuk Turbin Francis

η : 70 – 78 % untuk Turbin Crossflow

η : 80 - 90 % untuk Turbin Propeller.

Kecepatan spesifik dari setiap turbin adalah dikhususkan dan dikisarkan menurut

konstruksi dari setiap tipe dengan berdasarkan pada percobaan dan contoh-contoh

pembuktian nyata.

Pada tahap awal, pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan

mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem

operasi turbin, yaitu :

a. Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan dimanfaatkan

untuk operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan

jenis turbin. Sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi,

turbin crossflow efektif pada operasi head medium, sementara turbin propeller

sangat efektif beroperasi pada head rendah.

b. Faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang

tersedia.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-46

Page 47: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

c. Kecepatan (putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke generator. Sebagai

contoh untuk sistem transmisi direct couple antara generator dengan turbin pada

head rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang

diinginkan, sementara turbin pelton dan crossflow berputar sangat lambat (low

speed) yang akan menyebabkan sistem tidak beroperasi.

Pada perencanaan PLTMH ini, pilihan turbin yang cocok untuk lokasi yang tersedia

adalah :

1. Turbin propeller tipe open flume untuk head rendah s.d 6 m

2. Turbin crossflow untuk head 6 m < H < 60 m.

Pemilihan jenis turbin tersebut berdasarkan ketersediaan teknologi secara lokal dan

biaya pembuatan/pabrikasi yang lebih murah dibandingkan tipe lainnya seperti pelton

dan francis. Jenis turbin crosstlow yang dipergunakan pada perencanaan ini adalah

crossfiow T-15 dengan diameter runner 0.5 m. Turbin tipe ini memiliki efisiensi

maksimum yang baik sebesar 0.74 s/d 0.78 dengan efisiensi pada debit 40% masih

cukup tinggi di atas 0.6. Sementara untuk penggunaan turbin propeller open flume

pabrikasi lokal ditetapkan efisiensi turbin sebesar 0.75.

Penggunaan kedua jenis turbin tersebut untuk pembangkit tenaga air skala mikro

(PLTMH), khususnya crossfIlow T-15 telah terbukti handai di lapangan dibandingkan

jenis turbin crossfiow lainnya yang dikembangkan oleh berbagai pihak (lembaga

penelitian, pabrikan, import).

Putaran turbin baik propeller open flume head rendah dan turbin crossflow memiliki

kecepatan yang rendah. Pada sistem mekanik turbin digunakan transmisi sabuk dan

pulley untuk menaikkan putaran sehingga sama dengan putaran generator 1500 rpm.

Efisiensi sistem transmisi mekanik “flat belt “ diperhitungkan 0.98. Sementara pada

sistem transmisi mekanik yang menggunakan sabuk V, efisiensi sebesar 0.95.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-47

Page 48: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Gambar 3.9 Diagram Aplikasi berbagai jenis Turbin (Head Vs Debit)

Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk pemilihan jenis turbin dapat ditentukan

berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin, khususnya untuk suatu

desain yang sangat spesifik.

3.6.3.3 Transmisi Daya Mekanik

Transmisi daya berperan untuk menyalurkan daya dari poros turbin ke poros generator.

Elemen-elemen transmisi daya yang digunakan terdiri dari : sabuk (belt), pulley, kopling

dan bantalan (bearing).

Belt berfungsi untuk menyalurkan daya dari poros turbin ke poros generator. Belt harus

cukup tegang sesuai dengan jenis dan ukurannya. Pulley berfungsi untuk menaikkan

putaran sehingga putaran generator sesuai dengan putaran daerah kerjanya. Sedangkan

kopling, bantalan dan cone clamp merupakan komponen/elemen pendukung.

Secara umum sistem transmisi daya dapat dikelompokkan menjadi :

Sistem transmisi daya langsung (direct drives)

Sistem transmisi daya tidak langsung (indirect drives), dalam hal ini menggunakan belt.

a. Sistem Transmisi Daya Langsung

Pada sistem transmisi daya langsung ini (direct drives), daya dari poros turbin (rotor)

langsung ditransmisikan ke poros generator yang disatukan dengan sebuah kopling.

Dengan demikian konstruksi sistem transmisi ini menjadi lebih kompak, mudah untuk

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-48

Page 49: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

melakukan perawatan, efisiensi tinggi dan tidak memerlukan elemen mesin lain seperti

belt dan pulley kecuali sebuah kopling.

Karena sistem transmisi dayanya langsung (direct drives), maka generator yang

digunakan harus memiliki kecepatan (putaran) optimum yang hampir sama dengan

kecepatan (putaran) poros turbin (rotor), sekitar + 15% perbedaannya. Alternatif lain

adalah meng-gunakan gearbox untuk mengoreksi rasio kecepatan (putaran) antara

generator dan poros turbin.

b.Sistem Trasmisi Daya dengan Sabuk (Belt)

Sabuk dipakai untuk memindahkan daya antara dua poros yang sejajar. Pemilihan jenis

sabuk bergantung pada besar kecilnya daya yang akan ditransmisikan.

Sabuk memainkan peranan yang penting dalam menyerap beban kejut dan meredam

pengaruh getaran. Sabuk yang digunakan umumnya jenis flat belt dan V-belt (vee velt).

Flat belt banyak digunakan pada sistem transmisi daya mekanik untuk mikrohidro

dengan daya yang besar. V-belt digunakan pada instalasi PLTMH dengan daya di bawah

20 kW. Penggunaan sistem transmisi sabuk ini memerlukan komponen pendukung

seperti : pulley, bantalan beserta asesorisnya dan kopling.

Pada sistem transmisi daya dengan sabuk, putaran turbin dan generator yang

dihubungkan dapat berbeda atau dengan kata lain ada rasio putaran. Dengan demikian

range generator yang akan digunakan lebih luas dan bervariasi.

Perhitungan Transmisi Daya Mekanik:

a) Rasio Kecepatan (i)

i = n2/n1

n2 = putaran Generator

n1 = putaran Turbin

b) Faktor Koreksi (fc) Rasio Kecepatan1 & Faktor Koreksi Sistem Penggerak2.

c) Daya Rencana (Pd)

Pd = Pt x fc

d) Pemilihan Jenis Sabuk/Belt yang digunakan3

e) Pemilihan Diameter Minimum (D2)4

f) Perhitungan Diameter Besar

D1 = D2 x i

1 Adam Harvey, 1993,209.2 Adam Harvey, 1993,209. 3 Adam Harvey, 1993,208.4 Adam Harvey, 1993,211.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-49

Page 50: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

g) Jarak antar Puli (C)

C = D1 + D2

h) Panjang Sabuk/Belt (L)

L = 2C + π/2 (D2 + D1) + 1/4C (D1 – D2)2

Hasil perhitungan disesuaikan dengan panjang sabuk standar ari catalog pabrikan.

i) Kapasitas Daya Transmisi dari satu Sabuk (Po)5

j) Jumlah Sabuk yang digunakan.

N = Pd/Po

3.6.3.4 Generator

a. Pemilihan Jenis Arus Listrik : Arus Bolak Balik (AC)

Pada umumnya tegangan yang keluar dari PLTMH adalah arus bolak-balik

AC/Alternating Current) jarang sekali menggunakan arus searah (DC, direct

current). Tegangan AC dapat diubah menjadi tegangan tinggi secara mudah dan

murah dengan menggunakan transformator. Dengan demikian energi listriknya

dapat ditransmisikan pada jarak yang cukup jauh dari rumah pembangkit (power

house) sehingga lebih ekonomis, rugi-rugi transmisinya dapat diminimalkan.

Keuntungan lain dari penggunaan arus AC ialah konstruksi generator AC yang

lebih sederhana.

Arus AC menuntut frekuensi sistem tetap konstan, terutama jika menggunakan

motor induksi sebagai generator. Untuk itu diperlukan pengaturan kecepatan

putar generator di samping pengatur tegangan (voltage regulator).

Frekuensi yang dipakai untuk arus AC adalah 50 Hz. Tegangan standar yang

dihasilkan adalah 220 V dan/atau 240 V untuk generator satu fasa, serta 220/400

V untuk generator tiga fasa.

b.Penentuan Sistem Satu Fasa atau Sistem Tiga Fasa

Pada dasarnya sistem satu fasa ini hampir sama dengan rangkaian DC.

Keuntungan sistem satu fasa adalah :

o Instalasi listrik dengan sistem satu fasa lebih sederhana

o Sistem pengaturan beban (ELC) untuk satu fasa atau lebih murah

o Ukuran (size) generator ditentukan oleh beban maksimum (kebutuhan

konsumen), sementara pada sistem tiga fasa kapasitas maksimum generator

yang dipilih lebih besar daripada beban maksimum (kebutuhan).

5 Adam Harvey, 1993,210.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-50

Page 51: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Sistem tiga fasa pada dasarnya terdiri dari tiga buah sistem satu fasa dengan satu

buah penghantar netral untuk pengubahan arus. Dalam pelaksanaan/ praktek ada

2 cara membuat hubungan pada sistem tiga fasa yaitu :

o Hubungan delta (segi tiga)

o Hubungan bintang (Y)

Hubungan delta diperoleh dengan cara menghubungkan ujung lilitan fasa

pertama ke pangkal lilitan fasa berikutnya berturut-turut, sehingga diperoleh

rangkaian tertutup yang simetris. Jika beban pada setiap fasanya seimbang maka

besarnya arus listrik untuk setiap fasa sama.

Pada hubungan bintang (Y) ketiga ujung yang sejenis (boleh pangkal maupun

ujung) dari ketiga lilitan pada sistem tiga fasa disatukan. Titik persambungannya

disebut titik bintang atau titik nol. Sistem penghantaran arus listriknya dapat

menggunakan :

o Tiga hantaran tanpa kawal nol (merah, kuning, biru)

o Tiga hantaran kawat fasa (merah, kunig, biru) dan satu hantaran kawal nol

(hitam)

Keuntungan sistem tiga fasa ini adalah :

o Generator dan motor induksi tiga fasa banyak tersedia di pasaran dengan

harga yang relatif murah dibandingkan bila menggunakan generator satu fasa

di atas 5 kW.

o Dimensi generator dan motor induksi tiga fasa lebih kecil dibandingkan

generator satu fasa untuk rating (kapasitas) yang sama.

o Penggunaan sistem tiga fasa menghemat pemakaian penghantar (tembaga)

lebih dari 75% dibandingkan sistem satu fasa dengan tegangan yang sama.

Pada prakteknya, pemilihan penggunaan sistem satu fasa atau tiga fasa

tergantung biaya yang tersedia dan kemudahan untuk mendapatkan

perlengkapan instalasi listrik yang diperlukan. Umumnya untuk kapasitas di

bawah 5 kW menggunakan sistem satu fasa dan untuk kapasitas di atas 5 kW

menggunakan sistem tiga fasa. Bila sistem tiga fasa akan digunakan perlu

dipertimbangkan batasan agar saat sistem beban satu fasa dihubungkan tetap

diperoleh keseimbangan. Semua sistem beban satu fasa (rumah tangga) dapat

dihubungkan ke salah satu fasa dari jala-jala sistem tiga fasa.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-51

Page 52: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

c. Perhitungan Daya Arus Bolak-Balik dan Faktor Daya

Besarnya daya listrik yang dipakai oleh suatu alat listrik ditentukan oleh besarnya

tegangan (V) dan arus listrik (l) yang mengalir di dalam listrik tersebut. Daya

sesungguhnya yang terpakai (P) adalah :

P = E x ICos Ф

Di mana :

P = daya sesungguhnya dalam satuan watt (W)

E x l = daya semu dalam satuan volt ampere (VA)

Cos Ф = faktor daya, Pf

Ф = geseran sudut antara tegangan dan arus listrik

Pada peralatan listrik faktor daya ini penting sekali diketahui. Semakin tinggi

faktor dayanya, semakin tinggi mutunya. Sebaliknya semakin rendah faktor

dayanya, semakin rendah pula mutunya.

A. Daya output generator

Daya output generator ditentukan berdasarkan efisiensi generator (g) dan daya

ouput turbin (Pt), yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Pg = g x Pt

dimana :

Pg = Daya out-put generator

g = Efisiensi Generator (0,88)

Pt = Daya out-put turbin (kW)

B. Kapasitas generator

Kapasitas generator merupakan daya aktif yang dihasilkan oleh generator dan

ditentukan berdasarkan daya generator (Pg) dan factor daya (cos q), yaitu dengan

rumus sebagai berikut :

PAktif = Pg / cos q

Dimana :

Pg = daya ouput generator, kW.

cos q = factor daya (0,80)

d.Pemilihan Generator

Generator adalah suatu peralatan yang berfungsi mengubah energi mekanik

menjadi energi listrik. Jenis generator yang digunakan pada perencanaan PLTMH

ini adalah :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-52

Page 53: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Generator sinkron, sistem eksitasi tanpa sikat (brushless excitation) dengan

menggunakan dua tumpuan bantal (two bearing)

Induction motor as Generator (IMAG) sumbu vertikal, yang umumnya

digunakan bersama turbin PAT dan turbin propeller open flume.

Spesifikasi generator adalah putaran 1500 rpm, 50 Hz, 3 fasa dengan keluaran

tegangan 220V/380V. Efisiensi generator secara umum adalah :

Aplikasi < 10 kVA, efisiensi 0,7 – 0,8

Aplikasi 10 – 20 kVA, efisiensi 0,8 – 0,85

Aplikasi 20 - 50 kVA, efisiensi 0,85

Aplikasi 50 – 100 kVA, efisiensi 0,85 – 0,9

Aplikasi > 100 kVA, efisiensi 0,9 – 0,95

Kecepatan sinkron untuk generator arus bolak-balik dinyatakan dengan

persamaan :

N = 120 . f

P

Di mana :

N = kecepatan putar (rpm)

f = frekuensi tegangan (Hz)

P = jumlah kutub

Tabel 3.6 Tabel Putaran Generator Sinkron (rpm)

Jumlah Pole (kutub) Frekuensi , 50 Hz

2

4

6

8

10

12

14

3000

1500

1000

750

600

500

429

A. Pemilihan Generator Sinkron

Kapasitas sebuah generator dinyatakan dalam Volt-Ampere atau VA.

Sebuah generator harus memiliki kapasitas (Volt-Ampere) yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan pada saat beban maksimum. Dengan

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-53

Page 54: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

memperhatikan rugi-rugi generator serta untuk menjamin kinerja

generator maka perlu adanya faktor keamanan, biasanya 25%.

Jadi untuk memenuhi kebutuhan (beban) sebesar 100 kVA dipergunakan

generator 125 kVA. Pada umumnya Generator Sinkron memiliki efisiensi

yang lebih baik dibandingkan penggunaan Generator Asinkron, serta

pengaturan tegangan (AVR) yang baik.

B. Generator Asinkron

Penggunaan generator asinkron (generator induksi) sebagai pembangkit

listrik pada PLTMH dilakukan apabila tidak tersedia generator sinkron

untuk perencanaan yang telah ditetapkan, seperti pada aplikasi turbin

propeller poros vertikal.

Sistem IMAG (asynchronous) jika dibandingkan dengan sistem

syncronouse (generator sinkron) memiliki beberapa keunggulan yang

sangat berarti untuk proyek-proyek PLTMH, terutama dengan kapasitas

sampai 30 kW. Keunggulan utamanya antara lain :

Harga lebih murah dibandingkan generator sinkron

Produk memenuhi standar industri sehingga daya tahan lebih terjamin

Tersedia dalam beberapa ukuran mulai dari 1 kW – 100 kW

Tersedia dengan tiga ukuran putaran (1000, 1500 dan 3000 rpm)

sehingga lebih mudah untuk disesuaikan dengan putaran turbin

Motor tiga fasa dapat dipasang dengan sistem satu fasa tanpa

perubahan apapun pada motor

C. Karakteristik Generator Induksi (IMAG)

Motor induksi umumnya berputar dengan kecepatan konstan mendekati

kecepatan sinkronnya. Perubahan beban pada motor induksi

mempengaruhi putaran motor induksi. Akibatnya akan terjadi perubahan

frekuensi yang menimbulkan tenaga listrik. Pada generator induksi

(IMAG). Tegangan akan turun dengan cepat pada saat beban bertambah,

sehingga perlu adanya pengaturan tegangan dan putaran. Saat ini untuk

instalasi mikrohidro, dengan menggunakan motor induksi sebagai

generator, tersedia sistem pengaturan IGC (Induction Generator

Controller). Pada saat motor induksi digunakan sebagai generator,

tegangan yang dihasilkan umumnya 10% lebih rendah dari tegangan yang

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-54

Page 55: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

diperlukan untuk mengoperasikannya sebagai motor listrik dengan

frekuensi yang sama.

3.6.3.5 Sistem Kontrol

Frekuensi dan tegangan listrik yang dihasilkan oleh generator dipengaruhi oleh kecepatan

putar generator. Perubahan kecepatan putar generator akan menimbulkan perubahan

frekuensi dan tegangan listrik. Pada batas-batas tertentu perubahan tersebut tidak

membahayakan.

Tujuan pengontrolan pada PLTMH adalah untuk menjaga sistem elektrik dan mesin agar

selalu berada pada daerah kerja yang diperbolehkan. Semua peralatan listrik didesain

untuk beroperasi pada frekuensi dan tegangan tertentu. Bila beroperasi pada frekuensi

dan tegangan yang berbeda dapat mengakibatkan peralatan listrik cepat rusak. Misalnya :

pada malam hari 90% rumah mematikan lampu, maka beban mikrohidro menjadi turun.

Hal ini akan mengakibatkan roda gerak berputar lebih cepat (run away speed). Akibatnya

frekuensi listrik akan naik dan bila terlalu tinggi akan merusak alat-alat elektronik yang

digunakan di rumah-rumah.

Sistem pengontrolan pada mikrohidro meliputi :

a. Pengontrolan aliran air yang memasuki turbin

b.Pengontrolan beban / daya listrik.

Mekanisme pengontrolannya dapat berlangsung secara manual, otomatis atau semi

otomatis. Sistem pengaturan yang banyak dipakai pada PLTMH adalah sistem

pengontrolan beban (load controller) yang relatif murah dibandingkan dengan sistem

pengontrolan aliran (flow control). Bagian utama dari sistem kontrol beban ini terdari dari

panel kontrol dan ballast load. Prinsip pengaturannya adalah menyeimbangkan antara

daya yang dihasilkan oleh generator dengan beban (daya) konsumen. Pada saat beban

konsumen berkurang, kelebihan daya yang dihasilkan generator akan dipindahkan ke

ballast load sehingga beban total pada generator tidak berubah.

Sistem kontrol beban pada PLTMH yang banyak digunakan adalah :

a. IGC (Induction Generator Controller), sistem pengaturan beban untuk penggunaan

motor induksi sebagai generator (IMAG).

b. ELC (Electronic Load Controller), sistem pengaturan beban untuk generator sinkron.

Sistem kontrol tersebut (IGC dan ELC) telah dapat difabrikasi secara lokal dan terbukti

handal pada penggunaan di banyak PLTMH. Sistem kontrol ini terintegrasi pada panel

kontrol (switch gear). Fasilitas operasi panel kontrol minimal terdiri dari :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-55

Page 56: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

o Kontrol start/stop, baik otomatis, semi otomatis maupun manual

o Stop/berhenti secara otomatis

oTrip stop (berhenti pada keadaan gangguan : over under voltage, over under

frequency

o Emergency shut down, bila terjadi gangguan listrik (misal arus lebih).

3.6.3.6 Pentanahan

Instalasi perumahan merupakan bagian terpenting di dalam pembangunan suatu

pembangkit dikarenakan hal ini juga dapat mengganggu sistem jika instalasi perumahan

(konsumen) tidak benar. Instalasi perumahan hendaknya mengacu pada PUIL (Peraturan

Umum Instalasi Listrik) yang merupakan standar wajib yang harus diikuti sebagai acuan

yang telah disahkan oleh pemerintahan dan merupakan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Yang perlu diperhatikan di dalam penginstalasian listrik perumahan hendaknya mengacu

pada Aman, Andal dan Akrab Lingkungan.

Masalah pentanahan merupakan salah satu faktor penting di dalam pelistrikan seperti

pada instalasi pembangkit, sistem transmisi dan distribusi. Pentanahan berhubungan erat

dengan perlindungan suatu sistem berikut semua perlengkapannya. Pengusahaan

pentanahan berarti mengusahakan agar arus gangguan yang timbul pada saat tertentu,

mengalir masuk tanah sehingga tidak merusak peralatan listrik yang ada. Dalam

pelaksanaannya pentanahan meliputi :

Pentanahan sistem, berupa pengadaan hubungan dengan tanah untuk suatu titik pada

penghantar arus dari sistem seperti pada sistem transmisi dan distribusi.

Pentanahan peralatan sistem, berupa pengadaan hubungan dengan tanah untuk suatu

bagian yang tidak membawa arus dari sistem, seperti pada pipa baja, saluran tempat

kabel, batang pemegang saklar.

A. Konstruksi Sistem Pentanahan

Peralatan Konstruksi Sistem Pentanahan adalah :

Elektroda tanah (grounding electrode) adalah sejenis penghantar yang ditanam di

dalam tanah dan berfungsi agar potensial semua penghantar yang dihubungkan

sama dengan potensial tanah. Perlengkapan ini juga merupakan alat pelepasan arus

ke tanah. Elektroda tanah memegang peran penting karena amat menentukan

seberapa besar arus gangguan yang dapat dilepaskan ke tanah.

Penghantar tanah (grounding conductor) berfungsi menghubung-kan peralatan

sistem yang akan ditanahkan ke bus tanah atau elektroda tanah.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-56

Page 57: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

B. Bahan-bahan Elektroda

Syarat-syarat utama bahan elektroda diantaranya adalah :

Tidak mudah berkarat seperti : baja dan tembaga

Kokoh atau tahan terhadap desakan, pukulan dan sebagainya

Memiliki daya hantar listrik yang baik

Penggunaan tembaga dapat membentuk sel galvanis dengan bahan logam lain yang

tertanam di dalam tanah seperti saluran pembungkus kabel sehingga mempercepat

terjadinya korosi pada logam tersebut. Untuk pencegahannya dilakukan pelapisan

timah pada tembaga atau melapisi logam-logam lain dengan aspal, terutama yang

dekat dengan elektroda tembaga. Untuk elektoda baja tidak menimbulkan masalah

dan cocok untuk sistem grid maupun elektroda benam.

C. Hantaran Pentanahan

Hantaran pentanahan ialah hantaran yang menghubungkan bagian yang harus

ditanahkan dengan elektroda pentanahan. Luas penampang minimum untuk hantaran:

1) Untuk hantaran dengan perlindungan mekanis yang kokoh :

Hantaran tembaga : 1,5 mm2

Hantaran aluminium : 2,5 m2

2) Untuk hantaran yang tidak diberi perlindungan mekanis yang kokoh :

Hantaran tembaga : 4 mm2

Pita baja, tebal minimum 2,5 mm : 50 mm

Hantaran aluminium tidak boleh digunakan

Sebagai perlindungan digunakan pipa baja. Jika tidak dipasang dalam pipa untuk

hantaran pentanahan sebaiknya digunakan hantaran telanjang sehingga mudah

dikontrol jika ada yang putus. Untuk rumah tinggal sebaiknya jangan digunakan

hantaran telanjang.

3.6.3.7 Pemilihan Jalur Transmisi

Untuk mendesain jalur transmisi pendistribusian daya listrik yang terbangkitkan beberapa

hal yang dapat dijadikan dasar antara lain :

Mudah untuk akses dan perawatan

Kondisi tanah untuk tiang kuat dan stabil

Diharapkan tidak ada masalah dalam pengalihan/penggunaan lahan

Tidak ada masalah pada jarak dengan rumah dan pohon

Dipilih jalur distribusi paling pendek

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-57

Page 58: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Jika tiang dipasang di sekitar slope curam atau pada dasar jurang, hindarkan dari

potensi longsoran

Ketinggian konduktor dari atas tanah harus lebih dari 4 m

Disamping hal-hal di atas, yang dapat dijadikan referensi untuk mendesain jaringan

transmisi dan distribusi dapat menggunakan standar dan petunjuk PT. PLN. Setelah

beberapa hal di atas untuk pemilihan jalur, maka beberapa pada fasilitas pendukung dari

jaringan transmisi dan distribusi yang perlu diperhatikan adalah :

a. Tiang

Tiang standar yang dapat digunakan untuk jaringan transmisi dapat diperlihatkan

pada tabel berikut :

Tabel 3.7 Tabel Tiang Standar untuk Jaringan Transmisi

Struktur Pendukung Penerapan

Tiang beton Dipakai secara umum

Tiang besi Digunakan pada area dimana akses

untuk mobilisasi barang sulit

Panjang bentangan tiang antara pendukung jaringan distribusi ditentukan antara

40 – 50 m.

Jarak bebas minimum konduktor dari atas tanah yang diijinkan dengan kriteria

sebagai berikut :

Tabel 3.8 Jarak Bebas Minimum Konduktor

Ketinggian konduktor di atas tanah 20 kV Tegangan Rendah

Memotong jalan 6.5 M 4.0 M

Sepanjang jalan 6.0 M 4.0 M

Tempat lain 6.0 M 4.0 M

Jarak bebas vertikal antara konduktor telanjang 20 kv dan

konduktor berpenyengat Tegangan Rendah

0.8 M

Jarak bebas antar fasa dari konduktor telanjang 20 kV 0.8 M

Jarak bebas vertikal antar konduktor telanjang 20 kV 1.0 M

Jarak bebas antara konduktor berpenyengat Tegangan Rendah 0.2 M

Ketinggian tiang ditentukan dengan memperhitungkan faktor-faktor berikut

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-58

Page 59: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Ketinggian yang diperlukan konduktor feeder (penyulang) diatas tanah

diamankan dibawah lendutan terbesar

Jarak bebas yang diperlukan antara konduktor feeder dan bangunan, kawat

listrik lain atau pepohonan dapat diamankan di bawah kedutan minimum

Ketinggian yang direkomendasikan dari struktur pendukung adalah

Tabel 3.9 Ketinggian Rekomandasi

Tegangan Panjang Tiang Yang Direkomendasi

20 kV 9 m – 11 m

Tegangan Rendah 7 m – 9 m

Kedalaman minimum pemasangan tiang adalah satu per enam dari panjang

tiang (Jikan panjang 9 M, maka kedalaman 1,5 M).

Jika kondisi tanah tidak stabil, akar tiang diperkuat dengan suatu konstruksi

pendukung.

Ukuran tiang harus memperhitungkan momen pada tiang dengan beban angin.

b. Tarik tegang

Tarik tegang harus dipasang untuk menyeimbangkan tiang. Jenis beban untuk

struktur pendukung adalah :

1) vertikal, meliputi : berat tiang, berat kabel, beban berat dari tekanan kawat.

2) mendatar, meliputi : tekanan angin ke tiang, ketidakseimbangan beban dari

panjang bentangan yang tidak sama.

3) samping, meliputi : tekanan angin ke kabel, komponen beban samping dari

tekanan kawat.

c. Konduktor dan kabel

Ukuran konduktor harus dipilih dengan memperhitungkan jumlah beban

sekarang, jumlah beban yang diperkirakan, hubungan pendek/konsleting,

kapasitas arus konduktor,kerugian tegangan, kerugian daya, kekuatan meknikal.

Terlalu banyak ukuran tidak dapat dipakai untuk percabangan feeder.

Perbandingan kelebihan dan kerugian konduktor dan kabel :

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-59

Page 60: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Tabel 3.10 Perbandingan Kelebihan dan Kerugian Konduktor

Material Keuntungan Kerugian

Konduktor Murah

Mudah untuk menyambung

tiap konduktor

Tidak aman

Kabel Aman

Dapat utk pemasangan

dibawah tanah

Mahal

Susah utk menyambung

tiap kabel

3.6.3.8Penerapan Trafo Distribusi

Trafo distribusi step-up (menaikkan) dan step down (menurunkan) harus pada kontruksi

tiga –fasa.

Dalam memutuskan penempatan lokasi trafo, dimana trafo step up harus diletakkan

dekat rumah pembangkit (power house), dan trafo step down harus diletakkan dalam atau

dekat area pusat beban. Dalam memutuskan tersebut harus diuji dan dipertimbangkan

beberapa hal sebagai berikut :

Mudah untuk akses dan pekerjaan-pekerjaan pergantian

Dipisahkan dari bangunan-bangunan lain atau pepohonan dengan jarak yang cukup.

Untuk tipe dipasang pada tiang, pemasangan tiang harus tidak rumit.

Tipe di atas tanah harus dibangun dengan tidak menimbulkan masalah umum.

Sebelum memutuskan kapasitas trafo baru, area suplai trafo baru harus ditentukan

dengan mempertimbangkan beberapa hal :

Area suplai dari trafo baru tidak overlap dengan suplai trafo lain dari feeder lain.

Area suplai dari setiap trafo harus mandiri

Pembatasan kerugian tegangan harus memuaskan pada setiap bagian dari area suplai.

Kapasitas trafo mempertimbangkan pertumbuhan permintaan yang diharapkan dari

area.

Untuk SR mengambil dari Tegangan Rendah kerugian tegangan maksimum 2%.

Untuk SR yang mengambil langsung dari trafo, kerugian tegangan maksimum 12%.

3.6.3.9 Perencanaan dan Desain Jaringan Distribusi

Dalam merancang jaringan beberapa persyaratan dijadikan patokan. Harga-harga patokan

tersebut sesuai dengan standar-standar yang ada. Persyaratan dikatagorikan menjadi

persyaratan elektris dan persyaratan mekanis.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-60

Page 61: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

a) Persyaratan Elektris

Persyaratan elektris ini sudah terdapat dalam standar, bahkan sebagian besar sudah

diterapkan dalam existing, hanya saja tambahan yang diambil dari standar-standar itu

karena adanya perkembangan peralatan. Dalam hal ini kami sajikan batasan-batasan

tersebut :

b) F r e k u e n s i

Sistem frekuensi yang dipergunakan 50 Hz

c) Sistem Jaringan :

Sistem distribusi jaringan tegangan rendah (JTR)

Sistem distribusi jaringan tegangan rendah mempergunakan sistem 3 fasa, meterial

kabel mempergunakan over head twisted cable. Ada dua daerah pemasangan untuk

twisted ini :

Dibawah HUTM (tiang HUTM di pakai juga untuk twisted ini) atau disebut underbuilt.

Khusus twisted yang lazimnya mempergunakan tiang 7-9 m, 150-200 daN atau lazim

disebut JTR murni.

d) Tiang Listrik

Mengenai tiang listrik pada daerah pemasangan JTR khusus, tiang besi/beton yang

dipakai umumnya 7-9 m, 150-200 daN. Untuk tempat-tempat tertentu diperlukan

juga tiang 7-9 m, 200-500 daN, seperti tiang ujung atau sudut yang tidak mungkin

dipasang guy set. Tiang ditenam 1/6 x panjang tiang. Pemakaian tiang ini

memperhitungkan beban jaringan, beban lampu jalan, dan tarikan sambungan rumah.

e) Accessories

Lain dengan pemasangan HUTM, pemasangan JTR ini hanya menggunakan peralatan-

peralatan kecil.

Pole bracket

Berfungsi sebagai tempat bergantungnya suspension clamp maupun strain clamp.

Dengan demikian pole bracket ini tidak perlu dibedakan antara mounting

suspension maupun strain clamp.

Strain clamp

Di tiang-tiang yang menderita tarikan netral (messenger) dari twisted dipakai

strain clamp, misalnya tiang ujung section pole atau sudut-sudut belok besar

diatas 400.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-61

Page 62: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Pengikat

Dipakai pada tiang ujung penarikan, untuk pengikat pole bracket ke tiang dipakai

stainless steel strip 20 mm x 0,7 mm yang dipasang dengan memakai stopping

buckle.

Link

Dipakai pemisah antara tiang dengan pipa yang keduanya pada keadaan terikat

oleh stainless steel strip.

Turn buckle

Dipakai pada tiang ujung penarikan, untuk pengaturan halus, sebelum dilakukan

pengencangan di tiang-tiang selain tiang awal dan tiang ujung.

Suspension clamp

Dipakai pada tiang selain tiang awal, section atau tiang ujung yang jaringannya

lurus atau belok sampai maksimal 400.

Twisted Isolated Cable (TIC)

Walaupun sampai sekarang masih lebih mahal, harga TIC ini cenderung menurun,

beberapa keuntungan lain adalah :

Mengurangi gangguan,

Mengurangi pencurian,

Mengurangi penebangan,

a. Mengurangi peralatan bantu (isolator TR, travers, cross arm, dll), Lebih

memenuhi persyaratan estetika.

Tiga macam TIC yang dipakai :

o x 70 mm2 + N 50 mm + 2 x 16,

o x 50 mm2 + N 50 mm + 1 x 16,

o x 35 mm2 + N 50 mm + 1 x 16,

o x 35 mm2 + N 25 mm + 1 x 10 (PLTMH).

Penyambungan ke busbar TR di Gardu/PH perlu penyeimbangan ;

diantaranya penyambungan kabel yang 2 x 10 mm2, tidak boleh disambung

ke busbar yang sama, karena bila penyambungan sama akan menimbulkan

losses yang lebih tinggi sedang bila berlainan komponen-komponen dapat

saling mengurangi.

Cable joint

Guna penyambungan kabel phasanya dipakai compression non tension joint

terisolasi, sedang untuk netralnya adalah compression tension joint. Cable joint

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-62

Page 63: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

biasanya dipakai hanya karena ketidak cocokan antara panjang kabel dalam drum

dengan jarak antara tiang dan apabila ada kerusakan kabelnya.

Pentanahan

Pentanahan pada JTR memakai kawat CU 50 mm2 terisolasi. Kawat terisolasi disini

dipakai karena di netral TIC selalu ada arus, hal mana diakibatkan karena sulit

sekali beban yang betul-betul seimbang di masing-masing phasa. Harga

pentanahan maksimal 50 Ohm hingga dalam tanah tidak perlu pentanahan yang

melingkar seperti pada SUTM. Pentanahan di JTR dialkukan untuk setiap 5

gawang atau sesuai kondisi atau lokasi di ting awal, tiang akhir, dan pada tiang

yang mempunyai sambungan rumah 8 rantai.

Pentanahan di tiang awal ini juga merupakan pentanahan netral sekunder trafo

distribusi. Pentanahan setiap 5 gawang dimaksudkan pula membantu pentanahan

rumah-rumah.

Pondasi

Pada umumnya pondasi dipakai untuk menahan beban dari tiang akibat ada

beban dimana struktur tanah berada kekerasannya rendah. Hanya hal-hal khusus

bila di tiang ujung atau tempat yang tidak memungkin memakai guy set dipakai

pondasi mengunakan tiang 500 daN.

Concrete foundation slab

Tidak seperti HUTM, concrete slab dipakai karena adanya guy set. Perhitungan

menunjukkan walaupun tiangnya memakai guy set, tidak diperlukan concrete

slab, karena tekanan kebawahnya cukup terlawan oleh luas kontak antara alas

tiang dengan tanah dikalikan sigma tanah. Bila tiang sudah dilengkapi dengan guy

set, pondasi tidak diperlukan.

Guy set

Pemakaian guy set pada JTR dengan mempergunakan type ringan. Bila JTR

underbuilt, guy set memakai stay insulator tegangan menengah. Pada stay set

yang mempergunakan countre pole, stay insulator ini dipasang pada over head-

nya (antara tiang yang ditahan dengan countre polenya). Sedangkan pada JTR

murni stay insulator ini tidak diperlukan. Turn buckle-nya sama dengan turn

buckle pada HUTM mengingat harganya sama, sedangkan kawat baja yang

digunakan sama dengan yang ringan pada HUTM.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-63

Page 64: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Sambungan-sambungan

Yang dimaksud sambungan disini adalah selain dari cable joint, seperti

percabangan. Dipakai top connector (kuku elang) isolated yang ada giginya dan

dilindungi dengan grease.

f) Sambungan ke Konsumen

Ada beberapa macam konsumen menurut besarnya :

Konsumen kecil (rumah tangga),

Konsumen menengah (komersil),

Komsumen besar (industri).

Yang kita bahas disini hanya konsumen kecil dan menengah.

Konsumen kecil (rumah tangga)

Pembatasan dibatasi dalam sistem penyambungan konsumen tersebut dari tiang

PLN/PLTMH. Pada prinsipnya penyambungan dengan sistem jaring, yang artinya

semua konsumen disambung langsung dari tiang. Untuk konsumen 1 phasa, bila

terjadi kaharusan sistem berantai, perlu batasan sejauh mana jumlah mata

rantai itu diijinkan, selain jarak dan penampang twisted cable-nya.

Batasan-batasan itu adalah :

o Jumlah konsumen maksimal 3,

o Maksimal mata rantai terjauh 50 m untuk service entrance 1x16

mm2,

o Maksimal mata rantai terjauh 30 m untuk service entrance 1x10

mm2,

o Jumlah rantai per tiang adalah 8, tiang TR yang memeliki 8 rantai,

netralnya harus ditanahkan.

Konsumen 3 phasa tidak dilakukan penyambungan dengan sistem berantai.

Penyambungan antara TIC dengan servine antrance ini dipakai isolated tap

connector bergigi yang mengandung grease. Ada dua cara penyambungan, yaitu

dengan menggunakan galvanized roff pole yang diatasnya ada protection device

for roof pole (invooring), Pemakaian roof pole ini dilakukan bila letak atap lebih

rendah dari tiang. Cara lain adalah penyambungan pada lisplank atau tembok

rumah. Cara ini tidak lagi mengunakan roof pole. Biasanya cara kedua ini

dilakukan untuk bengunan yang lebih tinggi atau sejajar tiang. Penyambungan

rumah flat service entrance dipasangkan pada tembok rumah. Jaringan di

distribusikan melalui panel distribusi tegangan rendah di banguan tersebut.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-64

Page 65: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Konsumen menengah (komersil)

Yang disinggung disini adalah untuk kegiatan productive end used, karena

komersil yang lain sama saja cara penyambungannya dengan konsumen rumah

tangga. Penyambungan biasanya listrik dijual dalam jumlah besar. Bila hal ini

terjadi penyambungan tinggal dilakukan dengan mensupply panel TR. Tetapi

sering kali masing-masing digunakan pengukuran sendiri hingga perlu instalasi

melalui beberapa panel distribusi TR.

3.7 Tahapan Detail Desain

A. Tujuan

Membuat perencanaan detail struktur bangunan pengamanan muara sungai dan

pantai yang dilengkapi dengan perhitungan-perhitungan teknis dan disajikan dalam

gambar konstruksi.

B. Ruang Lingkup

Perhitungan detail desain saluran dan bangunan pembangkit, penggambaran hasil

perhitungan desain, perhitungan Rencana Anggaran Biaya, penyusunan rencana

pelaksanaan pembangunan dan rencana pemeliharaan bangunan.

C. Perencanaan

Perencanaan teknis detail desain dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah

yang berlaku dalam perencanaan pada umumnya. Kriteria yang akan digunakan dalam

membuat perencanaan detail ini:

1. Perencanaan struktur akan diperhitungkan terhadap keamanan, daya tahan serta

kemudahan memperoleh material dilokasi.

2. Semua perhitungan struktur akan dibuat analisanya berdasarkan analisa yang

lazim digunakan.

3. Konstruksi permanen dengan batas umur konstruksi minimal 10 tahun.

4. Efisiensi biaya dengan mempertimbangkan sistem konstruksi yang paling mudah,

bahan bangunan setempat, peralatan dan kemampuan teknis kontraktor.

5. Keamanan dalam pelaksanaan

6. Kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan

Perhitungan anggaran biaya yang didasarkan pada lima komponen biaya yaitu:

1. Biaya bahan-bahan.

2. Biaya tenaga kerja.

3. Biaya peralatan.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-65

Page 66: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

4. Biaya overhead.

5. Keuntungan yang diperoleh.

Dalam perhitungan anggaran biaya, biaya asuransi dan pajak tenaga buruh sudah

termasuk dalam harga buruh sedangkan biaya asuransi alat berat dan asuransi

operator sudah termasuk dalam sewa alat berat.

Biaya tenaga buruh dan alat dihitung berdasarkan jumlah jam kerja. Proses

perhitungan rencana anggaran biaya dapat dilihat berikut ini:

1. Estimasi Volume Pekerjaan

Estimasi volume dan jenis pekerjaan dibuat berdasarkan gambar-gambar desain

rencana.

2. Bahan/Material

Kebutuhan Bahan/Material dan biaya bahan diambil berdasarkan peraturan-

peraturan yang berlaku.

3. Tenaga Kerja

Produktifitas dan biaya tenaga kerja/upah diambil berdasarkan peraturan-

peraturan yang berlaku.

4. Alat Berat

Alat berat digunakan untuk membantu pelaksanaan konstruksi di lapangan apabila

jenis pekerjaan yang ada tidak dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga

manusia disebabkan karena volume yang besar atau material konstruksi yang

digunakan terlalu berat. Produktifitas dan biaya sewa alat berat diambil

berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku.

Apabila perencanaan detail desain dan Rencana Anggaran Biaya telah dapat

diselesaikan, maka akan disusun:

1. Schedule pelaksanaan proyek yang terbagi dalam beberapa paket kegiatan sesuai

dengan urutan prioritas dari masing-masing kegiatan tersebut.

2. Rencana anggaran biaya dari masing-masing paket kegiatan serta alokasi dana

yang diperlukan pada tiap-tiap Tahun Anggaran termasuk pula dana harus

disediakan untuk pekerjaan pembebasan tanah dan bangunan.

3. Syarat-syarat teknis dari masing-masing pekerjaan yang diusulkan beserta syarat-

syarat umum dan syarat-syarat umum dan syarat-syarat administrasi.

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-66

Page 67: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-67

Page 68: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Tabel 3.11 Resume Kegiatan

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-68

Page 69: BAB 3_Metodologi Kegiatan

BAB 2Metodologi Kegiatan PT Wahana Pengembangan Usaha

Laporan InterimStudi Kelayakan dan DED PLTMH di Kabupaten Buton Utara 3-69

No. Jenis Kegiatan Uraian Kegiatan

A. Studi Pendahuluan.

1. Persiapan. Mempersiapkan administrasi proyek

terdiri dari buku kontrak, SPMK dan SPL.

Mempersiapkan personil yang akan

dilibatkan dalan pekerjaan.

Mempersiapkan peralatan yang akan di

gunakan.

Perijinan.

2. Pengumpulan Data serta

Kependudukan, Sosial

Mengumpulkan data peta topografi skala

1 : 25.000 atau yang lebih besar.

identifikasi dan inventarisasi

Data titik referensi yang akan digunakan.

Data RUTRW dan RDTR.

Data hidroklimatologi.

Data peta geologi sungai dan pantai

3. Tinjauan Lapangan. Melaksanakan tinjauan lapangan bersama

antara pihak Direksi Pekerjaan dengan

pihak tenaga ahli dari Konsultan.

B. Survei dan Investigasi

serta Analisa Data.

1. Survei Topografi. Pengukuran kerangka dasar horizontal.

Pengukuran kerangka dasar vertical.

Pengukuran detail situasi.

Pengukuan profil melintang.

2. Hidrologi

Pengumpulan Hidrologi

dan Data meteorologi

lainya

Pengumpulan data diambil berdasarkan

stasiun pencatat terdekat dengan lokasi

pekerjaan.

3. Penyelidikan Geologi

Teknik.

4. Penggambaran Topografi Penggambaran pemetaan topografi.

Penggambaran profil memanjang dan

melintang.

5. Analisa Geologi dan

Mekanika Tanah.

Melakukan analisa dari hasil investigasi

geologi.

6. Analisa Sosial Ekonomi Analisa Nilai Bersih Sekarang (NPV)

Analisa Biaya Keuntungan (BCR)

Tingkat Pengembalian Internal (IRR) dan

Titik Impas (BEP).

7. Analisa Lingkungan Informal mengenai lingkungan.

Informasi mengenai perubahan