BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

29
1 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan 2.1.1 Pengertian Pernapasan Pernapasan atau respirasi adalah kegiatan pertukaran udara (karbodioksida dan oksigen) dari dalam tubuh ke luar tubuh/paru- paru. Oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ pernapasan. Pada keadaan tertentu, bila tubuh kelebihan karbondioksida, maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan karbondioksida yang ada didalam tubuh tersebut dengan jalan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara oksigen dan karbondioksida didalam tubuh. Syaifuddin (2016). 2.1.2 Anatomi Sistem Pernapasan 2.1.2.1 Hidung Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra penciuman. Bentuk dan stuktur hidung menyerupai piramida atau kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang menggangu proses pernapasan. Syaifuddin (2016). Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago sebelah bawah dan tulang hidung disebelah atas ditutupi

Transcript of BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Page 1: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

1

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.1.1 Pengertian Pernapasan

Pernapasan atau respirasi adalah kegiatan pertukaran udara

(karbodioksida dan oksigen) dari dalam tubuh ke luar tubuh/paru-

paru. Oksigen yang berada di luar tubuh dihirup (inspirasi) melalui

organ-organ pernapasan. Pada keadaan tertentu, bila tubuh kelebihan

karbondioksida, maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan

karbondioksida yang ada didalam tubuh tersebut dengan jalan

menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu

keseimbangan antara oksigen dan karbondioksida didalam tubuh.

Syaifuddin (2016).

2.1.2 Anatomi Sistem Pernapasan

2.1.2.1 Hidung

Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat

pernapasan dan indra penciuman. Bentuk dan stuktur hidung

menyerupai piramida atau kerucut dengan alasnya pada

prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis

palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem

pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum rongga

hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi

rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda

asing yang menggangu proses pernapasan. Syaifuddin

(2016).

Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di

belakang eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago

sebelah bawah dan tulang hidung disebelah atas ditutupi

Page 2: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

bagian luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya

dengan membran mukosa. Santa et al (2013).

Hidung juga naso atau nasal. Terdiri dari dua kavum nasi

yang dipisahkan oleh septum nasi (sekat rongga hidung).

Didalam hidung terdapat bulu-bulu halus yang berfungsi

untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang

masuk ke dalam hidung. Manurung (2016).

2.1.2.2 Faring

Faring adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak

lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI. Di antara

basis kranii dan esofagus berisi jaringan ikat digunakan untuk

tempat lewat alat-alat di daerah faring. Syaifuddin (2016).

Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar

tenggorokan dan berakhir sampai persambungannya dengan

esofagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas

tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni

nasofaring (dibelakang hidung), orofaring (dibelakang

mulut), dan laringofaring (dibelakang laring). Muttaqin

(2012).

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan

pernapfasan dan jalan makan. Manurung (2016).

2.1.2.3 Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang

rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat,

dan ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring membentuk

tepi epiglotis, lipatan dari efiglotis aritenoid dan pita

interaritenoid, dan sebelah bawah tepi bawah kartilago

Page 3: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan

membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis

dan bagian bawah disebut subglotis. Syaifuddin (2016).

Laring terletak diantara faring dan trakea. Berdasarkan letak

vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan

berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring disusunoleh

9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan ot rangka pada

tulang hioid di bagian atas dan trakea dibawahnya. Muttaqin

(2012).

Laring menghubungkan faring dan trakea. Laring yang

dikenal sebagai kotak suara (voice box) atau pangkal

tenggorok mempuanyai bentuk seperti tabung pendek dengan

bagian besar diatas dan menyempit ke bawah. Irianto (2013).

Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang

dihubungkan dengan otot dan mengandung pita suara. Laring

berhubungan dengan fonasi dan berfungsi sebagai pelindung.

Epiglotis berfungsi menutup laring saat menelan. Manurung

(2016).

2.1.2.4 Trakea

Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa

seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang

disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae

servikalis VI sampai tepi bawah kartilago krikoidae

vertebrata torakalis V. Panjangnya sekitar 13 cm dan

diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding

fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang

mempertahankan trakea tetap terbuka. Syaifuddin (2016).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Trakea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm

dengan panjang 11 cm. Trakea terletak setelah laring dan

memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis ke-5.

Ujung trakea bagian baawah bercabang menjadi dua bronkus

kanan dan kiri. Muttaqin (2012).

Trakea merupakan bagian saluran pernapasan yang

bentuknya seperti tabung dan merupakan lanjutan laring, dan

merupakan saluran udara sejati, panjangnya kira-kira 10 cm.

Dinding trakea terdiri dari otot polos yang ditunjang oleh

sejumlah 16-20 cincin tulang rawan yang bentuknya seperti

hurup C. Irianto (2013).

Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16

sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang

dibentuk seperti kuku kuda (huruf C). Panjang trakea lebih

kurang 9-11 cm. Manurung (2016).

2.1.2.5 Bronkus

Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea,

terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus

mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh

sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah

kearah tampuk paru-paru. Bronkus mengadakan pendekatan

pada lobus pernafasan, struktur dalam bronkus berbeda dengan

diluar bronkus.

Seluruh gabungan otot menekan bagian yang melaui cabang-

cabang tulang rawan yang makin sempit dan semakin kecil

yang disebut brokiolus. Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke

dalam lobus dan bercabang lebih banyakdengan diameter 0,5

mm, bronkus yanng terakhir membangkitkan pernapasan

brokiolus membuka dengan cara melepaskan udara ke

Page 5: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

permukaan pernapasan paru-paru. Pernapasan bronkiolus

membuka dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli

dimana terjadi pertukaran udara (oksigen dengan karbon

dioksida). Syaifuddin (2016).

Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea. Bronkus

kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek,

lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea.

Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan

sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini

memiliki implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing

yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada

di bronkus kana di bandingkan bronkus kiri karena arah dan

lebarnya. Muttaqin (2012).

Struktur mikrodkopis bronkus mirip dengan trakea. Bronkus

primer kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih kecil dari

bronkus kanan. Maka benda-benda asing yang terhisap lebih

sering dan lebih mudah masuk ke bronkus kanan. Irianto

(2013).

2.1.2.6 Pulmo

Paru-paru merupakan organ utama sistem pernapasan yang

berda di dalam rongga dada, terdiri atas paru kanan dan paru

kiri. Paru-paru dibungkus kantung yang dibentuk oleh pleura

paritalis dan pleura viseralis. Di antara paru kanan dan paru

kiri terdapat mediasternum yang berisi jantung, aorta, dan

arteri besar, pembuluh darah vena besara, trakea.

Kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan

salurannya. Kedua paru sangat lunak dan elastis, mampu

mengembang dan mengempis secara bergantian. Sifat elastis

paru disebabkan oleh adanya serat-serat jaringan ikat elastis

Page 6: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

dan tegangan permukaan alveolus. Paru-paru berwarna biru

keabu-abuan dan berbintik-bintik akibat dari partikel-partikel

debu yang masuk dimakan fagosit, banyak ditemukan pada

pekerja tambang.

Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul menjorok

keatas, masuk ke leher kira-kira 2,5 cm diatas klavikula. Fasies

kostalis yang koveks berhubungan dengan dinding dada dan

fasies mediastinalis yang konkaf membentuk perikardium.

Sekitar pertengahan permukaan kiri terdapat hilus pulmonalis

suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf

masuk paru-paru membentuk radiks pulmonalis. Syaifuddin

(2016).

Paru-paru terdiri dari paru-paru kanan (lobus superior, medial

dan inferior), 10 segmen. Paru-paru kiri (lobus superior, dan

inferior), 10 segmen. Paru-paru terletak di dlam rongga dada

atau rongga thoraks, paru-paru dibungkus oleh sepalut yang

disebut pleura, terbagi atas dua lapisan yaitu, pleura parietalis

(bagian luar, yang melapisi rongga dada). Pleura viseralis

(bagian dalam, yang menyelubungi seriap paru-paru). Celah

antara pleura parietalis dan pleura viseralis disebut kavum

pleura yang normalnya hampa udara sehingga paru-paru dapat

berkembang kempis secara sempurna, didalamnya juga

terdapat sedikit cairan yang berfungsi untuk melumasi

permukaan pleura serta menghindarkan gersekan antara paru-

paru dengan dinding dada pada waktu bernafas atau bergerak.

Manurung (2016).

2.1.2.7 Sinus Pleura

Tidak seluruh kantung dibentuk oleh lapisan pleura diisi secara

sempurna oleh paru-paru, baik kearah bawah maupun kearah

depan. Terdapat kavum pleura yang dibentuk hanya oleh

Page 7: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

lapisan pleura parietalis saja, rongga ini disebut sinus pleura

(recessus pleura). Syaifuddin (2016).

2.1.2.8 Ligamentum Pulmonal

Radiks pulmonalis : bagian depan, atas, dan belakang ditutupi

oleh pertemuan parietalis dan pleura viseralis. Sebelah bawah

radiks yang berasal dari depan dan belakang bergabung

membentuk lipatan yang disebut ligamentum pulmonal.

Ligamentum ini terdapat diantara bagian bawah fasies

mediastinalis dan perikordiuim dan berakhir pada pinggir yang

bundar. Syaifuddin (2016).

2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan

2.2.1 Fisiologi sistem pernapasan berdasarkan santa et al (2013) :

2.2.1.1 Ventilasi

Ventilasi adalah gerakan udara masuk dan keluar dari paru-

paru. Gerakan dalam pernafasan adalah ekspansi dan inspirasi.

Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi dan kuabh dari

diafragma menurun, pada waktu yang bersamaan otot-otot

interkostal interna berkontraksi dan mendorong dinding dada

sedikit ke arah luar. Dengan gerakan seperti ini ruang didalam

dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara

memasuki paru-paru.

Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna

relaksasi. Diafragma naik, dinding-dinding dada jatuh kedalam

dan ruamg di dalam dada hilang. Pada pernafasan normal yang

tenang terjadi sekitas 16 kali permenit. Ekspirasi diikuti

dengan terhentinya sejenak. Kedalaman dan jumlah dari

gerakan pernafasan sebegian besar dikendalikan secara

biokimiawi.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.2.1.2 Difusi

Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida

didalam alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Gas-gas

melewati hampir secara seketika siantara alveoli dan darah

dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari

tempat yang tinggi tekanan partialnya ke tempat lain yang

lebih rendah tekanan parsialnya.

2.2.1.3 Transportasi gas dalam darah

Transport : pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh

darah. Oksigen ditrasportasi dalam darah: dalam sel-sel darah

merah; oksigen bergabung dengan hemoglobin utuk

membentuk oksihemoglobin, yang berwarna merah terang.

Dalam plasma: sebagian oksigen terlarut dalam plasma.

2.2.1.4 Pertukaran gas dalam jaringan

Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan

karbondioksida diantara darah dan jaringan.

2.2.2 Fisiologi sistem pernafasan menurut Manurung (2016) :

2.2.2.1 Pernafasan Paru-paru ( pernafasan Eksternal)

Merupakan pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi pada paru-

paru. O2 diambil melalui hidung pada waktu bernafas dimana

O2 masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan

dengan darah dalam kapiler pulmonal, alveoli memisahkan

O2 dari darah. O2 menembus embran, diambil oleh sel darah

merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke

seluruh tubuh. CO2 yang merupakan hasil buangan

menembuh membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan

melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.

2.2.2.2 Pernafasan Jaringan (Pernafasan Internal)

Hemoglobin yang banyak mengandung O2 masuk ke dalam

jaringan tubuh dan pada akhirnya mencapai kapiler. Darah

Page 9: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

mengeluarkan O2 ke dalam jaringan dan mengambil CO2

untuk di bawa ke paru-paru.

2.3 Mekanisme Pernapasan

Paru-paru dan dinding dada adalah sturtur yang elastis. Dalam keadaan

normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada, paru-

paru dengan mudah mengembang dadalam dinding dada. Tekanan pada

ruang antara paru-paru dan dinding dada dibawah tekanan atmossfer, paru-

paru teregang dan berkembang pada waktu bayi baru lahir. Pada waktu lahir

ekspirasi tenang kecenderungan recoil dinding dada diimbangi oleh

kecenderungan dinding dada untuk recoil kearah yang berlawanan. Paru-

paru dapat mengembang dan mengempis melalui dua cara, yaitu (1) dengan

cara gerakan diafragma untuk membesar dam memperkecil rongga dada,

serta (2) dengan depresi atau elevasi tulang iga untuk memperbesar dan

memperkecil diameter anterposterior rongga dada. Syafuddin (2016).

2.4 Konsep Penyakit Pneumothoraks

2.4.1 Definisi Pnemothoraks

Pnemothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi

udara ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan

parenteral, yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada

keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru

leluasa mengembang terhadap rongga dada. Nanda (2015).

Pnemothoraks adalah adanya udara dalam rongga pluera yang terjadi

ketika udara ditarik kedalam pleura dari paru yang mengalami laserasi

atau melalui lubang kecil dalam dinding dada. Pada dua kasus

tersebut, udara yang masuk rongga dada bersama dengan setiap

inspirasi akan terjebak disini, udara tidak dapat dikeluarkan melalui

jalan udara atau lubang kecil dalam dinding dada.Wahid & Suprapto

(2013).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Luka dada terbuka adalah satu di mana pneumothoraks (akumulasi

udara), hasil dari penetrasi rongga pleura. Kumagai (2013).

Pneumothoraks terjadi ketika pleura parietalis dan viseralis robek dan

ruang pleura terpapar oleh tekanan atmosfer positif. Normalnya,

tekanan di dalam ruang pleura adalah tekanan negatif atau

subatmosfer (dibawah tekanan atmosfer), tekanan negatif ini

diperlukan untuk mempertahankan pengembangan paru. Brunner &

Suddarth (2015).

Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana udara masuk ke area

pleural antara pleura visceral da parietal. Manurung (2016).

2.4.2 Klasifikasi

Klasifikasi pneumothoraks menurut Muttaqin (2012) dibagi menjadi:

a. Pnemothoraks terbuka

Terjadi akibat adanya hubungan terbuka rongga pleura dan

bronkhus dengan lingkungan luar.Sehingga tekanan intrapleura

sama dengan tekanan barometer (luar). Takanan intrapleura

disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan.

b. Pnemothoraks tertutup

Ronga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan dunia luar.

Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena

reabsopsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka

tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru-paru

belum bisa berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura

yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.

c. Pnemothoraks ventil

Merupakan Pnemothoraks yang mempunyai tekanan positif

berhubungan adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.

Udara melalui bronkhus terus ke percabangannya dan menuju

Page 11: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

kearah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi, udara masuk

kerongga pleura yang permulaannya masa negatif.

Klasifikasi menurut Nanda (2015) antara lain :

a. Pnemothoraks traumatik

1. Pnemothoraks iatroganik

Terjadi karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini

dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Pnemothoraks traumatik iatrogenik aksidental ini terjadi

akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi

tindakan tersebut, misalnya tindakan parasentesis dada,

biospy pleura, biospy transbronkial, biospy/aspirasi paru

perkutaneus.

2) Pnemothoraks traumatik iatrogenik artifical merupakan

Pnemothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi

udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu

alat maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkolusis

(sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan

paru.

b. Pnemothoraks spontan

Pnemothoraks spontan dibagi lagi menjadi primer (tanpa adanya

penyakit yang mendasari) dan sekunder (komplikasi dari penyakit

paru akut atau kronik).

Klasifikasi pneumothoraks menurut Elita dan iskandar (2014) dibagi

berasarkan penyebabnya:

a. Spontan (primer, sekunder, katamenial, dan neonatal)

b. Tauma (penetrasi, tumpul)

c. Latrogenik (ventilasi mekanik, torakosentesis, biiopsi paru,

katerisasi vena, pascabedah)

d. Lain-lain ( perforasi esofagus)

Page 12: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.4.3 Etiologi

Infeksi saluran nafas, adanya rupture „bleb; pleura, taumatik, acute lung

injury dan penyakit imflamasi paru akut dan kronis. Nanda (2015)

Proses terjadinya pnemotorak menurut Muttaqin (2012) adalah sebagai

berikut:

a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan

udara ke arah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu

melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.

b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial

adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.

c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan

jaringan fibrosisi di peribronksovaskular ke arah hilus, masuk

mediastinum, dan menyebabkan Pnemothoraks.

Penyebab Pnemothoraks menurut Bilotta (2012) dibagi berdasarkan

klasifikasinya yaitu:

a. Pnemothoraks terbuka

1. Cedera tembus pada dada

2. Pembedahan dada

3. Biospi transbronkial dan biospi paru per kutan

4. Torasentesis

b. Pnemothoraks tertutup

1. Trauma tumpul pada dada

2. Fraktur iga

3. Fraktur klavikula

4. Ruptur bleb kongenital dan rupturbula emfisematosa

5. Barotrauma

6. Lesi tuberkular erosif atau lesi kanker

7. Penyakit paru interstisal

c. Tension Pnemothoraks

1. Luka tembus pada dada

Page 13: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2. Fungsi paru atau jalan napas akibat ventilasi tekanan positif

3. Ventilasi mekanis setelah cedera dada

4. Tekanan akhir ekspirasi positif yang tinggi, mengakibatkan

ruptur bleb alveoli

5. Oklusi atau malfungsi slang dada.

Penyebab pneumothoraks spontan menurut Manurung (2016)

adalah :

a. Ruptur kista alveolar subpleural

b. Emfisema

c. Trauma dada

d. Resusitasi kardio pulmonal

e. Bedah thoraks

f. Bedah abdomen atas

g. Thoracentesis

h. Ruptur trakheobronkhial

i. Patah tulang iga

2.4.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari klien dengan pnemotoraks menurut Nanda

(2015) meliputi:

2.4.4.1 Klien mengeluh mendadak nyeri dada pluritik akut yang

terlokalisasi pada paru yang sakit.

2.4.4.2 Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan

kerja pernapasan, dan dispnea.

2.4.4.3 Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang

sakit tidak mengembang seperti sisi yang sehat.

2.4.4.4 Suara napas jauh atau tidak ada.

2.4.4.5 Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan.

2.4.4.6 Takikardi sering terjadi menyertai tipe pnemotoraks

2.4.4.7 Hipoksemia

2.4.4.8 Ketakutan

Page 14: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.4.4.9 Gawat napas

2.4.4.10 Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata,

penurunan komplian, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif

(auto-PEEP) pasa klien yang terpasang ventilasi mekanis.

2.4.4.11 Kolaps kardiovaskuler

Tanda dan gejala yang berhubungan dengan pneumothoraks menurut

Brunner & Suddarth (2015) bergantung pada luas dan penyebabnya :

a. Nyeri pleura dengan yang timbul secara tiba-tiba

b. Gawat nafas minimal

c. Kecemasan

d. Dispenea

e. Lapar udara

f. Pengunaan otot-otot pernapasan tambahan,

g. Sianosis sentral

h. Bunyi napas mungkin menurun

2.4.5 Patofisiologi

Udara terakumuasi dan memisahkan pleura viseral dan pleura parietal.

Tekanan negatif hilang, yang mempengaruhi daya rekoil elastis, paru

rekoil dan kolaps ke hilus. Pada pnemothoraks terbuka udara atmosfir

mengalir langsung ke rongga pleura yang mengakibatkan kolaps paru

pada area yang terkena. Pada Pnemothoraks tertutup, udara masuk ke

rongga pleura dari dalam paru, sehingga meningkatkan tekanan pleura

dan mencegah ekspansi paru.

Pada tensions Pnemothoraks udara dalam rongga pleura memiliki

tekanan lebih tinggi dari udara di paru. Udara masuk ke rongga pleura

melalui ruptur pleura hanya ketika inspirasi. Tekanan udara ini

menyababkan tekanan-tekanan barometik, menyebabkan atelektasis

kompresi. Peningkatan tekanan dapat menggeser jantung dan

pembuluh darah beserta menyebabkan pergeseran mediastinum.

Bilotta (2012).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Faktor predisposisi: trauma tembus ke pleura, trauma

tumpul pada dada, TB Paru, emfisema, kanker paru.

Kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura.

Robekan ini akan brhubungan dengan bronkus, pelebaran dari alveoli dan pecahnya

septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bulla pecah menembus pleura.

Adanya hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara luar

Tekanan positif intra pleura

Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak optimal dan gangguan

difusi, distribusi dan transportasi oksigen.

Ketidakefektifan

bersihan jalan napas

Perubahan pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan.

Gangguan pemenuhan ADL.

Kecemasan

ketidaktahuan/pemenuhan

informasi

Nyeri

Kerusakan integritas

jaringan

Resiko tinggi infeksi

Resiko tinggi

trauma

Ketidakefektifan

pola napas Terpasang

bullow

drainase/WSD

Pneumothoraks ialah dalam keadaan normal, rongga pleura memiliki

tekana negatif. Tekanan negatif tersebut menyebabakan paru dapat

mengembang mengikuti pergerakan dinding dada pada saat inspirasi

dan mengempis sesuai dengan gaya lenting paru pada saat ekspirasi.

Apaila rongga pleura teris udara, maka tekanan negatif hilang

sehingga paru tidak dapat mengembang mengikuti dinding dada dan

cenderung mengecil(recoil) mengikuti gaya lenting yang sesuai

dengan sifat jaringan paru. Semakin luas pneumotoraks, semakin kecil

ukuran paru sehingga menurunkan kapasitas vital paru. Elita dan

Iskandar (2014).

2.4.6 Pathway

Arif Muttaqin (2008).

Edema trakeal/faringeal

peningkatan produksi

secret dan penurunan

kemampuan batukef

ektif.

Keluhan sistemik, mual,

intake

nutrisitidakadekuat,

malaise, kelemahan dan

keletihan fisik,

kecemasan,

ketidaktahuan akan

prognosis.

Respon nyeri,

adanya luka post

pemasangan WSD.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.4.7 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya Pnemothoraks menurut Biotta (2012) yaitu:

2.4.7.1 Pria

2.4.7.2 Merokok

2.4.7.3 Penyakit paru

2.4.7.4 Riwayat Pnemothoraks

2.4.8 Masalah Yang Lazim Muncul

Masalah yang lazim muncul meliputi:

2.4.8.1 Ketidakefektifan pola napas

2.4.8.2 Nyeri akut

2.4.8.3 Hambatan mobilitas

2.4.8.4 Kerusakan integritas

2.4.8.5 Resiko infeksi

Nanda (2015).

2.4.9 Komplikasi

Masalah yang lazim muncul meliputi:

2.4.9.1 Atelektasis

2.4.9.2 Pnemonitis

2.4.9.3 Kegagalan pernapasan

2.4.9.4 Tensionpnemothoraks

2.4.9.5 Pnemothoraks bilateral

2.4.9.6 Emfisema

Nanda (2013)

2.4.10 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan bergantung pada jenis pnemothoraks yang dialaminya,

derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit

yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan

dekompresi seperti:

Page 17: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

a. Menusukan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga

pleura.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil seperti

penggunaan pipa Water Seales Drainage (WSD), pengisapan

kontinu, dan pencabutan drain.

c. Tindakan bedah

d. Pengelupasan atau dekorisasi.

Muttaqin (2012)

Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengeluarkan udara dari ruang

pleura :

a. untuk pneumothoraks, slang dada berukuran kecil dimasukkan

pada interkosta kedua.

b. Antibiotik dapat diresepkan untuk mengatasi infeksi akibat

kontaminasi

c. Torakomi darurat dapat dilakukan di departeman gawat darurat

jika pasien diduga mengalami cedera kardiovaskular akibat

trauma dada atau taruma tusuk.

d. Pasien yang berisiko mengalami pneumothoraks tekanan harus

segera diberikan terapi oksigen konsentrasi tinggi untuk

mengatasi hipoksemia, dan oksimetri nadi harus dipasang untuk

memantau saturasi oksigen pasien.

Brunner & suddrarth (2015)

2.4.11 Penatalaksanaan Keperawatan

a. dukung upaya deteksi dini melalui pengkajian dan identifikasi

populasi risiko tinggi; laporkan gejala-gejala yang ditemukan.

b. Bantu pemasangan selang dada; pertahankan drainase dada atau

sekat air

c. Pantau status pernapasan dan pengembangan paru, dan intervensi

dilakukan bersama-sama dengan profesional kesehatan lain.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

d. Berikan informasi dan dukungan emosional kepada pasien dan

keluarga.

Brunner & suddrarth (2015)

2.5 Proses Asuhan Keperawatan

2.5.1 Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernapasan dengan

Pnemothoraks

2.5.1.1 Pengkajian Keperawatan

a. Anamnesa

Anamnesa pneumothoraks menurut muttaqin (2012) :

1) Riwayat penyakit saat ini

Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa

berat pada dada, dan keluhan sulit bernapas serta nyeri

dada. Seringkali sesak napas datang mendadak, dan

semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang

sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada

gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada

riwayat trauma yang mengenai organ rongga dada

seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan

yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,

kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma

tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung

menembus pleura.

2) Riwayat penyakit terdahulu

Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita

penyakit paru seperti TB paru, pneumonia atau PPOM

(penyakit paru obstruksi menahun) dimana sering ter-

jadi pada pneumothoraks spontan.

3) Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga klien

yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat

menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, TB

Page 19: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

paru, PPOM dan lain-lain yang berhubungan dengan

penyebab pneumothoraks.

4) Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap

penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya setara

bagaimana perilaku klien pada tindakan yang dilakukan

terhadap dirinya.

Anamnesa pneumothoraks menurut Tanto (2014) :

1) Pneumothoraks spontan biasanya muncul saat istirahat

2) Tanyakan dan periksa faktor resiko: perokok, usia 18-

40 tahun, bertubuh tinggi dan kurus, atau kehamilan.

3) Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis.

Tanyakan juga mengenai trauma, jenis trauma,

mekanisme, waktu terjadi, dan sebagainya.

4) Tanyakan riwayat pneumothoraks sebelumnya untuk

kemungkinan rekurensi

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pneumothoraks menurut berbagai

sumber :

1) Pernapasan atau respirasi pemeriksaan fisik pada klien

dengan pneumothoraks merupakan pemeriksaan fokus

yang terdiri atas inspeksi,palpasi, perkusi, dan

auskultasi.

a) Inspeksi

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta

penggunaan otot bantu pernapasan. Pernapasan

ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada

tertinggal pada dada yang tertinggal pada dada sisi

yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris

(cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk

Page 20: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

yang produktif dengan sputum yang purulen.

Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.

Muttaqin (2012).

Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior,

klien pada posisi duduk. Dada diobservasi dengan

membandingkan satu ssi dengan sisi lainya.

Tindakan dilakkukan dari atas (apeks) sampai ke

bawah. Inspeksi thoraks posterior, meliputi warna

kulit dan kondisinya, skerlesi, dan lordosis. Catat

jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan

kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan

pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada

mengidentifikasikan pennyakit pada paru atau

pleura Wahid & Suprapto (2013).

b) Palpasi

Taktil fermitus menurun pada sisi yang sakit.

Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada

yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga

bisa saja normal atau melebar. Muttaqin (2012).

Dilakukan untuk mengkaji kesimetriasan

pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,

mengidentifikasi keadaa kulit dan membantu

vocal/tactil premitus (vibrasi). Palpasi thorak untuk

mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi

seperti massa, lesi, bengkak. Kaji kelembutan kulit,

terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal

premitus, yaitu getaran dinding dada yanng

Page 21: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

dihasilkan ketika berbicara. Wahid & Suprapto

(2013).

c) Perkusi

Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor

sampaitimpani, dan tidak bergetar. Batas jantung

terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila

tekanan intrapleura tinggi. Muttaqin (2012).

Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji

resonasi pilmoner, organ yang ada di sekitarnya

dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Wahid &

Suprapto (2013).

d) Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi

yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas

letak cairan maka akan semakin tipis, sehingga

suara napas terdengar amforis, bila ada fistel

bronkhopleura yang cukup besar pada

pnemothoraks terbuka. Muttaqin (2012).

Merupakan pengkajian yang sangat bermakna,

mencakup mendengarkan bunyi nafas normal,

bunyi nafas tambahan (abnormal) dan suara.

Wahid & Suprapto (2013).

2) Kardiovaskuler atau Sirkulasi

Perawat perlu memonitor dampak Pnemothoraks pada

status kardiovaskular yang meliputi keadaan

hemodinamika seperti nadi, tekanan darah, dan

pengisian kapiler darah.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

3) Persyarafan atau Neurologik

Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu,

diperlukan juga pemeriksaan GCS. Apakah compos

mentis, samnolen, atau koma.

4) Perkemihan Eliminasi atau Genitourinaria

Pengukuran volume output urin berhubungan dengan

intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor

adanya oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari

syok.

5) Pencernaan Eliminasi atau Gastrointestinal

Akibat adanya sesak napas, klien biasanya mengalami

mual muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan

berat badan.

6) Tulang Otot Integumen

Pada trauma dirusuk dada, sering didapatkan adanya

kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga

meningkatkan risiko infeksi.

Muttaqin (2012).

Pemeriksaan fisik menurut Priharjo (2012).

a) Kulit

Mengetahui kondisi kulit, warna kulit, kebersihan,

integritas kulit, jarinngan parut, lesi, suhu kulit, tekstur,

turgor, dan setiap ketidakabnormalan.

b) Kepala dan leher

Warna dan distribusi rambut, keadaan rambut, kulit

kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, gerakan

leher,warna kulit pada leher, kelenjar limfe, kelenjar

tiroid, adanya pelebaran vena jugularis dan kelainan

lainnya.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

c) Penglihatan dan mata

Bola mata, kelopak mata, bulu mata, kulit, konjungtiva

dan skelera, reaksi pupil terhadap cahaya, gerakan mata,

nyeri tekan pada bola mata, dan kelainan lainya.

d) Penciuman dan hidung

bentuk dan fungsi hidung, keadaan kulit, kesimetrisan

lubang hidung, sekret, pembengkakan pada kulit hidung,

pembengkakan dan kepatenan jalan napas,

e) Pendengaran dan telinga

Bentuk, warna, lesi dan massa. Fungsi telinga, dan

penngunaan alat pendengaran.

f) Mulut dan gigi

Bibir, gigi, dan gusi. Kebersihan mulut, lidah, gangguan

menelan adanya radang pada tenggorokan.

g) Dada, pernapasan, jantung dan sirkulasi

Ekspansi dinding dada, kesmetrisan dada, taktol

premitus, perkusi dan askultasi pernapasan. Letak ictus

cordis, pulsasi pada dinding thoraks perkusi batas-batas

jantung, auskultasi suara suara jantung 1 dan 2. CRT,

warna ujung-jung jari, bibir, dan adanya nyeri dada.

h) Abdomen

Bentuk abdomen secara umum, warna kulit abdomen,

penonjolan serta ketidaksimetrisan, luka/insis, suara

peristaltik usus per menit, asites, turgor kulit pada

daerah perut, adanya nyeri tekan, massa.

i) Genentalia dan reproduksi

Inspeksi rambut pubil bersih atau tidak, lesi, benjolan,

adanya penyumbatan pada lubang uretra, adanya nyeri

tekan,cairan atau kelainan lain.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

j) Ekstrimitas atas dan bawah

Rentang gerak, kekuatan otot, kemampuan mobilitasasi,

adanya trauma pada kak/tangan, insersi infus,

keterbatasan gerak,deformitas, fraktur, pittimg edema.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologi, gambaran radiologis pnemothoraks

akan tampak hitam, rata, dan paru-paru yang kolaps akan

tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang

paru yang kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk

globuler yang sesuai dengan lobus paru. Adakalanya paru

mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperi massa

yang berada didaerah hilus. Perlu diamati ada tidaknya

pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau

trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah

terjadi Pnemothoraks ventil dengan tekanan intrapleura

yang tinggi. Muttaqin (2012).

Pemeriksaan penunjang menurut Manurung (2016), yaitu :

a. Photo thoraks

b. Spirometri

c. Lanoratorium

d. AGDA

2.5.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut Nanda (2015) :

a. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi

udara/cairan.

b. nyeri akut berhubbungan dengan trauma jaringan dan

reflek spasme otot sekunder

c. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma

mekanik terpasang bullow drainage

Page 25: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

d. resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya

organisme sekunder terhadap trauma.

2.5.1.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut Muttaqin (2012) meliputi:

a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan

dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap

peningkatan tekanan dalam rongga pleura.

Tujuan dan keriteria hasil: setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif, tidak

terjadi komplikasi seperti syok, gagal napas, hipoksia.

Intervensi keperawatan meliputi:

1) Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus. Contoh

kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi

ventilasi mekanik.

Rasional :pemahaman penyebab kolaps paru perlu

untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih

tindakan terapeutik lain.

2) Mengkaji fungsi pernapasan, catat

kecepatan/pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar

udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.

Rasional :distres pernapasan dan perubahan pada tanda

vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisologi dan nyeri

atau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan

dengan hipoksia/perdarahan.

3) Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan

ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan

udara.Rasional: kesulitan bernapas “dengan” ventilator

dan/atau peningkatan tingkatan jalan napas diduga

memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (mis,

ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotorak).

4) Auskultasi bunyi napas.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Rasional: bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada

lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral).

Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area

kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga dilakukan

untuk area yang baik pertukaran gasnya dan

memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.

5) Catat pengembangan dada dan posisi trakea.

Rasional: pengembangan dada sama dengan ekspansi

paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada

tegangan pneumotorak.

6) Kaji fremitus.

Rasional: suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun

pada jaringan yang tersisi cairan/konsolidasi.

7) Kaji klien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas

dalam.

Rasional: sokong terhadap dada dan otot dan abdominal

membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma

8) Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

Rasional:meningkatkan inspirasi maksimal,

meningkatkan ekspansi paru dan ventalitas pada sisi

yang tak sakit

b. Resiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan

adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan

tindakan WSD.Tujuan dan keriteria hasil: setelah

dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi

tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada

tanda-tanda infeksi. Intervensi keperawatan meliputi:

1) Kaji warna kulit atau suhu dan pengisian kapiler pada

area pemasangan WSD dan tandur kulit

Rasional:merupakan tanda dan gejala infeksi sekunder

yang harus dicegah dengan memonitor tanda dan

gejala tersebut.

Page 27: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2) Tetap pada dasilitas kontrol infeksi (sterillisasi dan

prosedur antiseptik)

Rasional: tindakan sesuai dengan prosedur dan sesuai

dengan prinsip steril dapat mencegah terjadinya

infeksi sekaligus mengurangi resiko.

3) Ulangi studi laboratorium untuk mengetahui

kemungkinan terjadinya infeksi sistemik.

Rasional: leukosit tinggi menunjukan adanya infeksi,

sehingga memerlukan intervensi lebih lanjut dengan

bantuan tim medis lain.

4) Ganti balutan setiap hari.

Rasional: mencegah terjadinya infeksi sekunder dan

memberikan kenyamanan pada klien dengan

digantinya balutan.

5) Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian

antibiotik sesuai petunjuk.

Rasional: antibiotik dapat membunuh mikroorganisme

yang menyebabkan infeksi.

c. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan

adanya luka pasca pemasangan WSD. Tujuan dan

keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan gangguan integritas kulit dapat teratasi, tidak

terjadi perluasan kerusakan jaringan, tidak terjadi iritasi

lain.Intervensi keperawatan meliputi:

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional: mengidentifikasi secara dini adanya

takikardi yang mungkin indikatif dari terjadinya

infeksi.

2) Waspadai faktor resiko lanjut

Rasional: ini mempengaruhi pemulihan luka dan

tahanan pada infeksi

3) Tutup luka dengan balutan steril.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Rasional: mencegah terjadinya infeksi sekunder dan

mempertahankan luka dengan sifat luka itu sendiri

(kering/basah)

4) Kaji faktor resiko perluasan integritas kulit

Rasional: faktor resiko perluasan akan mencegah

terjadinya perluasan kerusakan yang dapat dicegah

secara dini.

d. Nyeri akut berhbungan dengan agen cidera fisik

Tujuan dan kriteria hasil tindakan keperawatan selama 1

jam Nyeri hilang, Klien tampak rileks, Skala nyeri

berkurang hingga hilang (1-0), Nyeri tidak hilang timbul

lagi, TTV dalam batas normal dan Klien mampu

mengatasi nyeri.

1) Kaji karakteristik nyeri

Rasional : menentukan intervensi selanjutnya

2) Observasi respon terhadap nyeri

Rasional : Mengetahui perkembangan kondisi klien

3) Pantau keadaan WSD yang menyebabkan nyeri

hilang.

Rasional : Keadaan WSD yang bersih dan baik dapat

mencegah infeksi dan nyeri

4) Ajarkan klien teknik relaksasi napas dalam

Rasional : Mengurangi ketegangan dan membuat

klien menjadi lebih rileks

5) Berikan kompres hangat pada daerah yang terasa

nyeri

Rasonal : Kompres hangat akan menyebabkan

vasodilatasi dapat mnyebabkan penguapan dan

mengurangi rasa nyeri dan membuat klien menjadi

merasa nyaman

6) Kolaborasi medis pemberian obat analgetik

Rasional : Obat analgetik dapat mengurangi nyeri.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan