BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41608/3/jiptummpp-gdl-mohivanres-49635-3-babii.pdf · c....
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/41608/3/jiptummpp-gdl-mohivanres-49635-3-babii.pdf · c....
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperglikemia
2.1.1 Definisi
Hiperglikemia adalah kadar glukosa melebihi nilai normal
dikarenakan tubuh tidak memproduksi insulin atau insulin tidak bekerja
dengan baik (Sunaryo, Rahmania, & Dwitiyanti, 2015).
Glukosa diperlukan sebagai stimulator sel β pankreas dalam
memproduksi insulin. Kadar glukosa darah yang meningkat akan
ditangkap oleh sel β melalui glucose transporter 2 (GLUT2). Glukosa
akan mengalami fosforilasi dan glikolisis untuk membentuk adenosin
triphosphate (ATP). ATP menyebabkan penutupan kanal ion K+
sehingga terjadi depolarisasi pankreas, yang diikuti masuknya Ca2+
ke
dalam sel β sehingga akan terjadi translokasi granul insulin ke membran
dan insulin akan dilepaskan ke dalam darah (American Diabetes
Association, 2013;Sunaryo, Rahmania, & Dwitiyanti, 2015).
2.1.2 Stres Oksidatif pada Hiperglikemia
Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan aktivasi protein
kinase C (PKC) yang sedikitnya mengandung 15 isoform. Aktivasi
PKC juga terlibat dalam pengaturan beberapa fungsi vaskuler seperti
kontraktilitas, proliferasi sel dan sintesis protein matriks ekstraseluler.
Aktivasi PKC khususnya jenis isoform beta dapat menginduksi
disfungsi pada beberapa organ diantaranya dengan meningkatkan
7
(Paryana & Wibowo, 2007)
Gambar 2.1
Anatomi Ginjal
Ginjal divaskularisasi oleh arteri renalis, sedangkan glandula
suprerenalis divaskularisasi oleh arteri supra renalis. Kedua ginjal
bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron dan tiap nefron
dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya nefron terdiri dari :
a. Suatu glomerulus dari mana cairan difiltrasikan.
b. Suatu tubulus panjang dimana cairan yang difiltrasikan diubah
menjadi urin dalam perjalannya ke pelvis ginjal dan segi anatomis
ginjal laki - laki lebih panjang dari ginjal perempuan.
2.2.2 Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal yang beranekaragam meliputi beberapa hal di
bawah ini:
a. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa cairan tubuh.
b. Mempertahankan keseimbangan garam - garam dan zat - zat lain
dalam tubuh seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida dan ion
hydrogen yang cenderung terkumpul di dalam tubuh dalam jumlah
berlebihan.
c. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dan protein ureum,
kreatinin, amoniak, asam urat dan garam-garam asam urat.
d. Mengatur aktifitas metabolik (hormon, glukoneogenesis).
8
e. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat - zat toksik atau
racun.
f. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan tubuh.
2.2.3 Mekanisme Disfungsi Ginjal akibat Hiperglikemia
Mekanisme hiperglikemia menyebabkan disfungsi ginjal
sangat kompleks diantaranya melalui peningkatan radikal bebas yang
menyebabkan stres oksidatif meningkat. Awal mulanya adalah karena
adanya peningkatan glukosa darah mengakibatkan glikosilasi sirkulator
dan seluler dari protein yang menginisiasi rangkaian reaksi
autooksidasi, yang berujung kepada pembentukan dan akumulasi AGE
dalam jaringan. AGE mempunyai potensi oksidasi dan mengakibatkan
kerusakan jaringan oleh oksigen radikal bebas. Salah satunya dapat
merusak jaringan di ginjal (Ozbek, 2012).Penelitian yang di lakukan
oleh Reddi & Jaya pada tahun 2001 menyatakan bahwa oksigen radikal
bebas, TGF-β1 dan defisiensi Selenium menyebabkan peningkatan
stress oksidatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas oksigen
radikal bebas, TGF-β1 dan defisiensi Selenium dapat mempengaruhi
kerusakan Deoxyribonucleic Acid (DNA) glomerulus dan menyebabkan
penurunan reabsorbsi di tubulus. Sementara pemberian suplemen
Selenium mencegah pembentukan stres oksidatif dan kerusakan struktur
renal.
Hiperglikemia tak terkontrol juga dapat menstimulasi aktivasi
PKC yang dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ohshiro et al. pada
tahun 2006 menyatakan bahwa PKC isoform beta dapat menginduksi
9
disfungsi ginjal diantaranya dengan meningkatkan ekspresi dari TGF-β,
CTGF, Nox-4 dan lain-lain. Penelitian oleh Wang et al., pada tahun
2011 juga membuktikan bahwa TGF-β dan CTGF mengambil peran
yang cukup besar pada proses fibrinogenesis di ginjal. Fibrinogenesis
inilah yang mengakibatkan peningkatan produksi matriks mesangial
dan terjadi proliferasi sel mesangial ginjal.
PKC yang menyebabkan kenaikan ekspresi Nox-4 yang
dikenal sebagai sumber utama produksi reactive oxygen species (ROS)
di ginjal akan mengakibatkan kenaikan stres oksidatif. Produksi
berlebih dari ROS di ginjal mempunyai akibat utama yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan dan reaksi inflamasi yang mempengaruhi
fungsi tubular dan sel glomeruler sehingga fungsi ginjal terganggu
(Arora & Singh, 2013).
2.2.4 Parameter untuk Mengukur Fungsi Ginjal
a. Urea Serum
Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur
karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan nama kimia
diaminomethanal (CON2H4 atau (NH2)2CO). Urea merupakan hasil
akhir metabolisme protein yang berasal dari asam amino yang telah
dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal (Kumar, Kumar,
& Nehar, 2013). Sekitar 40% - 50% urea yang telah difiltrasi
mengalami reabsorbsi pasif di tubulus proksimal. Pada keadaan
penurunan volume intravaskular terjadi peningkatan reabsorbsi sodium
dan air di tubulus proksimal sama halnya dengan peningkatan paralel
10
dalam reabsorbsi urea. Hal ini menyebabkan kenaikan kadar urea serum
yang tidak proporsional (Gowda et al., 2010).
b. Kreatinin Serum
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin yang
disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang
berikatan dalam bentuk kreatin fosfat, dalam sintesis adenosine
triphosphate (ATP) dari adenosine diphosphate (ADP), kreatin fosfat
diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase. Seiring
dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel
menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan dalam urin (Singh, Khan, & Mittal, 2014). Ginjal juga
mempertahankan kreatinin serum dalam kadar yang normal. Pada ginjal
yang abnormal baik dari segi fungsi dan struktur, kreatinin dalam darah
akan meningkat karena klirens kreatinin yang buruk dan glomerular
filtration rate (GFR) yang rendah. Hal ini menjadi bukti bahwa nilai
kreatinin serum dapat dijadikan salah satu acuan adanya disfungsi
ginjal.
2.2.5 Perbandingan Urea dan Kreatinin Serum dalam Mengukur Fungsi
Ginjal
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kamal pada tahun
2014 yang meneliti pengaruh diabetes pada parameter fungsi ginjal
menunjukkan hasil bahwa kreatinin serum lebih sensitif pada penyakit
ginjal dibandingkan dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit
peningkatan kadar BUN atau urea serum dapat menandakan terjadinya
11
hipovolemia (kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin
sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin
serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Pada gambar grafik 2.2 menunjukkan hasil variasi presentase
antara kadar urea serum, kreatinin serum dan glukosa darah pada kadar
glukosa 130-190 mg/dL, sedangkan pada gambar grafik 2.3
menunjukkan variasi presentasi pada kadar glukosa 260-390 mg/dL.
(Kamal, 2014)
Gambar 2.2
Variasi Persentase pada Kadar Glukosa 130-190 mg/dL
(Kamal, 2014)
Gambar 2.3
12
Variasi Persentase pada Kadar Glukosa 260-390 mg/dL
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kreatinin serum lebih sensitif dibandingkan dengan urea serum dalam
mengukur fungsi ginjal pada keadaan hiperglikemia.
2.3 Kenikir (Cosmos Caudatus)
2.3.1 Taksonomi Kenikir
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Cosmos
Spesies : Cosmos Caudatus
(Sarmoko & Endang, 2010)
2.3.2 Morfologi Kenikir
Kenikir termasuk keluarga Asteraceae. Tumbuhan ini
termasuk tumbuhan herbal semusim dengan tinggi antara 0,5-1,5 m.
Batang tegak, beralur, dan mempunyai banyak percabangan serta berwarna
hijau terang keunguan. Daunnya lembut dan tajam. Ketika malam hari,
daun melipat untuk menutup kuncup terminal. Daun majemuk berbentuk
lanset dengan ujung yang meruncing dan berwarna hijau dengan tepi daun
bergerigi. Bunga dari tumbuhan ini ditemukan soliter atau berkumpul
13
dalam kelompok (majemuk) pada satu tangkai. Bunga majemuk
mempunyai tingkat bunga berbentuk seperti cawan berwarna kuning. Di
bagian bawah bunga terdapat daun pembalut berwarna hijau berbentuk
seperti lonceng. Buahnya keras, berbentuk jarum, dan ujungnya berambut.
Biji keras, berbentuk jarum dengan panjang ± 1 cm serta berwarna hitam
(Rahman, 2013).
(Bunawan et al, 2014)
Gambar 2.4
Tanaman Kenikir
2.3.3 Kandungan Kimia Kenikir
Penelitian sebelumnya menunjukkan kenikir memiliki kadar
flavonoid yang tertinggi dibandingkan tanaman yang lainnya. Flavonoid
merupakan senyawa aktif dengan aktivitas sebagai antioksidan dan
penangkal radikal bebas, yang memiliki efek bermanfaat untuk mencegah
terjadinya penyakit degeneratif. Tabel 2.1 menunjukan kandungan
senyawa aktif dalam 100 gram daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K)
14
adalah quercetin, kaempferol, chlorogenic acid, caffeic acid, ferulic acid,
anthocyanin dan β-carotene (Cheng et al., 2015).
Tabel 2.1 Kandungan Senyawa Daun Kenikir
Kandungan Total (mg/100g)
Quercetin 51,28
Kaempferol 0,90
Chlorogenic acid 4,54
Caffeic acid 3,64
Ferulic acid 3,14
Anthocyanin 0,78
β-carotene 1,35
Sumber : (Cheng et al., 2015)
Berdasarkan hasil penelitian tersebut kenikir memiliki
kandungan total flavonoid yang tinggi terutama pada quercetin-nya.
Quercetin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid. Quercetin dan
glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75% dari flavonoid. Bila
vitamin C mempunyai aktivitas antiioksidan 1,maka quercetin memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi yaitu 4,7. Flavonoid merupakan
sekelompok besar antioksidan yang bernama polifenol yang terdiri dari
antosianin, biflavon, katekin, flavanon, flavon dan flavonol. Quercetin
termasuk dalam jenis flavonol (Waji & Sugrani, 2009).
2.3.4 Mekanisme Kerja Quercetin Menghambat Disfungsi Ginjal
Salah satu jenis flavonoid utama dari ekstrak daun kenikir
adalah quercetin yang bekerja sebagai antioksidan dengan cara
meningkatkan aktivitas dan kapasitas dari enzim superoxide dismutase
15
(SOD). SOD akan menghambat proses reduksi menjadi dialuric acid
sehingga produksi ROS dapat dikurangi yang pada akhirnya akan
mengurangi juga oxidative stress rate termasuk juga oxygen free radical
agent yang ada di ginjal (Edremitlioğlu, Andiç, & Korkut, 2012).
Quercetin juga dapat memperbaiki fungsi ginjal melalui
penghambatan jalur TGF-β1 dan CTGF. Penelitian oleh Kanter pada tahun
2010 telah menunjukan bahwa quercetin secara signifikan menghambat
ekspresi TGF-β1 di ligasi duktus biliaris dan neointima pada aorta
abdominalis di tikus. Pada penelitian Mao, Liu & Jiang pada tahun 2004
menunjukkan bahwa kenaikan ekspresi CTGF dalam hepatic stellate cells
dapat diturunkan dengan quercetin. Penelitian terbaru oleh Lai, Zhang &
Yang tahun 2012 juga menunjukkan bahwa quercetin dapat memperbaiki
ekspresi TGF-β1 dan CTGF pada tikus yang diinduksi streptozotocin.
2.4 Aloksan
Aloksan adalah larutan encer yang memiliki suatu substrat
yang secara struktur adalah derivat dari pirimidin sederhana. Aloksan
merupakan analog dari glukosa yang dapat terakumulasi di sel β pankreas
melalui transporter glukosa 2 (GLUT 2) yang dapat menyebabkan
diabetes. Nama aloksan berasal dari kata allantonin dan oksalurea (asam
oksalurik). Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6-tetraxypirimidin, 2,4,5,6-
primidinetetron dengan rumus kimia adalah C4H2N2O4. Aloksan adalah
senyawa yang tidak stabil dan bersifat hidrofilik. Waktu paruh aloksan
pada pH 7,4 dan suhu 37oC adalah 1,5 menit.
16
Aloksan dapat menginduksi diabetes dalam beberapa fase.
Fase pertama terjadi beberapa menit setelah induksi aloksan maksimal
hingga menit ke-30 yang menyebabkan kondisi hipoglikemia akut. Karena
struktur aloksan yang mirip dengan glukosa menyebabkan menigkatnya
konsentrasi insulin plasma dan peningkatan ATP yang dapat menghambat
proses glukosinase. Fase kedua terjadi setelah 1 jam induksi aloksan dan
akan berlangsung 2-4 jam yang ditandai dengan meningkatnya kadar
glukosa dan penurunan sekresi insulin plasma. Fase ketiga terjadi
hipoglikemi 4-8 jam setelah induksi aloksan. Banyaknya insulin di
sirkulasi terjadi akibat induksi aloksan mengakibatkan ruptur membran sel
pada kondisi hipoglikemia. Perubahan tersebut bersifat irreversibel dengan
ditandai kematian sel pankreas. Fase keempat merupakan fase akhir
terjadinya hiperglikemi permanen ditandai dengan degranulasi komplit dan
hilangnya integritas dari sel beta setelah 24-48 jam induksi aloksan
(Rohilla & Ali, 2012). Pada fase ini tepatnya terjadi proses reduksi di beta
sel pankreas dengan mereduksi glutation, cysteine, askorbat, dan protein-
binding sulfihidryl yang menghasilkan asam dialurik yang dapat di
reoksidasi menjadi aloksan lagi (proses redoks).
Proses redoks ini mengakibatkan terbentuknya ROS yang
menyebabkan depolarisasi membran sel beta dan peningkatan Ca2+,
sehingga sitosol akan mengaktivasi berbagai enzim yang menyebabkan
peroksidasi lipid, fragmentasi DNA, dan fragmentasi protein. Akibatnya
sel beta pankreas menjadi nekrosis, sehingga fungsinya untuk sintesis dan
sekresi insulin menurun (S. Lenzen, 2008).
17
2.4.1 Efektivitas Aloksan
Efek cepat dari aloksan dapat menyebabkan peningkatan
kadar gula darah. Metabolit dari aloksan memiliki kerja sitotoksik kuat
sehingga secara selektif hanya bersifat toksik terhadap sel beta pankreas
dan tidak menyebabkan kerusakan pada sel-sel lain (endokrin, parenkim
eksokrin, dan lain-lain). Selain itu, aloksan juga bekerja pada transport
heksosa, menghambat glukosa, merangsang pelepasan insulin dan
oksidasi piruvat di pulau langerhans, sehingga energi yang berasal dari
glukosa berkurang (Lenzen, 2001).
Pada penelitian oleh Benjamin Lenzen di tahun 2001 yang
membandingkan antara aloksan dan streptozotocin berdasarkan lama
waktu dan besar kenaikan kadar glukosa didapatkan aloksan mempunyai
efek yang lebih cepat dalam mencapai kadar hiperglikemia maksimal
dibandingkan dengan streptozotocin.
(Lenzen, 2001)
Gambar 2.5