Bab 2 revisi - Bina Nusantara University · 2009. 4. 30. · qu = kapasitas dukung ultimit A = luas...
Transcript of Bab 2 revisi - Bina Nusantara University · 2009. 4. 30. · qu = kapasitas dukung ultimit A = luas...
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daya Dukung Tanah Pasir
Kapasitas dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan
penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh
tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya.
Perancangan pondasi harus mempertimbangkan adanya keruntuhan geser
dan penurunan yang berlebihan. Untuk itu perlu dipenuhi dua kriteria, yaitu
kriteria stabilitias dan kriteria penurunan.
Analisis-analisis kapasitas dukung, dilakukan dengan cara pendekatan
untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan
dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan.
Analisisnya dilakukan dengan menggangap bahwa tanah berkelakuan sebagai
bahan yang bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl
(1921), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955),
De Beer dan Vesic (1958), dan lain-lainnya.
2.1.1 Analisis Terzaghi
Terzaghi (1934) melakukan analisis kapasitas dukung tanah dengan
beberapa asumsi, sebagai berikut:
- Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga.
- Tanah di bawah dasar pondasi homogen.
6
- Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban terbagi rata
sebesar γDp fo = , dengan fD adalah kedalaman dasar pondasi dan γ adalah
berat volume tanah di atas dasar pondasi.
- Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan.
- Dasar pondasi kasar.
- Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier.
- Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastis dan
bergerak bersama-sama dengan dasar pondasi.
- Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut
geser dalam tanah ϕ .
Kapasitas dukung ultimit ( )uq didefinisikan sebagai beban maksimum
per satuan luas di mana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami
keruntuhan. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka:
APq u
u = (2.1)
dengan:
=uq kapasitas dukung ultimit =A luas pondasi
=uP beban ultimit
Untuk analisis kapasitas dukung tanah, ditinjau suatu pondasi berbentuk
memanjang tak terhingga, dengan lebar B yang terletak diatas tanah yang
homogen dan dibebani dengan beban terbagi rata uq (Gambar 2.1 (a)). Beban
total pondasi per satuan panjang adalah BqP uu = . Karena pengaruh beban uP
tersebut, pada tanah tepat di bawah pondasi akan terbentuk sebuah baji yang
7
menekan tanah ke bawah. Gerakan baji memaksa tanah di sekitarnya bergerak,
yang menghasilkan zona geser di kanan dan kirinya dengan tiap-tiap zona terdiri
dari 2 bagian, yaitu bagian geser radial yang berdekatan dengan baji dan bagian
geser linier yang merupakan kelanjutan dari bagian geser radial. (dikutip dari :
Hardiyatmo, H.C.)
Geser linier
Geser radialGeser radial
Geser linier
Baji
B
Gambar 2.1 (a) Pembebanan Pondasi dan Bentuk Bidang Geser
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).
III
β = ϕ (analisis Terzaghi)
β
45° + φ245° - φ2
ϕ ϕ III
F
E
Pp
γDfDf
Pp
HD
A BC
G
Pu
B
II
I
Gambar 2.1 (b) Bentuk Keruntuhan Dalam Analisis Kapasitas Dukung
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).
8
B/2
H= B/2 tgφ
Dδ=φ
1/2 γ+FKpγ
Gambar 2.1 (c) Distribusi Tekanan Tanah Pasif Pada Permukaan BD
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).
Dalam mengevaluasi kapasitas dukung tanah, Terzaghi (1943)
mengembangkan teori keruntuhan platis Prandtl (1921). Mekanisme keruntuhan
pondasi memanjang yang terletak pada kedalaman fD dan mempunyai dasar
yang kasar, dianalisis dengan anggapan bahwa keruntuhan terjadi pada kondisi
keruntuhan geser umum (gambar 2.1(b)). Baji tanah ABD pada zona I adalah di
dalam zona elastis. Bidang-bidang AD dan BD membuat sudut β terhadap
horisontal. Area pada zona II merupakan zona radial, sedang zona III merupakan
zona pasif Rankine. Lengkung DE dan DG dianggap sebagai lengkung spiral
logaritmis, bagian EF dan GH merupakan garis lurus. Garis-garis BE, FE, AG
dan HG membentuk sudut ( )/245 ϕ−° terhadap horisontal.
9
Pada kondisi keruntuhan geser umum, jika beban per satuan luas )(qu
diterapkan, maka gaya tekanan pasif pP akan bekerja pada permukaan baji zona
I, yaitu permukaan-permukaan AD dan BD. Bidang AD dan BD ini, dapat
dibayangkan sebagai dinding penahan tanah yang mendorong tanah di
belakangnya (dalam hal ini mendorong tanah bagian-bagian BDEF dan ADGH)
sampai tanahnya mengalami keruntuhan. Tekanan ke bawah akibat beban
pondasi uP ditambah berat baji tanah pada zona I, ditahan oleh tekanan tanah
pasif pP yang berkembang pada bagian AD dan BD. Tekanan tanah pasif pP ini,
membuat sudut δ dengan garis normal yang ditarik pada bagian AD dan BD,
dengan δ adalah sudut gesek dinding. Karena gesekan pada bagian AD dan BD
yang terjadi adalah antara tanah dengan tanah, maka ϕ=δ (dengan =ϕ sudut
gesek dalam tanah). Untuk per meter panjang pondasi, pada saat tercapainya
keseimbangan batas, maka :
Wβsin2(BD)c)(βcos2PP pu −+ϕ−=
( )2cosβB/BD = (2.2)
dengan:
=pP tekanan pasif total yang bekerja pada bagian AD dan BD
=W berat baji tanah ABD per satuan panjang γtgβB41 2=
=c kohesi tanah
=β sudut antara bidang-bidang BD dan BA.
10
Terzaghi mengganggap ϕ=β , sehingga ( ) 1βcos =ϕ− . Karena bidang-
bidang AD dan BD membentuk sudut ϕ dengan horisontal, maka arah pP
vertikal. Dari nilai-nilai yang telah diperoleh. Persamaan 2.2 dapat dinyatakan
dengan:
ϕγ−ϕ+== tgBBctgPBqP puu2
412 (2.3)
Tekanan tanah pasif total ( )pP adalah jumlah tekanan pasif akibat kohesi tanah,
berat tanah, dan beban terbagi rata, yaitu:
γppqpcp PPPP ++= (2.4)
dengan:
=pcP tahanan tanah pasif dari komponen kohesi (c)
=pqP tahanan tanah pasif akibat beban terbagi rata di atas tanah dasar
pondasi
=γpP tahanan tanah pasif akibat berat tanah.
Gambar 2.1 (c) menjelaskan masing-masing distribusi tekanan tanah pasif
pada salah satu bagian AD dan BD, yang dalam hal ini diambil bagian BD.
Tekanan tanah pasif yang bekerja tegak lurus arah normal ( )pnP terhadap bidang
BD adalah:
[ ]
α
γ++α
= γ
sin21
sin2 p
pqopcpn
KHKpcKHP (2.5)
Dengan ϕBtgH 21= , =−= ϕα 180 sudut antara bidang DB dan BF serta
γppqpc KKK ,, berturut-turut adalah koefisien-koefisien tekanan tanah pasif
11
akibat, beban terbagi rata dan berat tanah, yang nilainya tidak bergantung pada H
dan γ . Gesekan yang terjadi antara tanah dengan tanah pada bidang BD
megakibatkan arah tekanan tanah pasif pP miring sebesar δ . Karena ϕδ = ,
maka:
ϕδ coscos
pnpnp
PPP == (2.6)
Kombinasi dari persamaan 2.5 sampai persamaan 2.7, dapat diperoleh:
[ ] γϕϕγ
ϕ ppqopcp KtgBKpcKBP
++= 2
22 cos8
1cos2
(2.7)
Substitusi persamaan 2.8 ke persamaan 2.4, dapat ditentukan besarnya beban
ultimit:
−+
+
+= 1
cos41
coscos 22
22 ϕϕγβ
ϕϕ
ϕγppq
opc
cu
Ktg
KBptg
KBP (2.8)
Tekanan-tekanan tanah pasif akibat kohesi )( pcP dan beban terbagi rata )( pqP
diperoleh dengan menganggap tanah tidak mempunyai berat atau 0=γ . Oleh
karena itu, pada persamaan 2.4, jika berat volume tanah 0=γ , maka
pqpcu PPP += . Dari persamaan 2.8, untuk 0=γ , dapat diperoleh:
+
+=+
ϕϕ
ϕ 22 coscospq
opc
pqpc
KBptg
KBCPP (2.9a)
qoc NBpBcN += (2.9b)
atau
( ) qocpqpcqc NpcNPPB
qq +=+=+1 (2.9c)
12
dengan cq dan qq adalah tekanan tanah pasif per satuan luas dari komponen
kohesi dan beban terbagi rata op . Nilai-nilai cN dan qN diperoleh Terzaghi
dari analisis Prandtl (1920) dan Reissner (1924) yang besarnya:
−
+
= 1
245cos2 2
2
ϕϕ actgNc (2.10)
1
245cos2 2
2
+=
+
= ϕϕ
tgNaN cq (2.11)
dengan:
ϕϕπ tg
ea
−
= 243
Sebaliknya, jika 0=c dan 0=q , dari penyelesaian persamaan 2.4 dan
persamaan 2.8 dapat diperoleh:
γγ
γ γϕ
ϕγ BNBK
tgBP pp 2
11cos4
12
2 ×=
−= (2.12a)
Bila γpP dinyatakan dalam tahanan tanah pasif per satuan luas dari akibat berat
tanah ( )γq , maka:
γγ
γ γBNB
Pq p
21== (2.12b)
dengan:
−= 1
cos2 2 ϕϕ γ
γpKtgN (2.13)
13
Terzaghi tidak memberikan nilai-nilai γpK , namun secara pendekatan
( ){ }°++°= 3321453 2 ϕγ tgK p (Cernica, 1995).
Superposisi dari persamaan 2.9c dan persamaan 2.12b, yaitu jika
pengaruh-pengaruh kohesi, beban terbagi rata dan berat volume tanah, semua
diperhitungkan, maka akan diperoleh:
γqqqq qcu ++= (2.13a)
Dari sini diperoleh persamaan umum kapasitas dukung Terzaghi untuk pondasi
memanjang:
γγBNNpcNq qocu 5,0++= (2.14a)
Karena γfo Dp = , persamaan 2.14a dapat dinyatakan pula dengan:
γγγ BNNDcNq qfcu 5,0++= (2.14b)
dengan:
uq = kapasitas dukung ultimit untuk pondasi memanjang (kN/m 2 )
c = kohesi (kN/m 2 )
fD = kedalaman pondasi (m)
γ = berat volume tanah (m)
op = γfD = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m 2 )
qc NNN ,,γ = faktor kapasitas dukung Terzaghi.
Nilai-nilai qc NNN ,,γ adalah faktor-faktor kapasitas dukung tanah yang
merupakan fungsi dari sudut gesek dalam ( )ϕ tanah dari Terzaghi (1943). Nilai-
14
nilai qc NNN ,,γ dalam bentuk grafik, dapat dilihat pada Gambar 2.2, sedang
nilai-nilai numeriknya diberikan dalam Tabel 2.1.
Dalam persamaan kapasitas dukung ultimit di atas, uq adalah beban total
maksimum per satuan luas, ketika pondasi akan mengalami keruntuhan geser.
Beban total terdiri dari beban-beban struktur, pelat pondasi, dan tanah urug di
atasnya.
Gambar 2.2 Hubungan ϕ dan qc NNN ,,γ (Terzaghi, 1943)
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).
Analisis kapasitas dukung tanah di atas berdasarkan pada kondisi keruntuhan
geser umum dari suatu bahan yang bersifat plastis, yang volume dan kuat
gesernya tidak berubah oleh adanya keruntuhan. Pada tanah-tanah yang
mengalami regangan yang besar sebelum tercapai keruntuhan geser, gerakan ke
bawah dari baji tanah mungkin hanya memampatkan tanah, tanpa adanya
regangan yang cukup untuk menghasilkan keruntuhan geser umum. Kondisi
keruntuhan semacam ini akan menimbulkan keruntuhan geser lokal. Tidak ada
analisis rasional untuk pemecahannya. Terzaghi memberikan koreksi empiris
15
pada faktor-faktor kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser umum, yang
digunakan untuk hitungan kapasitas dukung pada kondisi keruntuhan geser lokal.
Caranya, seluruh faktor kapasitas dukung dihitung kembali dengan menggunakan
'ϕ dan 'c dengan:
ϕϕ tgtg32'= (2.15)
cc32'= (2.16)
Persamaan umum untuk kapasitas dukung ultimit pada pondasi memanjang pada
kondisi keruntuhan geser lokal, dinyatakan oleh:
'5,0''32
γγ++= BNNpcNq qocu (2.17)
dengan 'cN , 'qN , dan 'γN adalah faktor-faktor kapasitas dukung pada
keruntuhan geser lokal (lihat gambar 2.1 dan Tabel 2.1) yang nilai-nilainya
ditentukan dari cN , qN , dan γN pada keruntuhan geser umum, yaitu dengan
mengambil:
= ϕϕ tgarctg
32' (2.18)
16
Tabel 2.1 Nilai-nilai Faktor Kapasitas Dukung Terzaghi(Hardiyatmo, H.C. (2002))
Keruntuhan geser
umum Keruntuhan geser
lokal ϕ Nc Nq Nγ Nc' Nq' Nγ'
0 5,7 1 0 5,7 1 0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
10 9,6 2,7 1,2 8 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35 23,7 11,7 9
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 348 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1 Umumnya jika perhitungan kapasitas dukung didasarkan pada analisis-
analisis keruntuhan geser lokal dan keruntuhan penetrasi, nilai kapasitas dukung
izin ( )uq akan lebih ditentukan dari pertimbangan besarnya penurunan.
2.1.2 Analisis Meyerhof
Analisis kapasitas dukung Meyerhof (1955) menganggap sudut baji β
(sudut antara bidang AD atau BD terhadap arah horisontal) tidak sama dengan ϕ ,
tapi ϕβ > . Akibatnya, bentuk baji lebih memanjang ke bawah bila
dibandingkan dengan analisis Terzaghi. Zona keruntuhan berkembang dari dasar
pondasi, ke atas sampai mencapai permukaan tanah. Jadi, tahanan geser tanah di
atas dasar pondasi diperhitungkan. Karena ϕβ > , nilai faktor-faktor kapasitas
dukung Meyerhof lebih rendah daripada yang disarankan oleh Terzaghi. Namun,
17
karena Meyerhof mempertimbangkan faktor pengaruh kedalaman pondasi,
kapasitas dukungnya menjadi lebih besar.
Meyerhof (1963) menyarankan persamaan kapasitas dukung dengan
mempertimbangkan bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah di
atas pondasinya, sebagai berikut:
γγγγ γβ NidsNpidscNidsq qoqqqccccu '5,0++= (2.19)
dengan:
uq = kapasitas dukung ultimit
γNNN qc ,, = faktor kapasitas dukung untuk pondasi memanjang
(Gambar 2.3 atau Tabel 2.2)
γsss qc ,, = faktor bentuk pondasi (Tabel 2.2a)
γddd qc ,, = faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.3b)
γiii qc ,, = faktor kemiringan beban (Tabel 2.3c)
'β = lebar pondasi efektif
op = γ/fD = tekanan overbuden pada dasar pondasi
fD = kedalaman pondasi
γ = berat volume tanah
18
Gambar 2.3 Faktor-faktor Kapasitas Dukung Meyerhof (1963)
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002).
Faktor-faktor kapasitas dukung yang diusulkan oleh Meyerhof (1963), adalah:
( ) ϕctgNN qc 1−= (2.20a)
( ) ( )ϕπϕ tgq etgN 2/452 +°= (2.20b)
( ) ( )ϕγ 4,11 tgNN q −= (2.20c)
Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Meyerhof untuk dasar pondasi kasar yang
berbentuk memanjang dan bujursangkar ditunjukkan dalam Gambar 2.3 sedang
Tabel 2.2 menunjukkan nilai-nilai faktor kapsitas dukung tanah untuk pondasi
memanjang dari usulan-usulan Meyerhof (1963), dan sekaligus peneliti-peneliti
yang lain seperti: Brinch Hahnsen (1961), dan Vesic (1973). Terlihat dalam
gambar 2.3 nilai-nilai faktor kapasitas dukung pondasi bujursangkar lebih besar
daripada pondasi memanjang.
19
Tabel 2.2 Faktor-faktor Kapasitas Dukung (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Meyerhof (1963) Hansen (1961) Vesic (1973) ( )°ϕ cN qN γN cN qN γN cN qN γN
0 5.14 1.00 0.00 5.14 1.00 0.00 5.14 1.00 0.00 1 5.38 1.09 0.00 5.38 1.09 0.00 5.38 1.09 0.07 2 5.63 1.20 0.01 5.63 1.20 0.01 5.63 1.20 0.15 3 5.90 1.31 0.02 5.90 1.31 0.02 5.90 1.31 0.24 4 6.19 1.43 0.04 6.19 1.43 0.05 6.19 1.40 0.34 5 6.49 1.57 0.07 6.49 1.57 0.07 6.49 1.57 0.45 6 6.81 1.72 0.11 6.81 1.72 0.11 6.81 1.72 0.57 7 7.16 1.88 0.15 7.16 1.88 0.16 7.16 1.88 0.71 8 7.53 2.06 0.21 7.53 2.06 0.22 7.53 2.06 0.86 9 7.92 2.25 0.28 7.92 2.25 0.30 7.92 2.25 1.03
10 8.34 2.47 0.37 8.34 2.47 0.39 8.34 2.47 1.22 11 8.80 2.71 0.47 8.80 2.71 0.50 8.80 2.71 1.44 12 9.28 2.97 0.60 9.28 2.97 0.63 9.28 2.97 1.69 13 9.81 3.26 0.74 9.81 3.26 0.78 9.81 3.26 1.97 14 10.37 3.59 0.92 10.37 3.59 0.97 10.37 3.59 2.29 15 10.98 3.94 1.13 10.98 3.94 1.18 10.98 3.94 2.65 16 11.63 4.34 1.37 11.63 4.34 1.43 11.63 4.34 3.06 17 12.34 4.77 1.66 12.34 4.77 1.73 12.34 4.77 3.53 18 13.10 5.26 2.00 13.10 5.26 2.08 13.10 5.26 4.07 19 13.93 5.80 2.40 13.93 5.80 2.48 13.93 5.80 4.68 20 14.83 6.40 2.87 14.83 6.40 2.95 14.83 6.40 5.39 21 15.81 7.07 3.42 15.81 7.70 3.50 15.81 7.07 6.20 22 16.88 7.82 4.07 16.88 7.80 4.13 16.88 7.82 7.13 23 18.05 8.66 4.82 18.05 8.66 4.88 18.05 8.66 8.20 24 19.32 9.60 5.72 19.32 9.60 5.75 19.32 9.60 9.44 25 20.72 10.66 6.77 20.72 10.66 6.76 20.72 10.66 10.88 26 22.25 11.85 8.00 22.25 11.85 7.94 22.25 11.85 12.54 27 23.94 13.20 9.46 23.94 13.20 9.32 23.94 13.20 14.47 28 25.80 14.72 11.19 25.80 14.72 10.94 25.80 14.72 16.72 29 27.86 16.44 13.24 27.86 16.44 12.84 27.86 16.44 19.34 30 30.14 18.40 15.67 30.14 18.40 15.07 30.14 18.40 22.40 31 32.67 20.63 18.56 32.67 20.63 17.69 32.67 20.63 25.99 32 35.49 23.18 22.02 35.49 23.18 20.79 35.49 23.18 30.21 33 38.64 26.09 26.17 38.64 26.09 24.44 38.64 26.09 35.19 34 42.16 29.44 31.15 42.16 29.44 28.77 42.16 29.44 41.06 35 46.12 33.30 37.15 46.12 33.30 33.92 46.12 33.30 48.03 36 50.59 37.75 44.43 50.59 37.75 40.05 50.59 37.75 56.31 37 55.63 42.92 53.27 55.63 42.92 47.38 55.63 42.92 66.19 38 61.35 48.93 64.07 61.35 48.93 56.17 61.35 48.93 78.02 39 67.87 55.96 77.33 67.87 55.96 66.76 67.87 55.96 92.25 40 75.31 64.20 93.69 75.31 64.20 79.54 75.31 64.20 109.41 41 83.86 73.90 113.99 83.86 73.90 95.05 83.86 73.90 130.21
20
Meyerhof (1963) Hansen (1961) Vesic (1973) ( )°ϕ cN qN γN cN qN γN cN qN γN
42 93.71 85.37 139.32 93.71 85.37 113.96 93.71 85.37 155.54 43 105.11 99.01 171.14 105.11 99.01 137.10 105.11 99.01 186.53 44 118.37 115.31 211.41 118.37 115.31 165.58 118.37 115.31 224.63 45 133.87 134.87 262.74 133.87 134.87 200.81 133.87 134.87 271.75 46 152.10 158.50 328.73 152.10 158.50 244.65 152.10 158.50 330.34 47 173.64 187.21 414.33 173.64 187.21 299.52 173.64 187.21 403.65 48 199.26 222.30 526.45 199.26 222.30 368.67 199.26 222.30 496.00 49 229.92 265.50 674.92 229.92 265.50 456.40 229.92 265.50 613.14 50 266.88 319.06 873.86 266.88 319.06 568.57 266.88 319.06 762.86
Sumber : Hardiyatmo, H.C. (2002)..
Faktor-faktor bentuk pondasi ( )γsss qc ,, , dilihatkan dalam Tabel 2.2a, faktor-
faktor kedalaman ( )γddd qc ,, dan kemiringan beban ( )γiii qc ,, berturut-turut ditunjukkan
dalam Tabel 2.3a dan tabel 2.3b
Tabel 2.3a Faktor Bentuk Pondasi Meyerhof (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor Bentuk Nilai Keterangan
sc ( ) ( )/2452tgB/L0.21 ϕ++ untuk sembarang ϕ
( )/24520,1(B/L)tg1 ϕ++ untuk ϕ ≥ 10° sq = sγ
1 untuk ϕ = 0
Tabel2.3b Faktor Kedalaman Pondasi Meyerhof (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor Kedalaman Nilai Keterangan
dc 1+ 0,2 (D/B) tan (45 +
φ/2)° untuk sembarang φ
1+ 0,1 (D/B) tan (45 + φ/2)° untuk φ ≥ 10° dq=dγ
1 untuk φ = 0
21
Tabel 2.3c Faktor-faktor Kemiringan Beban Meyerhof (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor kemiringan beban Nilai Keterangan
ic=iq 2
δ1
°
−ϕ
untuk sembarangϕ
2δ
1
°
−ϕ
untuk ϕ >10 dc
1 untuk ϕ =0
Catatan : δ = sudut kemiringan beban terhadap garis vertikal
2.1.3 Analisis Brinch Hansen
Brinch Hansen (1970) menyarankan persamaan kapasitas dukung yang
pada dasarnya sama dengan Terzaghi, hanya di dalam persamaannya
memperhatikan pengaruh-pengaruh bentuk pondasi, kedalaman, inklinasi beban,
inklinasi dasar dan inklinasi permukaan tanah (Gambar 2.4).
+a
BH
V
+ß
+ß
D = 0
Gambar 2.4 Pondasi Dengan Dasar dan Permukaan Miring
Untuk tanah dengan 0>ϕ , Brinch hansen menyarankan persamaan
kapasitas dukung ultimit:
uq = ''LB
Qu = γγγγγγ γNBgbidsNpgbidscNgbids qoqqqqqcccccc '5,0++
22
(2.21)
dengan:
uQ = beban vertikal ultimit (kN)
',' BL = panjang dan lebar efektif pondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m 3 )
c = kohesi tanah (kN/m 2 )
op = γfD = tekanan overburden di dasar pondasi (kN/m 2 )
γsss qc ,, = faktor-faktor bentuk pondasi (Tabel 2.4a)
γddd qc ,, = fakor-faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.4b)
γiii qc ,, = faktor-faktor kemiringan beban (Tabel 2.4c)
γbbb qc ,, = faktor-faktor kemiringan dasar (Tabel 2.4d)
γggg qc ,, = faktor-faktor kemiringan permukaan (Tabel 2.4e)
γNNN qc ,, = faktor-faktor kapasitas dukung Hansen (Tabel 2.2)
Pada persamaan Brinch Hansen tersebut, faktor-faktor kapasitas dukung
dinyatakan oleh:
( ) ( )2/452 ϕ+°= ϕπ tgeN tgq (2.22a)
( ) ϕ−= ctgNN qc 1 (2.22b)
( ) ϕ−=γ tgNN q 15,1 (2.22c)
Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Brinch Hansen (1970) dapat dilihat
dalam Tabel 2.2
23
Tabel 2.4a Faktor-faktor Bentuk Pondasi Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Arah Beban Faktor
Bentuk Tegak lurus dasar pondasi Miring searah lebarnya (B) Miring searah panjangnya
(L)
cs ( )( )c/NqN/L'B'1+ ( )( ) cBic/NqN/L'B'1+ ( )( ) cLic/NqN/L'B'1+
'cs ( )/L'B'0,2 ( ) cBi/L'B'0,2 ( ) cLi/L'B'0,2
qs ( ) ϕsin/L'B'1+ ( ) ϕsin/L'qBiB'1+ ( ) ϕsin/B'qLiL'1+
γs ( ) 0,6/L'B'0,41 ≥− ( ) 0,6γLi/L'γBiB'0,41 ≥− ( ) 0,6γBi/B'γLiL'0,41 ≥−
Tabel 2.4b Faktor Kedalaman Pondasi Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor
kedalaman Nilai Keterangan
cd ( )D/B0,41+
'cd ( )D/B0,4
qd ( ) ( )2sin1tgD/B21 ϕϕ −+
γd 1
Bila ( ) 1D/B > ,
maka ( )D/B diganti dengan
arctg ( )D/B
Tabel 2.4c Faktor Kemiringan Beban Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor
kemiringan beban
Nilai Keterangan
ci ( )( )11
−
−−
qNqi
qi
'ci acH/A'-10,5-0,5
qi 0
50,5
1 ≥+
−
ϕctgacA'V
H
Untuk dasar horisontal
γi 05
0,71 ≥
+−
ϕctgacA'V
H
Untuk dasar miring Batasan :
δtgVA'acH +≤
24
Tabel 2.4d Faktor Kemiringan Dasar Pondasi Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor
kemiringan dasar
Nilai Keterangan
cb °
°−
1471
α
'cb °
°
147
α
qb ϕtgαe
2−
γb ϕtgαe
2,7−
=α kemiringan dasar pondasi (gambar 2.4)
Tabel 2.4e Faktor Kemiringan Permukaan Hansen (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor
kemiringan permukaan
Nilai Keterangan
cg °
°−
1471
β
'cg °
°
147
β
γgcg = ( )5tg501 β,−
=β kemiringan permukaan tanah
(Gambar 2.4) °≤+ 90βα
Dalam Tabel 2.4c, bila dasar pondasi tidak sangat kasar, maka c (kohesi)
diganti ac (adhesi) = faktor adhesi x kohesi (c). Pada Tabel-tabel 2.4a sampai
2.4e.
'A = luas efektif pondasi = ''LB
'L = LeL 2− = panjang efektif
'B = BeB 2'− = lebar efektif
Le = eksentrisitas beban terhadap pusat luasan pondasi arah L
Be = eksentrisitas beban terhadap pusat luasan pondasi arah B
fD = kedalaman pondasi
ac = faktor adhesi x c = adhesi antara tanah dan dasar pondasi
25
c = kohesi tanah di dasar pondasi
ϕ = sudut gesek dalam tanah
δ = sudut gesek antara tanah dan dasar pondasi
H = komponen beban sejajar dasar pondasi
V = komponen beban tegak lurus dasar pondasi
α = sudut kemiringan dasar pondasi (positif searah jarum jam)
β = sudut lereng pendukung pondasi (positif searah jarum jam)
Hansen menganalisis kapasitas dukung sebagai masalah plane strain (regangan
bidang atau dua dimensi), yang mana hal ini hanya benar bila pondasi berbentuk
memanjang tak terhingga. Pada tinjauan regangan bidang, nilai sudut gesek
dalam ( )ϕ yang diperoleh dari uji triaksial cenderung lebih kecil. Karena itu,
Hansen seperti halnya Meyerhof, menyarankan sudut gesek dalam yang
digunakan dalam hitungan kapasitas dukung adalah:
trps 1,1 ϕ=ϕ (2.23)
dengan strainplaneϕ=ϕps adalah sudut gesek dalam yang digunakan dalam
hitungan kapasitas dukung tanah, dan trϕ = sudut gesek dalam dari uji triaksial.
(dikutip dari Hardiyatmo, H.C.)
26
2.1.4 Analisis Vesic (1975)
Persamaan kapasitas dukung Terzaghi, menganggap bahwa permukaan
baji tanah BD dan AD membuat sudut ϕ terhadap arah horisontal. Beberapa
peneliti telah mengamati bahwa sudut baji tidak membentuk sudut ϕ , namun
membentuk ( )2/45 ϕ+° terhadap horisontal. Berdasarkan prinsip superposisi,
Vesic menyarankan penggunaan faktor-faktor kapasitas dukung yang diperoleh
dari beberapa peneliti, sebagai berikut:
Usulan Reissner (1924):
qop Npq = (2.24)
dengan,
( ) ( )2/45tg2πtg ϕ+= ϕeNq (2.25)
dari analisis Prandtl (1924):
cc cNq = (2.26)
dengan:
( ) ϕ−= ctg1qc NN (2.27)
sedangkan dari Caquout dan Kerisel (1953):
γγ γ= NBq 5,0 (2.28)
Nilai numerik γN yang diusulkan oleh Caquout dan Kerisel ini secara
pendekatan sama dengan (Vesic, 1973):
( ) ϕ+=γ tg12 qNN (2.29)
Superposisi ketiga persamaan tersebut di atas:
27
γ++= qqqq qcu (2.30)
Substitusi persamaan (2.24), (2.26) dan (2.28) ke persamaan (2.30), diperoleh
persamaan kapasitas dukung ultimit pondasi memanjang:
γγ++= NBNpcNq qocu 5,0 (2.31)
Nilai-nilai numerik dari persamaan persamaan faktor kapasitas dukungnya
ditunjukkan dalam Tabel 2.2.
Persamaan kapasitas dukung yang disarankan Vesic tersebut sama
dengan persamaan Terzaghi, hanya persamaan faktor-faktor kapasitas dukungnya
berbeda, yaitu seperti yang ditunjukkan dalam persamaan (2.25), (2.27) dan
(2.29).
Persamaan kapasitas dukung Vesic (1975) selengkapnya, seperti juga
persamaan Brinch Hansen, memberikan pengaruh-pengaruh seperti kedalaman,
bentuk pondasi, kemiringan dan eksentrisitas beban, kemiringan dasar dan
kemiringan permukaan, yaitu:
γγγγγ γ++== NBgbidsNpgbidscNgbidsLB
Qq qqoqqqqqccccccu
u 5,0''
(2.22)
dengan:
uQ = komponen vertikal ultimit (kN)
B = lebar pondasi (m)
',' BL = panjang dan lebar efektif pondasi (m)
γ = berat volume tanah ( )3kN/m
c = kohesi tanah ( )2kN/m
28
op = γfD = tekanan overburden di dasar pondasi ( )2kN/m
γsss qc ,, = faktor-faktor bentuk pondasi (Tabel 2.6a)
γddd qc ,, = faktor-faktor kedalaman pondasi (Tabel 2.6b)
γiii qc ,, = faktor-faktor kemiringan beban (Tabel 2.6c)
γbbb qc ,, = faktor-faktor kemiringan dasar (Tabel 2.6d)
γggg qc ,, = faktor-faktor kemiringan permukaan (Tabel 2.6e)
γNNN qc ,, = faktor-faktor kapasitas dukung Vesic (Tabel 2.2)
Untuk faktor-faktor bentuk pondasi Vesic menyarankan pemakaian faktor
bentuk pondasi ),,( γsss qc dari De Beer (1970). Sedang untuk faktor-faktor
kedalaman, Vesic (1973) menyarankan pemakaian faktor-faktor kedalaman
),,( γddd qc dari Hansen (1970) (Tabel 2.6b). Dalam persamaan (2.22) beban
yang bekerja pada pondasi merupakan beban sembarang, dapat miring dan
eksentris.
Tabel 2.5a Faktor-faktor Pondasi Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor bentuk
Pondasi memanjang
Pondasi empat persegi panjang
Pondasi bujursangkar atau lingkaran
cs 1 ( )( )cNqNLB1 //+ ( )cNqN1 /+
qs 1 ( ) ϕtgLB1 /+ ϕtg1+
γs 1 ( ) 60LB401 ,/, ≥− 0,6
29
Tabel 2.5b Faktor Kedalaman Pondasi Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor Bentuk Nilai Keterangan
cd ( )BD401 /,−
qd ( ) ( )21tgBD21 ϕϕ sin/ −+
γd 1
Batasan:Bila ( )1BD >/ , maka ( )BD / diganti
dengan ( )BDtgarc /
Tabel 2.5c Faktor Kemiringan Beban Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor kemiringan
beban Nilai Keterangan
ci ϕtgcNqi1
qi−
− Untuk 0>ϕ
'ci cNacA
mH1
'− Untuk 0=ϕ
qi
0
m
ctgacAV
H1 ≥
+−
ϕ'
Untuk
1acAV ≤'/
0
1m
ctgacAV
H1 ≥
+
+−
ϕ'
Untuk dasasr
horisontal
LB1
LB2Bmm
/
/
+
+== Kemiringan beban
searah lebar B
BL1
BL2Lmm
/
/
+
+== Kemiringan beban
searah panjang L
γi
Jika inklinasi beban pada arah n dan membuat sudut nϕ terhadap arah L pondasi,
maka nm
δtgVAacH +≤ '
Tabel 2.5d Faktor Kemiringan Dasar Pondasi Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002))
Faktor kemiringan
dasar Nilai Keterangan
cb ϕtgcNqb1
qb−
−
'cb 2
21
+−π
α
γbqb = ( )2tg1 ϕα−
α dalam radian ϕ dalam derajat
30
Tabel 2.5e Faktor Kemiringan Permukaan Vesic (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Faktor
kemiringan permukaan
Nilai Keterangan
cg ϕtg145
qi1qi ,
−−
'cg ϕπ 2
21
+−
β
γgcg = ( )2tg1 β−
β dalam radian.
Batasan: °< 45β dan ϕβ <
Pertimbangan pemakaian persamaan kapasitas dukung adalah sebagai berikut
(Bowles, 1996):
Tabel 2.6 Pertimbangan Kapasitas Dukung (Hardiyatmo, H.C. (2002)) Cara Sangat baik digunakan untuk
Terzaghi
Tanah berkohesi, di mana 1≤D/B atau untuk estimasi
uq secara cepat untuk dibandingkan dengan cara lain. Jangan digunakan bila pondasi
mengalami momen (beban tidak sentris) dan atau gaya horisontal, atau bila dasar pondasi miring.
Hansen, Meyerhof,
Vesic
Sembarang situasi dapat diterapkan, bergantung pada
kesukaan pemakai.
Hansen, Vesic
Jika dasar pondasi miring atau pondasi pada lereng atau bila
1D/B >
2.2 Pondasi
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang ada di bawahnya. Persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi adalah:
- Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung
tanah harus dipenuhi. Dalam hitungan kapasitas dukung umumnya digunakan
faktor aman 3.
31
- Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan.
Khususnya penurunan yang tak seragam harus diperhitungkan dengan teliti
supaya tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.
Terdapat dua klasifikasi pondasi yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam.
2.2.1 Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bebannya secara
langsung seperti pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit.
Kedalaman pada pondasi dangkal ini umumnya 1/ ≤BD . (D adalah nilai
kedalaman pondasi dan B adalah lebar pondasi).
Pondasi telapak merupakan pondasi yang berdiri sendiri dalam
mendukung kolom.
Pondasi memanjang adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung
dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom-kolom
yang berjarak sangat dekat.
Pondasi rakit adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung
bangunan yang terletak pada tanah lunak. Pondasi ini digunakan umumnya
dipakai untuk mengurangi penurunan yang tidak seragam (differensial
settlement).
KOLOMDINDING
Gambar 2.5a Pondasi Memanjang dan Pondasi Telapak
32
kOLOM
RAKIT
Gambar 2.5b Pondasi Rakit
2.2.2 Pondasi Dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke
tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contoh dari
pondasi dalam ini adalah pondasi sumuran dan pondasi tiang. Kedalaman pada
pondasi dalam ini umumnya 4/ ≥BD . (D adalah nilai kedalaman pondasi dan B
adalah lebar pondasi).
Pondasi sumuran merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal
dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman
yang relatif dalam.
Pondasi tiang digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal
tidak mampu mendukung beban kerja, sedangkan tanah keras terletak pada
kedalaman yang sangat dalam.
33
PILARJEMBATAN
SUMURAN
kOLOM
RAKIT
Gambar 2.6 Pondasi Sumuran dan Tiang
Beberapa definisi yang perlu diketahui dalam perancangan pondasi antara
lain:
- Tekanan overburden total (total overburden pressure) (p) adalah intensitas
tekanan total yang terdiri dari berat material di atas dasar pondasi total, yaitu
berat tanah dan air sebelum pondasi dibangun.
- Kapasitas dukung ultimit neto (net ultimate bearing capasity) ( )unq adalah
nilai intensitas beban pondasi saat tanah akan mengalami keruntuhan geser,
yang secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:
γfuun Dqq −= (2.23)
Pada persamaan 2.14, kapasitas dukung ultimit neto menjadi:
( ) γγγ BN501NDcNq qfcu ,+−+=
atau
( ) γγBNNpcNq qocu 5,01 +−+=
34
- Tekanan pondasi total (total foundation pressure) atau intensitas
pembebanan kotor (q), adalah intensitas tekanan total pada tanah di dasar
pondasi, sesudah struktur selesai dibangun dengan pembebanan penuh.
Beban-beban termasuk berat pondasi, berat struktur atas, dan berat tanah
urug termasuk air di atas dasar pondasi.
- Tekanan pondasi neto (net foundation pressure) ( )nq untuk suatu pondasi
tertentu adalah tambahan tekanan pada dasar pondasi, akibat beban hidup
dan beban mati dari strukturnya. Secara umum nq dapat dinyatakan oleh
persamaan:
γfn Dqq −= (2.24)
- Kapasitas dukung izin (allowable bearing capacity) ( )aq adalah tekanan
pondasi maksimum yang dapat dibebankan pada tanah, sedemikian rupa
sehingga kedua persyaratan keamanan terhadap kapasitas dukung dan
penurunannya terpenuhi. Jika hitungan kapasitas dukung tanah yang
didasarkan pada keamanan terhadap keruntuhan tanah telah memenuhi,
sedangkan hitungan penurunan yang akan terjadi yang dihitung berdasarkan
tekanan kapasitas dukung tanah yang aman tersebut melampaui batas nilai
toleransinya, maka tekanan pondasi harus dikurangi sampai penurunan yang
terjadi masih dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan.
- Faktor aman (F) dalam tinjauan kapasitas dukung ultimit neto, didefinisikan
sebagai
γγ
f
fu
n
un
DqDq
F−
−== (2.25)
35
- Dari persamaan diatas (F), untuk faktor aman tertentu yang sesuai, kapasitas
dukung aman (safe bearing capacity) ( )sq didefinisikan sebagai tekanan
pondasi total ke dalam tanah maksimum yang tidak mengakibatkan risiko
keruntuhan kapasitas dukung, yaitu:
γfun DF
qq += (2.26)
Jadi untuk persamaan 2.15, kapasitas dukung aman pondasi memanjang
dinyatakan oleh:
( )[ ] γγ γ fqocs DBNNpcNF
q ++−+= 5,011 (2.27)
2.2.3 Pondasi pada Tanah Pasir
Tanah granular, seperti pasir dan kerikil merupakan tanah yang tidak
berkohesi (c=0), atau mempunyai kohesi namun sangat kecil sehingga dalam
hitungan kapasitas dukung sering diabaikan. Kapasitas dukung pondasi pada
tanah granuler, dipengaruhi terutama oleh kerapatan relatif (relative density)
( )rD , kedudukan muka air tanah, tekanan kekang (confining presure), dan
ukuran pondasi. Untuk tanah tidak berkohesi, persamaan umum kapasitas
dukung ultimit Terzaghi akan menjadi sebagai berikut:
- Pondasi berbentuk memanjang:
γγBNNpq qou 5,0+= (2.28)
- Pondasi berbentuk bujur sangkar
γγBNNpq qou 4,0+= (2.29)
36
- Pondasi berbentuk lingkaran
γγBNNpq qou 3,0+= (2.30)
- Pondasi berbentuk empat persegi panjang
( )LBBNNpq qou /2,015,0 −+= γγ (2.31)
dengan:
B = lebar atau diameter pondasi
L = panjang pondasi
op = γfD = tekanan overburden pada dasar pondasi
fD = kedalaman pondasi
γ = berat volume tanah
γNNq , = faktor-faktor kapasitas dukung
Tanah-tanah granular mempunyai permeabilitas yang besar, karena itu
pada tiap-tiap tahap pembebanan air selalu terdrainasi dari rongga pori tanah.
Maka, hitungan kapasitas dukung pasir selalu didasarkan pada kondisi terdrainasi
(drained) dengan penggunaan parameter tegangan efektif 0'( >ϕ dan )0'=c .
Sudut gesek dalam ( )'ϕ pasir sangat dipengaruhi oleh kerapatan relatif yang
nilainya berkisar antara °28 sampai °45 (pada umumnya diambil sekitar
°−° 4030 ). U.S. Engineer Corp (1946) menyarankan °= 30'ϕ untuk pasir lepas
atau tidak padat, dan °= 35'ϕ untuk pasir padat. Nilai-nilai tersebut
dipertimbangkan sebagai nilai yang aman. Faktor lain yang mempengaruhi sudut
gesek dalam 'ϕ adalah bentuk dan gradasi butiran. Jika butiran bergerigi,
bergradasi baik, dan dalam kondisi padat, maka sudut gesek dalam pasir
37
diperkirakan akan besar. Tanah granular yang padat mempunyai kerapatan relatif
( ) ,, γrD dan 'ϕ yang besar, sehingga kapasitas daya dukung besar dan
penurunan kecil. Sebaliknya, jika pasir tidak padat, nilai γ dan 'ϕ kecil,
sehingga kapasitas daya dukungnya rendah dan penurunan besar.
2.3 Sistem Perkuatan Tanah
Prinsip dasar yang terdapat pada tanah yang diperkuat (reinforced soil)
adalah mudah untuk dipahami dan telah dipergunakan oleh manusia selama
berabad-abad lamanya. Sistem perkuatan tanah banyak mempermudah dalam
bidang teknik sipil dari segi manfaat teknis dan ekonomis. Menurut Jones (1996),
aplikasi perkuatan tanah meliputi permasalahan: pekerjaan jembatan, bendungan,
timbunan pondasi, jalan dan jalan kereta api.
Gambar 2.7 Aplikasi Perkuatan Pada Tanah Pondasi
(Sumber : www.ettlinic.com)
38
2.3.1 Sejarah Sistem Perkuatan Tanah
Konsep perkuatan tanah sebenarnya bukanlah merupakan hal baru,
prinsip dasarnya telah banyak didemonstrasikan di alam-alam oleh hewan-
hewan, terutamanya oleh burung-burung dalam membuat sarang yang
memanfaatkan kekuatan dari akar tumbuhan.
Contoh yang merupakan hasil karya manusia tentang teknologi perkuatan
tanah di zaman alam silam yang masih tersisa hingga kini adalah bangunan
ziggurat (tempat sesembahan) kota kuno Dur-Kurigatzu yang dibangun sekitar
2500-5000 tahun yang lalu, sekarang dikenal sebagai Agar-Quf dan The Great
Wall of China (tembok China). Zigurat Agar-Quf terletak 5 km utara kota
Bagdad, Irag, dibangun dari batu bata lempung dengan ketebalan 130 mm-400
mm, diperkuat dengan woven mat terbuat dari alang-alang diletakkan secara
horizontal pada lapisan tanah pasir dan kerikil pada spasi verikal bervariasi
antara 0,5m-2m. Alang-alang juga dipakai untuk membuat tali yang dijalin
dengan diameter 100 mm dipasang melewati struktur yang berfungsi sebagai
perkuatan. Agar-Quf sekarang ini memiliki tinggi kurang lebih 45 m, dahulu
diperkirakan tingginya mencapai 80m. Tembok China sebagian diselesaikan pada
550 sebelum masehi, pondasinya merupakan campuran lempung dan kerikil yang
diperkuat dengan cabang-cabang pohon.
Pada tahun 1820-an, Kolonel Pasley (1822) memperkenalkan bentuk
perkuatan tanah untuk kepentingan pembangunan sarana militer tentara angkatan
darat Inggris. Pasley melakukan serangkaian percobaan yang memberikan hasil
bahwa terjadi pengurangan tekanan lateral yang bekerja pada dinding penahan
39
jika backfill-nya diperkuat secara horizontal dengan tambahan semak belukar,
papan kayu atau kanvas, filosofi yang baru diteliti setelah 150 tahun kemudian.
Di masa silam, kebanyakan sistem perkuatan tanah diterapkan pada
sektor perbaikan sungai dan tanggul. Contoh tanggul tanah lempung yang
diperkuat dengan alang-alang terdapat di sepanjang sungai Eufrat dan Tigris.
2.3.2 Sejarah Sistem Perkuatan Tanah Modern
Konsep perkuatan tanah modern diperkenalkan oleh Prof. Casagrande
yang mengidealisasikan permasalahan dalam bentuk tanah lemah yang diperkuat
dengan membran dengan kekuatan tinggi yang diletakkan secara horisontal.
Bentuk modern sistem perkuatan tanah diperkenalkan oleh Henri Vidal pada
tahun 1960-an. Konsep Vidal adalah suatu material komposit yang dibentuk dari
perkuatan berbentuk strip yang diletakkan horizontal pada tanah granular.
Interaksi yang terjadi antara tanah dengan perkuatan semata-mata diperoleh
melalui friksi yang terjadi akibat beban gravitasi. Material ini disebutnya sebagai
“Reinforced Earth” suatu terminologi yang menjadi terkenal di banyak negara,
digunakan untuk mendekskripsikan semua bentuk sistem perkuatan tanah.
Dinding penahan pertama dibangun dengan memakai konsep Vidal terdapat di
Menton, Perancis Selatan pada tahun 1968, walaupun Vidal telah memulainya
pada permulaan tahun 1964.
Setelah era Vidal, perkembangan sistem perkuatan tanah begitu cepat,
antara lain dengan banyak penelitian yang disponsori oleh lembaga-lembaga
penelitian di berbagai negara. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan
40
perkembangan pemahaman tentang sistem perkuatan tanah dan pengembangan
bentuk perkuatan yang diperbaharui.
Pengembangan jenis material perkuatan dan interaksinya dengan tanah
juga telah dikembangkan, dimana pada struktur perkuatan tanah zaman kuno,
banyak menggunakan material perkuatan yang berasal dari alam seperti:jerami,
alang-alang dan kayu. Pasley, telah meletakkan dasar perkembangan jenis
perkuatan sintetik, yaitu dengan mencoba kanvas sebagai bahan perkuatan.
Korosi pada perkuatan menjadi masalah besar, sehingga mulai dipikirkan
suatu jenis material yang tahan terhadap korosi, berumur panjang namun handal,
Sehingga pada tahun 1940 mulailah diperkenalkan material perkuatan jenis
sintetik yang diperkirakan mampu berumur panjang karena tahan terhadap
korosi. Pada tahun 1970 mulai dibangun struktur yang diperkuat Geotekstil.
Sejak itu mulailah berkembang geosintetik yang merupakan bahan baru dalam
dunia earth reinforcement. Salah satu produk geosintetik adalah geogrid, yang
berkembang pada tahun 1960-an. Salah satu yang pertama menggunakan geogrid
yang terbuat dari bahan High Density Polyethylene grid adalah proyek
pembangunan timbunan untuk pondasi jalan kereta api yang sekaligus ditunjukan
untuk mendapatkan kepadatan yang lebih tinggi (Yamamoto, 1966; Iwasaki and
Watanabe, 1978 dalam Jones, 1996). Pada sekitar tahun yang sama penggunaan
grid juga dilakukan untuk proyek reklamasi pembangunan lapangan terbang
Nyeta, Tokyo (Yamanouchi, 1967 dalam Jones, 1996).
41
2.3.3 Jenis-jenis Material Perkuatan
Jenis-jenis material perkuatan yang ada:
- Strip Reinforcement
Perkuatan tipe ini merupakan elemen yang fleksibel, biasanya memiliki lebar
(b) yang lebih besar daripada tebalnya (t). Biasanya tebalnya berkisar 3-20
mm dan b=30-100 mm. Yang paling luas digunakan adalah strip logam.
Strip juga dapat dibuat dari alang-alang dan bambu.
- Grid
Perkuatan grid dibentuk member arah transversal dan longitudional. Tujuan
utama dari member longitudional adalah untuk menahan agar member
transversal tetap pada posisinya. Grid dapat dibuat dari baja dan polimer.
Grid yang dibuat dari polimer disebut geogrid. Umumnya geogrid
merupakan produk fabrikasi.
Gambar 2.8 Model Perkuatan Grid
(Sumber : www.geosistem.co.id)
42
- Perkuatan bentuk lembaran (Sheet Reinforcement)
Material perkuatan lembaran yang umum dipakai adalah geotekstil.
Geotekstil dibagi menjadi 2 tipe yaitu woven dan non woven. Geotekstil
nonwoven terdiri dari susunan yang acak dari serat yang terikat akibat panas
yang diberikan dalam proses pembuatannya. Geotekstil woven terdiri atas
serat yang disusun dengan cara dianyam.
2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku dan Performa Sistem Soil-
Reinforcement
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan performa dari sistem
reinforced soil:
- Pengaruh perkuatan (Reinforcement)
Pengaruh perkuatan meliputi: bentuk, permukaan, dimensi, kekuatan dan
kekakuan. Reinforcement apabila disisipkan dalam massa tanah dan
bersama-sama dengan busur regangan tarik akan mengacaukan pola
regangan yang seharusnya terjadi bila reinforcement tidak ada dalam massa
tanah. Reinforcement juga akan menghalangi pembentukan bidang runtuh
dalam massa tanah, yang produknya berupa peningkatan kekuatan dan kuat
geser.
- Pengaruh bentuk perkuatan (Reinforcement Form)
Bentuk material perkuatan yang berbeda akan memberikan respons yang
berbeda terhadap kinerja komposit tanah-perkuatan. Agar dapat
meningkatkan performa, perkuatan harus melekat dengan tanah sedemikian
43
rupa sehingga deformasi yang terjadi pada tanah menghasilkan regangan
juga pada perkuatan.
- Pengaruh permukaan perkuatan (Reinforcement Surface)
Untuk sistem sheet, bar dan strip, nilai µ mengindikasikan koefisien friksi
antara tanah dengan perkuatan, makin tinggi nilai µ semakin efisien suatu
perkuatan. Sistem bar, sheet dan strip yang kasar permukaanya idealnya
memiliki karakteristik yang baik jika dibandingkan dengan yang smooth
(halus). Bentuk permukaan yang kasar dapat dibuat dengan jalan merekatkan
pasir pada permukaan perkuatan yang langsung memiliki kontak dengan
tanah yang diperkuatnya.
- Pengaruh dimensi perkuatan
Dimensi perkuatan harus kompatibel (cocok) dengan kondisi. Dimensi
teoritis dari perkuatan cenderung dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan
persyaratan logika dan ketahanan.
- Pengaruh kekuatan perkuatan (Reinforcement Strength)
Kekuatan perkuatan sinonim dengan ketegaran, tuntutan logika
menghendaki agar perkuatan bisa tegar. Kehilangan ketegaran secara tiba-
tiba dapat mengakibatkan pengaruh yang besar bila sistem perkuatan tanah
sangat tergantung kepada besarnya kekuatan maksimum yang diberikan oleh
perkuatan. Kehilangan kekuatan secara tiba-tiba akibat keruntuhan yang
terjadi mengakibatkan penurunan pada kuat geser dari sistem perkuatan
tanah.
44
- Pengaruh kekakuan perkuatan (Reinforcement Stiffness)
Bending Stiffness (kekakuan tekuk), belum memperlihatkan efek yang berarti
pada performa sistem perkuatan tanah. Kecuali bila penerapan sistem
perkuatan tanah pada tanah yang sangat lunak dengan perkuatan yang
berfungsi sebagai membran tarik.
Longitudional Stiffness (kekakuan longitudinal), yang merupakan
perkalian modulus elastisitas dengan luas efektif potongan, telah terbukti
memiliki pengaruh yang berarti terhadap sistem perkuatan tanah. Kekakuan
longitudional memiliki pengaruh pada regangan yang terjadi pada sistem
perkuatan tanah. Pengaruh perkuatan yang diletakkan pada massa tanah pada
arah regangan tarik berfungsi sebagai penahan deformasi dan gaya yang
ditimbulkan, proporsional dengan regangan resultan yang timbul dalam
perkuatan. Kondisi keseimbangan tercapai tergantung kepada kekakuan
longitudional perkuatan dan karakteristik tegangan-regangan massa tanah.
- Pengaruh lokasi perkuatan
Agar dapat memaksimalkan fungsi sistem perkuatan tanah, mekanisme
keruntuhan potensial dan bidangnya harus bersesuaian dengan penempatan
perkuatan. Untuk hasil yang optimum, perkuatan harus ditempatkan pada
tempat di mana terjadinya regangan kritis, yaitu pada tempat di mana terjadi
regangan tarik paling besar.
- Pengaruh orientasi perkuatan
Mengubah orientasi perkuatan akan mereduksi keefektifannya dan jika
diorientasikan pada arah regangan tekan utama, perilaku perkuatan akan
45
berubah dari perkuatan regangan tarik menjadi perkuatan regangan tekan.
Jika perkuatan diorientasikan sepanjang arah dengan ekstensi sama dengan
nol, kehilangan kekuatan dari sistem perkuatan tanah akan terjadi.
Pada kebanyakan struktur yang menerapkan sistem perkuatan tanah,
perkuatan diletakkan secara horisontal.
- Pengaruh spasi perkuatan (Reinforcement Spacing)
Menurut Jewell (1980) dan Smith (1977), berdasarkan pengujian
laboratorium, bahwa peningkatan kekuatan dari suatu sistem perkuatan tanah
tidak selalu proporsional dengan jumlah perkuatan yang diinstalasikan. Spasi
antar perkuatan memiliki pengaruh pada performa individu elemen
perkuatan. Di bawah spasi tertentu terjadi interferensi, dengan konsekuensi
bahwa berkurangnya spasi akan mereduksi peningkatan kuat geser dari
sistem perkuatan tanah yang dipersiapkan oleh setiap perkuatan juga
menurun.
- Pengaruh kondisi tanah
Tanah yang digunakan dalam sistem perkuatan tanah tergantung dengan
situasi dan kondisi tertentu, pada kasus tertentu perkuatan berfungsi untuk
meningkatkan mutu tanah lunak atau material limbah. Di lain sisi, pada
pekerjaan abutment jembatan, tanah yang digunakan harus memiliki
kandungan material granular-well-graded yang dipadatkan dengan
kepadatan yang tinggi yang akan mengembang jika mengalami gaya geser.
Karakteristik tanah dan keadaan tanah akan mempengaruhi kinerja sistem
perkuatan tanah apabila tanah tersebut diperkuat.
46
- Pengaruh ukuran partikel tanah
Ukuran partikel yang ideal untuk membentuk sistem perkuatan tanah adalah
tanah berbutir kasar dengan kondisi well-drained, well-graded, tanah dengan
karakteristik seperti ini mampu menyajikan ketahanan jangka panjang
stabilitas pada saat konstruksi dan memiliki karakter fisika-kimia yang baik.
Pada kondisi tegangan normal yang bekerja pada sistem perkuatan tanah,
tanah berbutir kasar well-graded berperilaku elastis dan pergerakan pasca
konstruksi umumnya tidak terjadi.
Tanah berbutir halus (fine-grained soils) umumnya memiliki drainase
yang buruk dan transfer beban dari tanah ke perkuatan tidak bisa
berlangsung secara seketika. Tanah berbutir halus berperilaku plastis yang
dapat meningkat pada saat pasca konstruksi, sehingga menyebabkan
pergerakan.
- Pengaruh Grading (Distribusi Ukuran Butiran)
Well-graded soil dapat dipadatkan hingga suatu kepadatan yang disyaratkan
dan menghasilkan kondisi yang menguntungkan bagi sistem perkuatan
tanah. Poorly-graded soil dapat menghasilkan respons yang serupa dengan
perilaku tanah berbutir halus. Tanah dengan gradasi seragam dapat
menimbulkan masalah pada stabilitas struktur.
Materialnya dapat diperoleh baik lewat stone crusher maupun dengan jalan
mengambil di sungai. Di Inggris, material yang baik untuk sistem perkuatan
tanah adalah apabila dilakukan uji sieve, material yang lolos saringan
berukuran lubang 63 mµ tidak lebihdari 10%. Di Perancis, material yang
47
digunakan untuk membentuk sistem perkuatan tanah adalah material yang
proporsinya tidak lebih dari 15 % dari berat, lebih kecil dari 15 mµ .
- Pengaruh kandungan mineral
Komposisi tanah dapat memberikan manfaat terhadap ketahanan material
perkuatan. Beberapa mineral lempung seperti illite, dapat mengakibatkan
korosi pada perkuatan logam.
- Pengaruh kepadatan tanah
Kepadatan tanah memiliki pengaruh kepada perilaku tegangan-regangan
tanah. Tanah yang padat pada kondisi drained saat mengalami gaya geser
memiliki kecenderungan untuk mengembang, sementara tanah dalam
kondisi lepas memiliki tegangan deviator yang lebih rendah, tidak tercapai
tegangan puncak dan hanya memperlihatkan pengurangan volume. Pada
kondisi undrained, tidak terjadi perubahan volume, Bassett dan Last (1978)
menyamakan kondisi ini dengan kondisi yang ada pada sistem perkuatan
tanah. Tekanan air pori negatif akan terjadi pada tanah yang padat pada saat
dilakukan penggeseran dapat dipakai untuk mengestimasi peningkatan
tegangan overburden. Pengaruh ini dimanfaatkan untuk meningkatkan
tegangan normal yang bekerja pada perkuatan dan meningkatkan koefisien
friksi antara tanah dan perkuatan.
Pengaruh tanah yang mengembang sangat berarti terhadap tegangan normal
elemen perkuatan, namun peningkatan tegangan akan menurun dengan
meningkatnya regangan geser.
48
- Pengaruh sistem Tegangan
Dengan meningkatnya tegangan dalam massa tanah non kohesif diikuti
dengan menurunnya angka pori kritis, regangan relatif tanah menurun dan
tekanan tanah lateral cenderung menjadi aktif. Masa keadaaan tegangan
dalam sistem perkuatan tanah akan berbeda dengan meningkatnya
ketinggian dan dengan perbedaan kuantitas dan tipe perkuatan.
- Pengaruh derajat kejenuhan
Tanah non-kohesif yang well-graded tidak akan mengalami masalah jika
dikaitkan dengan kejenuhan. Pada tanah berbutir halus yang kohesif,
biasanya drainasenya jelek sehingga tidak mampu melakukan transfer beban
dengan segera. Akibatknya yaitu akan terjadi penurunan kekuatan geser
secara temporer yang akan memicu penurunan kecepatan konstruksi.
- Geometri Struktur
Terkadang keadaan struktur tanah memerlukan struktur dengan geometri
khusus. Perubahan geometri seperti pencuraman lereng timbunan akan
mengubah keadaan bidang regangan dalam struktur. Perubahan struktur
dapat meningkatkan atau justru menurunkan keefektifan perkuatan.
- Pengaruh pemadatan
Penggunaaan alat modern untuk memadatkan tanah dapat menghasilkan
tekanan lateral residuak yang mempengaruhi tekanan at rest oK yang
mendominasi pada banyak timbunan yang dipadatkan. Hal ini terjadi pada
kasus retaining wall dan abutment jembatan.
49
Pemadatan dipengaruhi oleh regangan geser, sepanjang regangan geser
tergantung kepada berat alat pemadat, semakin besar alat pemadat semakin
besar pemadatan yang dihasilkan. Tingkat kepadatan tergantung kepada
jumlah lintasan alat pemadat atau roller. Aksi dari perkuatan tanah pada saat
dipadatkan yaitu untuk menahan regangan geser yang disebabkan oleh alat
pemadat.
2.4 Geosintetik
Geosintetik berasal dari kata Geo dan Sintetik. Geo mempunyai arti yaitu
bumi/tanah dan Sintetik mempunyai arti bahan sintetis/buatan. Jadi pengertian
geosintetik adalah suatu produk yang dibentuk oleh bahan polimer dan
digunakan terkait dengan tanah, batuan, dan rekayasa geoteknik lainnya sebagai
bagian dari proyek konstruksi.
Sejarah perkembangan geosintetik pada awalnya diilhami dari
penggunaan material alami secara konvensional dengan menggunakan bahan
kayu, jerami, ijuk, pemadatan tanah.
Geosintetik memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah sebagai:
- lapis pemisah, yaitu memisahkan dua material yang berbeda sehingga
masing-masing mempunyai sifat yang tetap sebagaimana kondisi awalnya.
- lapis perkuatan, yaitu berfungsi untuk meningkatkan kemampuan sistem
komposit tanah dan perkuatan untuk memikul beban.
- lapis filtrasi, memungkinkan aliran air melalui bahan geosintetik namun
menahan butir tanah.
50
- lapis drainase, memungkinkan aliran air melewati bahan geosintetik baik
arah vertikal maupun horisontal.
- lapis kedap, sebagai lapisan yang memiliki permeabilitas sangat rendah
(kedap) untuk mencegah migrasi cairan.
- lapis pelindung, memberikan perlindungan terhadap material lain.
Geosintetik diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu: geotekstil,
geogrid, geonet, geomembrans, geofoam, dan lain sebagainya.
2.4.1 Geotekstil
Geotekstil merupakan salah satu bagian dari geosintetik yang berbentuk
lembaran dan mempunyai sifat yang tembus air (permeabel). Geotekstil dibagi
menjadi dua bagian yaitu geotekstil woven dan geotekstil nonwoven. Geotekstil
woven adalah geotekstil yang dianyam secara teratur. Geotekstil nonwoven
adalah geotekstil yang dinyam secara tidak teratur (secara acak) dengan
menggunakan bantuan jarum atau dipanaskan hingga menempel.
Gambar 2.9 Geotekstil Woven
Gambar 2.10 Geotekstil Non Woven
(sumber : ppt Andyan Suhendra)
51
2.5 Metode Elemen Hingga
Dalam perhitungan plaxis menggunakan metode elemen hingga. Metode
elemen hingga merupakan suatu metode perhitungan dengan cara membagi suatu
struktur menjadi elemen (kontinum) yang kecil dan beraturan. Elemen-elemen
tersebut dapat berupa garis, segitiga, dan segiempat. Semakin kecil elemen yang
ditinjau, maka hasil yang didapat akan semakin akurat asalkan elemen tersebut
tidak mengalami putus disuatu tempat.
Dalam metode elemen hingga, wilayah model didiskretisasi menjadi
elemen-elemen baik dengan jarak yang teratur maupun tidak teratur. Diskretisasi
adalah pembagian suatu sistem menjadi elemen-elemen yang lebih kecil dan
jumlahnya berhingga, yang disebut juga elemen hingga.
Untuk menentukan lokasi titik nodal pada elemen diperlukan suatu sistem
koordinat. Sistem koordinat tersebut terdiri dari koordinat global (x,y) dan
koordinat lokal (s,t).
Sistem koordinat global dan lokal apabila dihubungkan akan menjadi
suatu fungsi bentuk. Fungsi bentuk ini akan bernilai satu pada titik nodal yang
ditinjau dan bernilai nol pada titik lainnya.
Didalam metode elemen hingga terdapat syarat batas yang merupakan
suatu kondisi fisik untuk membatasi struktur sehingga sistem tersebut dapat berdiri
sendiri dalam suatu ruang. Syarat batas ini digunakan untuk menghindari adanya
matriks singular supaya besaran-besaran yang dicari dapat dihitung dan
diselesaikan dan perhitungan dapat dilakukan.
52
Syarat batas secara umum dibedakan menjadi:
- Syarat batas paksa atau syarat batas geometri
Merupakan syarat batas yang dinyatakan oleh besarnya peralihan. Contohnya
pada balok di atas dua perletakan memiliki syarat batas pada kedua titik
ujungnya, yaitu peralihannya adalah nol.
- Syarat batas alamiah
Syarat batas alamiah ini terjadi apabila turunan kedua dari peralihan adalah nol,
contohnya balok di atas dua perletakan memiliki momen nol pada kedua titik
ujungnya, dimana momen merupakan turunan kedua dari peralihan.
Dasar dari penyelesaian persamaan elemen hingga adalah dengan
menggunakan hubungan antara regangan, perpindahan dan tekanan. Hubungan
antara matriks regangan dan perpindahan adalah :
{ } [ ]
=
vu
Bε (2.24)
Dimana:
ε = vektor regangan
B = matriks regangan
u,v = perpindahan titik nodal arah x dan y
=
xy
z
y
x
εε
εε
ε
53
=
xyz
zxy
zyx
B
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
δδ
000
000
000
Hubungan antara tekanan dan regangan adalah sebagai berikut :
{ } [ ]{ }εσ C= (2.25)
Dimana :
C = matriks kontitutif (properti material)
= ( )( )
−−
−−
−+
221000
010101
211 vvvv
vvvvvv
vvE
E = modulus Young
v = poisson ratio
54
2.6 Plaxis
Plaxis merupakan suatu program yang berbasis metode elemen hingga
yang digunakan untuk aplikasi geoteknik. Plaxis dapat digunakan untuk
menghitung berbagai macam perilaku tanah dalam pemodelannya, melakukan
analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang rekayasa geoteknik.
Plaxis mulai dikembangkan pada tahun 1987 di Universitas Teknik Delft
(Technical University of Delft) inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan
Sumber Daya Air Belanda (Dutch Departement of Public Works and Water
Management). Tujuan awal dari Plaxis adalah untuk menciptakan sebuah program
komputer berdasarkan metode elemen hingga 2D yang mudah digunakan untuk
menganalisis tanggul-tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah
Holland. Pada tahun berikutnya Plaxis dikembangkan lebih lanjut hingga
mencakup hampir seluruh aspek perencanaan geoteknik lainnya.