BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00846-TI Bab 2.pdf ·...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00846-TI Bab 2.pdf ·...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kualitas
Menurut Kotler (2002, p67) mutu / kualitas adalah keseluruhan ciri
atau sifat dari suatu produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Menurut Goetsch dan Davis (2004, p47) kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, pelayanan, manusia /
tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan-harapan konsumen.
Menurut Juran (Hunt, 1993, p32), kualitas produk adalah kecocokan
penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan produk itu didasarkan atas lima
ciri utama berikut :
1. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
2. Psikologis, yaitu cita rasa atau status
3. Waktu, yaitu kehandalan
4. Kontraktual, yaitu adanya jaminan
5. Etika, yaitu sopan-santun, ramah atau jujur
16
Menurut Crosby (1979, p58), kualitas adalah Comformance to
Requirement, yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau distandarkan.
Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.
Deming (1982, p58) menyatakan, bahwa kualitas adalah kesesuaian
dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
Berdasarkan beberapa pandangan para tokoh kualitas diatas dapat
ditarik secara garis besar bahwa pengertian kualitas adalah kesesuaian produk
atau jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen (fitness to use).
2.2 Pengertian Pengendalian Kualitas
Dalam menjaga kesesuaian antara kebutuhan konsumen dengan
produk atau jasa yang dihasilkan oleh produsen diperlukan suatu proses yang
memastikan produk yang dihasilkan telah sesuai dengan standar yang telah
ditentukan. Kegiatan dalam mengendalikan kualitas suatu produk atau jasa
tersebut adalah kegiatan pengendalian kualitas
Pengertian pengendalian kualitas menurut Standar Industri Jepang
(JIS) adalah suatu sistem tentang metode produksi yang secara ekonomis
memproduksi barang-barang bermutu dan jasa-jasa yang memenuhi
kebutuhan konsumen.
Pengendalian kualitas menurut Sritomo (2003, p252) merupakan suatu
sistem verifikasi dan penjagaan / perawatan dari suatu tingkatan / derajat
kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang
seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus-menerus, serta
17
tindakan korektif bilamana diperlukan. Dengan demikian hasil yang diperoleh
dari kegiatan pengendalian kualitas ini benar-benar bisa memenuhi standar-
standar yang telah direncanakan / ditetapkan.
Aktivitas pengendalian kualitas umumnya akan meliputi kegiatan-
kegiatan :
• Pengamatan terhadap performans produk atau proses
• Membandingkan performans yang ditampilkan tadi dengan standar-
standar yang berlaku
• Mengambil tindakan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan
yang cukup signifikan ( accept or reject ) dan apabila perlu dibuat
tindakan untuk mengkoreksinya.
Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya akan merupakan
keseluruhan kumpulan aktivitas dimana kita berusaha untuk mencapai kondisi
“fitness for use” tidak peduli dimana aktivitas tersebut akan dilaksanakan
yaitu mulai pada saat produk dirancang, diproses, sampai selesai dan
didistribusikan ke konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain akan
meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut :
Perencanaan kualitas pada saat merancang (desain) produk dan proses
pembuatannya.
Pengendalian dalam penggunaan segala sumber material yang dipakai
dalam proses produksi (incoming material control).
18
Analisa tindakan koreksi dalam kaitannya dengan cacat yang dijumpai
pada produk yang dihasilkan.
Dan lain-lain.
Berdasarkan definisi dan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan yang sangat erat
hubungannya dengan desain produk, dan proses produksi, dimana pada
pengendalian kualitas ini dilakukan pemeriksaan atau pengujian atas
karakteristik kualitas yang dimiliki produk guna penilaian atas kemampuan
proses produksinya yang dikaitkan dengan standar spesifikasi produk.
Pengendalian kualitas dalam suatu proses produksi dinilai sangat
penting karena dengan pengendalian kualitas yang dilaksanakan secara benar,
maka perusahaan akan dapat mempertahankan posisinya dipasar dan dapat
menghadapi persaingan dari perusahaan lain.
2.3 Proses Evolusi Dalam Proses Pengendalian Kualitas
Proses pengendalian kualitas merupakan aktivitas yang sudah
berlangsung lama, yaitu sejak manusia memiliki kemampuan untuk mengolah
bahan dan menghasilkan produk. Berikut tahapan proses pengendalian
kualitas sejak dilaksanakan dengan metode sederhana yang melibatkan
individu sampai dengan metode yang sedikit kompleks dengan melibatkan
semua pihak yang ada dalam perusahaan :
19
• Operator Quality Control ( akhir abad 19 )
Operator secara umum bertanggung jawab untuk membuat produk,
mengecek dan mengendalikan kualitas produk yang dibuatnya itu.
• Foreman Quality Control ( 1904-1920 )
Mandor ( foreman ) memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan
pengendalian kualitas dari hasil produk yang dibuat oleh pekerja-pekerja
( operator ) yang ada dibawah pengawasannya. Hal ini sesuai dengan
konsep organisasi fungsional yang dilontarkan oleh Fredick W. Taylor.
• Inspector Quality Control
Terlalu banyak karyawan dalam suatu departemen, sehingga untuk itu
perlu dibentuk satu departemen yang khusus yang bertanggung-jawab
atas kegiatan-kegiatan inspeksi dan pengendalian kualitas dari produk
atau proses yang ada. Departemen khusus ini lazim dikenal kemudian
sebagai Departemen Quality Control atau Quality Assurance dalam
struktur organisasi line & functional staff.
• Statistical Quality Control ( 1940-1960 )
1920 : Walter Shewart mengintroduksikan “Stastical Control
Chart” untuk mengendalikan proses
1941 : American War Standard ( AWS ) dikeluarkan, yaitu AWS
Z.1.1. Guide For Quality Control dan AWS Z.1.2.
Control Chart Methods for Analyzing Data
20
1944 : H. F. Dodge & H. G. Romig mengintroduksikan
“Inspection Sampling Technique” yaitu teknik-teknik
untuk pengambilan sample produk yang akan
diintropeksi mutunya.
1946 : terbentuk “The American Society of Quality Control”
(ASQC)
1950 : Military Standar (Mil. Std) 105-Military Standard
Procedure and Table for Inspection by Attributes.
1957 : Military Standard (Mil. Std) 414-Military Standard for
Acceptance Sampling by Variable
2.4 Keuntungan dan Biaya Pelaksanaan Pengendalian Kualitas
Dengan melaksanakan manajemen kualitas yang sebaik-baiknya, maka
banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dalam hal ini, antara lain :
Menambahkan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja
Mengurangi kehilangan-kehilangan (losses) dalam proses kerja yang
dilakukan seperti mengurangi waste product atau menghilangkan waktu-
waktu yang tidak produktif
Menekan biaya dan save money
Menjaga agar penjualan (sales) akan tetap meningkat sehingga profit tetap
diperoleh (meningkatkan potensi daya saing)
Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan
Memperbaiki moral pekerja tetap tinggi
21
Dan lain-lain
Semakin tinggi kualitas suatu produk akan menyebabkan semakin
tinggi pula biaya / beban yang harus dipikul perusahaan. Akan tetapi yang
jelas tetap diharapkan mampu dikembalikan dalam bentuk profit yang
disebabkan produk yang bersangkutan memiliki daya saing tinggi. Biaya-
biaya yang harus dipikul dalam kaitannya dengan program pengendalian
kualitas antara lain sebagai berikut :
Biaya-biaya yang dikeluarkan akibat kesalahan / cacat yang terjadi yang
dalam hal ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Internal failure cost, yaitu biaya yang tidak akan terjadi bila
tidak ada defect yang ditemukan dalam produk yang dihasilkan
sebelum diterimakan ke pelanggan.
External Failure Cost, yaitu biaya yang dikeluarkan akibat
defect yang diketemukan setelah barang dikirim /
didistribusikan dan diterima oleh customer
Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan
sebelum kesalahan terjadi
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi dan
evaluasi produk
Pengertian mengenai biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
pengendalian kualitas akan selalu dikaitkan dengan produk-produk cacat,
yaitu biaya untuk menemukan, memperbaiki, dan menghindari / mencegah
22
cacat. dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa perusahaan Amerika
Serikat diperoleh data bahwasanya kesalahan-kesalahan yang terjadi yang
mempengaruhi kualitas produk 15% berasal atau merupakan tanggung jawab
operator langsung, sedangkan 85% merupakan tanggung jawab manajemen
perusahaan itu sendiri.
2.5 Sejarah Six Sigma
Six Sigma dimulai pada tahun 1809 ketika Carl Gauss
mempublikasikan Theoria Motus Corporum Arithmeticae. Dalam buku ini ia
memperkenalkan konsep kurva normal (Gaussian Curve) sebagai representasi
data dari banyak proses. Karena Six Sigma masih baru maka ada argumen
yang mengatakan bahwa Six Sigma adalah hasil kumulatif dari semua
prakarsa kualitas yang telah dikembangkan sejak konsep awal Gauss’s. Dalam
hal ini termasuk Simplified Process Control (SPC) dan Total Quality
Management (TQM).
Motorola adalah perusahaan besar pertama yang pertama kali
mengimplementasikan Six Sigma pada tahun 1980an dan mereka
mengembangkan banyak definisi awal. Motorola memutuskan bahwa cara
traditional defect per thousand part dalam pengukuran kualitas tidak cukup
sensitif oleh karena itu pengukuran kualitas diubah menjadi defect per milion
part. Dalam hal ini masyarakat tidak akan mendapatkan pemikiran yang salah
bahwa yang mereka lakukan benar / baik karena dari rendahnya nilai defect-
per-thousand. Perusahaan juga disertai dengan sebuah jalur standar dalam
23
mengunakan metoda Six Sigma dalam penyelesaian masalah dan mereka
tertekan bahwa proyek kualitas harus menunjukkan sebuah efek positif pada
tingkat terbawah.
Perusahaan besar lainnya seperti Allied Signal segera mengikuti
Motorola dengan meletakkan aktivitas mereka pada detail penerapan Six
Sigma. Sejak beberapa buku telah dipublikasikan pada subjek Six Sigma,
perusahaan ini mengembangkan Six Sigma manual training mereka sendiri
dengan filosofi mereka sendiri.
Jack welch, CEO dari GE ketika di rumah sakit ia dijenguk oleh Larry
Bossidy, CEO dari Allied Signal. Selama dijenguk, Bossidy mengatakan
kebaikan penerapan Six Sigma, dan dia mengatakan kepada Welch
penyelamatan Allied Signal terwujud dengan menggunakan metodologi ini.
Begitu Welch keluar dari rumah sakit, dia pun langsung menerapkan Six
Sigma di GE. Hasilnya perusahaan GE yang menerapkan Six Sigma yang
berawal dari top manajemen berhasil membuat Six Sigma menjadi sebuah
proses yang dapat dikenali.
Hal yang menarik dalam menerapkan Six Sigma berasal dari tingkat
bawah. Six Sigma menghasilkan penghematan sampai $ 16 milyar pada
Motorola, sebesar $ 800 juta pada Allied Signal dan $12 milyar pada GE
dalam 5 tahun pertama penerapan.
24
2.6 Definisi Six Sigma
Kata Sigma berasal dari alfabet yunani yang dilambangkan dengan “σ”
yang mengindikasikan banyaknya tingkat variasi output terhadap target yang
telah ditetapkan.
Menurut D. Manggala (2005, p6) Six Sigma merupakan sebuah
metodologi terstruktur untuk memperbaiki proses yang difokuskan pada usaha
mengurangi variasi proses (process variance) sekaligus mengurangi cacat
(produk / jasa yang diluar spesifikasi) dengan menggunakan statistik dan
problem solving tools secara intensif.
Menurut Vincent Gasperz (2002, p9) mengatakan bahwa Six Sigma
merupakan ukuran target kinerja industri tentang bagaimana baiknya suatu
proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Six
Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus
pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process
capability).
Secara statistik, Six Sigma adalah suatu ketentuan yang mensyaratkan
suatu proses beroperasi pada batas toleransi perekayasaan terdekat dengan
nilai paling sedikit ± 6 σ dari rata-rata proses. Dipandang dari sisi teknis untuk
pengendalian proses maka Six Sigma berarti target kinerja operasi yang diukur
secara statistik dengan hanya 3,4 cacat untuk setiap satu juta kejadian atau
sering disebut 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunities). Definisi ini
tentunya akan berbeda bila dilihat dari sudut pandang manajemen dan
25
ekonomi, Six Sigma dinilai sebagai suatu pendekatan manajemen untuk
mencapai tujuannya berupa kepuasan pelanggan, peningkatan produktivitas,
penurunan tingkat produk cacat dan secara umum peningkatan kinerja
perusahaan yang dapat dibuktikan dengan peningkatan laba, penghematan
tahunan, nilai harga saham, marketshare, employee turnover dan lain-lain.
Dalam memahami konsep Six Sigma secara keseluruhan Peter S.
Pande (2002, p11) mendefinisikan sebagai sistem berupa pendekatan
manajemen yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,
mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis, juga Six Sigma secara
unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan,
pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data dan analisi statistik, dan
perhatian yang cermat dalam mengelola, memperbaiki dan menanamkan
kembali proses bisnis demi tercapainya tingkat kualitas 6 σ.
Berikut adalah gambar dari Six Sigma :
Grafik 2.1 Toleransi Six Sigma
Sumber Data : Pande, dkk (2002)
26
2.7 Tujuan Six Sigma
Metodologi Six Sigma menggunakan sebuah pendekatan penyelesaian
masalah yang spesifik dan alat Six Sigma yang terpilih untuk memperbaiki
proses dan produk. Metodologi ini adalah berdasarkan data dan tujuannya
adalah untuk mengurangi kejadian atau produk yang tidak sesuai.
Menurut Anang H. (2007, p28) tujuan Six Sigma adalah meningkatkan
kinerja bisnis dengan mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan,
mereduksi kegagalan-kegagalan produksi atau proses, menekan cacat-cacat
produk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral personil atau
karyawan dan meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal.
Tujuan utama dari metodologi Six Sigma menurut Peter Pande, dkk,
dalam bukunya The Six Sigma Way : Team Fieldbook adalah mengurangi
variasi proses seperti jumlah produk yang tidak sesuai akan tidak lebih dari 3
produk defect per million part.
Dari kedua pandangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan
Six Sigma adalah untuk mengurangi variasi proses agar jumlah cacat tidak
lebih dari 3 produk cacat per satu juta produksi, sehingga keuntungan
perusahaan dapat meningkat. Akan tetapi seperti yang dipraktekkan oleh
kebanyakan perusahaan, aplikasi Six Sigma di dunia nyata adalah untuk
membuat produk yang memuaskan pelanggan dan meminimalkan kerugian
penyedia produk atau jasa.
27
2.8 Tema Kunci dan Keuntungan Six Sigma
Agar penerapan Six Sigma menjadi optimal maka ada hal yang perlu
diperhatikan, yaitu mengetahui enam tema kunci dari metoda Six Sigma itu
sendiri. Enam tema ini sering juga ditafsirkan sebagai “persyaratan utama”
dalam mengembangkan metoda Six Sigma. Keenam tema tersebut menurut
Peter Pande, dkk, dalam bukunya The Six Sigma Way : Team Fieldbook antara
lain :
1. Fokus sungguh-sungguh kepada pelanggan ( Customer Focus ) :
Seperti kita sadari bersama, pelanggan bukan hanya berarti pembeli,
tetapi bisa juga berarti rekan kerja kita, team yang menerima hasil
kerja kita, pemerintah, masyarakat umum pengguna jasa, dll.
2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta ( Manajement by
fact ) : bukan berdasarkan opini atau pendapat tanpa dasar
3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan ( Continous
Improvement ) : Six Sigma sangat tergantung kemampuan kita
mengerti proses yang dipadu dengan manajemen yang bagus untuk
melakukan perbaikan.
4. Manajemen Proaktif ( Proactive Mangement ) : peran pemimpin dan
manajer sangat penting dalam mengarahkan keberhasilan dalam
melakukan perubahan
5. Kolaborasi tanpa batas : kerjasama antar tim yang harus mulus
6. Dorongan untuk sempurna, tetapi toleransi terhadap kegagalan.
28
Keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dalam menerapkan
metoda Six Sigma menurut Peter Pande, dkk (2002, p11) antara lain :
1. Pengurangan biaya produksi akibat inefisiensi produksi
2. Peningkatan produktivitas
3. Pertumbuhan pangsa pasar
4. Retensi / loyalitas pelanggan, akibat kepuasan pelanggan
5. Pengurangan waktu siklus
6. Pengurangan tingkat produk cacat
7. Pengembangan produk dan jasa
8. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran karyawan akan
budaya kualitas
2.9 Metodologi Six Sigma
Dalam menerapkan metode Six Sigma terdapat lima tahapan dasar
yang biasanya disebut dengan DMAIC. Tahapan ini dilakukan secara
berulang untuk membentuk siklus peningkatan kualitas Six Sigma.
Gambar 2.1 Siklus DMAIC
Sumber Data : http://qualityengineering.wordpress.com/2008/06/30/six-sigma/
29
DMAIC merupakan metode peningkatan kualitas yang secara terus
menerus menuju target Six Sigma. DMAIC adalah suatu metode penyelesaian
masalah terstruktur yang telah digunakan secara luas dalam dunia bisnis.
Hurufnya berasal dari singkatan lima tahapan perbaikan Six Sigma : Define-
Measure-Analyse-Improve-Control. Tahapan inilah yang memimpin sebuah
tim secara bertahap mulai dari mendefinisikan masalah melalui implementasi
solusi yang dihubungkan dengan dasar penyebab masalah dan menetapkan
solusi yang terbaik untuk diterapkan.
2.9.1 Define
Langkah operasional pertama yang dilakukan dalam peningkatan
kualitas Six Sigma adalah fase Define. Langkah-langkah yang terdapat dalam
fase ini adalah menentukan proyek Six Sigma, yaitu dengan membuat
gambaran keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC Diagram dan Peta Operasi.
Pada tahap ini juga akan dilakukan pengukuran dan mengenali serta
menginventarisasikan karakter kunci kualitas (CTQ).
Langkah-langkah kunci dalam tahap Define menurut Michael, dkk (2005, p5)
yaitu :
Memeriksa Proyek
Melakukan negosisasi terhadap jangkauan, sumber daya, waktu, dan
anggota tim yang dibutuhkan.
30
Validasi pernyataaan masalah dan tujuannya
Memeriksa data atau sumber informasi lainnya yang ada untuk
mengetahui apakah masalah yang diberikan
• Benar-benar ada
• Penting bagi pelanggan
• Penting bagi bisnis atau
• Bisa diperbaiki melalui Six Sigma.
Validasi keuntungan finansial
Menggunakan data yang ada untuk menghitung biaya sekarang, laba,
margin, atau finansial metric yang berhubungan dengan proyek ini.
Memperkirakan dampak financial jika kita mencapai tujuan yang kita
inginkan dan periksa apakah telah sesuai dengan harapan manajemen.
Membuat dan memvalidasi peta proses dan jangkauannya
Dokumentasikan tahapan utama dalam proses untuk memperkirakan
jangkauan proyek ( diagram SIPOC )
Membuat rencana komunikasi
Indentifikasi partisipan proyek dan pihak yang terkait. Kemudian buat
rencana agar mereka selalu mengetahui tindakan yang kita lakukan.
Mengembangkan rencana proyek
Pemeriksaan tahapan Define selesai.
31
2.9.1.1 Critical To Quality (CTQ)
Menurut Evans dan Lindsay (2007, p16) CTQ adalah salah satu dari
aspek dasar dari metodologi Six Sigma dalam mengindentifikasi hal-hal
yang bersifat penting untuk terwujudnya suatu kualitas. Jika CTQ tidak
terpenuhi maka perusahaan harus membangun sistem pengukuran dan
pengendalian yang lebih baik.
CTQ dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, seperti yang
disarankan oleh professor dari jepang Noriaki Kano (Evans dan Lindsay,
2007, p96-97) yaitu :
1. Penyebab ketidakpuasan
Misalnya pada sebuah mobil terdapat radio, pendingin dan fitur-fitur
keselamatan yang penting merupakan beberapa contoh, yang tidak
diminta langsung oleh pelanggan tetapi diharapkan ada di dalam
produk tersebut. Jika fitur-fitur tersebut tidak tersedia, maka pelanggan
akan merasa tidak puas.
2. Penyebab kepuasan
Merupakan sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan. Meskipun
kebutuhan ini biasanya tidak diminta oleh pelanggan, memenuhi
kebutuhan ini akan menbuat pelanggan puas.
3. Pembuat senang
Merupakan fitur baru yang tidak diharapkan oleh pelanggan. Dalam
hal ini akan membuat persepsi kualitas konsumen menjadi lebih tinggi.
32
Pemahaman akan CTQ pelanggan akan membantu kita untuk
menyeleksi proyek-proyek Six Sigma yang terpenting. Identifikasi CTQ
membutuhkan pemahaman akan suara pelanggan ( Voice Of Customer ),
yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu
sendiri. Beberapa pendekatan penting untuk mengumpulkan informasi
pelanggan antara lain :
• Kartu komentar
• Focus Group
• Kontak langsung dengan pelanggan
• Intelijen lapangan
• Analisa keluhan pelanggan
• Pegawasan melalui internet
2.9.1.2 SIPOC Diagram
SIPOC menurut Peter S. Pande, dkk (2002, p101) adalah singkatan
dari Supplier, Input, Process, Output dan Customer. SIPOC merupakan peta
proses yang didalamnya mengidentifikasikan pemasoknya, inputnya,
prosesnya, hasilnya, dan siapa yang menggunakan produk yang dihasilkan.
Berikut adalah penjelasan untuk tiap-tiap elemen utama dalam sistem
kualitas atau akronim SIPOC :
33
• Suppliers adalah orang atau kelompok orang yang memberikan
informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika
suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses
sebelumnya dapat dianggap sebagai petunjuk pemasok internal
(internal suppliers).
• Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)
kepada proses.
• Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara
ideal menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah
kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.
• Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam
industri manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun
barang jadi (final product). Termasuk ke dalam outputs adalah
informasi-informasi kunci dari proses.
• Customers adalah orang atau kelompok orang atau sub proses yang
menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses,
maka sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan
internal (internal customers).
34
Diagram 2.1 Contoh Diagram SIPOC
Sumber : Michael, dkk (2005, p38)
Langkah-langkah dalam membuat SIPOC antara lain :
• Menamakan proses
• Membuat batasan titik awal dan akhir proses
• Membuat daftar output dan pelanggan
• Membuat daftar input dan pemasok
• Identifikasi, beri nama dan urutkan langkah-langkah yang ada dalam
proses.
35
2.9.1.3 Peta Proses Operasi
Peta proses operasi sering kali disingkat dengan Peta Operasi atau
Operation Chart. Peta operasi menurut Sritomo (2003, p131) adalah peta
kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi
pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen operasi secara detail. Di sini
tahapan proses operasi kerja harus diurai secara logis dan sistematis.
Dengan demikian keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal
(Raw Material) sampai menjadi produk akhir ( Finished Goods Product)
sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara
individual maupun urut-urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan.
Suatu elemen kadang-kadang disebut pula dengan langkah atau
detail pekerjaan atau operasi adalah subdivisi yang berlangsung singkat
yang membagi-bagi siklus kerja / operasi secara keseluruhan. Elemen-
elemen ini harus mudah didefinisi saat mulai dan berakhir. Untuk
pembuatan peta operasi ini maka simbol-simbol ASME yang dipakai adalah
simbol operasi, inspeksi dan gabungan antara operasi dengan inspeksi.
Kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan. Dengan
adanya informasi-informasi yang bisa diperoleh yaitu antara lain :
• Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan dalam
pelaksanaan operasi kerja dan penganggarannya
36
• Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi pada
setiap elemen operasi kerja atau pemeriksaan
• Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan materialnya
• Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang
sedang dipakai.
Untuk bisa menggambarkan peta operasi ini dengan baik, ada
beberapa aturan dasar yang perlu dipahami dan diikuti sebagai berikut :
• Pertama kali tentukan dahulu apakah peta yang akan dibuat menurut
“Material Process Chart” atau “Man Process Chart”
• Selanjutnya pada baris paling atas perlu dituliskan “peta proses
operasi” dan seterusnya tulis semua identifikasi kerja lainnya seperti :
nama objek, nomor gambar kerja dan lainnya
• Lambang atau simbol ASME ditempatkan dalam arah vertikal secara
berurutan yang menunjukkan terjadinya perubahan prose untuk setiap
simbolnya.
• Penomoran terhadap kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan proses operasi yang diperlukan dalam pembuatan
produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi. Penomoran
terhadap kegiatan pemeriksaan (inspeksi) diberikan tersendiri dan
aturannya sama dengan aturan pemberian nomor pada proses operasi.
37
• Agar diperoleh gambar peta proses operasi yang baik, maka produk
yang paling banyak memerlukan proses operasi yang harus dipetakan
terlebih dahulu dan digambarkan pada garis vertikal paling kanan
sendiri.
2.9.2 Measure
Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam tahap
perbaikan kualitas dengan metode DMAIC. Tahap ini merupakan tahapan
yang penting dalam usaha perbaikan kualitas dengan Six Sigma, karena
dengan tahapan ini dapat diketahui keadaan perusahaan yang sesungguhnya
sehingga menjadi tolak ukur dalam menganalisa dan usaha perbaikan.
2.9.2.1 Pengukuran DPMO dan Tingkat Sigma
1. Defect per Unit (DPU)
Ukuran ini menerangkan jumlah rata-rata dari defect semua jenis,
terhadap total produksi yang dihasilkan. Definisi DPU dapat dirumuskan
sebagai berikut:
DPU = unit aljumlah tot
terjadiyangDefect Jumlah
Misal jika DPU sebesar 1, ini mengindikasikan bahwa setiap unit akan
memiliki satu defect, sekalipun beberapa item mungkin memiliki lebih
dari satu defect dan yang lainnya tidak ada defect. DPU 0,25
menunjukkan suatu probabilitas bahwa satu dari empat unit akan
memiliki satu defect.
38
2. Defect per Opportunity (DPO)
Pengukuran ini akan menunjukkan peluang defect atas jumlah
total peluang dalam kumpulan yang diperiksa. Rumus DPO adalah
DPO = peluangunit x TotalDefectiveunit Jumlah
Misal jika DPO sebesar 0,1 maka peluang menghasilkan produk
cacat dalam kriteria CTQ sebesar 10%.
3. Defect per Million Opportunity (DPMO)
Pengukuran ini digunakan untuk melihat peluang terjadinya
cacat setiap satu juta peluang. Rumus dari DPMO adalah
DPMO = DPO x 1.000.000
Six Sigma memberikan nilai lebih pada konsumen dan
shareholder dengan memfokuskan pada perbaikan kualitas dan
produktivitas perusahaan.
(Peter Pande, Neuman, Cavanagh. (2002). The Six Sigma Way)
4. Sigma Level
Pengukuran ini sangat penting dalam metode Six Sigma karena
dari pengukuran ini dapat diketahui sampai pada level berapa Sigma
proses yang ada. Ukuran ini juga mengidentifikasikan apakah proses
saat ini sudah efisien dan berkualitas atau belum.
Perspektif pengukuran enam Sigma mewakili tingkatan kualitas
dimana kesalahan paling banyak berjumlah 3,4 cacat per satu juta
39
kemungkinan. Konsep ini berakar dari konsep spesifikasi desain di
bidang manufaktur serta kemampuan suatu proses untuk mencapai
spesifikasi tersebut. Tingkatan kualitas enam Sigma tersebut setara
dengan variasi proses sejumlah setengah dari yang ditoleransi oleh tahap
desain dan dalam waktu yang sama memberi kesempatan agar rata-rata
produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi standar dari target.
Tingkat Sigma dapat dihitung dengan rumus :
)( DPOey −= , dimana DPO = 000.000.1
DPMO
Kemudian dicari nilai Z pada tabel statistik distribusi normal (lampiran1)
Tingkat Sigma = Z + 1.5, dimana 1.5 adalah pergeseran Sigma
Atau tingkatan Sigma dapat dihitung langsung dengan Excel
menggunakan formula :
=NORMSINV(1-DPMO/1000000) + pergeseran Sigma
Dengan pergeseran Sigma dari target sebanyak 0.5 dan kualitas 5 Sigma
Dengan pergeseran Sigma dari target sebanyak 1.0 dan kualitas 5.5
Sigma
Dengan pergeseran Sigma dari target sebanyak 1.5 dan kualitas 6 Sigma
Pengukuran tingkat Sigma juga dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan dari Process Sigma Calculator yang bisa di akses
di http://www.isixSigma.com/sixSigma/six_Sigma_calculator.asp?m=.
40
2.9.3 Analyze
Tahap ini merupakan tahapan yang ketiga dalam perbaikan kualitas Six
Sigma dengan metode DMAIC. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap
ini menurut Michael, dkk (2005, p12) antara lain :
1. Menentukan input kritis
Penentuan letak masalah yang terjadi pada suatu proses
2. Melakukan analisa data dan analisa proses
Pada tahap ini dilakukan analisa mengenai data yang sudah didapat serta
proses yang terjadi dengan lebih terperinci. Tahapan ini bertujuan untuk
mengetahui apa akar penyebab masalah yang sebenarnya.
3. Menentukan akar penyebab masalah
Penentuan akar penyebab masalah yang terjadi dalam proses dilakukan
untuk setiap permasalahan yang terjadi.
4. Menyusun prioritas akar penyebab permasalahan
Satu permasalahan bisa mempunyai beberapa penyebab permasalahan.
Pada tahap ini dilakukan pemilihan akar penyebab yang akan menjadi
target perbaikan.
5. Melakukan peninjauan ulang terhadap tahap Analyze
41
2.9.3.1 Diagram Pareto
Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi Italia,
Vilfredo Pareto (1848-1923). Yang mengatakan bahwa prinsip dasar pareto
dihubungkan kepada aturan 80/20, yang artinya 80% dari masalah (cacat)
ditimbulkan oleh 20% penyebab.
Diagram pareto adalah diagram batang yang disusun secara menurun
atau dari besar ke kecil yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, tipe
cacat, atau penyebab yang paling dominan.
Pada dasarnya diagram pareto dapat dipergunakan sebagai alat
interpretasi untuk :
a. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah
atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada
b. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui
membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab
dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
42
Diagram 2.2 Contoh Diagram Pareto
Sumber Data : Michael, dkk (2005, p143)
Langkah-langkah dalam membuat diagram pareto :
1. Tentukan masalah apa yang akan diteliti, identifiksai kategori-kategori
atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan.
Setelah itu rencanakan dan laksanakan pengumpulan data
2. Buat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian dari masalah yang diteliti dengan menggunakan formulir
pengumpulan data / lembar periksa
43
3. Membuat daftar masalah berurutan berdasarkan frekuensi kejadian
dari yang tertinggi sampai yang terendah, serta hitunglah frekuensi
kumulatif dan persentase dari total kejadian.
4. Gambar dua buah garis, verikal dan horizontal
5. Buat histogram pada pareto
6. Gambar kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif
disebelah kanan atas dari interval setiap item masalah.
7. Putuskan pengambilan tindakan perbaikan atas penyebab utama dari
masalah.
(Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma)
Seperti telah diuraikan diatas, diagram pareto adalah suatu metode
untuk mengidentifikasi hal-hal atau kejadian-kejadian penting, maka pada
dasarnya diagram pareto terdiri dari 2 jenis yaitu :
• Diagram Pareto mengenai fenomena
Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil yang tidak diinginkan dan
digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada.
• Diagram Pareto mengenai penyebab
Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan
dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah
yang ada.
44
Manfaat digunakannya diagram pareto antara lain :
• Diagram pareto merupakan langkah pertama untuk perbaikan
• Diagram pareto dapat dipakai untuk perbaikan segala aspek. Perbaikan
tidak hanya dilakukan atas kualitas saja, tetapi juga masalah biaya atau
effisiensi, penghematan pemakaian bahan atau energi, keselamatan
dan sebagainya.
• Diagram pareto dapat dipakai untuk memperlihatkan bahwa usaha
perbaikan telah membuahkan hasil.
(Kolarik, J, William. (1999). Creating Quality)
Cara penggunaan diagram pareto melalui software Minitab 14 antara lain :
1. Masukkan data ke dalam tabel
2. Pilih Stat > Quality Tools > Pareto Chart
3. Masukkan data jumlah cacat ke dalam “Frequencies in” dan jens cacat
ke dalam “Label in”
4. Lalu pilih OK
2.9.3.2 Diagram Sebab-Akibat
Diagram sebab akibat yang sering disebut juga dengan diagram
tulang ikan (Fishbone Diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan.
Diagram sebab akibat adalah alat yang dikembangkan oleh Kooru Ishikawa
dari Universitas Tokyo pada tahun 1943 dan dapat disebutkan juga sebagai
Diagram Ishikawa. Pada intinya diagram ini berfungsi untuk mendaftarkan
45
serta mengidentifikasi penyebab-penyebab yang berbeda yang dapat
memberi kontribusi pada masalah. Kegunaan lainnya antara lain :
• Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah
• Membantu untuk mendapatkan ide-ide yang akan menjadi solusi
• Membantu untuk pencarian fakta lebih lanjut tentang masalah
Diagram sebab akibat ini menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai
sebab dari suatu akibat. Kelima faktor itu adalah Man (manusia), Method
(metode), Material (bahan), Machine (mesin) dan Environment
(lingkungan).
Diagram 2.3 Contoh Diagram Sebab-Akibat
Sumber : D. Manggala (2005, p20)
46
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat yaitu :
1. Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki.
Gambarkan panah dengan kotak ujung kanannya dan tulis masalah
atau sesuatu yang diamati atau diperbaiki
2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada
masalah atau sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat
di atas dan dibawah panah yang telah dibuat tadi
3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci yang berpengaruh atau
mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-faktor
sekunder tersebut di dekat atau pada panah yang menghubungkannya
dengan penyebab utama
4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama
dengan menganalisa data yang ada
(Kolarik, J, William. (1999). Creating Quality)
2.9.3.3 Failure Mode & Effect Analysis (FMEA)
FMEA atau analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam
kecatatan / kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang
ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu.
47
Dengan menghilangkan mode kegagalan maka FMEA akan
meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan kepuasan
pelanggan yang menggunakan produk tersebut.
Beberapa keuntungan dari FMEA antara lain :
• Membantu desainer untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi atau
mengendalikan cara kegagalan yang membahayakan serta
mengurangi kerusakan terhadap sistem dan penggunanya.
• Meningkatkan keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari
kegagalan yang akan dikembangkan
• Realibilitas dari produk akan meningkatkan, karena waktu untuk
melakukan desain akan dikurangi berkaitan dengan melakukan
identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah.
48
Tabel 2.1 Contoh Tabel FMEA
Sumber Data : D. Manggala (2005, p26)
Langkah-langkah dalam membuat FMEA adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi proses atau produk / jasa
2. Mendaftarkan masalah-masalah potential yang dapat muncul, efek
dari masalah-masalah potential tersebut dan penyebabnya.
Hindarilah masalah-masalah kecil.
3. Menilai masalah untuk keparahan (Severity), probabilitas kejadian
(Occurance), dan detektabilitas (Detection)
4. Menghitung Risk Priority Number atau RPN yang rumusnya adalah
dengan mengalikan ketiga variabel dalam 3 poin diatas dan
menentukan rencana solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan.
49
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai rating Occurance, Severity, dan
Detectability dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2 Definisi FMEA untuk rating Severity, Occurance, Detectability
Rating Severity (S) Occurance
(O)
Detectability (D)
Keterangan Keterangan Keterangan 1 Minor. Customer won’t notice
the effect or will consider it
significant
Not likely Nearly certain to detect
before reachingthe
customer
2 Customer will notice the effect Documented
low failure
rate
Extremely low
probability of reaching
the customer without
detection
3 Customer will become irritated
at reduced performance
Undocumente
d low failure
rate
Low probability of
reaching thecustomer
without detection
4 Marginal. Customer
dissatisfaction due to reduced
performance
Failure occur
from time to
time
Likely to be detected
before reaching the
customer
50
Tabel 2.2 Definisi FMEA untuk rating Severity,Occurance,Detectability (lanjutan)
5 Customer productivity is
reduced
Documented
moderate
failure rate
Might be detected
before reaching
reaching the customer
6 Customer will complain.
Return or repair likely
Undocumente
dmoderate
failure rate
Unlikely to be detected
before reachingthe
customer
7 Critical. Reduced customer
royalty
Documented
high failure
rate
Highly unlikely to
detect before reaching
the customer
8 Complete loss of customer
good will
Undocumente
d high failure
rate
Poor chance of
detection
9 Customer or employee safety
compromised
Failure
common
Extremely poor chance
of detection
10 Catastrophic. Customer or
employee endangered without
warning
failure nearly
always occur
Nearly certain that
failure wont be
detected
Sumber Data : Harry, dkk. (2006). The Six Sigma fieldbook
51
2.9.4 Improve
Fase atau tahap yang keempat dalam metodologi Six Sigma adalah
tahap Improve. Pada tahap ini dilakukan usaha-usaha peningkatan kinerja
kualitas produk dan juga proses serta memberikan usulan perbaikan untuk
mengurangi cacat dalam proses. Tujuan tahap Improve adalah menemukan
solusi yang tepat untuk mengatasi masalah. Tahapan yang dilakukan pada
Improve (Michael, dkk. (2005). p14-15) antara lain :
1. Mencari solusi potensial
Mendokumentasikan semua solusi, analisa statistik atau tools lain yang
digunakan untuk mengembangkan solusi, mendaftar semua usulan yang
diberikan oleh partisipan proses, pemilik proses.
2. Memilih dan menyusun prioritas terhadap solusi
Memprioritaskan solusi yang telah didaftar dari tahap sebelumnya,
kemudian memilih solusi yang harus dilaksanakan terlebih dahulu
menurut tingkat kepentingannya.
3. Melakukan beberapa langkah perbaikan
langkah-langkah perbaikan yang dimaksud antara lain :
a. Penataan tempat kerja
Cara termudah untuk menilai sikap suatu perusahaan
terhadap kegiatan perbaikan adalah dengan mengamati praktek
pemeliharaan tempat kerja di suatu pabrik, dari hal tersebut kita bisa
52
mengetahui kadar penerapan kegiatan perbaikan dari kebiasaan
penyimpanan alat, penanganan sampah dll.
Pemeliharaan tempat kerja erat hubungannya dengan
penataan tempat kerja yang lebih baik. Bila diamati barang-barang di
tempat kerja ada yang selalu digunakan, barang yang jarang
digunakan dan barang yang tidak akan digunakan sama sekali, tetapi
terkadang semua barang tersebut ditumpuk menjadi 1 sehingga
pekerja akan mengalami kesulitan untuk mencari barang yang sering
digunakan. Sedangkan barang yang sudah tentu tidak akan
digunakan lagi masih disimpan. Hal ini dapat dipandang sebagai
pemborosan karena dapat menghambat produksi, menghabiskan
ruang dan menimbulkan biaya penyimpanan.
5S adalah program peningkatan terus-menerus melalui
perbaikan housekeeping untuk menciptakan dan memelihara agar
tempat kerja menjadi teratur, bersih, aman, dan memiliki kinerja
tinggi. 5S yang memungkinkan setiap orang memisahkan kondisi-
kondisi normal dan abnormal, merupakan dasar untuk peningkatan
terus-menerus, zero defect, reduksi biaya dan untuk menciptakan
area kerja yang aman dan nyaman. 5S merupakan pendekatan
sistemetik untuk meningkatkan lingkungan kerja, proses-proses, dan
produk dengan melibatkan karyawan lantai pabrik atau lini produksi
(production line) atau kantor. Prinsip-prinsip dalam 5S antara lain :
53
1. Seiri (Sort), secara tegas memisahkan item yang dibutuhkan dari
item yang tidak dibutuhkan, kemudian menghilangkan atau
membuang item yang tidak diperlukan dari tempat kerja.
2. Seiton (Stabilize), menyimpan item yang diperlukan di tempat
yang tepat agar mudah diambil jika akan digunakan.
3. Seiso (Shine), mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan
rapi.
4. Seiketsu (Standardize), melakukan standarisasi terhadap praktek
3S (Seiri, Seiton, dan Seiso) diatas.
5. Shitsuke (Sustain), membuat agar kedisiplinan menjadi suatu
kebiasaan melalui prosedur – prosedur yang telah ditetapkan.
b. Pengembangan kecepatan set-up
Mempersingkat waktu set-up akan membuka peluang untuk
mengurangi ukuran lot dan tingkat persediaan, disamping juga
mengurangi waktu lead time. Dampaknya, operasi pabrik menjadi
flexibel dan mampu menanggapi setiap perubahan pasar. Langkah-
langkah yang ditempuh untuk mengurangi waktu set-up :
• Memisahkan pekerjaan set-up yang harus diselesaikan setelah
mesin berhenti (internal set-up) terhadap pekerjaan yang dapat
dikerjakan selagi mesin beroperasi (external set-up)
54
• Mengurangi internal set-up dengan mengerjakan banyak
external set-up (persiapan cetakan, pemindahan cetakan dll)
• Mengurangi internal set-up dengan mengurangi kegiatan
penyesuaian, penyederhanaan alat bantu dan kegiatan bongkar-
pasang, penambahan personil pembantu dll.
• Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set-up, baik
internal maupun external.
• Penggunaan set-up performance chart yang bisa digunakan
untuk memantau waktu set-up tiap operator. Hal ini dapat
memacu operator untuk melakukan kompetisi yang sehat
dalam mempercepat waktu set-up
• Penggunaan kamera video sangat membantu dalam
mmepelajari kegiatan set-up secara obyektif
• Mendemonstrasikan kegiatan set-up pada orang lain
c. Pengurangan kegiatan transportasi
Pengembangkan suatu proses produksi yang lancar dapat
dilakukan dengan melakukan koordinasi yang baik dari keseluruhan
proses di dalam pabrik. Langkah pertama adalah meneliti tata letak
(layout) dan penggunaan mesin yang ada di pabrik.
55
Jenis layout dibagi menjadi product layout dan process
layout. Pada process layout, mesin dengan fungsi yang sama
dikelompokkan pada lokasi yang sama. Tetapi untuk layout jenis ini
banyak sekali ditemukan pemborosan antara lain :
• Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
• Pemborosan trasportasi dan material handling
• Akumulasi persediaan dalam proses
• Penganganan material berganda
• Lead time produksi yang sangat panjang
• Kesulitan menemukan penyebab cacat produksi
• Arus material dan prosedur kerja sulit untuk dibakukan
• Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standar
Hal yang perlu dilakukan adalah mengganti process layout
menjadi product layout. Dengan menggunakan product layout,
aktivitas material handing, transportasi, persediaaan dapat dikurangi.
Pada product layout, mesin yang sejenis dapat diletakkan pada
lokasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan jenis produk.
Akibatnya mungkin terjadi pembatasan kapasitas mesin untuk aliran
produk tertentu, kecuali jika ada penambahan mesin pada aliran
tersebut. Dengan menambah mesin maka akan menimbulkan
investasi baru untuk pembelian mesin.
56
Cara lain untuk mengatasi masalah aliran yaitu dengan
menyeimbangkan volume produksi dari waktu ke waktu dengan
keselarasan jadwal. Dengan jalur produksi untuk 1 jenis produk,
puncak volume produksi bisa diseimbangkan di sepanjang jalur
produksi, mulai bahan mentah sampai bahan jadi.
Dalam filsafat JIT, aliran yang lancar diwujudkan dengan
tidak adanya genangan barang dalam proses sejak saat penerimaaan
sampai pengiriman barang jadi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk menghasilkan aliran produksi lancar yaitu :
• Process Layout
• Ketidakseimbangan jalur
• Set-up dan pergantian alat
• Kerusakan mesin
• Masalah kualitas
• Absensi karyawan
d. Pengembangan alat bantu otomatis
Produksi berlebihan pada dasarnya menyembunyikan
berbagai masalah, oleh karena itu sukar sekali menentukan dimana
perbaikan harus dilakukan. Lebih baik jika kita memproduksi
secukupnya, sesuai dengan yang diminta pelanggan. Ketika
penjualan naik, tingkat pemanfaatan mesin menjadi naik begitu pula
57
sebaliknya. Adalah suatu kesalahan besar jika kita memproduksi
barang demi meningkatkan pemanfaatan mesin, karena hal ini akan
menimbulkan persediaan yang menumpuk.
Lebih baik jika kita dapat mencapai 100 % tingkat
pemanfaatan permintaan dibanding dengan 100 % pemanfaatan
mesin. Karena tujuan kita adalah memenuhi permintaan pelanggan
bukan memproduksi barang sebanyak mungkin.
e. Penanganan beberapa proses
Seorang operator dapat menangani 2 mesin sekaligus, hal ini
sangatlah membantu dalam mengefisienkan waktu operator. Seorang
operator seharusnya mempunyai kemampuan menangani beberapa
proses sekaligus baik dalam proses pembentukan, pemotongan
maupun perakitan. Dengan operator yang serba bisa, sistem produksi
menjadi semakin tanggap terhadap perubahan permintaaan pasar.
Dalam usaha penambahan kemampuan operator, tambahan
latihan dan rotasi kerja dapat direkomendasikan. Guna menunjukkan
lebih jauh manfaat dan perlunya penanganan beberapa proses
sekaligus, manajemen beserta staf sebaiknya juga menerapkan
adanya rotasi tugas diantara mereka sendiri. Selain mengembangkan
ketrampilan operator, rotasi kerja juga memberikan peluang bagi
operator untuk memperoleh variasi kerja secara berkala,
meningkatkan kerjasama antar kelompok, merangsang daya kreatif
58
pekerja dalam memandang suatu proses, dan mencegah kelelahan
pada operator karena rotasi kerja dalam waktu yang pendek
memungkinkan operator untuk menggunakan anggota tubuhnya dan
pengindraan secara bervariasi.
f. Sinkronisasi proses
Salah satu cara agar masalah cepat terlihat adalah dengan
mengkaitkan berbagai macam proses secara ketat. Dengan
menggabungkan konsep aliran lancar, peningkatan kemampuan
operator maka proses dapat menjadi lebih lancar dan produktivitas
menjadi meningkat, sehingga sistem produksi menjadi lebih tahan
terhadap berbagai gangguan mendadak, khususnya pada awal masa
perbaikan dimana terdapat banyak perubahan dilakukan.
g. Lot berukuran satu
Penggunaan ukuran lot sama dengan 1 akan mengurangi
adanya barang dalam proses karena tidak akan ada barang yang
menunggu barang lain untuk masuk ke proses selanjutnya.
Ukuran lot sama dengan 1 akan memperlancar aliran proses,
setiap barang selesai diproses dari stasiun 1 maka barang akan
langsung dikirim untuk diproses ke stasiun kerja selanjutnya.
Sehingga mengurangi proses penanganan antar stasiun kerja.
59
h. Konsep Jidoka
Jidoka adalah konsep yang dikembangkan di Jepang untuk
melengkapi mesin dengan kecerdasan dan otonomi untuk melakukan
penilaian sendiri. Tanpa konsep ini, mesin memang dapat bergerak
sendiri tapi belum tentu melakukan pekerjaan sesuai dengan yang
diharapkan.
Contoh : Pada suatu alat pemotong logam dilengkapi dengan
saklar pembatas yang dipakai untuk memantau saat yang tepat
penambahan gulungan baja lembaran. Jika gulungan habis maka
sebuah lampu peraga (andon) akan menyala dan sebuah pengeras
suara akan berbunyi.
Selain jidoka juga ada konsep pemberhentian jalur (line stop).
Konsep ini biasanya terjadi pada suatu lini produksi.
Contoh : suatu proses perakitan menggunakan ban berjalan
(conveyor) untuk pemindahan benda kerja. Bila sesuatu terjadi pada
proses produksi maka segera dilaporkan pada pimpinan sehingga
tindakan perbaikan dapat dilakukan secepatnya. Bila masalah yang
terjadi cukup besar dan diperlukan pembetulan maka seluruh jalur
perakitan akan berhenti dan managemen akan berusaha mencari
solusi saat itu juga. Pada umumnya lampu peraga (andon) digunakan
untuk mengisyaratkan adanya kejadian pemberhentian jalur.
60
Papan kontrol produksi juga digunakan untuk menyampaikan
secara visual kegiatan produksi secara nyata. Tujuan dari papan
kontrol ini adalah untuk membandingkan hasil aktual dengan
rencana target. Papan kontrol juga dilengkapi kolom komentar untuk
tindakan perbaikan.
i. Poka Yoke (alat anti kesalahan)
Poka yoke adalah suatu mekanisme alat anti kesalahan. Poka
yoke akan mempermudah kerja operator, terutama dalam
mengurangi berbagai macam masalah mengenai cacat produksi,
keselamatan kerja, kesalahan operasi tanpa memerlukan perhatian
yang berlebihan dari operator.
i. Menghindari gangguan mesin
Kerusakan mesin dan segala macam gangguan harus
dilenyapkan. Mesin harus dipertahankan untuk mencapai 100 %
tingkat permintaan. Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui
kerusakan mesin adalah dengan melakukan konsep Lima ”Mengapa”
dan membersihkan mesin setiap selesai digunakan.
Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep
pemeliharaan yang melibatkan semua karyawan. Tujuannya adalah
mencapai efektifitas pada keseluruhan sistem produksi melalui
partisipasi dan kegiatan pemeliharaan yang produktif. Disini
operator akan dilatih untuk mencapai kondisi tanpa gangguan mesin
61
dengan cara belajar cara memelihara mesin, melaksanakan pedoman
penggunaan mesin secara wajar dan mengembangkan kesadaran dan
kewaspadaan terhadap tanda awal penurunan kemampauan mesin.
k. Standarisasi kerja
Peluang perbaikan menjadi sangat terbatas tanpa adanya
suatu standar. Banyak hal yang rancu dan simpang siur bahkan
kembali seperti kondisi sebelumnya.
Dengan menerapkan banyak standar, maka semakin sedikit
pekerjaan yang mengalami kerancuan. Bila standar sudah ditetapkan
maka operator harus secara konstan melaksanakan dan melakukan
perubahan secara cepat. Standar kerja harus menyangkut 3 elemen
pokok yaitu cycle time, urutan kerja dan jumlah barang dalam proses.
Standar kerja harus dikembangkan agar dapat diikuti oleh semua
orang. Biasanya lembar standar kerja dipasang pada tiap pos kerja
sehingga memungkinkan semua orang untuk mengikuti instruksi
tersebut.
4. Melakukan pengujian terhadap solusi
Membuat value stream baru, dan pengujian terhadap solusi. Pada
tahap ini juga dilakukan penghitungan ukuran performansi pada sistem
baru setelah perbaikan. Bila dari perhitungan tersebut dihasilkan nilai
yang lebih baik dari sistem lama maka solusi tersebut layak untuk
diterapkan karena mempunyai dampak positif terhadap proses.
62
5. Melakukan implementasi solusi
6. Melakukan peninjauan ulang terhadap tahapan Improve
2.9.5 Control
Fase terakhir sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini
merupakan fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi
Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha penigkatan yang ada
dikendalikan atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian
didokumentasikan dan disebarluaskan atau disosialisasikan ke segenap
karyawan perusahaan.
Tujuan tahap Control adalah untuk melengkapi semua kerja proyek
dan menyampaikan hasil proses perbaikan kepada up management dan
memastikan bahwa setiap orang bekerja telah dilatih untuk melakukan
prosedur perbaikan yang baru. Tahapan pada fase Control (Michael, dkk.
(2005). p17-18) antara lain :
1. Mengadakan pemantauan terhadap hasil implementasi
2. Mendokumentasikan standard operating procedure baru
3. Membuat rencana pengendalian proses
4. Membuat peta perjalanan / histori proyek
5. Melakukan proses transisi dan pengalihan tanggung jawab pada
pemilik proses
6. Melakukan peninjauan ulang tahap control
63
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
• Hasil implementasi secara menyeluruh
Adanya Data chart sebelum dan sesudah proyek yang menunjukkan
adanya perbaikan, rencana pengendalian proses lanjutan
• Dokumentasi dan pengukuran untuk mempersiapkan tindakan lanjutan
yang akan diambil
Dokumentasi proses yang telah diperbaiki, prosedur yang digunakan
untuk memonitor proses, prosedur yang akan mempertahankan proses
tetap dalam keadaan yang baik dan dokumentasikan peta proses.
• Bukti
Dokumentasi orang-orang yang terlibat dalam proyek, pemilik proses,
pelajaran yang bisa diambil dari proyek, peluang baru yang
teridentifikasi dari proyek.