Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Indonesia Dan Penyusunan Model Peramalan Volume Produksinya
-
Upload
rezha-nursina-yuni -
Category
Documents
-
view
634 -
download
1
description
Transcript of Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Indonesia Dan Penyusunan Model Peramalan Volume Produksinya
-
PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN
INDONESIA DAN PENYUSUNAN MODEL PERAMALAN VOLUME
PRODUKSINYA
Disampaikan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perekonomian Indonesia
Disusun oleh:
BADAL IMAMUDDIN
(09.5896)
EKO SUSANTO
(09.5953)
FAJRI IRAMAYA
PURWANTI
(09.5966)
RONY PURBA
(09.6120)
KELAS IVSE3
SEKOLAH TINGGI
ILMU STATISTIK
(STIS)
JAKARTA
2013
-
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan ekonomi nasional adalah untuk meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam merumuskan suatu kebijakan
pembangunan ekonomi, pengambil kebijakan harus memprioritaskan
pembangunan pada sektor-sektor tertentu. Jika ingin mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, maka pembangunan ekonomi harus diutamakan pada sektor-
sektor yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor-sektor di hulu dan
hilirnya. Selanjutnya, keterkaitan antar sektor yang kuat ini dapat berimplikasi
pada pertumbuhan yang tinggi. Demikian pula, jika tingkat pengangguran yang
rendah ingin terpenuhi, maka pembangunan ekonomi harus diprioritaskan pada
sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut adalah
dengan mengembangkan potensi di sektor pertanian. Pengembangan ini sangat
dimungkinkan dengan sumber daya alam melimpah yang dapat diandalkan
sebagai sumber pendapatan. Banyak ragam komoditas pertanian dan produk
turunannya yang berpotensi dikembangkan menjadi produk unggulan. Selain itu,
komoditas pertanian juga memiliki peranan strategis yang tidak hanya dibutuhkan
untuk memenuhi konsumsi dalam negeri saja, tetapi juga untuk diekspor ke
berbagai negara sumber tambahan devisa negara.
Peranan sektor pertanian semakin terlihat jelas ketika krisis keuangan
global yang mulai terasa di Indonesia pada tahun 2008. Ekspor komoditas
pertanian membantu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh
positif. Berdasarkan data BPS, sektor pertanian memberi sumbangan sebesar
43,7% terhadap total ekspor Indonesia tahun 2008. Sedangkan, sektor industri
manufaktur hanya memberi sumbangan sebesar 12,5% dari total ekspor Indonesia
tahun 2008.
Berbagai jenis komoditas yang ada dalam sektor pertanian perlu dianalisis
lebih lanjut untuk menentukan komoditas sektor pertanian mana yang benar-benar
unggul. Komoditas unggul tersebut tidak hanya dapat diandalkan sebagai sumber
-
pendapatan masyarakat dan devisa negara tetapi juga mampu menarik dan
mendorong sektor-sektor lainnya untuk berproduksi sehingga dapat
menggerakkan perekonomian nasional. Namun demikian, tidak mudah untuk
menentukan suatu komoditas sebagai komoditas unggulan dengan
mempertimbangkan aspek potensi dan prospek masing-masing komoditas. Untuk
itu, penelitian mengenai penentuan komoditas unggulan perlu dilakukan.
1.2. Identifikasi dan Batasan Masalah
Penentuan komoditas unggulan dari suatu sektor mampu meningkatkan
efisiensi proses pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh akan lebih
terfokus kepada bagaimana upaya menjaga komoditas tersebut tetap dapat
menjadi komoditas unggulan. Dengan menggunakan bantuan tabel input-output
(I-O) Indonesia tahun 2005, komoditas unggulan sektor pertanian Indonesia dapat
ditentukan.
Selain itu, suatu model peramalan volume produksi komoditas unggulan
pertanian dibutuhkan sebagai kontrol. Model tersebut dapat digunakan untuk
meramalkan volume produksi komoditas unggulan di masa mendatang sehingga
dapat diketahui apabila terjadi penurunan volume produksi.
Dari uraian di atas, permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah komoditas pertanian yang menjadi komoditas unggulan
pertanian berdasarkan analisis terhadap tabel input-output (I-O)
Indonesia tahun 2005?
2. Bagaimanakah model yang tepat untuk meramalkan volume produksi
komoditas unggulan di masa mendatang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan komoditas unggulan pertanian Indonesia berdasarkan
analisis terhadap tabel input-output (I-O) tahun 2005.
2. Menyusun model peramalan volume produksi komoditas unggulan
pertanian.
-
LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Teori
Sektor dan Komoditas Unggulan
Pengertian sektor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
lingkungan suatu usaha, misalnya: pertanian, perindustrian dan lainnya. BPS
menyebutkan bahwa sektor adalah satuan kegiatan ekonomi. Komoditas menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bahan mentah yang dapat digolongkan
menurut mutunya sesuai dengan standar perdagangan internasional,
misalnya:gandum, karet, kopi dan lainnya.
Sektor unggulan (key sector) adalah sektor yang memiliki peranan yang
relatif besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam memacu tujuan
pertumbuhan ekonomi. Menurut Rustiadi, et al., (2009) sektor unggulan dapat
diartikan sebagai sektor utama (leading sector) yakni suatu sektor yang
menciptakan pertumbuhan yang pesat dan kekuatan ekspansi ke berbagai sektor
lain dalam perekonomian.
Adapun ciri-ciri sektor utama (leading sector) adalah sebagai berikut:
1. Potensi menciptakan efek ganda (multiplier effect) dari produksi-
produksi yang dihasilkan terhadap sektor-sektor lain yang mempunyai
kemungkinan berkembang dengan pesat.
2. Teknik produksi yang lebih modern dan kapasitas dapat diperluas.
3. Terciptanya tabungan masyarakat dan pada pengusaha menanamkan
kembali keuntungan untuk pengembangan sektor utama tersebut.
4. Perkembangan leading sector memacu perluasan kapasitas dan
modernisasi sektor-sektor lain.
Daryanto dan Hafizrianda (2010) menerangkan bahwa komoditas
unggulan mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan
perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat
-
memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi,
pendapatan dan pengeluaran. Misalnya, cengkeh di Sulawesi Utara,
kakao di Sulawesi Tenggara dan minyak bumi dan gas di Nangroe
Aceh Darussalam dan pariwisata di Bali.
2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and
backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan
maupun komoditas lainnya.
3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain
(competitiveness) di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam
harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan.
4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages), baik
dalam hal dasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku.
5. Memiliki status teknologi (state-of-the-art) yang terus meningkat,
terutama melalui inovasi teknologi.
6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai
dengan skala produksinya.
7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase
kelahiran, fase pertumbuhan hingga fase kejenuhan atau penurunan.
Jika komoditas unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan atau
penurunan maka komoditas unggulan lainnya harus mampu
menggantikannya.
8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.
9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan,
misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar,
kelembagaan, fasilitas insentif /disinsentif dan lain-lain.
10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan.
Dalam penelitian ini, komoditas unggulan pertanian di Indonesia
dirumuskan dengan mengacu pada pustaka yang telah banyak mengkaji mengenai
sektor/komoditas unggulan. Kriteria komoditas unggulan pertanian di Indoensia
dirumuskan sebagai berikut:
1. Berbasis pada sumberdaya lokal.
-
2. Dari segi permintaan besar dan semakin kuat.
3. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and
backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan
maupun komoditas lainnya.
4. Dampaknya terhadap peningkatan pendpatan rumah tangga.
Potensi menciptakan efek ganda (multiplier effect) dari produksi-produksi
yang dihasilkan terhadap sektor-sektor lain yang mempunyai kemungkinan
berkembang dengan pesat.
Sektor Pertanian
BPS mendefinisikan bahwa sektor pertanian mencakup segala pengusaha
yang didapat dari alam dan merupakan barang-barang biologis atau hidup, dimana
hasilnya akan digunakan untuk memenuhi hidup sendiri atau dijual ke pihak lain.
Tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja. Sektor pertanian
meliputi tujuh subsektor, yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan
rakyat, tanaman perkebunan besar, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan,
perikanan dan jasa perikanan.
Peramalan
Peramalan merupakan suatu proses untuk menduga kejadian yang akan
terjadi di masa yang akan datang dengan tujuan untuk mengurangi resiko
kesalahan. Adanya kesenjangan waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa
mendatang dengan terjadinya peristiwa itu sendiri merupakan alasan utama bagi
perencanaan pemerintah. Jika waktu tenggang ini nol atau sangat kecil, maka
peramalan tidak diperlukan. Jika waktu tenggang panjang dan hasil peristiwa
akhir bergantung pada faktor-faktor yang dapat diketahui, maka perencanaan dan
peramalan memegang peranan penting. Peramalan diperlukan untuk mengetahui
kapan atau bagaimana suatu peristiwa akan terjadi sehingga tindakan yang tepat
dapat dilakukan (Makridakis, 1999).
Pemilihan Teknik Peramalan
-
Persyaratan yang esensial dalam pemilihan tidak terletak pada penggunaan
teknik peramalan dengan proses matematika yang rumit ata canggih. Teknik
terpilih hendaknya menghasilkan ramalan yang akurat, tepat waktu, dan mudah
dipahami. Pertimbangan lain adalah suatu teknik peramalan harus menghasilkan
manfaat yang lebih besar dari biaya penggunaannya (efektif dan efisien).
Untuk memilih suatu metode peramalan yang terbaik, berikut adalah
beberapa hal yang harus diperhatikan (Makridakis, 1999):
1. Menetapkan sifat dasar peramalan.
2. Menjelaskan sifat dasar data yang diteliti.
3. Mendeskripsikan kemampuan dan keterbatasan dari teknik-teknik
peramalan.
4. Mengembangkan sejumlah kriteria yang ditentukan terlebih dahulu
sebagai dasar untuk memilih kepututsan.
Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan adalah
identifikasi dan pemahaman pola dan historis. Ada empat jenis pola data yang
umu yaitu horizontal atau stasioner, trens, musiman, dan siklus. Jika didapati
trend, musiman, dan siklus, maka dapat dipilih teknik-teknik yang secara efektif
mampu mengekstrapolasi pola-pola ini (Hanke dan Reitsch, 1998).
Teknik Peramalan untuk Data Stasioner
Pola horizontal muncul ketika data observasi berada di sekitar rata-rata
atau tingkatan yang konstan. Jenis deret ini disebut sebagai stasioner terhadap
rata-rata. Dalam bentuk yang paling sederhana, peramalan deret stasioner
menggunakan deret historis yang tersedia untuk mengestimasi nilai rata-rata yang
kemudian menjadi peramalan nilai di masa yang akan datang. Tekinik peramalan
stasioner digunakan apabila:
1. Pola historis data menghasilkan suatu deret yang stabil dan lingkungan
di mana deret berada relatif tidak berubah.
2. Data yang tersedia kurang.
-
3. Deret data dapat ditransformasi menjadi suatu deret yang stabil.
Misalnya data ditransformasi menjadi bentuk logaritmik, akar kuadrat,
atau selisih (differencing).
4. Deret merupakan himpunan galat ramalan dari suatu peramalan.
Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan dalam peramalan deret
stasioner terdiri dari metode naive, metode rata-rata sederhana, rata-rata bergerak,
Exponential Smoothing Holt, dan Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) atau metode Box-Jenjins.
Teknik Peramalan untuk Data dengan Musiman
Deret musiman didefinisikan sebagai deret waktu dengan pola perubahan
yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Pola musiman muncul bila
observasi data dipengaruhi oleh faktor musiman.
Teknik yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan peramalan deret
musiman antara lain dekomposisi klasik, Sensus X-12, Exponential Smoothing
Winter, regresi berganda deret waktu, dan ARIMA.
Langkah-langkah Peramalan
Menurutut Kuncoro (2004), apapun teknik peramalan yang digunakan,
maka harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Menentukan untuk apa peramalan digunakan, tujuan apa yang hendak
dicapai.
2. Memilih variabel yang akan diramal.
3. Menentukan jangka waktu peramalan, apakah jangka pendek,
menengah, atau jangka panjang.
4. Memilih metode peramalan.
5. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk meramal.
6. Melakukan validasi model peramalan.
7. Melakukan peramalan dengan metode terbaik.
8. Mengimplementasikan hasil peramalan.
2.2 Penelitian Terdahulu
-
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain
sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian ini,
diantaranya penelitian yang dilakukan Bustami (1998) dalam menganalisis sektor
kunci dengan menggunakan Tabel I-O Kalimantan Barat tahun 1995 untuk
mengetahui sektor unggulan di Kalimantan Barat. Dalam rangka menentukan
sektor unggulan, penelitian tersebut lebih memilih pendekatan dengan indeks
keterkaitan murni karena indeks tersebut tidak hanya memperhitungkan struktur
internal setiap sektor produksi, namun juga mempertimbangkan aspek tingkat
produksi setiap sektor dalam perekonomian. Kesimpulan dalam penelitian tersebut
menyatakan bahwa sektor-sektor yang menjadi unggulan di Kalimantan Barat
adalah sektor kehutanan, tanaman bahan makanan, perkebunan lainnya,
perkebunan kelapa sawit, industri lainnya, perkebunan karet dan industri minyak
sawit.
Penelitian lain yang menggunakan indeks komposit sebagai penentu
komoditas unggulan adalah penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana (2011).
Penelitiannya terfokus pada sektor unggulan pertanian di Kabupaten Ciamis tahun
2011. Indeks kompositnya tersusun dari nilai backward dan forward linkage,
pengganda output, pengganda pendapatan, dan pengganda tenaga kerja. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa komoditas unggulan pertanian Kabupaten
Ciamis adalah beras dengan nilai indeks komposit sebesar 0,75.
-
METODOLOGI
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Data tabel input-output (I-O) tahun 2005 digunakan untuk menentukan
komoditas unggulan pertanian. Hasil analisis tabel I-O tahun 2005 tersebut akan
menghasilkan nilai backward linkage, forward linkage, indeks daya penyebaran,
indeks derajat kepekaan, angka pengganda output, dan angka pengganda
pendapatan.
Variabel yang digunakan untuk membuat model peramalan produksi
komoditas unggulan pertanian adalah variabel jumlah produksi dalam satuan ton.
Jumlah produksi komoditas unggulan pertanian dikumpulkan secara bulanan dari
tahun 2005 hingga tahun 2010.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
tabel I-O tahun 2005 dan volume produksi komoditas unggulan pertanian bulanan
tahun 2005-2010 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
3.3 Metode Analisis
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan tersebut adalah analisis
deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif yang digunakan adalah
analisis tabel I-O dan indeks komposit. Analisis Tabel I-O digunakan untuk
mengetahui nilai-nilai koefisien backward linkage, forward linkage, indeks daya
penyebaran, indeks derajat kepekaan, angka pengganda output, dan angka
pengganda pendapatan yang selanjutnya digunakan untuk menentukan komoditas
unggulan pertanian dengan menggunakan indeks komposit. Analisis inferensia
yang digunakan adalah Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average
(SARIMA).
Analisis Deskriptif
Analisis Tabel I-O
-
Sektor-sektor yang berada dalam kuadran I yang sebelumnya berjumlah
175 sektor diagregasi hingga menjadi tabel input-output dengan matriks 42 x 42
sektor. Agregasi ini dilakukan untuk mempermudah dalam analisis dampak
pengganda dan berpedoman pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia.
Pengagregasian dari sektor-sektor yang ada adalah sama dengan pembentukan
KBLI 9 sektor kecuali pertanian yang sengaja tidak diagregat guna penentuan
komoditas unggulan pertanian nantinya. Sehingga 8 sektor yang merupakan hasil
agregasi adalah : pertambangan, industri pengolahan, LGA(listrik gas air),
konstruksi, hotel & restoran, transportasi, keuangan dan jasa-jasa lainnya.
Analisis Dampak Pengganda
Dampak pengganda dapat diartikan sebagai suatu dampak yang terjadi
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai kegiatan ekonomi
di dalam wilayah sebagai akibat adanya perubahan pada variabel-variabel eksogen
perekonomian regional/nasional (BPS 2008). Pada penelitian ini tabel transaksi
yang digunakan untuk analisis dampak pengganda adalah tabel domestik atas
dasar harga produsen. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung
matriks pengganda adalah sebagai berikut:
1. Menghitung koefisien input
Koefisien input dapat didefinisikan sebagai berikut :
dan
dimana:
a ij
= koefisien input antara sektor i oleh sektor j
v j = koefisien input primer sektor j
xij = penggunaan input sektor i oleh sektor j
Xj = output sektor j
Dalam suatu Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen,
matriks koefisien input yang merupakan kumpulan berbagai koefisien
input dinotasikan sebagai matriks A.
2. Menghitung matriks leontief
-
Setelah mendapatkan matriks A, tahap selanjutnya untuk memperoleh
matriks pengganda adalah dengan mengurangkan matriks I (matriks
identitas) dengan matriks A. Matriks ini dikenal sebagai matriks
Leontief [I-A].
3. Menghitung matriks pengganda
Matriks pengganda merupakan matriks kebalikan (inverse matrix) dari
matriks Leontief, atau dapat di definisikan sebagai:
B = [I-A]-1
dimana:
B = matriks pengganda berupa kumpulan sel matriks kebalikan
Leontief (bij)
I = matriks identitas
A = matriks koefisien input
bij = dampak yang terjadi terhadap output sektor i akibat
perubahan permintaan akhir sektor j.
Dari matrik pengganda yang diperoleh dapat dicari keterkaitan ke
belakang atau disebut daya penyebaran dan keterkaitan ke depan atau
disebut dengan derajat kepekaan.
a. Keterkaitan Ke Belakang (Backward Linkage)
Hubungan antara output dan permintaan akhir dijabarkan
sebagai X=(I-A)-1
Fd. Dari persamaan tersebut dapat dilihat
bahwa perubahan 1 unit F1d terhadap X1 akan menimbulkan
dampak perubahan sebesar b11, terhadap X2 sebesar b21, begitu
seterusnya. Secara umum jumlah dampak akibat perubahan
permintaan suatu sektor terhadap output seluruh sektor
perekonomian adalah:
rj = b1j + b2j + + bnj =
dimana:
rj = jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir
sektor (j) terhadap output seluruh sektor.
bij = dampak yang terjadi terhadap semua output sektor (i)
akibat perubahan permintaan sektor (j).
-
Jumlah dampak (rj) disebut juga dengan jumlah daya
penyebaran. Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat
keterkaitan ke belakang. Untuk membandingkan dampak yang
terjadi pada setiap sektor, maka harus dilihat besarnya indeks
daya penyebaran sebagai berikut:
dimana:
= Indeks daya penyebaran sektor (j) atau yang lebih dikenal
dengan daya penyebaran sektor (j).
b. Keterkaitan Ke Depan (Forward Linkage)
Jumlah dampak terhadap sektor (i) sebagai akibat perubahan
permintaan akhir seluruh sektor dituliskan dalam persamaan
berikut:
sj = bi1 + bi2 + + bin =
Ukuran ini disebut juga dengan keterkaitan ke depan (forward
linkage). Untuk membandingkan dampak yang terjadi pada
setiap sektor, maka harus dilihat besarnya indeks derajat
kepekaan sebagai berikut:
dimana:
= Indeks derajat kepekaan sektor (i) atau yang lebih dikenal
dengan derajat kepekaan sektor (i).
4. Pengganda Output (Output Multiplier)
Output multiplier merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir
suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di wilayah penelitian.
Oi = (I-A)-1
. Fd
dimana:
Oi = pengganda output
Fd = permintaan akhir (final demand)
-
5. Pengganda Pendapatan (Income Multiplier)
Income multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir
suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di
wilayah penelitian secara keseluruhan.
Income multiplier dapat dihitung dengan matriks:
W = X
dimana:
W : Matriks income
: matriks diagonal koefisien income
X : matriks output, X= (I-A)-1
. P
Indeks Komposit
Indeks komposit digunakan untuk menentukan komoditas yang menjadi
unggulan dalam perekonomian Indonesia. Penggunaan indeks komposit dalam
menentukan komoditas unggulan mengacu pada hasil penelitian Syarifudin (2003)
dan Amir (2004). Perhitungan indeks pada penelitian ini dilakukan dengan metode
yang sederhana, yaitu membandingkan nilai yang dimiliki suatu komoditas
terhadap total nilai yang diberikan oleh seluruh komoditas. Berikut formula
indeks komposit :
Keterangan :
= nilai forward linkage sektor i
= total forward linkage
= nilai backward linkage sektor i
= total backward linkage
= indeks derajat kepekaan sektor i
= total indeks derajat kepekaan
= indeks daya penyebaran sektor i
= total indeks daya penyebaran
-
= nilai output multiplier
= total nilai output multiplier
= nilai income multiplier
= total income multiplier
Penentuan klasifikasi peranan suatu komoditas terhadap perekonomian
nasional mengikuti interpretasi yang digunakan oleh Syarifudin (2003) dan
Rosdiana (2011). Suatu komoditas diklasifikasikan memiliki peranan yang tinggi
dan ditentukan sebagai komoditas unggulan jika nilai indeks kompositnya
melebihi nilai rata-rata dan nilai indeks kompositnya paling tinggi.
Analisis Inferensia
Dalam kehidupan seharihari banyak dijumpai data yang diperoleh dari
observasi suatu fenomena berdasarkan waktu. Rosidi (2004) menyatakan bahwa
sekumpulan data hasil observasi secara teratur dari waktu ke waktu disebut data
deret berkala atau biasa disebut time series.
ARIMA-SARIMA
Metode ini mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan,
mencocokkan dan memeriksa model ARIMA dengan data deret waktu. Peramalan
mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan (Hanke et al., 2003). Metode
Autoregressive Intregated Moving Average (ARIMA) merupakan metode
gabungan dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Model AR
menggambarkan bahwa variabel dependen dipengaruhi oleh variabel dependen itu
sendiri pada periode yang sebelumnya, perbedaan dengan model MA adalah pada
jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai
sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri sedangkan pada model
MA adalah nilai residual (t) pada periode sebelumnya. Perbedaan antara ARIMA
dan SARIMA adalah bahwa dalam SARIMA (Seasonal Autoregressive Intregated
Moving Average) ditambahkan komponen musiman pada penghitungannya.
Dalam model ARIMA-SARIMA ada empat prosedur yang harus
dilakukan agar menghasilkan model yang baik (Gaynor, 1994), yaitu :
-
1. Identifikasi
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apakah deret data stasioner atau
tidak. Jika deret data tidak stasioner maka perlu dilakukan proses
differencing sehingga model dapat diidentifikasi. Model sementara
yang diperoleh dapat berupa model AR, MA, ARMA, ARIMA dan
SARIMA. Prosedur identifikasi biasanya dilakukan dengan
mempelajari pola dari fungsi autokorelasi (ACF) dan autokorelasi
parsial (PACF).
2. Estimasi Parameter Model
Pada tahap ini kita menghitung nilai estimasi awal untuk parameter-
parameter dari model sementara kemudian dengan menggunakan
program komputer melalui proses iterasi untuk memperoleh nilai
estimasi akhir yang meminimumkan jumlah kuadrat galat (sum square
error).
3. Diagnostic Checking
a. Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan terhadap residual model SARIMA
dengan menggunakan metode Jarque-Berra.
b. Non-Autokorelasi
Pengujian nonautokorelasi dilakukan terhadap residual model
SARIMA dengan menggunakan metode Breusch-Pagan Lagrange
Multiplier Test.
c. Homoskedastisitas
Pengujian homoskedastisitas dilakukan terhadap residual model
SARIMA dengan mnggunakan metode White Test.
4. Peramalan
Model yang telah memenuhi kriteria pengecekan diagnostik dapat
digunakan untuk melakukan peramalan. Kebijakan dapat disesuaikan
dengan hasil peramalan yang diperoleh.
-
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Indonesia
Backward linkage (keterkaitan ke belakang) dan Forward linkage
(keterkaitan ke depan)
Berdasarkan hasil penghitungan yang ditunjukkan pada Lampiran 1
terlihat bahwa tembakau merupakan komoditas dengan nilai backward linkage
terbesar. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada
komoditas tersebut sebesar 1 rupiah, sementara permintaan akhir pada komoditas
lainnya tidak berubah maka output perekonomain Indonesia meningkat sebesar
1,79 rupiah yang terdistribusi pada komoditas yang menyediakan output bagi
komoditas tersebut. Sedangkan komoditas pertanian dengan nilai forward linkage
terbesar adalah padi. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan permintaan
akhir pada komoditas padi sebesar 1 rupiah akan meningkatkan pasokan input
antara secara menyeluruh dalam perekonomain Indonesia sebesar 1.4 kalinya.
Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan
Berdasarkan hasil pada Lampiran 2 dapat dikatakan bahwa komoditas
yang berbasis domestik dari sisi input adalah komoditas karet dengan nilai IDP
sebesar 1,05; tebu (1,02); kelapa sawit (1,09); tembakau (1,28); kopi (1,12); susu
segar (1,15); unggas dan hasil-hasilnya (1,17); dan udang (1,02). Sementara itu,
dari sisi output, komoditas yang berorientasi domestic hanyalah komoditas padi
dengan nilai IDK sebesar 1,01. Karena tidak ada satu pun komoditas yang
sekaligus memiliki nilai IDP dan IDK lebih besar dari satu, maka IDP dan IDk
belum cukup untuk menentukan komoditas unggulan di Indonesia.
Angka Pengganda Output (Output Multiplier)
Berdasarkan hasil pada Lampiran 3, dapat ditunjukkan bahwa semua
komoditas pertanian Indonesia memiliki nilai output multiplier lebih dari satu. Hal
ini menunjukkan bahwa komoditas pertanian mempunyai respons yang paling
besar terhadap perubahan permintaan akhir yang dapat diartikan untuk setiap
perubahan permintaan akhir satu satuan akan menaikkan output komoditas sebesar
angka pengganda masing-masing komoditas pertanian yang dianalisis. Komoditas
yang memiliki angka pengganda output terbesar adalah tembakau, yang
-
menunjukkan bahwa untuk perubahan permintaan akhir sebanyak satu satuan
(persen) maka akan menaikkan output komoditas tembakau sebesar 1.79 persen.
Angka Pengganda Pendapatan (Income Multiplier)
Berdasarkan hasil pada Lampiran 4, dapat ditunjukkan bahwa semua
komoditas pertanian Indonesia memiliki nilai income multiplier kurang dari satu.
Komoditas yang memiliki nilai income multiplier terbesar hanya sebesar 0,46
yaitu komoditas karet. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi penambahan
permintaan akhir komoditas karet sebesar satu satuan maka akan meningkatkan
pendapatan rumah tangga yang bergerak pada komoditas karet ini sebesar 0,46
kalinya.
Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian
Berdasarkan hasil analisis tabel input-output (I-O), uraian berikut akan
menentukan komoditas yang menjadi komoditas unggulan pertanian di Indonesia
dengan menghitung nilai indeks komposit. Hasil yang diperoleh dari perhitungan
kriteria komoditas unggulan tersebut bervariasi untuk suatu komoditasnya
sehingga menentukan komoditas unggulan pada penelitian ini dilakukan dengan
merata-ratakan nilai masing-masing indeks dan nilai indeks di atas rata-rata
dijadikan komoditas unggulan.
Tabel 1. Indeks Komposit Komoditas Unggulan Pertanian Indonesia
Ranking No. Komoditas Pertanian IK 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
17
27
26
18
15
24
13
28
33
Karet
Tembakau
Unggas dan hasil-hasilnya
Susu segar
Kopi
Kelapa sawit
Hasil pertanian lainnya
Tebu
Hasil pemeliharaan hewan lainnya
Udang
0.165
0.158
0.157
0.145
0.144
0.144
0.143
0.143
0.140
0.139
-
Sumber: BPS (diolah)
Dari hasil penghitungan indeks komposit yang disajikan pada Tabel 1 di
atas menunjukkan bahwa terdapat 15 komoditas unggulan pertanian di Indonesia
karena nilai IK kelimabelas komoditas tersebut berada di atas rata-rata nilai IK
(0,128). Dari tabel tersebut juga dapat terlihat bahwa komoditas karet merupakan
komoditas paling unggul di Indonesia karena memiliki indeks komposit tertinggi
yaitu sebesar 0,165. Oleh sebab itu, penting dilakukan analisis lebih lanjut
mengenai komoditas karet di Indonesia.
Gambaran Umum Produksi Karet Indonesia
Gambar 1. Produksi Karet di Indonesia (Ton) Periode 2005 2010
Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa produksi karet di Indonesia relatif
konstan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 karena hanya bergerak di angka
produksi 2.500.000 ton per tahun. Perlu diketahui bagaimana kondisi produksi
karet di Indonesia pada masa yang akan datang mengingat karet merupakan
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
11
12
13
14
15
23
1
25
19
9
Hasil perkebunan lainnya
Padi
Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar
Teh
Sayur-sayuran
0.136
0.135
0.135
0.134
0.129
-
komoditas unggulan di Indonesia. Oleh karena itu, peramalan terhadap produksi
karet pada tahun-tahun berikutnya dirasa perlu untuk dilakukan.
4.2. Penyusunan Model Peramalan Komoditas Unggulan Pertanian
Peramalan produksi karet dilakukan dengan teknik ekonometrik yaitu
dengan mengamati perilaku data produksi karet secara runtun waktu di Indonesia.
Maka dari itu, dalam penelitian ini digunakan data produksi karet bulanan di
Indonesia dari periode Januari 2005 hingga Desember 2010.
Berdasarkan uji stasioneritas, nilai prob.stat sebesar 0,0000 yang
menunjukkan bahwa data telah stasioner pada level (lihat lampiran 6).
Selanjutnya, perlu diketahui pola ACF (Autocorrelation Function) dan PACF
(Partial Correlation Function) dari data tersebut. Hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut.
Tabel 2. Plot Autokorelasi dan Korelasi Parsial Data Produksi Karet
-
Dari pola diatas terlihat adanya musiman setiap enam bulan. Terlihat
bahwa produksi karet terbesar terjadi pada bulan ke-6, ke-12, ke-18, dan ke-24.
Sedangkan produksi karet terkecil terjadi pada bulan ke-3, ke-9, ke-15, ke-21, dan
ke-27. Untuk menghilangkan efek musiman ini, maka data produksi karet harus
didifferencing terhadap musiman. Kemudian dibuat kembali plot ACF dan PACF
dari data yang telah didifferencing tersebut. Sehingga didapat hasil sebagai
berikut.
Tabel 3. Plot Autokorelasi dan Korelasi Parsial Data Differencing Produksi Karet
Berdasarkan plot ACF dan PACF di atas maka hasil identifikasi model
awal pada kasus ini adalah:
1. ARIMA (1,0,1)(1,1,1)6 = d(produksi,0,6) c ar(1) ma(1) sar(6) sma(6)
2. ARIMA (1,0,1)(1,1,0)6 = d(produksi,0,6) c ar(1) ma(1) sar(6)
3. ARIMA (1,0,1)(0,1,1)6 = d(produksi,0,6) c ar(1) ma(1) sma(6)
Tabel 4. Perbandingan Ketiga Model ARIMA Multiplikatif (SARIMA)
-
Model 1 Model 2 Model 3
c 3664,817
(0,3317)
3586,076
(0,3169)
1833,960
(0,1649)
AR(1) 0,448501
(0,0023)
0,449051
(0,0021)
-0,036857
(0,7927)
SAR(6) -0,844532
(0,0000)
-0,833246
(0,0000)
MA(1) 0,676092
(0,0000)
0,669893
(0,0000)
0,855506
(0,0000)
SMA(6) 0,052750
(0,7527)
-0,898124
(0,0000)
Prob(F-statistic) 0,000000 0,000000 0,000000
R-squared 0,753582 0,753451 0,678454
Adjusted R-squared 0,735329 0,740003 0,662640
AIC 22,36280 22,32943 22,51070
S.E. of regression 16680,43 16532,48 18153,74
Dari hasil output di atas maka dapat disimpulkan bahwa model terbaik
untuk meramalkan produksi karet adalah model 2: ARIMA (1,0,1)(1,1,0)6. Model
tersebut juga telah memenuhi asumsi klasik normalitas (Lampiran 10),
homoskedastisitas (Lampiran 11), dan non-autokorelasi (Lampiran 12).
Persamaan model 2 adalah sebagai berikut.
( )( )( )
( )
Selanjutnya, model ini lah yang digunakan untuk meramalkan produksi
karet di Indonesia untuk periode Januari 2011 hingga Desember 2013. Hasil
peramalan bulanannya dapat dilihat pada Lampiran 13.
-
Gambar 2. Produksi Karet di Indonesia (Ton) Periode 2005 2013
Apabila dibandingkan dengan hasil estimasi BPS untuk produksi karet
pada tahun 2011, maka hasil peramalan dengan model SARIMA ini lebih kecil
daripada besarnya produksi karet hasil estimasi oleh BPS. Perbandingan produksi
karet pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Perbandingan Peramalan SARIMA dan Estimasi BPS untuk
Produksi Karet di Indonesia (Ton) Tahun 2011
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
Peramalan
Estimasi BPS
-
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
1. Komoditas karet terpilih sebagai komoditas unggulan pertanian
Indonesia berdasarkan hasil analisis tabel I-O Indonesia tahun 2005
dan indeks komposit. Nilai indeks komposit komoditas karet berada di
atas rata-rata indeks komposit dan merupakan yang tertinggi
dibandingkan dengan nilai indeks komposit komoditas pertanian yang
lain.
2. Dengan menggunakan metode analisis ARIMA-SARIMA, model
peramalan terbaik untuk komoditas unggulan karet adalah sebagai
berikut.
( )( )( ) ( )
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
percepatan pembangunan agribisnis perkaretan nasional. Agribisnis perkaretan
nasional merupakan bisnis berbasis usaha pertanian karet atau bidang lain yang
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Dalam sudut pandang
akademik, agribisnis perkaretan nasional mempelajari tentang strategi
memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan
baku, kegiatan pascapanen, proses pengolahan, dan tahap pemasaran.
Beberapa kebijakan yang dapat membantu percepatan pembangunan
agribisnis perkaretan nasional adalah sebagai berikut.
1. Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif dengan cara
pemberian kemudahan dalam proses perijinan, pembebasan pajak (tax
holiday), selama tanaman atau pabrik belum berproduksi pemberian
rangsangan kepada perajin industri hilir karet untuk menghasilkan
produk bernilai tambah tinggi dan mempunyai prospek pasar yang
-
cerah; penciptaan perangkat kepastian hukum dan keamanan baik
untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan; penghapusan berbagai
pungutan dan pemberian keringan beban yang memberatkan pelaku
agribisnis karet; menghilangkan hambatan yang mengganggu
mekanisme pasar melalui pemerataan pembangunan infrastruktur dan
penciptaan regulasi yang kondusif bagi pembangunan perkebunan,
misalnya melalui penyederhanaan prosedur/birokrasi dan keringanan
pajak.
2. Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan,
pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan sumber energi (tenaga
listrik).
-
LAMPIRAN
-
Lampiran 1
Backward Linkage (BL) dan Forward Linkage (FL) Komoditas Pertanian
Indonesia
No. Komoditas Pertanian BL FL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Padi
Jagung
Ketela pohon
Ubi jalar
Umbi-umbian lainnya
Kacang
Kedele
Kacang-kacang lainnya
Sayur-sayuran
Buah-buahan
Padi-padian dan bahan makanan lainnya
Karet
Tebu
Kelapa
Kelapa sawit
Hasil tanaman serat
Tembakau
Kopi
Teh
Cengkeh
Kakao
Jambu mete
Hasil perkebunan lainnya
Hasil pertanian lainnya
Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar
Susu segar
1.35
1.33
1.20
1.08
1.18
1.22
1.32
1.24
1.21
1.16
1.27
1.48
1.43
1.31
1.53
1.18
1.79
1.57
1.30
1.29
1.32
1.21
1.69
1.57
1.37
1.61
1.41
1.16
1.06
1.04
1.09
1.10
1.09
1.08
1.09
1.06
1.01
1.25
1.12
1.04
1.09
1.01
1.01
1.16
1.01
1.03
1.03
1.02
1.04
1.02
1.19
1.00
-
27
28
29
30
31
32
33
Unggas dan hasil-hasilnya
Hasil pemeliharaan hewan lainnya
Kayu
Hasil hutan lainnya
Ikan laut dan hasil aut lainnya
Ikan darat dan hasil perairan darat
Udang
1.64
1.32
1.24
1.25
1.19
1.31
1.43
1.13
1.00
1.09
1.01
1.07
1.03
1.12
Sumber: BPS (diolah)
Lampiran 2
Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan Komoditas
(IDK) Komoditas Pertanian Indonesia
No. Komoditas Pertanian IDP IDK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Padi
Jagung
Ketela pohon
Ubi jalar
Umbi-umbian lainnya
Kacang
Kedele
Kacang-kacang lainnya
Sayur-sayuran
Buah-buahan
Padi-padian dan bahan makanan lainnya
Karet
Tebu
Kelapa
Kelapa sawit
Hasil tanaman serat
Tembakau
Kopi
0.96
0.95
0.85
0.77
0.84
0.87
0.94
0.88
0.86
0.82
0.90
1.05
1.02
0.93
1.09
0.84
1.28
1.12
1.01
0.83
0.76
0.74
0.78
0.78
0.78
0.77
0.78
0.76
0.72
0.89
0.80
0.74
0.77
0.72
0.72
0.82
-
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Teh
Cengkeh
Kakao
Jambu mete
Hasil perkebunan lainnya
Hasil pertanian lainnya
Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar
Susu segar
Unggas dan hasil-hasilnya
Hasil pemeliharaan hewan lainnya
Kayu
Hasil hutan lainnya
Ikan laut dan hasil aut lainnya
Ikan darat dan hasil perairan darat
Udang
0.93
0.92
0.94
0.86
1.20
1.11
0.98
1.15
1.17
0.94
0.88
0.89
0.84
0.93
1.02
0.72
0.74
0.73
0.73
0.74
0.72
0.85
0.71
0.81
0.71
0.78
0.72
0.76
0.73
0.80
Sumber: BPS (diolah)
Lampiran 3
Urutan Angka Pengganda Output Komoditas Pertanian Indonesia
No. Komoditas Pertanian Output Multiplier
17
23
27
26
18
24
15
12
13
33
Tembakau
Hasil perkebunan lainnya
Unggas dan hasil-hasilnya
Susu segar
Kopi
Hasil pertanian lainnya
Kelapa sawit
Karet
Tebu
Udang
1.79
1.69
1.64
1.61
1.57
1.57
1.53
1.48
1.43
1.43
-
25
1
2
21
7
28
14
32
19
20
11
30
29
8
6
22
9
3
31
16
5
10
4
Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar
Padi
Jagung
Kakao
Kedele
Hasil pemeliharaan hewan lainnya
Kelapa
Ikan darat dan hasil perairan darat
Teh
Cengkeh
Padi-padian dan bahan makanan lainnya
Hasil hutan lainnya
Kayu
Kacang-kacang lainnya
Kacang
Jambu mete
sayur-sayuran
Ketela pohon
Ikan laut dan hasil aut lainnya
Hasil tanaman serat
Umbi-umbian lainnya
Buah-buahan
Ubi jalar
1.37
1.35
1.33
1.32
1.32
1.32
1.31
1.31
1.30
1.29
1.27
1.25
1.24
1.24
1.22
1.21
1.21
1.20
1.19
1.18
1.18
1.16
1.08
Sumber: BPS (diolah)
-
Lampiran 4
Urutan Angka Pengganda Pendapatan Komoditas Pertanian Indonesia
No. Komoditas Pertanian Income Multiplier
12
28
27
19
17
13
9
15
26
24
33
25
18
30
20
29
14
7
22
21
1
31
32
2
6
23
10
Karet
Hasil pemeliharaan hewan lainnya
Unggas dan hasil-hasilnya
Teh
Tembakau
Tebu
Sayur-sayuran
Kelapa sawit
Susu segar
Hasil pertanian lainnya
Udang
Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar
Kopi
Hasil hutan lainnya
Cengkeh
Kayu
Kelapa
Kedele
Jambu mete
Kakao
Padi
Ikan laut dan hasil aut lainnya
Ikan darat dan hasil perairan darat
Jagung
Kacang
Hasil perkebunan lainnya
Buah-buahan
0.46
0.37
0.34
0.33
0.31
0.31
0.29
0.28
0.28
0.28
0.27
0.24
0.24
0.22
0.22
0.21
0.20
0.20
0.20
0.19
0.18
0.17
0.17
0.15
0.15
0.15
0.14
-
16
5
11
8
3
4
Hasil tanaman serat
Umbi-umbian lainnya
Padi-padian dan bahan makanan lainnya
Kacang-kacang lainnya
Ketela pohon
Ubi jalar
0.14
0.14
0.13
0.13
0.11
0.11
Sumber: BPS (diolah)
Lampiran 5
Indeks Komposit Seluruh Komoditas Pertanian di Indonesia
No. Komoditas Pertanian IK Ranking 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Padi
Jagung
Ketela pohon
Ubi jalar
Umbi-umbian lainnya
Kacang
Kedele
Kacang-kacang lainnya
Sayur-sayuran
Buah-buahan
Padi-padian dan bahan makanan lainnya
Karet
Tebu
Kelapa
Kelapa sawit
Hasil tanaman serat
Tembakau
Kopi
Teh
Cengkeh
0.135
0.123
0.109
0.102
0.111
0.115
0.125
0.113
0.129
0.109
0.113
0.165
0.143
0.123
0.144
0.109
0.158
0.144
0.134
0.123
12
17
32
33
29
25
16
27
15
30
28
1
8
19
6
31
2
5
14
18
-
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Kakao
Jambu mete
Hasil perkebunan lainnya
Hasil pertanian lainnya
Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar
Susu segar
Unggas dan hasil-hasilnya
Hasil pemeliharaan hewan lainnya
Kayu
Hasil hutan lainnya
Ikan laut dan hasil aut lainnya
Ikan darat dan hasil perairan darat
Udang
0.121
0.117
0.136
0.143
0.135
0.145
0.157
0.140
0.122
0.121
0.114
0.119
0.139
21
24
11
7
13
4
3
9
20
22
26
23
10
Rata-Rata 0,128
Sumber: BPS (diolah)
Lampiran 6
Uji Stasioneritas Data Bulanan Produksi Karet Indonesia
-
Lampiran 7
Output Model ARIMA (1,0,1)(1,1,1)6
Lampiran 8
Output Model ARIMA (1,0,1)(1,1,0)6
-
Lampiran 9
Output Model ARIMA (1,0,1)(0,1,1)6
Lampiran 10
Pengujian Asumsi Normalitas
-
Lampiran 11
Pengujian Asumsi Homoskedatisitas
Lampiran 12
Pengujian Asumsi Non-Autokorelasi
-
Lampiran 13
Peramalan Produksi Karet Indonesia Periode Januari 2011 Desember 2013
Tahun Bulan Peramalan
Produksi (Ton)
Estimasi BPS
Produksi (Ton)
2011
Januari 249,042.46 257,113
Februari 212,746.33 230,852
Maret 204,279.08 224,789
April 219,454.52 234,300
Mei 258,156.36 288,989
Juni 292,153.21 330,025
Juli 266,929.48 296,512
Agustus 200,818.99 215,004
September 190,494.98 203,022
Oktober 238,873.49 265,428
November 239,533.32 257,517
Desember 265,523.67 284,876
2012
Januari 258,599.94 -
Februari 217,331.83 -
Maret 208,554.81 -
April 229,266.92 -
Mei 261,625.08 -
Juni 294,286.81 -
Juli 272,114.67 -
Agustus 210,146.73 -
September 200,080.68 -
Oktober 243,845.72 -
November 249,791.36 -
Desember 276,894.19 -
2013
Januari 267,427.74 -
Februari 222,707.84 -
Maret 213,715.88 -
April 238,272.15 -
Mei 266,225.92 -
Juni 297,960.68 -
Juli 277,907.26 -
Agustus 218,815.51 -
September 208,928.57 -
Oktober 249,490.47 -
November 259,106.05 -
Desember 286,981.27 -