Bab 2 Kti Eli Dengan Stroke Baru 1
-
Upload
reza-biank-kerok-cherboen -
Category
Documents
-
view
108 -
download
9
Transcript of Bab 2 Kti Eli Dengan Stroke Baru 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kesejahteraan fisik, mental, dan social yang
lengkap dan semata-mata bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
( Ali Zaidin, 2001 : 31)
Masalah utama yang terjadi pada kesehatan sekarang banyak di
sebabkan oleh gaya hidup yang buruk, makanan yang kurang sehat sehingga
menyebabkan efek samping pada tubuh. Salah satu penyakit yang terjadi
akibat dari hal tersebut adalah gangguan pada system persarapan di antaranya
penyakit stroke.
Stroke atau cedera serebrovaskular adalah kehilangan fungsi otak yang
di akibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, stroke biasanya di
akibatkan oleh thrombosis dan embolisme serebral. (Bruner & Suddarth
2001 : 2131).
Stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi usia lanjut
di seluruh dunia, Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar sepuluh kali dari
populasi berusia 55-64 tahun. (Aru W. Sudoyo 2006 : 1411).
Sekarang kematian akibat penyakit stroke tercatat 1 penderita setiap 3,5
menit atau mencapai 5 juta penderita/tahun di seluruh dunia.
(www.pelita.or.id/baca.php).
1
Menurut Brunner & Suddarth (2001: 2131), stroke adalah masalah
primer di Amerika Serikat dan di dunia. Meskipun upaya pencegahan telah
menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir, namun
stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18%
sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya.
Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai
beberapa kecacatan, dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari.
Menurut (www.yastroki.or.id/read.php), di Indonesia, kasus stroke sudah
menunjukan trend meningkat. Berdasarkan data prevelensi, hipertensi sebagai
factor risiko utama yang tidak terkendali di Indonesia,dan mencapai angka
95%. Sebanyak 12 juta penduduk di Indonesia, di atas 35 tahun berpotensi
terserang stroke, dan peluang terkena stroke meningkat 2 kali lipat setiap 10
tahun. Kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002 yang lalu telah
menyebabkan kematian 123.000 orang, hal tersebut di sebabkan karena belum
adanya strategi penanganan yang tepat tentang penyakit stroke, maka di
perkirakan kematian akibat penyakit stroke akan meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang di peroleh dari medical record RSUD Gunung
Jati Cirebon, di peroleh data sebagai berikut :
2
Table I.I : Data statistik pasien yang dirawat dengan stroke dari bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2009 di RSUD Gunung Jati Cirebon
no BulanJenis Kelamin Jumlah
TotalLaki-laki Perempuan
1
2
3
4
5
6
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
19
11
2
7
10
12
13
5
9
8
6
14
32
16
11
15
16
26
Jumlah 61 55 116
Sumber : Medical Record RSUD Gunung Jati Cirebon
Berdasarkan tabel di atas jumlah penderita penyakit stroke di RSUD
Gunung Jati Cirebon, angka tertinggi terjadi pada bulan Januari sebanyak 32
orang dan bulan juni sebanyak 26 orang selama 6 bulan terakhir. Hal yang
paling penting harus di lakukan tindakan pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit stroke sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit
stroke.
Berdasarkan uraian di atas dan melihat tingginya angka kejadian
penyakit stroke maka penulis tertarik untuk menindak lanjuti asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke yang telah penulis laksanakan dan di
tuangkan dalam benruk Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny.R DENGAN GANGGUAN SISTEM
3
PERSARAPAN AKIBAT STROKE” DI RUANG VI RSUD GUNUNG JATI
CIREBON.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan system persyarafan akibat stroke (CVA) secara langsung dan
kompherensif meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual dengan
pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada Ny. R dengan gangguan system
persyarapan akibat stroke.
b. Dapat membuat diagnosa keperawatan untuk Ny.R dengan gangguan
system persarapan akibat stroke.
c. Dapat membuat rencana keperawaatan untuk Ny.R dengan gangguan
system persarapan akibat stroke.
d. Dapat melakukan implementasi pada Ny.R dengan gangguan sistem
persarapan akibat stroke.
e. Dapat melakukan evaluasi pada Ny.R dengan gangguan system
persarapan akibat stroke.
f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang di berikan pada
Ny.R mulai tahap pengkajian sampai dengan tahap evaluasi.
4
C. Metode Penulisan
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif yang
berbentuk studi kasus. Teknik pengumpulan data menurut
(Nursalam 2001 : 26-32) sebagai berikut :
1. Pengamatan/observasi
yaitu mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien.
2. Wawancara
Dengan menanyakan atau tanya jawab yang behubungan dengan maslah
yang di hadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang di
rencanakan.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik atau pengkajian fisik dalam keperawatan di pergnakan
untuk memperoleh data objektif dari riwayat keperawatan klien yaitu
dengan menggunakan metode inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Studi dokumentasi/catatan perawat
Yaitu memberikan catatan tentang penggunaan proses keperawatan untuk
memberikan perawatan pada pasien secara individual.
5. Kepustakaan
Kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku sumber
yang relevan dengan kasus.
5
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS, terdiri dari konsep dasar yang meliputi :
definisi, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnosis,
penatalaksanaan dan pencegahan. Dan asuhan keperawatan
meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari tinjauan
kasus dan pembahasan yang meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan dan evaluasi.
BAB IV PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dan saran.
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian stroke
Stroke didefisinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan
peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis akibat iskema
atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Aru w. Sudoyo, 2007 : 1411).
Stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap
gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pebatasan atau
terhentinya aliran darah ke otak (Sylvia A. Price, 2007 : 1110).
Stroke (cedera serebrovaskuler accident/CVA) didefisinikan sebagai
gangguan neurologis fokal yang terjadi mendadak akibat proses
patofisiologi dalam pembuluh darah.(Valentina L Brashers, 2007 :273).
cedera cerebrovaskuler (CVA) atau stroke terjadi akibat iskemia atau
perdarahan.( Jan Tambayong, 2000 : 173).
Menurut Arief Mansjoer, (2000 : 17), Stroke adalah sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa deficit neurologis
fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatic
7
Menurut Harsono (2005 : 81), Stroke adalah manifestasi klinis dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang
berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain dari gangguan vaskuler
Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa sroke terjadi
karena terhentinya suplai darah ke otak disebabkan karena emboli dan
aterosklerosis.
2. Anatomi fisiologi
Menurut Syaifuddin (2006 :274-309), system persayarapan
merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja
sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan
pertolongan syaraf dapat kita menerima suatu rangsangan dari luar
pengendalian pekerjaan otot. Dan pembagian susunan syaraf pusat
sebagai berikut :
a. Susunan saraf pusat
1) Medulla spinalis
Bagian susunan saraf pusat yang terletak didalam kanalis
vertebralis bersama ganglion radiks posterior yang terdapat pada
setiap foramen intervertebralis terletak berpassngan kiri dan kanan.
Organ ini mengurus persyarafan tubuh, anggota badan serta bagian
kepala. Dimulai dari bagian bawah medulla oblongata setinggi
korpus vertebra servikalis I, memanjang sampai ke korpus vertebra
8
lumbalis I dan II. Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf,
terdiri dari :
a) Servikal : 8 pasang
b) Torakal : 12 pasang
c) Lumbal : 5 pasang
d) Sakral : 5 pasang
e) Koksigial : 1 pasang
Medulla spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang
mengecil pada bagian atas menuju kebagian bawah sampai
servikal dan torakal. Pada bagian bawah ini terdapat pelebaran dari
vertebra servikal IV sampai vertebra torakal II. Pada daerah lumbal
pelebaran ini semakin kecil disebut konus medularis. Konus ini
berakhir pada vertebra lumbal I dan II. Akar saraf yang berasal dari
limbal bersatu menembus foramen intervertebralis. Pentebaran
semua saraf spinalis dimulai dari torakal I sampai lumbal III,
mempunyai cabang-cabang saraf yang akan keluar membentuk
fleksus dan ini akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari :
a) Plesus serfikalis, dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikalis
anterior, cabang ini bekerjasama dengan nervus vagus dan
assesorius.
9
b) Pleksus brachialis, dibentuk oleh persatuan cabang-cabang
anterior dari saraf servikal IV dan torakal I, saraf terpenting
nervus mediana.
c) Pleksus lumbalis, dibuat oleh serabut saraf dan torakal XII,
saraf terbesar yaitu nervus femoralis dan nervus obturator.
d) Dibentuk oleh saraf dari lumbal dan sacral, saraf skiatik yang
merupakan saraf terbesar keluar mempersarafi otot anggota
gerak bawah.
Sumsum belakang dibungkus oleh 3 selaput yaitu durameter
(selaput luar), arachnoid (selaput jaringan), dan piameter (selaput
dalam). Diantara durameter dan arachnoid terdapat lubang disebut
kantung durameter.
Fungsi medulla spinalis yaitu :
a) Pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar dikornu motorik ats
kornu ventralis
b) Mengurus kegiatan reflexks-refleks spinalis serta reflex lutut
c) Menganterkan rangsangan koordinasi dari otot dan sendi ke
serebelum
d) Sebagai penghubung antar medulla spinalis
e) Mengadakan komunikasi antar otak dan semua bagian tubuh
10
2) Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena
merupakan pusat computer dari semua alat tubuh. Otak terletak
dalam rongga cranium (tengkorak). Otak terdiri dari :
a) Otak besar (serebrum)
Serebrum/otak besar merupakan bagian yang terluas dan
terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan
ats rongga tengkorak. Masing-masing diseut fosa kranialis
anterior atas dan fosa kranialis media. Otak dilapisi oleh zat
kelabu yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih pada
bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Pada otak besar
ditemukan benberapa lobus yaitu :
(1) Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak
didepan sulkus sentralis.
(2) Lobus parietalis, terdapat didepan suluks sentralis dan
dibelakangi oleh korakooksipitalis
(3) Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura
serebralis dan didepan lobus oksipitalis
(4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum
Fungsi serebrum yaitu :
(1) Mengingat pengalaman yang lalu
11
(2) Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal,
intelegensi, keinginan, dan memori.
(3) Pusat menangis, buang air besar, buang air kecil.
b) Otak kecil (serebelum)
Otak kecil terletak pada bagian bawah dan belakang
tengkorak di pisahkan dengan serebrum oleh fisura
transversalis di belakangi oleh pons paroli dan diatas medulla
oblongata. Fungsi serebelum adalah untuk mengatur sikap dan
aktifitas sikap badan. Serebelum berperan penting dalam
koordinasi otot dan menjaga keseimbangan.
c) Batang otak
Diensepalon keatas berhubungan dengan serebrum dan
medulla oblongata kebawah dengan medulla spinalis. Serebrum
melekat pada batang otak dibagian medulla oblongata. Pons
varoli dan mesenfalon. Batang otak terdiri dari :
(1) Diensefalon
Merupakan bagian otak paling atas terdapay di antara
serebelum dengan mesenfalon. Fungsi dari diensefalon
yaitu :
(a) Vasokontriktror, mengecilkan penbuluh darah
(b) Respiratori, membantu proses persarapan
(c) Mengontrol kegiatan reflex
12
(d) Membantu kerja jantung
(2) Mesenfalon
Atap dari mesenfalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas dan fungsinya adalah
(a) Membantu pergerakan mata dam mengangkat kelopak
mata
(b) Memutar mata dan pusat pergerakan mata
(3) Medulla oblongata
Merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla
spinalis, adapun fungsi dari medulla oblongata yaitu :
(a) Mengontrol kerja jantung
(b) Mengecilkan pembuluh darah (vasokontriktor)
(c) Pusat pernapasan
(d) Mengontrol kegiatan refleks
(4) Pons varoli, brakium pontis
Yaitu yang menghubungkan mesenfalom dengan pons
varoli dengan serebulum, terletak di bagian serebulum di
antara otak tengah dan medulla oblongata, dan fungsinya
sebagai berikut :
13
(a) Penghubung antara kedua bagian serebulum dan juga
antara medulla oblongata dengan serebulum atau otak
besar
(b) Pusat saraf nervus trigeminus
b. Susunan saraf perifer
1) Susunan saraf somatic
Susunan saraf somatic adalah susunan saraf yang mempunyai
peranan spesifik untuk mengatur aktifitas otot sadar atau serat
lintang.
2) Susunan saraf otonom
Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang mempunyai
peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot involunter (otot
polos) seperti jantung, hati, pancreas, jaan pencernaan, kelenjar dan
lain-lain.
a) Susunan saraf simpatis
b) Susunan saraf parasimpatis
Sedangkan anatomi fisiologi pembuluh darah diotak menurut
Harsono (2005 : 82-83), Otak memperoleh darah dari dua system, yakni di
sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri), dan system vertebral.
Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis
naik dan masuk kerongga tengkorak melalui kaortis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus
14
optikus dan retina, akhirnya bercabang dua yaitu arteri sertebri anterior
dan arteri serebri media untuk otak, system ini member darah bagi lobus
frontalis, peritalis, dan beberapa bagian lobus temporalis.
System vertebral dibentuk oleh artei vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal diarteri subklavikula, manuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis dikoumna vertebralis servikalis, maausk kerongga karnium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
sepasang arteri serebri inferior, pada batas medulla oblongata dan pons,
keduanya bersatu menjadi arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri pada tingkat mesenfalon, arteri basilaris berakhir
sebagai cabang-abang yaitu arteri serebri posterior yang melayani darah
bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial olobus temporalis.
Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri
permukaaan otak, dan dan beranatomois satu dengan yang lainnya.
Cabang-cabang yang kecil menembus kedalam jaringan otakdan juga
saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainnya. Untuk
menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem
kolateral antara system karotis dan sistem vertebral, yaitu :
a. Sirkulus wilis, yaitu lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans arterior (yang
menghubungkan kedua arteri anterior), sepasang aretri serebri
posterior, dan arteri komunikans posterior (yang menghuungka arteri
15
media dan posterior kanan dan kiri). Anyama arteri terletak didasar
otak.
b. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis externa
didaereah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika kanalis ke
kanalis maksilaris externa.
c. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis externa
(pembuluh darah extrakranialis).
System karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan system
vertebrabasilaris terutama member darah dari batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah diotak dipengaruhi oleh 3 faktor,
dua yang paing penting adalah : tekanan untutk memompakan darah dari
system arteri kapiler ke system vena, dan tahanan (perifer) pembuluh
darah otak. Factor ketiga adalah factor darah dan kagulitasnya
(kemampuan untuk membeku ).
Dari factor pertama yang paling penting adalah tekanan darah
sistemik (factor jantung, darah, pembuluh darah dan lain-lain), dan factor
kemampuan khusus pembuluh darah oatak (arterior) untuk menguncup
bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah
sistemik menurun. Daya akomodasi system arterior otak ini disebut daya
otoregilasi pembuluh darah (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik
antara 50-150 MmHg).
16
Faktor darah selain viskositas darah dan daya membekunya, juga
diantaranya seperti kadar/tekanan partial CO2 dan O2 berpengaruh
terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan partial CO2 naik, PO2 yang
turun, serta suasana jaringan yang asam (PH rendah), menyebabkan
vasodilatasi, sebaiknya bila tekanan partial CO2 tururn, PO2 naik, atau
suasan PH tinggi maka terjadi vasokontriksi.
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi aliran darah
otak. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya
thrombosis, dan aliran darah lambat, akibat aliran darah otak yang
menurun.
3. Etiologi stroke
Menurut Arief Mansjoer (2000 : 17), etiologi stroke sebagai berikut :
a. Infark otak (80%)
1) Emboli
a) Emboli kardiogenik
(1) Fibrilasi atrium/aritmia lain
(2) Thrombus mural ventrikel kiri
(3) Penyakit katup mitral atau aorta
(4) Endokarditis (infeksi atau non infeksi)
b) Emboli parodiksal (foramen ovale paten)
c) Emboli arkus aorta
2) Arteri terotrombolik (penyakit pembuluh darah sedang dan besar)
17
a) Penyakit ekstrakranial
(1) Arteri karotis interna
(2) Arteri vertebralis
b) Penyakit intracranial
(1) Arteri karotis interna
(2) Arteri serebri media
(3) Arteri basilaris
(4) Lakuner (oklusi arteri performans kecil)
b. Perdarahan intra srebral(15%)
1) Hipertensif
2) Malformasi arteri vena
3) Angiopati amiloid
c. Perdarahan subarakhoid (5%)
d. Penyebab lain (dapat menyebabkan infark/perdarahan)
1) Trombosis sinus dura
2) Diseksi arteri karotis/vertebralis
3) Vaskulitis system saraf pusat
4) Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang
progresis)
5) Migren
6) Kondisi hiperkoagulasi
7) Penyalahgunaan obat (kokain/amfetamin)
18
8) Kamatian hematologis (anemia sel sabit, polisistemia/leukimia)
9) Miktoma atrium
4. Klasifikasi stroke
Klasifikasi stroke menurut Sylvia A.Price (2005 : 1112), sebagai
berikut :
a. Stroke hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan subarachnoid atau perdarahan
yang langsung kedalam jaringan otak.
b. Stroke non hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh
darah otak, umumnya terjadi setelah beristirahat cukup/bangun tidur.
Stroke non hemoragik juga diklasifikasikan berdasarkan penyakitnya
yaitu :
1) TIA’S (trans ischemic attack)
Yaitu gangguan neurologis sesaat dan akan hilang dalam waktu
kurang dari 24 jam.
2) RIND (reversible ischemic neurologis deficit)
Gangguan neurologis setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
3) Stroke involution
Stroke yang terus berkembang dimana gangguan yang mucul
semakin berat dan bertambah buruk.
19
4) Stroke komplit
Gangguan neurugis yang timbul bersifat menetap dan permanen.
5. Tanda dan gejala stroke
Menurut Sylvia A. Price, (2005 : 1117), tanda utama stroke/CVA
(cerebrovaskular accident) adalah muculnya secara mendadak satu/lebih
deficit neurologic fokal. Deficit tersebut mungkin mangalami perbaikan
dengan cepat, mengalami perburukan progresif atau menetap. Gejala
umum berupa baal atau lemas mendadak diwajah, lengan, atau tungkai,
terutama disah satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan seperti penglihatan
ganda atau kesulitan melihat pada satu/kedua mata; bingung mendadak,
tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan
atau koordinasi dan nyeri kepala mendadak tanpa causa yang jelas.
Sedangkan menurut Stefan Sirbernagel (2006 :360), tanda dan gejala
stroke, sebagai berikut :
a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jarak aferennya, saraf
vestibular).
b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegic kontraleteral dan
tetraplegi (traktus pyramidal)
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia dan anesthesia) dibagian
wajah psilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus)
20
d. Hipakusu (hipertesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarius), singultus (formasio retikularis)
e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial psilateral (sindrom horner, pada
kegilangan persyarafan simpatis).
f. Paralisis palatum molle dan takikardia (sarf vagus [X]), paralisis otot
lidah (sarf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusen [VI]).
g. Paralisis psudobuldar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
6. Patofisiologi stroke
Menurut (www.google.com), patofisiologi di mulai dari kerusakan
pembuluh darah otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah
atau pembuluh darah pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari
pembuluh yang rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul
gejal-gejala stroke. Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat .
pada tahap pertama di mana dinding pembuluh darah yang mengalirkan
darag ke otak mula-mula terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-
pembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi
berangsur-angsur yang di akibatkan oleh hiprtensi, DM, peninggian kadar
asam urat/lemak dalam darah, perokok berat dan lain-lain. Proses
penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi
21
cukup di tolelir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh
darah tersebut tidak cukup lagi member darah pada pembuluh darah otak
ini menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan
timbul pendarahan. Pada saat di mana pembuluh darah tersebut pecah atau
tersumbat hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul
gejala-gejala neurologic berupa kelumpuhan, tidak bias bicara atau
pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan pembuluh darah otak dapat
juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung
atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang
terlepas dari dinding pembuluh darah tersebut dan terbawa ke otak lalu
menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke
juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu.
Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat
menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat
mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau peningkatan dan timbulnya
iskemi atau kerusakan otak, gajala neurologik yang selalu terjadi pada satu
sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa
jam setelah serangan. Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi
hari stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian
berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali. Pada malam harinya tidak
pernah terjadi kelemahan yang berangsur-angsur menjadi lumpuh maka
penyebabnya adalah bukan penyakit primer pada pembuluh darah otak,
22
tetapi oleh sebab lain misalnya tumor yang menekan pembuluh darah otak.
Keadaan ini di sebut “Stroke Syndrome”.
Gangguan pasokan aliran darah otak seperti terjadi dimana saja
sidalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi wilis : arteri karotis interna
dan system vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit akan
terjadi infark atau kematian jaringan. (Sylvia A. Price. 2005 : 1111-1112).
Sedangkan patofisiologi stroke menurut ( www. Abique blogspot. Co.
id ) adalah sebagai berikut :
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila,
rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas
Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral
Gangguan aliran darah ke otak Pecahnya pembuluh darah otak
Kerusakan neuromotorik Perdarahan Intra
Transmisi impuls UMN Darah merembes ke dalam fungsi otak menurun
ke LMN terganggu parenkim otak kerusakan pada lobus
Kelemahan otot progresif Penekanan pada jaringan otak frontanel/area broca
Mobilitas terganggu Peningkatan Tekanan Intra Kranial dan lobus temporal/area
GANGGUAN GANGGUAN PERFUSI weriek
MOBILITAS FISIK JARINGAN OTAK apasia global
GANGGUAN KOMUNIKASI
VERBAL
23
ADL dibantu Pasien bedrest
DEFISIT PERAWATAN Penekanan lama pada daerah punggung dan bokong
DIRI Suplai nutrisi dan O2 kedaerah tertekan berkurang
RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT
7. Komplikasi
Menurut (www.abique blogspot.co.id), komplikasi stroke sebagai
berikut :
a. Komplikasi neurologic
1) Edema otak
2) Infark berdarah
3) Vasospasme
4) hidrosefalus
b. Komplikasi non neurologic
1) Akibat proses diotak
a) Hipertensi reaktif
b) Hiperglikemik reaktif
c) Edema paru
d) Kelainan jantung
2) Akibat immobilisasi
a) Bronchopneumonia
b) Trombop[lebitis
c) Sistitis
24
d) Dekubitus
e) Kontraktur
8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke menurut Marylinn E.
Doengoes (1999 : 292), sebagai berikut :
a. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi/rupture.
b. CT scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemik, dan
adanya infark.
c. Pungsi lumbal : memungkinkan adaya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral dan TIA, sedangkan tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya
hemoragi subarachnoid intracranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trobosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI : menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arteriovena (MAV).
e. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
f. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi,
karptis interna terdapat pada thrombosis serebral.
25
g. Ultrsonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis), aliran darah/muncul plak
(aterosklerosis)
9. Penatalaksanaan
Menurut Arief Mansjoer (2000 : 20-23), penatalaksanaan pada
pasien stroke sebagai berikut :
a. Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik
1) Membatasi/memulihkan iskemia akut yag sedang berlangsung (3-6
jam) pertama menggunakan trombolisis dengan rt-PA
(recombinant tissue-plasminogen activator).
2) Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan
peyakit itu sendiri
b. Penatalaksanaan stroke iskemik akut
1) Pertimbangan rt-PA interavena 0,9 mg/kg BB IV (dosis maksimum
90 MmHg).
2) Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan
aritmia/iskemia miocard.
3) Tekanan darah tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat
diturunkan.
4) Observasi diunit internis dengan pasien yang kesadarannya
menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam evolusi.
26
c. Penatalaksanaan stroke hemoragik
1) Singkirkan kemungkinan koagulasi, pastikan masa protombin dan
tromboplastin partial adalah normal
2) Kendalikan hipertensi
3) Konsultasi dengan bedah syaraf
4) Berikan manitol 20% (1Kg/KgBB)
5) Fenitoin (10-20 Mg/KgBB IV)
6) Pertimbangan terapi hipervolemik nifedipin untuk mencegah
vasospasme bila secara klinis CT scan menunjukan perdarahan
subarachnoid akut primer.
Sedangkan Pencegahan pada pasien stroke menurut Valentina L.
Brashers (2007 : 279-280), sebagai berikut :
a. Hipertensi adalah satu-satunya factor resiko paling penting yang bisa
dimodifikasi, lebih dari setengah stroke dapat dicegah dengan
pengontrolan hipertensi
b. Berhenti merokok dan mengurangi asupan alcohol dapat menurunkan
resiko.
c. Penanganan kolesterol menurunkan resiko, terutama menggunakan
inhibitor reduktase contohnya prevastatin.
d. Gunakan therapy warfarin untuk fibrilasi atrial nonvalvular
27
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Konsep keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi,
pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
(Carpenito dan Moyet,2007).
1. Pengkajian
Menurut Valentine L.Brashers(2007:276) pengkajian pada pasien
stroke adalah sebagai berikut :
a. Riwayat
Faktor resiko, riwayat penyalah guanaan obat, penyakit jantung,
palpitasi, obat-obatan, kehilngan fungsi neurologis fokal transien tanpa
nyeri sebelumnya, Sakit kepala yang berulang kali/kambuhan.
b. Gejala
Kehilangan mendadak fungsi neurologis tanpa nyeri/sakit kepala
hebat,penurunan tingkat kesadaran, kelamahan fokal/kebas, kesulitan
bicara, perubahan visual, kesulitan mengontrol gaya berjalan, tremor,
kejang, mual dan muntah.
c. Aktifitas/istirahat
1) Gejala
Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi/paralisis (hemiplegi). Mersa mudah lelah, susah
untuk beristirahat (nyeri/kejan otot).
28
2) Tanda
Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia), dan
terjadi kelamahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
d. Integritas ego
1) Gejala
Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
2) Tanda
Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
e. Sirkulasi
1) Gejala
Adanya penyakit jantung (IM, reumatik,/penyakit jantung vascular,
gagal jantung kongestif, endokarditis bakterial), polisitemia,
riwayat hipertensi postural.
2) Tanda
Hipertensi arterial dapat di temukan/terjadi pada CSV sehubungan
dengan adanya embolisme/malformasi vascular. Frekuensi nadi
bervariasi (karena ketidakstabilan fingsi jantung, obat-obatan, efek
sroke pada pusat pasomotor). Disritmia, perubahan EKG, desiran
pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
29
f. Eliminasi
1) Gejala
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria,
distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan ), bising
usus negative (ilieus paralitik),
g. Makanan/cairan
1) Gejala
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan
TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan
tenggorokan, disfagia, adannya riwayat DM, peningkatan lemak
dalam darah.
2) Tanda
Kesulitan menelan(gangguan pada reflex palatum dan faringeal).
h. Neurosensori
1) Gejala
Sinkope/pusing(sebelum seangan CSV/selama TIA), sakit kapala
akan sangat berat dengan adanya perdarahan intracerebral atau
subarachnoid. Kelemahan atau kesemutan/kebas (biasanya terjadi
selama serangan TIA, yang di temukan dalam berbagai derajat
pada stroke jenis lain), sisi yang terkena seperti “mati/lumpuh”.
Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat
30
sebagin (kebutaan monokuler), penglihatan ganda(diplopia) atau
gangguan yang lain.
2) Tanda
Status mental atu tingkat kesadaran: biasanya terjadi karena pada
tahap awal hemoragic, ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar
jika penyebabnya adalah thrombosis yang bersifat alami, gangguan
tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang), ganggun fungsi
kognitif (seperti penirunan memori, pemecahan masalah).
Ektremitas: kelemahan atau paralisis (kontralateral pada semua
jenis stroke), genggaman tidak sama, reflek tendon melemah secara
kontralateral..
Pada wajah terjadi paralisis/parase (ipsilateral). Afasia:
gangguan/kehilanhan fungsi bahasa mungkin afasia motorik
(kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseftip (afasia sensorik)
yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakana atau
afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas.
Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin
menggerakannya (apraksia), ukuran atau reaksi pupil tidak
sama,dilatasi atau miosos pupil ipsilateral (perarahan atau
herniasi). Kekakuan nukal (biasanya karena perdarahan), kejang
(biasanya karena adanya pencetus perdarahan).
31
i. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis terkena).
2) Tanda
Tingkah laku yang tidka stabil, gelisah, ketegangan otot/fasia.
j. Pernapasan
1) Gejala
Merokok (factor resiko)
2) Tanda
Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas.
k. Keamanan
1) Tanda
Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk
melihat obje dari sisi lain (pada stroke kanan). Hilang
keawaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
Tidak mampu mengenali objek, warana, kata, dan wajah yang di
kenalnya dengan baik. Gangguan terhadap berespon panas dan
dingin, gangguan regulasi suhu tubuh, kesulitan dalam menelan,
tidak mampu untuk memnuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).
32
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar atau kurang kesabaran diri (stroke kanan).
l. Interaksi social
1) Tanda
Masalah dalam bicara,ketidakmampuan untuk verkomunikasi.
m. Penyuluhan/pembelajaran
1) Gejala
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (factor resiko).
Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (factor resiko).
(Doengoes, 1999 : 290-292 ).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan klinik yang
menjelaskan tentang respon individu, keluarga atau masyarakat terhadap
masalah kesehatan/proses kehidupan baik actual/potensial. (Carpenito dan
Moyet, 2007 : 50).
Diagnosa keperawatan pada pasien stroke yang mungkin muncul
menurut (Doengoes, 1999 : 295-306), sebagai berikut :
a. Perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan oklusif, hemoragi,
vasospasme serebral, edema serebral, di tandai dengan perubahan
tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon
motorik/sensori, gelisah, deficit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi.
33
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia,
flaksid/paralisis hipotonik, paralisis spastic, di tandai dengan
ketidakmampuan bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan
kekuatan otot.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular, kehilangan tonus/control fasial/oral,
kelemahan/kelelahan umum di tandai dengan disatria, sulit untuk
menyebutkan kata, ketidak mampuan memahami bahasa
tertulis/ucapan.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan integrasi (trauma
neurologis/defisit) transmisi di buktikan dengan disorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuakular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi di
buktikan dengan aktifitas sehari-hari di bantu.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perceptual kognitif, di buktikan dengan perubahan actual
dalam struktur dan atau fungsi.
g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perceptual.
34
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungn
dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi, di buktikan dengan
meminta informasi.
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah metode pemberian perawatan
langsung kepada klien. (Carpenito dan Moyet, 2007 : 83).
Perencanaa pada pasien stroke menurut Doengoes (1999 : 295-307),
sebagai berikut :
a. Perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan oklusif, hemoragi,
vasospasme serebral, edema serebral, di tandai dengan perubahan
tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon
motorik/sensori, gelisah, deficit sensori, bahasa, intelektual, dan emosi.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Tidak ada peningkatan tekanan intrakranial
Intervensi :
1) Pantau /catat status neurologis sesring mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya/standar
2) Pantau tanda-tanda vital
35
3) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinyan
terhadap cahaya.
4) Catat perubahan dalam penglihatan.
5) Kaji fungsi bicara.
6) Letakan kepala dengan posisi lebih tinggi
7) Pertahankan keadaan tirah baring
8) Cegah terjadinya mengejan saat deekasi, dan pernafasan memaksa.
9) Kolaborasi obat-obatan dengan dokter seperti fenitoin.
Rasional :
1) Mengetahui kecanderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan Tekanan intrakranial dan mengetahui lokasi, luas, dan
kemajuan/resolusi kerusakan susunan saraf pusat.
2) Variasi mungkin terjadi oleh karena takanan/trauma serebral pada
daerah vasomotor otak yang akan mempengaruhi kondisi pasien.
3) Reaksi pupil di atur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan berguna
dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih dalam
kondisi baik/tidak.
4) Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak
yang terkena mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian dan mempengaruhi intevensi yang akan di lakukan.
36
5) Perubahan isi kognitif dan bicara meripakan indicator dari
lokasi/derajat gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan
penurunan/peningkatan tekanan intrakranial
6) Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
7) Aktifitas atau stimulasi continue dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
8) manuver valsalva dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
memperbesar risiko terjadinya perdarahan.
9) Dapat di gunakan untuk mengontrol kejang dan atau untuk aktifitas
sedative.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia,
flaksid/paralisis hipotonik, paralisis spastic, di tandai dengan
ketidakmampuan bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan
kekuatan otot.
Tujuan :
Mempertahankan posisi optimal dan fungsi yang di buktikan oleh
tidak adanya kontraktur/footdrop
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau kompensasi
37
2) Mendemonstrasikan teknik/prilaku yang memungkinkan
melakukan aktifitas.
3) Mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1) Kaji kemampuan fungsional/luasnya kerusakan awal dengan cara
yang teratur
2) Ubah posisi minimal setiap dua jam
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
4) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau dari
gangguan sirkulasi
5) Insfeksi kulit terutama pada daerah yang menonjol
6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi, latihan resistif dan ambulasi
pasien
7) Berikan obat-obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi.
Rasional :
1) Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan
2) Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
3) Meminimalkan atrofi otot meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur
38
4) Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma
dan pennyembuhannya lambat
5) Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling resiko untuk
terjadinya penurunan perfusi/iskemia
6) Program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan
7) Mungkin di perlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular, kehilangan tonus/control fasial/oral,
kelemahan/kelelahan umum di tandai dengan disatria, sulit untuk
menyebutkan kata, ketidak mampuan memahami bahasa
tertulis/ucapan.
Tujuan :
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
Kriteria hasil :
1) Membuat metode komunikasi di mana kebutuhan dapat di
ekspresikan
2) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
39
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan bicara
2) Minta pasien untuk menulis nama dan atau kalimat yang pendek
3) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis atau
menggambar
4) Katakana secara langsung dengan pasien, bicara perlahan dan
dengan tenang.
Rasional :
1) Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap
komunikasi.
2) Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari
afasia sensorik dan afasia motorik
3) Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
kaedaan/deficit yang mendasarinya
4) Meurunkan kebingungan atau ansietas selama proses komunikasi
dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu
tertentu.
40
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan integrasi (trauma
neurologis/defisit) transmisi di buktikan dengan disorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi konseptual
Kriteria hasil :
1) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual
2) Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap/deficit hasil
Intervensi :
1) Evaluasi kembali adanya gangguan penglihatan
2) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
3) ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan alat-alat yang
mebahayakan
4) Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
5) Berikan stimulasi terhadap sentuhan
6) Bicara dengan tenang, perlahan, dan menggunakan kalimat ynag
pendek
7) Lakukan validasi terhadap persepsi pasien
41
Rasional :
1) Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negative
terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan
mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan
risiko terjadinya cedera.
2) Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat
membantu masalah persepsi; mencegaj pasien dari terkejut.
3) Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang
mungkin dapat menumbulkan kebingungan terhadap interpretasi
lingkungan/menurunkan resiko terjadinya kecelakaan.
4) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan
kesesuaian dari gerakan yang menggangu ambulasi, meningkatkan
risiko terjadinya trauma.
5) Membantu melatih jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi
dan interpretasi stimulasi.
6) Pasien mungkin mengalami ketebatasan dalam rentang perhatian
atau masalah pemahaman.
7) Membantu pasiean untuk mengidentifikasi ketidak-konsistenan
dari persepsi dan integrasi stimulus.
42
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuakular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi di
buktikan dengan aktifitas sehari-hari di bantu.
Tujuan :
Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri
Kriteria hasil :
1) Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
sendiri
2) Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan
sesuai kebituhan
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangn untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari
2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien ynag dapat di lakukan
pasien sendiri
3) Sadari perilaku/aktifitas impulsive karena gangguan dalam
mengambil keputusan
4) Gunakan alat bantu pribadi
5) Kaji kemampun pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya
6) Konsultasi dengan ahli fisioterapi
43
Rasional :
1) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2) Pasien mungkin terjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung
meskipun bantuan yang di berikan bermanfaat dalam mencegah
prustasi.
3) Dapat menunjukan kebutuhan intervensi dan pengawasan
tambahan untuk meningkatkan keamanan pasien.
4) Pasien dapat menangani sendiri, meningkatkan kemampuan dan
harga diri.
5) Pasien mungkin saja mengalami gangguan dari salah satu
kebutuhannya.
6) Memberikan kemampuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan penyokong alat
khusus.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perceptual kognitif, di buktikan dengan perubahan actual
dalam struktur dan atau fungsi.
Tujuan :
Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubaha yang telah terjadi
44
Kriteria hasil :
1) Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi
2) Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri
dalam cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri negative
Intervensi :
1) kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidak mampuannya
2) anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
3) catat apakah pasien menujuk daerah yang sakit atau
mengingkarinya
4) dorong orang terdekat agar member kesempatan pada pasien untuk
melakukan secara mandiri
5) berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti peningkatan
minat/partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional :
1) Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi.
2) Mendemostrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal
dan mulai memahami perasaannya.
3) Menunjukan penolakan terhadap bagian tubuh tertentu/perasaan
negative terhadap citra tubuh dan kemampuan,menandakan
perlunya intervensi dan dukungan emosional.
45
4) Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggaan
diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
5) Mengisaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
g. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perceptual.
Tujuan :
Mendemonstrasikan makan tepat untuk situasi individual dengan
aspirasi tercegah
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan berat badan yang di inginkan
Intervensi :
1) Kaji ulang kemampuan menelan pasien secaraindividual, catat
luasnya paralisis fasial dan gangguan lidah.
2) Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses manelan yang
efektif seperti bantu pasien dala mengontrol kepala
3) Posisikan pasien dalam posisi tegak atau setengah duduk selama
dan setelah makan
4) Sentuh pipi bagian dalam dengan spatel, tempatkan es untuk
mengetahui adanya kelemahan lidah
5) Ajurkan menggunakan sedotan dalam meminum cairan
46
6) Kolaborasi pemberian ciran melalui IV dan atau makanan melalui
selang.
Rasional :
1) Intervensi nutrisi/pilihan rute makan di tentukan oleh factor-faktor
ini
2) Menetralkan hiperekstensi,membantu mencegah aspirasi dan
meningkatkan kemampuan untuk menelan.
3) Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
meurunkan risiko terjadinya aspirasi.
4) Dapat meningkatkan gerakan dan control lidah (penting untuk
menelan) dan menghambat jatuhnya lidah.
5) Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak
6) Dapat di gunakan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala
sesuatu melalui mulut.
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungn
dengan keterbatasan kognitif, kurang informasi, di buktikan dengan
meminta informasi.
Tujuan :
Berpartisipasi dalam proses belajar
47
Kriteria hasil :
1) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan
teurapeutik
2) Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan
Intervensi :
1) Evaluasi tipe/derajat dari gangguan sensori
2) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada
individu
3) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang di berikan
4) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
5) Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lungkungan
terutama selama kegiatan berfikir.
Rasional :
1) Deficit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan
isi/kompleksitas instruksi.
2) Membantu dalam membangun harapan yang realistis dan
meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan kebutuhan saat
ini.
3) Aktivitas yang di anjurkan, pembatasan, dan kebutuhan obat/terapi
di buat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi.
4) Berbagai tingkat kemampuan mungkin di perlukan/perlu di
rencanakan berdasarkan pada kebutuhan secara individual.
48
5) Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
perfikir.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat kepada klien. (Gaffer, 1999 : 65).
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan tindakan dari proses
keperawatan. (Zaidin Ali, 2001 : 83).
5. Evaluasi
Evaluasi yaitu hal-hal yang di evaluasi mengenai keakuratan,
kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta
pencapaian tujuan serta ketetapan intervensi keperawatan. (Gaffer, 1999 :
67).
49