bab 2

17
2.1 DEFINISI Perdarahan intracranial mengacu pada perdarahan yang terjadi didalam kepala atau tengkorak namun belum tentu didalam otak (intraserebral). 1 Perdarahan Intrakranial ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya. Sebab Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas. (2) Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemmorage dan dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis, tumor otak,dll. 2.2 ETIOLOGI Penyebab utama dari perdarahan intrkranial adalah trauma. Faktor predisposisi yang dapat meningkatkan kejadian perdarahan intracranial diantaranya; 1. Bayi premature. Bayi premature akan lebih sensitif terhadap trauma. 2. Ekstraksi pada bokong. Dimana persalinan dengan kejadian after-coming head mendapatkan penanganan yang menyebabkan terjadinya

description

bab 2

Transcript of bab 2

Page 1: bab 2

2.1 DEFINISI

Perdarahan intracranial mengacu pada perdarahan yang terjadi didalam kepala atau

tengkorak namun belum tentu didalam otak (intraserebral).1

Perdarahan Intrakranial ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya. Sebab

Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan

karena gejala-gejalanya tidak khas.(2)

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak

merupakan bentuk yang menghancurkan pada stroke hemmorage dan dapat terjadi pada

semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis, tumor otak,dll.

2.2 ETIOLOGI

Penyebab utama dari perdarahan intrkranial adalah trauma. Faktor predisposisi yang

dapat meningkatkan kejadian perdarahan intracranial diantaranya;

1. Bayi premature. Bayi premature akan lebih sensitif terhadap trauma.

2. Ekstraksi pada bokong. Dimana persalinan dengan kejadian after-coming

head mendapatkan penanganan yang menyebabkan terjadinya persalinan

dengan singkat atau penuh dengan intervensi.

3. Partus presipitatus, dimana terdapat kompresi yang tiba-tiba terhadap

kepala bayi.

4. Persalinan sulit atau persalinan lama dimana terjadi molase yang begitu

kuat pada kepala.

5. Persalinan dengan alat.

6. Terdapat disproporsi cepalopelvik

7. Presentasi abnormal

8. Kekerasan terhadap bayi

Bayi yang premature dan persalinan lama menunjukan insiden perdarahan

intracranial lebih sering terjadi.

Page 2: bab 2

2.3 PATOGENESIS

Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh-

pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena

trauma kelahiran,faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh

darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan

pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk

huruf U. Sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor- faktor pencetus

(hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan

intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan

arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini

jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang

banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena

kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater.

Perdarahan subdural lebih sering pada Bayi Cukup Bulan daripada Bayi Kurang Bulan

sebab pada Bayi Kurang Bulan vena-vena superfisial belum berkembang baik dan

mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-

lahan dan membentuk hematoma subdural.

Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma

retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu,

memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam

bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan

subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada

persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor.

Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak,

jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat

(kecelakaan) Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan

bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler. Dari semua

jenis Perdarahan Intrakranial Neonatus, perdarahan periventrikuler memegang peranan

Page 3: bab 2

penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75–90%

perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal

matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan intraventrikuler,

yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh

darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan

pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah

ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan

intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat

pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat

meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.

2.4 KLASIFIKASI

Terdapat empat tipe perdarahan intracranial yang dapat dialami oleh bayi.

Diantaranya; perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan intraserebral dan

perdarahan periventrikuler-intraventikuler (PVH-IVH). PVH-IVH adalah perdarahan

intracranial yang paling sering terjadi.

1. Perdarahan subdural.

Hemoragi subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma

kapitis walaupun mungkin traumanya tak berarti. Yang sering berdarah ialah

³bridging veins´, karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak.

Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas

hemisferium dan sebagian di daerah temporal sesuai dengan bridging veins.

Karena perdarahan subdural sering oleh perdarahan vena, maka darah yang

terkumpul berjumlah hanya 100 sampai 200 cc saja.

Gejala-gejala tersebut bias berupa kesadaran yang menurun, ´organic

brain syndrome´, hemiparesis ringan, hemihipestesia, adakalanya epilepsi

fokal dengan adanya tanda-tanda papiledema. Perdarahan subdural pada

bayi baru lahir biasanya terjadi karena trauma yang disebabkan adanya

Page 4: bab 2

disproporsi sepalopelvik, presentasi abnormal, partus presipitatus dan

persalinan dengan intervensi alat.

2. Perdarahan epidural

Akibat trauma krapitis tengkorak (retak). Fraktur yang paling ringan

ialah fraktur linear. Jika gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur

yang berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan

tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan

sekaligus melukai jaringan otak (laserasio).

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara

progresif. Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian

menjadi lebar dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Gejala-gejala

respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan tahap- tahap disfungsi

rostrokaudal batang otak. Pada tahap kesadaran sebelun stupor atau koma,

bisa dijumpai hemiparesis atau seranagan epilepsi fokal.

Perdarahan epidural lebih sering terjadi pada bayi dimana tingginya

<4 kaki dimana pusat dari gravitasi tubuhnya terdapat pada kepala dan

kecenderungan untuk jatuh dengan kepala terlebih dahulu.

3. Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom

hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Perdarahan semacam itu sering

terdapat di lobus frontalis dan temporalis.

Jika penderita dengan perdarahan intra serebral luput dari kematian,

perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.

Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologic sesuai dengan fungsi

bagian otak yang terkena.

Page 5: bab 2

4. Perdarahan periventrikuler-intraventikuler

Karena matriks germinal (daerah dengan vaskularisasi tinggi

berbatasan dengan daerah vebtrikel otak) ada sampai kehamilan ± 35

minggu, perdarahan periventrikuler-intraventikuler umum terjadi pada bayi-

bayi kurang bulan.

Pada saat perdarahan keluar melalu matriks germinal dan masuk ke

system ventrikulear, disebut perdarahan intraventikuler (IVH).

IVH ringan jika tidak ada pelebaran ventrikel.

IVH sedang jika ventrikel melebar.

IVH berat jika perdarahan meluas ke parenkim otak.

Perdarahan sedang dan berat disertai dengan peningkatan

insidesn kesakitan dan kematian. Banyak yang akan mengalami

hidrosefalus pasca perdarahan dalam waktu 2-3 minggu sejak perdarahan

semula. Beberapa kasus hidrosefalus akan sembuh spontan, sedangkan

yang lain memerlukan tindakan drainase. Penundaan perkembangan atau

deficit neurologis atau keduanya akan terjadi pada dua pertiga bayi dengan

IVH sedang dan berat.

2.5 Gambaran Klinik

Gejala-gejala Perdarahan Intrakranial tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis

jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat

ditemukan :

Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekananintrakranial, misalnya

pada perdarahan subaraknoid.

Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable,twitching, opistotonus.

Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan

adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid

oleh robekan tentorium yang luas.

Page 6: bab 2

Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil

melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada

perdarahan retina, nistagmus dan eksoftal-mus.

Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajatperdarahan dan

kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi

pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten.

Cephalic cry (menangis merintih).

Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular

(snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas

dengan kerusakan pada korteks

Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan

kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak

berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila

perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis

yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-

otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi)

menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan:

1. Gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma),

2. Tidak mau minum,

3. Menangis lemah,

4. Nadi lambat/cepat.

5. Kadang-kadang ada hipotermi yang menetap.

Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang

24–48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka Pencegahan Infeksi dapat

dipikirkan.

Page 7: bab 2

Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrrakranial Neonatus dapat dibedakan 2

sindrom :

1. Saltatory Syndrome

Gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian

berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan

gejala sisa.

2. Catastrophic Syndrome.

Gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai

berjam-jam dan akhirnya meninggal.

2.6 DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK

1. Penilaian fisik dimulai dengan pemeriksaan “ABCDE”—airway,

breathing, circulation, disability dan exposure.

Ketidakstabilan jalan nafas dapat menjadi penyebab maupun

efek dari trauma kepala.

Monitoring tanda vital adalah hal yang penting bagi

perawatan lanjutan.

Mengenali dan mengontrol tanda syok adalah hal yang

penting bagi perfusi yang cukup pada CNS (central nervous

system).

Syok hipovolemik jarang terjadi pada trauma dalam kepala,

jika syok terjadi, cari kemungkinan sumber perdarahan lain.

2. Pemeriksaan neurologic harus berfokus pada level dari kesadaran,

temuan akan tanda-tanda neurologis yang abnormal, ukuran dan

reaksi pupil.

level dari kesadaran adalah indicator terbaik dari insufisiensi

oksigenasi pada otak.

Perubahan pupil dapat mengindikasikan herniation

syndrome.

Page 8: bab 2

3. Secara hati-hati memeriksa mata untuk melihat adanya papiledema

dan perdarahan retina.

4. Kepala harus diperiksa secara hati-hati, carilah tanda-tanda berikut:

laserasi pada tempurung kepala.

Ketegangan saat melakukan palpasi kepala.

Pelebaran pada fontanel anterior bayi.

Fraktur pada basilar kepala, dengan cirri-ciri:

Perdarahan periorbital (raccoon eyes)

Ekimosis pada belakang telinga (battle`s sign)

Perdarahan dari hidung atau telinga

5. Bayi baru lahir dengan perdarahan intracranial yang diasosiasikan

dengan trauma saat persalinan akan menimbulkan beberapa gejala,

diantaranya;

Apnea

Mual

Kejang

2.7 PENGOBATAN

Secara konservatif

Tekanan darah diusahakan stabil dan terkontrol agar levelnya relatif

tinggi pada penderita perdarahan otak. Harus dihindari penurunan

yang berlebihan karena dapat menurunkan perfusi jaringan otak.

Pemberian osmotik diuretik dikombinasi dengan beta adrenergik

blocker digunakan untuk kontrol tekanan darah dan membantu

mengurangi tekanan dalam otak atau intracranial pressure.

Hiperventilasi atau barbiturat dapat juga digunakan, walaupun

kurang efektif. Hiperventilasi efeknya sementara sedangkan

barbiturat mengurangi fungsi neurologis; keduanya ini cenderung

menyebabkan hipotensi.

Page 9: bab 2

Kortikosteroid masih digunakan oleh beberapa petugas kesehatan

dimana bertujuan menurunkan tekanan intra kranial dengan kontrol

edema; walaupun pada percobaan klinis obat ini tidak efektif dan

menambah resiko terjadinya komplikasi.

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Pemberian obat-obatan :

Valium/luminal bila ada kejang-kejang.Dosis valium 0,3–0,5 mg/kgBB,

tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau

berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam

kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari,

selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan

umum seterusnya.

Kortikosteroid berupa deksametason 0,5–1 mg/kgBB/24 jam yang

mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.

Antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama

bila ada manipulasi yang berlebihan.

2. Tindakan bedah darurat :

Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan

explorative Burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi,

evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat .

Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole

dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi

hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada

perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran

likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.

Page 10: bab 2

2.9 PROGNOSIS

Mortalitas Perdarahan Intrakranial non traumatik 50–70%. Prognosis Perdarahan

Intrakranial bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya

didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan

otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang

otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men dapat pertolongan segera.

Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara

atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler.

Perdarahan yang meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan

sindrom hiperaktivitet. Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk,

hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang

atau tindakan bedah.

Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan

tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek.

Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan.

Pada derajat 1–2 (ringan-sedang), angka kematian 10–25%, sebagian besar

sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan.

Pada derajat 3–4 (sedang-berat), mortalitas 50–70% dan sekitar 30% sembuh

dengan sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara,

epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi

paling sering (44%) dari perdarahan periventrikuler

Page 11: bab 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Garfunkel, C Lynn, et al. 2002. Mosby`s pediatric clinical advisor: instant diagnosis

and treatment. Elsevier Helath Sciences.

2. Snell R. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. Jakarta: EGC;

2005. p.397

3. Ropper A, Brown R. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 9th ed. USA:

The McGraw-Hill Company; 2005. p.404-8.

4. Mealy J. Infantile Subdural Hematomas. The Ped Clinics North Am. 1975; 22:

433-5