BAB 1-III

69
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan Oleh karena itu diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak- hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. 1 Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan kesehatan kerja 1

Transcript of BAB 1-III

Page 1: BAB 1-III

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pelaksanaan

pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting

sebagai pelaku dan tujuan pembangunan Oleh karena itu diperlukan pembangunan

ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam

pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat

dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin

hak- hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa

diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya

dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.1

Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam

sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja

sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan

tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan

produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini bukan

sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi

oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat ini keselamatan dan kesehatan kerja

bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap para pekerja

dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan. 2

Untuk menghindari serta memperkecil kecelakaan dan penyakit akibat kerja, diperlukan

upaya-upaya pencegahan yang tepat dengan mengenal bahaya potensial yang ada dilingkungan

tempat kerja. Oleh karena itu,ditetapkan perundang-undangan mengenai keselamatan dan

kesehatan kerja (K3), yang merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja

yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau

menghilangkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Diharapkan dengan adanya

1

Page 2: BAB 1-III

pelaksanaan K3 tersebut dapat terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja bagi seluruh

tenaga kerja. 2

Namun pada kenyataannya,ratusan tenaga kerja diseluruh dunia saat ini bekerja pada

kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut data

International Labor Organitation (ILO) pada yang diterbitkan dalam peringatan Hari

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Se-dunia pada 28 April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih

dari 2 juta orang yang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta

orang menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja

pertahun di seluruh dunia. Sedangkan menurut data Kemenakertrans, angka kecelakaan kerja

pada tahun 2009 mencapai 96.513 kasus, sedangkan pada semester I tahun 2010 angka

kecelakaan kerja mencapai 53.267 kasus. Hampir 70 % kecelakaan kerja didominasi kecelakaan

di jalan raya saat pergi maupun pulang dari tempat kerja. Setiap tahun ditargetkan angka

kecelakaan kerja 50 % lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. 2

Namun besarnya angka diatas tidak ditunjang oleh pelayanan kesehatan yang memadai

dari sektor industri. Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan hanya 5-10 %

pekerja di Negara berkembang dan 20-50% pekerja di Negara industri yang mempunyai akses

terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai. Padahal pelayanan kesehatan yang baik

dapat mengurangi dampak industri terhadap sumber daya manusia. Salah satu dampak yang

menjadi perhatian adalah bahaya debu kain yang di timbulkan oleh lingkungan kerja terhadap

kesehatan. 2

Di antara gangguan akibat lingkungan kerja debu merupakan salah satu sumber gangguan

yang tak dapat di abaikan. Dalam kondisi tertentu, debu dapat menyebabkan pengurangan

kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat meninbulkan

keracunan umum. Bila debu terinhalasi selama bekerja dan terus menerus dapat menyebabkan

kerusakan dan fibrosis paru. Fibrosis paru mengakibatkan berkurangnya elastisitas dalam

menampung udara dan kemampuan mengikat O2 sehingga kapasitas fungsi paru mengalami

penurunan. Akibatnya, terjadi penurunan daya kerja yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja.3

Gangguan fungsi paru akibat paparan pencemaran partikel debu dapat berupa restriksik

dan obstruksi atau keduanya. Gejala-gejala antara lain batuk kering, sesak nafas, kelelahan

umum, banyak dahak dan lain-lain. Pemaparan debu mineral di ketahui dapat menimbulkan

2

Page 3: BAB 1-III

perubahan khas dalam mekanik pernafasan dan volume paru dengan pola restriksik. Sedangkan

pemaparan debu organik dapat menimbulkan asma dengan pola kerja obstruksi dan

kemungkinan reversible.3

Debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari: 4

1) Solubility

2) Komposisi kimia debu

Inert dust

Poliferatif dust

Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis.

Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu

fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis.

Contohnya: debu silica, asbestosis, kapas, berilium, dan sebagainya.

Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust

3) Konsentrasi debu : Semakin tinggi konsentrasi debu di ruangan kerja, maka semakin besar

kemungkinan keracunannya.

4) Ukuran partikel debu : Ukuran partikel besar akan ditangkap oleh saluran napas bagian atas

Nilai Ambang Batas menurut milos (1991) adalah konsentrasi dari zat, uap dan gas dalam

udara yang dapat di hirup dalam 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yang hampir semua tenaga

kerja dapat terpajan berulang kali sehari-hari dalam melakukan pekerjaan tanpa gangguan

kesehatan yang berarti. Kualitas udara di lingkungan kerja berdasarkan Surat keputusan

MENNAKER No SE. 01/MEN/1997 tentang nilai ambang batas tentang faktor kimia di tempat

kerja adalah 3mg/m3. Apabila kadar debu sudah melebihi NAB akan berpengaruh terhadap

kesehatan. Oleh karena itu debu merupakan salah satu bentuk bahaya okupasi yang tidak boleh

dianggap remeh. 4

1.2 Masalah

Terdapat bahaya potensial yang dapat mengganggu kesehatan pekerja PT.Bina Busana

Internusa.

1.3 Tujuan

3

Page 4: BAB 1-III

1.3.1.Tujuan Umum

Dapat diketahui dan dipahaminya kinerja program K3 di PT.Bina Busana Internusa.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Teridentifikasi alur produksi di PT.Bina Busana Internusa

2. Teridentifikasi bahaya potensial dan resiko kecelakaan kerja, serta diketahuinya

bahaya potensial yang dominan di PT.Bina Busana Internusa.

3. Teridentifikasi masalah akibat debu kain di lingkungan kerja.

4. Diketahui masalah dalam pelaksanaan program K3 di PT.Bina Busana Internusa

5. Diketahui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi

masalah yang ada akibat bahaya potensial debu kain yang di temukan.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa

1. Meningkatkan pengetahuan tentang kedokteran kerja.

2. Mengetahui tentang masalah bahaya potensial di lingkungan kerja dan penggunaan

alat pelindung diri.

1.4.2 Manfaat bagi perusahaan

Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegahan timbulnya

kecelakaan atau gangguan akibat bahaya potensial bising di lingkungan kerja.

1.4.3 Manfaat bagi universitas

1. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” dalam pengabdian dalam masyarakat.

2. Meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara mahasiswa,staf

pengajar,pimpinan fakultas dan universitas.

1.5. Metodologi

Penilaian dilakukan dengan metode observasional deskriptif.

BAB II

4

Page 5: BAB 1-III

HASIL KUNJUNGAN

2. 1 Profil Perusahaan

Berdiri : 10 november 1989

Produk : mens shirt

: Hospital Uniform

: office uniform

working uniform

Lokasi : Pabrik I

Kawasan Berikat Nusantara Jl. Madura III Blok D No. 19A

Cakung, Cilincing, Jakarta 14140 Indonesia

: Pabrik II

Jl. Pulo Buaran II blok Q No. 1

Pulogadung, Jakarta 13920, Indonesia

Luas wilayah : Pabrik I : 5.400 m2

Pabrik II : 1.680 m2

Telepon : Pabrik I : 021-440308

: Pabrik II : 021-46820820

Fax : Pabrik I : 021-46820820

: Pabrik II : 021-4626086

Kapasitas / tahun : Pabrik I : 18 lajur = 1.920.000 potong / tahun

: Pabrik II : 8 lajur = 840.000 potong / tahun

Pekerja : Pabrik I : 984 orang

: Pabrik II : 582 orang

: Penjual II : 582 orang

: Penjualan : 399 orang

: Administrasi : 59 orang

Pasar : Jepang

: Inggris

5

Page 6: BAB 1-III

: Pasar Lokal

Pembeli : Nagai, Cosalt, Departement store, institusi

(Sumber kunjungan lapangan di PT BBI dan Wawancara dengan Manager Human Resource

Departement serta company profile PT BBI)

2.2. Gambaran Umum

1. Sejarah Singkat Perusahaan

Pada tanggal 16 oktober 1989 berdiri PT Mitracorp Pasifik Nusantara, yang merupakan

head office dari beberapa anak perusahaan, diantaranya adalah PT Bina Busana Internusa dan PT

Kharismitra Sukses. PT Bina Busana Internusa berdiri pada tanggal 10 november 1989, yang

memproduksi kemeja Valino dan produksi garmen lainnya. PT Kharismitra Sukses berdiri pada

tanggal 6 april 1990 dan bergerak sebagai Marketing da Distribution kemeja Valino.

Pada tanggal 2 januari 1997 PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses

digabungkan menjadi PT Bina Busana Internusa, PT Bina Busana Internusa memiliki 2 buah

pabrik.

PT Bina Busana Internusa I

Lokasi : jl. Madura III Blok D No. 19A kawasan berikut Nusantara Cakung Cilincing

Jakarta 14140, Indonesia.

Pada saat ini PT Bina Busana Internusa I memproduksi seragam rumah sakit yang

di pesan oleh Nagai Leben Jepang dan pakaian kerja oleh cosalt inggris, Space yang

dipergunakan untuk lokasi ini adalah 5.400 m2, dengan kapasitas produksi 18 line dan

menghasilkan 1.920.000 pcs pertahun mempekerjakan sebanyak 984 orang untuk bagan

produksi, 3 orang bagian marketing dan 3 orang untuk tenaga administrasi. Untuk

sementara ini PT BBI I hanya menerima pesanan dari Nagai Leben Cosalt Inggris serta

beberapa pekerjaan yang bersifat subkontraktor.

PT Bina Busana Internusa II

Lokasi : Jl. Pulo Buaran II Blok Q No. I Kawasan Industri Pulo Gadung, Pulo Gadung

Jakarta 13920, Indonesia

PT Bina Busana internusa II memproduksi kemeja Valino, Harry Martin, Cristian

Kent, Vissuto, Sierra Morena, Compagnon, dan bergamo. Kemudian di distribusikan ke

6

Page 7: BAB 1-III

departement store yang ada di seluruh Indonesia Untuk sementara ini counter Valino

memiliki 133 outlet, Harry Martin 154 outlet, Christian Kent 17 outlet, Vissuto 12 outlet,

Sierra Morena 59 outlet, Compagnon 30 outlet, dan bergamo 8 outlet, luas untuk lokasi

ini adalah 1.680 m2 . Dengan Kapasitas produuksi mempunyai 8 line serta dapat

memproduksi sekitar 840.000 pcs pertahun. Mempekerjakan sebanyak 582 untuk bagian

produksi, 601 orang bagian marketing, dan 61 orang untuk tenaga administrasi, untuk

sementara ini kemeja yang di produksi oleh PT BBI II hanya didistribusikan ke

departement store dan institusional.

2. Falsafah Perusahaan

Komitmen PT Bina Internusa adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Selain itu juga mempunyai visi kedepan sebagai perusahaan yang memimpin produksi kemeja

formal pria di tahun 2005, dengan tekad menjadi yang terbaik dan terbesar sebagai produsen

kemeja yang berstandar internasional. Gabungan antara pelayanan yang handal, profesionalisme,

teknologi serta di dukung oleh pengelolaan usaha serta pemasaran yang mengena pada sasaran.

PT Bina Busana Internusa, mendukung sepenuhnya pembangunan di indonesia dengan

memberikan pelayanan terbaik serta menghasilkan produk yang bermutu tinggi, PT Bina Busana

Internusa berusaha meningkatkan citra sebagai perusahaan yang bergerak di bidang garmen yang

terkemuka dengan memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Sesuai dengan motto

perusahaan “MENJADI NO. I DENGAN MEMBERIKAN PELAYANAN YANG TERBAIK

KEPADA PELANGGAN DAN PELANGGAN ADALAH ASET PERUSAHAAN, “

Untuk mewujudkan PT Bina Busana Internusa akan memperbanyak produknya yang

banyak di jual di seluruh indonesia. Pada saat ini produksi kemeja yang dihasilkan oleh PT Bina

Busana Internusa adalah : Valino, Harry Martin, Christian kent, Vissuto, sierra Morena,

Compagnon, dan Bergamo. Banyaknya produk kemeja yang diproduksi oleh PT Bina Busana

Internusa dengan demikian kebutuhan kemeja yang diinginkan oleh konsumen dari seluruh

lapisan masyarakat akan terpenuhi.

Alur Poduksi

7

Page 8: BAB 1-III

Adapun alur produksi dari PT. Bina Busana Interusa adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan Sampel

Alur produksi PT. Bina Busana Interusa dimulai dengan pembuatan sampel. Sampel

berupa model pakaian diajukan ke design product developer. Jika disetujui, sampel

tersebut akan dibuatkan pola dan modelnya.

2. Pemesanan Bahan

Melalui bagian marketing, PT. BBI memesan bahan dalam jumlah yang telah ditentukan

ke host, yang selanjutnya bahan yang telah datang disimpan di gudang penyimpanan. Di

dalam gudang terasa panas dengan ventilasi yang kurang.

3. Inspeksi Bahan

Inspeksi dilakuakan digudang penyimpanan. Bahan harus memenuhi 28 persyaratan

untuk memenuhi standar. Jika ditemukan cacat pada bahan maka akan ditandai dengan

stiker tanda panah merah. Petugas pada tahap ini berjumlah tiga orang. Sarana yang

digunakan adalah meja dengan tinggi kurang lebih 1 meter dengan kemiringan 45°.

Bahan yang akan diperiksa ditaruh diatas meja yang secara otomatis bahan akan melewati

meja dan tergulung kembali. Pekerja menginspeksi bahan secara seksama untuk melihat

adanya cacat, hal ini dilakukan dalam waktu yang singkat dan berulanh-ulang sehingga

akan terdapat gerakan bola mata yang repetitive. Pekerja melakukan inspeksi dalam

posisi berdiri tegak dengan pencahayaan bersumber dari lampu neon 40 watt yang ada

dibalik meja dan ruangan. Setelah bahan melewati proses inspeksi, kemudian bahan

yanga memenuhi syarat akan masuk ke dalam proses produksi.

4. Proses pembuatan pola

Proses pembuatan pola dilakukan oleh 12 pekerja. Enam pekerja membentuk pola bahan

dengan pensil dan penggaris secara manual sesuai model pakaian yang akan diproduksi.

Kegiatan ini dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri. Enam pekerja lainnya

menggunakan mesin jahin dalam posisi duduk tanpa sandaran.

5. Cutting

Proses selanjutnya adalah cutting dan marker. Area pemotongan ini mengharuskan

seluruh pekerjanya menggunakan masker, namun ada beberapa pekerja yang tidak

memakainya. Proses cutting menggunakan mesin cutting, dimana alat cukup tajam dan

8

Page 9: BAB 1-III

pekerja melakukan proses ini dengan cepat dan repetitif. Pekerja dilengkapi sarung

tangan dari bahan stainless yang digunakan pada tangan kiri. Proses cutting terbagi

mejadi dua macam, yaitu untuk kain polos dan bermotif.

a. Bila bahan polos langsung menuju proses numbering

b. Bila bahan bermotif, maka akan melalui proses matching dan numbering

6. Proses Pembuatan manset dan interlining

Pada proses ini, dilakukan pemotongan dengan mesin berat. Kemudian dilakukan

pressing dengan menggunakan mesin yang mengeluarkan panas. Mesin yang berat

tersebut dijalankan oleh pekerja laki-laki dengan posisi berdiri terus menerus, kepala dan

badan menunduk sekitar 20° dengan alat pelindung diri berupa sarung tangan stainless.

Proses interlining adalah proses pembuatan kerah dimana kain yang telah dipotong

ditempelkan dengan bahan yang keras untuk membentuk kerah. Proses selanjutnya

adalah merekatkan kedua bahan tersebut. Proses perekatan pertama dilakukan dengan

solder di beberapa titik kemudian disetrika dan terakhir direkatkan secara permanen

dengan pressing machine yang menggunakan panas yang tinggi.

7. Proses sewing

Peoses sewing dilakukan dengan menggunakan mesin jahit biasa. Pada proses penjahitan

terdapat dua macam proses, yaitu front back dan assembling. Pada proses front back

dilakukan penjahitan untuk keperluan aksesoris seperti pembuatan kantong kemeja.

Kemudian pada proses assembling dilakukan penjahitan untuk menyatukan pakaian

dengan komponen lainnya. Penjahit bekerja dengan posisi duduk membungkuk dengan

kursi tanpa sandaran. Untuk mengatur kesesuaian antara tinggi meja dan kursi agar

menghasilkan posisi yang ergonomis, terdapat alat pengatur ketinggian pada meja jahit

dan kursi yang terlalu pendek disambung dibagian terbawah kaki kursi. Pekerja

menggunakan seragam berupa kain berbahan katun yang cukup menyerap keringat,

ditambah penutup kepala, apron dan masker, mesin jahit juga dilengkapi dengan needle

gate untuk melindungi tangan dari tusukan jarum. Pada proses ini juga dilakukan

pembersihan bahan yang terdapat noda dengan menggunakan etanol dan benzene yang

disemprotkan, alat semprot menghasilkan bising, sehingga pekerja dilengkapi dengan alat

penutup telinga.

9

Page 10: BAB 1-III

8. Proses Finishing dengan mesin kebut

Setelah pakaian selesai dijahit, kemudian dilakukan pembersihan baju dari sisa-sisa

benang dengan menggunakan mesin kebut, yaitu berupa boks dengan ukuran 75 x 100

cm. Mesin tersebut dapat menarik sisa debu dan benang. Pakaian dimasukkan ke dalam

mesin dan ditahan oleh keduan tangan pekerja tersebut. Mesin kebut menghasilkan bising

sehingga pekerja dilengkapi dengan alat penutup telinga.

9. Proses Ironing

Proses ironing dilakuakn dengan setrika listrik. Sarana yang digunakan adalah meja

setrika ukuran 60 x 100 cm dengan jarak antar pekerja kurang lebih 1 meter.

10. Proses Packing

Pakaian yang telah disetrika kemudian dilipat dan dimasukkan kedalam polybag,

kemudia pakaian yang telah dibungkus dimasukkan kedalam kardus besar.

11. Quality Control

Sebelum pengiriman beberapa kardus akan diambil secara random untuk dilakukan

pengecekan ulang.

Diagram 1

Alur produksi PT Bina Busana Internusa

2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT BBI II

2.3.1 Program kesehatan Kerja

10

Pembuatan Sampel

Pemesanan Bahan

Inspeksi BahanProses Pembuatan Pola

Proses CuttingProses Pembuatan

Manset dan Interlining

Proses Sewing

Proses Finishing dengan Mesin Kebut

Proses Ironing

Proses Packing

Quality Control

Page 11: BAB 1-III

Perusahaan memiliki sebuah klinik yang terletak di dalam pabrik. Klinik perusahaan

memberikan pelayanan mulai dari hari senin, rabu dan jumat. Klinik ini melayani pengobatan

biasa dan kecelakaan kerja kepada para pekerja. Pelayanan dilakukan selama jam kerja. Diluar

jam kerja poliklinik, pelayanan kesehatan bagi pekerja hanya berupa penyediaan obat-obatan

simptomatik yang dipegang oleh line manager . Bila diperlukan tatalaksana lanjutan kecelakaan

kerja, pekerjaan dirujuk ke RS dengan surat oengantar. Perusahaan bekerjasama dengan RS

Mediros dan RS St. Carolus sehingga jika pekerja berobat ke kedua rumah sakit tersebut, biaya

pengobatan pekerja akan di tanggung oleh perusahaan sesuai dengan golongan / pangkat.

Sementara jika pasien dibawa ke RS lain seperti RS Persahabatan yang letaknya tidak jauh dari

pabrik maka penggantian biaya diberlakukan melalui sistem reimbursment yaitu biaya di

tanggung dahulu oleh karyawan, yang kemudian diganti oleh perusahaan. Untuk kasus gawat

darurat yang terjadi di pabrik, pertama-tama keadaan umum pasien pasien distabilkan terlebih

dahulu kemudian dirujuk ke rumah sakit rujukan.

Pada saat kunjungan dilakukan, klinik sedang tidak beroperasi, diklinik terdapat data-data

penyakit dan data jumlah kunjungan pekerjaa ke poliklinik serta data kecelakaan kerja. Klinik

perusaan dijalankan oleh seorang dokter umum yang datang dua hari sekali dengan jam kerja

08.00-12.00 setiap hari ada satu perawat yang bertugas.

Program klinik perusahaan meliputi juga pemeriksaan kesehatan setiap enam bulan

berupa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin dan

kimia darah serta pemeriksaan penunjang lain seperti rontgent thoraks, dan pemeriksaan

elektrokardiografi. Pemeriksaan kesehatan telinga dengan alat khusus (audiometri dan otoskop)

tidak dilakukan.

Kantin perusahaan ada dua buah. Namun untuk makan siang pekerja perusahaan

menggunakan sistem katering yang di bayar oleh perusahaan. Menu pekerja tergantung pihak

katering yang berupa makanan pokok. Untuk pekerja yang lembur tidak mendapatkan makanan

tambahan. Untuk air minum pekerja disediakan dispenser di beerapa tempat.

Salah satu kekurangan yang ditemukan adalah perusahaan belum memiliki data penyakit

tersering yang terjadi di perusahaa. Di samping itu, tidak dapat sistem pelaporan kesehatan

pekerja, yang ada hanyalah laporan jumlah kunjungan pekerja ke klinik perusahaan. Asuransi

11

Page 12: BAB 1-III

kesehatan juga tidak disediakan oleh pihak perusahaan bagi para pekerjanya.selain itu, program-

program kesehatan kerja belum dilaksanakan oleh perusahaan.

2.3.2 Sanitasi dan Lingkungan

PT BBI merupakan suatu kompleks bangunan yang terdiri dari 1 bangunan utama, 1

bngunan tempat produksi, dan 1 gudang penyimpanan yang terpisah dari 2 bangunan

sebelumnya (dipisahkan oleh jalan umum). Pada bangunan utama terdapat kantor yang

mengurusi administrasi dan marketing. Factory outlet , dan tempat ibadah. Bangunan utama ini

cukup tertata rapi da bersih serta sebagian besar ruangan menggunakan air conditioner .

sementara bangunan tempat produksi merupakan bangunan lantai 2 dimana selain terdapat

ruangan tempat berlangsungnya proses produksi, juga terdapat klinik (di lantai 2 ), dan kantin (di

lantai 1). Kesan kebersihan pada keseluruhan ruangan tempat produksi cukup baik. Alat-alat

produksi di bangunan produksi lantai 1 tertata dengan cukup rapi dengan ruang gerak pekerja

yang cukup leluasa (kurang lebih 1 meter).

Hal ini disebabkan karena jumlah pekerja di ruangan ini relatif lebih sedikit dibandingkan

dengan jumlah pekerja di lantai 2. Sementara itu, alat-alat produksi di lantai 2 walau tersusun

rapi cukup rapi namun jarak antara alat cukup dekat (kurang lebih setengah meter) sehingga

ruang gerak pekerja agak terbatas. Lingkungan di sekitar kompleks bangunan utama dan

bangunan tempat produksi cukup bersih. Pada halaman sekitar terdapat taman kecil yang bersih.

Perusahaan menyediakan fasilitas toilet di kedua lantai produksi, masing-masing terdiri

dari dua toilet besar laki-laki dan dua toilet perempuan. Setiap toilet berukuran 1x 1,5 x 2 m.

Masing-masing toilet besar terdiri dari 3 ruangan. Toilet tersebut terlihat kurang bersih dan

terkesan kurang terurus. Dinding toilet dilapisi keramik. Jumlah kakus dalam toilet laki-laki

adalah tiga jamban, dan di dalam toilet perempuan terdapat tiga jamban. Penerangan dan

pertukaran udara dalam toilet cukup baik. Lantai dan dinding toilet terlihat bersih, pintu jamban

dapat dibuka-tutup dengan mudah. Terdapat satu wastafel di tiap toilet. Data mengenai septic

tank tidak diketahui. Di gudang tempat penyimpanan kain, toilet juga berfungsi sebagai tempat

untuk mencuci kain untuk melihat apakah kain ini lintur atau tidak. Di gudang, tidak terdapat

perbedaan antara toilet laki-laki dan perempuan.

12

Page 13: BAB 1-III

Pertukaran udara di dalam bangunan pabrik secara keseluruhan masih kurang. Langit-

langit bangunan pabrik cukup tinggi, namun jumlah exhaust fan masih kurang yaitu 6 buah

setiap lantai (diameter 30 cm) untuk ruangan yang berukuran kurang lebih 60 x 20 m 2 . pihak

perusahaan juga menyediakan fasilitas air minum melalui “dispenser” (berisi guci keramik)

yang tersedia di beberapa sudut ruangan yang terdiri dari 2 buah di setiap lantai. Galon tampak

kurang bersih dan gelas minum bersih yang tersedia sedikit.

Sarana penerangan di dalam ruangan pada siang hari berupa bagian langit-langit yang

transparan sehingga memungkinkan masuknya cahaya matahari. Selain itu juga disediakan

lampu-lampu meskipun hanya dinyalakan sebagian dengan mempertimbangkan efektivitas biaya.

Jumlah lampu yang ada cukup banyak, namun penerangan pada malam hari tidak dapat kami

nilai karena kunjungan dilakukan pada siang hari.

2.3.3 Bahaya faktor resiko

Inspeksi bahan

Pada bagian ini terdapat berbagai bahaya potensial yang dapat timbul, baik dari segi fisik,

kimia, ergonomi, maupun psikologis. Yang pertama adalah bahaya potensial dari debu, baik

debu yang berada di dalam ruangan maupun debu bahan. Debu yang berasal dari bahan berupa

debu kain alami (bahan katun) dan debu sintetik (polyester). Bahaya fisik lain adalah cahaya

berlebih dari lampu neon TL 40watt yang dapat menyilau mata. Kondisi gudang yang kurang

ventilasi juga menyebabkan terbatasnya sirkulasi udara bagi para pekerja di tempat ini.

Bahaya potensial kimia berasal dari zat kimia dari bahan baku berupa formaldehid yang

berasal dari bahan baku. Sedangkan dri segi ergonomi, bahaya potensial yang ada diakibatkan

oleh posisi pekerja yang berdiri lama dengan posisi kepala menengadah dan menunduk yang

lama, gerakan repetitif bola mata dn gerakan fokus bola mata yang cukup lama dalam mengamati

bahan. Dari segi psikologis didapatkan bahaya stress dan kebosanan karena jam kerja yang lama

tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskuloskeletal (seperti low

back pain), dehidrasi, ISPA, sefalgia, dispepsia, gangguan penglihatan berupa penurunan visus

dan kelelahan otot mata dan varises tungkai. Resiko kecelakaan kerja berupa tangan terjepit

13

Page 14: BAB 1-III

mesin inspeksi atau tersengat listrik mesin. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini

adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker penutup kepala, meskipun tidak semua

pekerja menggunakannya. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional

mesin. Fasilitas yang tersedia lamp neon TL 40watt sebanyak 1 buah pada mesin inspeksi dan

20buah di langit-langit, serta penyediaan sarana air minum.

Proses Cutting

Bagian cutting dikerjakan oleh 10 orang pekerja. Pada alur produksi ini, bahaya fisik

yang dapat terjadi berupa kebisingan dari mesin pemotong. Suara mesin pemotong dengan

frekuensi 84dB dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa tinnitus maupun tuli

perseptif. Bahaya fisik lain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara terbatas, vibrasi

mesin cutting, dan listrik dari mesin pemotong. Bahaya kimia berasal dari pelarut benzene yang

digunakan sebagai pembersih jika ada noda pada kain. Bahaya dari ergonomi yaitu posisi berdiri

yang lama, posisi kepala yang menunduk lama, dan gerakan repetitif memotong lkain.

Sedangkan dari bahaya psikologis yang dapat timbul adalah stres dan kebosanan karena jam

kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskoloskeletal ( termasuk

upper dan low back pain ), dehidrasi, ISPA, dispepsia, gangguan pendengaran, varises tungkai,

hiperkeratosis tangan dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi

adalah tangan terpotong, tangan terjepit gunting atau tangan tersengat listrik mesin potong.

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa

masker, penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas

angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulais udara, lampu untuk penerangan yang cukup

dan penyediaan sarana air minum.

Hal-hal yang sudah dilakukan di perusaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri berupa

masker dan sarung tangan yang terbuat dari logam. Semua pekerja menggunakan alat pelindung

diri ini. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional mesin dan kebijakan

menggunakan alas kaki. Fasilitas yang tersedia berupa lampu TL 40 watt sebanyak 96 buah,

exhaust fan diameter 30 cm ( 0 buah setiap lantai), kipas angin diameter 30 cm (10 buah setiap

lantai), penyediaan sarana air minum (2 buah setiap lantai).

14

Page 15: BAB 1-III

Proses Quality control pola

Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Bahaya fisik yang dapat timbul berupa debu

alami dan sintetik. Bahaya ergonomi yang ada berupa posis berdiri lama, posisi setengah

membungkuk, gerakan repetitif tangan dalam membolak- balik bahan, dan gerakan repetitif bola

mata dalam mengamati bahan. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan

musculoskeletal, low and upper back pain, cefalgia, ulnar twist serta carpal tunner syndrome,

varises tungkai, dan hiperkeratosis tangan. Tidak ada resiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi

pada tahap ini. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung

diri berupa masker, dan hanya 1 orang yang tidak memakai masker kain ini.

Proses Numbering

Bagian ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Bahaya fisik yang ada berupa debu kain

alami dan sintetik. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi berdiri yang lama,

posisi kepala dan badan menunduk lama, dan gerakan repetitif tangan menempelkan stiker

angka. Dari segi psikologis, gangguan yang timbul berasal dari rasa bosan karena jam kerja yang

lama tanpa ganti shift, dan dapat timbul stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah

gangguan muculoskeletal, upper and low back pain, ulnar twist serta carpal tunner syndrome dan

gangguan pengelihatan berupa kelelahan mata.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker dan sarung tangan kain, dan para penkerja sudah menggunakannya. Fasilitas yang

tersedia sudah berupa TL 40 watt sebanyak 96 buah, exhaust fan diameter 30 cm ( 10 buah setiap

lantai ), penyediaan sarana air minum ( 2 buah setiap lantai ).

Proses Pembuatan Manset

Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Bahaya potensial fisika berasal dari vibrasi

mesin pembuat manset, cahaya yang kurang terang, aliran listrik, dan sirkulasi udara yang

kurang terbatas. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi duduk lama, posisi

kepala menunduk lama, gerakan repetitif mendorong dan menarik tangan, dan ruang gerak yang

sempit. Dari segi psikologi dapat timbul stres dan rasa bosan karena jam kerja yang lama tanpa

ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal, dehidrasi,

low dan upper back pain, dan kelelahan otot mata. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi

15

Page 16: BAB 1-III

berupa tangan tergores atau terjepit mesin pembuat manset, atau tersengat listrik mesin pembuat

manset.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk

memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air

minum. Hal- hal yang sudah dilakukan di perusahaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri

berupa masker dan sarung tangan yang terbuat adari logam. Peraturan yang terdapat di bagian ini

berupa standar operasional mesin. Fasilitas yang tersedia berupa TL 40 watt sebanyak 96 buah,

exhaust fan diameter 30 cm ( 10 buah setiap lantai ), kipas angin dengan diameter 30 cm ( 10

buah setiap lantai ), penyediaan sarana air minum ( 2 buah setiap lantai )

Proses Pembuatan Interlining

Pembuatan interlining terdiri dari proses pembuatan pola kerah dengan mesin plong ( 1

pekerja ), perekatan sementara dengan solder ( 8 pekerja ), dan penempelan kerah ke kain bahan

dengan mesin press ( 4 pekerja ).

Proses pertama, yakni pembuatan pola kerah dengan mesin plong mempunyai berbagai

bahaya potensial yaitu fisika, ergonomi dan psikologi. Bahaya potensial fisika yaitu debu dari

kain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara yang terbatas, bising, panas dan listrik

dari mesin plong. Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama dan setengah

membungkuk, ruang gerak yang sempit, dan gerakan repetitif mengangkat benda berat.

Sedangkan bahaya potensial psikologi adalah stres akan bahaya yang mungkin timbul dari mesin

plong.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal akibat

posisi ergonomi yang salah, dehidrasi karena suasana yang panas disekitar mesin, gangguan

pendengaran karena bising yang dihasilkan oleh mesin plong, dan varises tungkai akibat posisi

berdiri yang lama selama bekerja. Kecelakaan kerja yang mungkin timbul adalah jari dan tangan

tergores, terjepit, terpotong, dan tesengat listrik mesin plong.

Proses berikutnya adalah perekatan sementara dengan solder. Proses ini memiliki bahaya

potensial yang serupa dengan proses sebelumnya. Bahaya potensial fisika berupa panasdan listrik

yang dihasilkan oleh alat solder. Bahaya potensial kimia adalah dari debu kain alami dan sintetik.

Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama, dan posisi setangah membungkuk.

16

Page 17: BAB 1-III

Bahaya psikologi adalah stres akan bahaya yang ditimbulkan alat solder. Berikutnya adalah

proses penempelan kerah ke kain bahan dengan mesin press. Bahaya potensial fisika adalah

panas yang dihasilkan oleh mesin press yaitu sekitar 1600 C dan listrik dari mesin press. Bahaya

kimia berasal dari debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri

lama, posisi setengah membungkuk, dan gerakan repetitif memasukan dan mengambil kerah dari

mesin press. Dan bahaya potensial psikologi yang terjadi adalah stres akibat panas yang

ditimbulkan mesin press dan bahaya mesin press.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin dan exhaust fan

untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana

air minum. Alat pelindung yang digunakan oleh pekerja adalah sarung tangan, sebagian

menggunakan masker. Dilingkungan sekitar pekerja terdapat Exhaust fan dengan diameter 30 cm

sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, dan

penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai untuk mengatasi dehidrasi.

Kemudian terdapat standar operasional yang tertempel di mesin plong, dan mesin press.

Proses Sewing

Proses sewing terdiri dari kurang lebih 100 pekerja. Proses ini memiliki bahaya potensial

fisika meliputi sirkulasi udara yang terbatas akibat banyaknya pekerja dan kurangnya ventilasi,

bising dan vibrasi yang berasal dari mesin jahit, debu kain alami dan sintetik dan listrik dari

mesin jahit. Bahaya potensial kimia berasal dari etanol dan pelarut benzene. Bahaya potensial

ergonomi yang ada adalah posisi duduk lama dengan posisi badan setengah membungkuk, posisi

kepala menunduk saat menjahit, gerakan repetitif kaki menginak pedal mesin jahit, gerakan

repetitif tangan menarik dan mendorong kain, dan posisi jari tangan yang menekan selama

menjahit karena memerlukan presisi yang baik, dan ruang gerak yang terbatas. Sedangkan

bahaya potensial psikologi yang dapat terjadi adalah stres akibat tuntutan ketelitian dan

konsentrasi yang tinggi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, low back pain,

dehidrasi, carpal tunner syndrome, dermatitis kontak iritan dan kelelahan pada mata. Resiko

kecelakaan kerja yang dapat timbul berupa tangan tertusuk jarum mesin jahit, tangan tersengat

listrik dari mesin jahit dan terjatuh dari kursi.

17

Page 18: BAB 1-III

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa

masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk

memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyedia sarana air

minum. Alat pelindung diri yang di gunakan adalah masker dan penutup kepala yang terbuat dari

kain, namun sebagian kecil pekerja tidak menggunakan masker. Sarana yang disediakan adalah

exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm

sebanyak 10 buah setiap lantai, dan penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai.

Selain itu terdapat standar operasional mesin ada dan tertempel pada mesin dan terdapat aturan

penjahitan merk pakaian.

Proses Finishing

Proses Finishing dengan mesin kebut oleh 1 pekerja. Bahaya potensial fisika berupa

bising, vibrasi dan listrik dari mesin kebut, debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial

ergonomi berupa posisi berdiri lama, gerakan yang repetitif, dan posisi tangan terangkat 900.

Bahaya potensial psikologi dapat berupa kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti

shify. Gangguan kesehatan yang dapat timbul berupa gangguan musculoskeletal, dehidrasi, low

back pain, dan gangguan penglihatan berupa penurunan visus dan kelelahan mata. Resiko

kecelakaan kerja yang ada berupa tangan tersetrum listrik mesin kebut, dan tangan tertusuk

jarum.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pelindung diri berupa masker,

penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan dan fasilitas seperti kipas angin atau

exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan

penyediaan sarana air minum. Sarana yang disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm

sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap

lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat standar operasional

untuk mengoperasikan mesin kebut.

Proses Quality control Pakaian Jadi

Proses Quality control pakaian jadi sebanyak 2 pekerja. Bahaya potensial fisika berupa

pencahayaan dan debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi berupa gerakan

repetitif tangan memegang dan memeriksa pakaian, posisi berdiri lama, posisi kepala dan

punggung membungkuk lama. Dari segi psikologi, bahaya potensial yang ada berupa kebosanan

18

Page 19: BAB 1-III

karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift dan stres yang mungkin timbul. Gangguan

kesehatan yang mungkin timbul berupa gangguan musculoskeletal, dehidrasi, low back pain dan

upper back pain, varises tungkai, dan keluhan otot mata. Tidak ada resiko kecelakaan kerja yang

ada pada tahap ini.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa maker, penutup kepala, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk

memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air

minum. Hanya sebagian pekerja yang menggunakan masker dan penutup kepala. Sarana yang

disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin

dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2

buah setiap lantai. Terdapat checklist untuk menilai dalam proses quality control.

Proses Ironing

Proses Ironing pakaian jadi terdiri dari 8 pekerja, mempunyai bahasa potensial berupa

fisika, kimia, ergonomi, dan psikologi. Bahaya potensial fisika adalah suhu panas, sirkulasi udara

terbatas, listrik, debu kain alami dan sintetik, dan kelembapan. Bahaya potensial kimia berupa

etanol dan pelarut benzene sebagai pembersih. Bahaya potensial ergonomi adalah gerakan

repetitif menarik dan mendorong lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi

membungkuk lama, posisi kepala menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit. Dari segi

psikologi, bahaya potensial yang ada adalah kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti

shift, dan stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal,

dehidrasi, tension typ headache, dan low back pain. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin

terjadi adalah tangan terkena luka bakar akibat setrika listrik.

Upaya yang harusnya dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, serta sarung tangan kain dan fasilitas seperti kipas angin atau

exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan

penyediaan sarana air minum. Alat pelindung diri yang digunakan adalah sarung tangan dan

masker kain, semua pekerja menggunakan APD ini. Sarana yang disediakan adalah lampu,

exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm

sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai.

Terdapat standar operasional dalam proses ironing.

19

Page 20: BAB 1-III

Proses Packing

Proses packing, terdiri dari 8 pekerja. Bahaya potensial fisika meliputi panas dan debu

kain sintetik dan alami. Bahaya potensial kimia meliputi bahan pembersih yaitu etanol dan

pelarut benzene. Bahaya potensial ergonomi meliputi gerakan repetitif memasukan pakaian

kedalam plastik, gerakan repetitif membungkuk saat memasukan pakaian yang sudah terkemas

ke dalam kardus, posisi berdiri lama, gerakan repetitif mengangkat beban hasil produksi dari

membungkuk sampai berdiri. Bahaya potensial psikologi yang dapat timbul berupa kebosanan

karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift, dan stres sebagai bahaya potensial psikologi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, seperti low

back pain dan upper back pain, dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang dapat

timbul adalah terjatuh saat mengangkat dan memindahkan beban. Upaya yang harusnya

dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker kain dan fasilitas

seprti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan

yang cukup dan penyediaan sarana air minum.

Alat pelindung diri yang disediakan adalah masker kain. Sarana yang disediakan adalah

lampu, exhaust fan, kipas angin, dan penyediaan sarana air minum. Terdapat aturan pelipatan

dan tampilan produk dan aturan alur barang produksi setelah packing.

20

Page 21: BAB 1-III

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

3.1.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan tanpa

kecelakaan, memberikan suasana atau lingkungan kerja yang aman sehingga dapat dicapai hasil

yang menguntungkan dan bebas dari segala macam bahaya. 5

Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran

beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat

kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun social dengan usaha preventif atau

kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan

lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. 5

Menurut Mangkunegara (2002, p.163), Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun

rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya

untuk menuju masyarakat adil dan makmur. 2

Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman

baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik

atau tempat kerja tersebut.2

Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan di perusahaan,

maka manajemen perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di setiap unit kerja yang ada.

Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 pada BAB

III pasal 4 bahwa perusahaan wajib mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja program

Keselamatan dan Kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.6

21

Page 22: BAB 1-III

3.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan keselamatan kerja7

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien

4. Mencegah atau mengurangi cacat tetap

5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat

kerja, mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi dan sebagainya.

6. Meningkatkan produktifitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin

kehidupan produktifnya

7. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber-sumber produksi

lainnya sewaktu kerja dan sebagainya

8. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat

menimbulkan kegembiraan semangat kerja

9. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi, industri serta

pembangunan

Tujuan kesehatan kerja yaitu : 5

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan kerja

2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan

kerja atau pekerjaannya.

3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental, dan pendidikan atau

keterampilannya.

4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Hakikat dan tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu bahwa faktor K3

berpengaruh langsung terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap

efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap efisiensi produksi dari suau

perusahaan industri sehingga dengan demikian mempengaruhi tingkat pencapaian

produktifitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3 adalah untuk melindungi para tenaga kerja

atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang

22

Page 23: BAB 1-III

sehat dan produktif sehingga upaya pencapaian produktifitas yang semaksimalnya dari suatu

perusahaan industry dapat lebih terjamin.8

3.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Istilah system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) disrtikan secara

beragam, definisi dari kode ILO (1997;15), ‘’ Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja adalah struktur, tanggung jawab, praktek dan prosedur sumberdaya perusahaan untuk

menerapkan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja’’. 5

Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI (1996;2) adalah : ‘’bagian dari system

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,

pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,

penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan

kerja guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 5

Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu system K3 di tempat kerja dengan

melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat

yang aman, efisien dan produktif. 5

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan

atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi

yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan

penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3. 5

Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola ‘total loss control’ yaitu suatu kebijakan untuk

menghindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personil di perusahaan dan lingkungan

melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan,

proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu

planning, do, check, dan improvement. 8

SMK3 terdiri dari 5 prinsip dasar dan 12 elemen : 9

Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah :

1. Penetapan kebijakan K3 

2. Perencanaan penerapan K3

23

Page 24: BAB 1-III

3. Penerapan K3

4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3

5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara

berkesinambungan

Elemen-elemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 9

1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen

2. Pendokumentasian strategi

3. Peninjauan ulang desain dan kontrak

4. Pengendalian dokumen

5. Pembelian

6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3

7. Standar pemantauan

8. Pelaporan dan perbaikan

9. Pengelolaan material dan perpindahannya

10. Pengumpulan dan penggunaan data

11. Audit SMK3

12. Pengembangan kemampuan dan ketrampilan

Pedoman penerapan SMK3 secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : 9

1. Komitmen dan kebijakan

    1.1.  Kepemimpinan dan komitmen

24

Page 25: BAB 1-III

organisasi K3

menyediakan anggaran, SDM dan sarana

penetapan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban

perencanaan K3

melakukan penilaian

     1.2. Tinjauan awal K3

identifikasi kondisi dan sumber bahaya

pengetahuan dan peraturan perundangan K3

membandingkan penerapan

meninjau sebab akibat

efisiensi dan efektifitas sistem

2. Perencanaan

    2.1. Manajemen Resiko

    2.2. Peraturan perundangan

    2.3. Tujuan dan sasaran  :

dapat diukur

indikator pengukuran

sasaran pencapaian

jangka waktu pencapaian

    2.4. Indikator Kinerja25

Page 26: BAB 1-III

    2.5. Perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung

3. Penerapan

    3.1. Jaminan kemampuan

SDM, sarana dan dana

integrasi

tanggung jawab dan tanggung gugat 

konsultansi, motivasi dan kesadaran

pelatihan dan kompetensi kerja

    3.2. Kegiatan pendukung

komunikasi

pelaporan

pendokumentasian

pengendalian dokumen

pencatatan dan manajemen informasi

    3.3. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko

manajemen resiko

perencanaan (design) dan rekayasa

pengendalian administratif

tinjauan kontrak

pembelian

prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana26

Page 27: BAB 1-III

prosedur menghadapi insiden

prosedur rencana pemulihan keadaan darurat  

3.3 Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performa) setiap pekerja merupakan resulatan dari tiga komponen kesehatan

kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat menjadi beban

tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat dicapai suatu derajat

kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat

ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun

kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. 10

1.Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari

beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori

protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekuramgan zat besi tanpa anemia. Kondisi

kesehata seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas

yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian

besar masih diisi oleh pekerja yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam

melakukan tugasnya mingkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK

dan kecelakaan kerja. 10

2.Beban Kerja

Pola kerja yang berubah – ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat

terjadinya perubahan pada bioritmik ( irama tubuh ). Faktor lain yang turut memperberat beban

kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan social bagi pekerja yang masih relative rendah, hingga

pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secar berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan stress. 10

3.Lingkungan Kerja

Lingkunagan Kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja,

dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja ( Occupational Accident), Penyakit A kibat K erja dan

Pernyakit Akibat Hubungan Kerja ( Occupational Disease & Work Related Diseases). 10

27

Page 28: BAB 1-III

Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang Ditimbulkan

Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh

pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilimiah

tentang bagaimana bahaya – bahaya kesehatan berperan dan usaha – usaha untuk mencegahnya.10

Untuk mengatasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah identifikasi

bahaya yang timbul, kemudian dievaluasi, dan dilakukan pengendalian. Untuk mengantisipasi

dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkunagan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni :

1. Pengenalan lingkungan kerja .

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (

walk through inspection) , dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama

dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.

2. Evaluasi lingkungan kerja.

Merupakan tahap penilaian larakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang

mungkin timbul sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi

permasalahan.

3. Pengendalian lingkungan kerja.

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan

yang berbahaya di lingkungan kerja . Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan

evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lungkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat

dicapai dengan teknologi pengendalian yangadekuat umtuk mencegah efek kesehatan

yang merugikan di kalangan para pekerja.

Ada dua jenis pengendalian lingkungan kerja, yaitu pengendalian lingkungan

( enviromental Control Measures) berupa penggunan alat pelindung perorangan,

pembatas waktu lamanya pekerja terpajan terhadap bahaya potensial, serta keberhasilan

perorangan dan pakaiannya.

3.4 Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

3.4.1 Pengertian

Pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan pada masyarakat

pekerja secra minimal dan paripurna oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.11

3.4.2 Tujuan

28

Page 29: BAB 1-III

Tujuan diselenggarakan pelayanan kesehatan kerja dasar pada masyarakat pekerja adalah

untuk menigkatkan produktivitas kerja masyarakat pekerja, dan terciptanya kondisi kerja yang

aman, sehat dan produktif tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya. 11

3.4.3 Ruang Lingkup

Pelayanan kesehatan kerja dasar mencakup upaya pelayanan paripurna (peningkatan

kesehatan kerja, pencegahan dan penyembuhan PAK & PAHK serta pemulihan PAK & PAHK)

yang meliputi : 11

1. Pemeriksaan dan seleksi kesehatan calon pekerja

2. Peningkatan mutu dan kondisi tempat kerja

3. Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja

4. Pemeliharaan kesehatan , konseling dan rehabilitasi medis

5. Pembentukan dan pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan kesehatan

kerja.

3.4.4 Insitusi Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

Suatu lembaga yang terlibat dalam memberkan pelayanan kesehatan kerja dasar yang

meliputi : Pos UKK, Poliklinik Perusahaan dan Puskesmas. Poliklinik Perusahaan merupakan

bagian yang sangat penting karena secara structural merupakan bagian dari perusahaan dan

bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan dan Puskesmas. 11

3.4.5 Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja

Jenis pelayananan Kesehatan Kerja dan pelayanan minimal yang diberikan dapat dilihat

pada table 3.1

Tabel 3.1 Pelayananan minimal kesehatan kerja

Jenis Pelayananan Pelayanan Minimal Kesehatan Kerja

Promotif Konsultasi

Penyuluhan tentang SOP kerja, risiko pekerjaan dan

pencegahannya, hygiene, dan pemakaian APD.

Prilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam bekerja

Inventarisasi pekerjaan agar dapat mengetahui ridiko yang

29

Page 30: BAB 1-III

mungkin timbul

Memberikan masukan tentang kesehatan kerja pada

manajemen

Promosi kesehata umum

Sanitasi industry, good house keeping dan potensi risiko di

tempat kerja

Identifikasi, penillaian dan control terhadap risiko

Pelatihan P3K

Pencatatan dan pelaporan

Preventif Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di tempat

kerja

Merekonebdasikan perbaikan lingkungan kerja

Penyediaan contoh dan penggunaan APD

Pemeriksaan kesehatan : sebelum kerja, pemeriksaan berkala

dan pemerikasaan khusus

Prosedur tanggap darurat

Pemantauan kondisi tempat kerja

Surveilans PAK, PAHK, KK dan penyakit umum

Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan kantin

Pencatatan dan pelaporan

Kuratif Penyakit umum, PAK, PAHK, dan KK

Klinik gawat darurat

Deteksi dini PAK, PAHK, dan KK

Melakukan upaya rujukan

Pencatatan dan pelaporan

Rehabilitatif Melakukan evaluasi tingkat kecacatan pekerja

Rekomendasi terhadap penempatan kembali pekerja susai

kemampuannya

30

Page 31: BAB 1-III

Pencatatan dan pelaporan

3.5 Manajemen Risiko

Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya

utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi dan

meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi. Sekedar

mengetahui dan memahami tujuan yang akan dicapai, tanpa melaksanakan tindakan nyata dalam

aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja, bukan merupakan cara

yang tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat kerja.12

Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya

sangat dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi. Berbagai

pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan

misalnya: 12

a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali

manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak

semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.

b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini

merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat

kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko.

c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi

sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran

positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.

Aspek ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan

penerapan manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan

kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian aset, biaya premi asuransi, moral kerja

dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas. Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian

31

Page 32: BAB 1-III

penerapan peraturan perundang undangan yang tercermin pada segi kemanusiaan, kesejahteraan

dan kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang dilaksanakan

melalui partisipasi pihak terkait. 12

Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif risiko

yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia, material, mesin,

metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi

bahaya serta risiko dalam proses produksi melalui aktivitas : 12

a. Identifikasi potensi bahaya

b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya

c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian

d. Penerapan teknologi pengendalian

e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya

3.6 Potensi Bahaya dan Risiko

Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai

kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan. 12

Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan

dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa : 12

Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu

Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat

Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus

Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja

Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan

Listrik dan sumber energi lainnya

Mesin, peralatan kerja, pesawat

32

Page 33: BAB 1-III

Kebakaran, peledakan, kebocoran

Tata rumah tangga (house keeping)

Sistem Manajemen peusahaan

Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi

Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang

mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya,

tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling

berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan

tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. 12

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi : 12

1. Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar

perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan

lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai

dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis

pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam

sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat

umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah

melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan,

proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat

pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4. Identifikasi potensi bahaya

33

Page 34: BAB 1-III

Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,

misalnya melalui :

inspeksi / survei tempat kerja rutin

informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi

laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau

keluhan pekerja

lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)

dan lain sebagainya

Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk

memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya

tersebut menjadi suatu risiko.

5. Mencari informasi / data potensi bahaya

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk

teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.

6. Analisis Risiko

Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,

frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut

dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi,

namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

7. Evaluasi risiko

Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat

menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan

dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap

analisis dan evaluasi risiko.

8. Menentukan langkah pengendalian

34

Page 35: BAB 1-III

Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan

kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang

dipilih dari berbagai cara seperti :

a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,

pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan

dengan risiko

c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan

berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai

dengan kebutuhan.

9. Menyusun pencatatan / pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai

bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi

yang ada.

10. Mengkaji ulang penelitian

Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat

perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan

sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

3.7 Debu

3.7.1 Pengertian debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering di sebut sebagai partikel yang melayang di

udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500

mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out

35

Page 36: BAB 1-III

Door Pollution) debu sering dijadikan sebagai salah satu indikator pencemaran yang di gunakan

untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan

keselamatan kerja. 13

Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan

melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain

dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata

dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel

yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk

yang relatif berbeda beda. 13

3.7.2 Macam-macam debu

Dari sifatnya debu dikategorikan pada : 13

Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi

bumi.

Sifat permukaan basah, sifatnya selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.

Sifat penggumpalan, karena sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya

cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi

dan adanya turbulensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.

Debu listrik statik, debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain

yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya

gumpalan.

Sifat opsis, partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang terlihat

dalam kamar gelap.

Dari macam nya debu juga dapat dikelompokan kedalam : 13

Debu organic (debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya)

Debu mineral (merupakan senyawa kompleks : SiO2,SiO3, arang batu dan lain-lain)

36

Page 37: BAB 1-III

Debu metal (debu yang mengandung unsurlogam : Pb, Hg, Cd, Arsen, dan lain-lain)

Dari segi karakter zatnya debu terdiri atas : 13

Debu fisik (debu tanah, batu, mineral, fiber)

Debu kimia (mineral organik dan inorganik)

Debu biologis (virus, bakteri, kista)

Debu radioaktif (butiran cairan dan zat padat yang jatuh dari atmosfer ke permukaan

tanah yang bersifat radioaktif, baik karena atomnya radioaktif maupun karena melarutkan

atau menyerap zat-zat radioaktif, bahan radioaktif ini dapat berasal dari bom atom,

percobaan nuklir di angkasa, dan ledakan pada permukaan tanah (disengaja maupun

kecelakaan)yang dibawa angina ke atmosfer )

Berdasarkan kerusakan yang terjdai pada jaringan paru maka debu dibedakan menjadi : 13

Debu fibrinogenik,debu yang menimbulkan reaksi jaringan parut (fibrosis) menimbulkan

pneumoconiosis kolagen seperti batubara, silica dan asbes.

Debu nonfibrinogenik, debu yang tidak menimbulkan reaksi jaringan, menimbulkan

reaksi jaringan menimbulkan pneumoconiosis non kolagen. Pada awalnya debu ini

dianggap tidak merusak dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dan disebut debu

inert, tetapi kini diketahui dalam dosis besar semua debu akan bersifat merangsang dan

menimbulkan reaksi walaupun ringan berupa produksi lendir yang berlebih dan lama

kelamaan dapat menyebabkan hipertrofi kelenjar mucus dan terbentuknya jaringanan ikat

retikulin

3.7.3Ambang batas debu

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan

dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut : 13

5-10 mikron : akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas

3-5 mikron : akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah37

Page 38: BAB 1-III

1-3 mikron : sampai dipermukaan alveoli

0,5-0,1 mikron : hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan

vibrosis paru

0,1-0,5 mikron: melayang dipermukaan alveoli

Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakan adalah berukuran 0,1-5

atau 10 mikron. Depkes mengisaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1

sampai 10 mikron. 13

3.7.4 Penyakit akibat debu

Tingkat pajanan ditentukan oleh banyaknya partikel yang tertimbun di dalam saluran

napas, lamanya waktu pajanan dan kadar debu rata-rata di udara lingkungan kerjanya. Untuk

pekerja yang diperhitungkan adalah masa kerja dan kadar debu rata-rata di udara lingkungan

kerja. Kadar tersebut adalah yang benar-benar mewakili kadar debu yang memajani lingkungan

kerjanya. Selama bekerja sepanjang hari. Oleh karena itu, waktu pengambilan sampel dilakukan

selama 8 jam kerja atau satu shift. Karena mungkin saja dalam bekerja seseorang pekerja

berpindah-pindah tempat yang kadar debunya berbeda-beda maka untuk mendapatkan kadar

debu rata-rata yang lebih representatif digunakan personaI dust sampler yang dapat dibawa

kemana-mana. 14

Mekanisme perlindungan saluran napas terhadap kontaminan adalah sebagai berikut : 14

a. Meningkatkan aktivitas sel rambut dengan menambah volume dan atau kekentalan

sekret.

b. Reflek batuk. Secara mekanik partikel yang masuk bersama udara harus melalui

beberapa saringan antara lain hidung, nasofaring, dan saluran napas bagian bawah

yaitu bronkus dan bronkioli. Pada otot polos bronkus terjadi bronkhokonstriksi bila

38

Page 39: BAB 1-III

ada iritasi mekanika atau bahan kimia. Bila rangsang berlebihan dapat terjadi bersin

atau batuk untuk mengeluarkan benda asing dan salurari napas atau bronkus utama.

c. Mempersempit lumen. Apabila udara lingkungan sangat kotor sehingga melampaui

kemampuan mekanisme pembersihan saluran napas maka saluran napas tidak

sepenuhnya terlindungi. Akibatnya terjadi reaksi saluran napas yang berlebihan dan

kemudian terjadi obstruksi saluran napas akut. Sedangkan bila terjadi peningkatan

reaksi dan obstruksi terjadi berulang-ulang maka terjadi perubahan struktur dan

penurunan fungsi saluran napas permanen yang menimbulkan obstruksi saluran napas

menahun di beberapa tempat kerja.

Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu

industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis, silikosis,

asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja

terbagi 3 bagian yaitu : 14

1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain

worker’s disease), debu kayu.

2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (Silikosis), debu asbes

(asbestosis), debu timah (Stannosis).

3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi

kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).

Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik

dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah lanjut. 14

Tanda-Tanda Dan Gejala Gangguan Pernafasan

Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu : 14

1. Gejala Lokal

a. Batuk

39

Page 40: BAB 1-III

Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan. Batuk bisa

bersifat kering atau basah tergantung dari pada produksi sekrit.

b. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun

pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun

penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.

c. Pengeluaran Dahak

Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran

nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100

ml per hari.

d. Batuk Darah

Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.

e. Nyeri Dada

Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paru-

paru adalah akibat radang pleura.

2. Gejala Umum

Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga

gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa

lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998). Masalah pernafasan pada

pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti

batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa. 14

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru

Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:14

1. Faktor debu itu sendiri

40

Page 41: BAB 1-III

Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan

faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama

pajanan, dan kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air,

bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut

tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli.

Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan

keracunan. Jenis debu ada dua (2) macam yaitu debu organik ( debu padi/ kulit padi), dan debu

anorganik (debu yang berasal dari mesin penggilingan padi).

2. Masa kerja

Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu

tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki

resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu

akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan.

Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan.

Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk

karena adanya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada

kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas.

3.Umur

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap

gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk

dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),

mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin

bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil

penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan

gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan

kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi

kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh,

41

Page 42: BAB 1-III

aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.

Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini

akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

Mekanisme Patofisiologi Penyakit Paru Akibat Debu Tekstil

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk –batuk atau spasme laring

(penghentian bernafas). Kalau zat – zat ini menembus kedalam paru – paru, dapat terjadi

bronkhitis toksik, edema paru – paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap

paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatan sekresi mukus, suatu mekanisme yang khas

pada bronkhitis dan juga terlihat pada perokok tembakau.15

Partikel – pertikel debu dan aerosol yang berdiameter lebih dari 15 mm tersaring keluar

pada saluran nafas bagian atas. Partikel 5 – 15 m m tertangkap pada mukosa saluran yang lebih

rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya ditelan. Bila partikel ini

mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat – zat yang merangsang respon imun dapat timbul

penyakit pernafasan seperti bronkhitis. Partikel – partikel berukuran 0,5 dan 5 m m (debu yang

ikut dengan pernafasan) dapat melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran

nafas terminal serta alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel – sel scavenger

(makrofag) dan dihantarkan pulang kembali ke system mukosiliar atau ke system limfatik.

Partikel berdiameter kurang dari 0,5 m m mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak

diretensi. 15

Partikel – partikel panjang dan serat yang diameternya dari 3 m m dengan panjang

sampai 100 m m dapat mencapai saluran nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh

makrofag ; akan tetapi partikel ini mukin pula ditelan lebih dari satu makrofag dan dibungkus

dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan – badan besar “asbes” yang khas. 15

Mikroorganisme patogen yang mampu bertahan terhadap fagositesis

Partikel – partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag

yang menelannya sehingga terhambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.

Partikel – partikel organik yang merangsang respons imun.

Kelebihan beban system akibat terus – menerus terhadap debu respirasi berkadar

tinggi yang menumpuk disekitar saluran nafas terminal.

42

Page 43: BAB 1-III

Stimulasi saluran nafas yang berulang (bahkan mugkin juga oleh partikel - partikel inert).

Menyebabkan penebalan dinding bronkus, meningkatan sekresi mukus, merendahkan

hiperaktivitas bronkus dan batuk meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan

gejala – gajala asmatik. Debu – debu organik (dan beberapa zat kimia seperti isosianat dan

platinum) dapat merangsang suatu respons imun dengan penyempitan saluran nafas yang

reversibel (segera atau tertunda), namun kadang – kadang menyebabkan penyempitan menetap

pada individu yang rentan. Daerah perifer paru – paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik. 15

Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru – paru dibersihkan sebagian dan

diendapkan pada kelenjar – kelenjar limfe hilus. Disana partikel – partikel tersebut merangsang

reaksi jaringan, penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar – kelenjar tersebut.

Drainase limfatik tersumbat, sehingga partikel – partikel pada paparan lebih lanjut akan

menumpuk di dekat kelenjar – kelenjar yang berparut tersebut , dan secara progressif

memperbesar daerah parut. Trombosis vaskular pada system limfatik perivaskular dan nekrosis

paru berakibat fibrosis progresif septa dan kekakuan paru-paru. Pembentukan jaringan parut

dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru – paru yang tersisa, ventilasi tidak

merata dan tipe empisema tertentu. 15

3.7.5 Bisinosis

Pengertian

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran

debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas

atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan

dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil;

seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya. 14

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal

penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu

hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita

penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat

adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis.

43

Page 44: BAB 1-III

Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan

penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema. 14

Klasifikasi derajat penyakit

Menurut berat-ringannya gejala, Bisinosis dikelompokkan sebagai berikut: 14

Derajat 0 : Tidak ada gejala bisinosis

Derajat ½ : Kadang kadang rasa dada tertekan pada hari pertama minggu kerja

Derajat 1 : Perasaan dada tertekan pada setiap hari pertama mlnggu kerja

Derajat 2 : Perasaan dada tertekan terjadi pada hari pertama dan hari-hari

selanjutnya

Derajat 3 : Gejala pada derajat 2 ditambah dengan berkurangnya toleransi terhadap

aktivitas secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi.

Patofisiologi

Hubungan sebab akibat yang pasti dan bisinosis belum diketahui. Namun, dari berbagai

teori para ahli, diperkirakan akibat dari bisinosis adalah sebagai berikut, pertama, ada efek

mekanis debu kapas yang terhirup masuk kedalam paru-paru, kedua, penyebab bisinosis justru

bukan serat kapas itu sendiri, melainkan kontaminasi yang ada padanya dan berpengaruh pada

pernafasan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara bakteri

dengan endotoksin dan gangguan pernafasan pada pekerja pabñk tekstil. Bakteri yang sering

ditemukan adalah golongan Enterobacter aglomerans, Pse1oimonas syringae, Pseudomonas

stusieril, dan lain-lain. Teori lain, berbagai keluhan pada bisinosis dianggap terjadi karena

adanya pelepasan zat histamin. Jadi, bisinosis lebih merupakan reaksi alergi terhadap debu

kapas. Ada juga yang menghubungkannya dengan reaksi psikis dan pekerja pabrik tekstil.

Kesemuanya itu akan mengakibatkan penyempitan saluran pemafasan dan terjadilah sesak

nafas.14

Pencegahan

44

Page 45: BAB 1-III

Upaya pencegahan dapat dilakukan baik terhadap bahan dan lingkungan kerja maupun

tenaga kerjanya sendiri. 14

a. Terhadap lingkungan kerja

Dapat dibuat ventilasi umum dengan menghisap udara keluar. Meniup atau

membersihkan lantai dengan sapu sebaiknya tidak dilakukan, karena akan memperberat

pencemaran. Pembersihan mesin sebaiknya menggunakan pompa hampa udara, jadi

bukan secara mekanis.

b. Terhadap bahan kapas

Sebaiknya dilakukan pemasakan (steaming) kapas, untuk mengurai efek biologis dan

debu kapas. Pencucian kapas sebelum proses pembuatan tekstil akan mengurangi

pencemaran debu kapas di lingkungan kerja. Pengolahan ulang kapas menggunakan

autoclave juga dianggap berperan mencegah penyakit ini.

c. Terhadap pekerja

Dilakukan pemeriksaan secara berkala. Bagi mereka yang mulai mengeluhkan gejala

bisinosis, sebaiknya dipertimbangkan untuk dipindahkan ke bagian lain yang bebas

pencemaran debu kapas.

d. Alat pelindung diri

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap

bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang

dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang

ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem

pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik

yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker,

baik yang terbuat dari kain atau kertas wol.

e. Pengobatan

45

Page 46: BAB 1-III

Prinsip pengobatan yang paling penting adalah menghindari pajanan terhadap sumber

debu. Beberapa pekerja mungkin harus pindah ke bagian lain atau keluar mencari

pekerjaan lain. Obat yang dapat diberikan adalah golongan bronkhodilator dan

kortikosteroid. Pada kasus bisinosis yang berat, selain pengobatan diatas penatalaksanaan

bisinosis juga didukung oleh terapi oksigen, pemberian nebulizer, dan berhenti merokok,

program olahraga.

46