BAB 1-III
-
Upload
tukanglari -
Category
Documents
-
view
131 -
download
13
Transcript of BAB 1-III
![Page 1: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting
sebagai pelaku dan tujuan pembangunan Oleh karena itu diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin
hak- hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.1
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam
sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja
sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan
tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan
produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini bukan
sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi
oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat ini keselamatan dan kesehatan kerja
bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap para pekerja
dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan. 2
Untuk menghindari serta memperkecil kecelakaan dan penyakit akibat kerja, diperlukan
upaya-upaya pencegahan yang tepat dengan mengenal bahaya potensial yang ada dilingkungan
tempat kerja. Oleh karena itu,ditetapkan perundang-undangan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), yang merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau
menghilangkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Diharapkan dengan adanya
1
![Page 2: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/2.jpg)
pelaksanaan K3 tersebut dapat terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja bagi seluruh
tenaga kerja. 2
Namun pada kenyataannya,ratusan tenaga kerja diseluruh dunia saat ini bekerja pada
kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut data
International Labor Organitation (ILO) pada yang diterbitkan dalam peringatan Hari
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Se-dunia pada 28 April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih
dari 2 juta orang yang meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta
orang menderita penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja
pertahun di seluruh dunia. Sedangkan menurut data Kemenakertrans, angka kecelakaan kerja
pada tahun 2009 mencapai 96.513 kasus, sedangkan pada semester I tahun 2010 angka
kecelakaan kerja mencapai 53.267 kasus. Hampir 70 % kecelakaan kerja didominasi kecelakaan
di jalan raya saat pergi maupun pulang dari tempat kerja. Setiap tahun ditargetkan angka
kecelakaan kerja 50 % lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. 2
Namun besarnya angka diatas tidak ditunjang oleh pelayanan kesehatan yang memadai
dari sektor industri. Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan hanya 5-10 %
pekerja di Negara berkembang dan 20-50% pekerja di Negara industri yang mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai. Padahal pelayanan kesehatan yang baik
dapat mengurangi dampak industri terhadap sumber daya manusia. Salah satu dampak yang
menjadi perhatian adalah bahaya debu kain yang di timbulkan oleh lingkungan kerja terhadap
kesehatan. 2
Di antara gangguan akibat lingkungan kerja debu merupakan salah satu sumber gangguan
yang tak dapat di abaikan. Dalam kondisi tertentu, debu dapat menyebabkan pengurangan
kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat meninbulkan
keracunan umum. Bila debu terinhalasi selama bekerja dan terus menerus dapat menyebabkan
kerusakan dan fibrosis paru. Fibrosis paru mengakibatkan berkurangnya elastisitas dalam
menampung udara dan kemampuan mengikat O2 sehingga kapasitas fungsi paru mengalami
penurunan. Akibatnya, terjadi penurunan daya kerja yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja.3
Gangguan fungsi paru akibat paparan pencemaran partikel debu dapat berupa restriksik
dan obstruksi atau keduanya. Gejala-gejala antara lain batuk kering, sesak nafas, kelelahan
umum, banyak dahak dan lain-lain. Pemaparan debu mineral di ketahui dapat menimbulkan
2
![Page 3: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/3.jpg)
perubahan khas dalam mekanik pernafasan dan volume paru dengan pola restriksik. Sedangkan
pemaparan debu organik dapat menimbulkan asma dengan pola kerja obstruksi dan
kemungkinan reversible.3
Debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari: 4
1) Solubility
2) Komposisi kimia debu
Inert dust
Poliferatif dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis.
Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu
fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis.
Contohnya: debu silica, asbestosis, kapas, berilium, dan sebagainya.
Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust
3) Konsentrasi debu : Semakin tinggi konsentrasi debu di ruangan kerja, maka semakin besar
kemungkinan keracunannya.
4) Ukuran partikel debu : Ukuran partikel besar akan ditangkap oleh saluran napas bagian atas
Nilai Ambang Batas menurut milos (1991) adalah konsentrasi dari zat, uap dan gas dalam
udara yang dapat di hirup dalam 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yang hampir semua tenaga
kerja dapat terpajan berulang kali sehari-hari dalam melakukan pekerjaan tanpa gangguan
kesehatan yang berarti. Kualitas udara di lingkungan kerja berdasarkan Surat keputusan
MENNAKER No SE. 01/MEN/1997 tentang nilai ambang batas tentang faktor kimia di tempat
kerja adalah 3mg/m3. Apabila kadar debu sudah melebihi NAB akan berpengaruh terhadap
kesehatan. Oleh karena itu debu merupakan salah satu bentuk bahaya okupasi yang tidak boleh
dianggap remeh. 4
1.2 Masalah
Terdapat bahaya potensial yang dapat mengganggu kesehatan pekerja PT.Bina Busana
Internusa.
1.3 Tujuan
3
![Page 4: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/4.jpg)
1.3.1.Tujuan Umum
Dapat diketahui dan dipahaminya kinerja program K3 di PT.Bina Busana Internusa.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Teridentifikasi alur produksi di PT.Bina Busana Internusa
2. Teridentifikasi bahaya potensial dan resiko kecelakaan kerja, serta diketahuinya
bahaya potensial yang dominan di PT.Bina Busana Internusa.
3. Teridentifikasi masalah akibat debu kain di lingkungan kerja.
4. Diketahui masalah dalam pelaksanaan program K3 di PT.Bina Busana Internusa
5. Diketahui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi
masalah yang ada akibat bahaya potensial debu kain yang di temukan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa
1. Meningkatkan pengetahuan tentang kedokteran kerja.
2. Mengetahui tentang masalah bahaya potensial di lingkungan kerja dan penggunaan
alat pelindung diri.
1.4.2 Manfaat bagi perusahaan
Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegahan timbulnya
kecelakaan atau gangguan akibat bahaya potensial bising di lingkungan kerja.
1.4.3 Manfaat bagi universitas
1. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” dalam pengabdian dalam masyarakat.
2. Meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara mahasiswa,staf
pengajar,pimpinan fakultas dan universitas.
1.5. Metodologi
Penilaian dilakukan dengan metode observasional deskriptif.
BAB II
4
![Page 5: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/5.jpg)
HASIL KUNJUNGAN
2. 1 Profil Perusahaan
Berdiri : 10 november 1989
Produk : mens shirt
: Hospital Uniform
: office uniform
working uniform
Lokasi : Pabrik I
Kawasan Berikat Nusantara Jl. Madura III Blok D No. 19A
Cakung, Cilincing, Jakarta 14140 Indonesia
: Pabrik II
Jl. Pulo Buaran II blok Q No. 1
Pulogadung, Jakarta 13920, Indonesia
Luas wilayah : Pabrik I : 5.400 m2
Pabrik II : 1.680 m2
Telepon : Pabrik I : 021-440308
: Pabrik II : 021-46820820
Fax : Pabrik I : 021-46820820
: Pabrik II : 021-4626086
Kapasitas / tahun : Pabrik I : 18 lajur = 1.920.000 potong / tahun
: Pabrik II : 8 lajur = 840.000 potong / tahun
Pekerja : Pabrik I : 984 orang
: Pabrik II : 582 orang
: Penjual II : 582 orang
: Penjualan : 399 orang
: Administrasi : 59 orang
Pasar : Jepang
: Inggris
5
![Page 6: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/6.jpg)
: Pasar Lokal
Pembeli : Nagai, Cosalt, Departement store, institusi
(Sumber kunjungan lapangan di PT BBI dan Wawancara dengan Manager Human Resource
Departement serta company profile PT BBI)
2.2. Gambaran Umum
1. Sejarah Singkat Perusahaan
Pada tanggal 16 oktober 1989 berdiri PT Mitracorp Pasifik Nusantara, yang merupakan
head office dari beberapa anak perusahaan, diantaranya adalah PT Bina Busana Internusa dan PT
Kharismitra Sukses. PT Bina Busana Internusa berdiri pada tanggal 10 november 1989, yang
memproduksi kemeja Valino dan produksi garmen lainnya. PT Kharismitra Sukses berdiri pada
tanggal 6 april 1990 dan bergerak sebagai Marketing da Distribution kemeja Valino.
Pada tanggal 2 januari 1997 PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses
digabungkan menjadi PT Bina Busana Internusa, PT Bina Busana Internusa memiliki 2 buah
pabrik.
PT Bina Busana Internusa I
Lokasi : jl. Madura III Blok D No. 19A kawasan berikut Nusantara Cakung Cilincing
Jakarta 14140, Indonesia.
Pada saat ini PT Bina Busana Internusa I memproduksi seragam rumah sakit yang
di pesan oleh Nagai Leben Jepang dan pakaian kerja oleh cosalt inggris, Space yang
dipergunakan untuk lokasi ini adalah 5.400 m2, dengan kapasitas produksi 18 line dan
menghasilkan 1.920.000 pcs pertahun mempekerjakan sebanyak 984 orang untuk bagan
produksi, 3 orang bagian marketing dan 3 orang untuk tenaga administrasi. Untuk
sementara ini PT BBI I hanya menerima pesanan dari Nagai Leben Cosalt Inggris serta
beberapa pekerjaan yang bersifat subkontraktor.
PT Bina Busana Internusa II
Lokasi : Jl. Pulo Buaran II Blok Q No. I Kawasan Industri Pulo Gadung, Pulo Gadung
Jakarta 13920, Indonesia
PT Bina Busana internusa II memproduksi kemeja Valino, Harry Martin, Cristian
Kent, Vissuto, Sierra Morena, Compagnon, dan bergamo. Kemudian di distribusikan ke
6
![Page 7: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/7.jpg)
departement store yang ada di seluruh Indonesia Untuk sementara ini counter Valino
memiliki 133 outlet, Harry Martin 154 outlet, Christian Kent 17 outlet, Vissuto 12 outlet,
Sierra Morena 59 outlet, Compagnon 30 outlet, dan bergamo 8 outlet, luas untuk lokasi
ini adalah 1.680 m2 . Dengan Kapasitas produuksi mempunyai 8 line serta dapat
memproduksi sekitar 840.000 pcs pertahun. Mempekerjakan sebanyak 582 untuk bagian
produksi, 601 orang bagian marketing, dan 61 orang untuk tenaga administrasi, untuk
sementara ini kemeja yang di produksi oleh PT BBI II hanya didistribusikan ke
departement store dan institusional.
2. Falsafah Perusahaan
Komitmen PT Bina Internusa adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
Selain itu juga mempunyai visi kedepan sebagai perusahaan yang memimpin produksi kemeja
formal pria di tahun 2005, dengan tekad menjadi yang terbaik dan terbesar sebagai produsen
kemeja yang berstandar internasional. Gabungan antara pelayanan yang handal, profesionalisme,
teknologi serta di dukung oleh pengelolaan usaha serta pemasaran yang mengena pada sasaran.
PT Bina Busana Internusa, mendukung sepenuhnya pembangunan di indonesia dengan
memberikan pelayanan terbaik serta menghasilkan produk yang bermutu tinggi, PT Bina Busana
Internusa berusaha meningkatkan citra sebagai perusahaan yang bergerak di bidang garmen yang
terkemuka dengan memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Sesuai dengan motto
perusahaan “MENJADI NO. I DENGAN MEMBERIKAN PELAYANAN YANG TERBAIK
KEPADA PELANGGAN DAN PELANGGAN ADALAH ASET PERUSAHAAN, “
Untuk mewujudkan PT Bina Busana Internusa akan memperbanyak produknya yang
banyak di jual di seluruh indonesia. Pada saat ini produksi kemeja yang dihasilkan oleh PT Bina
Busana Internusa adalah : Valino, Harry Martin, Christian kent, Vissuto, sierra Morena,
Compagnon, dan Bergamo. Banyaknya produk kemeja yang diproduksi oleh PT Bina Busana
Internusa dengan demikian kebutuhan kemeja yang diinginkan oleh konsumen dari seluruh
lapisan masyarakat akan terpenuhi.
Alur Poduksi
7
![Page 8: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/8.jpg)
Adapun alur produksi dari PT. Bina Busana Interusa adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan Sampel
Alur produksi PT. Bina Busana Interusa dimulai dengan pembuatan sampel. Sampel
berupa model pakaian diajukan ke design product developer. Jika disetujui, sampel
tersebut akan dibuatkan pola dan modelnya.
2. Pemesanan Bahan
Melalui bagian marketing, PT. BBI memesan bahan dalam jumlah yang telah ditentukan
ke host, yang selanjutnya bahan yang telah datang disimpan di gudang penyimpanan. Di
dalam gudang terasa panas dengan ventilasi yang kurang.
3. Inspeksi Bahan
Inspeksi dilakuakan digudang penyimpanan. Bahan harus memenuhi 28 persyaratan
untuk memenuhi standar. Jika ditemukan cacat pada bahan maka akan ditandai dengan
stiker tanda panah merah. Petugas pada tahap ini berjumlah tiga orang. Sarana yang
digunakan adalah meja dengan tinggi kurang lebih 1 meter dengan kemiringan 45°.
Bahan yang akan diperiksa ditaruh diatas meja yang secara otomatis bahan akan melewati
meja dan tergulung kembali. Pekerja menginspeksi bahan secara seksama untuk melihat
adanya cacat, hal ini dilakukan dalam waktu yang singkat dan berulanh-ulang sehingga
akan terdapat gerakan bola mata yang repetitive. Pekerja melakukan inspeksi dalam
posisi berdiri tegak dengan pencahayaan bersumber dari lampu neon 40 watt yang ada
dibalik meja dan ruangan. Setelah bahan melewati proses inspeksi, kemudian bahan
yanga memenuhi syarat akan masuk ke dalam proses produksi.
4. Proses pembuatan pola
Proses pembuatan pola dilakukan oleh 12 pekerja. Enam pekerja membentuk pola bahan
dengan pensil dan penggaris secara manual sesuai model pakaian yang akan diproduksi.
Kegiatan ini dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri. Enam pekerja lainnya
menggunakan mesin jahin dalam posisi duduk tanpa sandaran.
5. Cutting
Proses selanjutnya adalah cutting dan marker. Area pemotongan ini mengharuskan
seluruh pekerjanya menggunakan masker, namun ada beberapa pekerja yang tidak
memakainya. Proses cutting menggunakan mesin cutting, dimana alat cukup tajam dan
8
![Page 9: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/9.jpg)
pekerja melakukan proses ini dengan cepat dan repetitif. Pekerja dilengkapi sarung
tangan dari bahan stainless yang digunakan pada tangan kiri. Proses cutting terbagi
mejadi dua macam, yaitu untuk kain polos dan bermotif.
a. Bila bahan polos langsung menuju proses numbering
b. Bila bahan bermotif, maka akan melalui proses matching dan numbering
6. Proses Pembuatan manset dan interlining
Pada proses ini, dilakukan pemotongan dengan mesin berat. Kemudian dilakukan
pressing dengan menggunakan mesin yang mengeluarkan panas. Mesin yang berat
tersebut dijalankan oleh pekerja laki-laki dengan posisi berdiri terus menerus, kepala dan
badan menunduk sekitar 20° dengan alat pelindung diri berupa sarung tangan stainless.
Proses interlining adalah proses pembuatan kerah dimana kain yang telah dipotong
ditempelkan dengan bahan yang keras untuk membentuk kerah. Proses selanjutnya
adalah merekatkan kedua bahan tersebut. Proses perekatan pertama dilakukan dengan
solder di beberapa titik kemudian disetrika dan terakhir direkatkan secara permanen
dengan pressing machine yang menggunakan panas yang tinggi.
7. Proses sewing
Peoses sewing dilakukan dengan menggunakan mesin jahit biasa. Pada proses penjahitan
terdapat dua macam proses, yaitu front back dan assembling. Pada proses front back
dilakukan penjahitan untuk keperluan aksesoris seperti pembuatan kantong kemeja.
Kemudian pada proses assembling dilakukan penjahitan untuk menyatukan pakaian
dengan komponen lainnya. Penjahit bekerja dengan posisi duduk membungkuk dengan
kursi tanpa sandaran. Untuk mengatur kesesuaian antara tinggi meja dan kursi agar
menghasilkan posisi yang ergonomis, terdapat alat pengatur ketinggian pada meja jahit
dan kursi yang terlalu pendek disambung dibagian terbawah kaki kursi. Pekerja
menggunakan seragam berupa kain berbahan katun yang cukup menyerap keringat,
ditambah penutup kepala, apron dan masker, mesin jahit juga dilengkapi dengan needle
gate untuk melindungi tangan dari tusukan jarum. Pada proses ini juga dilakukan
pembersihan bahan yang terdapat noda dengan menggunakan etanol dan benzene yang
disemprotkan, alat semprot menghasilkan bising, sehingga pekerja dilengkapi dengan alat
penutup telinga.
9
![Page 10: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/10.jpg)
8. Proses Finishing dengan mesin kebut
Setelah pakaian selesai dijahit, kemudian dilakukan pembersihan baju dari sisa-sisa
benang dengan menggunakan mesin kebut, yaitu berupa boks dengan ukuran 75 x 100
cm. Mesin tersebut dapat menarik sisa debu dan benang. Pakaian dimasukkan ke dalam
mesin dan ditahan oleh keduan tangan pekerja tersebut. Mesin kebut menghasilkan bising
sehingga pekerja dilengkapi dengan alat penutup telinga.
9. Proses Ironing
Proses ironing dilakuakn dengan setrika listrik. Sarana yang digunakan adalah meja
setrika ukuran 60 x 100 cm dengan jarak antar pekerja kurang lebih 1 meter.
10. Proses Packing
Pakaian yang telah disetrika kemudian dilipat dan dimasukkan kedalam polybag,
kemudia pakaian yang telah dibungkus dimasukkan kedalam kardus besar.
11. Quality Control
Sebelum pengiriman beberapa kardus akan diambil secara random untuk dilakukan
pengecekan ulang.
Diagram 1
Alur produksi PT Bina Busana Internusa
2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT BBI II
2.3.1 Program kesehatan Kerja
10
Pembuatan Sampel
Pemesanan Bahan
Inspeksi BahanProses Pembuatan Pola
Proses CuttingProses Pembuatan
Manset dan Interlining
Proses Sewing
Proses Finishing dengan Mesin Kebut
Proses Ironing
Proses Packing
Quality Control
![Page 11: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/11.jpg)
Perusahaan memiliki sebuah klinik yang terletak di dalam pabrik. Klinik perusahaan
memberikan pelayanan mulai dari hari senin, rabu dan jumat. Klinik ini melayani pengobatan
biasa dan kecelakaan kerja kepada para pekerja. Pelayanan dilakukan selama jam kerja. Diluar
jam kerja poliklinik, pelayanan kesehatan bagi pekerja hanya berupa penyediaan obat-obatan
simptomatik yang dipegang oleh line manager . Bila diperlukan tatalaksana lanjutan kecelakaan
kerja, pekerjaan dirujuk ke RS dengan surat oengantar. Perusahaan bekerjasama dengan RS
Mediros dan RS St. Carolus sehingga jika pekerja berobat ke kedua rumah sakit tersebut, biaya
pengobatan pekerja akan di tanggung oleh perusahaan sesuai dengan golongan / pangkat.
Sementara jika pasien dibawa ke RS lain seperti RS Persahabatan yang letaknya tidak jauh dari
pabrik maka penggantian biaya diberlakukan melalui sistem reimbursment yaitu biaya di
tanggung dahulu oleh karyawan, yang kemudian diganti oleh perusahaan. Untuk kasus gawat
darurat yang terjadi di pabrik, pertama-tama keadaan umum pasien pasien distabilkan terlebih
dahulu kemudian dirujuk ke rumah sakit rujukan.
Pada saat kunjungan dilakukan, klinik sedang tidak beroperasi, diklinik terdapat data-data
penyakit dan data jumlah kunjungan pekerjaa ke poliklinik serta data kecelakaan kerja. Klinik
perusaan dijalankan oleh seorang dokter umum yang datang dua hari sekali dengan jam kerja
08.00-12.00 setiap hari ada satu perawat yang bertugas.
Program klinik perusahaan meliputi juga pemeriksaan kesehatan setiap enam bulan
berupa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin dan
kimia darah serta pemeriksaan penunjang lain seperti rontgent thoraks, dan pemeriksaan
elektrokardiografi. Pemeriksaan kesehatan telinga dengan alat khusus (audiometri dan otoskop)
tidak dilakukan.
Kantin perusahaan ada dua buah. Namun untuk makan siang pekerja perusahaan
menggunakan sistem katering yang di bayar oleh perusahaan. Menu pekerja tergantung pihak
katering yang berupa makanan pokok. Untuk pekerja yang lembur tidak mendapatkan makanan
tambahan. Untuk air minum pekerja disediakan dispenser di beerapa tempat.
Salah satu kekurangan yang ditemukan adalah perusahaan belum memiliki data penyakit
tersering yang terjadi di perusahaa. Di samping itu, tidak dapat sistem pelaporan kesehatan
pekerja, yang ada hanyalah laporan jumlah kunjungan pekerja ke klinik perusahaan. Asuransi
11
![Page 12: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/12.jpg)
kesehatan juga tidak disediakan oleh pihak perusahaan bagi para pekerjanya.selain itu, program-
program kesehatan kerja belum dilaksanakan oleh perusahaan.
2.3.2 Sanitasi dan Lingkungan
PT BBI merupakan suatu kompleks bangunan yang terdiri dari 1 bangunan utama, 1
bngunan tempat produksi, dan 1 gudang penyimpanan yang terpisah dari 2 bangunan
sebelumnya (dipisahkan oleh jalan umum). Pada bangunan utama terdapat kantor yang
mengurusi administrasi dan marketing. Factory outlet , dan tempat ibadah. Bangunan utama ini
cukup tertata rapi da bersih serta sebagian besar ruangan menggunakan air conditioner .
sementara bangunan tempat produksi merupakan bangunan lantai 2 dimana selain terdapat
ruangan tempat berlangsungnya proses produksi, juga terdapat klinik (di lantai 2 ), dan kantin (di
lantai 1). Kesan kebersihan pada keseluruhan ruangan tempat produksi cukup baik. Alat-alat
produksi di bangunan produksi lantai 1 tertata dengan cukup rapi dengan ruang gerak pekerja
yang cukup leluasa (kurang lebih 1 meter).
Hal ini disebabkan karena jumlah pekerja di ruangan ini relatif lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah pekerja di lantai 2. Sementara itu, alat-alat produksi di lantai 2 walau tersusun
rapi cukup rapi namun jarak antara alat cukup dekat (kurang lebih setengah meter) sehingga
ruang gerak pekerja agak terbatas. Lingkungan di sekitar kompleks bangunan utama dan
bangunan tempat produksi cukup bersih. Pada halaman sekitar terdapat taman kecil yang bersih.
Perusahaan menyediakan fasilitas toilet di kedua lantai produksi, masing-masing terdiri
dari dua toilet besar laki-laki dan dua toilet perempuan. Setiap toilet berukuran 1x 1,5 x 2 m.
Masing-masing toilet besar terdiri dari 3 ruangan. Toilet tersebut terlihat kurang bersih dan
terkesan kurang terurus. Dinding toilet dilapisi keramik. Jumlah kakus dalam toilet laki-laki
adalah tiga jamban, dan di dalam toilet perempuan terdapat tiga jamban. Penerangan dan
pertukaran udara dalam toilet cukup baik. Lantai dan dinding toilet terlihat bersih, pintu jamban
dapat dibuka-tutup dengan mudah. Terdapat satu wastafel di tiap toilet. Data mengenai septic
tank tidak diketahui. Di gudang tempat penyimpanan kain, toilet juga berfungsi sebagai tempat
untuk mencuci kain untuk melihat apakah kain ini lintur atau tidak. Di gudang, tidak terdapat
perbedaan antara toilet laki-laki dan perempuan.
12
![Page 13: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/13.jpg)
Pertukaran udara di dalam bangunan pabrik secara keseluruhan masih kurang. Langit-
langit bangunan pabrik cukup tinggi, namun jumlah exhaust fan masih kurang yaitu 6 buah
setiap lantai (diameter 30 cm) untuk ruangan yang berukuran kurang lebih 60 x 20 m 2 . pihak
perusahaan juga menyediakan fasilitas air minum melalui “dispenser” (berisi guci keramik)
yang tersedia di beberapa sudut ruangan yang terdiri dari 2 buah di setiap lantai. Galon tampak
kurang bersih dan gelas minum bersih yang tersedia sedikit.
Sarana penerangan di dalam ruangan pada siang hari berupa bagian langit-langit yang
transparan sehingga memungkinkan masuknya cahaya matahari. Selain itu juga disediakan
lampu-lampu meskipun hanya dinyalakan sebagian dengan mempertimbangkan efektivitas biaya.
Jumlah lampu yang ada cukup banyak, namun penerangan pada malam hari tidak dapat kami
nilai karena kunjungan dilakukan pada siang hari.
2.3.3 Bahaya faktor resiko
Inspeksi bahan
Pada bagian ini terdapat berbagai bahaya potensial yang dapat timbul, baik dari segi fisik,
kimia, ergonomi, maupun psikologis. Yang pertama adalah bahaya potensial dari debu, baik
debu yang berada di dalam ruangan maupun debu bahan. Debu yang berasal dari bahan berupa
debu kain alami (bahan katun) dan debu sintetik (polyester). Bahaya fisik lain adalah cahaya
berlebih dari lampu neon TL 40watt yang dapat menyilau mata. Kondisi gudang yang kurang
ventilasi juga menyebabkan terbatasnya sirkulasi udara bagi para pekerja di tempat ini.
Bahaya potensial kimia berasal dari zat kimia dari bahan baku berupa formaldehid yang
berasal dari bahan baku. Sedangkan dri segi ergonomi, bahaya potensial yang ada diakibatkan
oleh posisi pekerja yang berdiri lama dengan posisi kepala menengadah dan menunduk yang
lama, gerakan repetitif bola mata dn gerakan fokus bola mata yang cukup lama dalam mengamati
bahan. Dari segi psikologis didapatkan bahaya stress dan kebosanan karena jam kerja yang lama
tanpa ganti shift.
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskuloskeletal (seperti low
back pain), dehidrasi, ISPA, sefalgia, dispepsia, gangguan penglihatan berupa penurunan visus
dan kelelahan otot mata dan varises tungkai. Resiko kecelakaan kerja berupa tangan terjepit
13
![Page 14: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/14.jpg)
mesin inspeksi atau tersengat listrik mesin. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini
adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker penutup kepala, meskipun tidak semua
pekerja menggunakannya. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional
mesin. Fasilitas yang tersedia lamp neon TL 40watt sebanyak 1 buah pada mesin inspeksi dan
20buah di langit-langit, serta penyediaan sarana air minum.
Proses Cutting
Bagian cutting dikerjakan oleh 10 orang pekerja. Pada alur produksi ini, bahaya fisik
yang dapat terjadi berupa kebisingan dari mesin pemotong. Suara mesin pemotong dengan
frekuensi 84dB dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa tinnitus maupun tuli
perseptif. Bahaya fisik lain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara terbatas, vibrasi
mesin cutting, dan listrik dari mesin pemotong. Bahaya kimia berasal dari pelarut benzene yang
digunakan sebagai pembersih jika ada noda pada kain. Bahaya dari ergonomi yaitu posisi berdiri
yang lama, posisi kepala yang menunduk lama, dan gerakan repetitif memotong lkain.
Sedangkan dari bahaya psikologis yang dapat timbul adalah stres dan kebosanan karena jam
kerja yang lama tanpa ganti shift.
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskoloskeletal ( termasuk
upper dan low back pain ), dehidrasi, ISPA, dispepsia, gangguan pendengaran, varises tungkai,
hiperkeratosis tangan dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi
adalah tangan terpotong, tangan terjepit gunting atau tangan tersengat listrik mesin potong.
Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa
masker, penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas
angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulais udara, lampu untuk penerangan yang cukup
dan penyediaan sarana air minum.
Hal-hal yang sudah dilakukan di perusaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri berupa
masker dan sarung tangan yang terbuat dari logam. Semua pekerja menggunakan alat pelindung
diri ini. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional mesin dan kebijakan
menggunakan alas kaki. Fasilitas yang tersedia berupa lampu TL 40 watt sebanyak 96 buah,
exhaust fan diameter 30 cm ( 0 buah setiap lantai), kipas angin diameter 30 cm (10 buah setiap
lantai), penyediaan sarana air minum (2 buah setiap lantai).
14
![Page 15: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/15.jpg)
Proses Quality control pola
Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Bahaya fisik yang dapat timbul berupa debu
alami dan sintetik. Bahaya ergonomi yang ada berupa posis berdiri lama, posisi setengah
membungkuk, gerakan repetitif tangan dalam membolak- balik bahan, dan gerakan repetitif bola
mata dalam mengamati bahan. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan
musculoskeletal, low and upper back pain, cefalgia, ulnar twist serta carpal tunner syndrome,
varises tungkai, dan hiperkeratosis tangan. Tidak ada resiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi
pada tahap ini. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung
diri berupa masker, dan hanya 1 orang yang tidak memakai masker kain ini.
Proses Numbering
Bagian ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Bahaya fisik yang ada berupa debu kain
alami dan sintetik. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi berdiri yang lama,
posisi kepala dan badan menunduk lama, dan gerakan repetitif tangan menempelkan stiker
angka. Dari segi psikologis, gangguan yang timbul berasal dari rasa bosan karena jam kerja yang
lama tanpa ganti shift, dan dapat timbul stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah
gangguan muculoskeletal, upper and low back pain, ulnar twist serta carpal tunner syndrome dan
gangguan pengelihatan berupa kelelahan mata.
Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri
berupa masker dan sarung tangan kain, dan para penkerja sudah menggunakannya. Fasilitas yang
tersedia sudah berupa TL 40 watt sebanyak 96 buah, exhaust fan diameter 30 cm ( 10 buah setiap
lantai ), penyediaan sarana air minum ( 2 buah setiap lantai ).
Proses Pembuatan Manset
Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Bahaya potensial fisika berasal dari vibrasi
mesin pembuat manset, cahaya yang kurang terang, aliran listrik, dan sirkulasi udara yang
kurang terbatas. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi duduk lama, posisi
kepala menunduk lama, gerakan repetitif mendorong dan menarik tangan, dan ruang gerak yang
sempit. Dari segi psikologi dapat timbul stres dan rasa bosan karena jam kerja yang lama tanpa
ganti shift.
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal, dehidrasi,
low dan upper back pain, dan kelelahan otot mata. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi
15
![Page 16: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/16.jpg)
berupa tangan tergores atau terjepit mesin pembuat manset, atau tersengat listrik mesin pembuat
manset.
Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri
berupa masker, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk
memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air
minum. Hal- hal yang sudah dilakukan di perusahaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri
berupa masker dan sarung tangan yang terbuat adari logam. Peraturan yang terdapat di bagian ini
berupa standar operasional mesin. Fasilitas yang tersedia berupa TL 40 watt sebanyak 96 buah,
exhaust fan diameter 30 cm ( 10 buah setiap lantai ), kipas angin dengan diameter 30 cm ( 10
buah setiap lantai ), penyediaan sarana air minum ( 2 buah setiap lantai )
Proses Pembuatan Interlining
Pembuatan interlining terdiri dari proses pembuatan pola kerah dengan mesin plong ( 1
pekerja ), perekatan sementara dengan solder ( 8 pekerja ), dan penempelan kerah ke kain bahan
dengan mesin press ( 4 pekerja ).
Proses pertama, yakni pembuatan pola kerah dengan mesin plong mempunyai berbagai
bahaya potensial yaitu fisika, ergonomi dan psikologi. Bahaya potensial fisika yaitu debu dari
kain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara yang terbatas, bising, panas dan listrik
dari mesin plong. Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama dan setengah
membungkuk, ruang gerak yang sempit, dan gerakan repetitif mengangkat benda berat.
Sedangkan bahaya potensial psikologi adalah stres akan bahaya yang mungkin timbul dari mesin
plong.
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal akibat
posisi ergonomi yang salah, dehidrasi karena suasana yang panas disekitar mesin, gangguan
pendengaran karena bising yang dihasilkan oleh mesin plong, dan varises tungkai akibat posisi
berdiri yang lama selama bekerja. Kecelakaan kerja yang mungkin timbul adalah jari dan tangan
tergores, terjepit, terpotong, dan tesengat listrik mesin plong.
Proses berikutnya adalah perekatan sementara dengan solder. Proses ini memiliki bahaya
potensial yang serupa dengan proses sebelumnya. Bahaya potensial fisika berupa panasdan listrik
yang dihasilkan oleh alat solder. Bahaya potensial kimia adalah dari debu kain alami dan sintetik.
Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama, dan posisi setangah membungkuk.
16
![Page 17: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/17.jpg)
Bahaya psikologi adalah stres akan bahaya yang ditimbulkan alat solder. Berikutnya adalah
proses penempelan kerah ke kain bahan dengan mesin press. Bahaya potensial fisika adalah
panas yang dihasilkan oleh mesin press yaitu sekitar 1600 C dan listrik dari mesin press. Bahaya
kimia berasal dari debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri
lama, posisi setengah membungkuk, dan gerakan repetitif memasukan dan mengambil kerah dari
mesin press. Dan bahaya potensial psikologi yang terjadi adalah stres akibat panas yang
ditimbulkan mesin press dan bahaya mesin press.
Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri
berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin dan exhaust fan
untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana
air minum. Alat pelindung yang digunakan oleh pekerja adalah sarung tangan, sebagian
menggunakan masker. Dilingkungan sekitar pekerja terdapat Exhaust fan dengan diameter 30 cm
sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, dan
penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai untuk mengatasi dehidrasi.
Kemudian terdapat standar operasional yang tertempel di mesin plong, dan mesin press.
Proses Sewing
Proses sewing terdiri dari kurang lebih 100 pekerja. Proses ini memiliki bahaya potensial
fisika meliputi sirkulasi udara yang terbatas akibat banyaknya pekerja dan kurangnya ventilasi,
bising dan vibrasi yang berasal dari mesin jahit, debu kain alami dan sintetik dan listrik dari
mesin jahit. Bahaya potensial kimia berasal dari etanol dan pelarut benzene. Bahaya potensial
ergonomi yang ada adalah posisi duduk lama dengan posisi badan setengah membungkuk, posisi
kepala menunduk saat menjahit, gerakan repetitif kaki menginak pedal mesin jahit, gerakan
repetitif tangan menarik dan mendorong kain, dan posisi jari tangan yang menekan selama
menjahit karena memerlukan presisi yang baik, dan ruang gerak yang terbatas. Sedangkan
bahaya potensial psikologi yang dapat terjadi adalah stres akibat tuntutan ketelitian dan
konsentrasi yang tinggi.
Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, low back pain,
dehidrasi, carpal tunner syndrome, dermatitis kontak iritan dan kelelahan pada mata. Resiko
kecelakaan kerja yang dapat timbul berupa tangan tertusuk jarum mesin jahit, tangan tersengat
listrik dari mesin jahit dan terjatuh dari kursi.
17
![Page 18: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/18.jpg)
Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa
masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk
memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyedia sarana air
minum. Alat pelindung diri yang di gunakan adalah masker dan penutup kepala yang terbuat dari
kain, namun sebagian kecil pekerja tidak menggunakan masker. Sarana yang disediakan adalah
exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm
sebanyak 10 buah setiap lantai, dan penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai.
Selain itu terdapat standar operasional mesin ada dan tertempel pada mesin dan terdapat aturan
penjahitan merk pakaian.
Proses Finishing
Proses Finishing dengan mesin kebut oleh 1 pekerja. Bahaya potensial fisika berupa
bising, vibrasi dan listrik dari mesin kebut, debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial
ergonomi berupa posisi berdiri lama, gerakan yang repetitif, dan posisi tangan terangkat 900.
Bahaya potensial psikologi dapat berupa kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti
shify. Gangguan kesehatan yang dapat timbul berupa gangguan musculoskeletal, dehidrasi, low
back pain, dan gangguan penglihatan berupa penurunan visus dan kelelahan mata. Resiko
kecelakaan kerja yang ada berupa tangan tersetrum listrik mesin kebut, dan tangan tertusuk
jarum.
Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pelindung diri berupa masker,
penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan dan fasilitas seperti kipas angin atau
exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan
penyediaan sarana air minum. Sarana yang disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm
sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap
lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat standar operasional
untuk mengoperasikan mesin kebut.
Proses Quality control Pakaian Jadi
Proses Quality control pakaian jadi sebanyak 2 pekerja. Bahaya potensial fisika berupa
pencahayaan dan debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi berupa gerakan
repetitif tangan memegang dan memeriksa pakaian, posisi berdiri lama, posisi kepala dan
punggung membungkuk lama. Dari segi psikologi, bahaya potensial yang ada berupa kebosanan
18
![Page 19: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/19.jpg)
karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift dan stres yang mungkin timbul. Gangguan
kesehatan yang mungkin timbul berupa gangguan musculoskeletal, dehidrasi, low back pain dan
upper back pain, varises tungkai, dan keluhan otot mata. Tidak ada resiko kecelakaan kerja yang
ada pada tahap ini.
Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri
berupa maker, penutup kepala, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk
memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air
minum. Hanya sebagian pekerja yang menggunakan masker dan penutup kepala. Sarana yang
disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin
dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2
buah setiap lantai. Terdapat checklist untuk menilai dalam proses quality control.
Proses Ironing
Proses Ironing pakaian jadi terdiri dari 8 pekerja, mempunyai bahasa potensial berupa
fisika, kimia, ergonomi, dan psikologi. Bahaya potensial fisika adalah suhu panas, sirkulasi udara
terbatas, listrik, debu kain alami dan sintetik, dan kelembapan. Bahaya potensial kimia berupa
etanol dan pelarut benzene sebagai pembersih. Bahaya potensial ergonomi adalah gerakan
repetitif menarik dan mendorong lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi
membungkuk lama, posisi kepala menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit. Dari segi
psikologi, bahaya potensial yang ada adalah kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti
shift, dan stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal,
dehidrasi, tension typ headache, dan low back pain. Resiko kecelakaan kerja yang mungkin
terjadi adalah tangan terkena luka bakar akibat setrika listrik.
Upaya yang harusnya dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri
berupa masker, penutup kepala, serta sarung tangan kain dan fasilitas seperti kipas angin atau
exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan
penyediaan sarana air minum. Alat pelindung diri yang digunakan adalah sarung tangan dan
masker kain, semua pekerja menggunakan APD ini. Sarana yang disediakan adalah lampu,
exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm
sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai.
Terdapat standar operasional dalam proses ironing.
19
![Page 20: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/20.jpg)
Proses Packing
Proses packing, terdiri dari 8 pekerja. Bahaya potensial fisika meliputi panas dan debu
kain sintetik dan alami. Bahaya potensial kimia meliputi bahan pembersih yaitu etanol dan
pelarut benzene. Bahaya potensial ergonomi meliputi gerakan repetitif memasukan pakaian
kedalam plastik, gerakan repetitif membungkuk saat memasukan pakaian yang sudah terkemas
ke dalam kardus, posisi berdiri lama, gerakan repetitif mengangkat beban hasil produksi dari
membungkuk sampai berdiri. Bahaya potensial psikologi yang dapat timbul berupa kebosanan
karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift, dan stres sebagai bahaya potensial psikologi.
Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, seperti low
back pain dan upper back pain, dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang dapat
timbul adalah terjatuh saat mengangkat dan memindahkan beban. Upaya yang harusnya
dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker kain dan fasilitas
seprti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan
yang cukup dan penyediaan sarana air minum.
Alat pelindung diri yang disediakan adalah masker kain. Sarana yang disediakan adalah
lampu, exhaust fan, kipas angin, dan penyediaan sarana air minum. Terdapat aturan pelipatan
dan tampilan produk dan aturan alur barang produksi setelah packing.
20
![Page 21: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/21.jpg)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3.1.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan tanpa
kecelakaan, memberikan suasana atau lingkungan kerja yang aman sehingga dapat dicapai hasil
yang menguntungkan dan bebas dari segala macam bahaya. 5
Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun social dengan usaha preventif atau
kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. 5
Menurut Mangkunegara (2002, p.163), Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur. 2
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik
atau tempat kerja tersebut.2
Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan di perusahaan,
maka manajemen perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di setiap unit kerja yang ada.
Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 pada BAB
III pasal 4 bahwa perusahaan wajib mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja program
Keselamatan dan Kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.6
21
![Page 22: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/22.jpg)
3.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja7
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan
2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien
4. Mencegah atau mengurangi cacat tetap
5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat
kerja, mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi dan sebagainya.
6. Meningkatkan produktifitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin
kehidupan produktifnya
7. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber-sumber produksi
lainnya sewaktu kerja dan sebagainya
8. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat
menimbulkan kegembiraan semangat kerja
9. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi, industri serta
pembangunan
Tujuan kesehatan kerja yaitu : 5
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan kerja
2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan
kerja atau pekerjaannya.
3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental, dan pendidikan atau
keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Hakikat dan tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu bahwa faktor K3
berpengaruh langsung terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap
efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap efisiensi produksi dari suau
perusahaan industri sehingga dengan demikian mempengaruhi tingkat pencapaian
produktifitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3 adalah untuk melindungi para tenaga kerja
atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang
22
![Page 23: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/23.jpg)
sehat dan produktif sehingga upaya pencapaian produktifitas yang semaksimalnya dari suatu
perusahaan industry dapat lebih terjamin.8
3.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Istilah system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) disrtikan secara
beragam, definisi dari kode ILO (1997;15), ‘’ Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah struktur, tanggung jawab, praktek dan prosedur sumberdaya perusahaan untuk
menerapkan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja’’. 5
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI (1996;2) adalah : ‘’bagian dari system
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 5
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu system K3 di tempat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
yang aman, efisien dan produktif. 5
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan
atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3. 5
Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola ‘total loss control’ yaitu suatu kebijakan untuk
menghindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personil di perusahaan dan lingkungan
melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan,
proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu
planning, do, check, dan improvement. 8
SMK3 terdiri dari 5 prinsip dasar dan 12 elemen : 9
Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah :
1. Penetapan kebijakan K3
2. Perencanaan penerapan K3
23
![Page 24: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/24.jpg)
3. Penerapan K3
4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3
5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara
berkesinambungan
Elemen-elemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 9
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2. Pendokumentasian strategi
3. Peninjauan ulang desain dan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan
9. Pengelolaan material dan perpindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Audit SMK3
12. Pengembangan kemampuan dan ketrampilan
Pedoman penerapan SMK3 secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut : 9
1. Komitmen dan kebijakan
1.1. Kepemimpinan dan komitmen
24
![Page 25: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/25.jpg)
organisasi K3
menyediakan anggaran, SDM dan sarana
penetapan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban
perencanaan K3
melakukan penilaian
1.2. Tinjauan awal K3
identifikasi kondisi dan sumber bahaya
pengetahuan dan peraturan perundangan K3
membandingkan penerapan
meninjau sebab akibat
efisiensi dan efektifitas sistem
2. Perencanaan
2.1. Manajemen Resiko
2.2. Peraturan perundangan
2.3. Tujuan dan sasaran :
dapat diukur
indikator pengukuran
sasaran pencapaian
jangka waktu pencapaian
2.4. Indikator Kinerja25
![Page 26: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/26.jpg)
2.5. Perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung
3. Penerapan
3.1. Jaminan kemampuan
SDM, sarana dan dana
integrasi
tanggung jawab dan tanggung gugat
konsultansi, motivasi dan kesadaran
pelatihan dan kompetensi kerja
3.2. Kegiatan pendukung
komunikasi
pelaporan
pendokumentasian
pengendalian dokumen
pencatatan dan manajemen informasi
3.3. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
manajemen resiko
perencanaan (design) dan rekayasa
pengendalian administratif
tinjauan kontrak
pembelian
prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana26
![Page 27: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/27.jpg)
prosedur menghadapi insiden
prosedur rencana pemulihan keadaan darurat
3.3 Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performa) setiap pekerja merupakan resulatan dari tiga komponen kesehatan
kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat menjadi beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. 10
1.Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekuramgan zat besi tanpa anemia. Kondisi
kesehata seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih diisi oleh pekerja yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mingkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK
dan kecelakaan kerja. 10
2.Beban Kerja
Pola kerja yang berubah – ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik ( irama tubuh ). Faktor lain yang turut memperberat beban
kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan social bagi pekerja yang masih relative rendah, hingga
pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secar berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan stress. 10
3.Lingkungan Kerja
Lingkunagan Kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja,
dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja ( Occupational Accident), Penyakit A kibat K erja dan
Pernyakit Akibat Hubungan Kerja ( Occupational Disease & Work Related Diseases). 10
27
![Page 28: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/28.jpg)
Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang Ditimbulkan
Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajanan dilingkungan kerja. Dewasa ini terdapat kesenjangan antara pengetahuan ilimiah
tentang bagaimana bahaya – bahaya kesehatan berperan dan usaha – usaha untuk mencegahnya.10
Untuk mengatasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah identifikasi
bahaya yang timbul, kemudian dievaluasi, dan dilakukan pengendalian. Untuk mengantisipasi
dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkunagan kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni :
1. Pengenalan lingkungan kerja .
Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (
walk through inspection) , dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama
dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.
2. Evaluasi lingkungan kerja.
Merupakan tahap penilaian larakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang
mungkin timbul sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi
permasalahan.
3. Pengendalian lingkungan kerja.
Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan
yang berbahaya di lingkungan kerja . Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan
evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lungkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat
dicapai dengan teknologi pengendalian yangadekuat umtuk mencegah efek kesehatan
yang merugikan di kalangan para pekerja.
Ada dua jenis pengendalian lingkungan kerja, yaitu pengendalian lingkungan
( enviromental Control Measures) berupa penggunan alat pelindung perorangan,
pembatas waktu lamanya pekerja terpajan terhadap bahaya potensial, serta keberhasilan
perorangan dan pakaiannya.
3.4 Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
3.4.1 Pengertian
Pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan pada masyarakat
pekerja secra minimal dan paripurna oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.11
3.4.2 Tujuan
28
![Page 29: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/29.jpg)
Tujuan diselenggarakan pelayanan kesehatan kerja dasar pada masyarakat pekerja adalah
untuk menigkatkan produktivitas kerja masyarakat pekerja, dan terciptanya kondisi kerja yang
aman, sehat dan produktif tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya. 11
3.4.3 Ruang Lingkup
Pelayanan kesehatan kerja dasar mencakup upaya pelayanan paripurna (peningkatan
kesehatan kerja, pencegahan dan penyembuhan PAK & PAHK serta pemulihan PAK & PAHK)
yang meliputi : 11
1. Pemeriksaan dan seleksi kesehatan calon pekerja
2. Peningkatan mutu dan kondisi tempat kerja
3. Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja
4. Pemeliharaan kesehatan , konseling dan rehabilitasi medis
5. Pembentukan dan pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan kesehatan
kerja.
3.4.4 Insitusi Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
Suatu lembaga yang terlibat dalam memberkan pelayanan kesehatan kerja dasar yang
meliputi : Pos UKK, Poliklinik Perusahaan dan Puskesmas. Poliklinik Perusahaan merupakan
bagian yang sangat penting karena secara structural merupakan bagian dari perusahaan dan
bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan dan Puskesmas. 11
3.4.5 Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja
Jenis pelayananan Kesehatan Kerja dan pelayanan minimal yang diberikan dapat dilihat
pada table 3.1
Tabel 3.1 Pelayananan minimal kesehatan kerja
Jenis Pelayananan Pelayanan Minimal Kesehatan Kerja
Promotif Konsultasi
Penyuluhan tentang SOP kerja, risiko pekerjaan dan
pencegahannya, hygiene, dan pemakaian APD.
Prilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam bekerja
Inventarisasi pekerjaan agar dapat mengetahui ridiko yang
29
![Page 30: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/30.jpg)
mungkin timbul
Memberikan masukan tentang kesehatan kerja pada
manajemen
Promosi kesehata umum
Sanitasi industry, good house keeping dan potensi risiko di
tempat kerja
Identifikasi, penillaian dan control terhadap risiko
Pelatihan P3K
Pencatatan dan pelaporan
Preventif Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di tempat
kerja
Merekonebdasikan perbaikan lingkungan kerja
Penyediaan contoh dan penggunaan APD
Pemeriksaan kesehatan : sebelum kerja, pemeriksaan berkala
dan pemerikasaan khusus
Prosedur tanggap darurat
Pemantauan kondisi tempat kerja
Surveilans PAK, PAHK, KK dan penyakit umum
Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan kantin
Pencatatan dan pelaporan
Kuratif Penyakit umum, PAK, PAHK, dan KK
Klinik gawat darurat
Deteksi dini PAK, PAHK, dan KK
Melakukan upaya rujukan
Pencatatan dan pelaporan
Rehabilitatif Melakukan evaluasi tingkat kecacatan pekerja
Rekomendasi terhadap penempatan kembali pekerja susai
kemampuannya
30
![Page 31: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/31.jpg)
Pencatatan dan pelaporan
3.5 Manajemen Risiko
Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya
utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi dan
meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi. Sekedar
mengetahui dan memahami tujuan yang akan dicapai, tanpa melaksanakan tindakan nyata dalam
aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja, bukan merupakan cara
yang tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat kerja.12
Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya
sangat dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi. Berbagai
pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau perusahaan
misalnya: 12
a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali
manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak
semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.
b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini
merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat
kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko.
c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi
sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran
positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.
Aspek ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan
penerapan manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan
kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian aset, biaya premi asuransi, moral kerja
dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas. Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian
31
![Page 32: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/32.jpg)
penerapan peraturan perundang undangan yang tercermin pada segi kemanusiaan, kesejahteraan
dan kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang dilaksanakan
melalui partisipasi pihak terkait. 12
Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif risiko
yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia, material, mesin,
metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik dilakukan pengendalian potensi
bahaya serta risiko dalam proses produksi melalui aktivitas : 12
a. Identifikasi potensi bahaya
b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya
c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian
d. Penerapan teknologi pengendalian
e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya
3.6 Potensi Bahaya dan Risiko
Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan. 12
Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan
dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa : 12
Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu
Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat
Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus
Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja
Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan
Listrik dan sumber energi lainnya
Mesin, peralatan kerja, pesawat
32
![Page 33: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/33.jpg)
Kebakaran, peledakan, kebocoran
Tata rumah tangga (house keeping)
Sistem Manajemen peusahaan
Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang
mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya,
tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling
berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan
tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya. 12
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi : 12
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan
lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai
dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis
pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam
sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat
umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah
melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan,
proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat
pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
33
![Page 34: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/34.jpg)
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui :
inspeksi / survei tempat kerja rutin
informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi
laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau
keluhan pekerja
lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)
dan lain sebagainya
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk
memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya
tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,
frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut
dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi,
namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan
dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap
analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
34
![Page 35: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/35.jpg)
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang
dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control,
pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan
dengan risiko
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan
berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai
dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai
bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi
yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat
perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan
sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
3.7 Debu
3.7.1 Pengertian debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering di sebut sebagai partikel yang melayang di
udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500
mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out
35
![Page 36: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/36.jpg)
Door Pollution) debu sering dijadikan sebagai salah satu indikator pencemaran yang di gunakan
untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. 13
Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan
melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain
dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata
dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel
yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk
yang relatif berbeda beda. 13
3.7.2 Macam-macam debu
Dari sifatnya debu dikategorikan pada : 13
Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi
bumi.
Sifat permukaan basah, sifatnya selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.
Sifat penggumpalan, karena sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya
cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi
dan adanya turbulensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
Debu listrik statik, debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain
yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya
gumpalan.
Sifat opsis, partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang terlihat
dalam kamar gelap.
Dari macam nya debu juga dapat dikelompokan kedalam : 13
Debu organic (debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya)
Debu mineral (merupakan senyawa kompleks : SiO2,SiO3, arang batu dan lain-lain)
36
![Page 37: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/37.jpg)
Debu metal (debu yang mengandung unsurlogam : Pb, Hg, Cd, Arsen, dan lain-lain)
Dari segi karakter zatnya debu terdiri atas : 13
Debu fisik (debu tanah, batu, mineral, fiber)
Debu kimia (mineral organik dan inorganik)
Debu biologis (virus, bakteri, kista)
Debu radioaktif (butiran cairan dan zat padat yang jatuh dari atmosfer ke permukaan
tanah yang bersifat radioaktif, baik karena atomnya radioaktif maupun karena melarutkan
atau menyerap zat-zat radioaktif, bahan radioaktif ini dapat berasal dari bom atom,
percobaan nuklir di angkasa, dan ledakan pada permukaan tanah (disengaja maupun
kecelakaan)yang dibawa angina ke atmosfer )
Berdasarkan kerusakan yang terjdai pada jaringan paru maka debu dibedakan menjadi : 13
Debu fibrinogenik,debu yang menimbulkan reaksi jaringan parut (fibrosis) menimbulkan
pneumoconiosis kolagen seperti batubara, silica dan asbes.
Debu nonfibrinogenik, debu yang tidak menimbulkan reaksi jaringan, menimbulkan
reaksi jaringan menimbulkan pneumoconiosis non kolagen. Pada awalnya debu ini
dianggap tidak merusak dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dan disebut debu
inert, tetapi kini diketahui dalam dosis besar semua debu akan bersifat merangsang dan
menimbulkan reaksi walaupun ringan berupa produksi lendir yang berlebih dan lama
kelamaan dapat menyebabkan hipertrofi kelenjar mucus dan terbentuknya jaringanan ikat
retikulin
3.7.3Ambang batas debu
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan
dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut : 13
5-10 mikron : akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas
3-5 mikron : akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah37
![Page 38: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/38.jpg)
1-3 mikron : sampai dipermukaan alveoli
0,5-0,1 mikron : hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan
vibrosis paru
0,1-0,5 mikron: melayang dipermukaan alveoli
Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakan adalah berukuran 0,1-5
atau 10 mikron. Depkes mengisaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1
sampai 10 mikron. 13
3.7.4 Penyakit akibat debu
Tingkat pajanan ditentukan oleh banyaknya partikel yang tertimbun di dalam saluran
napas, lamanya waktu pajanan dan kadar debu rata-rata di udara lingkungan kerjanya. Untuk
pekerja yang diperhitungkan adalah masa kerja dan kadar debu rata-rata di udara lingkungan
kerja. Kadar tersebut adalah yang benar-benar mewakili kadar debu yang memajani lingkungan
kerjanya. Selama bekerja sepanjang hari. Oleh karena itu, waktu pengambilan sampel dilakukan
selama 8 jam kerja atau satu shift. Karena mungkin saja dalam bekerja seseorang pekerja
berpindah-pindah tempat yang kadar debunya berbeda-beda maka untuk mendapatkan kadar
debu rata-rata yang lebih representatif digunakan personaI dust sampler yang dapat dibawa
kemana-mana. 14
Mekanisme perlindungan saluran napas terhadap kontaminan adalah sebagai berikut : 14
a. Meningkatkan aktivitas sel rambut dengan menambah volume dan atau kekentalan
sekret.
b. Reflek batuk. Secara mekanik partikel yang masuk bersama udara harus melalui
beberapa saringan antara lain hidung, nasofaring, dan saluran napas bagian bawah
yaitu bronkus dan bronkioli. Pada otot polos bronkus terjadi bronkhokonstriksi bila
38
![Page 39: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/39.jpg)
ada iritasi mekanika atau bahan kimia. Bila rangsang berlebihan dapat terjadi bersin
atau batuk untuk mengeluarkan benda asing dan salurari napas atau bronkus utama.
c. Mempersempit lumen. Apabila udara lingkungan sangat kotor sehingga melampaui
kemampuan mekanisme pembersihan saluran napas maka saluran napas tidak
sepenuhnya terlindungi. Akibatnya terjadi reaksi saluran napas yang berlebihan dan
kemudian terjadi obstruksi saluran napas akut. Sedangkan bila terjadi peningkatan
reaksi dan obstruksi terjadi berulang-ulang maka terjadi perubahan struktur dan
penurunan fungsi saluran napas permanen yang menimbulkan obstruksi saluran napas
menahun di beberapa tempat kerja.
Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu
industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis, silikosis,
asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja
terbagi 3 bagian yaitu : 14
1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain
worker’s disease), debu kayu.
2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (Silikosis), debu asbes
(asbestosis), debu timah (Stannosis).
3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi
kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).
Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik
dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah lanjut. 14
Tanda-Tanda Dan Gejala Gangguan Pernafasan
Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu : 14
1. Gejala Lokal
a. Batuk
39
![Page 40: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/40.jpg)
Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan. Batuk bisa
bersifat kering atau basah tergantung dari pada produksi sekrit.
b. Sesak
Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun
pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun
penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.
c. Pengeluaran Dahak
Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran
nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100
ml per hari.
d. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.
e. Nyeri Dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paru-
paru adalah akibat radang pleura.
2. Gejala Umum
Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga
gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa
lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998). Masalah pernafasan pada
pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti
batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa. 14
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru
Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:14
1. Faktor debu itu sendiri
40
![Page 41: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/41.jpg)
Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan
faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama
pajanan, dan kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air,
bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut
tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli.
Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan
keracunan. Jenis debu ada dua (2) macam yaitu debu organik ( debu padi/ kulit padi), dan debu
anorganik (debu yang berasal dari mesin penggilingan padi).
2. Masa kerja
Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu
tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki
resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu
akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan.
Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan.
Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk
karena adanya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada
kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas.
3.Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap
gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk
dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),
mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin
bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil
penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan
gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan
kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi
kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh,
41
![Page 42: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/42.jpg)
aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini
akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
Mekanisme Patofisiologi Penyakit Paru Akibat Debu Tekstil
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk –batuk atau spasme laring
(penghentian bernafas). Kalau zat – zat ini menembus kedalam paru – paru, dapat terjadi
bronkhitis toksik, edema paru – paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap
paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatan sekresi mukus, suatu mekanisme yang khas
pada bronkhitis dan juga terlihat pada perokok tembakau.15
Partikel – pertikel debu dan aerosol yang berdiameter lebih dari 15 mm tersaring keluar
pada saluran nafas bagian atas. Partikel 5 – 15 m m tertangkap pada mukosa saluran yang lebih
rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya ditelan. Bila partikel ini
mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat – zat yang merangsang respon imun dapat timbul
penyakit pernafasan seperti bronkhitis. Partikel – partikel berukuran 0,5 dan 5 m m (debu yang
ikut dengan pernafasan) dapat melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran
nafas terminal serta alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel – sel scavenger
(makrofag) dan dihantarkan pulang kembali ke system mukosiliar atau ke system limfatik.
Partikel berdiameter kurang dari 0,5 m m mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak
diretensi. 15
Partikel – partikel panjang dan serat yang diameternya dari 3 m m dengan panjang
sampai 100 m m dapat mencapai saluran nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh
makrofag ; akan tetapi partikel ini mukin pula ditelan lebih dari satu makrofag dan dibungkus
dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan – badan besar “asbes” yang khas. 15
Mikroorganisme patogen yang mampu bertahan terhadap fagositesis
Partikel – partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag
yang menelannya sehingga terhambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.
Partikel – partikel organik yang merangsang respons imun.
Kelebihan beban system akibat terus – menerus terhadap debu respirasi berkadar
tinggi yang menumpuk disekitar saluran nafas terminal.
42
![Page 43: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/43.jpg)
Stimulasi saluran nafas yang berulang (bahkan mugkin juga oleh partikel - partikel inert).
Menyebabkan penebalan dinding bronkus, meningkatan sekresi mukus, merendahkan
hiperaktivitas bronkus dan batuk meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan
gejala – gajala asmatik. Debu – debu organik (dan beberapa zat kimia seperti isosianat dan
platinum) dapat merangsang suatu respons imun dengan penyempitan saluran nafas yang
reversibel (segera atau tertunda), namun kadang – kadang menyebabkan penyempitan menetap
pada individu yang rentan. Daerah perifer paru – paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik. 15
Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru – paru dibersihkan sebagian dan
diendapkan pada kelenjar – kelenjar limfe hilus. Disana partikel – partikel tersebut merangsang
reaksi jaringan, penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar – kelenjar tersebut.
Drainase limfatik tersumbat, sehingga partikel – partikel pada paparan lebih lanjut akan
menumpuk di dekat kelenjar – kelenjar yang berparut tersebut , dan secara progressif
memperbesar daerah parut. Trombosis vaskular pada system limfatik perivaskular dan nekrosis
paru berakibat fibrosis progresif septa dan kekakuan paru-paru. Pembentukan jaringan parut
dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru – paru yang tersisa, ventilasi tidak
merata dan tipe empisema tertentu. 15
3.7.5 Bisinosis
Pengertian
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran
debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas
atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan
dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil;
seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya. 14
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu
hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita
penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat
adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis.
43
![Page 44: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/44.jpg)
Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan
penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema. 14
Klasifikasi derajat penyakit
Menurut berat-ringannya gejala, Bisinosis dikelompokkan sebagai berikut: 14
Derajat 0 : Tidak ada gejala bisinosis
Derajat ½ : Kadang kadang rasa dada tertekan pada hari pertama minggu kerja
Derajat 1 : Perasaan dada tertekan pada setiap hari pertama mlnggu kerja
Derajat 2 : Perasaan dada tertekan terjadi pada hari pertama dan hari-hari
selanjutnya
Derajat 3 : Gejala pada derajat 2 ditambah dengan berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi.
Patofisiologi
Hubungan sebab akibat yang pasti dan bisinosis belum diketahui. Namun, dari berbagai
teori para ahli, diperkirakan akibat dari bisinosis adalah sebagai berikut, pertama, ada efek
mekanis debu kapas yang terhirup masuk kedalam paru-paru, kedua, penyebab bisinosis justru
bukan serat kapas itu sendiri, melainkan kontaminasi yang ada padanya dan berpengaruh pada
pernafasan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara bakteri
dengan endotoksin dan gangguan pernafasan pada pekerja pabñk tekstil. Bakteri yang sering
ditemukan adalah golongan Enterobacter aglomerans, Pse1oimonas syringae, Pseudomonas
stusieril, dan lain-lain. Teori lain, berbagai keluhan pada bisinosis dianggap terjadi karena
adanya pelepasan zat histamin. Jadi, bisinosis lebih merupakan reaksi alergi terhadap debu
kapas. Ada juga yang menghubungkannya dengan reaksi psikis dan pekerja pabrik tekstil.
Kesemuanya itu akan mengakibatkan penyempitan saluran pemafasan dan terjadilah sesak
nafas.14
Pencegahan
44
![Page 45: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/45.jpg)
Upaya pencegahan dapat dilakukan baik terhadap bahan dan lingkungan kerja maupun
tenaga kerjanya sendiri. 14
a. Terhadap lingkungan kerja
Dapat dibuat ventilasi umum dengan menghisap udara keluar. Meniup atau
membersihkan lantai dengan sapu sebaiknya tidak dilakukan, karena akan memperberat
pencemaran. Pembersihan mesin sebaiknya menggunakan pompa hampa udara, jadi
bukan secara mekanis.
b. Terhadap bahan kapas
Sebaiknya dilakukan pemasakan (steaming) kapas, untuk mengurai efek biologis dan
debu kapas. Pencucian kapas sebelum proses pembuatan tekstil akan mengurangi
pencemaran debu kapas di lingkungan kerja. Pengolahan ulang kapas menggunakan
autoclave juga dianggap berperan mencegah penyakit ini.
c. Terhadap pekerja
Dilakukan pemeriksaan secara berkala. Bagi mereka yang mulai mengeluhkan gejala
bisinosis, sebaiknya dipertimbangkan untuk dipindahkan ke bagian lain yang bebas
pencemaran debu kapas.
d. Alat pelindung diri
Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap
bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang
dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang
ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem
pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik
yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker,
baik yang terbuat dari kain atau kertas wol.
e. Pengobatan
45
![Page 46: BAB 1-III](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061208/548badacb479598d678b47b8/html5/thumbnails/46.jpg)
Prinsip pengobatan yang paling penting adalah menghindari pajanan terhadap sumber
debu. Beberapa pekerja mungkin harus pindah ke bagian lain atau keluar mencari
pekerjaan lain. Obat yang dapat diberikan adalah golongan bronkhodilator dan
kortikosteroid. Pada kasus bisinosis yang berat, selain pengobatan diatas penatalaksanaan
bisinosis juga didukung oleh terapi oksigen, pemberian nebulizer, dan berhenti merokok,
program olahraga.
46