Bab 1-5, Dafpus _edit_

50
Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan investasi melalui pasar modal di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun dan semakin menarik minat dari investor dalam maupun luar negeri. Bursa Indonesia memiliki kinerja terbaik ketiga di Asia Pasifik, di bawah bursa Shenzen dan Shanghai 1 . Pasar modal di negara manapun pada dasarnya berfungsi untuk mempertemukan para pihak yang memiliki dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Perusahaan listing atau emiten pada kasus ini adalah pihak yang membutuhkan dana dan para investor sebagai penyandang dana. Perdagangan saham di bursa sangat menarik untuk diperhatikan. Banyak faktor yang memengaruhi pergerakan harga saham di bursa, seperti keadaan fundamental perusahaan dan industri serta kondisi makro yang relevan. Kondisi makro yang sering digunakan oleh penelitian sebelumnya sebagai variabel yang memengaruhi pergerakan harga saham adalah: pengaruh dari pergerakan harga minyak dunia dan exchange rate rupiah terhadap dolar AS terhadap return industri pertambangan dan consumer goods. Banyak penelitian yang telah mendokumentasikan hubungan antara pergerakan harga minyak dunia dengan kegiatan ekonomi suatu negara, sebagian besar penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara dua hal di atas. Sedangkan, aktivitas pasar modal Indonesia memiliki hubungan yang positif dengan pergerakan harga miyak dunia 2 . Pertanyaan yang muncul adalah apakah hubungan pergerakan harga minyak dunia memiliki hubungan yang berbeda dengan kebanyakan penelitian yang telah dilakukan selama ini? Secara umum, kenaikan harga minyak mendorong harga–harga saham bergerak naik. Hal ini dapat dilihat dari data-data di Yahoo Finance di mana sejak tahun 2007 IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) mengalami kenaikan yang drastis hingga pertengahan tahun 2008. Kenaikan harga minyak ini direspon positif tidak hanya oleh saham pertambangan, melainkan juga mendorong sektor lain khusunya untuk perusahaan penghasil energi lainnya yang dapat digunakan 1 http://www.antara.co.id/arc/2007/12/28/bei-jadi-bursa-terbaik-ketiga-di-asia-pasifik/ 2 http://www.duniainvestasi.com/bei/prices/stock

Transcript of Bab 1-5, Dafpus _edit_

Page 1: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan investasi melalui pasar modal di Indonesia terus berkembang dari

tahun ke tahun dan semakin menarik minat dari investor dalam maupun luar

negeri. Bursa Indonesia memiliki kinerja terbaik ketiga di Asia Pasifik, di bawah

bursa Shenzen dan Shanghai1. Pasar modal di negara manapun pada dasarnya

berfungsi untuk mempertemukan para pihak yang memiliki dana dengan pihak

yang membutuhkan dana. Perusahaan listing atau emiten pada kasus ini adalah

pihak yang membutuhkan dana dan para investor sebagai penyandang dana.

Perdagangan saham di bursa sangat menarik untuk diperhatikan. Banyak

faktor yang memengaruhi pergerakan harga saham di bursa, seperti keadaan

fundamental perusahaan dan industri serta kondisi makro yang relevan. Kondisi

makro yang sering digunakan oleh penelitian sebelumnya sebagai variabel yang

memengaruhi pergerakan harga saham adalah: pengaruh dari pergerakan harga

minyak dunia dan exchange rate rupiah terhadap dolar AS terhadap return

industri pertambangan dan consumer goods.

Banyak penelitian yang telah mendokumentasikan hubungan antara

pergerakan harga minyak dunia dengan kegiatan ekonomi suatu negara, sebagian

besar penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif

antara dua hal di atas. Sedangkan, aktivitas pasar modal Indonesia memiliki

hubungan yang positif dengan pergerakan harga miyak dunia2. Pertanyaan yang

muncul adalah apakah hubungan pergerakan harga minyak dunia memiliki

hubungan yang berbeda dengan kebanyakan penelitian yang telah dilakukan

selama ini? Secara umum, kenaikan harga minyak mendorong harga–harga saham

bergerak naik. Hal ini dapat dilihat dari data-data di Yahoo Finance di mana sejak

tahun 2007 IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) mengalami kenaikan yang

drastis hingga pertengahan tahun 2008. Kenaikan harga minyak ini direspon

positif tidak hanya oleh saham pertambangan, melainkan juga mendorong sektor

lain khusunya untuk perusahaan penghasil energi lainnya yang dapat digunakan 1 http://www.antara.co.id/arc/2007/12/28/bei-jadi-bursa-terbaik-ketiga-di-asia-pasifik/ 2 http://www.duniainvestasi.com/bei/prices/stock

Page 2: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

2

sebagai subtitusi dari minyak. Penelitian oleh Driesprong (2005) merupakan salah

satu penelitian yang mendokumentasikan pengaruh antara pergerakan harga

minyak dunia terhadap return industri. Penelitian yang dilakukan terhadap 30

stock market dari negara maju dan beberapa emerging market menemukan bahwa

pergerakan harga minyak dunia merupakan salah satu predictor yang signifikan

untuk menentukan stock market return. Hal tersebut akan semakin signifikan

terhadap negara yang memiliki konsumsi minyak dunia yang tinggi.

Latar belakang dilakukannya penelitian mengenai pengaruh exchange rate

terhadap stock market return adalah kejadian pada saat krisis moneter yang terjadi

pada 1997-2003 di hampir seluruh negara Asia. Krisis moneter di Asia diawali

oleh krisis keuangan yang terjadi di Thailand akibat banyaknya spekulan yang

memperjual-belikan Baht, di mana krisis ini kemudian menyebar ke negara Asia

lainnya tak terkecuali Indonesia. Krisis moneter Asia ini kemudian menyebar juga

ke luar Asia seperti Rusia dan negara-negara Amerika Latin yang mengalami

krisis moneter serupa.

Pada tahun 1998 di Indonesia terjadi depresiasi nilai rupiah terhadap dolar

AS, yang di saat bersamaan, nilai saham-saham di Bursa Efek Jakarta (sekarang

Bursa Efek Indonesia) mengalami penurunan cukup signifikan. Banyak studi

dilakukan untuk melihat pengaruh dari pergerakan nilai kurs terhadap stock

market, dan hasil dari penelitian terdahulu sangatlah beragam. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa nilai kurs-lah yang memengaruhi stock market dan ada juga

yang menyatakan sebaliknya. Beberapa penelitian menyatakan kedua hal tersebut

memiliki hubungan yang positif dan ada juga yang menyatakan negatif. Studi

yang dilakukan oleh Gupta, Chevalier dan Sayekt (2000) menyatakan hipotesis

awal bahwa ada korelasi positif antara harga saham dan exchange rate. Sebuah

studi menyatakan bahwa pengaruh exchange rate dipengaruhi oleh degree of

openness dari perekonomian kita dan neraca perdagangan suatu negara (Frankel,

1993). Kenaikan harga saham dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah secara positif,

artinya semakin baik nilai tukar Rupiah terhadap Dolar diharapkan bursa saham

merespon secara positif.

Perlu diketahui bahwa indutri pertambangan dan industri consumer goods

mungkin memiliki respon yang berbeda terhadap fluktuasi harga minyak dunia

Page 3: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

3

dan exchange rate. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan input produksi

dan juga dependensi setiap industri terhadap dua variabel yang diteliti.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti adalah:

1) mengetahui pengaruh pergerakan harga miyak dunia terhadap return

industri pertambangan dan consumer goods.

2) mengetahui pengaruh pergerakan nilai exchange rate terhadap

pergerakan saham industri pertambangan dan consumer goods.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitan ini adalah:

1) mengetahui hubungan antara pergerakan harga minyak dunia terhadap

return industri pertambangan atau consumer goods.

2) mengetahui hubungan antara perubahan exchange rate terhadap

pergerakan return industri pertambangan atau consumer goods.

Diharapkan penelitian ini berguna terutama bagi:

1) akademisi dan peneliti, dapat menambah wawasan serta referensi

untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan indikator–indikator yang

memengaruhi harga saham.

2) investor, dapat membantu dalam mengambil keputusan investasi,

khususnya dalam melakukan analisa mengenai indikator-indikator

kondisi makro yang secara signifikan berpengaruh dalam memprediksi

pergerakan saham di industri terkait.

3) analis, membantu untuk menunjukkan indikator–indikator makro apa

yang berpengaruh dalam melakukan analisa pergerakan saham.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian dalam saham industri

pertambangan dan consumer goods. Data yang digunakan adalah data laporan

keuangan perusahaan di industri pertambangan dan consumer goods mulai

Page 4: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

4

tahun 2002 hingga 2006, meliputi harga minyak dunia dan exchange rate.

Penelitian dilakukan antara tahun 2002 sampai 2006 dimaksudkan agar dapat

melihat pengaruhnya secara jelas, karena pada tahun 2008 harga minyak

melambung tinggi dan nilai Rupiah terhadap Dolar melemah karena adanya

krisis global. Dengan menggunakan data tahun 2002 sampai 2006 diharapkan

informasi yang didapat lebih bermanfaat, karena akan benar-benar melihat

hubungan yang sebenarnya dari variabel-variabel yang diteliti pada kondisi

yang cenderung stabil (tidak berada dalam krisis keuangan ataupun kenaikan

yang luar biasa dari harga minyak). Apabila periode yang digunakan adalah

periode di mana terdapat peristiwa luar biasa, hasil penelitian akan bisa dan

dapat menyesatkan bagi para pengambil keputusan investasi.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini diantaranya adalah:

1. tinjauan literatur, termasuk di dalamnya adalah peninjauan dari jurnal-

jurnal, skripsi, tesis atau penelitian-penelitian terkait yang terdahulu.

Manfaat dari tinjauan literatur ini adalah pendalaman materi maupun

perbandingan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dapat digunakan

sebagai acuan untuk penelitian ini.

2. pengolahan data-data sekunder. Observasi dilakukan di antaranya

dengan mencari data-data keuangan perusahaan yang telah ada di

internet. Alasan penggunaan observasi data sekunder adalah bahwa

nilai saham perusahaan-perusahaan yang listing di BEI umumnya

sudah banyak tersedia secara up to date di internet.

3. uji statistik yang digunakan dalam penelitian model matematis ini di

mana pembuktiannya menggunakan metode-metode statistik.

Pengujian berupa uji korelasi, Granger causality test dan VAR (Vector

Auto Regressive) karena penelitian ini ditujukan untuk mengetahui

pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.

Page 5: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

5

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan: bab ini akan menguraikan latar belakang dan rumusan

masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta

sistematika penulisan. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran

umum mengenai isi keseluruhan dari tulisan ini.

Bab II Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis: akan diuraikan

landasan teori yang dipakai dalam tulisan ini yang akan digunakan dalam

merumuskan hipotesis penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian: menjelaskan tahap-tahap dalam penelitian,

mulai dari data, sampel serta cara penghitungan variabel-variabel yang

digunakan. Dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai metode yang

akan digunakan dalam pengolahan data.

Bab IV Analisis Hasil Penelitian: pada bab ini akan dilakukan analisis

terhadap pengolahan data yang dilakukan pada Bab III serta

pembahasannya yang merupakan interpretasi dari hasil pengolahan data

tersebut. Interpretasi hasil penelitian ini akan memberikan jawaban atas

permasalahan dari penelitian ini.

Bab V Kesimpulan dan Saran: merupakan penutup dari laporan penelitian

ini. Seluruh hasil perhitungan dan analisa data pada bab sebelumnya akan

dirangkum dalam bab ini. Selain itu juga diberikan saran-saran sebagai

pengembangan lanjutan dari penelitian ini.

Page 6: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

6

BAB II

LANDASAN TEORI

Investasi adalah komitmen atas dana terhadap satu atau lebih aset yang

akan dipegang selama satu atau beberapa periode di masa depan (Jones, 2004).

Sedangkan investasi yang berkaitan dengan manajemen kekayaan investor yaitu

jumlah dari pendapatan sekarang dan nilai masa kini dari pendapatan di masa

depan (Jones, 2004). Investor dapat memilih berbagai jenis alternatif investasi

yang ada di mana secara umum terdapat dua kategori, yaitu pada aset finansial

(instrumen hutang/obligasi, instrumen modal/saham) maupun aset riil (seperti

emas, perak, komoditi, dan properti).

Ada beberapa pilihan bagi investor untuk menginvestasikan dananya, salah

satunya adalah melalui pasar modal (saham). Pasar modal merupakan sarana

investasi bagi investor dan emiten untuk mendapatkan tambahan modal dengan

cara menerbitkan efek. Sebelum melakukan investasi di pasar modal tentu saja

investor harus tahu instrumen investasi apa yang tersedia di pasar modal (saham)

tersebut, risiko-risikonya beserta cara meminimalkannya, dan juga faktor apa saja

yang memengaruhi harga dari instrumen di pasar modal. Secara ringkas yang

perlu diperhatikan oleh investor adalah risk and return di dalam pasar modal.

Risiko (risk) adalah hal-hal yang dapat menghalangi investor utuk mendapatkan

tingkat pengembalian yang diharapkan, sedangkan return adalah imbal hasil yang

diharapkan oleh investor akibat menanamkan dananya di dalam pasar modal.

Untuk memaksimalkan return yang didapatkan, para investor dan manager

investasi harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi harga saham

di BEI, yang terdiri dari 3 faktor: (1) fundamental perusahaan, (2) keadaan

industri, dan (3) kondisi makro yang relevan. Penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui pengaruh faktor-fator makro-ekonomi yang relevan terhadap return

industri yang diteliti.

2.1 Saham

Salah satu instrumen investasi yang cukup populer di dunia adalah

berinvestasi melalui saham. Investasi di dalam saham merupakan salah satu

Page 7: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

7

instrumen investasi yang memberikan timbal hasil tertinggi, selain juga risiko

yang terkandung dalam instrumen investasi ini yang sama tingginya. Hal ini

sesuai dengan salah satu aksioma dalam ekonomi yaitu “high risk, high return”.

Definisi dari saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang

atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan terbatas3. Definisi lain dari

saham adalah instrumen yang menandakan kepemilikan atas aset dan profit

perusahaan secara proporsional sesuai persentase kepemilikan saham4.

Saham dibagi dua, yaitu saham biasa dan saham preferen (Winardi, 2003):

1) saham biasa, di mana sebagai unit kepemilikan suatu perusahaan,

saham biasa memiliki voting right dan sesuai porsinya dapat

menentukan arah kebijakan perusahaan. Pemegang saham biasa juga

harus ikut menanggung bila terjadi kerugian.

2) saham preferen dengan dividen yang tetap. Saham preferen terkadang

juga memiliki opsi untuk men-convert kepemilikannya kedalam saham

biasa.

Return yang dapat diraih oleh pemilik saham adalah:

1) dividen, merupakan laba yang dibagikan kepada pemegang saham.

Biasanya dividen diambil dari laba ditahan suatu perusahaan.

2) capital gain yang merupakan profit hasil dari investasi di pasar modal.

Hal ini terjadi apabila harga beli lebih tinggi dari harga pasar sekarang.

Sebelum exercise (dijual), gain tersebut dianggap sebagai unrealized

gain.

Selain keuntungan yang akan diperoleh, melakukan investasi di dalam

saham juga mengandung risiko yang harus ditanggung apabila terjadi kerugian

dan risiko terbesar adalah kemungkinan investasi tidak akan kembali apabila suatu

perusahaan harus dilikuidasi. Pemegang saham adalah entitas yang akan

menerima penggantian kerugian paing akhir apabila suatu perusahaan mengalami

likuidasi, di mana pengembalian dapat dilakukan apabila ada sisa dana dari proses

likuidasi tersebut (setelah membayar kepada negara dan kewajiban–kewajiban

lainnya terpenuhi) masih tersisa.

3 http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/2002/05/3/eur01.html 4 http://www.investorwords.com/4725/stock.html

Page 8: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

8

2.2 Return Saham

Menurut Jones (2004), total return adalah pengukuran persentase yang

membandingkan semua arus kas dari sebuah sekuritas dengan harga belinya.

Stocks Total Return:

(1)

di mana :

= dividend during the period

= beginning price

= ending price

2.3 Pergerakan Harga Minyak Mentah Dunia

Dalam era industrialisasi seperti sekarang minyak bumi merupakan suatu

hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan kegiatan sehari–hari dari industri.

Pada era industrialisasi seperti sekarang minyak merupakan salah satu komoditas

yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan untuk menjalankan operasi

perusahaan sehari-hari, minyak sangat dibutuhkan sehingga setinggi apapun harga

minyak konsumsi minyak terus meningkat dari tahun ketahun. Pergerakan harga

minyak dunia merupakan salah satu faktor makro-ekonomi yang memengaruhi

perekonomian suatu negara, besar atau kecilnya pengaruh perubahan harga

tersebut tergantung dari fundamental dan nature dari suatu negara. Menurut

Trimegah, bila suatu negara merupakan eksportir minyak, kenaikan harga akan

dipandang sebagai suatu hal yang baik bagi perekonomian dan bila suatu negara

merupakan net importir hal tersebut dapat dianggap sebagai bencana (Trimegah

Securities, Market Insight: Exchange Rate & Oil on Emerging Markets, 2008).

Kenaikan harga minyak secara terus menerus dapat didefinisikan dengan

sederhana secara ekonomi, yaitu permintaan minyak yang meningkat tajam tidak

diikuti dengan kenaikan produksi minyak. Permintaan dalam jumlah yang sangat

besar terhadap minyak bumi merupakan akibat dari industrialisasi besar-besaran

yang dilakukan oleh banyak negara berkembang seperti Cina dan India. Minyak

bumi merupakan salah satu komoditas yang volume penjualannya sama dengan

Page 9: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

9

volume produksinya. Volume produksi yang cenderung berubah-ubah merupakan

salah satu faktor penyebab perubahan harga minyak dunia.

Minyak merupakan sumber energi yang paling banyak digunakan untuk

usaha produktif maupun konsumtif. Usaha produktif seperti pabrik-pabrik

membutuhkan minyak sebagai bahan bakar mesin-mesinnya, selain digunakan

untuk kegiatan produksi minyak juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan

manusia atas bahan bakar untuk kendaraan. Setiap industri bergantung kepada

minyak untuk menjalankan usahanya, pabrik butuh minyak sebagai bahan bakar,

industri transportasi hingga pedagang kaki lima juga membutuhkan minyak.

Karena hal tersebut perubahan harga minyak dunia dapat memengaruhi keadaan

ekonomi suatu negara. Untuk negara net importir kenaikan harga minyak akan

menyebabkan inflasi.

Inflasi ini didefinisikan sebagai keadaan di mana kenaikan harga barang–

barang yang besifat umum dan terus menerus (Rahardja dan Manurung, 2004).

Menurut penelitian oleh Gisser dan Goodwin (1986), harga minyak dunia meiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perekonoian suatu negara. Dalam penelitian

tersebut dikatakan bahwa harga minyak memiliki dampak inflationer dan dampak

riil terhadap perekonomian.

Selain mengakibatkan inflasi, ada beberapa kebaikan yang dibawa oleh

peningkatan harga minyak. Contohnya adalah pencarian dan pengembangan

sumber energi alternatif menjadi lebih giat dilakukan. Salah satu industri yang

diuntungkan karena kenaikan harga minyak adalah para petani sawit. Harga sawit

meningkat tajam juga saat minyak naik, sehinga bagi negara berkembang seperti

Indonesia dan Malaysia selaku produsen terbesar kelapa sawit mendapatkan

keuntungan juga. Selain kelapa sawit, industri batu bara juga terkena imbas dari

kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia mendorong tingkat

konsumsi dan tingkat harga dari batu bara. Permintaan terhadap batu bara akan

terus meningkat apabila Cina dan India terus menerus membutuhkan batu bara

dan apabila harga minyak tetap diatas 100 Dolar AS per barel. Permintaan atas

minyak di negara-negara maju memang cenderung berkurang karena adanya

kesadaran akan keadaan lingkungan dan riset–riset yang dilakukan terhadap

sumber energi alternatif, di sisi lain permintaan minyak di negara–negara

Page 10: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

10

berkembang seperti Cina dan India terus meningkat. Kebutuhan akan minyak

yang sangat tinggi membuat negara-negara berkembang sangat terekspos

pergerakan harga minyak. Embargo minyak yang dilakukan oleh OPEC pada

tahun 1973 menyebabkan negara–negara berkembang mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan minyaknya (Rifkin, 2002).

Kenaikan harga minyak bekerja seperti layaknya inflation tax. Dalam ilmu

ekonomi inflasi dianggap sebagai tax karena secara tidak langsung mengurangi

daya beli dari income yang dimiliki perorangan maupun badan. Pergerakan harga

minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penentuan produksi minyak oleh

OPEC dan kondisi geopolitik suatu negara penghasil minyak.

2.4 Pengaruh Pergerakan Harga Minyak Dunia Terhadap Pergerakan

Return Saham Industri Pertambangan & Consumer Goods

Menurut beberapa penelitian terdahulu, pergerakan harga saham di bursa

efek tidak terlepas dari adanya pergerakan harga minyak dunia. Hal tersebutlah

yang akan diuji terhadap return industri pertambangan dan consumer goods di

Bursa Efek Indonesia. Tidak sedikit analis yang menjadikan perubahan harga

minyak dunia sebagai parameter atau pertanda terhadap naik-turunnya suatu harga

saham, terlepas dari faktor-faktor lain yang juga ikut memengaruhi pergerakan

harga saham di bursa. Di pasar modal Amerika misalnya, pergerakan indeks S&P

500 dapat dikatakan terpengaruh oleh pergerakan harga minyak. Permasalahannya

timbul saat diketahui bahwa ternyata pengaruh dari pergerakan harga minyak

tersebut terkadang positif dan terkadang negatif. Setelah dilakukan penelitian

lebih lanjut dapat dilihat ada sedikit pengaruh pergerakan harga minyak dunia

terhadap harga saham, di mana dari penelitian tersebut cenderung ke arah negatif.

Kesimpulanbawanya, pergerakan harga minyak dunia bukan parameter yang baik

dalam mengukur “stock market behavior”5.

Ada banyak sekali literatur yang mempelajari hubungan antara faktor

makro-ekonomi (salah satunya harga minyak mentah) terhadap stock market di

suatu negara. Pelopor penelitian tersebut adalah Chen (1986), yang menurut

penelitian beliau, interest rate, inflation rate, bonds yields spread dan industrial

5 CXOAG Investing Notes – Update Crude Oil Price and Stock Returns

Page 11: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

11

production dinilai memiliki pengaruh terhadap stock price market returns. Dalam

penelitian terebut, minyak belum dianggap memiliki pengaruh terhadap stock

price return. Pendekatan yang sama digunakan oleh Hamao (1989) untuk meneliti

Japanesse equity data di mana lagi-lagi minyak belum dianggap memiliki

pengaruh terhadap stock market. Beberapa tahun kemudian baru ditemukan bahwa

harga minyak memiliki pengaruh terhadap stock market. Penelitian ini dilakukan

terhadap Japanesse equity data oleh Kaneko dan Lee (1995). Tahun 1994, Ferson

dan Ferson dan Harvey meneliti 18 stock market yang ada di dunia dan

menemukan bahwa minyak memiliki pengaruh yang signifikan (secara statistik)

terhadap stock market yang diteliti, tetapi pengaruh bagi setiap market berbeda-

beda.

Huang, Masulis dan Stoll (1996) dengan menggunakan metode VAR

(Vector Auto Regressive) menemukan bahwa pergerakan harga minyak dapat

menggerakan return dari individual oil stock. Hal tersebut tidak berlaku untuk

return dari indeks. Sadorsky (1999) dengan menggunakan metode VAR

menemukan bahwa pergerakan minyak setelah tahun 1986 memiliki porsi yang

lebih besar dari interest rate dalam menentukan return market.

Menurut Basher dan Sadorsky (2004), pengaruh perubahan harga minyak

terhadap stock market dapat dijelaskan sebagai berikut: kenaikan harga input

dalam produksi artinya kenaikan cost of production (minyak merupakan input

dalam produksi), kenaikan cost of production mengurangi cash flow dari

perusahaan yang menurut penelitian mereka akan berdampak pada stock price

suatu perusahaan. Selain itu masih menurut mereka, harga minyak merupakan

indikator inflasi, sehingga saat minyak naik interest rate akan ikut meningkat.

Peningkatan interest tersebut membuat bonds dan deposito terlihat lebih menarik

daripada stock, apalagi risiko deposito dan bonds lebih kecil daripada stock.

Perpindahan dari stock market kepada deposito dan bonds dapat membuat suatu

pasar kehilangan daya tariknya dan pada akhirnya seluruh stock mengalami

penurunan.

Park dan Ratti (2005), melalui penelitiannya dengan menggunakan data

bulanan dari tahun 1986 sampai 2005 terhadap 13 negara Eropa dan menggunakan

metode unrestricted Vector Auto Regressive menemukan bahwa pada negara

Page 12: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

12

importir minyak, pergerakan harga minyak bumi memiliki hubungan negatif yang

signifikan terhadap return market apabila dibandingkan dengan interest rate shock.

Sedangkan, pada negara eksportir minyak, pergerakan harga minyak memiliki

hubungan positif yang signifikan di mana interest rate memiliki dampak yang

lebih besar dibandingkan dengan pergerakan harga minyak.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ewert & Hult (2006), mereka

meneliti 3 negara Asia yaitu Indonesia, Cina dan India, didapat hipotesis bahwa

harga minyak memengaruhi saham secara negatif. Ditemukan juga bahwa di India

pergerakan harga minyak dunia dapat digunakan sebagai parameter perubahan

harga saham. Sedangkan di Indonesia dan Cina bukti–bukti ke arah tersebut

sangat minim.

Pergerakan harga saham pertambangan di BEI ikut terdorong karena

naiknya harga minyak dunia. Permintaan yang tinggi terhadap minyak

menyebabkan tingginya usaha eksplorasi dan ekstraksi tambang minyak. Dengan

demikian perusahaan pertambangan khususnya tambang minyak mendapatkan

revenue yang lebih banyak, di mana hal tersebut yang menyebabkan harga saham

pertambangan ikut naik.

Menurut Kepala Riset PT Paramitra Alfa Sekuritas Pardomuan Sihombing,

indeks saham pertambangan ikut terdorong naik setelah harga minyak mengalami

peningkatan. Pada bulan Oktober 2008 saham pertambangan di BEI ikut

terpengaruh menyusul terkoreksinya harga minyak dunia (Vivanews.com,

Oktober 2008). Penurunan harga minyak dunia pada bulan Agustus 2008 tidak

direspon baik oleh pasar modal Indonesia. Keadaan ini seperti melawan arus

perdagangan global di mana penurunan harga minyak dunia membuat nilai indeks

di bursa regional dan global meningkat. Penurunan IHSG tersebut dipicu oleh

penurunan di sektor pertambangan dan komoditas. Penurunan harga minyak juga

membuat saham komoditas seperti CPO ikut turun, alasannya adalah CPO

merupakan salah satu produk subtitusi dari minyak sehingga jika harga minyak

turun harga CPO juga turun. Pemikiran seperti itu menyebabkan penjualan saham

di lantai bursa tersebut menekan IHSG untuk dikoreksi. Sebenarnya semua saham

regional dan dunia mengalami tekanan yang sama akibat turunnya harga minyak

dunia, tetapi bursa regional dan dunia memiliki komposisi yang berimbang

Page 13: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

13

daripada bursa Indonesia. Menurut Fund Manager Valbury Asia Securities

Thauriq Anwar, kenaikan luar biasa dari IHSG didorong oleh peguatan industri

pertambangan dan komoditas (dua industri tersebut memiliki kapitalisasi yang

paling besar dibanding dengan industri lainnya), sehingga ketika kedua industri

tersebut mengalami koreksi yang dalam, IHSG juga mengalami hal yang sama

(Kompas, Agustus 2008).

Penurunan harga minyak dianggap sebagai salah satu faktor yang

menyebabkan penguatan saham-saham consumer goods di Wall Street dan juga

sebagai bad news bagi saham-saham pertambangan karena revenue mereka akan

terpengaruh seiring dengan harga minyak yang terus turun (vibiznews.com 2008).

Idrus (2007) melakukan penelitian tentang reaksi pasar terhadap kenaikan harga

minyak. Dalam penelitiannya disebutkan saat harga minyak naik, banyak dari

pemain pasar melepas saham consumer goods. Hal ini dikarenakan minyak yang

merupakan input bagi industri tersebut akan mengurangi margin keuntungan dari

perusahaan–perusahaan consumer goods dan akan berpengaruh kepada saham

perusahaan consumer goods.

2.5 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berarti seberapa besar nilai

perbandingan kedua mata uang tersebut. Contohnya, apabila rupiah memilki

exchange rate 10,000 berarti setiap 10,000 rupiah yang kita miliki dapat kita tukar

dengan 1 dolar AS. Fluktuasi nilai tukar tergantung pada supply dan demand dari

suatu mata uang. Bila demand lebih besar dari supply suatu mata uang cenderung

akan memiliki nilai tukar yang tinggi, dan sebaliknya.

2.6 Pengaruh Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Terhadap

Pergerakan Return Saham Industri Pertambangan & Consumer Goods

Isu pada sub-judul di atas menjadi perhatian sejak terjadinya krisis di Asia

pada tahun 1997. Pengamat melihat bahwa setelah terjadi krisis, harga saham di

beberapa negara Asia ikut jeblok. Muhammad dan Rasheed (2001) menjelaskan

mengapa perubahan exchange rate dapat memengaruhi harga saham. Bila suatu

negara mengalami depresiasi mata uang, perusahaan akan menjadi lebih

Page 14: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

14

kompetitif. Hal ini mengakibatkan nilai ekspor semakin tinggi dan pada akhirnya

akan meningkatkan harga saham suatu perusahaan yang berlaku apabila suatu

perusahaan tidak banyak melakukan impor untuk input produksinya.

Selain itu ada juga pendapat yang menyatakan bahwa market return-lah

yang memengaruhi nilai tukar mata uang suatu negara. Menurut teori portofolio

balance approaches, pasar modal yang sedang berkembang akan menarik banyak

investor termasuk investor dari luar negeri, untuk dapat berpartisipasi dalam pasar

modal suatu negara. Ketika seseorang membutuhkan mata uang lokal membuat

demand yang tinggi terhadap mata uang tersebut dan akan mengapresiasinya.

Sebaliknya, apabila pasar modal sedang menghadapi kondisi yang kurang baik,

investor-investor akan menarik kembali dananya dan menukarkannya ke foreign

currency: hal tersebut akan menyebabkan depresiasi suatu mata uang.

Meskipun secara teori exchange rate memiliki pengaruh terhadap stock

return, tidak semua penelitian menemukan hal yang sama dengan teorinya.

Penelitian pertama mengenai hubungan antara 2 variabel tersebut adalah Franck

dan Young (1972), di mana pada penelitian ini mereka tidak menemukan

hubungan di antara keduanya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Aggarwal

(1981), dilakukan di Amerika terhadap pengaruh perubahan exchange rate dari

dolar terhadap perubahan indeks saham. Data yang digunakan adalah data tahun

1974-1978. Setelah data terkumpul dan dilakukan uji regresi sederhana, hasilnya

adalah ditemukan hubungan positif antara kedua variabel tersebut yang lebih kuat

pada saat short term period. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Solnik (1987),

yang meneliti dampak beberapa variabel (termasuk didalamnya exchange rate)

terhadap stock market dari 9 negara barat. Hasilnya adalah ada hubungan positif

antara exchange rate dan stock price walau tidak signifikan. Penelitian juga

dilakukan oleh Jorion (1990-1991), Bodnar dan Gentry (1993) dan hasilnya

adalah sama dengan pernyataan dari Solnik. Pada tahun 1998, He dan Ng (1998)

melakukan penelitian terhadap 171 perusahaan multinasional di Jepang dan

menemukan hanya seperempat dari perusahaan itu memiliki exposure yang

signifikan terhadap exchange rate. Walaupun penelitian dilakukan dalam periode

krisis moneter tapi tidak semua terpengaruh oleh fluktuasi nilai mata uang.

Page 15: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

15

Tidak semua penelitian berakhir sesuai dengan penelitian terdahulunya.

Penelitian yang cukup baru oleh Soenen dan Henniger (1998) dilakukan di

Amerika menggunakan data bulanan stock price dan efektif exchange rate pada

tahun 1980-1986. Hasilnya berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu kedua

variabel tersebut memiliki hubungan yang negatif. Ajayi dan Mougoue (1996)

dalam penelitiannya juga menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara

exchange rate dan stock price.

Granger, Huang dan Yang (1998) yang melakukan penelitian terhadap 9

negara di Asia termasuk Indonesia menyatakan bahwa di Jepang dan Thailand,

kedua variabel ini memiliki hubungan yang positif. Menurut Gupta, Chevalier dan

Sayekt (2000), exchange rate dan harga saham berhubungan positif. Saat dolar

menguat, harga saham di pasar modal cenderung turun. Hal ini disebut-sebut

karena adanya masalah likuiditas. Bukan rahasia lagi pada saat krisis 1997 banyak

perusahaan di Indonesia memiliki hutang dalam mata uang dolar AS. Jadi ketika

dolar AS menguat, perusahaan banyak yang menjual sahamnya untuk membayar

hutang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pan dan Lui (1999), ada

hubungan antara exchange rate dan stock market di negara-negara Asia.

Hubungan ini dinilai lebih kuat terutama setelah krisis moneter yang menerpa

sebagian besar negara Asia.

Menurut Ioannis dan Costas (1997), hubungan antara exchange rate dan

stock market tidak selalu seperti yang digambarkan oleh teori. Hal ini tergantung

pada kondisi setiap pasar modal yang diteliti. Granger, Huang dan Yang (1998)

menyatakan bahwa di Taiwan, kedua variabel memiliki hubungan negatif dan di

negara lainnya hubungannya adalah bi-directional.

Pergerakan kurs dolar AS ternyata dapat juga memengaruhi pergerakan

harga minyak mentah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zhang, et al.

(2008) menemukan bahwa depresiasi dari nilai tukar dolar AS ternyata

menyebabkan kenaikan harga minyak dunia.

Page 16: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

16

2.7 Hipotesis Penelitian

H1: “Pergerakan harga minyak memiliki hubungan yang positif terhadap return

industri pertambangan”

H2: “Pergerakan harga minyak memiliki hubungan yang negatif terhadap return

industri consumer goods”

H3: “Perubahan nilai exchange rate memiliki hubungan yang positif terhadap

return industri pertambangan”

H4: “Perubahan exchange rate memiliki hubungan yang positif terhadap return

industri consumer goods.”

Page 17: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

17

BAB III

DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi data

Dalam pengujian pergerakan harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap

dolar AS yang memiliki pegaruh terhadap return dari sektor pertambangan

maupun consumer goods, peneliti menggunakan data time series. Data time series

digunakan karena dapat menunjukan pergerakan variabel dari waktu ke waktu.

Untuk pengujian kali ini digunakan data time series yang bertipe data mingguan.

Data mingguan dan bulanan lebih baik digunakan dalam mengukur return saham

karena akan menghasilkan observasi yang cukup banyak dan dapat meminimalisir

bias yang terdapat dalam data harian. Variabel–variabel yang digunakan adalah

return sektor (pertambangan dan consumer goods), pergerakan harga minyak

dunia, pergerakan kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar dan return market secara

keseluruhan (return IHSG). Bentuk data yang digunakan tidak perlu

ditransformasikan dengan log maupun ln karena sudah memiliki ukuran yang

sama yaitu persentase. Periode estimasi yang digunakan adalah 2002 hingga 2006.

Periode ini dinilai sebagai tahun-tahun di mana variabel yang diteliti cenderung

stabil dan tidak ada kejadian-kejadian yang di luar kewajaran. Pengolahan data

akan dilakukan menggunakan software Eviews 4.0.

3.2 Operasionalisasi Variabel

3.2.1 Return Sektor Pertambangan dan Consumer Goods

Return Sector: (2)

Rs : Return sektor

Is : Nilai penutupan indeks sektor

Is-1: Nilai penutupan Indeks sektor minggu sebelumnya

Page 18: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

18

Total return sektor pertambangan dan consumer goods didapat dengan cara

menghitung indeks sektor pada penutupan minggu ke–n dikurangi dengan nilai

indeks sektor minggu sebelumnya. Nilai tersebut kemudian dibagi lagi dengan

nilai indeks sektor minggu sebelumnya. Perhitungan lebih rinci dapat dilihat dari

persamaan di atas. Data-data indeks setiap sektor dapat didapat dari perpustakaan

BEI.

3.2.2 Pergerakan Harga Minyak

Data minyak yang digunakan adalah minyak tipe crude oil (light sweet)

yang diperdagangkan di NYMEX, sedangkan data yang digunakan adalah future

contract type 1 dengan tipe mingguan. Harga yang digunakan adalah harga

penutupan setiap minggunya. Data dapat diambil dari situs milik Energy

Information Administration.

3.2.3 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Exchange rate menurut hipotesis memiliki hubungan positif dengan harga

saham. Cara pengukurannya adalah dengan melihat apakah setiap pergerakan nilai

tukar rupiah terhadap dolar akan memengaruhi return indeks sektor–sektor yang

diteliti. Data yang digunakan adalah data mingguan. Nilai tukar yang digunakan

adalah nilai tukar pada saat penutupan setiap minggunya. Data–data nilai tukar

rupiah terhadap US Dollar didapat dari situs oanda.com.

Tabel 1. Rangkuman Deskripsi Data

No Data Sumber Jenis Data Periode

1 Indeks Pertambangan Perpustakaan Referensi Pasar Modal

Harian Januari 2002 – Desember 2006

2 Indeks Consumer goods

Perpustakaan Referensi Pasar Modal

Harian Januari 2002 – Desember 2006

3 Nymex Future Oil Historical Price

Energy Information Adminisration

Mingguan Januari 2002 – Desember 2006

4 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar

Oanda.com Harian Januari 2002 – Desember 2006

Sumber: Olahan Sendiri

Page 19: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

19

3.3 Metode Pengujian

3.3.1 VAR (Vector Auto Regressive)

Model–model ekonometrika (tunggal maupun berganda) kebanyakan

berbentuk persamaan struktural, artinya adalah model tersebut lahir dari teori-teori

yang mendasarinya. Karena itu dalam pembuatan sebuah model,harus berdasarkan

teori baku yang sudah ada. Permasalahannya adalah tidak semua teori yang ada

dapat menjelaskan /mengarahkan pada spesifikasi model yang tepat.

Dalam persamaan simultan kita mengetahui ada 2 variabel, yaitu endogen

dan eksogen. Variabel endogen adalah variabel yang nilainya ditentukan di dalam

model, artinya kita baru dapat mengetahui nilainya apabila nilai variabel bebas

telah diketahui. Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar

model. Dalam model simultan langkah pertama yang harus dilakukan adalah

melihat apakah suatu persamaan dapat teridentifikasi atau tidak. Penilaian ini

lebih bersifat subjektif, karenanya hal ini ditentang oleh Christopher Sims

(Gudjarati, 2003).

Menurut Sims apabila memang ada hubungan yang simultan antar-variabel,

seharusnya semua variabel diperlakukan secara sama. Artinya tidak perlu lagi di

identifikasi yang mana variabel endogen ataupun variabel eksogennya.

Berdasarkan argumen di atas, Sims mengajukan konsep VAR (Vector Auto

Regressive). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa model VAR ini juga

mengurangi kerumitan akibat keharusan suatu persamaan harus mengacu pada

teori. Dalam VAR yang perlu peneliti tentukan hanyalah: 1) variabel yang saling

berinteraksi yang perlu dimasukkan kedalam sistem, 2) banyaknya variabel jeda

yang perlu diikutsertakan dalam model yang diharapkan dapat ”menangkap”

keterkaitan antar variabel dalam sistem (Gudjarati, 2003).

Keunggulan dari metode yang yang diperkenalkan oleh Christopher Sims ini

antara lain tidak perlu melakukan identifikasi yang mana variabel endogen

ataupun variabel eksogen, cara melakukan estimasi hanya menggunakan OLS, dan

peramalan dalam beberapa hal lebih baik daripada menggunakan persamaan

simultan yang kompleks. Sedangkan kekurangan metode ini adalah bersifat

teoritik dan tidak struktural, kurang cocok unutk analisis kebijakan, data dan

Page 20: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

20

pengamatan relatif banyak (lebih dari 30 sampel), semua variabel VAR harus

stasioner, serta interpretasi koefisien yang tidak mudah.

Metode VAR muncul sebagai jalan keluar atas permasalahan ini melalui

pendekatan non-struktural. Prinsip utama dari metodologi Sims tersebut yakni

tidak ada penentuan atau pembagian awal antara variabel endogen dan eksogen

(memperlakukan seluruh variabel yang digunakan dalam persamaan sebagai

variabel endogen), tidak ada restriksi pada persamaan, serta tidak ada landasan

teori ekonomi yang pasti yang diperlukan untuk menjelaskan persamaan simultan

yang ingin diuji. Berdasarkan prinsip tersebut, metodologi Sims ini sering juga

disebut sebagai “atheoritical macroeconometrics”.

10 12 11 1 12 1

20 21 21 1 22 1

t t t t yt

t t t t zt

y b b z y z

z b b y y z

(3)

Sistem persamaan di atas disebut juga sebagai struktural VAR. Kedua

variabel tersebut dipengaruhi secara langsung oleh variabel yang lain, sedangkan

nilai selang dari setiap variabel memengaruhi variabel tersebut secara tidak

langsung. Persamaan tersebut dapat dibentuk kedalam notasi matriks:

10 112 11 12

20 121 21 22

1

1t t yt

t t zt

y b yb

z b zb

1 1t o t tBx x (4)

di mana,

10120

2021

11 121

21 22

1, ,

1

,

tt

t

ytt

zt

y bbB x

z bb

Maka, apabila notasi matriks persamaan 2 dikalikan dengan inverse B maka akan

menghasilkan

1 1 10 1 1 0 1t t t t t tx B B x B A A x e

(5)

Dalam bentuk persamaan bivariate dapat ditulis sebagai berikut,

10 11 1 12 1 1

20 21 1 22 1 2

t t t t

t t t t

y a a y a z e

z a a y a z e

(6)

Page 21: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

21

Terdapat perbedaan antara sistem persamaan (2) dan (5), di mana sistem

persamaan (2) merupakan sistem struktural VAR, sementara sistem persamaan (3)

adalah sistem VAR dalam bentuk standar atau reduced form. Error terms pada

sistem persamaan (5) adalah gabungan dari εyt dan εzt . Karena εyt dan εzt “white

noise”, maka e1t dan e2t akan memiliki rata-rata 0, varian yang konstan, dan non-

otokorelasi serial.

Pada bentuk standar, VAR dianggap sebagai sistem yang dinamis dan

merupakan persamaan linear yang dipengaruhi oleh error terms. Berdasarkan

sistem persamaan (5) didapatkan:

0 1 1 2 2 ...t t t p t p tx A A x A x A x e

(7)

di mana,

xt = (n x 1) vector, terdiri dari n variabel yang digunakan dalam VAR

Ao = (n x 1) vector dari intersep

Ai = (n x n) matriks dari koefisien

et = (n x 1) vector dari error terms

Unrestricted VAR disebut juga dengan model VAR dinamis, hal itu

dikarenakan tidak adanya restriksi linear yang dilakukan. Identiikasi persamaan

pada model VAR perlu dilakukan untuk melakukan estimasi terhadap model VAR.

Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam kondisi overidentified dan exactly

identified, yang artinya hanya dapat dilakukan apabila informasi yang tersedia

lebih banyak atau sama banyaknya dengan jumlah parameter yang ingin

diestimasi. Menilik pada model yang telah dibangun di atas, identifikasi dari

sistem persamaan VAR (5) menghasilkan 9 informasi yang terdiri atas 6 koefisien

estimasi (a10, a20, a11, a21, a22), kalkulasi atas nilai varian e1t dan e2t, serta kovarian

(e1t, e2t). Sementara itu jumlah parameter yang harus diestimasi pada sistem

struktural VAR (2) berjumlah 10 yang terdiri atas 2 koefisien intercept (b10, b20),

4 koefisien autoregressive (γ11, γ12, γ21, γ22), 2 koefisien feedback (b12, b21), serta 2

standar deviasi (σy, σz). Maka yang diperoleh adalah kondisi underidentified,

sehingga hal tersebut membuat model mustahil untuk diestimasi. Untuk mengatasi

masalah tersebut, Sims menyarankan untuk menggunakan suatu metode yang

dinamankan metode rekrusif yang dimasukkan ke dalam proses identifikasi model

dengan melakukan restriksi pada satu atau lebih parameter dan dilandasi argumen

Page 22: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

22

pada teori ekonomi yang sesuai, sehingga kondisi overidentified atau exactly

identified dapat tercapai.

Ada beberapa latar belakang mengapa kita melakukan / membentuk sistem

persamaan, 1) deskripsi data, 2) peramalan, 3) inferensi structural dan 4) analisis

kebijakan. Didalam konsep VAR peneliti dapat mendapatkan empat hal diatas.

Dengan alat analisa yang ditawarkan, 1) forecasting: Ekstrapolasi nilai saat ini dan

nilai masa depan dengan mengunakan data masa lalu, 2) Impulse Response

Functions (IRF), melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat

perubahan atau shock suatu variabel tertentu, 3) FEDVs (Forecast Error

Decomposition of Variabels): prediksi kontribusi persentase varians setiap

variabel akibat perubahan variabel lainnya dan 4) Granger Causality Test:

digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat suatu variabel

3.4 Tahapan-Tahapan Pembentukan VAR

3.4.1 Uji Stasioneritas (Unit Root Test)

Uji ini dilakukan untuk menstasionerkan data-data time series yang

digunakan. Data-data tersebut dapat dikatakan stasioner apabila mean, varian dan

autokovarians tetap sama pada setiap selang yang berbeda di titik manapun

dilakukan pengukuran (time invariant). Data time series memiliki kecenderungan

untuk kembali ke nilai rata-ratanya dan akan berfluktuasi di sekitar nilai rata–rata

yang akan memiliki besaran konstan. Data yang stasioner dan tidak stasioner

memiliki implikasi yang berbeda. Pada data yang stasioner, guncangan yang

terjadi hanya bersifat temporer. Sementara apabila data tersebut tidak stasioner,

guncangan yang terjadi bersifat permanen. Data yang tidak stasioner dapat

menyebabkan spurious regression di mana hasil regeresi memiliki nilai R2 yang

tinggi dan t-statistik yang signifikan namun tidak memiliki intepretasi ekonomi

yang berarti (Granger dan Newbold, 1974).

` 1t t tY Y (8)

εt dihasilkan dari proses white noise, apabila dalam periode Yt terdapat

guncangan sebesar C, maka Yt+1, Yt+2, ... akan meningkat sebesar C sehingga

dampak dari guncangan adalah permanen. Pada kasus tersebut dapat dikatakan

bahwa model memiliki permasalahan akar unit 1t t tY Y , di mana α < 1.

Page 23: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

23

Apabila mengacu pada model di atas, guncangan akan menurun searah

dengan berjalannya waktu. Dalam model diatas dapat dikatakan bahwa model

yang ada tidak memiliki masalah unit root dan memenuhi kondisi stasioner. Uji

akar unit dapat dilakukan dengan uji Dickey-Fuller atau Augmented Dickey-Fuller.

Tahapan pelaksanaan uji Dickey-Fuller melibatkan berbagai keputusan, dimana

pengujian ini diestimasikan dalam tiga hipotesis null yang berbeda, yakni

Yt adalah random walk : 1t t tY Y u (9)

Yt adalah random walk with drift : 1 1t t tY Y u (10)

Yt adalah random walk with drift : 1 2 1t t t tY Y u (11)

Hipotesis null untuk ketiga persamaan di atas adalah δ = 0, di mana terdapat

akar unit. Hipotesis alternatifnya adalah δ < 0, yang tidak terdapat akar unit. Jika

hipotesis null ditolak, maka dapat dikatakan bahwa Yt adalah time series yang

stasioner dengan nilai rata-rata = 0 (5), Yt adalah time series yang stasioner

dengan nilai rata-rata ≠ 0 (6) , dan Yt adalah time series yang stasioner dengan

tren deterministik (9).

Berbeda dengan uji Dickey-Fuller, uji Augmented Dickey-Fuller dibangun

dengan kondisi ut terkorelasi. Pengujian ini dilakukan dengan memperbesar tiga

persamaan di atas dengan menambahkan nilai selang dari variabel dependen ∆Yt.

1 2 1 1t t t i t tY Y Y

di mana εt adalah eror pure white noise dan ∆Yt-1 = (Yt-1 – Yt-2), dan

seterusnya. Sama seperti uji Dickey-Fuller, uji Augmented Dickey-Fuller juga

menguji apakah δ = 0. Hipotesis null (Ho) dapat ditolak jika p-value lebih kecil

dari nilai α.

3.4.2 Penentuan Selang Optimal

Metodologi VAR merupakan model persamaan simultan yang

memperlakukan semua variabel sebagai variabel endogen, di mana setiap variabel

endogen dijelaskan oleh nilai selang atau nilai masa lampau dari dirinya dan dari

variabel endogen lainnya dalam model. Tahapan pertama adalah menentukan

panjang selang maksimum model VAR yang stabil. Menurut Lutkephol (1991),

Page 24: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

24

suatu model VAR menjadi stationer apabila semua roots-nya memiliki modulus

lebih kecil dari satu dan terletak pada unit circle.

Tahapan kedua adalah mencari selang panjang optimum dengan kriteria yag

tersedia. Kriteria informasi yang tersedia antara lain:

1) Adjusted R2

R2 berguna untuk mengukur keakuratan dari nilai prediksi

terhadap nilai sesungguhnya dari variabel terikat/dependen,

semakin besar nilai dari R2, maka semakin besar pula hubungan

antara variabel terikat dengan variabel-variabel bebasnya. Namun

metode ini memiliki kekurangan yaitu jika jumlah variabel

bebasnya semakin banyak, maka nilai R2-nya juga akan semakin

besar. Oleh karena itulah digunakan adjusted R2, di mana

penghitungannya telah diberi penimbang.

2) Likelihood Ratio

Dengan alternatif ini, semakin besar nilai LR yang

dihasilkan, semakin baik juga modelnya.

3) Final Prediction Error (FPE)

Dengan alternatif ini, semakin kecil nilai FPE yang

dihasilkan, semakin baik juga modelnya.

4) Akaike Information Criterion

Dengan alternatif ini, semakin kecil nilai AIC yang

dihasilkan, semakin baik juga modelnya.

5) Schwarz Information Criterion

Dengan alternatif ini, semakin kecil nilai SIC yang

dihasilkan, semakin baik juga modelnya.

6) Hannan-Quinn Information Criterion

Dengan alternatif ini, semakin kecil nilai HQ yang

dihasilkan, semakin baik juga modelnya.

Tahapan ketiga adalah membandingkan nilai adjusted R2 dari variabel VAR

yang ada. Selang optimum akan didapat dari selang tertentu yang menghasilkan

adjusted R2 yang paling besar.

Page 25: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

25

3.4.3 Uji Kausalitas Granger

Uji ini ditemukan oleh seseorang bernama Granger, pada tahun 1969. Model

VAR bebas restriksi (unrestricted VAR) memiliki banyak koefisien yang harus

diestimasi. Model ini dapat disederhanakan dengan mengeliminasi koefisien-

koefisien yang secara statistik sama dengan 0, di mana pada model VAR

pengujian tersebut dilakukan dalam konteks analisa kausalitas. Uji ini bertujuan

untuk mengetahui apaka suatu variabel memiliki hubungan searah atau dua arah.

Pada uji ini data yang digunakan adalah time series. Uji Granger juga digunakan

untuk mengetahui hubungan sebab akibat suatu variabel. Uji Granger ini

merupakan awal mula model VAR yang dikembangkan oleh Sims (1972).

Menurut Brooks (2002), uji kausalitas ini bertujuan untuk mencari korelasi

antara nilai saat ini dengan nilai masa lalu variabel lain, bukan ditujukan untuk

mengetahui pergerakan suatu variabel disebabkan oleh variabel lain. Dalam VAR,

uji ini dilakukan utuk mengetahui lag optimal di mana variabel-variabel memiliki

hubungan kausalitas.

Untuk melihat apakah x y dengan asumsi seluruh variabel stasioner,

dapat ditulis persamaan sebagai berikut,

0t t j t j j t j ty A D y x (12)

di mana, Dt = variabel deterministik (non-stokastik) dari persamaan

A0 = vektor dari parameter

Jika β1 = β2 = βk = 0, maka dapat dikatakan bahwa x tidak secara granger

menyebabkan y. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan F-test atau Lagrange

Multiplier LM Test.

3.4.4 Forecast Error Decomposition of Variance (FEDVs)

Menurut Brooks (2002), dekomposisi varian digunakan untuk memberikan

informasi lebih lanjut tentang hasil uji dengan VAR. Dekomposisi varian dapat

menunjukkan seberapa jauh pengaruh sebuah guncangan terhadap variabel-

variabel yang sedang diteliti. Sebuah guncangan terhadap variabel X bukan saja

hanya akan mengubah nilai dari variabel X tersebut, tetapi juga akan mengubah

nilai dari variabel-variabel yang lain melalui sistem VAR tersebut. Dekomposisi

varian menentukan seberapa jauh peramalan terhadap varian eror dari suatu

Page 26: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

26

variabel dapat dijelaskan oleh penemuan variabel-variabel penjelas. Biasanya,

guncangan yang terjadi pada satu variabel dapat menjelaskan paling banyak

mengenai peramalan varian eror dari variabel tersebut di dalam VAR. Satu hal

yang tidak boleh terlewatkan dari uji dekomposisi varian ini adalah, pengurutan

variabel sangat penting untuk memperoleh hasil yang maksimal. Oleh karena

itulah data penelitian ini diurutkan dari yang paling awal buka.

3.4.5 Impulse Response Function (IRF)

Model VAR dapat direpresentasikan sebagai Vector Moving Average

(VMA), yang dapat merefleksikan alur waktu dari berbagai guncangan yang

terjadi pada berbagai variabel dalam sistem VAR. Interaksi yt dan zt dapat

ditunjukkan dengan bentuk moving average yang telah dibangun pada model

sebelumnya. Berikut adalah ilustrasi bagaimana persamaan (6) dapat diubah

menjadi VMA,

111 12

0 221 22

i

t t i

it t i

y ea ay

z ea az

(13)

Persamaan (10) menunjukkan yt dan zt dalam e1t dan e2t. Persamaan tersebut

dapat diubah dalam εyt dan εzt menjadi,

11 12 1212 21

0 21 22 21

11/(1 )

1

i

t yt

it zt

y a a byb b

z a a bz

(14)

di mana

1 1212 21

2 21

11/(1 )

1t yt

t zt

e bb b

e b

Persamaan (11) dapat disederhanakan menjadi,

11 12

0 21 22

( ) ( )

( ) ( )t yt i

it zt i

y i iy

z i iz

(15)

di mana

121 12 21

21

1/(1 )

1i b

A b bb

Page 27: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

27

11 12 21 22( ), ( ), ( ), ( )i i i i adalah impulse response function karena keempat

koefisien tersebut merefleksikan perilaku seri yang terdapat pada model dalam

merespon inovasi (shock). Koefisien 12 (0) menunjukkan dampak instan akibat

perubahan satu unit εzt pada yt, sementara koefisien 12 (1) menunjukkan respon

satu periode akibat perubahan satu unit εzt-1 pada yt .

Page 28: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

28

BAB 4

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

4.1 Analisis Deskriptif

Tabel 2 Hasil Statistika Deskriptif

Mean St. Dev. Max Min Jumlah

Observasi

Return MNNG 0,93% 4,74% 25,37% -12,56% 260

Return CNSMRGDS 0,47% 3,15% 13,10% -8,86% 260

∆NYMEX 0,49% 3,74% 9,15% -17,03% 260

∆Kurs -0,04% 1,31% 4,15% -5,19% 260

Sumber: Olahan Sendiri

Mean adalah rata-rata nilai dari variabel yang diteliti. Melalui tabel di atas kita

dapat melihat seberapa besar rata-rata return dari industri pertambangan dan

consumer goods serta perubahan nilai dari harga minyak dunia dan kurs rupiah

terhadap dolar AS. Tabel di atas memberikan informasi mean dari tiap-tiap

variabel. Rata-rata return dari industri pertambangan adalah 0,93% sedangkan

return rata-rata dari industri consumer goods adalah 0,47%, yang artinya rata-rata

pertumbuhan masing-masing sektor selama periode yang diteliti adalah sebesar

nilai mean pada setiap minggunya. Dapat dilihat juga bahwa pertumbuhan industri

pertambangan lebih besar ditunjukan dengan nilai mean yang lebih besar, di mana

nilai mean menunjukan harga penutupan tiap minggunya. Perubahan harga

minyak memiliki rata-rata 0,49%, berarti rata-rata harga minyak meningkat

sebesar nilai mean setiap minggunya. Nilai kurs memiliki nilai mean -0,04%,

artinya nilai kurs cenderung melemah sebesar nilai mean pada setiap minggunya.

Dapat dilihat bahwa persentase pertumbuhan industri consumer goods nilainya

hampir sama dengan persetase kenaikan harga minyak dunia.

Nilai dari tiap-tiap variabel memiliki pergerakan nilai yang berbeda-beda pada

setiap waktu. Rata-rata dalam paragraf sebelumnya tidak menggambarkan nilai

tertinggi dan nilai terendah. Industri pertambangan memiliki peningkatan harga

Page 29: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

29

penutupan mingguan tertinggi sebesar 25,37% dan penurunan harga penutupan

mingguan terkecil sebesar 12,56%. Sedangkan industri consumer goods memiliki

peningkatan harga penutupan mingguan tertinggi sebesar 13,10% dan penurunan

harga penutupan mingguan terkecil sebesar 8,86%. Variabel harga minyak dunia

memiliki peningkatan terbesar sebesar 9,15% dan nilainya mengalami penurunan

sebesar 17,03%. Variabel kurs memiliki peningkatan terbesar sebesar 1,31% dan

nilainya mengalami penurunan sebesar 4,5%.

Ada beberapa sebab mengapa return dari industri-industri tersebut

berfluktuasi. Yang pertama adalah keadaan fundamental perusahaan yang berada

di dalam industri. Kedua, keadaan industri itu sendiri (lifecycle dari industri dan

kebijakan Pemerintah). Ketiga adalah pengaruh dari kondisi makro yang relevan

(harga minyak dunia, kurs dan bursa saham negara lain).

4.2 Analisis Grafik

Berdasarkan grafik yang terdapat pada lampiran 1, dapat dilihat bahwa kedua

industri yang diteliti memiliki kecenderungan untuk bergerak searah dengan

pergerakan harga minyak dunia dalam jangka panjang. Sedangkan apabila hanya

berdasarkan grafik pada lampiran 1, industri yang diteliti seperti tidak memiliki

hubungan sama sekali dengan pergerakan kurs. Kurs seperti memiliki

pergerakannya sendiri. Apabila dibandingkan dengan pergerakan minyak dunia

pun kurs seperti tidak memiliki hubungan.

Berdasarkan grafik pada lampiran 1 dapat disimpulkan sementara bahwa

pergerakan kedua industri yang diteliti dipengaruhi secara positif oleh pergerakan

harga minyak dunia. Sedangkan berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa

pergerakan kurs seperti memiliki pererakan sendiri dan sepertinya tidak

memengaruhi pergerakan indeks industri yang diteliti.

Page 30: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

30

4.3 Analisis Korelasi

Tabel 3 Hasil Uji Korelasi

RETCNSMR RETMNNG RETNYMX RETXCHNGRT

RETCNSMR 1 0,425 0,036 -0,226

RETMNNG 0,425 1 0,158 -0,162

RETNYMX 0,036 0,158 1 -0,068

RETXCHNGRT -0,226 -0,162 -0,068 1

Sumber: Olahan Sendiri

Berdasarkan tabel di atas (tabel Pairwise Correlation Matrix) yang

menggambarkan koefisien korelasi dari setiap variabel, untuk return industri

consumer goods memiliki hubungan dengan pergerakan harga minyak sebesar

3,6%, industri ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan pergerakan nilai

kurs yaitu sebesar negatif 22,6%. Sedangkan return industri pertambangan

dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dunia sebesar 15,8%, dapat dilihat

bahwa korelasinya jauh lebih besar daripada korelasi harga minyak dunia dengan

return industri consumer goods. Dari uji korelasi ini dapat dilihat bahwa H2 dan

H4 tidak sesuai dengan hasil uji di atas.

Pergerakan nilai kurs memiliki korelasi yang lebih signifikan dengan return

industri pertambangan daripada korelasi antara return industri pertambangan

dengan harga minyak dunia, yaitu sebesar negatif 16,2%. Korelasi yang kuat

antara return industri pertambangan dengan nilai kurs mungkin disebabkan oleh

pendapatan yang diperoleh dari perusahaan yang ada dalam industri pertambangan,

di mana sebagian besar minyak yang dihasilkan di Indonesia adalah untuk

kepentingan ekspor sehingga apabila nilai kurs berubah (naik ataupun turun) akan

memengaruhi pendapatan dari perusahaan tersebut (pendapatan juga dapat naik

ataupun turun). Apabila mata uang mengalami apresiasi pendapatan perusahaan

apabila dirupiahkan akan berkurang dan sebaliknya. Hasil ini berbeda dengan

hipotesis dari peneliti, yang sesuai dengan hasil penelitian dari Muhammad dan

Rasheed (2001), bahwa dengan depresiasi mata uang suatu negara, perusahaan di

negara tersebut akan lebih kompetitif di pasar dunia. Korelasi yang kuat antara

Page 31: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

31

pergerakan harga minyak dan return industri pertambangan dimungkinkan terjadi

karena bagi beberapa perusahaan pertambangan miyak merupakan sumber

pendapatan bagi mereka, sehingga semakin tinggi harga komoditi yang merekan

miliki semakin besar pula pedapatan mereka, begitupula sebaliknya. Industri

pertambangan di Indonesia tidak hanya terdiri dari perusahaan minyak saja, tetapi

pergerakan harga minyak juga memengaruhi harga barang komoditas lainnya hal

ini telah disampaikan pada landasan teori. Hasil uji ini juga sesuai dengan

hipotesis peneliti, juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Park dan

Ratti (2005) yang menyatakan bahwa minyak dan stock market memiliki

hubungan yang positif untuk negara eksportir minyak.

Analisis berikut merupakan ilustrasi apabila pengaruh dari variabel makro-

ekonomi berlangsung secara simultan:

1) variabel makro-ekonomi bergerak searah: dalam kondisi di mana harga minyak

dunia mengalami kenaikan dan nilai kurs mengalami penguatan, dari segi biaya

perusahaan, kenaikan harga minyak akan di-offset oleh menguatnya nilai rupiah

terhadap dolar AS. Artinya walaupun harga minyak mengalami kenaikan, secara

rupiah uang yang dikeluarkan mungkin sama saja dengan keadaan sebelum adanya

perubahan. Hal yang sama berlaku juga untuk pendapatan perusahaan, apabila harga

minyak naik, pendapatan bagi perusahaan pertambangan (khusunya minyak) akan

mengalami kenaikan. Karena pembayaran biasanya dilakukan dalam dolar, maka

secara rupiah pendapatan akan tidak banyak berubah apabila dibandingkan dengan

keadaan sebelum adanya perubahan. Apabila kedua variabel ini mengalami

penurunan, harga minyak dunia mengalami penurunan dan nilai kurs rupiah melemah

terhadap dolar akan berlaku hal yang sama.

2) variabel makro-ekonomi bergerak berlawanan arah (harga minyak naik, rupiah

mengalami pelemahan terhadap dolar AS): dalam kondisi di mana harga minyak

dunia mengalami kenaikan dan nilai kurs rupiah mengalami penurunan, dari segi

biaya perusahaan, kenaikan harga minyak akan sangat terasa karena nilai rupiah

terhadap dolar sedang mengalami penurunan. Artinya harga minyak mengalami

kenaikan, secara rupiah uang yang dikeluarkan juga semakin banyak. Dari sisi

pendapatan perusahaan, apabila harga minyak naik pendapatan bagi perusahaan

pertambangan (khususnya minyak) akan mengalami kenaikan. Karena pembayaran

biasanya dilakukan dalam dolar, maka secara rupiah pendapatan mungkin tidak

terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan keadaan sebelum adanya perubahan.

Page 32: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

32

3) variabel makro-ekonomi bergerak berlawanan arah (harga minyak turun, rupiah

mengalami penguatan terhadap dolar AS): dalam kondisi di mana harga minyak

dunia mengalami penurunan dan nilai kurs rupiah mengalami penguatan, dari segi

biaya perusahaan, penurunan harga minyak akan sangat terasa karena nilai rupiah

terhadap dolar sedang mengalami penurunan. Artinya secara rupiah uang yang

dikeluarkan juga semakin sedikit. Dari sisi pendapatan perusahaan, apabila harga

minyak naik pendapatan bagi perusahaan pertambangan (khusunya minyak), akan

mengalami penurunan secara US dolar. Karena pembayaran biasanya dilakukan

dalam dolar, maka secara rupiah pendapatan mungkin tidak terlalu signifikan apabila

dibandingkan dengan keadaan sebelum adanya perubahan.

Setelah melakukan correlation test di atas, dapat disimpulkan bahwa koefisien

korelasi antara return industri yang diteliti dengan pergerakan harga minyak

berkoefisien positif, yang artinya variabel-variabel tersebut memiliki hubungan

positif. Hal ini berbeda dengan kebanyakan penelitian yang dilakukan sebelumnya

yang menyatakan bahwa pergerakan harga minyak dunia memiliki hubungan

negatif dengan stock market.

4.4 Unit Root Test

Uji akar unit pada setiap variabel yang digunakan pada studi ini dilakukan

dengan metode Augmented Dickey-Fuller. Hipotesis null untuk semua pengujian

adalah terdapat akar unit, di mana dapat dikatakan bahwa variabel tersebut tidak

memenuhi kondisi stasioneritas. Dengan nilai α = 0.05, Hipotesis null (Ho) dapat

ditolak jika p-value lebih kecil dari nilai α.

Tabel 4 Hasil Uji Unit Root

Variabel ADF Test Statistics Test Critical Value (α=5%)

t-Statistics Prob

RETCNSMR -6,05 0,00 -2,87

RETMNNG -6,03 0,00 -2,87

RETNYMX -6,96 0,00 -2,87

RETXCHNGRT -6,55 0,00 -2,87

Sumber: Olahan Sendiri

Page 33: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

33

Dari rangkuman tabel di atas dapat dikatakan bahwa semua variabel yang

diteliti dapat menolak H0 pada tingkat level. Artinya pada tingkat level semua

variabel sudah stasioner. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bohara dan

Kaempfer (1991), model VAR secara keseluruhan harus dinyatakan dalam bentuk

first difference apabila pada kondisi level belum stasioner. Tetapi menurut Sims

(1980), mereka menentang pengunaan VAR dalam bentuk first difference.

Menurut mereka tujuan dari analisa VAR adalah untuk menentukan hubungan

antar variabel, bukan untuk mengestimasi parameter. Penggunaan bentuk first

difference dapat membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan

searah data (seperti kemungkinan terdapatnya hubungan kointegrasi). Dalam

penelitian ini semua variabel sudah dalam kondisi stasioner dalam bentuk level,

karena itu kita akan setuju pada pendapat Sims (1980).

4.5 Penentuan Selang Optimal

Pada tes ini dilakukan untuk mencari lag maksimum yang dapat menstabilkan

model VAR. Dapat dilihat dari tabel di lampiran 2 bahwa lag 2 memiliki lag yang

maksimal untuk menstabilkan model VAR. Keadaan yang stabil digambarkan

melalui semua modulus nilainya di bawah 1, dapat dilihat dari tabel bahwa

modulus maksimal bagi return industri pertambangan adalah 0.288, sedangkan

untuk return industri consumer goods adalah sebesar 0.292. Setelah mengetahui

lag 2 merupakan lag maksimal, uji selanjutnya adalah menentukan lag optimum

di antara lag 1 dan lag 2.

Menurut tabel pada lampiran 2 uji diatas lag optimumnya adalah ada pada lag

0 dan lag 1. Penggunaan lag optimum yang digunakan adalah berdasarkan lag

yang mana yang memberikan nilai adjusted R square bagi variabel yang diteliti.

Menurut tabel lag 1 yang akan digunakan karena memberikan nilai adjusted R

square yang paling besar.

Page 34: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

34

4.6 Uji Kausalitas Granger

Dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, maka hipotesa nol

yang bernilai di bawah 5% akan ditolak, yang berarti ada hubungan Granger

antara return industri yang diteliti dengan variabel-variabel yang diteliti.

Berdasarkan lampiran 4, secara ringkas dapat diambil kesimpulan dari hasil uji

kausalitas Grangerk:

1) return industri pertambangan tidak memiliki hubungan kausalitas dengan

variabel manapun dan tidak dipengaruhi secara Granger oleh variabel

manapun, namun Return industri pertambangan memengaruhi secara Granger

pergerakan exchange rate. Hasil ini sesuai dengan penelitian bahwa stock

market-lah yang memengaruhi nilai kurs.

2) return industri consumer goods tidak memiliki hubungan kausalitas dengan

variabel manapun dan tidak dipengaruhi secara Granger oleh variabel

manapun, namun return industri consumer goods memengaruhi secara

Granger return exchange rate. Hasil ini sesuai dengan penelitian bahwa stock

market-lah yang memengaruhi nilai kurs.

3) return minyak dunia (NYMEX) tidak memiliki hubungan kausalitas dengan

variabel manapun dan tidak dipengaruhi secara Granger oleh variabel

manapun.

4) return exchange rate tidak memiliki hubungan kausalitas dengan variabel

manapun dan dipengaruhi secara Granger oleh variabel return industri

pertambangan dan consumer goods.

4.7 Analisis Model VAR dengan melakukan Forecast Error Decomposition of

Variance (FEDVs) dan Impulse Response Function (IRF)

Untuk dapat lebih melihat pengaruh dari pergerakan harga miyak dunia dan

pergerakan nilai kurs terhadap return industri yang diteliti, penelitian ini

dikembangkan lagi dengan menggunakan Forecast Error Variance Decomposition

of Variance (FEDVs) dan Impulse Response Function (IRF). Perhitungan FEDVs

akan memberikan informasi yang lebih lengkap untuk memahami hubungan

antara return industri yang diteliti dengan variabel-variabel lainnya. FEDVs

membandingkan kontribusi relatif yang menyebabkan suatu reaksi. Sedangkan

IRF digunakan untuk melihat bagaimana return industri yang diteliti bereaksi

Page 35: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

35

terhadap guncangan yang terjadi akibat variabel pergerakan harga minyak dunia

dan nilai kurs.

Tabel 5 Hasil Uji FEDVs Return Mining

Variance Decomposition of RETMNNG:

Period S.E. RETMNNG RETNYMX RETXCHNGRT

1 0,047319 100 0 0

2 0,047693 99,67081 0,102385 0,226803

3 0,047701 99,65551 0,116993 0,2275

4 0,047701 99,65515 0,117352 0,227503

5 0,047701 99,65513 0,11736 0,227505

6 0,047701 99,65513 0,117361 0,227505

7 0,047701 99,65513 0,117361 0,227505

8 0,047701 99,65513 0,117361 0,227505

9 0,047701 99,65513 0,117361 0,227505

10 0,047701 99,65513 0,117361 0,227505

Sumber: Olahan Sendiri

Berdasarkan tabel FEDVs di atas dapat dilihat bahwa pergerakan dalam

industri pertambangan memberikan kontribusi yang paling besar terhadap

pergerakan return dari industri pertambangan, sedangkan variabel yang lain

memberikan kontribusi cenderung sangat minim. Tujuan dari pengujian ini adalah

untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan memengaruhi return dari

industri. Dalam industri pertambangan, pergerakan kurs relatif memiliki

kontribusi dalam menyebabkan pergerakan return yang lebih besar daripada

pergerakan harga minyak dunia. Sedangkan bila dilihat dari tabel IRF pada

lampiran 3, dapat dilihat bahwa return pertambangan bereaksi negatif terhadap

guncangan yang terjadi akibat pergerakan harga minyak bumi sejak awal terjadiya

guncangan, dan akan mulai normal kembali sejak menyentuh periode 4. Hal ini

kemungkinan terjadi karena Indonesia merupakan negara net importir minyak,

sehingga guncangan akibat pergerakan minyak ini direspon negatif. Sedangkan

reaksi negatif juga terjadi akibat guncangan dari pergerakan nilai kurs dan baru

Page 36: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

36

kembali normal pada periode 4. Dapat dilihat juga bahwa guncangan akibat

pergerakan kurs direspon lebih besar oleh industri ini.

Tabel 6 Hasil Uji FEDVs Return Consumer goods

Variance Decomposition of RETCNSMR:

Period S.E. RETCNSMR RETNYMX RETXCHNGRT

1 0,030864 100 0 0

2 0,030947 99,50797 0,469837 0,022191

3 0,030951 99,48462 0,486669 0,028707

4 0,030951 99,48435 0,486943 0,028707

5 0,030951 99,48434 0,486947 0,02871

6 0,030951 99,48434 0,486947 0,02871

7 0,030951 99,48434 0,486947 0,02871

8 0,030951 99,48434 0,486947 0,02871

9 0,030951 99,48434 0,486947 0,02871

10 0,030951 99,48434 0,486947 0,02871

Sumber: Olahan Sendiri

Menurut tabel FEDVs di atas dapat dilihat bahwa pergerakan dalam

industri consumer goods yang memberikan kontribusi yang paling besar,

sedangkan variabel yang lain memberikan kontribusi yang cenderung sangat

minim. Tujuan dari uji ini adalah variabel mana yang paling dominan

memengaruhi return dari industri. Dalam industri consumer goods pergerakan

kurs relatif memiliki kontribusi dalam menyebabkan pergerakan return yang lebih

besar daripada pergerakan harga minyak dunia

Sedangkan bila dilihat dari tabel IRF di lampiran 3, dapat dilihat bahwa

return pertambangan bereaksi negatif terhadap guncangan yang terjadi akibat

pergerakan harga minyak bumi sejak awal terjadiya guncangan, yang akan mulai

normal kembali sejak menyentuh periode 4. Hal ini kemungkinan terjadi karena

Indonesia merupakan negara net importir minyak, sehingga guncangan akibat

pergerakan minyak dianggap sebagai sinyalemen buruk bagi perekonomian dan

pada akhirnya akan berdampak juga pada pasar modal Indonesia. Sedangkan

Page 37: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

37

reaksi negatif juga terjadi akibat guncangan dari pergerakan nilai kurs, yang baru

kembali normal pada periode 3. Dapat dilihat juga bahwa guncangan akibat

pergerakan harga minyak dunia direspon lebih besar oleh industri ini.

Page 38: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

38

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Analisis Grafik

Dapat dilihat pada analisa grafik return industri yang diteliti cenderung

memiliki pergerakan searah dengan pergerakan harga minyak dunia. Hal ini

mungkin terjadi karena Indonesia sebagai penghasil minyak – walaupun akhir-

akhir ini sudah menjadi negara net importir. Jika menurut grafik yang ada,

dapat disimpulkan sementara bahwa pergerakan return industri yang diteliti

dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dunia dan tidak dipegaruhi oleh

pergerakan nilai kurs. Tujuan penelitian untuk mengetahui seberapa kuat

pengaruh variabel makro-ekonomi yang diteliti terhadap industri-industri yang

diteliti kurang dapat dijawab dari analisis ini. Hal ini dikarenakan

peruntukannya yakni melihat arah pergerakan variabel-variabel yang diteliti

ketimbang menyatakan seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel

makro-ekonomi yang diteliti dengan industri-industri yang diteliti.

5.1.2 Analisis Korelasi

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa return industri yang diteliti

memiliki korelasi paling besar dengan pergerakan yang terjadi di dalam

industri tersebut. Sedangkan, kedua variabel yang diteliti walaupun memiliki

korelasi, namun kurang signifikan. Pergerakan nilai kurs memiliki korelasi

yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan korelasi antara return

industri dengan pergerakan harga minyak dunia. Hubungan negatif yang

cukup signifikan membenarkan teori bahwa pergerakan nilai kurs berbanding

terbalik dengan pasar modal. Analisis ini menjawab tujuan dari penelitian

yang dilakukan, yang dengannya diketahui besar dan arah hubungan variabel-

variabel makro-ekonomi industri-industri yang diteliti.

Page 39: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

39

5.1.3 Analisis FEDVs

Melalui uji decomposition of error dapat dilihat bahwa faktor yang

memberikan kontribusi paling besar terhadap return industri yang diteliti

adalah pergerakan dalam industri tersebut. Pergerakan harga minyak dunia

dan pergerakan kurs memberikan kontribusi yang kurang signifikan. Tujuan

dari dilakukannya tes ini adalah melengkapi analisis korelasi, dan dengan tes

FEDVs dapat diketahui variabel apa yang paling memengaruhi pegerakan

return industri yang diteliti.

5.1.4 Analisis IRF

Dalam grafik IRF dapat dilihat bahwa return industri yang diteliti

merespon negatif terhadap guncangan akibat pergerakan harga minyak dunia

dan nilai kurs. Nilai kurs memberikan guncangan yang lebih besar daripada

yang diakibatkan oleh pergerakan harga minyak dunia.

5.2 Keterbatasan

1) Jumlah industri yang diteliti hanya 2 (pertambangan dan consumer

goods) sehingga tidak diketahui pengaruh variabel makro-ekonomi yang

diteliti terhadap industri-industri yang tidak diteliti.

2) Jumlah variabel makro-ekonomi yang digunakan hanya 2 (harga

minyak dunia dan exchange rate), sehingga ada kemungkinan terdapatnya

hubungan antara industri-industri yang diteliti namun tidak didokumentasikan

dalam penelitian ini.

3) Periode penelitian diperpanjang agar semua event yang terjadi

sepanjang tahun dapat didokumentasikan dalam hasil penelitian.

5.3 Saran

5.3.1 Bagi Investor

Bagi investor sebaiknya mempertimbangkan pengaruh dari pergerakan

minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadapa dolar AS dalam melakukan

analisis investasi. Investor harus mengetahui faktor-faktor makro-ekonomi

yang memengaruhi pergerakan return dari industri-industri yang ada agar

Page 40: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

40

dapat memaksimalkan return yang didapat. Dengan pengetahuan tersebut

investor dapat mengantisipasi apabila ada perubahan-perubahan yang terjadi

terhadap faktor makro-ekonomi terhadap return industri terkait.

5.3.2 Bagi Manajer Investasi

Manajer investasi diharapkan dapat membantu investor dalam mengetahui

adakah pengaruh variabel pergerakan minyak dunia dan pergerakan nilai kurs

terhadap return industri sehingga dapat memaksimalkan portofolio

investasinya, terutama bagi investor yang belum memiliki pemahaman

mendalam mengenai hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.

5.3.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yakni di antaranya periode

penelitian yang singkat, tidak mengambil semua anggota bursa, dan jumlah

variabel makro-ekonomi yang diteliti sangat terbatas. Oleh karenanya, maka

beberapa saran yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk penelitian

selanjutnya adalah:

1) menambah periode penelitian sehingga hasilnya akan lebih valid

lagi dalam pengambilan keputusan investasi

2) menambahkan jumlah industri yang diteliti agar dapat memberikan

cakupan yang lebih luas.

3) melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi

return stock market. Juga dapat menambah variabel makro-ekonomi yang

diteliti agar penelitian lebih comprehensive.

4) menggunakan data-data perusahaan yang ada dalam industri,

sehingga tidak hanya meneliti industri secara keseluruhan. Ada kemungkinan

korelasi masing-masing saham secara individu berbeda dengan industri secara

keseluruhan.

 

Page 41: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

41

DAFTAR REFERENSI

BUKU, JURNAL dan PAPER

Aggarwal, R. 1981. Exchange Rates and Stock Prices: A Study of U. S. Capital

Market under Floating Exchange Rates. Akron Business and Economic

Review.

Ajayi, Richard. A, dan Mbodja, Mougoue. 1996. On the Dynamic Relation

between Stock Prices and Exchange Rates. Journal of Financial Research

19, 193-207.

Bartov, Eli dan Bodnar M. Gordon. NDnd. Firm Valuation, Earnig Expectation

and Exchange Rate Exchange Rate Exposure Effect. The Journal of

Applied Econometrics.

Bodnar, G. M. dan W. M. Gentry. 1993. Exchange Rate Exposure and Industry

Characteristics: Evidence from Canada, Japan, and the USA. Journal of

International Money and Finance, 12.

Bohara, A. K. dan Kaempfer, W. H. 1991. A Test Of Tariff Endogenity in the

United State. American Economic Review.

Brooks, C. 2002. Introductory Econometrics for Finance. Cambridge: University

Press

Chen, Nai–Fu, Richard Roll, dan Stephen A. Ross. 1986. Economic Forces and

the Stock Market. Journal of Bussiness

Driesprong, G., Jacobsen, B. dan B. Maat. 2005. Stock Markets and Oil Prices.

Rotterdam School of Management.

Ewert, Jens dan Hult, Ellinor. 2006. The Impact of Oil Price Fluctuation on Stock

Prices.

Ferson, W. W. dan Harvey, C. R. 1994. Sources of risk and expected returns in

global equity markets. Journal of Banking and Finance, 18, 775-803.

Franck, P. dan Young, A. 1972. Stock price Reaction of Multinational Firms to

Exchange Realignments. Financial Management 1, 66-73.

Page 42: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

42

Frankel, Jeffrey. 1993. Three Comments on Exchange Rate Stabilization and

European Monetary Union. Center for International and Development

Economics Research (CIDER) Working Papers C93-013. University of

California at Berkeley.

Gisser, M. dan Goodwin, T. H. ND1986. . Crude Oil and the Macroeconomy:

Test of Some Popular Notions. Journal of Money, Credit and Bank.

Granger, C. W. J. dan Newbold, Paul. 1974. Forecasting Economics Time Series.

New York: Academic Press.

Granger, C.W.J, Huang, B. dan Yang, C.W. 1998. A Bivariate Causality Between

Stock Prices and Exchange Rates: Evidence from the Recent Asian Flue.

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics 4th Edition. Mcgraw Hill

Gupta, J. P., Chevalier, Alain dan Sayekt, Fran. NDnd. The Causality Between

Interest Rate, Exchange rate and Stock Price in Emerging Markets: The

Case Of Jakarta Stock Exchange.

Hamao, Y. 1989. An empirical examination of the arbitrage pricing theory: using

Japanese data. Japan and the World Economy, 1, 45-61.

He, J. dan L. K. Ng. 1998. The Foreign Exchange Exposure of Japanese

Multinational Corporations. Journal of Finance, 53.

Huang, D. R., R. W. Masulis, dan H. R. Stoll. 1996. Energy Shocks and Financial

Markets. The Journal of Futures Markets.

Idrus, Wanto Apriyanto. 2007. Reaksi Pasar Terhadap Peristiwa Memuncaknya

Harga Minyak Dunia (Studi Empiris di BEJ Tahun 2006). Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Jones, Charles M., dan Gautam Kaul. 1996. Oil and Stock Markets. The Journal of

Futures Market.

Jones, Charles P. 2004. Investment Analysis and Management 9th Edition. John

Wiley & Sons.

Jorion, P. 1990. The Exchange Rate Exposure of U.S. Multinationals, Journal of

Business, 63.

Jorion, P. 1991. The Pricing of Exchange Rate Risk in the Stock Market, Journal

of Financial and Quantitative Analysis 26, 363-376.

Page 43: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

43

Kaneko, T. dan Lee, B. S. 1995. Relative importance of economic factors in the

U.S and Japanese stock markets. Journal of the Japanese and International

Economies, 9, 290-307.

Lutkepohl, H. 1991. Introduction to Multiple Time Series. New York: Springer

Muhammad, N. dan Rasheed, A. 2003. Stock Prices and Exchange Rates: Are

they Related? Evidence from South Asian Countries. Paper presented at the

18th Annual General Meeting and Conference of the Pakistan Society of

Development Economists.

Pan, Fok dan Lui. 1999. Dynamic Linkages Between Exchange Rates and Stock

Prices: Evidence from Pacific Rim Countries. Shippensburg University

Working Papers.

Park, Jung Woo dan Ratti, Ronald. 2005. Oil Price Shocks and Stock Market

Behavior : Empirical Evidence for the US and European Coutries.

Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Teori Ekonomi Makro Suatu

Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia

Rifkin, Jeremy. 2002. The Hydrogen Economy: The Creation of the Worldwide

Energy Web and the Redistribution of Power on Earth. Jeremy P. Tarcher.

Sadorsky, Perry. 1999. Oil Price Shocks and Stock Market Activity. Energy

Economics.

Sims, Christopher. 1980. Efficient Estimation of Time Series Models with

Predetermined. Northwestern University, Center for Mathematical Studies

in Economics and Management Science.

Soenen, L.A. dan E.S. Hennigar. 1988. An Analysis of Exchange Rates and Stock

Prices: the U.S. Experience between 1980 and 1986. Akron Business and

Economic Review, 7-16.

Solnik, B. 1987. Using Financial Prices to Test Exchange Rate Model: A Note,

Jornal of Finance, 42.

Syed A. Basher dan Perry Sadorsky. 2004. Oil price risk and emerging stock

markets. International Finance 0410003, EconWPA

Trimegah Securities. 2008. Market Insight: Exchange Rate & Oil on Emerging

Markets. Jakarta.

Page 44: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

44

Winardi. 1989. Kamus Ekonomi. Bandung: Mandar Maju

LAMAN

http://bisnis.vivanews.com

http://finance.yahoo.com

Nainggolan, Reinhard. 2008, 13 Agustus. Bursa saham, Harga Minyak Turun,

Kenapa IHSG Ikut Turun?. Kompas.

Saham Tambang Dominasi Top Looser. (2008, Oktober 15). Vivanews.com.

www.bapepam.go.id

www.bi.go.id

www.idx.co.id

www.swa.co.id

www.vibiznews.com

Page 45: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

45

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Grafik Benchmarking Pergerakan Variabel Makro-ekonomi dan Return Industri

Sumber: Olahan Microsoft Excel

Page 46: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

46

Lampiran 2: Penentuan Selang Optimal

Selang Optimal Industri Pertambangan

VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: RETMNNG RETNYMX RETXCHNGRT Exogenous variables: C Date: 07/17/09 Time: 16:20 Sample: 1/11/2002 12/29/2006 Included observations: 258

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 1664.765 NA 5.11E-10 -12.88190 -12.84059* -12.86529* 1 1674.959 20.07135* 5.06E-10* -12.89116* -12.72590 -12.82471 2 1677.127 4.218916 5.33E-10 -12.83820 -12.54900 -12.72191

* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion

Selang Optimal Industri Consumer Goods

Endogenous variables: RETCNSMR RETNYMX RETXCHNGRT Exogenous variables: C Date: 07/17/09 Time: 16:19 Sample: 1/11/2002 12/29/2006 Included observations: 258

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ

0 1779.211 NA 2.10E-10 -13.76908 -13.72777* -13.75247* 1 1790.595 22.41343* 2.06E-10* -13.78756* -13.62230 -13.72111 2 1793.633 5.912140 2.16E-10 -13.74134 -13.45215 -13.62506

* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion

Page 47: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

47

Lampiran 3: Grafik IRF

Grafik Respon Industri Pertambangan terhadap Variabel Harga Minyak Dunia dan

Exchange Rate

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

.05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of RETMNNG to RETNYMX

-.01

.00

.01

.02

.03

.04

.05

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of RETMNNG to RETXCHNGRT

Response to Cholesky One S.D. Innovations

Grafik Respon Industri Consumer Goods terhadap Variabel Harga Minyak Dunia

dan Exchange Rate

.00

.01

.02

.03

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of RETCNSMR to RETNYMX

.00

.01

.02

.03

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of RETCNSMR to RETXCHNGRT

Response to Cholesky One S.D. Innovations

Page 48: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

48

Lampiran 4: Hasil Uji Granger

Industri Pertambangan

Pairwise Granger Causality Tests Date: 11/25/05 Time: 21:32 Sample: 1/11/2002 12/29/2006 Lags: 1

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

RETXCHNGRT does not Granger Cause RETMNNG

259 0.56918 0.45128

RETMNNG does not Granger Cause RETXCHNGRT 3.91036 0.04906

RETNYMX does not Granger Cause RETMNNG

259 0.28170 0.59605

RETMNNG does not Granger Cause RETNYMX 1.85467 0.17444

RETNYMX does not Granger Cause RETXCHNGRT

259 0.80496 0.37046

RETXCHNGRT does not Granger Cause RETNYMX 1.96923 0.16174

Industri Consumer Goods

Pairwise Granger Causality Tests Date: 11/25/05 Time: 21:31 Sample: 1/11/2002 12/29/2006 Lags: 1

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

RETNYMX does not Granger Cause RETCNSMR

259 1.25588 0.26348

RETCNSMR does not Granger Cause RETNYMX 0.06757 0.79512

RETXCHNGRT does not Granger Cause RETCNSMR

259 0.03021 0.86215

RETCNSMR does not Granger Cause RETXCHNGRT 8.71139 0.00346

RETXCHNGRT does not Granger Cause RETNYMX

259 1.96923 0.16174

RETNYMX does not Granger Cause RETXCHNGRT 0.80496 0.37046

Page 49: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

49

Lampiran 5: Komposisi Saham Industri Pertambangan

Kode Nama Perusahaan 2002 2003 2004 2005 2006Sektor Pertambangan

ADRO Adaro Energy Tbk. X X X X X

ATPK ATPK Resources Tbk √ √ √ √ √

BUMI Bumi Resources Tbk X √ √ √ √BYAN Bayan Resources Tbk X X X X XGTBO Garda Tujuh Buana Tbk X X X X XITMG Indo Tambangraya Megah Tbk X X X X X

KKGI Resource Alam Indonesia Tbk X √ √ √ √PKPK Perdana Karya Perkasa Tbk X X X X X

PTBA Tambang Batubara Bukit AsamTbk X √ √ √ √

PTRO Petrosea Tbk X √ √ √ √

ELSA Elnusa Tbk X X X X X

ENRG Energi Mega Persada Tbk X X √ √ √

MEDC Medco Energi International Tbk √ √ √ √ √

RUIS Radiant Utama Interinsco Tbk X X X X √

ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk X X X X X

INCO International Nickel Indonesia Tbk X X √ √ √

TINS Timah Tbk √ √ √ √ √

CNKO Central Korporindo International Tbk X X √ √ √

CTTH Citatah Industri Marmer Tbk X √ √ √ √

MITI Mitra Investindo Tbk √ √ √ √ √

Sub Sektor : Pertambangan Minyak & Gas Bumi

Sub Sektor : Pertambangan Batu bara

Sub Sektor : Pertambangan Batu-batuan

Sub Sektor : Pertambangan Logam & Mineral Lainnya

X

Belum listing pada tahun tersebut

Sudah listing pada tahun tersebut

Page 50: Bab 1-5, Dafpus _edit_

Universitas Indonesia

50

Lampiran 6: Komposisi Saham Industri Consumer Goods

ADES Akasha Wira International Tbk √ √ √ √ √

AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk X √ √ √ √

AQUA Aqua Golden Mississi Tbk X √ √ √ √

CEKA Cahaya Kalbar Tbk √ √ √ √ √

DAVO Davomas Abadi Tbk X X X √ √

DLTA Delta Djakarta Tbk X √ √ √ √

INDF Indofood Sukses Makmur Tbk √ √ √ √ √

MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk X √ √ √ √

MYOR Mayora Indah Tbk √ √ √ √ √

PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk X √ √ √ √SKBM Sekar Bumi Tbk.

SKLT Sekar Laut Tbk √ √ √ √ √

SMAR SMART Tbk √ √ √ √ √

STTP Siantar TOP Tbk √ √ √ √ √

TBLA Tunas Baru Lampung Tbk √ √ √ √ √

ULTJ Ultra Jaya Milk Tbk √ √ √ √ √

BATI BAT Indonesia Tbk √ √ √ √ √

GGRM Gudang Garam Tbk X √ √ √ √

HMSP H M Sampoerna Tbk √ √ √ √ √

RMBA Bentoel International Investama Tbk √ √ √ √ √

DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk X √ √ √ √

INAF Indofarma Tbk √ √ √ √ √

KAEF Kimia Farma Tbk √ √ √ √ √

KLBF Kalbe Farma Tbk X X √ √ √

MERK Merck Tbk X √ √ √ √

PYFA Pyridam Farma Tbk √ √ √ √ √

SCPI Schering Plough Indonesia Tbk √ √ √ √ √SQBB Bristol-Myers Squibb Indonesia

SQBI Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk X √ √ √ √

TSPC Tempo Scan Pacific Tbk X X X X √

MRAT Mustika Ratu Tbk √ √ √ √ √PROD Sara Lee Body Care Indonesia Tbk

TCID Mandom Indonesia Tbk √ √ √ √ √

UNVR Unilever Indonesia Tbk X √ √ √ √

KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk √ √ √ √ √

KICI Kedaung Indah Can Tbk X √ √ √ √

LMPI Langgeng Makmur Plastic Industri Tbk √ √ √ √ √

Sektor Industri Barang KonsumsiSub Sektor : Makanan & Minuman

Sub Sektor : Rokok

Sub Sektor : Farmasi

Sub Sektor : Kosmetik & Barang Keperluan Rumah Tangga

Sub Sektor : Peralatan Rumah Tangga

X

Belum listing pada tahun tersebut

Sudah listing pada tahun tersebut

Warna Merah tidak ada informasi