BAB 1 PENDAHULUANeprints.umm.ac.id/45988/2/BAB 1.pdfdengan jumlah gizi buruk sebesar 3,4% dan gizi...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUANeprints.umm.ac.id/45988/2/BAB 1.pdfdengan jumlah gizi buruk sebesar 3,4% dan gizi...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita, karena pada masa
ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat (golden age) sehingga
memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih
baik dan bergizi. Masalah ini merupakan tantangan yang harus diatasi dengan serius
(Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Gizi buruk atau severe underweight merupakan
status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) <-3 SD
(Kemenkes, 2011). Terdapat tiga jenis gizi buruk yang sering dijumpai yaitu
kwashiorkor, marasmus dan marasmus-kwashiorkor (Rusilanti, Dahila, dan
Yulianti, 2015).
UNICEF (2017) menyatakan bahwa malnutrisi sebagai masalah utama di
negara-negara berkembang dan di seluruh dunia. Berdasarkan Global Health
Observatory data repository WHO (2017) pada tahun 2015 di seluruh dunia
terdapat 95,5 juta balita (14,2%) dengan status gizi kurang dan gizi buruk, dimana
benua Asia memiliki balita gizi kurang dan gizi buruk dengan jumlah 63,7 juta
balita.
Berdasarkan Rikesdas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013,
didapatkan data prevalensi gizi buruk di Indonesia tahun 2007 sebesar 5,4%, tahun
2010 sebesar 4,9%, dan tahun 2013 sebesar 5,7%. Berdasarkan hasil Penilaian
Status Gizi (PSG) 2016 didapatkan data prevalensi gizi buruk di Indonesia pada
tahun 2016 sebesar 3,4% dan gizi kurang sebesar 14,4%. Sasaran MDG’s tahun
2015 untuk prevalensi gizi kurang-buruk adalah 15,5%. Berdasarkan data tersebut,
2
prevalensi gizi buruk di Indonesia sudah turun jika dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Tetapi untuk prevalensi gizi kurang-buruk masih melebihi sasaran
MDG’s tahun 2015, sehingga prevalensi gizi kurang-buruk secara nasional harus
diturunkan sebesar 2,3%. Diantara provinsi-provinsi Indonesia pada tahun 2016,
posisi Jawa Timur jika dilihat dari tingkat status gizi kurang-buruk termasuk ke
dalam kelompok menengah sebesar 17,3% atau 0,5% di bawah rata-rata nasional
dengan jumlah gizi buruk sebesar 3,4% dan gizi kurang sebesar 13,9%. Menurut
data Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang pada tahun 2013 jumlah balita gizi
buruk mencapai 432 balita atau sebesar 0,64%, pada tahun 2014 mencapai 440
balita atau sebesar 0,64%, dan pada tahun 2016 angka gizi buruk di Kabupaten
Lumajang sebesar 0,65%, dimana data tersebut masih melebihi ambang yang
ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Lumajang tahun 2016 sebesar 0,63%.
Kecamatan Pasirian merupakan penyumbang gizi buruk terbanyak di Kabupaten
Lumajang pada tahun 2016, yaitu sebesar 1,18% dengan jumlah 42 balita gizi buruk
dari 3674 balita yang diukur di wilayah kerja Puskesmas Pasirian untuk periode
Februari 2016 hingga Agustus 2016, dimana sebelumnya terdapat 43 balita gizi
buruk dari 3556 balita untuk periode Agustus 2015 hingga Februari 2016. Balita
dengan usia 0-35 bulan lebih banyak mengalami gizi buruk daripada balita usia 36-
60 bulan, dan balita berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami kasus
gizi buruk daripada balita berjenis kelamin laki-laki.
UNICEF (1998) memaparkan kerangka konseptual tentang penyebab
malnutrisi yang dikembangkan pada tahun 1990 sebagai bagian dari Strategi Nutrisi
UNICEF. Kerangka kerja itu menunjukkan bahwa penyebab malnutrisi bersifat
3
multifaktor, baik penyebab secara langsung maupun tidak langsung (Purwanigrum
dan Wardani, 2012).
Teori segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen
penyakit yaitu manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Environment)
(Hockenberry dan Wilson, 2009). Hubungan antara tiga komponen yang terdapat
dalam model segitiga epidemiologi dengan faktor risiko terjadinya gizi buruk dapat
dijabarkan sebagai berikut, faktor manusia (host) adalah manusia atau pasien yang
meliputi berat badan lahir, dan penyakit kongenital (Olita’a dkk, 2014). Faktor
penyebab (agent) adalah virus, bakteri, dan jamur yang merupakan penyebab dari
penyakit infeksi pada balita. (Bhargava, 2016). Faktor Lingkungan (environment)
adalah sesuatu yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya gizi buruk yang meliputi
sosial ekonomi keluarga dan pengetahuan ibu (Abuya, Ciera, dan Murage, 2012).
Faktor lainnya adalah tingkat pendidikan ibu (Oliveros, Bisogni, dan Frongillo,
2014). Pemberian ASI, kelengkapan imunisasi (Mexitalia, 2011). Budaya
masyarakat serta sosial ekonomi (Hendarto dan Musa, 2002).
Berdasarkan dasar di atas, peneliti menyusun penelitian “Analisis Faktor
Risiko Prevalensi Gizi Buruk Balita Usia 0-60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasirian Kabupaten Lumajang Tahun 2017 (Berdasarkan Teori Epidemiologic
Triangle)” untuk menganalisis faktor resiko penyebab gizi buruk pada balita di
Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah usia, jenis kelamin, bayi berat lahir rendah, penyakit kongenital,
penyakit infeksi, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi seimbang,
status sosial ekonomi orang tua, pemberian imunisasi, pemberian asupan makanan,
4
dan pemberian ASI esklusif merupakan faktor risiko terjadinya kasus gizi buruk
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirian tahun 2017?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor risiko yang mempengaruhi balita gizi buruk di Wilayah
Kerja Puskesmas Pasirian Kabupaten Lumajang tahun 2017.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisis faktor host (usia, jenis kelamin, BBL, penyakit kongenital)
sebagai faktor risiko balita gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirian
Kabupaten Lumajang.
b. Menganalisis faktor agent (penyakit infeksi) sebagai faktor risiko balita
gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirian Kabupaten Lumajang.
c. Menganalisis faktor environment (tingkat pendidikan ibu, status sosial
ekonomi keluarga, riwayat pemberian ASI ekslusif, riwayat pemberian imunisasi
dasar lengkap, pengetahuan ibu tentang gizi seimbang, pemberian asupan
makanan) sebagai faktor risiko balita gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasirian Kabupaten Lumajang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Keilmuan
Untuk memperluas wacana gizi buruk di bidang Ilmu Kesehatan Anak dan
Ilmu Gizi.
5
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai berbagai faktor yang
mempengaruhi terjadinya gizi buruk, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan
terjadinya gizi buruk.
1.4.3 Bagi Profesi
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan balita gizi buruk.
1.4.4 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Pasirian berkaitan dengan upaya
meningkatkan status gizi balita dan pelayanan terhadap balita terkategori gizi buruk
di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirian.
6