HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN...

96
HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN) DENGAN KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DI RUMAH SAKIT BUDHI ASIH SKRIPSI TIYAS ISWARA 1410714009 UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI 2018

Transcript of HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN...

  • HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN ASUPAN

    ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN) DENGAN

    KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN TUBERKULOSIS

    PARU (TB PARU) DI RUMAH SAKIT BUDHI ASIH

    SKRIPSI

    TIYAS ISWARA

    1410714009

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

    FAKULTAS ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI

    2018

  • i

    HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN

    ASUPAN ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN)

    DENGAN KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN

    TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DI RUMAH SAKIT

    BUDHI ASIH

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

    Gelar

    Sarjana Gizi

    TIYAS ISWARA

    1410714009

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

    FAKULTAS ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI S-1 ILMU GIZI

    2018

  • ii

    PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang telah dikutip

    maupun diujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Tiyas Iswara

    NRP : 1410714009

    Tanggal : 10 Juli 2018

    Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidak sesuaian dengan pernyataan

    saya ini, maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku.

    Depok, 10 Juli 2018

    (Tiyas Iswara)

  • iii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai civitas akademik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta,

    saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Tiyas Iswara

    NRP : 1410714009

    Fakultas : Ilmu Kesehatan

    Program Studi : Ilmu Gizi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Hak Bebas Royalti Non

    ekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    “Hubungan Pelaksanaan Skrining Gizi dan Asupan Zat Gizi Makro (Energi dan

    Protein) dengan Kejadian Malnutrisi pada Pasien Tuberkulosis Paru (Tb Paru) di

    RSUD Budhi Asih Tahun 2018 ”

    Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini

    Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta berhak menyimpan,

    mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama

    saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada tanggal : 10 Juli 2018

    Yang menyatakan,

    Tiyas Iswara

  • iv

    PENGESAHAN

    Skripsi diajukan oleh :

    Nama : Tiyas Iswara

    NRP : 1410714009

    Program Studi : S1 Ilmu Gizi

    Judul Skripsi : Hubungan Pelaksanaan Skrining Gizi dan Asupan Zat

    Gizi Makro (Energi dan Protein) dengan Kejadian

    Malnutrisi Pada Pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih

    Telah berhasil dipertahankan di harapkan Tim Penguji dan diterima sebagai

    bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperolah gelar Sarjana Ilmu Gizi

    (S.Gz) pada Program studi S1 Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

    Pembangunan Nasioanal “Veteran” Jakarta.

    Firlia Ayu Arini, SKM, MKM

    Penguji I

    Taufik Maryusman, S.Gz, M.Gizi, M.Pd

    Penguji II (Pembimbing)

    Dr.drg.Wahyu Sulistiadi, MARS

    Dekan

    Ikha Deviyanti Puspita S.Gz, RD, MKM

    Ka. Prodi

    Ditetapkan di : Jakarta

    Tanggal Ujian : 10 Juli 2018

    Ikha Deviyanti Puspita S.Gz, RD, MKM

    Ketua Penguji

  • v

    HUBUNGAN PELAKSANAAN SKRINING GIZI DAN ASUPAN

    ZAT GIZI MAKRO (ENERGI DAN PROTEIN) DENGAN

    KEJADIAN MALNUTRISI PADA PASIEN TB PARU DI RSUD

    BUDHI ASIH TAHUN 2018

    Tiyas Iswara

    Abstrak

    Malnutrisi dan TB paru sudah diketahui sejak lama. Malnutrisi pada penderita TB

    Paru memperberat perjalanan infeksi penyakit, mempengaruhi perjalanan

    pengobatan dan tingkat kematian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

    adanya hubungan pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi

    dan protein) dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru. Penelitian ini

    merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross-

    sectional. Penilaian malnutrisi dilakukan dengan menggunakan metode food

    recall 2x24 jam serdan dilihat penurunan berat badan pada 34 pasien TB paru.

    Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara

    pelaksanaan skrining gizi dengan kejadian malnutrisi (P= 0,704). Sedangkan hasil

    uji statistik variable asupan energi (P= 0,000) dan asupan protein (P= 0,001)

    didapatkan ada hubugan yang bermakna dengan kejadian malnutrisi pada pasien

    TB Paru (P < 0,05). Hasil penelitian ini memnunjukkan bahwa asupan energi dan

    protein mempunya hubungan dengan kejadian malnutrisi yang dialami oleh

    pasien TB Paru. Oleh karena itu, perlunya penegakkan pelaksanaan skrining gizi

    dan penyuluhan asupan terkait kebutuhan gizi pasien TB Paru.

    Kata Kunci: Asupan Zat Gizi Makro, Malnutrisi, Skrining Malnutrisi,

    Tuberkulosis Paru

  • vi

    THE RELATION OF NUTRIENT SCREENING AND MACRO

    NUTRIENT INTAKE (ENERGY AND PROTEIN) WITH

    MALNUTRITION IN LUNG TUBERCUOSIS PATIENTS AT

    RSUD BUDHI ASIH 2018

    Tiyas Iswara

    Abstract

    The relation between malnutrition and pulmonary tbuerculosis is known for a long

    time. Malnutrition in Pulmonary Tuberculosis patients aggravates the course of

    infectious diseases, and affecting To the course of mortality rate. The purpose of

    this research was to determine the relations of nutrient screening and macro

    nutrient (energy and protein) intake with malnutrition in Pulmonary Tuberculosis

    patients. This study usng analytic observational with cross-sectional study

    approach. The Indicator of malnutrition by looking intake of macro nutrients

    using 2x24 hour food recall method and monitored weight loss in 34 lung

    tuberculosis patients. The results of statistical analysis indicate that there is no

    correlation between the implementation of nutritional screening and the incidence

    of malnutrition (P = 0.704). While the result of statistical test of variable of energy

    intake (P = 0,000) and protein intake (P = 0,001) was found significant relation

    with malnutrition incidence in pulmonary tuberculosis patient (P

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunianya saya

    dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

    gelar S-1 Ilmu Gizi. Saya ingin berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah

    berkontribusi dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Terima kasih saya

    sampaikan kepada Ikha Deviyanti Puspita, S,Gz, RD, MKM. selaku Kaprodi S1

    Ilmu gizi dan penguji, Taufik Maryusman, S.Gz, M.Gizi, M.Pd, Selaku

    pembimbing 1 akademik atas segala waktu, bimbingan, saran dan kritik yang

    telah banyak diberikan hingga akhir penyusunan skripsi ini, Firlia Ayu Arini,

    SKM, MKM. Selaku Pembimbing 2 akademik atas segala waktu, bimbingan,

    saran dan kritik yang telah banyak diberikan hingga akhir penyusunan skripsi ini.

    Selanjutnya untuk ibu saya yang sangat berharga Ros Naini Pohan dan Ayah saya

    Alm. Ismulyono yang saya sangat cintai, terimakasih atas segala usaha, upaya,

    kesabaran dan kasih saying serta doa yang selalu ayah dan ibu panjatkan untuk

    anak kalian ini., seluruh petugas dan tenaga kesehatan di RSUD Budhi Asih atas

    kerja sama dan waktunya. Kepada teman-teman pantura saya yang telah

    membantu dan mendorong saya untuk terus mengerjakan skripsi ini Eka Duo

    Mekar, Selpi kitty, Wawa Duo Mekar, Nindy Janeta, Wibi Sukaesih, Glenda

    Daratista, Predi Towok dan Dewa Petot. Selanjutnya saya ingin bertermakasih

    atas teman-teman supporter terbaik dalam kehidupan saya yang kelam dan tidak

    pernah berkontribusi dalam kesusahan saya, ria utari, gege, endang oppa, cenul

    satria, balkis, nadhira bocil, melan jenong. Teman-teman se-bimbingan Nikadek

    krisna dan Sari Kristi yang selalu memberi semangat dan yang terakhir semua

    pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak dapat saya

    sebutkan satu persatu.

    Jakarta, 2018

    Penuli

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

    PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................................... ii

    PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................................................... iii

    PENGESAHAN ............................................................................................................. iv

    ABSTRAK (BAHASA) ................................................................................................ v

    ABSTRACT (ENGLISH) ............................................................................................. vi

    KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii

    DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii

    DAFTAR TABEL .......................................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xii

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

    I.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 3 I.3 Tujuan ................................................................................................................. 4 I.4 Manfaat ............................................................................................................... 4 I.5 Hipotesis .............................................................................................................. 5 I.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6

    II.1 Tuberkulosis Paru ................................................................................................ 6 II.2 Malnutrisi Rumah Sakit ....................................................................................... 9 II.3 Penilaian Status Gizi ............................................................................................ 13 II.4 Skrining Risiko Malnutrisi .................................................................................. 14 II.5 Asupan Zat Gizi ................................................................................................... 16 II.6 Krakteristik Responden ....................................................................................... 20 II.7 Kerangka Teori .................................................................................................... 22 II.8 Kerangka Konsep................................................................................................. 23

    BAB III METODE PENELITIAN................................................................................. 24

    III.1 Waktu dan Lokasi ................................................................................................ 24 III.2 Rancangan Penelitian........................................................................................... 24 III.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................... 24 III.4 Variabel Penelitian............................................................................................... 26 III.5 Definisi Operasional ............................................................................................ 26 III.6 Alur Penelitian ..................................................................................................... 28 III.7 Tahapan Penelitian............................................................................................... 28 III.8 Jenis dan Cara Pengambilan Data........................................................................ 29 III.9 Prosedur Analisis Data ........................................................................................ 30 III.10 Etika Penelitian .................................................................................................... 31 III.11 Keaslian Penelitian .............................................................................................. 32 III.12 Jadwal Penelitian ................................................................................................. 36

  • ix

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 35

    IV.1 Gambaran Umum Rumah Sakit ............................................................................ 39

    IV.2 Analisis Uji Univariat ........................................................................................... 37

    IV.3 Analisis Uji Bivariat ............................................................................................. 45

    IV.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 52

    BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 53

    V.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 53

    V.2 Saran .................................................................................................................... 54

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 55

    RIWAYAT HIDUP

    LAMPIRAN

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Faktor Trauma dan Stress .............................................................................. 19

    Tabel 2 Faktor Aktivitas ............................................................................................. 19

    Tabel 3 Definisi Operasional ...................................................................................... 26

    Tabel 4 Matriks Keaslian Penelitian ........................................................................... 32 Tabel 5 Jadwal Penelitian............................................................................................ 34

    Tabel 6 Distribusi Usia Pasien TB Paru ...................................................................... 37

    Tabel 7 Distribusi Jenis Kelamin Pasien TB Paru ...................................................... 38

    Tabel 8 Distribusi Kejadian Malnutrisi Pasien TB Paru ............................................. 40

    Tabel 9 Distribusi Pelaksanaan Skrining Gizi Pasien TB Paru................................... 41

    Tabel 10 Distribusi Asupan Energi Pasien TB Paru ..................................................... 42

    Tabel 11 Distribusi Asupan Protein Pasien TB Paru .................................................... 43

    Tabel 12 Hubungan Pelaksanaan Skrining Gizi dengan Kejadian Malnutrisi .............. 44

    Tabel 13 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Malnutrisi ................................ 45

    Tabel 14 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Malnutrisi................................ 47

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Kerangka Teori .............................................................................................. 22

    Gambar 2 Kerangka Konsep .......................................................................................... 23

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Informed Consent

    Lampiran 2 Kesioner Penelitian

    Lampiran 3 Formulir Food Recall 24 hours

    Lampiran 4 Hasil Food Recall 2x24 jam

    Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

    Lampiran 6 Ethical Clearence UPN “Veteran” Jakarta

    Lampiran 7 Ethical Clearence RSUD Budhi Asih

    Lampiran 8 Hasil Data Uji Univariat

    Lampiran 9 Hasil Data Uji Bivariat

    Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian

    Lampiran 11 Berita Acara Sidang Skripsi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi menular yang

    disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang masuk kedalam paru-

    paru (Price. Sylvia, 2005), selain itu TB paru menjadi penyebab kematian kedua

    di dunia setelah virus HIV AIDS. Estimasi terbaru menunjukkan bahwa pada

    tahun 2014 sebanyak 9,6 juta kasus TB paru dan 1,2 juta kematian terjadi akibat

    mycobacterium tuberculosis. Indonesia menempati peringkat empat setelah India,

    China, dan Afrika Selatan sebagai negara dengan insidensi TB Paru tertinggi di

    dunia (WHO, 2015). Berdasarkan kelompok usia kasus TB Paru tahun 2015 di

    Indonesia, proporsi tertinggi sebesar 18,65% pada kelompok usia 25-34 tahun dan

    pada kelompok usia 35-44 tahun sebesar 17,8% (Kemenkes RI, 2015). TB Paru

    yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi seperti

    penyebaran infeksi ke organ lain yaitu otak, tulang, persendian, serta ginjal

    (Zulkoni, 2010).

    Malnutrisi Rumah Sakit merupakan kondisi akibat kurang optimalnya

    asupan gizi dan status gizi seorang pasien ditandai dengan terjadinya penurunan

    berat badan selama pasien di rawat inap (Pediatri, 2013). Meningkatnya angka

    kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit menular serta maraknya

    malnutrisi yang terjadi, mengakibatkan semakin parahnya permasalahan yang

    terjadi di Negara ini (Eko, 2012). Menurut Schenker (2003), malnutrisi menjadi

    masalah utama karena mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh seperti sistem

    otot (mengakibatkan lelah, lesu, penurunan kekuatan otot perifer dan respiratorik),

    sistem kekebalan tubuh (rawan terkena infeksi dan memperlambat pemulihan dari

    infeksi), serta fungsi psiko-sosial (menyebabkan kecemasan, depresi, dan acuh

    pada kondisi diri sendiri). Malnutrisi juga merupakan prediktor mortalitas yang

    signifikan (Lim, 2012) terutama pada pasien lansia (Mudge, 2012). Penelitian

    oleh Richard Semba et al (2011) menjelaskan bagaimana malnutrisi dapat

    meningkatkan resiko TB Paru. Malnutrisi dapat mengganggu pertahanan

  • 2

    epithelial sehingga memudahkan mycobacterium tuberculosis masuk dan

    merusak sel serta dapat menurunkan kemampuan sistem imun yang dimediasi

    oleh sel.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The British Association of

    Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) pada tahun 2008 dilaporkan bahwa

    sebesar 28% pasien rawat inap mengalami malnutrisi di Rumah sakit (Elia dan

    Russel, 2011). Sedangkan di Indonesia sendiri, hasil penelitian yang dilakukan di

    Rumah sakit Yogyakarta, Padang dan Bali didapatkan subjek yang diperiksa

    memiliki status gizi buruk sebesar 43,9% dan pasien yang mengalami penurunan

    dari status gizi normal menjadi buruk selama rawat inap sebesar 12,2%

    (Budiningsari dan Hadi, 2004).

    Skrining malnutrisi dilakukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko

    malnutrisi yang kemudian akan dijadikan indikator dalam memberikan pelayanan

    asuhan gizi (Susetyowati, 2014). Penelitian di RSUP DR. Mohammad Hoesin

    Palembang tahun 2010 dengan subjek pasien kanker, didapatkan pasien dengan

    malnutrisi berat sebesar 56,6% dan pasien dengan status gizi normal sebesar

    43,4%, penelitian ini menggunakan metode Patient Generated Subject Global

    Assessment (PG-SGA) yang merupakan salah satu instrumen untuk skrining gizi

    yang mudah digunakan dan dapat mengidentifikasi status gizi dengan cepat

    (Susetyowati, et al, 2010). Deteksi dini malnutrisi perlu segera dilakukan

    sehingga dapat segera memberikan dukungan gizi untuk pasien. Apabila skrining

    gizi tidak dilaksanakan, banyak faktor risiko yang akan muncul seperti lama rawat

    inap, biaya rawat inap dan komplikasi (Budiningsari dan Hadi, 2004).

    Asupan energi dan protein yang baik sangat diperlukan untuk pasien yang

    memiliki penyakit infeksi. Peningkatan kebutuhan energi dan protein pada pasien

    TB Paru terjadi akibat peningkatan Bassal Metabolic Rate (BMR) untuk proses

    penyembuhan dan untuk memenuhi kebutuhan (Gandy, et al, 2014). Penelitian

    yang dilakukan di Rumah Sakit di Bali, Padang dan Yogyakarta, pasien rawat

    inap yang dari awal masuk dan selama rawat inap terus berkurang asupannta

    sebesar 98,8% untuk energi 86,5% untuk protein, sedangkan untuk subjek yang

    asupan cukup tetapi setelah masuk rumah sakit menjadi tidak cukup sebesar 1,2%

    untuk energi dan 13,5% untuk protein (Dwiyanti, et al, 2004)

  • 3

    Menurut Pratomo, et al (2012) malnutrisi pada penderita TB Paru

    memperberat perjalanan infeksi penyakit, mempengaruhi perjalanan pengobatan

    dan tingkat kematian. Penderita TB Paru dewasa dengan malnutrisi memiliki

    risiko kematian hingga dua kali lipat. Sebaliknya malnutrisi pada infeksi TB oleh

    koinfeksi HIV memiliki tingkat kematian lebih tinggi yaitu 50%. Malnutrisi pada

    TB Paru mengakibatkan gangguan sintesis senyawa inflamasi dan atrofi kelenjar

    timus sehingga terjadi penurunan produksi limfosit dan penurunan kemampuan

    poliferasi sel imun yang pada akhirnya memperburuk status imun.

    Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

    “Adakah Hubungan Kejadian Malnutrisi dengan Pelaksanaan Skrining Gizi dan

    Asupan Zat Gizi Makro (Energi dan Protein) Pada Pasien TB Paru di RSUD

    Budhi Asih?”.

    I.2 Rumusan Masalah

    Malnutrisi Rumah Sakit yang saat ini terjadi di Indonesia sendiri sebesar

    59,6% (Budiningsari, 2004). Kejadian malnutrisi seringkali timbul sebelum

    dirawat di rumah sakit yang disebabkan oleh penyakit itu sendiri atau kurangnya

    asupan zat gizi, akan tetapi saat ini malnutrisi sering terjadi selama rawat inap (C

    Braunschweig et al, 2000). TB paru erat kaitannya dengan kejadian malnutrisi,

    Richard Semba, et al (2011) menjelaksan bahwa malnutrisi mengangganggu

    pertahanan ephitalial yang akan memudahkan mycobacterium tuberculosis masuk

    dan merusak sel serta menurunkan sistem imunitas. Pasien yang mengalami

    malnutrisi akan meningkatkan angka mortalitas dan 2 kali lipat resiko komplikasi

    ( M Isabel et al, 2003). Dari data tersebut, memberikan dasar untuk peneliti

    merumuskan masalah penelitian, sebagai betikut: “apakah ada hubungan

    pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein) dengan

    kejadian malnutrisi pada pasien Tuberkulosis paru di RSUD Budhi Asih?”.

    I.3 Tujuan

    I.3.1 Tujuan Umum

    Mengetahui adanya hubungan pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi

    makro (energi dan protein) dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru.

  • 4

    I.3.2 Tujuan Khusus

    a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan

    sumber pembiayaan dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru di

    RSUD Budhi Asih.

    b. Mengetahui gambaran pelaksanaan skrining gizi pada pasien TB Paru di

    RSUD Budhi Asih.

    c. Mengetahui gambaran asupan zat gizi makro (energi dan protein) pada

    pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.

    d. Menganalisis hubungan skrining gizi dengan kejadian malnutrisi pada

    pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.

    e. Menganalisis hubungan antara asupan energi dengan kejadian malnutrisi

    pada pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.

    f. Menganalisis hubungan antara asupan protein dengan kejadian malnutrisi

    pada pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih.

    I.4 Manfaat

    I.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa

    Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa khususnya

    mengenai hubungan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein)

    pada pasien TB Paru di Rumah Sakit.

    I.4.2 Manfaat bagi Institusi

    Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan sebagai sumber

    informasi bagi pihak rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan, mutu rumah

    sakit dan mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien di Rumah sakit.

    I.4.3 Manfaat bagi Universitas

    Hasil penelitian dapat menambah karya penelitian, kepustakaan dan

    referensi riset untuk fakultas.

  • 5

    I.4.4 Manfaat bagi Masyarakat

    Hasil penelitian ini akan membantu masyarakat untuk mendapatkan

    informasi mengenai malnutrisi dan kaitannya dengan penyakit TB paru serta

    pentingnya melakukan skrining gizi.

    I.5. Hipotesis

    a. Ada hubungan skrining gizi dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB

    Paru di RSUD Budhi Asih.

    b. Ada hubungan asupan energi dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB

    Paru di RSUD Budhi Asih.

    c. Ada hubungan asupan protein dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB

    Paru di RSUD Budhi Asih.

    I.6 Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di RSUD Budhi Asih pada Pasien Rawat Inap di

    kelas tiga ruang penyakit Infeksi. Rencana penelitian dilakukan pada bulan April

    tahun 2018. Penelitian dilaksanakan untuk melihat dan menganalisis pelaksanaan

    skrining gizi, asupan energi dan asupan protein dengan kejadian malnutrisi pada

    pasien TB Paru. Penelitian dilakukan dengan pendekatan analitik potong lintang

    (cross-sectional) dengan populasi studi adalah pasien TB Paru.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Tuberkulosis Paru

    II.1.1 Definisi dan Epidemiologi

    Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

    Mycobacterium tuberculosis. Insidens penyakit tuberculosis dan mortalitas yang

    menyebabkan penurunan drastic setelah ditemukannya kemoterapi. Tetapi pada tahun

    terakhir ini penurunan itu tidak terjadi lagi bahkan insidens penyakit ini cenderung

    meningkat. Jumlah terbesar kasus Tuberkulosis menurut World Health Organization

    (WHO) terdapat di Asia Tenggara yaitu dengan presentase 33%. Sedangkan di

    Indonesia sendiri menurut Kemenkes RI pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak

    690.000 kasus atau sekitar 289 kasus di setiap 100.000 penduduk dan kasus baru

    sebanyak 296.272 kasus.

    Menurut hasil pendataan dari Dinas Kesehatan Jakarta tahun 2018, kejadian TB

    Paru sering disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai standar dan pasien yang

    putus berobat. Data pasien TB Resistensi Obat (TB RO) di RSUP Persahabatan

    sampai dengan Desember 2016 sebanyak 1654 pasien, berdasarkan jumlah pasien

    tersebut sebanyak 454 orang dalam pengobatan, 500 orang sudah sembuh, 418 orang

    tidak melanjutkan pengobatan, 184 orang meninggal, 61 orang gagal pengobatan, 18

    orang pengobatan lengkap dan 3 orang pindah ke unit lain. Tahun 2016, di RSUP

    Persahabatan terdapat 3906 pasien terduga TB RO dengan terkonfirmasi TB RO

    sebanyak 435 pasien, dimana 310 pasien telah pengobatan dan terdapat 125 pasien

    yang masih belum mulai pengobatan. Di RS Islam Jakarta Cempaka Putih, di tahun

    2016 terdapat 339 pasien terduga TB RO denagn 23 kasus terkonfirmasi TB RO,

    dimana 17 pasien dalam pengobatan dan 6 pasien belum memulai pengobatan.

  • 7

    II.1.2 Patofisiologi

    Infeksi dimulai dengan serangan pertama yang disebut TB Paru primer. TB P

    paru primer terjadi ketika kuman mycobacterium tuberculosis masuk melalaui udara

    pernapasan menyerang paru bagian atas. Selanjutnya, tubuh akan membentuk

    granuloma, yaitu situs infeksi yang terdiri dari sel radang, daerah abses, dan kuman

    mycobacterium tuberculosis. Penyembuhan total biasanya dapat terjadi setelah

    granuloma itu mengalami proses fibrosis dan kalsifikasi. Jika penyembuhan tersebut

    gagal, pada kondisi dimana imunitas turun, maka dapat terbentuk TB Paru pasca

    primer. Keadaan inilah yang bersifat fatal dan dapat berkembang menjadi TB Paru

    milier. Pada proses ini materi tubercular akan masuk ke dalam percabangan

    trakeobronkial. Proses ini akan terajdi berulang kali di bagian lain paru-paru, atau

    basil akan terbawa sampai laring, telinga bagian tengah dan usus. (Price dan

    Wilson,1995).

    II.1.3 Manifestasi Klinis

    Mannifestasi klinis TB Paru dapat bersifat lokal maupun sistemik. Oleh karena

    itu, gejala klinis TB Paru dapa digolongkan menjadi gejala respiratorik dan gejala

    sistemik. Gejala respitorik terdiri dari batuk kronis yang muncul selama lebih dari 2

    minggu, hemoptisis, sesak nafas, dan nyeri dada. Namun, keluhan-keluhan sistemik

    TBP dapat membuat rancu dengan penyakit lain. Bahkan, seringkali TB Paru disebut

    sebagai the greatest imitator akibat gejala sistemik yang tidak spesifik seperti demam

    dan malaise. (Price dan Wilson,1995).

    II.1.4 Penatalaksanaan

    a. Penatalaksanaan Medis

    Tatalaksana kasus TB Paru dibuat berdasarkan pada strategis DOTS dan

    didukung oleh IUATLD dan ISTC. Penggunaan obat anti tuberculosis (OAT) yang

    tepat akan sangat efektif untuk mendukung strategi STOP TB WHO dan target

    eliminasi TB pada tujuan MDG nomor 6. Penderita TB Paru dengan gejala klinis

    harus mendapatkan dua jenis OAT untuk mencegah timbulnya strain yang resistensi

  • 8

    terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (INH), etambutol (EMB)

    atau rifampisin (RIF). Dosis INH untuk orang dewasa biasanya hanya 5-10 mg/kgBB

    sedangkan EMB adalah 15 mg/kgBB.

    Efek samping dari etambutol adalah neuritis retrobulbar disertai penurunan

    ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar

    keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi,

    komplikasi paling berat terjadi adalah hepatitis. Namun hepatitis jarang terjadi pada

    usia dibawah 20 tahun dan mencapai puncaknya pada mereka yang berusia 50 tahun

    keatas. Disfungsi hati ringan, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum

    aminotransferase, ditemukan pada 10-20% kasus yang mendapat INH (Price dan

    Wilson,1995).

    b. Penatalaksanaan Gizi

    Penatalaksanaan terapi gizi pasien TB paru menjadi salah satu faktor penunjag

    utama penyembuhan, tentunya harus diperhatikan agar pemberian asupan tidak

    kurang ataupun lebih yang akan memungkina organ tubuh kesulitan melakukan

    fungsi metabolisme (Kemenkes RI dalam Hermy, et al, 2013). Perlu disadari bahwa

    gizi mempunyai peran yang cukup penting terhadap tingkat kesembuhan dan lama

    perawatan pasien di rumah sakit (Usman, 2008). Pada penderita TB paru, penurunan

    berat badan sangat berdampak pada morbiditas dan mortalitas pasien serta utama

    pada tingkat penggunaan energi serta asupan makanan yang tidak cukup dikarenakan

    penurunan berat badan (Katsilambros, et al, 2011). Diet tinggi energi dan inggi

    protein sangat dianjurkan unuk penderita penyakit infeksi khususnya TB Paru. Diet

    ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk

    mencegah terjadinya kerusakan jaringan (Almatsier, 2013).

    II.2 Malnutrisi Rumah Sakit

    II.2.1 Definisi

    Menurut Mahan, et al, (2013), malnutrisi dapat berasal dari asupan yang tidak

    memadai, gangguan pencernaan atau penyerapan, disungsi proses metabolik, atau

  • 9

    peningkatan ekskresi zat gizi esensial. Bayi, anak-anak, wanita hamil, orang dengan

    pendapaan rendah, pasien rawat inap, dan orang dengan lanjut usia memiliki risiko

    yang tinggi untuk mengalami malnutrisi. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya

    gangguan pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya resistensi terhadap infeksi,

    lamanya penyembuhan luka, hasil klinis yang buruk dan penyakit trauma,

    perkembangan penyakit kronis, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas.

    Terutama di Negara berkembang masalah utama yang menjadi perhatian adalah

    kekurangan nutrisi (under-nutrition), sehingga malnutrisi disini mengacu pada

    kekurangan nutrisi. MRS atau malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) adalah

    terjadinya malnutrisi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit (Novianti,

    2016). Malnutrisi rumah sakit (MRS) terjadi selama perawatan di rumah sakit yang

    ditandai dengan penurunan berat badan >2% dalam perawatan 30 hari (Sidiargitha, 2008).

    II.2.2 Etiologi

    Malnutrisi rumah sakit dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor terkait

    penyakit (disease-related malnutrition) dan faktor eksternal malnutrisi terkait

    penyakit, baik yang bersifat akut maupun kronis. Hal ini dipengaruhi oleh bebrapa

    sebab, secara garis besar yang paling berperan adalah sebagai berikut :

    a. Asupan yang kurang

    Pada pasien yang memiliki penyakit kronis seperti kanker, AIDS, reaksi efek

    samping obat dari kemotrapi, analgesic, antibiotiK, sedative dan lain-lain

    akan menimbulkan anoreksia, mual, muntah, dan rasa tidak nyaman pada

    saluran pencernaan sehingga akan berpengaruh pada banyaknya asupan

    makanan. Pada pasien dengan kelainan penyakit jantung, palsi serebral dan

    anomaly oro-fasial (misalnya labiopalatoschizis), kesulitan pemberian

    makan merupakan sebab terjadinya kekurangan asupan.

    b. Meningkatknya kebutuhan Energi dan Protein

    Hubungan antara malnutrisi dan penyakit paru sudah diketahui sejak lama.

    Malnutrisi mempunyai pengaruh negatif terhadap stuktur, elastisistas dan

  • 10

    fungsi paru. Sebagai conoh defisiensi protein an zat besi akan menyebabkan

    kadar Hb yang rendah, sehingga kemampuan darah membawa oksigen

    menurun. Maka dari itu secara substansial penyakit paru penyakit paru

    meningkatkan kebutuhan energi. Faktor ini yang menjelaskan untuk

    melibatkan parameter komposisi tubuh dan berat badan pada hamper semua

    penelitian medis, pembedahan, farmakologis an nutrisional pada pasien

    dengan penyakit paru. Pada keadaan akut, seperti infeksi tuberculosis paru,

    sebagi respon tubuh terjadi perubahan metabolisme dan pelepasan mediator

    inflamasi seperti sitokin, glukokortikoid, katekolamin dan lainnya. Hal ini

    menyebabkan peningkatan kebutuhan energi dan protein.

    c. Kehilangan makro dan micronutrient akibat gangguan fungsi

    gastrointestinal, mual, muntah, dan alergi.

    d. Penurunan kemampuan absorbsi zat gizi akibat diare atau parasite usus.

    Secara skematik patofisiologi malnutrisi sehubungan dengan penyakit

    (Walker, et al, 2008).

    II.2.3 Diagnosis

    Diagonis malnutrisi rumah sakit ditegakkan berdasarkan kriteria dan parameter

    yang digunakan untuk menilai status nutrisi. Hingga saat ini belum didapatkan suatu

    cara yang baku untuk mendiagnosis atau menilai status nutrisi pasien rawat inap,

    dengan cara yang murah dan mudah untuk dilakukan serta cukup sensitive dan

    reliable. Terdapat dua studi yang menyebutkan, malnutrisi rumah sakit jika

    ditemukan penurunan berta badan lebih dari atau sama dengan 2% dari berat badan

    saat pertama kali masuk rumah sakit selama masa perawatan kurang dari 7 hari, 5%

    jika dengan masa lama perawatan 8-30 hari, atau sebesar 10% dengan lama

    perawatan llebih dari 30 hari. Studi lainnya menggunakan kriteria nilai indek masa

    tubuh (IMT) dengan penurunan IMT lebih dari atau sama dengan 0,25 standar deviasi

    (SD) setelah amsa rawatan lebih dari 72 jam (Campanozzi, et al, 2008)

  • 11

    II.2.4 Malnutrisi dan TB Paru

    Hubungan antara malnutrisi dengan TB paru sudah diketahui sejak lama.

    Malnutrisi adalah defisiensi energi dan protein akibat keadaan tertentu seperti trauma

    dan infeksi kronik. Temuan klinis penderita tuberculosis paru sehubungan dengan

    status nutrisi buruk adalah anoreksia, penurunan berat badan, Indeks massa tubuh

    (IMT), lingkar lengan aas (LLA) dan kadar albumin serum. Sebuah penelitian

    mengatakan sebesar 60% penderita TB paru memiliki IMT yang rendah dan terdapat

    kemungkinan sebanyak 11 kali lipat seorang penderita TB paru memiliki IMT

  • 12

    ILN-6 dan TNF-α akibat infeksi TB menghambat aktivitas enzim lipoprotein lipase

    (LPL) di jaringan lemak. Enzim LPL berperan dalam proses pembersihan trigliserida

    sehingga menurunkan proses sintesis asam lemak dan meningkatkan proses lipolisis

    lemak dijaringan. Peningkatan TNF-α juga dihubungkan dengan anoreksia sehingga

    terjadi gangguan asupan nutrisi yang memicu sekaligus memperberat malnutrisi

    (Pratomo, et al, 2012).

    Kebutuhan energi pada penderita TB Paru ditetapkan berdasarkan kebutuhan

    nutrisi dan energi pada keadaan hiperkatabolik dan malnutrisi berat, yaitu sekitar 35-

    40/kkal/kgBB ideal. Koinfeksi TB-HIV tanpa gejala klinis akan meningkatkan

    kebutuhan energi tersebut hingga 10% dan koinfeksi dengan gejala klinis

    meningkatkan kebutuhan energi hingga 30%. Asupan protein dibutuhkan untuk

    mencegah wasting lebih lanjut yaitu sebanyak 1,2-1,5 g/kgBB. Pada penderita TB

    Paru penurunan berat badan sangat berdampak pada morbiditas dan mortalitas pasien

    serta terutama berkaitan dengan peningkatan pemakaian energi dikarenakan terpakai

    oleh pernapasan dan infeksi yang melanda (Katsilambros, et al, 2016).

    Penelitian yang dilakukan oleh Intiyati, et al, (2010) di poli paru RSUD

    Sidoarjo, didapatkan hampir setengah populasi atau sebesar 43% mempunyai status

    gizi kurus. Hal ini juga dibuktikan kembali dengan penelitian yang dilakukan oleh

    Prasetyo (2012) yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, didapatkan

    sebesar 62,4% dari seluruh kasus TB Paru menderita gizi kurang. Dari hasil

    pemeriksaan dan perhitungan de Leon, et al, (2004) di Meksiko yaitu sebagian besar

    pasien TB memiliki status gizi dibawah normal (underweight) hal ini sesuai dengan

    penelitian yang dilakukan Patiung, et al (2012), didapatkan hasil sebagian besar

    (77,8%) penderita memiliki status gizi underweight dan 22,2% penderita memiliki

    nilai IMT normal (). Penelitian lain dilakukan di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru,

    dilihat menurut IMT pasien TB Paru rawat inap sebesar 61,1% memiliki status gizi

    kurang. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan nafsu makan, mual, muntah,

    batuk darah serta sesak napas berat yang dapat mengakibatkan berkurangnya asupan

    nutrisi baik karbohidrat, lemak maupun protein karena takut mengkonsumsi makanan

    berminyak yang menyebabkan tubuh kekurangan energi sehingga terjadi pemecahan

  • 13

    massa lemak dan otot yang menyebabkan penurunan berat badan yang berpengaruh

    terhadap IMT (Putri, et al, 2016).

    II.3 Penilaian Status Gizi

    Menurut Soekirman (2000) status gizi merupakan keadaan kesehatan akibat

    interaksi antara makanna, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya,

    Mc. Laren menyatakan bahwa status gizi merupakan hasil keseimbangan antara zat

    gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya. Penilaian status gizi

    (nutritional assessment) merupakan interpretasi data yang diperoleh dari pengukuran

    dietary, antropometri, biokimia dan klinis.

    Pada penelitian ini, indikator yang digunakan untuk penilaian status gizi

    dengan antropometri yaitu berat badan dan LLA. Penilaian status gizi menggunakan

    LLA dilakukan apabila pasien tidak memungkinkan untuk berdiri. Antropometri

    merupakan indikator unuk penilaian status gizi perorangan atau masyarakat, yang

    dapat dikerjakan oleh siapa saja dengan latihan sederhana. Menurut Gibson (2005),

    penilaian staus gizi dengan antropometri memerlukan pengukuran beberapa

    parameter, parameter ersebut terdiri dari dua tipe, yaitu parameter pengukuran

    ukuran tubuh (body size) yang meliputi berat badan, tinggi lutut, arm span dan

    komposisi tubuh (body composition) yang meliputi lingkar lengan atas dan tebal

    lemak bawah kulit.

    II.3.1 Berat Badan

    Berat badan merupakan salah satu parameter antropometri yang menjadi pilihan

    utama dan sering digunakan karena merupakan parameter yang paling baik. Berat

    badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi

    (Gibson, 2005). Pengukuran berat badan dapat dilakukan dengan menggunakan

    timbangan injak, baik mekanik, pegas atau digital.

    II.3.2 Lingkar Lengan Atas (LLA)

    Lingkar lengan atas (LLA) merupakan salah satu parameter antropometri yang

    digunakan apabila pasien tidak dapat berdiri sehingga tidak bisa melakukan

  • 14

    penimbangan BB (Handayani, et al, 2015). Akan tetapi LLA bukan sebagai indikator

    gambaran status gizi yang akurat, penggunaan LLA hanya untuk sebagai pengganti

    alat ukur status gizi apabila pasien wanita yang kesulitan untuk berdiri. Selain itu

    LLA digunakan untuk mengukur status gizi Wanita Usia Subur (WUS) serta anak

    (Kemenkes RI, 2010).

    II.4 Skrining Risiko Malnutrisi

    Dalam pelayanan asuhan gizi, skrining gizi menjadi langkah awal untuk

    mendeteksi tingkat risiko malnutrisi pada pasien. Menurut ESPEN (2009), skrining

    gizi merupakan proses tercepat dan sederhana untuk mengidentifikasi apakah pasien

    mengalami malnutrisi atau berisiko malnutrisi. Ketepatan skrining gizi akan

    menghasilkan ketepatan dalam memberikan diet dan intervensi gizi sehingga dapat

    mencegah alnutrisi di rumah sakit (Schenker dalam Susteyowati, 2012).

    Salah satu langkah yang efisien unuk mengembangkan proses skrining gizi

    adalah dengan menggunakan skrining profesi kesehatan lain pada satu proses skrining

    gizi yang dilakukan dalam waktu < 24 jam sebagai penilaian awal pasien yang datang

    kerumah sakit. Oleh karena itu, diperlukan skrining gizi yang cepat, mudah

    dilaksanakan dan valid agar mendapatkan hasil yang akurat. Apabila didapatkan

    pasien yang berisiko mengalami malnutrisin pada tahap skrining awal oleh perawat,

    pasien tersebut akan dirujuk lebih lanjut kepada Registered Dietition (Mahan, et al.

    2013).

    Fungsi skrining sendiri adalah untuk mengetahui serta mencegah perluasan

    penyakit akut. Skrining gizi memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu

    tinggi badan, berat badan, adanya alergi makanan tertentu, diet, adanya

    kecenderungan pasien untuk mual atau muntah, dan kemampuan pasien dalam

    menelan dan mengunyah (Charney, 2009). Selain itu, skrining gizi mempunyai fungsi

    sebagai bahan evaluasi dan parameter untuk mengidentifikasi risiko penyakit lain.

    Tujuan utama dari alat skrining ini adalah untuk melihat apakah gizi kurang

    dapat terjadi atau malah mengakibakan lebih buruk pada pasien untuk saat ini atau

    mendatang. Hasil pelaksanaan skrining risiko malnutrisi akan didapatkan tiga macam

  • 15

    hasil, yaitu yang pertama adalah pasien yang tidak berisiko malnutrisi, tetapi harus

    dilakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu, kedua adalah pasien berisiko

    malnutrisi sehingga dibutuhkan rencana terapi gizi untuk mengatasinya, dan yang

    ketiga adalah pasien berisiko malnutrisi namun memiliki masalah fisiologis yang

    menyebabkan terapi gizi tidak bisa diberikan.

    Hasil evaluasi terhadap 44 alat skrining gizi, hanya dua alat yang

    dikembangkan, yaitu NRS-2002, MUST, MST dan SNAQ yang ada pada masa kini

    dan dipercaya memiliki keunggulan pada kelompok populasi tertentu. Namun di

    bebarapa rumah sakit masih menggunakan alat skrining gizi menggunakan SGA.

    Dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harimawan, et al, (2011) di RSD

    Anuntaloko Parigi Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, didapatkan data

    menggunakan metode SGA menurut karakteristik responden dengan jenis kelamin

    laki-laki 45,6% dan wanita sebesar 55,4% diantaranya menderita gizi kurang. Selain

    itu, penelitian yang dilakukan di Rumah sakit Felicio Rocho, Brazil tahun 2012

    dengan subjek pasien ICU didapatkan sebesar 54% mengalami malnutrisi menurut

    SGA (Fontes, et al, 2012).

    II.4.1 Skrining Gizi dengan Kejadian Malnutrisi

    Malnutrisi di Rumah sakit sudah lama masih menjadi bahan perbincangan, pada

    sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang

    melakukan penilaian status gizi dari 376 pasien baru masuk rumah sakit mendapatkan

    angka gizi kurang dan buruk yaitu 38,56%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan di

    RSPAD Gatot Subroto yang melakukan skrining gizi terhadap 70 pasien rawat inap

    didapatkan sebanyak 41,4% suspek malnutrisi dan malnutrisi berat (Sudomo, 2001).

    Penelitian di RS Sardjito Yogyakarta, dari hasil uji statistik multivariate

    didapatkan hasil, pasien yang tidak melakukan skrining gizi dan memiliki status gizi

    buruk berisiko berat untuk mempunyai lama rawat inap yang lama. Semakin lama

    seseorang dirawat di rumah sakit semakin akan berpengaruh pada kondisi fisiologisnya.

    Semakin lama seseorang dirawat, maka akan mengalami atropi otot karena kurang

    latihan. Atropi otot menyebabkan otot mengecil yang berarti menurun pula status gizi

  • 16

    pasien, sehingga berpengaruh pada proses penyembuhan dan lama rawat. Peneitian

    ini sejaalan dengan penelitian yang diakukan dengan Braunschweig menemukan

    bahwa subjek yang status gizinya baik menjadi beresiko, gizi baik menjadi gizi

    buruk, dan beresiko menjadi gizi buruk mempunyai rata-rata lama rawat inap

    berturut-turut 16, 23, dan 19 hari (Presetyo, et al, 2017).

    Skrining dan asesmen gizi merupakan istilah atau hal yang memiliki tujuan dan

    hasil yang berbeda. Skrining gizi merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi

    karakteristik pasien yang berisiko dan berhubungan dengan faktor gizi (Edington, et

    al, 2005, dalam Ansari 2014). Sedangkan asesmen gizi merupakan sebuah

    pemeriksaan komperhensif yang dilakukan untuk menteapkan status gizi

    (pemeriksaan riwayat medis, asupan zat gizi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

    antropometri, dan data biokimia). Ketika teori mengatakan bahwa, proses skrining

    gizi diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yng berisiko malnutrisi untuk

    menghindari terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian di rumah sakit sehingga

    akan segera dilakukannya identifikasi pasien yang mengalami malnutrisi untuk segera

    dilakukannya intervensi gizi yang tepat (Singh, et al, 2005). Maka bisa dapat

    disimpulkan bahwa hasil skrining gizi hanya dapat menentukan skala prioritas, pasien

    mana yang lebih dulu dilakukan intervensi gizi (Ansari, 2014).

    II.5 Asupan Zat Gizi

    II.5.1 Energi

    Energi adalah zat yang diperlukan untuk makhluk hidup untuk

    mempertahankan hidup, memnunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.

    Energi merupakan asupan utama yang diperlukan oleh tubuh, ketidak cukupan energi

    akan mengakibatkan vitamin, mineral dan protein tidak dapat digunakan dengan

    efisien. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan

    (Almatsier, 2001).

    Cukup atau tidaknya pangan yang dikonsumsi secara kuantitatif dapat

    diperkirakan dari nilai energi (kalori) yang dikandungnya, Energi dalam pangan

    merupakan hasil pembakaran dari zat gizi makro karbohidrat, ternak, lemak, protein,

  • 17

    sedabfkan secara kualitatif mutu pangan dapat diperkirakan dari besarnya sumbangan

    protein terhadap nilai energinya (Khumaidi, 1994). Ada bebrapa faktor yang

    mempengaruhi asupan energi, yaitu berat badan, aktivitas fisik, dan metabolic

    efficiency. Berat badan mempengaruhi jumlah energi yang diperlukan untuk

    metabolisme basal.

    Menurut hasil penelitian Dwiyanti, et al (2003), di RS Jamil Padang, RS Dr/

    Sardjito Yogyakarta, dan RS Sanglah Denpasar dilihat dari kecukupan asupan energi,

    subjek yang pada awal masuk asupannya tidak cukup dan selama perawatan

    asupannya terus menerus tidak cukup sebesar 98,8% dan subjek yang mempunyai

    asupan cukup pada awal masuk namun asupannya menjadi tidak cukup selama

    dirawat di rumah sakit sebesar 1,2%. Penelitian lain dilakukan di RSUD Sidoarjo

    pada tahun 2010, didapatkan bahwa konsumsi kalori pasien TB paru tergolong defisit

    sebesar 32%. Pada penderita TB yang kurang gizi akan mengakibatkan produksi

    antibodi dan limfosit terhambat, sehingga proses penyembuhan menjadi terhambat

    (Dhillon, dalam Intiyati, et al). pengukuran asupan energi dihitung menggunakan

    food recall 2x24 jam, pada metode ini peniliti akan melakukn wawancara dengan

    pasien.

    II.5.2 Protein

    Protein adalah salah satu makronutrien yang memiliki peranan penting dalam

    proses pertumbuhan dan perkembangan sel. Protein menentukan ukuran dan struktur

    sel, komponen utama biokatalisator berbagai reaksi metabolisme, sehingga membuat

    protein berperan sangat penting dalam tubuh. Protein sebagai sumber energi

    memberikan 4 kkal/gram. Jumlah total protein dalam tubuh sekitar 19% dari berat

    tubuh (Dewi dan Mustika, 2012).

    Sumber protein dibagi menjadi dua, yaitu sumber protein hewani dan nabati.

    Sumber protein nabati sendiri adalah tahu dan tempe, sdeangkan sumber protein

    hewani adalah daging, ikan dan telur. Untuk anak-anak yang sedang masa

    pertumbuhan diperlukan protein yang lebih banyak untuk memastikan pemenuhan

    kebutuhan asam amino dalam jumlah dan jenis yang cukup. Sedangkan untuk

  • 18

    dewasa, seperlima dar protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari

    hewan.

    Menurut hasil penelitian Dwiyanti, et al (2003), di RS Jamil Padang, RS Dr/

    Sardjito Yogyakarta, dan RS Sanglah Denpasar dilihat dari kecukupan asupan

    protein, subjek yang pada awal masuk asupannya tidak cukup dan selama perawatan

    asupannya terus menerus tidak cukup sebesar 86,5% dan subjek yang mempunyai

    asupan cukup pada awal masuk namun asupannya menjadi tidak cukup selama

    dirawat di rumah sakit sebesar 13,5%. Penelitian selanjutnya dilakukan kembali pada

    tahun 2004, sebesar 41,4% subjek mengalami kekurangan asupan protein

    (Kusumayanti, et al).

    II.5.3 Kebutuhan Energi dan Protein

    Asupan energi diperoleh dari konsumsi makanan seseorang sehari-hari untuk

    menutupi pengeluaran energi, baik orang sakit maupun orang sehat, konsumsi pangan

    harus mengandung energi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan. Pada pasien

    dewasa dengan memiliki staus gizi yang baik, diperlukan kebutuha energi sebesar

    2000 kkal atau 25-30 kkal/kgBB. Untuk keperluan pemulihan, energi lebih mungkin

    diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat stress individual atau luasnya

    kerusakan jaringan (Babcock, 2005).

    Dalam memperkirakan kebutuhan energi pasien tidak hanya menggunakan satu

    rumus tertentu, ada beberapa rumus yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :

    a. Menurut Harris dan Bennedict

    Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5xTB) – (6,8 x U)

    Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)

    Keterangan :

    BB : Berat Badan dalam kg. berat badan yang digunakan adalah berat

    badan aktual (BBA) apabila pasien memiliki statu gizi norma meurut IMT,

    dan menggunakan berat badan idela (BBI) apabila statu gizi underweight,

    overweight dan obesitas menurut IMT.

    TB : Tinggi badan dalam cm.

  • 19

    U : Umur dalam tahun.

    b. Menurut Mifflin-St.Jeor

    Laki-laki = 10 (BBA) + 6,25 (TB) – 5 (usia) + 5

    Perempuan = 10 (BBA) + 6,25 (TB) – 5 (usia) + 5 – 161

    Keterangan :

    BBA : Berat badan aktual dalam kg.

    TB : Tinggi badan

    Kebutuhan energi akan meningkat jika ada infeksi dan demam penderita tidak

    dianjurkan makan dalam jumlah banyak atau lebih dari 1,5 kali pemakaian energi saat

    istirahat (katsilambros, et al, 2016). Setelah melihat perhitungan rumus oleh Haris

    dan Bennedict, maka pembagian kebutuhan asupan karbohidat sebesar 50-60% dari

    total energi, lemak 15-25% dan protein sebesar 15-30% (Almatsier, et al, 2003).

    Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit dipengaruhi oleh jeni dan berat ringannya

    penyakit, berikut ini adalah tingkat faktor stress atau trauma untuk menentukan

    kebutuhan gizi orang sakit :

    Tabel 1 Faktor Trauma atau Stress

    No Jenis Trauma/Stress Faktor

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    Tidak stress, pasien dalam keadaan

    gizi baik.

    Stress ringan : peradangan saluran

    cerna, kanker, bedah elektif, trauma

    kerangka moderat.

    Stress sedang : sepsis, bedah tulang ,

    luka bakar, trauma kerangka mayor.

    Stress berat: trauma multiple, sepsis

    dan bedah multisystem.

    Stress sangat berat: luka kepala

    berat, sindroma penyakit pernapasan

    akut.

    1,3

    1,4

    1,5

    1,6

    1,7

  • 20

    Tabel 2 Faktor Aktivitas

    No. Aktivitas Faktor

    1.

    2.

    Istirahat di Tempat tidur

    Tidak terikat di tempat tidur

    1,2

    1,3

    Sumber : a Practical Guide to Nutritional Support in Adults and Children. Nutritional Supports

    Service, University Malaya, Kuala Lumpur, 2000. (Almatsier, et al, 2013)

    II.6. Karakteristik Responden

    a. Usia

    Semakin bertambahnya usia maka tingkat kebutuhan zat gizi ikut meningkat.

    Asupan zat gizi diperlukan unuk melakukan beragam aktivitas. Masalah

    kekurangan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting, karena selain

    mempunyai risiko mengalami berbagai penyakit. Karena itu pemantauan

    keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan.

    Seringkali, ketika usia mulai bertambah, individu tidak memperhitungkan

    kebutuhan gizi yang diperlukan. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh

    Melrina, et al, (2016) sebagian besar subjek dnegan lanjut usia mengalami

    risiko malnutrisi sebesar 53,8% dikarenakan risiko malnutrisi akan meningkat

    seiring dengan bertambahnya usia. Usia menjadi salah satu faktor risiko

    malnutrisi, semakin tinggi usia maka peningkatan risiko malnutrisi yang terjadi,

    peningkatan komplikasi penyakit dan peningkatan perubahan komposisi tubuh

    (Tsaousi et al, 2014) akibat kondisi fisik, kognitif dan keterbatasan fisiologis

    tubuh (Ordonez et al, 2013).

    b. Jenis Kelamin

    Jenis kelamin jelas sekali mempengaruhi nilai kebutuhan AMB. Pria

    memiliki jumlah kebutuhan yang lebih besar dengan akifitas fisik yang lebih

    berat dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

    yang dilakukan di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru bahwa pasien TB Paru

    dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar yaitu 72,2% (Putri, et al, 2016).

  • 21

    Penelitian lain juga dilakukan oleh Mahfhuzhah tahun 2014, didapatkan dari

    data faktor risiko penderita TB paru di Poli Paru RSUD dr. Soedarso Pontianak

    yaitu sebsar 159 (64,1%) adalah laki-laki.

    Banyaknya jumlah kasus yang terjadi pada laki-laki disebabkan karena laki-

    laki memiliki mobilitas yang tinggi daripada perempuan sehingga kemungkinan

    terpajanan oleh kuman tuberkulosis lebih tinggi. Gaya hidup seperti merokok

    dan risiko pekerjaan yang berasal dari polutan udara dari luar ruangan

    khususnya yang berhubungan dengan paparan industri juga meningkatkan

    risiko terinfeksi TB Paru (Allotey dalam Wina, 2016). Selain itu pria memiliki

    jumlah kebutuhan yang lebih besar dengan akifitas fisik yang lebih berat

    dibandingkan dengan wanita, kebutuhan yang tidak sesuai mengkibatkan

    kondisi fisik akan mudah terpapar oleh penyakit (Allotey dalam Wina, 2016).

    c. Sumber Pembiayaan

    Menurut Kemenkes RI (2015) pembiayaan kesehatan sendiri merupakan

    besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau

    memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan,

    keluarga, kelompok, dan masyarakarat. Pembiayaan kesehatan yang stabil dan

    berkesinambungan memegang peran yang penting untuk penyelenggaraan

    pelayanan kesehatan. Ada dua cara pembayaran kepada pelaksana pelaksana

    pelayanan kesehatan yaitu secara langsung dan melalui asuransi kesehatan

    (Azwar dalam Budi, 2012). Dilihat dari proporsinya, jumlah peserta BPJS

    Kesehatan tertinggi pada tahun 2015 yaitu segmen peserta PBI APBN sebesar

    56,02%, disusul kemudian oleh segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU)

    sebesar 24,15%, dan segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)

    sebesar 9,54%. Proporsi jumlah peserta BPJS Kesehatan terendah yaitu dari

    segmen peserta Bukan Pekerja (BP) sebesar 3,17%.

  • 22

    II.7 Kerangka Teori

    Berdasarkan tinjauan pustaka diatas maka peneliti membuat kerangka teori

    mengenai pelaksaaan skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein)

    dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru sebagai berikut :

    Sumber : Sidiargitha (2008), Walker, et al, (2008), Mahan, et al, (2013), Melrina, et al, (2016),

    Kusumayanti, et al, (2004).

    Gambar 1 Kerangka Teori

    Pelayanan Asuhan

    Gizi

    Pelaksanaan

    Skrining Gizi

    Karakteristik :

    - Usia

    - Jenis Kelamin - Sumber

    Pembiayaan

    Masalah Fisiologis :

    - Gangguan gastrointestinal

    - Alergi

    - Kemampuan daya terima

    Asupan Energi dan

    Protein

    Kejadian Malnutrisi pada pada

    Pasien TB Paru

  • 23

    II.8 Kerangka Konsep

    Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dirumuskan kerangka konsep sebagai

    berikut :

    Variabel Independent

    Variabel Dependen

    Variabel Perancu

    Gambar 2 Kerangka Konsep

    Pelaksanaan

    Skrining Gizi

    Asupan Zat Gizi

    Makro:

    - Energi

    - Protein

    Malnutrisi pada

    pasien TB Paru

    Karakteristik:

    - Jenis kelamin - Usia - Sumber

    pembiayaan

  • 24

    24

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    III.1 Waktu dan Lokasi

    Penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret sampai dengan bulan april

    dan bertempa di RSUD Budhi Asih. Alasan peneliti melakuukan penelitian

    dilokasi ini adalah, ingin meneiliti apakah adanya hubungan antara pelaksanaan

    skrining gizi dan asupan zat gizi dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru

    pada pasien rawat inap usia produktif (19-64 tahun).

    III.2 Rancangan Penelitian

    Penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis penelitian

    observasional Analitik dengan pendekatan studi cross-sectional yang mempelajari

    hubungan antara variabel dependen dan Independen dengan cara mengamatin

    secara bersamaan dalam satu periode. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    hubungan natara skrining gizi dan asupan zat gizi makro (energi dan protein)

    dengan kejadian malnutrisi pada pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih. Variabel

    dependen yang akan diteliti adalah malnutrisi pada pasien TB paru. Variabel

    independen yang diteliti adalah pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi

    makro (energi dan protein).

    III.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    III.3.1 Populasi

    Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh Pasien Rawat Inap TB Paru

    yang mengalami malnutrisi pada usia produktif di RSUD Budhi Asih.

    III.3.2 Sampel

    Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling dengan

    pendekatan purposive sampling. Pengambilan sample dengsn metode ini

    merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan atas suatu pertimbangan

  • 25

    tertentu yang dilakukan oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang

    sudah diketahui (kriterian inklusi dan eksklusi).

    a. Kriteria Inklusi

    Karakterisitik umum yang harus dipenuhi subjek penelitian ini adalah :

    1) Pasien dengan infeksi TB Paru

    2) Termasuk golongan usia produktif yaitu 19 - 64 tahun.

    3) Lama rawat inap minimal 3 hari.

    b. Kriteria Eksklusi

    Responden yang telah mengikuti penelitian tetapi tidak digunakan untuk

    olah data penelitian disebabkan :

    1) Pasien pasca-bedah dan pasien dengan edema.

    c. Rumus Sampel

    Berdasarkan kriteria inklusi diatas maka didapatkan perkiraan sampel

    menggunakan rumus uji hipotesis koefisien korelasi yang dikembangkan

    oleh Supriyadi (2014), yaitu :

    ç = 0,5ln [1+𝑟

    1−𝑟]

    = 0,5ln [1+0,234

    1−0,234]

    = 0,24

    n = [ 𝑍

    1−𝛼2

    + 𝑍1−𝛽

    ç]2 + 3

    =[ 1,96+0,840,24

    ]2 + 3

    = 32,8 ≈ 33 orang

    Keterangan :

    n : jumlah sampel yang dibutuhkan

    𝑍1−𝛼2

    : Nilai distribusi normal baku (tabel Z=1,96)

    𝑍1−𝛽 : Kekuatan uji 80% (0,84)

    r : Koefisien korelasi

    ç : Transformasi fisher

    Dengan kemungkinan terjadinya drop out pada sampel, maka

    ditambahkan 10% dari total sampel, menjadi 37 responden.

  • 26

    III.4 Variabel Penelitian

    Variable penelitian yang diuji oleh penelitian ini adalah :

    a. Variable terikat : Kejadian Malnutrisi pada Pasien Tuberkulosis

    Paru

    b. Variabel bebas : Pelaksanaan skrining gizi, asupan energi dan

    asupan potein.

    c. Variable perancu : Usia, jenis kelamin dan sumber pembiayaan.

    III.5. Definisi Operasional

    Tabel 3 Definisi Operasional

    No Variabel

    Definisi

    Operasional

    Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

    Ukur

    1 Malnutrisi

    Rumah

    Sakit

    Suatu keadaan

    akibat dari

    perhatian yang

    tidak optimal

    terhadap asupan

    nutrisi. (Aidah,

    2013)

    Body scales

    (timbangan)

    dan LILA

    Pengukuran

    berat badan

    1. Malnutrisi: Adanya

    penurunan berat

    badan 2%

    selama rawat

    inap

    2. Tidak malnutrisi:

    Tidak adanya

    penurunan berat

    badan selama

    rawat inap

    (Walker dan

    Hendricks, 2003)

    Ordinal

    2 Pelaksanaa

    n Skrining

    Gizi

    Hasil

    wawancara

    setelah pasien

    masuk RS (1x24

    jam) (ASPEN,

    2003)

    Kuesioner Wawancara 1. Tidak Melaksanaka

    n skrining

    gizi

    2. Melaksanakan skrining

    gizi

    (ASPEN, 2003)

    Ordinal

    3 Asupan

    Energi

    Asupan energi

    adalah total

    energi yang

    bersumber dari

    makanan dan

    minuman yang

    dikonsumsi

    yang diperoleh

    dari survey

    konsumsi

    konsumsi

    dengan metode

    food recall

    2x24 jam

    Kuesioner 1. Kurang : Asupan

    energi kurang

    dari 80% dari

    total

    kebutuhan

    2. Baik : Asupan

    mencapai 80-

    110% dari

    total

    kebutuhan

    Ordinal

  • 27

    frekuensi

    amkanan,

    kemduian

    disamakan

    dengan

    kenutuhan

    energy pasien.

    (WNPG et al,

    2014)

    (AKG, 2013)

    4 Asupan

    Protein

    Asupan energy

    adalah total

    energy yang

    bersumber dari

    makanan dan

    minuman yang

    dikonsumsi

    yang diperoleh

    dari survey

    konsumsi

    konsumsi

    dengan metode

    frekuensi

    makanan

    dikalikan 100%.

    (WNPG et al,

    2014)

    Food recall

    2x24 jam

    Kuesioner 1. Kurang : Asupan protein

    kurang dari

    80% dari total

    kebutuhan

    2. Baik : Asupan Protein

    mencapai 80-

    110% dari total

    kebutuhan

    (AKG.2013)

    Ordinal

    5 Usia Lama waktu

    hidup atau ada

    sejak dilahirkan

    sampai sekrang

    (KBBI, 2015)

    Kuesioner Wawancara 1. Remaja 2. Dewasa awal 3. Dewasa akhir 4. Lansia (Kemenkes RI,

    2009)

    Ordinal

    6 Jenis

    Kelamin

    Jenis kelamin

    adalah

    perbedaan

    antara

    perempuan dan

    laki-laki.

    (Cahya, 2012)

    Kuesioner Wawancara 1. Laki-laki 2. Perempuan

    (KBBI, 2015)

    Nominal

    7 Sumber

    Pembiayaa

    n

    Pembiayaan

    kesehatan dana

    yang harus

    disediakan

    untuk

    menyelenggarak

    an berbagai

    upaya kesehatan

    yang diperlukan

    oleh

    masyarakarat.

    Kuesioner Wawancara 1. Pribadi 2. Asuransi (Karmadji 1986

    dalam Tedja

    2012)

    Ordinal

  • 28

    III.6 Alur Penelitian

    Alur dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap 1

    :persiapan subjek dan tahap 2 : pelaksanaan penelitian

    Gambar 3 Bagan Alur Penelitian

    III.7 Tahapan Penelitian

    a. Tahap Persiapan

    1) Pembuatan proposal dan pengajuan Ethical Clearence di Fakultas

    Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

    Jakarta.

    2) Pengurusan surat izin penelitian kepada instansi yang berwenang di

    RSUD Budhi Asih.

    3) Mempersiapkan formulir kuesioner karakteristik rsponden dan

    formulir food recall 2x24 jam.

    b. Tahapan Pelaksanaan

    Populasi

    Penentuan Subjek

    dengan Kriteria Inklusi

    Pemeriksaan awal

    Berat Badan

    Food Recall 24 jam

    konsumsi makanan

    Pemeriksaan berat badan

    kembali setelah 3 hari

    Tahap 1

    Persiapan Subjek

    Tahap 2

    Pelaksanaan Penelitian

  • 29

    1) Meminta kesediaan subjek untuk menjadi responden dengan

    menandatangani informed concent.

    2) Mengumpulkan data karakteristik responden.

    3) Data awal penelitian berupa hasil penimbangan berat badan dengan

    instrument penelitian yaitu body scales atau timbangan berat badan.

    4) Mengumpulkan data asupan energI dan protein dari hasil pengisisan

    formulir recall 24 jam.

    5) Diakhir penelitian, apabila responden memenuhi syarat penelitian,

    responden akan kembali mengukur berat badan dnegan metode yang

    sama pada awal penelitian.

    III.8 Jenis dan Cara Pengambilan Data

    III.8.1 Jenis Data

    a. Data Primer

    Data primer meliputi identitas dan latar belakang suhjek, berat badan,

    data asupan energi, data asupan protein, dan data pelaksanaan skrining

    gizi.

    b. Data Sekunder

    Data sekunder pada penelitian ini adalah data mengenai profil umum

    RSUD Budhi Asih, berat badan awal pasien, diagnosa pasien dan data

    yang berkaitan dengan pelayanan gizi untuk pasien.

    III.8.2 Cara Pengambilan Data

    a. Data Karakteristik Subjek

    Pengambilan data karakteristik pasien didapat dengan melakukan

    pengisian kuesioner oleh pasien.

    b. Data Pelaksanaan Skrining Gizi

    Data pelaksanaan skrining gizi didapatkan dengan cara melakukan

    wawancara dengan pasien.

    c. Data Asupan Energi

    Data ini merupakan rata-rata hasil jumlah asupan energi yang

    dikonsumsi oleh pasien dengan metode food recall 2x24 jam.

  • 30

    Responden akan diminta untuk mengingat makanan dan minuman apa

    saja yang dikonsumsi selama 24 jam dan selanjutnya data akan dihitung

    dan dibandingkan dengan AKG khusus pasien TB Paru.

    d. Data Asupan Protein

    Data ini merupakan rata-rata hasil jumlah asupan protein yang

    dikonsumsi oleh pasien dengan metode food recall 2x24 jam.

    Responden akan diminta untuk mengingat makanan dan minuman apa

    saja yang dikonsumsi selama 24 jam dan slanjutnya data akan dihitung

    dan dibandingkan dengan AKG khusus pasien TB Paru.

    e. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adal menggunakan

    timbangan berat badan digital (body scales), microtoise sebagai alat

    ukur tinggi badan, dan formulir food recall 2x24 jam.

    III.9 Prosedur Analisis Data

    Prosedur pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

    berikut:

    a. Entry, memasukan data kedalam computer.

    b. Coding, memasukkan kode untuk memudahkan pembagian kelompok

    data.

    c. Editing, memperbaiki data setelah proses entry dan coding apabila ada

    data yang kurang atau salah.

    Berikut ini adalah lanngkah-langkah dala analisis data :

    a. Analisis Univariat

    Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi presentase

    disetiap variabel, yaitu dependen (malnutrisi pada pasien TB Paru) dengan

    variabel independen (pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat gizi).

    Analisis ini digunakan untuk menganalisis distribusi frekuensi dan

    presentase tiap variable sehingga didapatkan gambaran umum data.

    b. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang terduga berhubungan

    (Notoatmodjo, 2012). Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan

  • 31

    antara variable Independen yaitu Pelaksanaan skrining gizi dan asupan zat

    gizi makro (energi dan protein) dengan variabel dependen yaitu kejadian

    malnutrisi pada pasien TB Paru. Analisa bivariat juga digunakan untuk

    mengetahui hasil dan pembuktian dari hipotesis yang diajukan. Analisis

    bivariat pada penelitian ini menggunakan uji statistik uji statistic Chi Square

    (Kai Kuadrat) yang akan diperoleh nilai p. Pada penelitian ini digunakan

    kemaknaan sebesar 0,05. Kekuatan hubungan bermakna apabila variabel

    independen dengan dependen jika P ≤ 0,05, namun jika P ≥ 0,05 maka tidak

    ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan dependen.

    III.10 Etika Penelitian

    Penelitian ini telah mendapatkan perizinan dan Ethical Clearence dari

    komisi etik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta dengan nomor:

    B/1359/V/2018/KEPK. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menjamin hak-

    hak responden dengan terlebih dahulu melakukan tanda tangan informed consent

    di RSUD Budhi Asih sebelum melakukan pengambilan data. Responden berhak

    menolak atau tidak bersedia menjadi subyek penelitian. Sebelum meminta

    persetujuan dari responden, peneliti akan menjelaskan terlebihh dahulu tentang

    topik penelitian, tujuan penelitian, teknis penelitian dan hak-hak responden.

    Penenliti akan menjaga rahasia terkait data pribadi pasien dengan menggunakan

    nama samaan atau inisial dalam proses pengambilan data.

  • 32

    III.11. Keaslian Penelitian

    Tabel 4 Matriks Keaslian Penelitian

    Nama

    Peneliti dan

    Tahun

    Judul

    Penelitian

    Desain

    Penelitian

    Durasi Sampel Hasil

    Wahyu Hardi

    Prasetyo , I

    Dewa Putu

    Pramantara ,

    R. Dwi

    Budiningsari

    Pengaruh

    Hasil Skrining

    Berdasarkan

    Metode MNA

    (Mini

    Nutritional

    Assesment)

    Terhadap

    Lama Rawat

    Inap dan

    Status Pulang

    Pasien Lanjut

    Usia Di RSUP

    DR.

    SARDJITO

    Yogyakarta

    Jenis

    penelitian

    yang

    digunakan

    adalah,

    observasi

    onal

    dengan

    pendekata

    n kohort

    prospektif

    3 bulan 77

    pasien

    Berdasarkan hasil

    regresi logistik, jenis

    penyakit memiliki

    pengaruh yang paling

    dominan dengan nilai

    RR 3,88 terhadap

    lama rawat

    inap.Berdasarkan

    hasil skrining awal

    masuk rumah sakit

    terhadap status

    pulang pasien lanjut

    usia berdasarkan

    metode MNA, maka

    diketahui nilai

    RR=1,29. Hal ini

    menunjukkan bahwa

    pasien yang terpapar

    (malnutrisi) berisiko

    keluar dalam

    keadaan tidak

    sembuh sebesar 1,29

    kali lebih besar

    daripada pasien yang

    tidak terpapar (tidak

    malnutrisi).

    Berdasarkan hasil uji

  • 33

    regresi logistik ada

    pengaruh antara hasil

    skrining dengan

    status pulang dengan

    nilai OR 9,21.

    Demikian pula ada

    pengaruh antara usia

    dan jenis kelamin

    dengan status pulang

    (p< 0,05). Tidak ada

    pengaruh antara hasil

    skrining dengan lama

    rawat inap. Ada

    pengaruh antara usia,

    jenis penyakit dan

    kelas perawatan

    terhadap lama rawat

    inap. Ada pengaruh

    antara hasil skrining

    dengan status pulang

    Defriani

    Dwiyanti,

    Hamam

    Hadi,

    Susetyowati

    Pengaruh

    Asupan

    Makanan

    Terhadap

    Kejadian

    Malnutrisi di

    Rumah Sakit

    penelitian

    ini

    mengguna

    kan

    observasi

    onal

    dengan

    rancangan

    studi

    kohor

    prospektif

    4 bulan 228

    orang

    Berdasarkan hasil

    penelitian ini,

    ditemukan bahwa

    sebanyak 51,8%

    subjek mempunyai

    rata-rata asupan 3

    hari pertama (asupan

    awal) tidak cukup.

    Rata-rata asupan

    makanan subjek

    selama di rumah

    sakit pada kelompok

    asupan awal tidak

    cukup lebih rendah

    daripada asupan awal

  • 34

    cukup yaitu untuk

    energi 1315,6 Kkal

    dengan SD ± 343,4

    dan protein 40,4

    gram dengan SD ±

    11,3

    Dodor EA Evaluation of

    Nutritional

    Status of New

    Tuberculosis

    Patients at the

    Effia-Nkwanta

    Regional

    Hospital

    Studi

    Intervensi

    1 tahun 570

    orang

    Adanya malnutrisi

    pada pasien TB pada

    saat memulai

    pengobatan. Hal ini

    juga menunjukkan

    bahwa faktor sosio-

    ekonomi

    berkontribusi

    terhadap malnutrisi

    di antara pasien TB.

    Miyata es. Et

    al 2012

    Usefulness of

    the

    Malnutrition

    Screening

    Tool in

    patients with

    pulmonary

    tuberculosis

    Studi

    Observasi

    onal

    Tidak

    diketahui

    52 orang MST merupkan alat

    skeining gizi yang

    dapat diandalkan

    untuk penilaian

    risiko nutrisi oleh

    pasien dengan

    Tuberkulosis paru.

    Alat skrining gizi ini

    dapat memberikan

    identifikasi pasien

    dengan cepat agar

    dapat memberikan

    dukungan nutrisi

    yang tepat untuk

    penderita pasien

    Tuberkulosis.

    Agustinus I

    Wayan

    Harimawan,

    Kajian Metode

    Subjective

    Global

    Studi

    kohort

    Tidak

    diketahui

    70 orang Status gizi awal

    pasien penyakit

    dalam yang dinilai

  • 35

    Hamam

    Hadi, dan

    Susetyowati

    Assessment

    (SGA) dan

    Nutrition

    Services

    Screening

    Assessment

    (NSSA)

    sebagai status

    gizi awal

    pasien dewasa

    sebagai

    prediktor lama

    rawat inap dan

    status pulang

    dengan metode SGA

    maupun NSSA lebih

    banyak menderita

    status gizi kurang.

    Namun berdasarkan

    metode NSSA

    dibandingkan dengan

    menggunakan

    metode SGA jumlah

    pasien dengan status

    gizi awal yang

    dikategorikan kurang

    persentasenya lebih

    banyak

    Perbedaan karakteristik dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah :

    a. Variabel bebas dari penelitian ini adalah pelaksanaan skrining gizi, asupan

    energi dan protein.

    b. Penelitian yang dilakukan hanya bertujuan untuk mengetahui adanya

    pelaksanaan skrining gizi kepada pasien.

    c. Penilaian status gizi yang dilakukan hanya pengukuran berat badan.

  • 36

    III.12 Jadwal Penelitian

    Tabel 5 Jadwal Penelitian

    Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

    Persiapan

    Proposal

    Seminar

    Proposal

    Penelitian

    Pengolahan

    Data

    Sidang Hasil

    Skripsi

  • 37

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Gambaran Umum RSUD Budhi Asih

    Pada tahun 1946, Balai Pengobatan Panti Karya Harapan dikelola oleh

    jawatan sosial kota Praja yaitu untuk melayani warga miskin, terantar, dan

    gelandangan dengan pimpinan Dr. Gofred, sedangkan pada tahun 1957 Balai

    Pengobatan Panti Karya Harapan ini dipimpin oleh Dr. Tan Tjong Day. Seiring

    berjalannya waktu balai pengobatan karya harapan berkembang, sehingga pada

    tahun 1962 semasa Moelyadi menjabat sebagai Menteri Sosial, Balai 3

    Pengobatan Karya Harapan dijadikan rumah sakit yang bernama Rumah Sakit

    Sosial Budhi Asih. Pada saat itu masih dibawah pengelolaan Dinas Sosial DKI

    Jakarta yang berkapasitas 60 tempat tidur. Di tahun 1981 Rumah Sakit Sosial

    Budhi Asih dialihkan menjadi dibawah pengelolaan Dinas Kesehatan DKI Jakarta

    berdasarkan SK Gubernur DKI No. 63/1981 dengan kapasitas sudah mencapai

    100 tempat tidur.

    Rumah Sakit Sosial Budhi Asih merubah statusnya menjadi Rumah Sakit

    Umum Daerah Bushi Asih pada tahun 1981. Meskipun sudah dapat menerima dan

    melayani masyarakat luas, namun tetap mempunyai ciri sosial seperti melayani

    masyarakat miskin terutama bagi gelandangan dan pengemis. Ciri sosial ini tetap

    dipertahankan dan merupakan label khusus bagi Rumah Sakit Umum Daerah

    Budhi Asih, yaitu sebagai rumah sakit rujukan bagi gelandangan dan pengemis.

    Pada tahun 1989 ditetapkan susunan Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

    melalui SK Gubernur No. 44/1989. Pada tahun 1990 status Rumah Sakit Umum

    Daerah Budhi Asih berubah menjadi tipe C dengan kapasitas 143 tempat tidur.

    Sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta, anggaran operasional

    dan investasi sepenuhnya bersumber dari APBD DKI Jakarta dengan

    diterbitkannya PERDA DKI Jakarta Nomor 10 tahun 1997 yang menetapkan

    bahwa RSUD Budhi Asih menjadi unit swadana daerah. Untuk meningkatkan

    pembenahan diri dan peningkatan pelayanan di segala bidang. Pada tahun 2001

  • 38

    Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih berhasil mendapatkan sertifikat

    akreditasi Rumah Sakit penuh untuk 5 pelayanan dasar tanpa syarat.

    Rumah Sakit Umum Derah Budhi Asih bertekad untuk menjadi rumah sakit

    unggulan di Jakarta pada tahun 2010. Untuk mewujudkan hal itu maka Rumah

    Sakit Umum Daerah Budhi Asih melakukan perluasan area gedung yang dimulai

    pada tahun 2003 sampai dengan Januari 2006 dengan tetap melaksanakan misi

    mulianya. Sehingga mulai tahun 2006 Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

    menempati gedung baru dengan 267 tempat tidur. Anggaran dana yang digunakan

    untuk perluasan areal gedung berasal dari Pemerintah DKI Jakarta berdasarkan

    peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 29 tahun 2006 tentang pola

    pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Provinsi DKI

    Jakarta. Seiring dengan adanya otonomi diberbagai bidang yang termasuk

    didalamnya otonomi dibidang kesehatan, membuat manjemen di rumah sakit ini

    diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan secara penuh. Berdasarkan SK

    MENKES tanggal 10 April 2007 No. 434/MENKES/SK/IV/2007, menetapkan

    bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih milik pemerintah daerah DKI

    Jakarta statusnya berubah dari type rumah sakit kelas C menjadi rumah sakit kelas

    B non pendidikan. RSUD Budhi Asih sebagai Rumah Sakit Umum Daerah Tipe B

    Non Pendidikan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

    Republik Indonesia Nomor : 434/MENKES/SK/IV/2007 pada tanggal 10 April

    2007, dengan fasilitas 311 ruang Rawat Inap yang terdiri dari kelas VIP, Kelas I,

    II, III, VK (Ruang Bersalin), Perinatologi, HCU, Rawat Jalan dan Layanan 24 jam

    kami berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan secara berkesinambungan.

    RSUD Budhi asih kini memiliki 482 bed berdasarkan data bulan November

    tahun 2017. Penelitian kali ini menggunakan ruang rawat inap penyakit Infeksi

    Edelweiss timu dan barat yang berada di lantai 5. Kamar rawat inap edelweiss

    barat memiliki jumlah bed 28 untuk kelas III dan 8 bed untuk kelas II. Sedangkan

    edeleweiss timur memiliki jumlah bed 37 untuk kelas III.

  • 39

    IV.2 Analisis Uji Univariat

    IV.2.1 Gambaran Karakteristik

    Penelitian ini memiliki 3 karakteristik responden yang diamati yaitu, usia,

    jenis kelamin dan sumber pembiayaan.

    a. Usia

    Kelompok usia dalam peneltian ini dikategorikan menjadi remaja (19-25

    tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), dan

    lansia (46-65 tahun) (Kemenkes RI, 2009). Berikut distribusi usia

    responden :

    Tabel 6 Distribusi Usia Pasien TB Paru di RSUD Budhi Asih

    Usia n %

    Remaja

    Dewasa Awal

    Dewasa Akhir

    lansia

    1

    5

    5

    23

    2,9

    14,7

    14,7

    67,6

    Total 34 100

    Tabel 6 menunjukkan sebagian besar responden adalah lansia (67,6%). Hal

    ini sejalan dengan data hasil Riskesdas (2013) bahwa persentase tertinggi

    penderita TB paru adalah lansia (80%). Menurut Janssen dan Krausse (2004),

    fungsi maksimum sistem pernafasan mencapai pada usia 20-25 tahun, setelah

    melewati usia tersebut penuaan akan berhubungan dengan penurunan kemampuan

    kinerja otot paru yang dipengaruhi oleh ketersediaan asupan dan status gizi. Hasil

    observasi lapangan, sebagian pasien lansia mengatakan kemampuan

    mengkonsumsi makanan terganggu akibat jumlah gigi, penurunan nafsu makan

    dan rasa mual yang berlebih akibat efek OAT. Hal ini sejalan dengan penelitian

    yang dilakukan oleh Fasitasari (2013), bahwa penurunan nafsu makan disebabkan

    adanya penyakit penyerta, jumlah gigi, dan depresi yang dialami lansia. Asupan

    zat gizi yang kurang akan menyebabkan gangguan imunitas, sehingga lansia akan

    berisiko lebih tinggi terkena infeksi penyakit paru. Penelitian terkait asupan zat

    gizi lansia yang dilakukan oleh Arman, et al (2012), sebagian besar lansia

  • 40

    memiliki asupan kurang (62,1%). Kondisi ini diakibatkan oleh faktor fisiologis

    dan kemampuan penyerapan zat gizi atau konsumsi makanan yang bergizi tidak

    memadai (Fatmah, 2010).

    b. Jenis Kelamin

    Jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu laki-laki dan

    perempuan. Berikut adalah distribusi jenis kelamin responden.

    Tabel 7 Distribusi Jenis Kelamin Pasien di RSUD Budhi Asih

    Jenis Kelamin n %

    Laki-laki

    Perempuan

    21

    13

    51,8

    38,2

    Total 34 100

    Tabel 7 menunjukkan sebagian besar responden pada penelitian ini adalah

    laki-laki 51,8%. Hasil data Riskesdas 2013 menunjukkan angka persentase

    penderita TB paru tertinggi adalah laki-laki (52,7%). Berdasarkan hasil observasi

    lapangan, beberapa responden mengaku bahwa kebiasaan merokok menjadi salah

    satu penyebab mereka mengalami TB paru. Menurut Wina (2014) banyaknya

    jumlah kasus yang terjadi pada laki-laki disebabkan karena mobilitas yang

    dimiliki laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga kemungkinan

    terpajan oleh kuman tuberkulosis lebih tinggi. Gaya hidup seperti merokok dan

    risiko pekerjaan yang berasal dari polutan udara dari luar ruangan khususnya yang

    berhubungan dengan paparan industri juga meningkatkan risiko terinfeksi TB

    Paru.

    c. Sumber Pembiayaan

    Sumber biaya dapat berasal dari pribadi ataupun pihak lain seperti

    perusahaan tempat bekerja ataupun asuransi (Tedja, 2012). Sumber pembiayaan

    dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu, asuransi dan pribadi. Dari

    hasil data distribusi sumber pembiayaan pasien rawat inap TB Paru RSUD Budhi

    Asih diketahui 100% responden menggunakan Askes sebagai sumber

    pembiayaan. Indonesia telah menerapkan sistem asuransi kesehatan yang dikelola

    oleh PT.Askes (Persero) dengan surat keputusan Kemenkes RI Nomor

  • 41

    1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/1/2005 sebagai

    Penyelenggara Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN)

    atau BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) . BPJS terdiri dari dua jenis

    yaitu BPJS non-PBI (non-Penerima Bantuan Iuran) dan BPJS PBI(Penerima

    Bantuan Iuran). Dalam BPJS non PBI terdapat kelas-kelas berdasarkan tingkat

    pelayanan kesehatan. Sedangkan BPJS PBI tidak memberlakukan iuran karena

    seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah, serta golongan penerima BPJS

    PBI adalah masyarakat dengan ekonomi rendah yang diambil menurut data

    Kementrian Sosial (Kemenkes RI, 2013). Menurut Mardzuki dalam Tedja (2012),

    proses pembiayaan menggunakan asuransi memerlukan waktu yang lama pada

    saat administrasi dan berpengaruh pada pelayanan kesahatan. Sistem pembiayaan

    akan mempengaruhi pada sikap dan perilaku pemberi pelayanan kesehatan serta

    meningkatnya fee for service yang mempengaruhi kualitas pelayanan rumah sakit

    (Budi, 2010).. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2015), yang mengamati

    mengenai presepsi pengguna BPJS dalam pelayanan Rumah sakit dengan

    indikator ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanandan

    keramahan dalam pelayanan masih kurang baik. Reschovsky (2000)

    menyimpulkan bahwa sistem pembiayaan kesehatan berpengaruh pada kualitas

    perawatan yang diberikan karena perbedaan dalam hal pembatasan, manejemen

    perawatan, dan pembagian biaya kesehatan yang sudah diatur sesuai dengan tipe

    asuransi yang digunakan.