Ataxia Trunkal
description
Transcript of Ataxia Trunkal
BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan tubuh atau anggota tubuh yang tepat dan halus selalu membutuhkan
koordinasi dari berbagai organ. Suatu gerakan volunter akan melibatkan serebrum
(untuk penyusunan konsep gerakan), sistem penglihatan (untuk memberi informasi
tentang usaha yang harus dibuat dan pengarahan urutan gerakan), sistem motorik
(sebagai pelaksana), sistem sensorik (sebagai monitor), dan serebellum (sebagai
pengawas, pengatur dan pengarah informasi).1
Serebellum melakukan pengaturan kerja otot, sehingga terjadi kontraksi otot
yang tepat pada saat yang tepat. Hal ini terutama penting pada gerakan involunter
sehingga lesi serebellum menyebabkan gangguan fungsi otot tanpa paralysis volunter.
Secara umum dapat dikatakan fungsi serebellum adalah untuk memelihara
keseimbangan dan koordinasi aksi otot pada gerakan stereotype dan non stereotype.1
Koordinasi meliputi semua aspek dari gerak termasuk keseimbangan, yang
memungkinkan gerakan terjadi dengan bebas, bertujuan, akurat, dengan kecepatan,
irama dan ketegangan otot yang terarah/terkontrol. Keseimbangan juga bisa diartikan
sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass)
atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support)1
Keseimbangan merupakan suatu proses dimana tubuh berusaha
mempertahankan posisinya saat melakukan berbagai kegiatan (Kreighbaum, 1985).
Menurut Ghez (1991) keseimbangan dikatakan sebagai “satu keluarga penyesuaian”
yang bertujuan untuk mempertahankan kepala dan tubuh terhadap gravitasi dan
kekuatan dari luar lainnya, mempertahankan tegak dan seimbangnya pusat massa
tubuh (center of body’s mass) terhadap bidang tumpu, menstabilkan bagian tubuh
tertentu sementara bagian tubuh yang lain bergerak
· Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi
sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan
1
muskuloskeletal (otot, sendi, dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak
(kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon
terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi permukaan
Serebelum terletak di fossa posterior. Permukaan superiornya diselubungi
oleh tentorium serebelli, suatu lipatan ganda duramater yang menyerupai tenda yang
memisahkan serebelum dan serebrum. Permukaan serebelum, tidak seperti serebrum,
menunjukkan banyak lekukan kecil yang berjalan horizontal (folia), yang satu sama
lain dipisahkan oleh fisura. Bagian sentral serebelum yang sempit yang
menghubungkan kedua hemisfer masing-masing sisi disebut vermis karena bentuknya
menyerupai cacing. 2
Secara anatomis, serebelum tersusun dari dua hemisfer dan vermis yang
terletak di antaranya. Serebelum terhubung dengan batang otak melalui tiga
pedunkulus serebri. Potongan anatomis menunjukkan korteks serebeli dan substansia
alba yang berada di bawahnya, tempat nuklei serebeli profundi tertanam. 2
3
Subdivisi vermis serebeli dan hemisfer serebeli masing-masing diberikan
nama sesuai penamaan anatomi kuno , meskipun struktur tersebut memiliki sedikit
4
makna fungsional dan biasanya tidak berhubungan secara klinis. Saat ini, lebih umum
untuk membedakan tiga komponen utama serebelum berdasarkan filogenetik dan
fungsional.2
Arkhiserebelum ( bagian serebelum tertua) berhubungan erat dengan aparatus
vestibularis. Struktur ini menerima sebagian besar input aferen dari nuklei
vestibulares di batang otak dan dengan demikian disebut juga vestibuloserebelum.
Secara anatomis, arkhiserebelum terdiri dari flokulus dan nodulusn(lobus
flokulonodularis)
Paleoserebelum ( bagian serebelum tertua kedua) menerima sebagian besar input
aferen dari medula spinalis, dan dengan demikian disebut juga spinoserebelum.
Struktur ini terdiri dari kulmen dan lobulus sentralis lobi anterior vermis, serta uvula
dan piramis lobus inferior dan paraflokulus.
Neoserebelum (bagian serebelum termuda) merupakan bagian terbesar serebelum.
Struktur ini terbentuk dari dua hemisfer serebeli dan memiliki hubungan fungsional
yang erat dengan korteks serebri, yang berpoyeksi ke struktur ini melalui nuklei
pontis. Dengan demikian, neoserebelum disebut juga pontoserebelum atau
serebroserebelum.
2.2 Fungsi Serebelum dan Lesi Serebelum
Tiga hal penting yang harus diingat untuk memahami fungsi serebelum:
Serebelum menerima sangat banyak input sensorik umum dan khusus, tetapi
tidak berperan serta sedikitpun dalam persepsi ataupun diskriminasi sadar.
Meskipun serebelum mempengaruhi fungsi motorik, lesi serebelum tidak
menimbulkann paralisis.
Serebelum tidak penting pada sebagian besar proses kognitif tetapi memiliki
peran utama pada pembelajaran dan memori motorik.2
Serebelum berfungsi sebagai pusat koordinasi yang mempertahankan
keseimbangan dan mengontrol tonus otot melalui sirkuit regulasi dan mekanisme
5
umpan balik yang kompleks dan memastikan eksekusi semua proses motorik terarah
yang tepat dan terkoordnasi dengan baik secara sementara. 3
a. vestibuloserebelum
fungsi. Vestibuloserebelum menerima impuls dari aparatus vestibularis yang
membawa informasi mengenai posisi dan gerakan kepala. Output eferennya
mempengaruhi fungsi motorik mata dan tubuh sedemikian rupa sehingga ekuilibrium
dapat dipertahankan pada semua posisi dan semua gerakan.2,3
Hubungan sinaptik. Lengkung refleks berikut ini berpartisipasi dalam
mempertahankan ekuilibrium (keseimbangan). Dari organ vestibular, impuls berjalan
baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui nuklei vestibulares) ke korteks
vestibuloserebelaris dan menuju nuklei fastigii. Korteks vestibuloserebelaris
menghantarkan impuls kembali ke nuklei vestibulares serta ke formasio retikulares.
Melalui tempat ini, traktus vestibulospinalis dan traktus retikulospinalis serta
fasikulus longitudinalis medialis memasuki batang otak dan medula spinalis untuk
mengontrol fungsi motorik spinal dan okulomotor. Lengkung refleks ini memastikan
stabilisasi postur, gaya berjalan dan posisi mata dan memungkinkan fiksasi tatapan.2,3
Lesi vestibuloserebelum. Gangguan funsional lobus flokulonodularis atau nukleus
fastigii menyebabkan pasien kurang dapat menempatkan dirinya pada lapangan
gravitasi bumi atau tidak dapat memfiksasi tatapannya pada objek yang diam saat
kepalanya bergerak.
Disekuilibrium. Pasien mengalami kesulitan berdiri tegak (astasia) dan berjalan
(abasia), dan gaya berjalan pasien lebar-lebar dan tidak stabil, menyerupai gaya
berjalan orang yang sedang mabuk (ataksia trunkal). Heel-to-toe walking tidak dapat
dilakukan. Ketidakseimbangan bukan disebabkan oleh defisiensi impuls proprioseptif
mencapai kesadaran, tetapi akibat koordinasi respons otot-otot terhadap gravitasi
yang salah.
Gangguan okulomotor, nistagmus. Gangguan serebelar fungsi okulomotor
bermanifestasi sebagai gangguan kemampuanmempertahankan tatapan seseorang
terhadap objek yang diam atau bergerak (lesi flokulus dan paraflokulus). Hasilnya
6
adalah gerakan pursuit sakadik dan gaze evoked nystagmus, jika pasien mencoba
untuk mengikuti objek yang bergerak dengan matanya, akan terjadi sentakan
gelombang kuadrat (square wave jerks) yaitu amplitudo mikro sakadik yang
normalnya terjadi pada pursuit okuler, secara abnormal meningkat sehingga dapat
terlihat oleh pemeriksa. Gaze evoked nystagmus lebih jelas ketika mata bergerak ke
arah sisi lesi serebelum dan menghilang juka pandangan dipertahankan ke sisi
tersebut. Jika mata kemudian diarahkan kembali ke garis tengah dapat terlihat
nistagmus dengan arah yang berlawanan (rebound nystagmus)2,3
Lesi vestibuloserebelum dapat mengganggu kemampuan pasien untuk menekan
refleks vestibulokuler (POR) yaitu berupa sentakan sakadik mata ketika menolehkan
kepala. Individu yang sehat dapat menekan reflek ini dengan mempertahankan
tatapannya pada sebuah objek, tetapi pasien dengan lesi vestibuloserebelaris tidak
dapat melakukannya (gangguan supresi POR melalui fiksasi) selain itu, lesi nodulus
dan ovula mengganggu kemampuan POR (nistagmus rotatorik) untuk berhabituasi
dan dapat menimbulakn terlihatnya nistagmus alternan periodik yang berubah arah
setiap 2-4menit.2,3
Lesi serebelum juga dapat menimbulkan berbagai jenis nistagmus komplek, seperti
opsoklonus (gerakan konjugat mata dengan cepat ke berbagai bidang) atau flutter
okuler (opsoklonus hanya pada bidang horizontal saja), yang lokalisasi secara
tepatnya belum dapat dtentukan.
Spinoserebelum
Fungsi. Spinoserebelum mengontrol tonus otot dan mengoordinasi kerja kelompok-
kelompok otot antagonistik yang berpartisipasi pada postur dan gaya berjalan.
Hubungan . korteks spinoserebelum menerima input aferennya dari medula spinalis
melalui traktus spinoserebelaris posterior, traktus spinoserebelaris anterior dan traktus
kuneoserebelaris (dari nukleus kuneatus asesorius). Korteks zona paravermis
terutama berproyeksi ke nukleus globosus dan nukleus emboliformis, sedangkan
korteks vermian terutama berproyeksi ke nukleus fastigii. Output eferen nuklei ini
kemudian melanjutkan melalui pedunkulus serebelaris superior ke nukleus ruber dan
7
formasio retikularis, tempat impuls yang telah dimodulasi dihantarkan melalui traktus
rubrospinalis , traktus rubroretikularis dan traktus retikulospinalis ke neuron motorik
spinal. Masing-masing setengah bagian tubuh dipersarafi oleh korteks serebeli
ipsilateral, tetapi tidak ada susunan somatotropik yang tepat. 2,3
Lesi spinoserebelum.
Manifestasi utama lesi zona vermis serebeli dan paravermis serebeli adalah sebagai
berikut:
Lesi lobus anterior dan superior vermis menimbulkan ataksia cara berdiri (stance) dan
gaya berjalan (gait). Ataksia gait yang ditimbulkan lebih berat dibandingkan ataksia
stance. Pasien yang menderita gangguan ini menunjukkan cara berjalan yang lebar-
lebar dan tidak stabil yang berdeviasi ke sisi lesi dan terdapat kecenderungan untuk
jatuh ke sisi tersebut. Ataksia stance terlihat dengan tes romberg.4
Lesi bagian inferior vermis menyebabkan ataksia stance yang lebih berat
dibandingkan ataksia gait. Pasien mengalami kesulitan untuk berdiri atau duduk
dengan stabil dan pada tes romberg , bergoyang secara perlahan ke belakang dan ke
depan tanpa kecenderungan ke arah tertentu.4
Serebroserebelum
Fungsi . hubungan serebroserebelum yang kompleks memungkinkan struktur ini
untuk meregulasi semua gerakan terarah secara halus dan tepat. Melalui jaras
spinoserebelaris aferen yang menghantarkan dengan sangat cepat, serebroserebelum
secara terus menerus menerima informasi terbaru mengenai aktivitas motorik di
perifer. Dengan demikian ia dapat memperbaiki setiap kesalahan dalam perjalanan
gerakan volunter untuk memastikan bahwa gerakan tersebut dilakukan secara halus
dan tepat.2,3
Lesi serebroserebelum. Lesi yang terjadi pada serebroserebelum tidak menimbulkan
paralisis , tetapi menimbulkan kerusakan berat pada eksekusi gerakan volunter.
Manifestasi klinis selalu ipsilateral terhadap lesi penyebabnya.
Dekomposisi gerakan volunter. Terjadi gerakan ekstremitas ataksik dan tidak
terkoordinasi, dengan dismetria, disinergia, disdiakokinesis dan tremor saat
8
melakukan gerakan volunter (intention tremor). Abnormalitas ini lebih jelas pada
ekstremitas atas dibandingkan ekstremitas bawah, dan gerakan kompleks lebih berat
dbandingkan gerakan sederhana. Dismetria yaitu ketidakmampuan untuk
menghentikan gerakan terarah tepat pada waktunya, misalnya gerakan jari melewati
lokasi target.2,3
Disinergia yaitu hilangnya kerjasama yang tepat pada beberapa kelompok otot dalam
eksekusi gerakan tertentu ; masing-masing kelompok otot berkontraksi tetapi tidak
dapat bekerjasama secara tepat.
Disdiakokinesia adalah gangguan gerakan bergantian secara cepat akibat kerusakan
koordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok otot antagonistik, gerakan seperti
pronasi dan supinasi tangan secara cepat menjadi lambat, terputus-putus dan tidak
berirama.
Rebound phenomenon. Ketika pasien menekan tangan pemeriksa dengn kekuatan
maksimum dan pemeriksa tiba-tiba menarik tangannya, gerakan pasien tidak dapat
dihentikan seperti pada keadaaan normal dan lengannya akan terayun memukul
pemeriksa.
Hipotonia dan hiporefleksia . pada lesi akut hemisfer serebeli , resistensi otot
terhadap gerakan pasif menghilang dan dapat terjadi postur yang abnormal (misalnya
pada tangan). Refleks otot intrinsik juga menghilang pada otot yang hipotonik.
Disartria dan disartrofonia patah-patah (scanning). Manifestasi ini terutama
timbul sebagai akibat lesi paravermis dan menggambarkan gangguan sinergi otot-otot
untuk berbicara. Pasien berbicara pelan dan terputus-putus dengan artikulasi yang
buruk dan dengan penekanan yang abnormal dan datar pada setiap suku kata.
Gangguan Serebelum
a. Tumor serebelum
9
Berikut ini adalah beberapa tumor yang berasal dari cerebelum dan dapat mengenai
cerebellum.
a. Medulloblastoma/Primitive Neuroectodemaltumor (PNET)
Tumor jenis ini sangat umum terjadi pada tumor otak anak-anak. Insiden
25 persen-35 persen dari kanker otak pada anak. Penyebab
medulloblastoma masih belum diketahui. Hampir selalu tumbuh di
pertengahan lokasi cerebellum atau di belakang medulla oblongata.
Gejala tergantung dari besar dan lokasi tumbuhnya tumor. Sering diketahui
diderita anak-anak saat terjadinya sumbatan aliran cairan serebro spinal
atau yang disebut hidrosefalus. Hal ini mengakibatkan sakit kepala,
gangguan penglihatan, bahkan gangguan kesadaran. Terdapatnya gangguan
koordinasi, gait, ataxia, dan nystagmus.
Pada pemeriksaan imaging CT Scan atau MRI tampak lesi berbatas tegas
yang enhance dengan pemberian kontras di lokasi cerebellum.
b. Cerebellarastroytoma
Tumor yang berasal dari sel-sel otak yang bernama astrocyt. Terletak di
fossa posterior atau di cerebellum. Gejala dan tanda hampir menyerupai
gejala dan tanda pada tumor medulloblastoma atau ependymoma ventrikel
IV. Dengan pemeriksaan CT scan, bahkan MRI dapat ditemukan gambaran
lesi kistik dengan modul di sekitarnya.
c. Hemangioblastoma
Hemangioblastoma merupakan tumor pembuluh darah yang berkista.
Kista-kista itu berisi cairan yang santokrom. Di samping medulla spinalis,
maka predileksi tumor ini di serebellum. Bila tumor ini disertai dengan
hemangioblastoma di retina disebut sebagai von Hippel-Lindau.
d. Epedimoma
Sel-selnya berasal dari ependim yang menutupi dinding ventrikel.
Lokasinya selalu di sekitar ventrikulus dan kanalis sentralis. Tumor ini juga
10
dapat mengenai medulla spinalis (60 %), filum terminale di tempat ini ia
terbungkus rapi, sehingga mudah dikeluarkan secara operasi.
Tumor Cerebelum menyebabkan timbulnya gangguan neurologik yang progresif.
Gangguan neurologis pada tumor cerebellum biasanya dianggap disebabkan oleh dua
faktor yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terjadi penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi
atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
Perubahan suplai darah terjadi akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan serebrovaskuler primer.
Serangkaian kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Peningkatan
tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor
akan mendesak tulang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku.
b. Iskemia dan perdarahan serebelum
Darah arteri mencapai serebelum melalui tiga arteri serebelaris : arteri serebeli
superior, arteri serebeli anterior inferior, dan arteri serebeli inferior posterior.
Perdarahan yang lebih kecil, terutama di hemisfer serebeli menyebabkan manifestasi
fokal yang meliputi ataksia ekstremitas, kecenderungan terjatuh ke sisi lesi dan
deviasi gaya jalan ke arah lesi.
2.3 Pemeriksaan Sistem Koordinasi dan Keseimbangan
Keseimbangan merupakan suatu proses komplek yang melibatkan 3
penginderaan penting yaitu : proprioseptif (kemampuan untuk mengetahui posisi
tubuh), sistem vestibular (kemampuan untuk mengetahui posisi kepala), dan mata
(untuk memonitor perubahan posisi tubuh). Gangguan terhadap salah satu dari ketiga
11
jalur tersebut akan membuat keseimbangan terganggu. Untuk memeriksa gangguan
keseimbangan dan koordinasi ada beberapa tes yang bisa dilakukan, yaitu :
*pemeriksaan keseimbangan5
1. Tes Romberg
Pasien yang memiliki gangguan propioseptif masih dapat mempertahankan
keseimbangan menggunakan kemampuan sistem vestibular dan penglihatan. Pada tes
romberg, pasien diminta untuk menutup matanya. Hasil tes positif bila pasien
kehilangan keseimbangan atau terjatuh setelah menutup mata. Tes romberg
digunakan untuk menilai propioseptif yang menggambarkan sehat tidaknya fungsi
kolumna dorsalis pada medula spinalis. Pada pasien ataxia (kehilangan koordinasi
motorik) tes romberg digunakan untuk menentukan penyebabnya, apakah murni
karena defisit sensorik/propioseptif, ataukah ada gangguan pada serebelum. Pasien
ataxia dengan gangguan serebelum murni akan menghasilkan tes romberg negatif.
Untuk melakukan tes romberg pasien diminta untuk berdiri dengan kedua tungkai
rapat atau saling menempel. Kemudian pasien disuruh untuk menutup matanya.
Pemeriksa harus berada di dekat pasien untuk mengawasi bila pasien tiba – tiba
terjatuh. Hasil romberg positif bila pasien terjatuh. Pasien dengan gangguan
serebelum akan terjatuh atau hilang keseimbangan pada saat berdiri meskipun dengan
mata terbuka.
2. Tes Tandem Walking
Tes lain yang bisa digunakan untuk menentukan gangguan koordinasi motorik adalah
tes tandem walking. Pasien diminta untuk berjalan pada satu garis lurus di atas lantai
dengan cara menempatkan satu tumit langsung di antara ujung jari kaki yang
berlawanan, baik dengan mata terbuka atau mata tertutup.5
*Pemeriksaan koordinasi:5
12
1. Finger to nose test
Gangguan pada serebelum atau saraf – saraf propioseptif dapat juga menyebabkan
ataxia tipe dismetria. Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau
menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah finger to nose test.
Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk atau
berdiri. Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total, lalu pasien
diminta untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya.
Mula – mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan
mata terbuka dan tertutup.
2. Nose finger nose test
Serupa dengan finger to nose test tetapi setelah pasien menyentuh hidungnya, pasien
diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dan kemudian kembali menyentuh
hidungnya. Jari pemeriksa dapat diubah baik dalam jarak maupun dalam bidang
gerakan.
3.Finger to finger test
Pasien diminta mengabduksikan lengan pada bidang horisontal dan diminta untuk
menggerakkan kedua ujung jari telunjuknya saling bertemu tepat di tengah – tengah
bidang horisontal tersebut. Pertama dengan gerakan perlahan kemudian dengan
gerakan cepat, dengan mata ditutup dan dibuka.
4. Diadokokinesis
Pasien diminta untuk menggerakkan kedua tangannya bergantian pronasi dan supinasi
dalam posisi siku diam dengan cepat. Pemeriksaan ini dilakukan baik dengan mata
terbuka maupun tertutup. Pada pasien dengan gangguan serebelum atau lobus
frontalis, gerakan pasien akan melambat atau menjadi kikuk.
13
5. Heel to knee to toe test
Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan bila pasien dalam keadaan berbaring. Pasien
diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke arah lutut kontralateral, kemudian
tumit digerakkan atau didorong ke arah jari kaki kontralateral.
6. Rebound tes
Pasien diminta mengadduksikan bahu, fleksi pada siku dan supinasi lengan bawah,
siku diletakkan pada meja periksa/alas lain, kemudian pemeriksa menarik lengan
bawah tersebut dan pasien diminta untuk menahannya, kemudian dengan mendadak
pemeriksa melepaskan tarikan tersebut. Perlu diingat, pemeriksa juga harus
meletakkan tangan lain di depan muka pasien supaya bila pasien memang memiliki
lesi di serebelum, muka atau badan pasien tidak terpukul oleh lengan pasien sendiri.5
STATUS NEUROLOGI
14
No. MR : 00.07.47.68
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Pria
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Pensiun
Pendidikan : SMP
Agama : Kristen
Alamat : Kp. Makassar RT 03/RW 05 no. 154 Jakarta Timur
Masuk tanggal : 23 Februari 2016
Keluar tanggal :
Dokter : dr. Tumpal A. Siagian Sp.S
Ko-Assisten : Hervina Restianty Hanny
Febrian Ramadhan Pradana
ANAMNESIS
Auto dan alloanamnesa dengan keluarga tanggal : 23 Februari 2016
Keluhan Utama : Gemetar seluruh tubuh
Keluhan Tambahan : Mual, muntah dan lemas
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang dengan keluhan gemetaran seluruh tubuh terutama ketika duduk
dan berdiri sejak 2 minggu SMRS. Ketika tanggal 6 Februari pasien sempat
dirawat di rumah sakit karena mual dan muntah, lalu pada saat dirawat pasien
diberikan insulin padahal pasien tidak mempunyai riwayat kencing manis.
Setelah diberikan insulin tersebut gejala gemetaran mulai muncul. Pasien juga
mengeluh mual, muntah dan nafsu makan menurun sejak 3 hari yang lalu.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien menyangkal
mempunyai riwayat darah tinggi dan kencing manis.
Terapi yang sudah didapat : -
15
Penyakit dahulu :
o Riwayat darah tinggi disangkal
o Riwayat kencing manis disangkal
o Riwayat penyakit darah disangkal
o Riwayat asam urat disangkal
o Riwayat sakit jantung disangkal
Makan, minum, kebiasaan : Riwayat merokok 2 tahun yang lalu, minum
alkohol
Kedudukan dalam keluarga : Suami
Lingkungan tempat tinggal : Padat
Dari lahir hingga umur 5 tahun : Berada di kampung
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Nadi : 76 x/menit
Tekanan Darah : Duduk : 130/90 mmHg
Terlentang : 110/70 mmHg
Berdiri : 110/70 mmHg
Umur klinis : 60 an
Bentuk Badan : Astenikus
Gizi : Kurang
Stigmata : tidak ada
Kulit : Sawo matang
Kuku : Sianosis tidak ada
KGB : Tidak teraba membesar
Pembuluh darah : Arteri Carotis: Palpasi : kanan sama dengan kiri
Auskultasi : tidak ada bising
16
Suhu : 36,5° C
Respirasi : 0 x/menit
Turgor : baik
Lain-lain : -
PEMERIKSAAN REGIONAL
Kepala : Tidak ada kelainan
Kalvarium : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva tidak pucat, Sklera tidak ikterik
Hidung : Bentuk biasa, lapang, sekret -/-
Mulut : Dalam batas normal
Telinga : Bentuk biasa, serumen -/-
Leher : Dalam batas normal
Toraks : Pergerakan simetris kanan = kiri, sonor kanan = kiri
Jantung : BJ I dan II normal, murmur -, gallop –
Paru-paru : BND Vesikuler, ronki -/-
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membear
Vesika urinaria : Tidak teraba
Extremitas : Oedem (-)
Sendi : Tidak ada kelainan
Gerakan Leher : Baik
Gerakan Tubuh : Baik
Nyeri ketok : Tidak dilakukan
Nyeri sumbu : Tidak dilakukan
17
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Rangsang Meningen Kaku kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -/-
Laseque : >70°/ >70°
Kerniq : -/-
2. Saraf Kranial N.I (Olfaktorius)
Kanan Kiri
Penciuman normosmia normosmia
N. II (Optikus)
Visus kasar Baik Baik
Lihat warna Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik
Funduscopy Tidak dilakukan
N. III, IV, VI (Okolomotorius, Trochlearis, Abdusen)
Sikap bola mata : simetris
Ptosis : tidak ada
Strabismus : tidak ada
Eksoftalmus : tidak ada
Endoftalmus : tidak ada
Diplopia : tidak ada
Deviasi Konjugee : tidak ada
18
Pergerakan Bola mata
Lateral kanan : Baik
Lateral Kiri : Baik
Atas : Baik
Bawah : Baik
Berputar : Baik
Pupil
Bentuk : Bulat
Ukuran, tepi, letak dan ukuran : Isokor, tepi rata, ditengah,
3mm/3mm
Reflek cahaya Kanan Kiri
Langsung : + +
Konsensual : + +
Reflek akomodasi : + +
N. V (Trigeminus)
Motorik
- Membuka Mulut : Baik
- Gerakan Rahang : Baik
- Menggigit : Baik
Sensorik
- Rasa nyeri : Baik Baik
- Rasa Raba : Baik Baik
- Rasa Suhu : Baik Baik
19
Reflek: - Reflek Kornea : Tidak dilakukan
- Reflek Maseter : -
N.VII (Fasialis)
Sikap wajah (saat istirahat) : Simetris
Mimik : Biasa
Angkat Alis : Tidak bisa
Kerut Dahi : Tidak bisa
Lagoftalmus : Tidak ada
Kembung Pipi : Simetris, kanan = kiri
Menyeringai : Sulcus nasolabialis tidak mendatar
Fenomena “Chvostek” : -
N.VIII (Vestibulokokhlearis)
Vestibularis
- Nistagmus : -
- Vertigo : tidak ada
Kokhlearis
- Suara bisik : kanan = kiri
- Gesekan jari : kanan = kiri
- Tes “Rinne” : Tidak dilakukan
- Tes “Weber” : Tidak dilakukan
- Tes “Schwabach” : Tidak dilakukan
N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Arkus Faring : simetris, uvula ditengah
Palatum Mole : intak, simetris
Disfoni : Tidak ada
Rinolali : Tidak ada
Disfagi : Tidak ada
20
Batuk : Tidak ada
Menelan : Baik
Mengejan : Baik
Refleks Faring : Baik
Refleks Okulokardiak : Positif
Refleks Sinus Karotikus : Positif
N.XI (Asesorius)
Menoleh (kanan,kiri,bawah) : Baik
Angkat Bahu : kanan > kiri
N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah dalam mulut : simetris
Julur lidah : baik
Gerakan lidah : baik
Tremor : tidak ada
Fasikulasi : tidak ada
Tenaga otot lidah : baik, kanan = kiri
3. Motorik Derajat kekuatan otot (0-5) Kanan Kiri
Lengan
- Atas : 5 2
- Bawah : 5 2
- Lengan : 5 2
- Jari : 5 2
Tungkai
- Atas : 5 2
21
- Bawah : 5 2
- Kaki : 5 2
- Jari : 5 2
Berdiri Tidak dilakukan
Jongkok berdiri
Jalan
- Langkah : tidak dilakukan
- Lenggang lengan : tidak dilakukan
- Di atas tumit : tidak dilakukan
- Jinjit : tidak dilakukan
Tonus otot (hiper,normo,hipo,atoni)
Lengan kanan kiri
- Fleksor : Normotonus Hipotonus
- Ekstensor : Normotonus Hipotonus
Tungkai
- Fleksor : Normotonus Hipotonus
- Ekstensor : Normotonus Hipotonus
Trofi Otot
Lengan : Eutrofi Eutrofi
Tungkai : Eutrofi Eutrofi
Gerakan Spontan Abnormal
Kejang : tidak ada
Tetani : tidak ada
Tremor : tidak ada
Khorea : tidak ada
22
Atetosis : tidak ada
Balismus : tidak ada
Diskinesia : tidak ada
Mioklonik : tidak ada
4. Koordinasi Tidak dapat dinilai Statis
- Duduk : tidak dilakukan
- Berdiri : tidak dilakukan
- Tes Romberg : tidak dilakukan
Dinamis
- Telunjuk Hidung : tidak dilakukan
- Jari-jari : tidak dilakukan
- Tremor Intensi : tidak dilakukan
- Disdiadokokinesis : tidak dilakukan
- Dismetri : tidak dilakukan
- Bicara (disartri) : tidak dilakukan
- Menulis : tidak dilakukan
5. Refleks Refleks Tendo
- Biseps : ++ / ++
- Triseps : ++ / ++
- “Knee Pes Reflex” : ++ / ++
- “Achilles Pes Reflex” : ++ / ++
Refleks Kulit
- Telapak kaki : ++ / ++
- Kulit perut : ++ / ++
23
- Kremaster : tidak dilakukan
- Anus Interna : tidak dilakukan
- Anus Externa : tidak dilakukan
Refleks Abnormal
- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gordon : -/-
- Schaeffer : -/-
- Hoffman Trommer : -/-
- Klonus lutut : -/-
- Klonus Kaki : -/-
6. Sensibilitas Eksteroseptif
- Rasa raba : baik, kanan = kiri
- Rasa nyeri : baik, kanan = kiri
- Rasa suhu : baik, kanan = kiri
Propioseptif
- Rasa sikap : baik, kanan = kiri
- Rasa getar : tidak dilakukan
7. Vegetatif Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Salivasi : tidak ada
Sekresi keringat : umum
Fungsi Seks : -
24
8. Fungsi Luhur Memori : baik
Bahasa : baik
Afek dan emosi : baik
Visuospatial : baik
Kognitif : baik
9. Tanda Regresi Refleks menghisap : -
Refleks menggigit : -
Refleks memegang : -
“Snout Reflex” : -
10.Palpasi Saraf Tepi N. Ulnaris : teraba
N.Aurikularis Magnus : tidak teraba
11.LaboratoriumHb : 17,0g/dl
Leukosit : 11.900/μL
Trombosit : 221ribu/ul
Ht : 50,6%
Gula Darah Sewaktu : 95mg/dl
Na : 134 mmol/L
K : 4,4 mmol/L
Cl : 101 mmol/L
Calsium : 8,8 mg/dl
25
12.ResumePasien seorang wanita berusia 63 tahun datang dengan keluhan utama lemas
separuh badan sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu. Sakit kepala (+), hilang
timbul. Riwayat hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak terkontrol.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : Lengan kanan : 150/90 mmHg
Lengan kiri : 155/90 mmHg
Tungkai kanan: 130/80 mmHg
Tungkai kiri : 130/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 36,5 ° C
Frekuensi Napas : 18 x/mnt
Status Generalis : dalam batas normal
Status Neurologis :
Rangsang meningen: -
Saraf kranial :
- N. XI : angkat bahu kanan lebih kuat dari kiri
Motorik: 5 5 5 5 2 2 2 2
5 5 5 5 2 2 2 2
Sensibilitas: baik, kanan = kiri
Refleks fisiologis
o Bíceps : ++ / ++
o Triceps: ++ / ++
o KPR : ++ / ++
26
o APR : ++ / ++
Refleks patologis
- Babinski : - / -
- Chaddocs : - / -
- Oppenheim : - / -
- Gordon : - / -
- Schaeffer : - / -
- Hoffman Tromner: -/-
- Klonus lutut : - / -
- Klonus kaki : - / -
Fungsi luhur : baik
Tanda Regresi : tidak ada
Vegetatif : Vegetatif
DIAGNOSA- Klinis : Hemiparese sinistra + Parese N. XI sinistra
- Etiologis : Stroke non hemoragik
- Topis : Korteks serebri dextra
Diagnosis Bandingo Stroke hemoragik
TerapiMM/ : - Aspilet 1 x 80 mg
- Captopril 2 X 150 mg
- Allopurinol 1 x 100 mg
- Paracetamol k/p pusing
27
Pemeriksaan AnjuranCT Brain
EKG
Prognosis- Ad vitam :Dubia at bonam
- Ad sanasionum :Dubia at bonam
- Ad fungsionum :Dubia at malam
FOLLOW UP
9 AGUSTUS 2007
S : Tangan dan kaki sulit digerakkan
O : KU : Tampak sakit sedang
KES : E4V5M6 (compos mentis)
TD : Lka = 165/90 mmHg
Lki = 170/90 mmHg
Suhu : 36, 5 oC
Nadi : 80 x /mnt
RR : 18 x/mnt
RANGSANG MENINGEAL :
Kaku Kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
28
Lka = 160/90 mmHg
Lki = 160/90 mmHg
Laseque : > 70 / > 70
Kernniq : - / -
NERVUS KRANIALIS :
N. I : normosmia kiri = kanan
N. II : tajam penglihatan kasar baik, lihat warna baik, lapangan
pandang baik
N. III, IV, VI : sikap bola mata saat istirahat simetris, ptosis -, strabismus -,
exopthalmus -, enopthalmus -, pergerakan bola mata simetris kiri = kanan,
pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, R. Akomodasi +/+, R. Siliospinal
+/+.
N. V : buka tutup mulut baik, refleks maseter +, refleks kornea +
N VII : sikap wajah saat istirahat simetris, memik biasa, kerut dahi
baik, kembung pipi baik, angkat alis baik menyeringai SNL tidak mendatar
kiri = kanan.
N VIII : tes gesek jari baik, nistagmus -, vertigo -, tes kalori tidak
dilakukan.
N IX, X : arcus faring simetris, uvula ditengah, palatum molle intak,
simetris, refleks oclocardiac +, refleks sinus carotikus +
N XI : menoleh kanan kiri baik, angkat bahu kanan lebih kuat
dibanding kiri.
N XII : sikap lidah dalam mulut simetris, julur lidah baik, tremor -,
fasikulasi -, tenaga otot lidah baik kanan = kiri.
MOTORIK :
Kekuatan motorik 5 5 5 5 2 2 2 2
5 5 5 5 2 2 2 2
Normotonus / Hipotonus
Eutrofi
SENSIBILITAS : Eksteroseptif dan proprioseptif baik
29
REFLEKS TENDON :
Bíceps : ++ / ++
Triseps : ++ / ++
KPR : ++ / ++
APR : ++ / ++
REFLEKS PATOLOGIS :
Babinski : - /-
Chaddock : - / -
Oppenheim : - / -
Gordon : - / -
Schaeffer : - /-
SISTEM OTONOM :
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
FUNGSI LUHUR : sulit di nilai, pasien tidak kooperatif
CT Brain:
Lesi hipodens kecil parietalis sinistraa
Kesan: Infark iskhemik, parietalis sinistra
A :
- Klinis : Hemiparese dextra + Parese N XI dekstra
- Etiologis : Trunkle ataxia
- Topis : Lesi Cerebelor
P : IVFD D5% II
30
Futrolit I
MM/ : - OMZ 2 x 20 mg
- Sucralfat syr 3 X 1C
- Domperidone 3 x 10 mg
- Nistatin drops 3 x 1
- As. Folat 2 x 5 mg
- Stugeron 2 x 1
- Miniaspi 1 x 160 mg
- Sifrol 2 x 0,25
31