Asuhan Keperawatan Pada Tn D dengan trauma kepala

download Asuhan Keperawatan Pada Tn D dengan trauma kepala

of 17

Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Tn D dengan trauma kepala

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.D DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI: MILD HEAD INJURI, MULTIPLE VULNUS LASERASI, LASERASI LUAS TEMPORAL PARIETAL DEXTRA DI UGD RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN BANDUNG

A. PENGERTIAN Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito) Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi descelarasi) yang

merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Trauma kepala termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batas trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranicerebral, termasuk gangguan kesadaran. Kematian akibat trauma kepala terjadi pada tiga waktu setelah injuri, yaitu meliputi: 1. Segera setelah injuri 2. Dalam waktu 2 jam setelah injuri 3. Rata-rata 3 minggu setelah injuri Pada umumnya kematian terjadi segera setelah injuri dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologus dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada fase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injuri disebabkan oleh berbagai kegegelan system tubuh.

1

B. ETIOLOGI 1. Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil) 2. Kecelakaan kerja 3. Trauma pada olah raga 4. Kejatuhan benda atau jatuh dari tempat tinggi 5. Luka tembak 6. Cedera akibat kekerasan

C. PATOFISIOLOGI Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi, energi yang dihasilkan di dalam sel sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak

tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh, sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat

otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 50 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan otonim pada fungsi

2

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta takikardi. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

D. JENIS TRAUMA KEPALA 1. Robekan kulit kepala Robekan kulit kepala merupakan kondidi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan kontriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan ini adalah infeksi.

2. Fraktur tulang tengkorak Fraktur tulang tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak. a. Garis patahan atau tekanan b. Sederhana, remuk atau compound c. Terbuka atau tertutup Fraktur terbuka atau tertutup bergantug pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan ketebalan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, momentum, trauma langsung atau tidak langsung Pada fraktur lineal dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata). Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena darah juga mengandung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada di bagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya Nampak bewarna kuning mengelilingi darah (Holo?Ring Sign).

3

E. KLASIFIKASI Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan 1. Mekanisme Cedera kepala Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

2. Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya a. Cedera Kepala Primer Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi: 1) Gegar kepala ringan 2) Memar otak 3) Laserasi

b. Cedera Kepala Sekunder Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti: 1) Hipotensi sistemik 2) Hipoksia 3) Hiperkapnea 4) Udema otak 5) Komplikasi pernapasan 6) infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

4

3. Beratnya Cedera Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala a. Cedera Kepala Ringan (CKR). GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau

mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma b. Cedera Kepala Sedang ( CKS) GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. c. Cedera Kepala Berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

Skala Koma Glasgow

No

RESPON

NILAI

1

Membuka Mata : -Spontan -Terhadap rangsangan suara -Terhadap nyeri -Tidak ada 4 3 2 1

2

Verbal : -Orientasi baik -Orientasi terganggu -Kata-kata tidak jelas -Suara tidak jelas -Tidak ada respon 5 4 3 2 1

5

3

Motorik : - Mampu bergerak -Melokalisasi nyeri -Fleksi menarik -Fleksi abnormal -Ekstensi -Tidak ada respon 6 5 4 3 2 1

Total

3-15

4. Morfologi cedera Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas : a. Fraktur cranium Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain : y y y y Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign) Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign ) Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan Parese nervus facialis ( N VII ) Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan. b. Lesi Intrakranial Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local: y Perdarahan Epidural 6

y y

Perdarahan Subdural Kontusio (perdarahan intra cerebral) Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun

keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD). 1) Perdarahan Epidural Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media (Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung

2) Perdarahan subdural Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut. 7

4) Cedera Difus Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala. Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejalagejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

8

F. PATOFLOW CEDERA KEPALA (Patoflow teori)

G. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. 1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) 2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil. 9

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. 2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. 3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. 4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

I.

KOMPLIKASI 1. Perdarahan intra cranial y y y y y y y y y y y Epidural Subdural Sub arachnoid Intraventrikuler Malformasi faskuler Fstula karotiko-kavernosa Fistula cairan cerebrospinal Epilepsi Parese saraf cranial Meningitis atau abses otak Sinrom pasca trauma

2. Tindakan y y y y infeksi Perdarahan ulang Edema cerebri Pembengkakan otak

10

J.

PENGKAJIAN PADA CIDERA KEPALA 1. Breathing Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas . 2. Blood Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

3. Brain Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :a.

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

b.

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

c. d. e.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

f.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

4. Blader Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. 11

5. Bowel Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

6. Bone Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

K. PENATALAKSANAAN 1. Tindakan terhadap peningkatan TIK a. Pemantauan TIK dengan ketat. b. Oksigenasi adekuat c. Pemberian manitol d. Penggunaan steroid e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala f. Bedah neuro

2. Tindakan pendukung lain a. Dukung ventilasi b. Pencegahan kejang c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi. d. Terapi antikonvulsan e. CPZ untuk menenangkan pasien f. NGT

12

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL DIAGNOSA KEPERAWATAN SAAT DI UGD 1. Nyeri akut b. d agen injuri fisik 2. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS) 3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) 4. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DILUAR UGD 5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik. 6. Perfusi cerebral tidak efektif b/d Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral 7. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya 8. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan

kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. 9. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis). 10. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis. 11. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan. 12. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

13

DAFTAR PUSTAKA

y

Asuhan

keperawatan

pada

klien

dengan

trauma

kepala.

Oleh

,

maret

2010.

[http://meetabied.blogspot.com]. diambil pada 11 januari 2012 y Asuhan keperawatan dengan cedere kepala. Oleh hidayat, 11 april 2009.

[http://hidayat2.wordpress.com]. diambil pada 11 januari 2012 y Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Cedera Kepala. Oleh nursing begin. 2008.

[http://nursingbegin.com]. diambil pada 11 januari 2012 y Cedera Kepala dan Catid. Oleh PPNI Klaten, 2004. [http://ppni-klaten.com]. diambil pada 11 januari 2012

14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.D DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI: MILD HEAD INJURI, MULTIPLE VULNUS LASERASI, LASERASI LUAS TEMPORAL PARIETAL DEXTRA DI UGD RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN BANDUNG

I.

PENGKAJIAN A. Pengumpulan Data 1. Data umum a. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Suku/bangsa Status perkawinan Tanggal, jam masuk : : : : : : : : :

Tanggal, jam pengkajian : No. Register No. RM Diagnosa medis Alamat : : : :

b. Identitas keluarga/penanggung jawab Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan : : : : : :

Hubungan dengan klien : Alamat :

2. Triage 15

Gawat darurat/gawat/darurat/tidak gawat tidak darurat

3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehtan klien 1) Riwayat kesehatan sekarang a) Alas an masuk rumah sakit b) Keluhan utama c) Riwayat penyakit sekatang (PQRST) P Q R S T : : : : :

d) Keluhan yang menyertai 2) Riwayat kesehatan masa lalu

b. Riwayat kesehatan keluarga

4. Data biologis a. Penampilan umum Klien tampak sakit sedang-berat, terpasang infuse RL 2 line di lengan kanan dan lengan kiri, menggunakan oksigen BC 4lt/menit, klien berada pada posisi duduk 50o s/d 80o, klien tampak tenang.

b. Tanda-tanda vital Tekanan darah : mmHg, di Nadi Suhu Pernafasan : x/menit, di arteri radialis, teratur/tidak teratur : oC per aksila ; x/menit, jenis pernafasan

c. Pengkajian primer A: Airway y B: Breathing y C: Circulating 16

y D: Diasability y Drug y E: Exsposure y F: Foley Catheter y G: Gastrik Tebe y Going to y

d. Pengkajian sekunder

5. Data psikologis a. Stasus emosi b. Konsep diri c. Gaya komunikasi d. Pola intraksi e. Pola mengatasi masalah

6. Data penunjang a. Laboratorium b. Radiologi c. Terapi d. Diit e. Acara infuse

B. Pengelompokan Data C. Analisa Data II. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 17