Asuhan Keperawatan Fraktur Femur
description
Transcript of Asuhan Keperawatan Fraktur Femur
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR
A. KONSEP DASARI. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 36).Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
2. Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang berhubungan dengan dunia luar.
II. Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat patah tulang1. Derajat 1- Luka < 1 cm.- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.- Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan.- Kontaminasi mininal.2. Derajat 2- Laserasi > 1 cm.- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / arulsi.- Fraktur kominutif sedang.- Kontaminasi sedang.3. Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot dan neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis, Gustilo membagi lagi menjadi 3 bagian :
1. Derajat III AJaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat kuminatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
2. Derajat III BKehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi.
3. Derajat III CLuka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki tanpa melihat keruskaan jaringan lunak.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 347)
III. Anatomi FisiologiTulang paha / femur terdiri dari ujung atas, corpus dan ujung bawah, ujung atas terdiri dari
a. Kaput adalah masa yang membuat dan mengarah ke dalam dan ke atas tulang tersebut halus dan dilapisi dengan kartilago kembali fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen pendek yang menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum os coxal.
b. Trochanten mayor sebelah lateral dan trochanter minor sebelah medial, merupakan melekatnya otot-otot.Carpus adalah tulang panjang agak mendatar ke arah medial, sebagian besar permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot. Pada bagian posterior linea aspera adalah tulang yang berbentuk hubungan ganda, membentang ke bawah dari trochanter atas dan melebar keluar bawah untuk menutup area yang halus. Ujung bawah terdiri dari kondik medial dan lateral yang besar dan suatu area tulang diantaranya kondile mempunyai permukaan artikulur untuk fibia dibawah dan patela di depan.Fraktur collum dan kaput merupakan fraktur femur yang umum, fraktur tersebut lebih mudah terjadi pada orang tua sebagai akibat karena jatuh. Fraktur tidak dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong banyak suplay darah ke kaput femoris. Untuk membantu menyembuhkan dan memudahkan pergerakan pasien secepat mungkin. Fraktur ini biasanya ditangani dengan memasang pembaja melalui trochanter mayor ke dalam kaput femuris. Dengan demikian pasien mampu untuk turun dari tempat tidur dan mulai untuk berjalan (John Gibson, 1995 : 44).
I. DEFENISI Fraktur Femur
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
II. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
III. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan Melalui kepala femur (capital fraktur) Hanya di bawah kepala femur Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler; Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
IV. PATOFISIOLOGI
A. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta Osteoporosis Penyakit metabolik
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu : Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh
terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
Nyeri hebat di tempat fraktur Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah Rotasi luar dari kaki lebih pendek Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis
pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Patah tulang terbukaPrinsip
1. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa ® airway, breathing, circulation.
2. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
3. Pemberian antibiotika.4. Debridement dan irigasi sempurna.5. Stabilisasi.6. Penutub luka.7. Rehabilitasi.
1. Life SavingSemua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.
2. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat daruratDengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
3. Pemberian antibiotikaMikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.
4. Debridemen dan irigasiDebridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.“Di Intion is solution for polution” untuk mengetahui kualitas dari otot hendaknya selalu di ingat 4 C : Contractibility, color, consistency, capacity to bleed.Kedua tindakan ini harus dilakukan sesempurna mungkin sebelum penanganan definitif.
5. Stabilisasi.Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada.Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
6. Penutup lukaPenutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang derajat 1 dan 2 tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya saja kalau memungkinkan tulang yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak (otot) untuk memperkuat hidupnya.
7. Rehabilitasi DiniPerlu dilaksanakan sebab dengan demikian maka keadaan umum penderita akan jadi sangat baik dan fungsi anggota gerak di harapkan kembali secara normal.
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 133)
b. Patah tulang tertutup1. Pertolongan darurat (Emergency)
Pemasangan bidal (splint)a. Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.b. Mengurangi rasa nyeri.c. Menekan kemungkinan terjadinya emboli dan syok.d. Memudahkan transportasi dan pengambilan foto.2. Pengobatan definitif- Reposisi secara tertutupa. Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas hanya pada patah tulang tertentu.b. Traksi dengan melakukan tarikan pada ekstremitas bagian distal.- Imobilisasia. Gips (Plaster of paris castis)b. Traksi secara kontinue : traksi kulit, traksi tulang.- Reposisi secara terbuka
Melakukan reposisi dengan operasi kemudian melakukan imobilisasi dengan menggunakan fiksasi interna yang dapat berupa plat, pen dan kawat.
3. RehabilitasiTujuan umum
a. Mempertahankan ruang gerak sendi.b. Mempertahankan kekuatan otot.c. Mempercepat proses penyembuhan fraktur.d. Mempercepat pengambilan fungsi penderita
Latihan terdiri dari- Mempertahankan ruang gerak sendi.- Latihan otot.- Latihan berjalan
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 138)KOMPLIKASI
o Dini (early)o Lanjut (late)o Bisa dianbatkan oleh traumanya sendiri (initial injury) atau akibat tibdakan kita (pengobatan) /
iatrogenik. Komplikasi karena trauma / initial injury
Dini :A. Lokal :1. Kulit
2. Sendi
3. Tulang
:
:
:
Nekrosis Trombosis vena Infeksi akibat fraktur terbuka Osteomelitis Nekrosis aveskuler
Lanjutan :A. Lokal
B. Komplikasi jauh
: Sendi
Tulang
Otot
:
:
:
:
Kaki sendi Degenerasi sendi Gangguan proses penyembuhan
“malunion delayed union, non union”
Gangguan pertumbuhan Post traumatic myositis ossificans
Tenal calculi
Komplikasi akibat pengobatan iatrogenik1. Kulit : karena tekanan
2. Vaskular
3. Saraf 4. Sendi 5. Tulang
:
:
:::
Bed sores / dekubitus Cast sores Traksi yang berlebihan Volkmann’s ischemia Gangren Traksi yang berlebihan Infeksi (septic arthritis) Osteomielitis
Pencegahan / pengobatan komplikasi iatrogenik“Bed Sores”Dengan melakukan perubahan posisi pada waktu “tertentu dan memberikan latihan” selama dirawat diatas tempat tidur.“Cast Sores”
Tekanan pada waktu memasang gips tidak boleh terlalu erat, cukup gips diluncurkan diatas permukaan kulit, pada tempay “yang rawan”.
Pemasangan “padding” (bantalan) yang dapat berupa kapas untuk 10 hari pertama dan kaos / stockineete untuk selanjutnya.
Traksi : berat bandul harus diberikan sesuai dengan berat badan masing-masing penderita. Volkman’s ischemic :1. Gips sirkuler yang menjepit atau “bandage” segera dilepaskan sama sekali / penjepitan
dibebaskan.
2. Posisi ekstremitas terutama sekitar sendi yang mengalami distorsi harus diperbaiki atau sendi yang dalam keadaan fleksi harus diekstensika. Bila akibat traksi maka beban traksi harus dikurangi.
3. bila hal-hal tersebut masih belum ada perbaikan, maka dilakukan fasiotomi atau bila dalam waktu 30 menit tidak ada perbaikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan.
VI. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan radiologi untuk memastikan daerah fraktur dengan.- 2 arah (antero-posterior dan lateral).- 2 waktu yang berbeda (saat setelah trauma dari 10 hari setelah trauma).- 2 sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur harus terlihat pada film.- 2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan terutama pada anak-anak.b. Pemeriksaan laboratorium
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 137)
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin Metode Pemasangan traksi:Traksi ManualTujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik Ada dua macam, yaitu :
1. Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
2. Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya : Mengurangi nyeri akibat spasme otot Memperbaiki dan mencegah deformitas Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi). Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
1. Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
2. Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
4. Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
5. Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatana. Riwayat Perjalanan penyakit Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan Kehilangan fungsi Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosisb. Riwayat pengobatan sebelumnya
Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhirc. Proses pertolongan pertama yang dilakukan Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang
fraktur sebelum dipindahkan Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisika. Mengidentifikasi tipe fraktur b. Inspeksi daerah mana yang terkena- Deformitas yang nampak jelas- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera- Laserasi- Perubahan warna kulit- Kehilangan fungsi daerah yang ciderac. Palpasi Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran Krepitasi Nadi, dingin Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
V. ASUHAN KEPERAWATANProses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3)Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain :
1. PengkajianPengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.(Nasrul Effendy, 1995 : 18)
a. Pengumpulan Data.Meliputi
1. Identitas Klien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2. Keluhan UtamaBiasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3. Riwayat Penyakit - Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
- Riwayat Penyakit Dahulu.Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
- Riwayat Penyakit Keluarga.Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
4. Pola-pola Fungsi Kesehatan.- Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
- Pola eliminasiKebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3 – 4 x/hari.
- Pola nutrisi dan metabolismePada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klein.
- Pola aktivitas dan latihanAktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat tidur.
- Pola penanggulangan stresMasalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi.
- Pola sensori dan kognitifNyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
- Pola hubungan peranPola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.
- Pola persepsi diriPada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
- Pola reproduksi dan seksualBila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.
- Pola tidur dan istirahatKebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
- Pola tata nilai dan kepercayaanPada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan / gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.
5. Pemeriksaan Fisika. Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan tanda-tanda vitalb. Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher.Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan mata, pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d. Pemeriksaan Sistem Respirasi.Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
e. Pemeriksaan Kordiovaskuler.Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f. Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g. Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h. Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i. Pemeriksaan Sistem Endokrin.Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Sistem Persyarafan.Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.
b. Analisa DataAnalisa data adalah kemampuan meningkatkan data dan menghubungkan tersebut dengan
konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan kepereawatan pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 24)
c. Diagnosa KeperawatanTahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan pernyatan / kesimpulan yang diambil dari pengkajian tentang status kesehatan klien / pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 26)Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :
NURSING PLANING
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONALISASI
1. Resiko terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:a)Observasi tanda-tanda vital.
b)Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi
d)Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:a)Pemberian cairan per infusb)Pemberian obat koa-gulan sia
(vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
c)Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an
c)Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e)Pemberian cairan per-infus.f) Membantu proses pem-bekuan
darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g)Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2. Gangguan rasa nyaman:Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:a) Mengkaji karakteris- tik
nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:e) Pemberian obat-obatan
analgesik
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri
3. Potensial infeksi se- hubungan dengan luka
INDEPENDEN:a) Kaji keadaan luka (kontinuitas a) Untuk mengetahui tanda-tanda
terbuka. dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c) Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:a) Pemeriksaan darah : leokosit
b) Pemberian obat-obatan :antibiotika dan TT (Toksoid
Tetanus)c) Persiapan untuk operasi sesuai
indikasi
infeksi.
b) Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c) Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d) Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
a) Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
b) Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
c) Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4. Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:a) Kaji tingkat im- mobilisasi
yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).
c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d) Membantu pasien dalam perawatan diri
e) Auskultasi bising usus,
a) Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)
b) Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d) Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan
monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
f) Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.
KOLABORASI :
a) Konsul dengan bagi- an fisioterapi
pasien untuk sembuh.e) Bedrest, penggunaan analgetika
dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
a) Untuk menentukan program latihan.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:a) Menjelaskan tentang kelainan
yang muncul prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b) Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
c) Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d) Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d) Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.
DAFTAR KEPUSTAKAANDoenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR
Konsep Dasar1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2001). Sedangkan Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang terbesar dan terkuat pada tubuh (Brooker, 2001)
2. Etiologi Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a. Cidera Traumatik
Cidera traumatic pada tulang dapat di sebakan oleh :1) Cedera langsung bearti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintangdan kerusakan pada kulit diatasnya.2) Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progesif. 2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai sebagai salah satu proses yang progesif, lambat dan nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh kegagalan absorbs Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3. Patofisiologi Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
4. Tanda dan Gejala Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara lain:a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang 2) Penekanan tulang
b. BengkakEdema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c.Ekimosis dari perdarahan subculaneousd. Spasme otot, spasme involunters dekat frakture. Tendernessf. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di
daerah yang berdekatan.g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi
5. Penatalaksanaan Medis Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan stabilitas ujung patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada fraktur femur adalah menjaga paha tetap dalam posisi normalnya dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi FrakturSetelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasiFisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul telah kembali normal.
d. AnalgetikDiberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma. Nyeri yang timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai dengan shock yang biasanya di kenal dengan shock analgetik.
6. Komplikasi Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
a. Komplikasi segera (immediate)Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
1. Early ComplicationDapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome compartemen
2. Late ComplicationSedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion)
7. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan diagnostic pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang
2. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang
komprehensif. Dengan demikian pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada tujuan rencana keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan keperawatan pengkajian harus memperhatikan data-data pasien. Informasi yang didapat dari pasien (data primer), data yang di dapat dari orang lain keluarga dan orang terdekat (data skunder), catatan kesehatan lain, informasi atau laporan labotarium, tes diagnostic, anggota tim kesehatan merupakan pengkajian data dasar (Hidayat, 2001)
Pengkajian pasien fraktur menurut Doenges, et al (1999) meliputi:
a. Aktivitas/istirahat Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera atau terjadi
secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi di karenakan kehilangan darah, takikardia (respon stress, hipovolemia), penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler yang lambat, pucat pada bagian yang terkena.c. Neurosensori
1) Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan (parastesis)2) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot
terlihat kelemahan/hilang fungsi, agitasi mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/kenyamananGejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah imobilisasi)e. Integritas ego
1) Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres multiple, misalnya masalah financial
2) Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatisf. Keamanan
1) Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan larutan, defisiensi imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan), munnculnya kanker, riwayat keluarga tentang hipertermi malignant/reaksi anastesi dan riwayat transfuse darah atau reaksi transfuse2) Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demamg. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis, malnutrisi termasuk
obesitas), membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukan atau periode puasa pra operasi)i. PenyuluhanGejala : lingkungan cidera, aktivitas perawatan diri, dan perawatan dirumah.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentyang masalah pasien dan
perkembangannya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Zaidin, 2001). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et al (1999)
meliputi : a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada
jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi di
buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.c. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatand. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tekanan, prosedur invasive dan
jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan itegritas tulang (fraktur)g. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah,
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.h. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
3. Perencanaan/Intervensi Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien (Zaidin, 2001).
Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
1) Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil : a) Pasien tampak tenangb) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang 3) Intervensia) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.b) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan skala nyeri.
c) Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan posisi tulang jaringan yang cedera.
d) Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk setiap aktifitas, juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
e) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.
f) Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan mempermudahkan dalam resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
g) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan otot.
h) Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.Rasioanal : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kempuan koping dalam mananjemen nyeri.
i) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.Rasional : merupakan tindakan dependent perawatan, dimana analgesic berfungsi untuk memblok stimulus nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi, penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapatnyaluka/ulserasi, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
1) Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.2) Kriteria hasil :
a) Menyatakan ketidaknyaman hilangb) Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan penyembuhansesuai indikasi.3) Intervensia) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan warna.
Rasioanal : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat.
b) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
c) Pantau peningkatan suhu tubuhRasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
d) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang kering dan gunakan plester kertas.Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan menncegah terjadinya infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada area kulit yang normal lainnya.
c. Gangguann mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan.
1) Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
2) Kriteria hasila) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransib) Meningkatkan fungsi yang sakitc) Melakukan pergerakan dan perpindahan
3) Intervensi a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensib) Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan.c) Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas optimal.d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot.
e) Kolaborasi dengan ahli terapiRasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
1) Tujuan Resiko infeksi tidak menjadi actual
2) Kriteria hasila) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam dan nyeri.b) Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotorc) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.3) Intervensi a) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu meningkat.b) Lakukan perawatan luka dengan teknik asepticRasional : mencegah kontaminasi silangc) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan drainase luka.Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.d) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekanRasional : untuk mengetahui adanya infeksi
e) Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan terjadinya tetanus.
f) Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.Rasional : tanda perkiraan infeksi
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau mengingat dan salah interpretasi informasi.
1) Tujuan :Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
2) Kriteria hasil :a) Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.b) Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam perawatan.3) Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b) Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarangRasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang klien dan keluarganya merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d) Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan lukaRasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang perawatan luka.
e) Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang perawatan luka.
f. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)1) Tujuan :
Resiko tinggi trauma tidak menjadi actual2) Kriteria hasil :
a) Mempertahankan stabilisasi dari posisi frakturb) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilisasi pada farkturc) Menunjukkan pembentukan kalus mulai penyatuan fraktur dengan tepat3) Intervensia) Pertahankan tirah baring /ekstermitas sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi.b) Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
Rasional : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah.c) Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan tahanan posisi netral pada bagian yang
sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter dan papan kakiRasional : mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
d) Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien hindari penggunaan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips.Rasional : gips panggul atau multiple dapat membuat berat dan tidak praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ektremitas yang di gips dapat menyebabkan gips patah.
e) Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.Rasional : pembebat koaptasi (contoh jepitan jones sugar) mungkin diberikan untuk memberikan imobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plaster mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur
f) Pertahankan posisi atau integritas traksiRasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan. Traksi tulang memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk pemeriksaan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
g) Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki control dan periksa tali terhadap tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.Rasional : yakinkan bahwa susunan traksi berfungsi dengan tepat untuk menghindari interupsi penyambungan traksi.
h) Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.Rasional : mempertahankan integritas tarikan traksi.i) Kolaborasi untuk kaji ulang foto/evaluasi
Rasional : memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
g. Resiko tinggi terhadap neurovaskuler perifer berhubungan dengan peniruan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan dan pembentukan thrombus.
1) Tujuan : Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
2) Kriteria hasil :Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi normal, tanda-tanda vital stabildan haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
3) Intervensia) Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.b) Evaluasi adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan dengan
ekstremitas yang sakit.Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskulerdan perlunya evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
c) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
d) Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi motor/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.Rasional : gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak adekuat/syaraf rusak.
e) Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.Rasional : panjang dan posisi syaraf perineal meningkatkan resiko cedera pada fraktur kaki, edema atau sindrom kompartemen atau malposisi alat traksi
f) Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan. Sedikit keluhan “rasa terbakar” dibawah gips.Rasional : factor ini di sebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan atau iskemia, menimbulkan kerusakan atau nekrotik
g) Pertahankan peningkatkan ekstremitas yang cedera kecuali di kontraidikasikan dengan menyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese vena/menurunkan edemah) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat merusak arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah kedistal.
i) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi system perfusi jaringan
j) Kolaborasi berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasiRasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi
h. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah emboli lemak
1) Tujuan :Tidak terjadi/menjadi actual terhadap kerusakan pertukaran gas.
2) Kriteria hasil : Mempertahankan pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal
3) Intervensia. Awasi frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan penggunaan otot bantu serta terjadinya
sianosis sentral.Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dan mungkin hanya indicator terjadinya emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda/gejala menunjukkan distress pernafasan luas/cenderung kegagalan.
b. Auskultrasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.Rasional : perubahan dalam bunyi advestisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
c. Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam beberapa hari pertama.Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat berhubungan dengan fraktur
d. Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.Rasional : meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti pada paru.
e. Perhatikan peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan kacau.
Rasional : gangguan pertukaran gas/ adanya emboli pada paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia/asidosis.
f. Observasi sputum untuk tanda adanya darahRasional : hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
g. Inspeksi kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila, meluas pada abdomen/tubuh dan mukosa mulut.Rasional : ini adalah karakteristik paling sering dari tanda emboli lemak yang tampak dalm 2-3 hari setelah cedera.
h. Kolaborasi bantu dalam spirometri insertifRasional : memaksimalkan ventilasi/oksigen dan meminimalkan atelektasis.
4. Penatalaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan adalah pelaksanaan tindakan yang harus di laksanakan berdasarkan diagnosis perawat. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh sebagian perawat, perawat secara mandiri atau bekerja sama dengan dengan tim kesehatan luar. Dalam hal ini perawat adalah pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan keperawatan dengan tindakan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan (Zaidin, 2001) Tujuan dari pelaksanan membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi yang muncul pada pasien fraktur menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a. Menghilangkan nyerib. Mempertahankan integritas kulitc. Mempertahankan mobilitas fisikd. Menghilangkan infeksi karena potensial atau gangguan actual e. Meningkatkan pengetahuan tentang prognosis dan pengobatanf. Menghilangkan trauma karena potensial atau gangguan actualg. Mempertahankan fungsi neurovaskuler periferh. Menghilangkan kerusakan gas karena potensial atau actual
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir akhir dari proses keperawatan, evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Hidayat, 2001)
Terdapat dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif (proses) yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intevensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif (hasil) yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu (Hidayat, 2001)
Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi (Zaidin, 2001) :
a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan atau kemajuan sesuai criteria yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan ini tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebabnya dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.
Evaluasi keperawatan untuk pasien fraktur merujuk pada evaluasi secara umum menurut Doenges et al (1999) meliputi :
a. Pasien menghadapi situasi yang ada secara realities
b. Cedera dicegah
c. Komplikasi di cegah atau diminimalkan
d. Rasa sakit dihilangkan atau dikontrol
e. Luka sembuh atau fungsi organ berkembang kea rah normal
f. Proses penyakit atau prosedur pembedahan, prognosis dan regimen terapeutik dipahami.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005).
Format dukumentasi keperawatan:
Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik dokumentasi yang sering digunakan:
1) SOR (Source Oriented Record)
Teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan.Dalam melaksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini cocok untuk pasien rawat inap.
2) Kardex Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.
3) POR (Problem Oriented Record)
POR merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat digunakan untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah, mengarahkan ide pemikiran anggota tim mengenai problem klien secara jelas.
b. Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
Format naratif
Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk narasi.
Format Soapier
Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi oleh semua anggota tim perawat. Format soapier terdiri dari:
a) S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien.
b) O = Data Objektif
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic laboratorium.
c) A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
d) P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
e) I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat.
f) E = Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
g) R = Revisi
Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.
Format fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien (data), tindakan (action) dan respon (R)
Format DAE
Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat dengan suau diagnosa keperawatan.
5) Catatan perkembangan ringkas
Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah baru, pemecahan masalah lama, respon pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana keperawatan, adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan (Harnawatiaj, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. H. (2001). Dasar-dasar keperawatan professional. Jakarta : Widya Medika.
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Harnawatiaj. (2008). Format Dokumentasi Keperawatan (http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16 Juli 2010.
Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
(http://dokterkecil.wordpress.com/2009/08/07/fraktur-terbuka-femur-suprakondiler-dan-interkondiler-intraartikuler) di akses tanggal 16 juli 2010
Diposkan oleh Fakhrudin di 05:26
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook