Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

45
ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA PENDAHULUAN Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala. Menurut dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran. Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).

description

cidera kepala

Transcript of Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

Page 1: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA

PENDAHULUAN

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur

produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada

tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah

banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang

menderita cedera kepala.

Menurut dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi Jember, cedera

kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non- degenerative, non-

congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan

fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai

hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.

Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan

membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus

meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong

penderita.

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit,

penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan

prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).

DEFINISI

  Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak

yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi,

2001).

  Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan

oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth, 2002 )

  Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit neurologik,

dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth,

2002 ).

Page 2: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

  Cedera kepala merupakan adaya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran. Traumatik yang terjadi pada otak yang mampu menghasilkan perubahan

pada phisik, intelektual, emosional, sosial, dan vocational (Susan Martin, 1999)

  Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah

kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan

pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan

perubahan – perubahan fungsi otak (black, 2005)

  Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head

injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap

kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi

neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun

permanen

ETIOLOGI

a.      Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera  setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi

Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa

lesi, pergeseran otak atau hernia.

b.      Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak

hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena

cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Etiologi lainnya:

a.       Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

b.      Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

c.       Cedera akibat kekerasan.

Klasifikasi

a.      Menurut Jenis Cedera

  Cedera Kepala terbuka

Page 3: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak

  Cedera kepala tertutup

Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas

b.      Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

  Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

-          GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

-          Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

-          Tak ada fraktur tengkorak

-          Tak ada contusio serebral (hematom)

-          Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

-          Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

-          Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

-          Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

  Cedera kepala sedang

-          GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

-          Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

-          Dapat mengalami fraktur tengkorak

-          Amnesia pasca trauma

-          Muntah

-          Kejang

  Cedera kepala berat

-          GCS 3-8 (koma)

-          Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

-          Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

-          Tanda neurologist fokal

-          Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

c.       Menurut morfologi

  Fraktur tengkorak     

-          Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup

-          Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII

-          Fokal: epidural, subdural, intraserebral

Page 4: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

-          Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

d.      Menurut patofisiologi

         Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan

gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

-          Gegar kepala ringan

-          Memar otak

-          Laserasi

         Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

-          Hipotensi sistemik

-          Hipoksia

-          Hiperkapnea

-          Udema otak

-          Komplikasi pernapasan

-          Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Page 5: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi

kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri

biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera

menentukan jenis kelainan yang terjadi.

a.      Kerusakan Lobus Frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya

menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur

ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab

terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan

lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.

Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan

perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan

apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan

atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan

yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi

akibat perilakunya.

b.      Kerusakan Lobus Parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan

berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa

berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di

sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus

parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas

bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini

disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian

tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang

sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa

Page 6: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan

sehari-hari lainnya.

c.       Kerusakan Lobus Temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya

sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran,

menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan

pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang

berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan

bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan

mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang

tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

Cedera Spesifik Otak Kepala

a.      Fraktur Tengkorak

Fraktur Linear :           Kekuatan benturan lebih luas area tengkorak

Fraktur Basiler:           Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian Frontal atau

temporak

Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS  dan dunia luar melalui

ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari  wajah atau tengkorak,

memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus. Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena

yang kemudian mengalirkan drahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di

dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang

beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan

menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak

tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya

bergeser.

Page 7: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

b.      Geger Serebral (Contusio)

Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan

oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak,

yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini

menandakan terjadinya perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan pembengkakan Bakteri

ringan dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat sementara dapat pulih.

Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu konsentrasi gangguan

memori sementara pusing, peka omnesia retrograde. Jika terjadi pembengkakan pada otak, maka

bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa

menyebabkan herniasi otak.

c.       Memar / Laserasi cerebral (Komosio)

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara

tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam beberapa

detik sampai beberapa menit. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat

menunjukkan perilaku irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat

menimbulkan amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada

permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil  yang tersebar, gejala bersifat

neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan menimbulkan disfungsi luas

akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan tomografi terlihat masa dan menimbulkan

perubahan TIK dengan jelas.

Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap adanya sakit kepala,

pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera.

Dengan memberi pasien informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat mengurangi

beberapa masalah sindrom pasca - komosio.

Page 8: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

d.      Hematom Epidural

Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan

lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena  robekan cabang kecil arteri meningeal

tengah atau frontal. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di

dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang bias segera timbul tetapi bias juga

muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri tidak tetap, penurunan kesadaran

ringan, diikuti periode lucid, kemudian penurunan neurologi dari kacau mental sampai coma,

bentuk dekortikasi & deserebrasi, pupil isokor sampai anisokor. Diagnosis dini sangat penting

dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin

dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga

dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

e.       Hematoma Subdural

Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas lapangan

arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan dan lebih sering pada lansia

dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang disfasia. Hematoma subdural

berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah

terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang

lebih ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena

tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa

Page 9: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-

gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

-      sakit kepala yang menetap

-      rasa mengantuk yang hilang-timbul

-      linglung

-      perubahan ingatan

-      kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik, bergantung pada ukuran

pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.

1.      Hematoma subdural akut

Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Hematoma

subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 – 48 jam setelah

Page 10: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

cedera. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan kendaraan

bermotor. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama dengan hematoma

epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi lambat dan pernapasan  cepat.

2.      Hematoma subdural sub akut

Menyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam setelah cedera.

Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang subdural. Riwayat klinis khas

dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan

ketidaksadaran, yang diikuti penurunan kesadaran, dan perbaikan status neurologik secara

bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan penurunan status

neurologik. Tingkat kesadaran menurun bertahap, pasien tidak berespon, peningkatan TIK, lalu

terjadi herniasi unkus atau sentral. Angka kematian tinggi pada pasien hematoma subdural akut

dan sub akut, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak.

3.      Hematoma subdural kronik

Terjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada lansia akibat atrofi otak karena

proses penuaan. Tampaknya cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup

untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara cedera dan

awitan gejala mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin terlupakan. Gejala dapat tampak

beberapa minggu setelah cedera minor. Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan

mungkin dianggap sebagai stroke.

Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt dilakukan melalui lubang burr ganda,

atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yagn tidak dapat

dilakukan melalui lubang burr.

a.      Hematoma Intrakranial

Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak, penyebabnya adalah  

fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi  peluru dan gerakan aselerasi-deserasi tiba-tiba

tindakan bersifat kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau

stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar

(hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak

(hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau

MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam beberapa

Page 11: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan

membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada

akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak

bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi

penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan

pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan

hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

b.      Konkusio

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya

cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan

kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan

bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak

di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang

abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.

Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,

emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama

beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa

mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma

pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa

sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat,

apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan

terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan

selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam

beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan

dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis.

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan

pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda

memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan

Page 12: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari

pertama.

 

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran

darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral. Faktor-

faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi

serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien dengan

kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang  dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral

juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang

dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah.

Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak

ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap

komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK.

Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan kemungkinan

herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan lesi intra kranial setelah

mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera kepala bera, peningkatan TIK yang

tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian.

Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak yang

dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak, diserbtai vasodilatasi

dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat menyebabkan peningkatan TIK.

Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan

sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada

Page 13: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.

Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,

takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan

tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan

simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

WOC (Terlampir)

MANIFESTASI KLINIS

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :

1.     Gangguan kesadaran

2.     Konfusi

3.     Abnormalitas pupil

4.     Piwitan tiba-tiba defisit neurologis

5.     Perubahan TTV

6.     Gangguan pergerakan

7.     Gangguan penglihatan dan pendengaran

8.     Disfungsi sensori

9.     Kejang otot

10. Sakit kepala

11. Vertigo

12. Kejang

13. Pucat

14. Mual dan muntah

15. Pusing kepala

16. Terdapat hematoma

Page 14: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

17. Kecemasan

18. Sukar untuk dibangunkan

19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan

telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Akibat Dari Trauma Otak Ini Tergantung Pada:

1.        Kekuatan benturan

Makin besar benturan makin parah kerusakan

2.        Akselerasi / Deselerasi

Akselerasi = Benda yang bergerak mengenai kepala yang diam

Desekrasi = Kepala membentur benda diam

Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung.

3.        KUP dan Kontra KUP

Cedera KUP Kerusakan pada daerah dekat yang terbentur

Kontra KUP  Kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan

4.        Lokasi Benturan

Bagi otak yang tersebar kemungkinan cedera kepala terberat adalah bagian lotus anterior

(Frontalis & temporalis) Lobus posterior (oksipitalis dan atas mesenfalon).

5.        Rotasi

Pengubahan posisi rotasi kepala menyebabkan trauma regangan & robekan pada substansia alba

dan batang otak.

6.        Fraktur Impresi

Disebabkan oleh suatu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak yang lebih

dalam. Akibat fraktur ini kemungkinan CSS akan mengalir ke hidung, telinga  kemudian

masuknya kuman dan terkontaminasi dengan CSS  dapat menimbulkan infeksi dan kejang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan

ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia

jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2.      MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

Page 15: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

3.      Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak

sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4.      Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5.      X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6.      BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7.      PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8.      CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

9.      ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intracranial.

10.  Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrkranial.

11.  Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran.

PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:

1.      Observasi 24 jam

2.      Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3.      Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4.      Anak diistirahatkan atau tirah baring.

5.      Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6.      Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7.      Pemberian obat-obat analgetik.

8.      Pembedahan bila ada indikasi.

Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal

1.      Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,

pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang

guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan napas, maka pasien harus

diintubasi.

Page 16: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

2.      Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri

oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada

berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi,

jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95 %. Jika jalan napas pasien

tidak terlindung bahkan terancam, maka pasien harus segera diintubasi serta diventilasi oleh ahli

anestersi.

3.      Menilai sirkulasi:  otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan

dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat

frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia.pasang

jalur intravena yang bessar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum,

elektrolit, glukosa, dan AGD arteri. Berikan larutan koloid.

4.      Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.

5.      Menilai tingkat/ klasifikasi keparahan cedera

Pedoman Penatalaksanaan

1.      Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal

(proyeksi antero-posterior, lateral, dan odontoid).

2.      pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:

  pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau larutan Ringer Laktat: cairan

isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan ini

tidak menambah edema serebri.

  Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa,

ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan

kadar alcohol bila perlu

3.   Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika CT Scan

dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk mendeteksi fraktur. Pasien denga cedera

kepala ringan, sedang, atau berat harus dievaluasi adanya:

  Hematoma epidural

  Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel

  Kontusio dan perdarahan jaringan otak

  Edema serebri

Page 17: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

  Obliterasi sisterna perimesenfalik

  Pergeseran garis tengah

  Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus

4.   Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan

tindakan berikut ini:

  Elevasi kepala 30°

  Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten

  Pasang kateter Foley

  Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang besar, hematoma

subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >1 diploe)

Penatalaksanaan Khusus

1.      Cedera kepala ringan

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan

pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:

  Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal

  Foto servikal jelas normal

  Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan

instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

2.      Cedera kepala sedang

Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT Scan normal, tidak perlu

dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala,

mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna

pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

3.      Cedera kepala berat

Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini apakah

terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke

bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan

di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan

primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat

hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum yang terjadi setelah cedera kepala

Page 18: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan

dapat dimulai.

Tindakan terhadap penalaksanaan peningkatan TIK

1.      Mempertahankan oksigenasi adekuat.

2.      Pemberian manitol untuk menurunkan edema serebral.

3.      Hiperventilasi

4.      Penggunaan steroid

5.      Meninggikan kepala tempat tidur

6.      Kemungkinan intervensi bedah neuro untuk evakuasi bekuan darah.

Tindakan pendukung lain

1.      Ventilasi

2.      Pencegahan kejang dengan antikonvulson

3.      Pemeliharaan cairan dan elektrolit

4.      Keseimbangan nutrisi

5.      Mempertahankan jalan nafas.

Rencana Pemulangan

1.      Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

2.      Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan

gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.

3.      Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.

4.      Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,

mempertahankan jalan nafas selama kejang.

5.      Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah,

kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak

mengalami gangguan mobilitas fisik.

6.      Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.

7.      Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.

8.      Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

Page 19: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

KOMPLIKASI

1.  Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu

setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa

tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang

mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40%

penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat

mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang

mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini

seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.

2.  Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya

cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-

kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan

bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena

stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

3.  Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau

serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada

lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya,

yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

4.  Agnosis

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan

sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda

tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau

benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan

menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis

dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia

Page 20: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan

khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.

5.  Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa

yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat

sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa

yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi

segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung

selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan

menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.

Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori

terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia

menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara

mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang.

Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut

sindroma Wernicke-Korsakoff.

Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung

lama.

Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia Korsakoff

juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut.

6.  Fistel Karotis-kavernosus

Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera

atau beberapa hari setelah cedera.

Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon

endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent.

7.  Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian

sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer,

menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.

8.  Kejang pasca trauma

Page 21: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah

satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini

menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan

dengan antikonvulsan.

9.      Kebocoran cairan serebrospinal

Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera

kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada

85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki

risiko meningitis yang meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea

atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi

untuk reparative.

10.  Edema serebral dan herniasi

            Penyebab paling umum dari peningkatan TIK,  Puncak edema terjadi 72 Jam setelah

cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya

peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak

bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan

perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran

supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah /

lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak

posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme kesadaran, TD,

nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.

11.  Defisit Neurologis dan Psikologis

            Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat,

Mual / muntah  proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian Primer

         Airway

Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.

         Breathing

Page 22: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding

dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.

         Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

         Disability

Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.

Tingkat Kesadaran

Kualitatif dengan :

-          CMC

Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi baik terhadap orang

tempat dan waktu.

-          Apatis

Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap lingkungannya.

-          Confuse

Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.

-          Samnolen

Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi.

-          Soporous Coma

Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia

urine, belum ada gerakan motorik sempurna.

-          Koma

Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan. 

Kuantitas dengan GCS

1.      Mata (eye)

-          Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri             1

-          Membuka mata dengan rangsangan nyeri                      2

-          Membuka mata dengan perintah                                    3

-          Membuka mata spontan                                                 4

2.      Motorik (M)

-          Tidak berespon dengan rangsangan nyeri                      1

-          Eksistensi dengan rangsangan nyeri                              2

Page 23: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

-          Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri                  3         

-          Fleksi siku dengan rangsangan nyeri                             4

-          Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri                       5

-          Bergerak sesuai perintah                                                6

3.      Verbal (V)

-          Tidak ada suara                                                              1

-          Merintih                                                                         2

-          Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti                         3

-          Dapat diajak bicara tapi kacau                                       4

-          Dapat berbicara, orientasi baik                                       5

         Exposure

Suhu, lokasi luka.

2.      Pengkajian Sekunder

a.      Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera: Peluru

kecepatan tinggi? Objek yang membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan

pukulan?

b.      Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada

penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara

forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis

sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi. 

c.       Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,

hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

d.      Pengkajian Head To Toe

1.      Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

Page 24: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

2.      Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema,

lesi, maupun gangguan pada indera. Pada penderita stroke biasanya terjadi gangguan pada

penglihatan maupun pembicaraan

3.      Pemeriksaan dada

         Paru-paru

Inspeksi     : kesimetrisan, gerak napas

Palpasi       : kesimetrisan taktil fremitus

Perkusi      : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

         Jantung

Inspeksi     : amati iktus cordis

Palpalsi      : raba letak iktus cordis

Perkusi      : batas-batas jantung

                    Batas normal jantung yaitu:

                    Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan                                             

bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS

4.      Pemeriksaan abdomen

Inspeksi           : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

Palpasi             : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

Perkusi            : suara peristaltic usus

Auskultasi       : frekuensi bising usus

5.      Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

Page 25: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DO :

-    GCS klien turun, gelisah

-    Mual, muntah.

-    Pupil anisokor

-    TD meningkat

-    Suhu meningkat 

-    Akral dingin

-    Sianosis pada kuku

DS :

- keluarga mengatakan klien selalu  gelisah

dan kadang terlihat seperti mengantuk

- Keluarga mengatakan klien selalu

memuntahkan apa yang dimakannya

Trauma

kerusakan sel darah

otak

vasodilatasi

pembuluh darah

eksudasi

edema  serebral

peningkatan TIK

Perfusi jaringan

serebral tidak

efektif

DS :

-    keluarga mengatakan klien terlihat sesak

napas

-    keluarga mengatakan bunyi napas klien

terdengar ngorok

DO :

-    Terdapat banyak sekret pada jalan nafas

Kerusakan neuro

muscular

Adanya sekresi

Bersihan jalan

nafas tidak

efektif

Page 26: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

-    Bunyi napas ngorok

-    Frek nafas : > 40-50 X/mnt

-    Suhu meningkat 

-    Klien ditinggikan kepala dan diekstensikan

kepalanya

-    Nafas tidak teratur. 

DO:

-    Disorientasi terhadap waktu, tempat dan

orang

-    Perubahan dalam respon terhadap ransangan

-    Inkoordinasi motorik, perubahan dalam

postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu

posisi bagian tubuh

-    Perubahan pola komunikasi

-    Distorsi auditorius dan visual

-    Konsentrasi buruk, berpikir kacau

-    Respon emosional berlebihan

-    Perubahan pola perilaku

DS : keluarga mengatakan klien tidak sadar

Defisit neurologist

Kerusakan

n.olfaktorius

kompresi

n.olfaktorius

herniasi otak

edema jar otak

kerusakan sel darah

otak

kurang aliran darah

ke otak

Perubahan

persepsi sensori

DO :

- Apraksia, hemiparese, quadriplegia

-Kelemahan fisik, termasuk mobilitas di

tempat tidur, pemindahan, ambulasi

-Kerusakan koordinasi, penurunan kontrol

otot

DS :

-Hilang keseimbangan

-Sulit menggenggam

-Lemah

kerusakan persepsi atau

kognitif, penurunan

kekuatan/tahanan, terapi

pembatasan/kewaspadaan

keamanan (tirah baring,

imobilisasi)

Kerusakan

mobilitas fisik 

Page 27: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

DO :

-Gangguan pengecapan dan penciuman

-Penurunan bising usus

-Gangguan mencerna dan menelan akibat

fraktur

-Penurunan kesadaran

DS :

-Mual dan muntah

-Sulit mencerna/menelan makanan

-Letargi, gelisah, lemah

Perubahan kemampuan

untuk mencerna nutrient

(penurunan tingkat

kesadaran), kelemahan

otot yang diperlukan

untuk mengunyah dan

menelan, status

hipermetabolik

Resiko tinggi

terhadap

perubahan

nutrisi: kurang

dari kebutuhan

tubuh

Diagnosa Keperawatan

1.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di

otak).

2.      Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeabronkial

3.      Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral

4.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis

5.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.

6.      Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi.

7.      Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan tingkat kesadaran, mual,

muntah.

NANDA NOC NIC

Bersihan jalan  nafas tidak

efektif b.d kerusakan

neurovaskular (cedera

pusat pernapasan di otak).

Batasan karakteristik:

       Tidak adanya batuk

Status pernapasan: jalan

napas paten

Indikator:

       Tidak ada demam

       Tidak ada cemas

       Tidak ada hambatan jalan

Manajemen jalan napas

Aktivitas

       Membuka jalan nafas dengan cara

dagu diangkat atau rahang

ditinggikan.

       Memposisikan pasien agar

Page 28: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

       Bunyi nafas yang

menguntungkan

       Perubahan nilai nafas

       Perubahan irama pernafasan

       Cyanosis

       Kesulitan bersuara

       Pengurangan bunyi nafas

       Dyspnea

       Kelebihan dahak

       Batuk yang tidak efektif

       Orthopnea

       Kurang istirahat

       Mata yang melebar

napas

       Pengeluaran dahak

       Bebas dari bunyi napas

mendapatkan ventilasi yang

maksimal.

       Mengidentifikasi pasien

berdasarkan penghirupan nafas

yang potensial pada jalan nafas.

       Penghirupan nafas melalui mulut

atau nasopharing.

       Memberikan terapi fisik pada

dada.

       Mengeluarkan sekret dengan cara

batuk atau penyedotan.

       Mendorong pernapasan yang

dalam, lambat, bolak-balik, dan

batuk.

       Menginstruksikan bagaimana

batuk yang efektif.

       Mendengarkan bunyi nafas,

mancatat daerah yang mangalami

penurunan atau ada tidaknya

ventilasi dan adanya bunyi

tambahan.

       Melakukan penyedotan pada

endotrakea atau nasotrakea.

       Memeriksa bronchodilators

dengan tepat.

       Mengajarkan pasien bagaimana

penghirupan nafas yang tepat.

        Memberikan perawatan

ultrasonic.

       Memberikan oksigen yang tepat.

       Memeriksa keadaan pernafasan

Page 29: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

dan oksigen.

Pola napas tidak efektif b.d

kerusakan neurovaskuler,

obstruksi trakeobronkial

Batasan karakteristik:

       Napas dalam

       Perubahan gerakan dada

       Mengambil posisi tiga titik

       Bradipneu

       Penurunan tekanan ekspirasi

       Penurunan tekanan inspirasi

       Penurunan ventilasi semenit

       Penurunan kapasitas vital

       Dispneu

       Peningkatan diameter

anterior-posterior

       Napas cuping hidung

       Ortopneu

       Fase ekspirasi yang lama

       Pernapasan pursed-lip

       Takipneu

       Penggunaan otot-otot bantu

untuk bernapas

Status pernapasan:ventilasi

Indikator:

       Frekuensi napas IER*

       Irama napas IER

       Kedalaman inspirasi

       Pengembangan dada simetris

       Kenyamanan bernapas

       Penggunaan otot

aksesoris/tambahan tidak ada

       Suara napas tambahan tidak

ada

       Penarikan dada tidak ada

       Pengerutan bibir pada saat

bernapas tidak ada

       Dispnea saat istirahat tidak

ada

       Dispnea dengan pengerahan

tenaga tidak ada/hilang

       Orthopnea tdak ada/hilang

       Napas pendek tidak

ada/hilang

       Fremitus tidak ada/hilang

       Suara perkusi tidak

ada/hilang

       Auskultasi suara napas, IER

       Volume tidal IER

       Kapasitas vital IER

Terapi oksigen

Aktivitas:

       Menyediakan peralatan pemberian

oksigen, sistem kekebalan.

       Memberikan oksigen tambahan,

sesuai petunjuk dokter.

       Mengontrol aliran oksigen.

       Memeriksa alat pentransferan

oksigen.

       Memeriksa secara berkala alat

pemberian oksigen untuk

memastikan bahwa telah sesuai

dengan resep untuk konsentrasi

yang diberikan.

       Mengubah tempat masker oksigen

kapan saja alat tersebut

dipindahkan.

       Mengamati tanda-tanda oksigen

yang menyebabkan hypoventilasi

       Memeriksa tanda-tanda keracunan

oksigen dan penyerapan

atelektasis.

       Memeriksa alat pernafasan untuk

memastikan ketidakcampuran

dengan usaha pasien untuk

bernafas.

       Memeriksa/mengontrol

kecemasan pasien yang

Page 30: Asuhan Keperawatan Cidera Kepala, Komplit (2)

mempengaruhi terapi oksigen.

       Memeriksa kerusakan kulit karena

pergeseran alat bantu pernafasan.

       Memasukkan/memberikan alat

bantu nafas yang lain untuk

kenyamanan.  

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: IAPK Pajajaran

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta:EGC

Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.(1996). Nursing Interventions Classification (NIC).

St. Louis :Mosby Year-Book.

Doengoes, ME. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-

Book

Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGC

Swear Ingen. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta : EGC