Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

114
TESIS ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN PERADANGAN OTOT PADA TIKUS YANG MENGALAMI OVERTRAINING RISTIE DARMAWAN NIM O79O761014 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

Transcript of Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

Page 1: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

TESIS

ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN

PERADANGAN OTOT PADA TIKUS YANG

MENGALAMI OVERTRAINING

RISTIE DARMAWAN

NIM O79O761014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2012

Page 2: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

ii

ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN

PERADANGAN OTOT PADA TIKUS YANG

MENGALAMI OVERTRAINING

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi

Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

RISTIE DARMAWAN

NIM 0790761014

PROGAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2012

Page 3: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL …………….

PembimbingI, Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc. Sp And. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp And. FAACS

NIP. 194402011964091001 NIP. 194612131971071001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana

Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp And. FAACS Prof. Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K)

NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001

Page 4: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program

Pascasarjana

Universitas Udayana No. :……………. ,Tanggal……………..

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And. FAACS

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And.

2. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH,

3. Prof. dr. I Ketut Tirtayasa, MS, AIF,

4. Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK,M. Kes

Page 5: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan yang maha esa atas anugerahNya tesis ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And.

FAACS dan Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And., sebagai

pembimbing utama yang telah memberi dorongan, semangat, bimbingan dan

saran selama penulis mengikuti program pasca sarjana, terutama dalam

menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD. KOHM, atas kesempatan dan fasilitas yang di

berikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidkan Program

Pasca Sarjana di Uniersitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan

kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr.dr. A.A.

Raka Sudewi, SpS (K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana. Juga penulis

mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp PD. KEMD,

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, atas ijin yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan program Pascasarjana.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih

kepada Dr. Ida Bagus Ngurah, Kepala Laboratorium Farmakologi Fakultas

Page 6: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

vi

Kedokteran Universitas Udayana beserta staf, I Gede Wiranatha, S. Si dan Drh.

Ida Bagus Oka Winaya, Kepala Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana beserta staf, juga kepada I Ketut Tunas,

M.Si yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji yaitu,

Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH, Prof. dr. I Ketut Tirtayasa, MS, AIF, Dr. dr. Ida

Sri Iswari, SpMK,M. Kes, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan

dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada pada dosen Pasca Sarjana Ilmu anti penuaan

Universitas Udayana beserta staf yang telah memberi kuliah, bimbingan juga

membantu dari segi teknis, kepada teman-teman sejawat, dan kepada seluruh

guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

tinggi.

Juga kepada Ayahanda almarhum dan ibunda yang telah membesarkan

dan memberikan pendidikan pada penulis. Akhirnya penulis sampaikan terima

kasih kepada anak-anak yang telah berkorban memberikan penulis kesempatan

untuk berkonsentrai menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Mahaesa selalu melimpahkan rahmatNya kepada

semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Page 7: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

vii

ABSTRAK

ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN PERADANGAN

OTOT PADA TIKUS YANG MENGALAMI OVERTRAINING

Olahraga dapat memperlambat proses penuaan, tetapi olah raga yang

melebihi kapasitas kemampuan tubuh untuk melakukan pemulihan, yang disebut

overtraining dapat merugikan kesehatan. Beberapa teori tentang kerusakan yang

terjadi pada overtraining disebabkan karena peumpukan radikal bebas. Penumpukan

radikal bebas dapat diturunkan oleh asupan antioksidan.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan hipotesa terjadi nekrosis dan peradangan

jaringan otot pada tikus yang mengalami overtaining dan pemberian Astaxanthin

dengan dosis 1,2 mg/kgBB secara teratur mencegah efek nekrosis dan peradangan

jaringan otot sebagai akibat overtraining tersebut.

Penelitian dilakukan terhadap 24 ekor tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok,

masing-masing berjumlah 8. Kelompok kontrol, kelompok tikus yang mendapat

perlakuan renang selama 10 menit setiap hari sebanyak 8 ekor, kelompok perlakuan,

tikus yang mengalami perlakuan renang sampai kelelahan dan tidak dapat berenang

lagi setiap hari dan kelompok tikus yang mendapat perlakuan renang sampai

kelelahan dan tidak dapat berenang lagi serta diberikan asupan Astaxanthin 1,2

mg/kgBB setiap hari. Percobaan dilakukan selama 30 hari. Setelah 30 hari, otot

gastrocnemius depan tikus diambil dan diamati struktur histologisnya.

Hasil pengamatan, tidak ada perubahan struktur histologis otot gastrocnemius

tikus kontrol yang mendapat perlakuan renang selama 10 menit setiap hari terhadap

tikus yang tidak mendapat perlakuan. Terjadi nekrosis dan peradangan otot pada

kelompok tikus yang mendapat perlakuan renang sampai terjadi kelelahan setiap hari

dan kelompk tikus yang mendapat perlakuan renang sampai terjadi kelelahan dan

diberi asupan astaxanthin 1,2 mg/kgBB yang bermakna ( p<0.05 ). Berdasarkan uji

Wilcoxon didapatkan bahwa pada kelompok yang diberikan astaxanthin 1,2 mg/kg

BB mengalami penurunan nekrosis secara bermakna sebesar 76,47% dan mengalami

penurunan sel radang secara bermakna sebesar 73,33% dibandingkan dengan

kelompok yang direnangkan maksimal saja

Kesimpulan, tingkat kejadian nekrosis dan sel radang pada tikus yang

diperlakukan renang maksimal dan diberi asupan Astaxanthin 1,2 mg/kgBB lebih

rendah dari tikus yang diperlakukan renang 10 menit.

Kata kunci : Overtraining, Astaxanthin.

Page 8: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

viii

ABSTRACT

ASTAXANTHIN PREVENTS THE NEROSIS AND INFLAMATION

PROCESS OF THE MUSCLE TISSUE THAT IS CAUSED BY

OVERTRAINING IN RATS

Many studies showed that exercise slowed down the aging process. In

addition, they also showed exercise that exceeds the body ability to recover,

which was known as overtraining, negatively affected the health. Some theories

of the overtraining impact to body was caused by the accumulation of the free

radicals, while the free radical accumulation is reduced by the antioxidant.

Based on those theories, this study hypothesis was necrosis and

inflammation process happened in the muscle of rats that did the overtraining

exercise and 1.2 mg/kgBB of astaxanthin intake regularly reduced the necrosis

and inflammation process as the impact of the overtraining.

The study samples were 24 rats which were divided into 3 groups. Control

group was a group of 8 rats that swam for 10 minutes every day, Experimental

group were a group of 8 rats that swam to exhaustion every day, and a group of 8

rats that swam to exhaustion and was administered, by oral gastric tube, 1.2

mg/kgBW of astaxanthin daily. The study was done for 30 days then the m.

gastrocnemius of the rats was observed histologically under the microscope.

Results showed no histology changes in control group. However,

significant histology changes of the m. gastrocnemius, such as necrosis and

inflammation process, happened in the group that swam to exhaustion every day

and also in the group that swam to exhaustion with 1.2 mg/kgBW astaxanthin

supplementation every day ( p < 0.05 ). By Wilcoxon analysis, showed that the

necrosis happened in the group that swam to exhaustion with 1.2 mg/kgBW

astaxanthin was less to 76.47%, and the inflammation was less to 73.33%

compare to the group that swam to exhaustion only.

Conclusion, there was significant decreasing number of the necrosis and

inflammatory process in the group of rats that swam to exhaustion with 1.2

mg/kgBW astaxanthin intake compare to the group that swam to exhaustion only.

Key words : Overtraining, Astaxanthin.

Page 9: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

ix

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……………………………………………………… i

PRASYARAT GELAR ………………………………………………… ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………… iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………… v

ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii

ABSTRACT ……………………………………………………………… viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….. xiv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..…… 1

1.1. Latar Belakang……………………………………………. 1

1.2. Rumusan Masalah………………………………………… 4

1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………… 5

1.4. Manfaat Penelitian ……………………………………….. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………… 7

2.1. Overtraining ……………………………………………… 7

Page 10: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

x

2.2. Stress Oksidatif dan Antioksidan …………………………….. 23

2.3. Astaxanthin ………………………………………………….. 39

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

…………………………………………………………………… 47

3.1. Kerangka Berpikir………………………………………….. 47

3.2. Kerangka Konsep ………………………………………….. 48

3.3. Hipotesis Penelitian ……………………………………….... 48

BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………….. 49

4.1. Rancangan Penelitian ………………………………………. 49

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………. 51

4.3. Teknik Sampling dan Kriteria ……………………………… 51

4.4. Besar Sampel ………………………………………………. 52

4.5. Variabel Penelitian …………………………………………... 53

4.6. Bahan dan Alat Penelitian …………………………………… 56

4.7. Prosedur Penelitian ………………………………………….. 56

4.8. Alur Penelitian………………………………………………. 58

4.8. Analisa Data …………………………………………………. 58

BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………………… 60

5.1. Uji Normalitas Data …………………………………………. 60

5.2. Nekrosis Dalam Jaringan Otot ……………………………… 61

5.2.1. Analisis Efek Perlakuan ………………………………. 61

Page 11: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

xi

5.2.2. Analisis Komparasi Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

…………………………………………………………… 63

5.3. Sel Radang Dalam Jaringan Otot ………………………………. 63

5.3.1. Analisis Efek Perlakuan …………………………………. 63

5.3.2. Analisis Komparasi Antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

……………………………………………………………. 65

BAB VI PEMBAHASAN …………………………………………………… 67

6.1. Subyek Penelitian ………………………………………………. 67

6.2. Pemberian Astxanthin ………………………………………….. 67

6.3. Pengaruh Astaxanthin terhadap Nekrosis ………………………. 68

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 78

7.1. Simpulan ……………………………………………………….. 78

7.2. Saran …………………………………………………………… 78

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 80

LAMPIRAN …………………………………………………………………. 85

Page 12: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1. Hasil Uji Normalitas Data Nekrosis dan Sel Radang Setelah Perlakuan … 61

5.2. Rerata Nekrosis Jaringan Otot antar kelompok sesudah diberikan

perlakuan………………………………………………………………...…61

5.3. Analisis Komparasi Nekrosis antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan …... 63

5.4. Rerata Sel radang Jaringan Otot antar kelompok sesudah diberikan

perlakuan……………………………………………………………….…...64

5.5. Analisis Komparasi Sel radang antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan… 65

Page 13: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1. Hubungan antara Volume Aktivitas Fisik dengan Manfaatnya terhadap

Kesehatan …………………………………………………………........ 9

2.2. Grafik Pelatihan Periodisasi ………………………………………….. 13

2.3. Skema terjadi sindroma overtraining pada pelatihan endurans ……….. 14

2.4. Perubahan struktur histologis pada otot yang mengalamai overtraining. 21

2.5. SkemaTerganggunya keseimbangan Species Reaktif dan Antioksidan... 24

2.6. Struktur Kimia Astaxanthin ……………………………………………. 40

3.1. Kerangka Konsep……………………………………………………….. 48

4.1. Bagan Rancangan Penelitian……………………………………………. 49

4.2. Gambaran serat otot normal ……………………………………………. 54

4.3. Nekrosis dan Sel radang ……………………………………………….. 55

4.4. Alur Penelitian ………………………………………………………….. 58

5.1. Grafik Terjadinya Nekosis setelah Pemberian Overtraining+Astaxanthi 62

5.2. Grafik Penurunan Sel Radang setelah Pemberian astaxanthin ………… 65

Page 14: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Konversi Perhitungan Dosis Untuk Beberapa Jenis Hewan dan Manusia…. 85

2. Gambaran Histologis Serat Otot ………………………………………..…. 86

3. Distribusi Hasil ………………………………………………………..….. 89

4. Uji Normalitas Data Nekrosis dan Sel Radang ………………………...….. 91

5. Uji Kruskal-Wallis Data Nekrosis dan Sel Radang antar Kelompok Perlakuan.

………………………………………………………………………….....…….92

6. Uji Wilcoxon Sign Rank Test Data Nekrosis antara Sebelum dengan Sesudah

Perlakuan …………………………………………………………….…..… 94

7. Uji Wilcoxon Sign Rank Test Data Sel Radang antara Sebelum dengan

Sesudah Perlakuan…………………………………………………………. 96

8. Statistik Deskriptif ……… ………………………………………………. 99

9. Perhitungan Persentase hasil penelitian... …………………………………. 100

10.Keterangan Kelaikan Etik …………………..…….……….……………….101

Page 15: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat akan hidup sehat,

ilmu pengetahuan tentang anti penuaan terus berkembang. Berbagai usaha

dilakukan orang untuk menunda proses penuaan. Orang ingin berumur panjang

tetapi tetap sehat dan mempunyai kualitas hidup yang baik dalam menjalani hari

tuanya.

Ilmu anti penuaan terus berkembang dengan berbagai penelitian yang

semuanya ditujukan untuk mendalami tentang proses penuaan dan mencari

pengetahuan tentang cara mengatasi dan memperlambat proses penuaan tersebut,

yaitu mencegah penyakit, kesakitan, ketidakmampuan dan keterbatasan dalam

melakukan kegiatan sehari-hari.

Ada 4 prinsip teori proses penuaan yaitu teori “ wear and tear “, teori

neuro endokrin, teori kontrol genetik dan teori radikal bebas. Sampai saat ini

diyakini ada 5 pilar ilmu anti penuaan yaitu : diet, nutrisi, suplementasi, olah

raga, dan terapi sulih hormon. Olah raga atau pelatihan merupakan pertahanan

pertama melawan proses penuaan. Dengan berolah raga fungsi tubuh dapat

dipertahankan dan ditingkatkan walaupun umur bertambah tua (Goldman,

2007).

Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor resiko terhadap penyakit

kardiovaskular, dan sejumlah penyakit kronik lainnya termasuk kencing manis,

kanker (usus dan payudara), obesitas, hipertensi, kelainan tulang dan sendi

Page 16: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

2

(osteoporosis dan keradangan sendi), dan depresi. Mortalitas karena penyakit

kardiovaskular dan kanker yang lebih rendah pada kelompok dengan pelatihan

intensif, dan terjadi peningkatan resiko pada grup dengan aktivitas fisik rendah.

Kebugaran fisik yang lebih tinggi menunda semua penyebab mortalitas primer

yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan kanker (Darren dkk, 2006).

Namun banyak orang tidak memahami cara berolahraga yang baik untuk

kesehatan. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah overtraining.

Overtraining terjadi bila volume dan intensitas pelatihan melebihi

kapasitas pemulihan tubuh yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan

kebugaran. Hal ini sering terjadi pada orang yang banyak melakukan olah raga

endurans. Overtraining juga bisa menyebabkan kerusakan otot yang biasanya

terjadi pada orang yang jarang melakukan olah raga, terutama jika yang

melibatkan otot besar dan gerakan pelenturan otot (Clarkson dan Hubal, 2002).

Olahraga yang bertujuan memperpanjang hidup dan kesehatan adalah aktivitas

fisik yang dilakukan dengan semangat dan memenuhi syarat tertentu, tetapi

bukanlah aktivitas yang berlebihan, bukan pula yang bersifat kompetitif tinggi

dan dengan penyalahgunaan (Pangkahila, 2007).

Penggunaan otot yang berlebihan pada keadaan overtraining atau cidera

otot dapat mengakibatkan respon peradangan (inflamasi) di mana terjadi invasi

neutrofil yang diikuti dengan makrofag. Proses inflamasi ini terjadi juga pada

mekanisme perbaikan, regenerasi dan pertumbuhan otot yang menyebabkan

aktivasi dan proliferasi dari sel satelit, diikuti dengan diferensiasi akhir. Akhir-

akhir ini mulai dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara

fungsi sel inflamasi dan kerusakan otot dan perbaikan otot dengan menggunakan

Page 17: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

3

tikus, hilangnya antibodi dari kumpulan sel inflamasi spesifik, atau terjadinya

inflamasi pada otot setelah cidera (Clarkson dan Hubal, 2002).

Berdasarkan teori kemungkinan terjadinya kerusakan otot pada keadaan

overtraining yang disebabkan penumpukan radikal bebas, maka dibutuhkan

asupan antioksidan untuk mencegah kerusakan otot tersebut.

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif,

secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki electron tidak

berpasangan. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-

macam faktor. Pada proses metabolisme sering kali terjadi kebocoran elektron.

Dalam kondisi demikian, mudah sekali terbentuk radikal bebas, seperti anion

superoksida, hidroksil, dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari

senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal bebas, tetapi mudah berubah

menjadi radikal bebas, misalnya, hidrogen peroksida (H2O2), ozon, dan lain-lain.

Kedua kelompok senyawa tersebut sering diistilahkan sebagai Senyawa Oksigen

Reaktif (SOR) atau Reactive Oxygen Species (ROS) (Iorio,2007).

Anti oksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan.

Senyawa ini mempunyai berat molekul kecil, tetapi mampu mengaktivasi

berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal.

Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya,

kerusakan sel akan dihambat (Iorio, 2007).

Ada banyak macam antioksidan di antaranya: vitamin E, vitamin C,

carotenoid, polyphenols, flavonoids,dan yang lainnya. Astaxanthin adalah salah

satu kelompok pigmen natural dari karotenoid. Di alam karotenoid dihasilkan

Page 18: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

4

sebagian besar oleh tanaman dan golongan mikroskopiknya yaitu mikroalgae.

Astaxanthin terbanyak dihasilkan oleh suatu mikroalgae Haematococcus

pluvialis. Sumber lain adalah hasil fermentasi ragi merah muda

Xanthophyllomyces dendrorhous atau ekstrak dari produk pigmen seperti udang

Antarctic Krill (Euphausia superba). Selain dari alam astaxanthin juga dapat

dihasilkan sintetis kimia, dan banyak digunakan sebagai makanan ikan.

Astaxanthin memiliki molekul yang sama dengan famili karotenoid beta-

karoten, tetapi sangat berbeda pada struktur kimia dan biologi. Astaxanthin

menunjukkan potensi antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beta-

karoten pada penelitian di laboratorium (Cysewski dan Lorenz,2000).

Dalam penelitian Ikeuchi dkk (2006), dilakukan penelitian dengan

menggunakan dosis astaxanthin 1,2 mg/kg BB pada tikus, di mana terjadi

peningkatan waktu renang sebelum terjadi kelelahan dibanding kelompok

kontrol. Berdasarkan penelitian tersebut, penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan astaxanthin dengan dosis yang sama, apakah juga dapat mencegah

kerusakan otot yang disebabkan overtraining.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut.

1. Apakah terjadi nekrosis dan peradangan jaringan otot pada tikus yang

mengalami overtaining?

Page 19: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

5

2. Apakah pemberian Astaxanthin dengan dosis 1,2 mg / kgBB secara

teratur dapat mencegah efek nekrosis dan peradangan jaringan otot

sebagai akibat overtraining ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terjadi kerusakan otot pada tikus yang

mengalami overtraining dan untuk mengetahui apakah antioksidan dapat

menurunkan kejadian kerusakan otot pada tikus yang mengalami overtraining

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah terjadi nekrosis dan peradangan jaringan otot

pada tikus yang mengalami overtraining.

2. Untuk mengetahui apakah pemberian Astaxanthin dengan dosis 1,2

mg/kgBB secara teratur dapat mencegah terjadinya nekrosis dan

peradangan jaringan nekrosis pada otot tikus yang diakibatkan oleh

overtraining.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Didapatkan data-data ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan acuan

untuk memberikan informasi mengenai terjadinya nekrosis dan peradangan

jaringan otot pada keadaan overtaining dan pemberian Astaxanthin dapat

menurunkan efek nekrosis dan peradangan otot tersebut pada tikus.

2. Memberikan informasi pada masyarakat bahwa terjadi nekrosis dan

peradangan jaringan otot pada keadaan overtraining dan asupan

Page 20: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

6

antioksidan khususnya astaxanthin dengan dosis 1,2 mg / kg BB dapat

menurunkan efek nekrosis dan peradangan otot tersebut pada tikus.

Page 21: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Overtraining

Ada 4 teori utama terjadiya proses penuaan yaitu teori “ wear and tear “,

teori neuro endokrin, teori kontrol genetik dan teori radikal bebas. Banyak

penelitian yang menunjukkan penumpukan radikal bebas yang secara terus

menerus merusak sel dan jaringan yang merupakan faktor utama menunjang

proses penuaan. Pada sistem tubuh mamalia reaksi radikal bebas sangat

melibatkan faktor oksigenasi (Harman, 2004).

Pelatihan endurans dapat meningkatkan pemakaian oksigen dibanding

saat beristirahat. Hal ini dapat membentuk radikal bebas dan dapat

mengakibatkan terjadinya kerusakan otot ataupun jaringan tubuh lainnya. Tubuh

mempunyai pertahanan antioksidan dari dalam yang dapat melawan

pemebentukan radikal bebas tersebut. Pelatihan atau olah raga merupakan faktor

utama yang dapat mecegah proses penuaan, namun harus dilakukan dengan dosis

yang tepat agar tidak terjadi keadaan yang disebut overtraining yang malah dapat

membahayakan bagi kesehatan (Reynolds, 2010).

Olah raga merupakan satu faktor penting dalam kesehatan dan menunda

proses penuaan. Banyak penelitian yang menunjukan bukti bahwa aktivitas fisik

teratur atau olah raga menurunkan resiko seseorang mengalami penyakit yang

mengancam jiwa seperti penyakit jantung dan paru, juga kanker. Telah terbukti

bahwa olah raga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas, tidak hanya

meningkatkan harapan hidup tapi juga meningkatkan produktivitas hidup. Salah

Page 22: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

8

satu hasil penelitian yang penting adalah olah raga dengan intensitas sedang dapat

berguna untuk kesehatan secara signifikan. Hanya dengan melakukan aktivitas

fisik teratur dapat menurunkan tekanan darah, menurunkan lemak dan kadar

cholesterol, meningkatkan kadar HDL, dan meningkatkan kepekaan terhadap

insulin (Beers,2004). Beberapa keuntungan lain yaitu meningkatkan tingkat

energi, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kekuatan dan kemampuan

melakukan kegiatan sehari-hari, meningkatkan massa otot dan menurunkan

lemak tubuh. Sulit menemukan sumber anti penuaan lain yang sebaik seperti

aktivitas fisik regular atau olah raga (Bell, 2008). Berolah raga dan aktivitas fisik

sangat berguna untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup. Untuk tujuan

kesehatan umum dibutuhkan sedikitnya 30 menit melakukan aktivitas fisik atau

olah raga sebanyak 5x perminggu. Namun jika ingin mengurangi berat badan

atau untuk tujuan khusus dari kebugaran, diperlukan olah raga lebih dari itu

(Haskell dkk, 2007). Menurut Elstein (2005), dibutuhkan olah raga 45-60 menit

berjalan sebanyak 5x perminggu akan meningkatkan kesehatan.

Di beberapa negara maju olah raga digunakan sebagai terapi utama untuk

berbagai jenis penyakit selain untuk menunda proses penuaan. Banyak penelitian

yang membuktikan bahwa dengan olah raga teratur dapat menurunkan LDL,

Trigligliserida, memperbaiki komposisi tubuh, menurunkan tekanan darah bagi

penderita hipertensi dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin, meningkatkan

HDL dan lain-lain (Darren dkk, 2006).

Pada grafik di halaman berikut dapat dilihat keuntungan yang didapat dari

olah raga:

Page 23: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

9

Gambar 2.1. Hubungan antara Volume Aktivitas Fisik dengan Manfaatnya

terhadap Kesehatan (Bell, 2000)

Pada grafik di atas terlihat bahwa dengan berolah raga atau melakukan

aktivitas fisik yang menghabiskan 3000 kcal per minggu secara signifikan

mengurangi kadar trigliserida, menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi, memperbaiki komposisi tubuh dan meningkatkan HDL ( Gledhill dan

Jamnick, 2003).

Pada penelitian Lee dan Paffenbarger (2000), didapatkan bahwa pelatihan

ringan (< 4 METs) tidak menurunkan tingkat mortalitas, sedangkan aktivitas

sedang (4 – 6 METs) menguntungkan dan aktivitas lebih tinggi (> 6 MET ) jelas

menurunkan angka kematian.

Banyak pilihan macam olah raga yang dapat dilakukan untuk menunjang

kesehatan, menunda proses penuaan bahkan sebagai terapi untuk berbagai jenis

penyakit. Namun untuk mendapatkan keuntungan optimal dari olah raga terhadap

Page 24: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

10

kesehatan diperlukan tatacara olah raga yang benar. Sama seperti obat-obatan

yang digunakan untuk terapi penyakit, maka olah raga pun mempunyai dosis

tertentu dan bersifat individual (Bell, 2008). Sering kali olah raga dilakukan

dengan berlebihan karena salah mengartikan bahwa olah raga itu sehat bagi

kesehatan sehingga timbul persepsi bahwa semakin banyak beroleh raga maka

efek bagi kesehatan akan semakin baik. Kenyataannya olah raga secara

berlebihan yang sering disebut overtraining akan membahayakan kesehatan.

Sering kali olah raga dilakukan dengan dosis dan cara yang salah yang bahkan

dapat membahayakan bagi kesehatan. Overtraining dapat juga terjadi pada orang

yang jarang berolah raga kemudian melakukan olah raga yang melebihi

kemampuannya.

Overtraining terjadi saat adanya ketidakseimbangan antara pelatihan dan

pemulihan, pelatihan dan kapasitas kemampuan pelatihan, stres dan toleransi

stres. Yang dimaksud dengan stres adalah gabungan dari stres karena pelatihan

dan faktor lain. Overtraining jangka pendek akan terjadi selama beberapa hari

sampai 2 minggu dengan gejala kelelahan, menurunnya kapasitas pelatihan

maksimal, ketidakmampuan untuk berkompetisi. Pemulihan terjadi beberapa

hari, dengan prognosis yang lebih baik. Overtraining jangka panjang terjadi

selama beberapa minggu sampai berbulan-bulan yang mengakibatkan sindroma

overtraining. Penumpukan pelatihan yang berlebih dengan kelelahan lain,

menyebabkan penurunan kapasitas pelatihan maksimal, gangguan perasaan,

kekakuan dan kenyerian otot, dan menurunnya kemampuan berkompetisi jangka

panjang. Pemulihan sempurna memerlukan waktu berminggu-minggu sampai

berbulan-bulan. Selain itu juga terjadi perubahan komponen dalam darah, tingkat

Page 25: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

11

hormon, dan pengeluaran katekolamin pada air seni malam hari (Cunha dkk,

2006).

Overtraining terjadi ketika intensitas dan volume pelatihan melebihi

kapasitas pemulihan, yang kemudian menyebabkan perubahan emosi, perilaku

dan kondisi fisik seseorang. Bila dibiarkan berlangsung maka akan terjadi

penurunan kebugaran dan kekuatan fisik. Overtraining sering terjadi pada

pelatihan beban, juga pada atlet-atlet lain. Contoh dari overtraining yaitu pada

pelatihan beban dengan intensitas tinggi untuk kelompok otot yang sama selama

2 hari berturut-turut.

Peningkatan kekuatan dan kebugaran terjadi hanya saat periode istirahat

setelah melakukan pelatihan berat. Proses tersebut memerlukan waktu 12 – 24

jam. Jika periode istirahat tidak cukup maka regenerasi sel tidak akan terjadi. Jika

ketidakseimbangan antara pelatihan berat dan istirahat yang tidak cukup terus

berlangsung maka performa akan menetap atau bahkan menurun. Overtraining

ringan hanya memerlukan istirahat beberapa hari atau melakukan penurunan

aktivitas sampai pemulihan terjadi. Jika tetap dilakukan pelatihan akan terjadi

akumulasi kelelahan yang akan menetap bermingu-minggu bahkan berbulan-

bulan.

Overtraining lebih mudah terjadi pada orang yang mengalami stres fisik

dan psikologis, seperti jet lag, penyakit menahun, kelelahan kerja, menstruasi,

gizi buruk. Merupakan masalah yang umum terjadi pada atlet binaraga dan para

pelaku diet juga melakukan pelatihan dengan intensitas tinggi dan mengurangi

asupan makanan. Dengan melakukan pelatihan berlebihan, dan waktu pemulihan

yang terlalu singkat, beberapa kasus overtraining berat terjadi lebih kompleks

Page 26: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

12

yang melibatkan banyak faktor termasuk beban pelatihan yang berat dan

kurangnya waktu pemulihan (Harnish, 2009).

Beberapa kemungkinan mekanisme overtraining :

- Terjadinya trauma kecil yang lebih cepat daripada proses

penyembuhannya.

- Penggunaan asam amino yang lebih cepat dibandingkan asupannya,

sering disebut kekurangan protein.

- Tubuh menjadi kekurangan kalori dan terjadi peningkatan

pemecahan jaringan otot.

- Kadar Cortisol (hormon stres) juga meningkat dalam waktu lama

- Tubuh lebih lama berada dalam keadaan katabolik daripada

anabolik (mungkin juga karena akibat dari peningkatan kadar

cortisol)

- Peregangan pada system saraf yang terus menerus selama pelatihan

- Penumpukan radikal bebas yang kemudian menyebabkan kerusakan

otot.

Overtraining merupakan sindrom kompleks, merupakan campuran gejala

dan tanda dari perasaan kelelahan mental yang terlihat pada kelahan fisik dan

penurunan performa. Tingkat metabolisme basal akan meningkat, penurunan

berat badan yang berhubungan dengan keseimbangan negatif dari nitrogen,

tingkat kembalinya denyut nadi pelatihan ke denyut nadi istirahat menjadi lebih

lama. Sindroma overtraining meliputi perubahan hantaran neuron dan sistem

endokrin terutama hypothalamus (Hartmann dan Mester, 2000).

Page 27: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

13

Berikut adalah grafik pengaruh waktu pemulihan yang cukup dengan

peningkatan kebugaran fisik.

Gambar. 2.2 Grafik Pelatihan periodisasi (Bell, 2008)

Garis grafik atas menunjukkan siklus pelatihan dan pemulihan yang tepat,

terlihat terjadi peningkatan performa pelatihan. Garis grafik bawah menunjukan

pelatihan yang berat dengan pemulihan yang tidak memadai, yang dalam waktu

lama akan menyebabkan performa menurun dan terjadi gejala-gejala overtraining

(Bell, 2008).

Berikut ini adalah skema mekanisme terjadinya sindroma overtraining

Page 28: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

14

Gambar. 2.3. Skema terjadi sindroma overtraining pada pelatihan endurans

(Lehmann, 1998)

↑ Training Load

↑Competition

↑Non Training

Stress Factor

Ch

ron

ic

im

bal

an

ce

Inadequate

recovery

Neuromuscular

overload

Sympathetic

System Overload

Metabolic

Overload

Adrenal

Overload

Psychological

Overload

Glycogen

Depletion Decrease

Neuromuscular

function

Decrease β-

adrenoreceptor

density

Amino acid imbalance

Altered hypothalamic-

pituitary function

Decrease Cortisol

response

Brain Neurotransmitter

imbalance

Decrease

intrinsic

sympathetic

activity

Altered immune function

Peripheral fatique

Altered mood state

Central Fatique

Altered Productive function

Impaired Exercise Performance

Page 29: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

15

Adapun gejala yang muncul pada overtraining selain kelelahan menetap,

juga akan terjadi gejala-gejala di bawah ini (Gleeson, 2002):

- nyeri otot yang menetap

- peningkatan denyut jantung istirahat

- peningkatan terjadinya penyakit infeksi

- peningkatan kecelakaan saat pelatihan

- depresi

- hilangnya motivasi

- berkurangnya nafsu makan

- insomnia

- kehilangan berat badan

- gangguan pencernaan

- penyakit infeksi berulang

Masih banyak masalah dengan kriteria diagnosis dan penjelasan terhadap

gejala overtraining, banyak penelitian dilakukan untuk menemukan parameter

yang tepat dan dapat diukur secara cepat saat berolah raga, seperti pencatatan

stamina saat olah raga, perubahan berat badan, dan perubahan denyut jantung.

Ada penelitian dilakukan pada atlet yaitu pengukuran kadar Urea dan Kreatin

Kinase serum untuk mendeteksi keadaan overtraining secara dini. Namun hasil

yang didapat sangat bervariasi sehingga sulit untuk diinterpretasikan.

Ada penelitian yang menyatakan bahwa terjadi perubahan parameter

metabolik dalam 4 minggu pada overtraining yaitu : penurunan kadal LDL dan

VDRL, kadar hemoglobin, katekolamin. Laktat, glucose, glycerol, asam lemak

bebas, albumin, leukosit, ammonia, sedangkan HDL, urea, creatinine, asam urat,

Page 30: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

16

GOT, GPT, Gamma-GT, elektrolit serum tidak berubah, dan terjadi peningkatan

kadar CPK. Radikal bebas akan meningkat sebagai akibat dari overtraining

(Petibois dkk, 2000).

Meningkatnya metabolisme aerobik selama pelatihan berpotensi

mengakibatkan stres oksidatif. Terjadi peningkatan malondialdehyde-like

substances dan lipid hydroperoxides dalam plasma setelah pelatihan berat akut.

Suplementasi asam askorbat mencegah stres oksidatif yang disebabkan oleh

pelatihan (Leeuwenburgh dan Heinecke, 2001).

Beberapa mekanisme terjadinya kerusakan otot pada overtraining,

menurut beberapa ahli akan dijelaskan berikut ini. Penggunaan otot yang

berlebihan atau cidera otot dapat mengakibatkan respon peradangan (inflamasi)

di mana terjadi invasi neutrofil yang diikuti dengan makrofag. Proses inflamasi

ini terjadi juga pada mekanisme perbaikan, regenerasi dan pertumbuhan otot yang

menyebabkan aktivasi dan proliferasi dari sel satelit, diikuti dengan diferensiasi

akhir. Akhir-akhir ini mulai dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan

antara fungsi sel inflamasi dan kerusakan otot dan perbaikan otot dengan

menggunakan tikus, hilangnya antibodi dari kumpulan sel inflamasi spesifik, atau

terjadinya inflamasi pada otot setelah cidera. Penelitian ini menunjukkan

gambaran yang rumit di mana sel inflamasi menyebabkan cidera dan juga

perbaikan otot, melalui aksi gabungan dari radikal bebas, faktor pertumbuhan dan

kemokin. Ada penelitian menunjukkan peran dari neutrofil dalam menyebabkan

kerusakan otot segera setelah terjadi cidera otot (Tidball, 2005).

Makrofag juga dapat menyebabkan kerusakan otot pada percobaan in

vivo dan in vitro dengan melepaskan radikal bebas, walaupun ada beberapa

Page 31: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

17

penelitian lain yang menunjukan bahwa makrofag juga berperan dalam perbaikan

dan regenerasi otot melalui faktor pertumbuhan dan penanda cytokine-mediated.

Namun, peranan makrofag pada regenerasi otot masih belum terbukti, sel lain di

otot juga memproduksi faktor regerasi potensial. Pada penelitian yang lebih lanjut

menunjukkan bahwa sel otot dapat melepaskan faktor regulasi positif dan negatif

terhadap invasi sel inflamasi, yang berperan aktif dalam proses inflamasi. Nitric

oxide yang berasal dari otot dapat menghambat invasi sel inflamasi ke otot yang

sehat dan melindungi otot dari kerusakan akibat invasi sel inflamasi secara ini

vivo dan in vitro (Tidball, 2005).

Clarkson dan Hubal (2002), menyatakan bahwa kerusakan otot karena

olah raga pada manusia sering timbul setelah melakukan olah raga yang

berlebihan atau pertama kali melakukan olah raga, terutama olah raga yang

melibatkan kontraksi otot eksentrik dalam jumlah besar. Penilaian langsung

terhadap kerusakan otot karena olah raga meliputi gangguan sel dan subselular,

terutama alur Z-line.

Tanda-tanda kerusakan otot setelah berolah raga secara tidak langsung

dapat dilihat dari peningkatan intensitas signal T2 pada teknologi magnetic

resonance imaging, meningkatnya tanda-tanda inflamasi pada otot yang cidera

dan pada darah, meningkatnya protein otot pada darah dan nyeri otot. Walaupun

mekanisme yang pasti terjadinya hal tersebut belum jelas, pada awal cidera akan

menyebabkan pemutusan serat otot, dan kerusakan tersebut terjadi bersamaan

dengan proses inflamasi dan terjadi perubahan kekuatan kontraksi dan eksitasi

dari otot tersebut. Dengan pelatihan yang baik pada otot maka akan terjadi

adaptasi pada otot tersebut. Walaupun ada beberapa teori yang mencoba

Page 32: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

18

menjelaskan efek berulang dari pelatihan, yaitu pengaruhnya pada pembentukan

motor unit, peningkatan jumlah sarkomer, berkurangnya respon inflamasi, dan

berkurangnya serat otot yang peka terhadap stres, namun tidak ada suatu

kesepakatan apa penyebab pasti (Pidcock, 2003).

Pelatihan pada otot yang lelah akan merusak otot tersebut. Ini terlihat saat

dilakukan pemeriksaan otot yang diambil pada atlet dengan mikroskop. Telah

banyak penelitian yang melakukan biopsi jaringan otot dari atlet yang melakukan

pelatihan endurans. Ditemukan terjadinya deteriorisasi dan degenerasi dari

struktur di dalam sel otot, bersamaan dengan ditemukannya peradangan

signifikan pada sel otot tersebut. Terjadinya peningkatan pembengkakan jaringan

pengikat dan degenerasi dari serat otot pada atlet setelah berlari. Jenis kerusakan

otot ini tidak selalu diikuti dengan rasa nyeri, tidak seperti kerusakan lainnya,

yang muncul setelah latihan eksentrik. Aktivitas eksentrik adalah di mana otot

berkontraksi ketika dilakukan peregangan secara berulang. Contohnya yaitu pada

kegiatan lari menuruni tebing. Beban gravitasi meregangkan otot paha dan pada

saat bersamaan otot paha juga berkontraksi saat berlari (Pidcock, 2003).

Pelatihan yang lama dan pelatihan eksentrik mewakili dua mekanisme

berbeda terhadap kerusakan otot, keduanya menunjukkan hasil akhir yang sama.

Kerusakan otot karena pelatihan eksentrik dikarenakan mekanisme mekanik.

Tekanan tinggi yang terbentuk pada serat otot tunggal selama pemanjangan otot

akan menyebabkan kerusakan. Kekurangan glikogen mungkin tidak penting pada

cidera yang disebabkan pelatihan eksentrik. Tetapi beberapa ahli percaya bahwa

dengan menyediakan glikogen kembali setelah jenis pelatihan tersebut dapat

mempercepat proses perbaikan. Sebagai pembanding, pelatihan yang lama

Page 33: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

19

berhubungan dengan tidak cukupnya cadangan glikogen otot, yang

mengakibatkan menurunnya produksi energi. Stres yang terjadi pada otot karena

berusaha mempertahankan gerakan yang tetap, di mana tidak diikuti dengan

bahan penghasil tenaga yang cukup, diyakini berperan dalam menyebabkan

kerusakan otot. Glikogen, setelah dipecah menjadi glukosa, dapat digunakan

untuk membuat ATP (Pidcock, 2003).

Olahraga yang baru pertama dilakukan dapat menyebabkan kerusakan

otot sementara yang dapat diperbaiki. Setelah olah raga endurans yang

melelahkan, kerusakan otot dapat terjadi karena gangguan metabolism yang

disebabkan oleh iskemia. Robeknya otot yang luas juga dapat muncul setelah

pelatihan eksentrik dalam jangka waktu pendek jika digunakan tenaga yang besar

dan memaksa. Pada pemeriksaan biopsi yang dilakukan setelah otot melakukan

gerakan eksentrik berulang terlihat adanya pelebaran dan robeknya Z-disc pada

otot. Otot yang mengalami tekanan eksentrik akan mengalami nyeri,

berkurangnya kekuatan, dan menunjukan pelepasan protein otot ke sirkulasi.

Creatinin Kinase ditemukan hanya pada jaringan otot, maka CK sering

digunakan sebagai petanda kerusakan otot pada plasma. Selain itu kerusakan

akan terus terjadi pada masa setelah berolahraga sebelum terjadinya perbaikan

jaringan. Akan tetapi, penjelasan terhadap mekanisme tentang kerusakan otot

karena olahraga dan perbaikan otot belum diketahui pasti. Banyak faktor yang

mempengaruhi kerusakan dan proses perbaikan otot seperti calcium, lisosom,

jaringan sekitar, radikal bebas, sumber energi dan protein sel otot dan serat otot.

Dari banyak faktor tersebut yang banyak mempengaruhi kerusakan dan proses

perbaikan otot adalah Calcium, lisosom, jaringan pengikat, radikal bebas, sumber

Page 34: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

20

energi, sel otot dan protein miofibril. Akan terjadi adaptasi fisik yang terlihat

pada berkurangnya tanda-tanda kerusakan yang terjadi setelah pelatihan berulang.

Akhir-akhir ini beberapa peneliti memperkirakan bahwa efek buruk dapat

dicegah saat dilakukan pelatihan awal. Pada saat dilakukan pelatihan kedua 1

sampai 6 minggu setelah pelatihan awal, terjadi penurunan kerusakan morfologi

dan terjadinya penurunan peningkatan Creatine Kinase plasma. Beberapa

hipotesis menjelaskan perubahan yang terjadi akibat pelatihan berulang dan

pelatihan cepat. Serat otot yang peka terhadap stres dapat dihilangkan atau

beberapa area di serat otot akan mengalami nekrosis dan regenerasi. Serat yang

beregenerasi tersebut beserta adaptasi jaringan pengikat, akan lebih tahan dengan

beban pelatihan yang selanjutnya (Ebbeling, 2003).

Grobler dkk (2004a), membuktikan bahwa pelatihan endurans yang lama

dan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan otot dan mengganggu fungsi

otot sementara. Walaupun otot mempunyai kapasitas perbaikan dan adaptasi yang

mengagumkan, namun tetap terbatas, dan menyebabkan terjadinya akumulasi

dari kerusakan otot kronik. Pada penelitian kasus terlihat adanya hubungan

antara pelatihan intensitas tinggi dengan waktu lama menimbulkan intoleransi

terhadap pelatihan dan menyebabkan kelainan otot kronik.

Pada penelitian tersebut, terlihat bahwa terjadi perubahan struktur

histologis pada otot yang mengalamai overtraining yaitu dengan gambaran

berupa adanya nukleus interna, berubahnya ukuran sel otot, gambaran nekrosis

atau peradangan, dan agregasi mitokondria subsarcolema. Semua itu merupakan

tanda khas dari kerusakan struktur otot.

Page 35: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

21

Gambar berikut menunjukan gambaran histopatologis pada biopsi otot

vastus lateralis atlet yang melakukan pelatihan endurans berat pada penelitian

Grobler dkk (2004a).

Gambar 2.4. Perubahan struktur histologis pada otot yang mengalamai

overtraining

Pada gambar 2.4. Dengan micrograf sinar terlihat kelainan struktural otot

yang khas. (a) sample control (dengan pewarnaan Haematoxylin dan eosin, 640);

(b) adanya sel inti interna yang ditunjukan oleh tanda panah (dengan pewarnaan

Haematoxylin dan Eosin, 640); (c) adanya perubahan ukuran serat otot yang

ditunjukan dengan tanda bintang (dengan pewarnaan Haematoxylin dan eosin,

640); (d) sel nekrosis yang ditunjukan oleh panah (dengan pengecatan

Haematoxylin dan eosin, 640); (e) sampel kontrol dengan tanda panah

menunjukan agregasi mitokondria subsarcolemmal minimal (dengan pewarnaan

NADH-tetrazolim reduktase, 640); (f) agregasi mitokondria subsarcolema yang

di tandai oleh panah (dengan pewarnaan NADH-tetrazolim reduktase, 640)

(Grobler dkk, 2004a).

Page 36: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

22

Penelitian tersebut membandingkan kelainan otot pada atlet dengan

intoleransi pelatihan didapat dan kontrol atlet yang tidak mempunyai gejala yang

melakukan pelatihan endurans selama bertahun-tahun pada kelompok umur yang

sama. Temuan utama yang terpenting adalah ada banyak atlet dengan intoleransi

pelatihan didapat yang menunjukan perubahan struktural (adanya inti interna dan

perubahan ukuran serat otot) dan ultrastruktural (Z disc streaming) dari otot

dibanding pada kelompok kontrol (Grobler dkk, 2004b).

Serat otot pada orang yang aktif fisik, sehat umumnya mempunyai bentuk

dan ukuran yang serupa, dan inti sel otot umumnya berada pada tepi sel otot.

Walaupun ada beberapa variasi normal pada ukuran serat otot, meningkatnya

serat otot atropi yang biasanya berhubungan dengan degenerasi otot. Adanya inti

sel interna yang lebih dari 3% termasuk abnormal dan biasanya berhubungan

dengan degenerasi otot dan regenerasi (Grobler dkk, 2004b).

Penanganan overtraining yaitu:

- Istirahat dengan pelatihan ringan teratur. Lima minggu beristirahat akan

memperbaiki kondisi fisik dan mental. Ada bukti-bukti yang

menunjukkan bahwa pelatihan dengan intensitas rendah akan

mempercepat pemulihan. Karena itu perlu dilakukan pelatihan aerobik

ringan selama beberapa menit tiap hari dan secara perlahan ditingkatkan

selama berminggu-minggu. Sebaiknya dipilih jenis pelatihan yang

berbeda dengan biasanya untuk menghindari kecenderungan untuk

menyamai intensitas yang sama pada pelatihan yang sama (cross

training). Peningkatan pelatihannya tergantung dari gambaran klinis dan

tingkat perbaikan yang terlihat, umumnya memerlukan waktu 6 – 12

Page 37: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

23

minggu. Banyak yang melakukan kesalahan dengan tetap melakukan

pelatihan seperti biasanya, akan mengalami kelelahan yang berat

kemudian terjadi pemulihan tidak sempurna dan kembali ke kondisi

overtraining lagi.

- mengurangi intensitas dan volume pelatihan

- terapi pemijatan

- Hidroterapi

- pemijatan sendiri

- terapi suhu (mandi dengan es dan air hangat).Terapi ini menggunakan

reaksi tubuh terhadap rangsangan panas dan dingin yang akan diteruskan

oleh sistem saraf ke bagian kulit yang lebih dalam, yang kemudian akan

menstimulasi sistem imun, memperbaiki sirkulasi dan pencernaan dan

mempengaruhi produksi hormon stres, meningkatkan aliran darah dan

mengurangi kepekaan terhadap rasa sakit.

- perbaikan nutrisi

- pemakaian vitamin dan suplementasi, walaupun belum banyak didukung

oleh penelitian ilmiah

2.2. Stres Oksidatif dan Anti Oksidan

Stres Oksidatif adalah keadaan patologis yang disebabkan oleh kerusakan

sel dan jaringan didalam tubuh karena peningkatan jumlah radikal bebas yang

tidak normal. Stres oksidatif merupakan akibat langsung dari peningkatan radikal

bebas dan atau menurunnya aktifitas fisiologi antioksidan dalam melawan radikal

bebas.

Page 38: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

24

satusio

Gambar 2.5. SkemaTerganggunya keseimbangan Species Reaktif dan

Antioksidan

Radikal bebas merupakan atom tunggal atau berkelompok yang

sedikitnya mempunyai satu orbit terluar yang mempunyai satu elektron tunggal

(tidak berpasangan) di mana seharusnya mempunyai elektron berpasangan.

Antioksidan adalah unsur kimia atau biologi yang dapat menetralisasi

potensi kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas tadi. Beberapa antioksidan

endogen (seperti enzim superoxide-dismutase dan katalase) dihasilkan oleh

tubuh, sedangkan yang lain seperti vitamin C dan E merupakan antioksidan

eksogen yang harus didapat dari luar tubuh seperti buah-buahan dan sayur-

sayuran (Iorio, 2007).

Apakah suplementasi antioksidan perlu bagi individu yang melakukan

pelatihan teratur ? Alasan ini muncul karena terjadi peningkatan radikal bebas

Radiasi, obat, logam berat, rokok, alcohol, polusi, overtraining, kurang

aktivitas, penyakit infeksi dan penyakit lainnya

Menurunnya asupan, sintesis dan/atau

menurunnya kemampuan

menggunakan antioksidan

Spesies Reaktif meningkat

Antioksidan menurun

Kerusakan sel Kerusakan Jaringan

Kerusakan organ Kerusakan sistemik

Penyakit Kardiovaskular

Dementia Parkinsonism

Penuaan Dini

Peradangan, kanker

Penyakit lain

Page 39: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

25

selama pelatihan. Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu electron

tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Selama metabolism oksidatif, banyak

oksigen yang dikonsumsi akan terikat pada hydrogen selama fosforilasi oksidatif,

kemudian membentuk air. Akan tetapi, diperkirakan bahwa 4-5% oksigen yang

dikonsumsi saat bernapas tidak diubah menjadi air, tetapi akan membentuk

radikal bebas. Maka, konsumsi oksigen akan meningkat selama pelatihan, juga

akan terjadi peningkatan produksi radikal bebas dan peroksidasi lipid, yang

kemudian radikal bebas tadi akan menimbulkan respon inflamasi dan

menyebabkan kerusakan otot setelah pelatihan. Tubuh mempunyai sistem

pertahanan antioksidan yang tergantung dari asupan vitamin, antioksidan dan

mineral dan produksi antioksidan endogen seperti glutation. Vitamin C dan E dan

beta karoten adalah antioksidan dan vitamin utama. Tidak diketahui pasti apakah

sistem pertahanan antioksidan natural tubuh cukup untuk melawan peningkatan

radikal bebas saat pelatihan ataukah perlu suplementasi tambahan (Clarkson dan

Thompson, 2000).

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFAs) banyak terdapat di

membrane sel dan pada low-density-lipoprotein (LDL). Radikal bebas lebih

sering mengambil elektron dari selaput lemak dari sel, yang disebut dengan lipid

peroksidasi. ROS mengarahkan ikatan karbon ganda pada PUFAs. Ikatan ganda

karbon tersebut akan melemahkan ikatan carbon – hydrogen sehingga

mempermudah pengambilan hydrogen oleh radikal bebas. Radikal bebas akan

mengambil elektron tunggal dari hydrogen yang berikatan dengan karbon pada

ikatan ganda. Akibatnya, akan ada karbon yang tidak berpasangan dan menjadi

radikal bebas. Dalam upaya menstabilkan radikal bebas dengan pusat karbon

Page 40: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

26

maka terbentuk molekul pengatur. Molekul pengatur tersebut dikenal dengan

conjugated diene (CD). CD ini dengan mudah akan beraksi dengan oksigen

untuk membentuk radikal proxy. Radikal proxy ini akan mengambil elektron dari

molekul lipid lainnya dalam prosel propagasi sel. Proses ini berkelanjutan dalam

suatu rantai reaksi. (Eritsland, 2000).

Ada banyak jenis radikal bebas di dalam tubuh antara lain adalah radikal

bebas dengan pusat gugus oksigen atau ROS. ROS yang paling umum adalah :

anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH), oksigen tunggal (1O2) dan

hydrogen peroksida (H2O2). Anion superoksida terbentuk ketika oksigen

membutuhkan tambahan elektron, meninggalkan molekul yang tidak

berpasangan. Di dalam mitokondria O2- terus dibentuk. Tingkat

pembentukkannya tergantung dari jumlah oksigen yang mengalir melalui

mitokondria pada waktu tersebut. Radikal hidroksil mempunyai waktu hidup

singkat, tetapi merupakan radikal yang paling merusak dalam tubuh. Jenis radikal

ini dibentuk dari O2- dan H2O2 melalui reaksi Harber-Weiss. Interaksi antara

tembaga dan besi dan H2O2 juga memproduksi OH. Reaksi ini secara signifikan

ditemukan di dalam tubuh dan dapat berinteraksi dengan mudah. Hidrogen

peroksida diproduksi secara in vivo oleh banyak reaksi. Hidrogen peroksida

merupakan unsur yang unik karena dapat berubah menjadi radikal hidroksil yang

sangat merusak atau dapat juga dikeluarkan sebagai air yang tidak berbahaya.

Gluthation peroksidase merupakan faktor penting untung mengubah glutation

menjadi glutation oksida, pada saat H2O2 diubah menjadi air. Jika H2O2 tidak

diubah menjadi air, 1O2 akan dibentuk. Oksigen tunggal bukanlah radikal bebas,

tetapi dapat dibentuk selama reaksi radikal dan juga dapat menyebabkan reaksi

Page 41: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

27

lebih lanjut. Oksigen tunggal melawan hukum Hund di mana pengisian elektron

pada elektron yang mempunyai gugus delapan terluar yang berpasangan akan

meninggalkan satu orbit kosong yang mempunyai energi sama. Ketika oksigen

yang bertenaga menempel pada orbit yang kosong tadi akan menyebabkan

elektron yang tidak berpasangan. Kemudian oksigen tunggal dapat mentransfer

energi ke molekul yang baru dan berperan sebagai katalis pada pembentukan

radikal bebas. Molekul tersebut juga bisa berinteraksi dengan molekul lain dan

mengakibatkan pembentukan radikal bebas baru (Kehrer, 2000).

Radikal bebas mempunya waktu paruh hidup yang singkat, yang

membuat mereka sulit untuk diukur di laboratorium. Banyak metode pengukuran

yang tersedia sekarang ini, tiap pengukuran mempunyai keunggulan dan

keterbatasan. Radikal bebas dapat diukur dengan menggunakan Electron

Paramagnetic (Spin) Resonance Spectroscopy (EPR/ESR) dan Spin Trapping

Method. Kedua metode sangat memuaskan dan bahkan dapat menangkap

radikal bebas dengan waktu paruh hidup terpendek (Rokyta dkk, 2004).

Pada keadaan normal (saat istirahat) sistem pertahanan antioksidan di

dalam tubuh dapat secara mudah mengatasi radikal bebas yang terbentuk. Selama

waktu terjadi peningkatan pemakaian oksigen (contohnya saat pelatihan)

produksi radikal bebas dapat berlebihan dan menyebabkan terjadinya peroksidasi

lipid. Radikal bebas diyakini berperan menyebabkan penyakit kardiovaskular,

kanker, Penyakit Alzheimer dan Parkinson (Capelli dan Cysewski, 2006).

Pemakaian oksigen meningkat banyak selama pelatihan, di mana

menyebabkan peningkatan terbentuknya radikal bebas. Tubuh akan melawan

peiningkatan radikal bebas tersebut dengan sistem pertahanan antioksidan. Ketika

Page 42: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

28

produksi radikal bebas melebihi kemampuan mengatasinya maka kerusakan

oksidatif akan terbentuk. Radikal bebas yang terbentuk selama pelatihan kronik

dapat melebihi kapasitas proteksi sistem antioksidan, akan membuat imunitas

terhadap penyakit menurun dan cidera. Karena itu dibutuhkan suplementasi

antioksidan.

Radikal bebas menyerang membran dan merusak sel di mana dibutuhkan

sistem kekebalan untuk melawannya. Jika pembentukan radikal bebas dan

penyerangannya tidak dikendalikan di dalam otot selama pelatihan, maka otot

dalam jumlah besar dapat dengan mudah menjadi rusak. Kerusakan otot dapat

mempengaruhi performa dikarenakan terjadinya kelelahan. Salah satu langkah

pertama dalam pemulihan kerusakan otot yang disebabkan pelatihan adalah

dengan respon anti inflamasi dari daerah otot yang rusak. Radikal bebas sering

berhubungan dengan respon inflamasi dan diperkirakan terjadi paling banyak 24

jam setelah selesai melakukan pelatihan berat. Jika teori ini benar maka

antioksidan berperanan besar dalam mencegah kerusakan tersebut. Ada penelitian

yang mengungkap semakin banyak aktivitas fisik berhubungan dengan

menurunnya peningkatan kejadian peradangan pada orang dewasa sehat berumur

diatas 40 tahun di Amerika. Hasil menunjukan hubungan antara aktivitas fisik

dan menurunnya resiku penyakit jantung coroner yang diakibatkan oleh efek anti

peradangan yang terbentuk saat aktivitas fisik (Abramson dan Vaccarino, 2002 ).

Radikal bebas secara alami dibentuk oleh sistem di dalam tubuh dan

mempunyai efek yang menguntungkan yang tidak disadari. Sistem kekebalan

merupakan sistem utama tubuh yang menggunakan radikal bebas. Serangan

benda asing ataupun kerusakan jaringan yang ditandai dengan radikal bebas oleh

Page 43: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

29

sistem kekebalan. Hal tersebut menunjukkan jaringan mana yang perlu

dikeluarkan dari tubuh. Karena itulah kebutuhan suplementasi antioksidan

dipertanyakan, kemungkinan suplementasi akan menurunkan efektivitas dari

kekebalan tubuh, namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk itu.

Antioksidan bekerja dengan melindungi lipid dari proses peroksidasi oleh

radikal bebas. Ketika radikal bebas mendapat elektron dari antioksidan, maka

radikal bebas tersebut tidak ladi perlu menyerang sel dan reaksi rantai oksidasi

akan terputus. Setelah memberikan elektron, antioksidan menjadi radikal bebas

secara definisi. Antioksidan pada keadaan ini tidak berbahaya karena mereka

mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan elektron tanpa menjadi

reaktif. Tubuh manusia mempunya pertahanan sistem antioksidan. Antioksidan

yang dibentuk di dalam tubuh dan juga didapat dari makanan seperti buah-

buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, daging dan minyak. Ada

dua garis pertahanan antioksidan di dalam sel. Garis pertahanan pertama, terdapat

di membrane sel larut lemak yang mengandung vitamin E, beta karoten dan

koensim Q (10). (Clarkson dan Thompson, 2000).

Tubuh dalam keadaan normal akan memproduksi radikal bebas yang

berhubungan dengan metabolism sel fisiologis. Contohnya, sintesis beberapa

hormon akan menghasilkan radikal bebas, juga lekosit polimorfonukleus akan

membentuk radikal bebas untuk membunuh bakteri yang membantu tubuh

memerangi infeksi. Radikal bebas yang lain, seperti Nitric Oxide (NO)

merupakan dasar homeostasis di dalam tubuh, karena NO berperan penting,

termasuk menjaga tonus vaskular, agregasi platelet, adhesi sel, dan lain-lain.

Adapun hal yang diyakini menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas

Page 44: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

30

berasal dari berbagai sumber seperti kegiatan fisik, kimiawi dan alam. Faktor

alam yang menyebabkan peningkatan radikal bebas adalah polusi, radiasi, faktor

fisik adalah kehamilan, overtraining, gaya hidup yaitu merokok, minum alkohol,

makanan buruk, kurang berolahraga, efek psikologis seperti stres, emosi,

berbagai penyakit, faktor lain seperti obat-obatan, terapi radiasi (Iorio, 2007).

Pada keadaan sehat, tubuh dapat mencegah terbentuknya radikal bebas

karena system pertahanan natural antioksidan tubuh, yang mempunyai

kemampuan melawan aksi oksidan dari radikal bebas. Menurunnya efektivitas

system tersebut menyebabkan defisiensi absolut atau relatif kadar antioksidan di

dalam tubuh (Iorio, 2007).

Radikal bebas berpotensi bahaya karena cenderung mengisi orbit externa

yang tunggal dengan elektron lain. Adanya dua elektron pada orbit yang sama

merupakan kondisi energi yang stabil secara maksimal. Karena itu, ketika radikal

bebas dekat dengan target molekul, yang mempunyai satu atau lebih elektron,

seperti molekul dari asam lemak tidak jenuh (seperti asam arachinoid), radikal

bebas tersebut akan segera menarik keluar elektron dari target molekul tadi.

Karena efek aksi oksidan ini, radikal bebas tersebut akan kehilangan potensi

berbahayanya, sedangkan molekul baru yang terbentuk akan dirusak dan menjadi

radikal bebas yang baru, di mana bila tidak tersedia antioksidan, reaksi yang

sama akan terjadi pada molekul lain seperti pada karbohidrat, lipid, asam amino,

peptide, protein, nukleotid, asam nukleat dan lain-lain (Iorio, 2007).

Mekanisme yang paling umum terjadi di mana radikal bebas dapat

melawan pertahanan antioksidan, radikal bebas tersebut akan menyerang

komponen biokimia di dalam tubuh dan membentuk hydroperoksida. Dalam

Page 45: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

31

bentuk patofisiologi tersebut sel akan mulai memproduksi radikal bebas dalam

jumlah banyak, dikarenakan stres eksogen (unsur kimia fisik dan biologi)

dan/atau aktivitas metaboliknya (khususnya pada membrane plasma,

mitokondria, retikulum endoplasma, dan sitosol), yang diantaranya terdapat

radikal hidroksil (HOH) yang berbahaya, merupakan salah satu reactive oxygen

species (ROS) yang paling berbahaya. Radikal hidroksil dapat menyerang setiap

macam molekul (termasuk karbohidrat, lemak, asam amino, peptide, protein,

nukleotid, asam nukleat dan lain-lain). Akibat dari proses ini, setiap molekul akan

kehilangan satu elektron dan kemudian menjadi radikal. Setelah itu akan mulai

terjadi reaksi rantai radikal, dikarenakan adanya molekul oksigen (melalui

pernapasan), dan terbentuknya hidroperoksida (ROOH), sejenis Reactive Oxygen

Metabolites (ROMs). Walaupun Hidroperoksida termasuk jenis kimia yang relatif

stabil, mereka juga berpotensi membentuk radikal bebas lagi dan dapat

mengoksidasi target molekul yang lain. Setelah itu sel akan menarik keluar

hidroperoksida di lingkungan eksternal seperti di matriks ekstraselular dan

akhirnya di cairan ekstraselular, termasuk darah, cairan cerebro-spinal, cairan

pleura dan lain-lain. Terbukti bahwa hidroperoksida bukan hanya penyebab atau

tanda dari stres oksidatif (karena berasal dari sel) tetapi juga berpotensi

menyebabkan kerusakan awal pada seluruh bagian tubuh (karena kemampuannya

bersirkkulasi di cairan extraseluler) (Iorio, 2007).

Pelatihan fisik yang berat atau pelatihan yang tidak biasa akan

menyebabkan cidera pada otot, pelepasan protein otot dan nyeri otot. Mekanisme

terjadinya penundaan kerusakan otot setelah pelatihan fisik berat tidak

sepenuhnya dimengerti, tetapi diperkirakan terjadinya cidera yang tertunda

Page 46: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

32

karena berhubungan dengan reaksi peradangan yang dipicu oleh infiltrasi fagosit

yang disebabkan oleh stres mekanik yang berlebihan, terjadi peningkatan

konsentrasi ion calcium intraseluler, dan stres oksidatif. Ada beberapa laporan

mengenai apakah antioksidan dapat menurunkan kerusakan otot karena

ditemukan peningkatan produk oksidatif secara signifikan pada otot yang

mengalami pelatihan dan pada darah setelah pelatihan yang juga sebanding

dengan parameter lain dari penundaan kerusakan otot (Wataru dkk, 2006).

Cidera oksidatif setelah pelatihan dapat dicegah dengan asupan

antioksidan seperti vitamin C dan E, karotinoid, atau polifenols, tidak hanya

selama pelatihan, juga sehari-hari. Sebaliknya, ada beberapa peneliti menunjukan

antioksidan tidak mempengaruhi kerusakan otot dan respon peradangan yang

disebabkan oleh pelatihan sangat berat. Salah satu kemungkinan penyebab hasil

yang berbeda adalah karena efek antioksidan sepertinya berbeda pada kondisi

pelatihan seperti intensitas dari stres mekanik dan asupan oksigen.

ROS (Reactive Oxygen Species) mungkin berhubungan dengan pemicu

kerusakan otot. ROS terbentuk dari mitokondria dan endothel saat pelatihan

melalui peningkatan pemakaian oksigen dari miosit dan proses iskemik reperfusi,

yang menyebabkan invasi dari fagosit ke dalam otot setelah pelatihan melalui

jalur peradangan redox-sensitif. Karena itu respon peradangan dapat dihambat

jika produksi ROS selama pelatihan ditekan karena besarnya peran ROS sebagai

pemicu kerusakan otot seperti pada pelatihan endurans yang lama bukan pada

pelatihan resistensi. Sebaiknya mengkonsumsi beberapa antioksidan berbeda

pada saat yang sama karena perbedaan unsur yang memberikan efek antioksidan,

Page 47: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

33

seperti larut air atau larut lemak, dan mereka dapat saling menyediakan elektron

untuk mencegah terjadinya keadaan pro oksidan (Wataru dkk, 2006).

ROS berperan penting dalam terjadinya kerusakan otot karena pelatihan

dan respon inflamasi otot akut. Radikal oksigen dibentuk melalui peningkatan

neutrofil karena pernapasan yang penting dalam membersihkan jaringan otot

yang rusak diakibatkan pelatihan dan mungkin juga berperan dalam terjadinya

kerusakan lebih lanjut. Banyak olahragawan yang tertarik untuk menkonsumsi

antioksidan untuk mengurangi respon peradangan dan penurunan fungsi optimal

otot setelah pelatihan. Walaupun antioksidan mempunyai potensi mengurangi

stres oksidatif otot selama masa setelah pelatihan, namun bukti-bukti untuk

menunjang peran tersebut masih sangat terbatas. Sepertinya pelatihan dalam

jangka waktu pendek dapat melindungi otot dari kerusakan akibat pelatihan dan

peradangan tanpa perlu meningkatkan status antioksidan. Walaupun status

antioksidan otot dapat ditingkatkan dengan pelatihan yang lebih lama, diet,

ataupun asupan antioksidan, bukti bahwa antioksidan mengurangi kerusakan otot

selama fase peradangan akut perlu diteliti lebih lanjut.

Pelatihan meningkatkan radikal bebas, yang secara alami akan merusak

jaringan. Beberapa peneliti mempunyai teori bahwa kerusakan tersebut berperan

menyebabkan nyeri otot dan mungkin kerusakan otot, yang terjadi saat pelatihan

berat.

Berdasarkan teori ini, tetapi dengan bukti terbatas, beberapa antioksidan

digunakan untuk mencegah nyeri dan kerusakan otot pada atlet, antara lain:

- astaxanthin dengan lycopene

- beta-caroten

Page 48: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

34

- jus cheri

- Coenzim Q10

- Oligomeric proanthocyanidins (OPCs)

- Selenium

- Vitamin C

- Vitamin E (Bloomer dkk, 2005).

Untuk menyakini bahwa diet kita mengurangi kelelahan otot, kerusakan

otot berbeda dapat dikurangi dengan nutrisi tertentu. Proses penggunaan oksigen

untuk menghasilkan energi berpotensi menimbulkan efek samping buruk.

Membran sel darah merah dan sel otot sangat rentan terhadap serangan radikal

bebas. Sel otot dapat menjadi bocor, atau bahkan robek dan terbuka. Jika ini

terjadi, enzim akan keluar dari dalam sel dan akan mempengaruhi kemampuan

otot untuk berkontraksi. Selain itu, membran yang rusak tadi akan menarik

neutrofil (jenis dari sel darah putih), dan membuat netrofil membentuk proses

peradangan local ( Pidcock, 2003).

Beberapa penelitian menunjukkan akut dari pelatihan yaitu menimbulkan

perubahan jumlah antioksidan didalam darah dan menunjukkan perubahan

indikator dari lipid peroksidasi secara tidak langsung, hal ini menunjukkan bahwa

terjadi stres oksidatif pada pelatihan. Karena pelatihan aerobik meningkatkan

konsumsi oksigen, banyak studi menggunkan pelatihan submaksimal yang lama.

Pelatihan tersebut akan menyebabkan kontraksi perpanjangan otot yang

menyebabkan kerusakan serat otot dan meningkatkan peroksidasi lipid pada

membran yang menyebabkan kerusakan angsung ataupun pembentukan radikal

Page 49: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

35

bebas yang berhubungan dengan invasi dari makrofag dan neutrofil (Clarkson

dan Thompson, 2000).

Pelatihan meningkatkan pembentukan reactive oxygen dan nitrogen

species (RONS) dan dengan adaptasi, dapat menurunkan kejadian penyakit yang

berhubungan dengan RONS. Pelatihan tunggal, tergantung intensitas dan

durasinya, dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, menurunkan angka

vitamin antioksidan, yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif sebagai tanda

dari adaptasi yang tidak sempurna. Peningkatan RONS dan kerusakan oksidarif

merupakan pemicu dari respon adaptasi spesifik, seperti stimulasi dari aktivasi

enzim antioksidan, dan meningkatkan perbaikan kerusakan oksidatif. Pelatihan

yang teratur meningkatkan kemampuan untuk membentuk kompensasi terhadap

stres oksidari, yang menyebabkan kompensasi berlebih melawan peningkatan

produksi RONS dan kerusakan oksidatif. Pelatihan teratur menyebabkan adaptasi

respon antioksidan dan sistem perbaikan, yang dapat menurunkan kerusakan

oksidatif dan meningkatkan pertahanan terhadap stres ( Radak dkk, 2001).

Banyak bukti menunjukan bahwa radikal bebas berperan penting sebagai

mediator dalam kerusakan otot dan peradangan setelah pelatihan berat. Telah

dirumuskan bahwa pembentukan radikal bebas oksigen meningkat selama

pelatihan dan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen mitokondria dan

transportasi elektron, memicu terjadinya peroksidasi lipid. Literatur menyatakan

bahwa diet antioksidan dapat menetralkan peroksida yang dibentuk selama

pelatihan, yang tadinya dapat mengakibatkan peroksidasi lipid, kini mampu

medaur ulang radikal peroksil sehingga mencegah kerusakan otot (Clarkson dan

Thompson, 2000).

Page 50: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

36

Pelatihan meningkatkan radikal oksigen pada manusia. Pada orang yang

tidak terlatih, usia lanjut, dan pada orang yang sistem antioksidannya tidak

mencukupi, tingkat peningkatan peroksidasi lipid karena produksi radikal oksigen

akan menyebabkan kerusakan otot. Banyak literatur menyatakan suplementasi

Vitamin E atau C tidak mempengaruhi performa pelatihan submaksimal,

kapasitas aerobik ataupun kekuatan otot. Akan tetapi, ada efek dari vitamin-

vitamin antioksidan ini yang belum terungkap, karena penelitian sebelumnya

mungkin tidak melakukan pemeriksaan yang memadai. Proteksi terhadap

pembentukan radikal oksigen dan peroksidasi lipid dipelajari pada orang yang

tidak terlatih yang melakukan pelatihan dan peningkatan respon fase akut

terhadap pelatihan eksentrik pada subyek lebih tua yang tidak terlatih

menunjukan bahwa vitamin E mungkin menguntungkan terhadap respon adaptasi

terhadap pelatihan. Selain itu, keuntungan positif terhadap kesehatan dari

pemakaian vitamin E dan C dapat memberi efek sinergis jika dilakukan

bersamaan dengan pelatihan teratur (William, 2000).

Enzim antioksidan endogen juga berperan sebagai pelindung pada proses

peroksidasi lipid. Penelitian (tikus dan manusia) menunjukkan peningkatan

malondialdehye (produk dari peroksidasi lipid) yang berarti setelah pelatihan

sampai kelelahan, and juga terjadi perubahan tingkat antioksidan dan aktivitas

enzim antioksidan di dalam plasma. Pada manusia dan tikus yang diperlakukan

pelatihan, aktivitas enzim antioksidan meningkat secara jelas. Pada kasus ini,

peningkatan stres oksidatif dipicu oleh pelatihan akan dipengaruhi oleh

meningkatnya aktivitas antioksidan, untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid.

Satu penelitian pada manusia mnunjukkan bahwa diet dengan asupan vitamin

Page 51: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

37

antioksidan menunjukkan efek yang bagus terhadap peroksidasi lipid setelah

pelatihan. Walaupun beberapa perbincangan mengenai hal tersebut masih terjadi,

pertanyaan apakah vitamin antioksidan dan enzim antioksidan berperan sebagai

pelindung terhadap kerusakan otot yang disebabkan karena pelatihan dapat

dijawab secara jelas. Penelitian pada manusia menunjukkan asupan vitamin

antioksidan dapat direkomendasikan kepada individu yang melakukan pelatihan

berat secara regular. Selain itu, orang yang melakukan pelatihan akan mendapat

manfaat baik dibanding dengan orang yang tidak berlatih, di mana hasil dari

pelatihan akan meningkatkan aktivitas dari sebagian besar enzim antioksidan dan

keseluruhan aktivitas antioksidan. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut dibutuhkan

untuk dapat memberikan informasi dan rekomendasi yang lebih spesifik

untuk hal tersebut (Clarkson dan Thompson,2000).

Sel tubuh terus memproduksi radikal bebas dan reactive oxigen species

(ROS) sebagai bagian dari proses metabolik. Radikal bebas ini akan dinetralisir

dengan sistema pertahanan atioksidan yang melibatkan enzim seperter katalase,

superoksida dismutase, glutatión peroksidase, dan sejumlah antioksidan non-

ensimatik, termasuk vitamin A, E, dan C, glutatión, ubikinon dan flavinoid. Olah

raga dapat mengakibatkan ketidak seimbangan antara ROS dan antioksidan, yang

disebut dengan stres oksidatif. Banyak diet antioksidan dipasarkan dan digunakan

oleh atlet untuk melawan stres oksidatif dari olah raga tersebut. Masih belum

jelas apakah pada pelatihan berat, kebutuhan akan tambahan antioksidan dalam

diet meningkat (Urso dan Clarkson, 2003).

Topik mengenai kerusakan otot yang disebabkan karena pelatihan banyak

menarik perhatian di tahun-tahun terakhir. Banyak dipelajari strategi untuk

Page 52: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

38

meminimalisasi cidera akibat pelatihan resistensi berat. Selama 15 tahun

terakhir, beberapa penelitian telah dilakukan yang berpusat pada peranan

suplementasi nutrisi untuk menurunkan gejala dan tanda cidera otot. Beberapa,

memperlihatkan hasil yang memuaskan, sedang banyak pula beberapa nutrien

yang dilaporkan tidak memberikan pengaruhnya. Karena temuan yang beragam

ini, maka rekomendasi penggunaan suplemantasi nutrisi yang bertujuan untuk

menurunkan cidera otot menjadi popular dikalangan media fitness dan dunia atlet

secara besar-besaran tanpa didasari oleh penelitian ilmiah. Nutrien tersebut

meliputi antioksidan Vitamin C (Asam askorbat) dan Vitamin E

(tocoferol), N-acetyl-cysteine, flavonoids, L-carnitin, astaxanthin, beta-hydroxy-

beta-methylbutyrate, creatine monohidrat, asam lemak esencial, asam amino,

bromelain, protein dan karbohidrat. Banyak perbincangan tentang artikel-artikel

mengenai pengaruh berbagai macam nutrien terhadap kerusakan otot karena

pelatihan resistan yang ada. Berdasarkan ilmu pengetahuan terkini, maka dapat

ditarik kesimpulan peranan suplementasi nutrisi dalam menurunkan gejala dan

tanda kerusakan otot yang timbul setelah pelatihan beban yang berat yaitu : (i)

berperan penting (Vitamin C, Vitamin E, Flavinoids dan L-carnitin); (ii) tidak

efektif menurunkan kerusakan otot, hanya menurunkan beberapa gejala dan

tanda; (iii) Sampai saat itu masih tidak jelas dosis optimal nutrisi tersebut

(apakah dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi); (iv) Masih tidak jelas

masa prapenanganan optimal ; (v) efektifitasnya sangat spesifik pada individu

yang melakukan pelatihan non beban. Karena penelitian yang masih sedikit, sulit

untuk merekomendasikan dengan yakin terhadap penggunaan nutrisi tertentu

Page 53: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

39

yang hanya bertujuan untuk meminimalisasi gejala dan tanda dari kerusakan otot

yang disebabkan oleh pelatihan beban (Bloomer, 2007).

2.3. Astaxanthin

Astaxanthin adalah antioksidan yang merupakan salah satu kelompok

pigmen natural dari karotenoid. Di alam karotenoid dihasilkan sebagian besar

oleh tanaman dan golongan mikroskopiknya yaitu mikroalgae. Astaxanthin

terbanyak dihasilkan oleh mikroalgae Haematococcus pluvialis. Sumber lain

adalah hasil fermentasi ragi merah muda Xanthophyllomyces dendrorhous atau

ekstrak dari produk pigmen seperti udang Antarctic krill (Euphausia superba).

Selain dari alam astaxanthin juga dapat dihasilkan sintetis kimia, dan banyak

digunakan sebagai makanan ikan. Astaxanthin memiliki molekul yang sama

dengan famili karotenoid beta-karoten, tetapi sangat berbeda pada struktur kimia

dan biologi. Astaxanthin menunjukkan potensi antioksidan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan beta-karoten pada penelitian di laboratorium (Cysewski dan

Lorenz, 2000).

Astaxanthin merupakan pigmen karotinoid merah yang ada pada banyak

mahluk hidup. Penelitian pada binatang menunjukan bahwa astaxanthin

mempunyai efek antioksidan yang dapat mencegah kerusakan otot karena

pelatihan, astaxanthin mengurangi kerusakan otot secara umum dan otot jantung

yang disebabkan oleh pelatihan, efek anti kanker, dan efek anti peradangan.

Astaxanthin juga mempunyai efek antidiabetik, meningkatkan daya tahan tubuh,

anti hipertensi dan neuroprotektif pada percobaan pada binatang (Heuer , 2007).

Struktur Kimia Astaxanthin :

Page 54: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

40

Gambar 2.6. Struktur kimia Astaxanthin

Astaxanthin mempunya dua gugus karbonil, 11 gugus ethyl ganda dan

dua gugus hidroksi yang memungkinkan terjadinya esterifikasi (Higuera-Ciapara

dkk, 2006).

Struktur molekul Astaxanthin menyebabkan aktivitas biologinya berbeda

dari antioksidan lain atau karotinoid. Astaxanthin termasuk dalam kelompok

karotinoid yang dikenal dengan xantofil, atau karotinoid teroksigenasi. Xantofil

merupakan puncak dari aktivitas piramid karotinoid dan Astaxanthin berada di

atas xantofil.

Struktur molekul Astaxanthin membuatnya menjadi antioksidan superior,

tetapi juga fungsinya yang melibatkan banyak mekanisme untuk melindung

membran sel, melindungi sistem kekebalan, dan melindungi dari proses

degenerasi secara umum. Struktur molekul astaxanthin menyerupai beta karoten,

walau mempunyai banyak kelebihan. Astaxanthin mempunyai 13 rantai ganda

terkonjugasi, yang menyebabkannya mempunyak kapasitas antioksidan lebih

baik dari pada beta karoten yang mempunya 11 rantai ganda.

Astaxanthin mempunya kelompok OXO pada 4 dan 4 posisi prime pada

lingkar cyclohexene yang kemudian juga secara signifikan meningkatkan

aktivitas antioksidannya. Akhirnya, Astaxanthin mempunya gugus hidroksil pada

Page 55: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

41

3 dan 3 posisi prime, yang membuat molekulnya sangat polar. Kombinasi dari

modifikasi tersebut secara dramatis meningkatkan aktivitas fungsi membran dan

aksi mekanisme lainnya untuk melindungi dari kondisi degeneratif, yang tidak

ditemukan pada antioksidan lain (Higuera-Ciapara dkk, 2006).

Astaxanthin menunjukan aktivitas antioksidan terkuat diantara karotinoid.

Astaxanthin mempunyai aktivitas penghilang oxygen tunggal yang sangat kuat

diantara antioksidan lain karena kestabilan molekulnya. Astaxanthin banyak

terdapat pada ikan, kerang-kerangan, crustacean, zoo dan phytoplankton, bakteri

dan lain-lain, terutama organisme laut (Hashimoto dkk, 2007).

Pada penelitian Malmsten dan Lignell (2008), didapatkan bahwa diet

tinggi kandungan astaxanthin meningkatkan kekuatan melakukan pelatihan

endurans. Penelitian tersebut dilakukan pada para siswa paramedik, di mana

kelompok yang diteliti diberikan capsul astaxanthin 4 mg sekali sehari dan

kelompok kontrol diberi placebo. Setelah 6 bulan, terjadi peningkatan

kemampuan lutut dalam melakukan gerakan jongkok pada kelompok yang

mendapat astaxanthin 3 kali lebih kuat dari pada kelompok kontrol. Namun tidak

ada parameter lain yang diteliti pada penelitian tersebut.

Aoi dkk (2003), melakukan penelitian tentang astaxanthin membatasi

terjadi kerusakan otot dan otot jantung yang dikarenakan pelatihan pada tikus.

Diet tinggi antioksidan akan menurunkan kerusakan oksidatif berbagai jaringan

pada pelatihan berat. Penelitian tersebut mengamati efek pemberian astaxanthin

terhadap kerusakan oksidatif yang terjadi pada otot paha dan otot jantung tikus

yang diakibatkan oleh pelatihan berat. Penelitian dilakukan selama 3 minggu

dengan membandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakukan,

Page 56: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

42

kelompok mendapat perlakuan pelatihan berat, dan kelompok mendapat

perlakuan pelatihan berat dan mendapat astaxanthin. Terjadinya peningkatan

Creatine Kinase dan aktivitas mieloperoksidase pada otot paha dan jantung yang

lebih rendah pada kelompok yang menggunakan Astaxanthin. Terlihat

astaxanthin menumpuk pada otot paha dan jantung setelah 3 minggu perlakuan.

Astaxanthin dapat menurunkan kerusakan pada otot dan jantung tikus yang

disebabkan oleh pelatihan berat dan termasuk infiltasi neutrophil yang dapat

menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan

3 kelompok yaitu kelompok kontrol di mana tikus tidak diberi perlakuan,

kelompok yang mendapat perlakuan pelatihan berlari pada kecepatan 28m/menit

sampai terjadi kelelahan, dan kelompok dengan perlakuan yang sama dan diberi

astaxanthin selama 3 minggu, didapatkan terjadi pada kelompok yang mendapat

perlakuan pelatihan berat terjadi peningkatan 4-hydroxy-2-nonenal-modified

protein and 8-hydroxy-2'-deoxyguanosine dan juga terjadi peningkatan aktifitas

creatin kinase plasma dan aktivitas myeloperoxidase pada otot gastrocnemius dan

jantung, dan pada kelompok yang diberikan astaxanthin terjadi penurunan efek

pelatihan berat tersebut. Terjadi penumpukan Astaxanthin pada otot jantung dan

gastrocnemius pada pemakaian selama 3 minggu. Astaxanthin menurunkan efek

kerusakan otot jantung dan otot gastrocnemius yang dikarenakan pelatihan berat.

Penelitian terkini dilakukan untuk menentukan efek astaxanthin terhadap

kapasitas endurans pada tikus laki-laki yang berumur 4 minggu. Astaxanthin

diberikan secara oral (dengan dosis 1,2 , 6 dan 30 mg/kg berat badan) dengan

intubasi lambung selama 5 minggu. Pada kelompok astaxanthin menunjukan

peningkatan waktu renang yang meningkat sebelum terjadinya kelelahan di

Page 57: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

43

banding kelompok kontrol. Kadar laktat darah pada kelompok astaxanthin lebih

rendah secara bermakna dibanding kelompok kontrol, Astaxanthin juga

menurunkan penumpukan lemak secara bermakna. Hasil tersebut mengarahkan

bahwa peningkatan kemampuan berenang dengan pemberian astaxanthin

disebabkan karena peningkatan penggunaan asam lemak sebagai sumber tenaga

(Ikeuchi dkk, 2006)

Penelitian terhadap efek astaxanthin pada tanda kerusakan otot pada

pelatihan resisten eksentrik dilakukan pada 20 orang yang melakukan pelatihan

beban sebanyak 10 set dengan 10 repetisi dengan beban 85% dari satu repetisi

maksimal. Hasil dari penelitian tersebut tidak menunjukan adanya perbedaan

kenyerian pada otot, kadar Creatine Kinase dan kemampuan otot yang diukur

pada kelompok pelatihan beban dan pelatihan beban dengan memakai astaxanthin

(Bloomer dkk, 2005).

Penelitian terhadap efek astaxanthin terhadap metabolisme lemak pada

pelatihan, pada tikus berumur 8 minggu yang dibagi menjadi 4 kelompok, tidak

mendapat perlakuan, perlakuan dengan pemberian astaxanthin, perlakukan

dengan pelatihan berlari, dan pelatihan berlari dengan pemberian astaxanthin.

Astaxanthin meningkatkan penggunaan lemak selama pelatihan dibanding

dengan tikus dengan diet normal dengan peningkatan masa berlari sampai terjadi

kelelahan. Terlihat bahwa pemberian astaxanthin menurunkan laju penumpukan

lemak tubuh dengan pelatihan. Hasil penelitian tersebut menunjukan astaxanthin

memicu metabolisme lemak dibanding penggunaan glukosa selama pelatihan

melalui aktivasi CPT 1, yang akan meningkatkan kemampuan endurans dan

penurunan jaringan lemak lebih efisien pada pelatihan (Aoi dkk, 2007).

Page 58: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

44

Karppi (2005), melakukan penelitian tentang efek suplementasi

astazanthin terhadap lipid peroksidase. Dilakukan pengamatan terhadap efek

penggunaan astaxanthin selama 3 bulan terhadap lipid peroksidase pada pria

berumur 19 – 33 tahun yang bukan perokok, juga diteliti penyerapan astaxanthin

dalam bentuk kapsul ke peredaran darah dan juga keamanan dari penggunaan

astaxanthin tersebut. Hasil penelitian menunjukan penyerapan astaxantin di usus

dalam bentuk kapsul adekuat dan ditoleransi dengan baik. Suplementasi

astaxanthin juga menurunkan oksidasi asam lemak secara in vivo pada pria sehat

(Karppi, 2005).

Asupan antioksidan berulang mungkin dapat mencegah katabolisme

musculoskeletal yang disebabkan karena kurangnya nutrisi tertentu, pelatihan

yang berlebihan, stres karena overtraining, dapat mencegah dan memperbaiki

atropi otot dan penggunaan protein otot yang disebabkan salahnya pengunaan,

seperti pada cidera otot, immobilisasi atau tirah baring yang lama, dan proses

penuaan yang berhubungan dengan berkurangnya massa otot dan kekuatan.

Juga akan terjadi peningkatan aktivitas transportasi creatine pada sel otot

dan saraf, memperbaiki metabolism gula di serat otot, dan meningkatkan

kapasitas kerja musculoskeletal. Diyakini asupan suplementasi yang

mengandung antioksidan dapat mencegah dan membantu terapi terhadap kondisi

neurodegenarasi seperti Amyotrophic Lateral Sclerosis, Huntington’s Disease

dan Parkinson Disease juga menurunkan kejadian kerusakan karenya

penyempitan pembuluh darah otak pada pasien denga resiko tinggi terkena

stroke. Pada keadaan tersebut, diet dan suplementasi bisa membantu

mempertahankan kontraksi otot dan mempertahankan fungsi saraf otot.

Page 59: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

45

Nutrisi yang tepat merupakan faktor penting untuk meningkatkan

performa atlet secara efektif, pemulihan setelah pelatihan dan mencegah cidera.

Nutrisi tambahan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin dan mineral

telah digunakan secala luas di berbagai cabang olahraga dengan dosis yang lebih

tinggi dari kebutuhan sehari-hari. Beberapa unsur makanan memberikan efek

fisiologis, dan beberapa diyakini berguna untuk meningkatkan performa pelatihan

ataupun untuk mencegah cidera. Akan tetapi, jenis makanan seperti ini harus

digunakan berdasarkan bukti ilmiah yang jelas dan dengan pemahaman dari

perubahan fisiologis yang disebabkan oleh pelatihan (Wataru dkk, 2006).

Dikarenakan latar belakang sosial dan juga pola makan, dan

meningkatnya biaya perawatan medis, terjadi peningkatan terhadap upaya

menjaga kesehatan dan minat terhadap makanan sehat. Pada tahun tahun terakhir,

banyak jenis makanan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dapat dievaluasi

secara ilmiah untuk menentukan efeknya terhadap pencegahan beberapa

penyakit. Pada dunia olah raga, terdapat bermacam makanan tambahan yang

tersedia, tetapi diantara makanan tersebut, beberapa tidak dapat dibuktikan

khasiatnya dan yang lainnya melakukan promosi yang tidak benar, hal ini

membingungkan konsumen. Karena itu diperlukan evaluasi dan penelitian lebih

lanjut secara ilmiah sebelum makanan tambahan tersebut digunakan sebagai

makanan tambahan yang berguna untuk menunjang efek dari berolah raga.

Aoi dkk (2003) pada penelitiannya menyatakan bahwa pelatihan aerobik

yang intensif akan mengakibatkan produksi ROS dengan berbagai mekanisme.

Pelatihan ini memacu oksidasi ROS pada protein, lipid dan DNA yang

menyebabkan kerusakan otot, jantung dan hati. Juga ditemukan respon

Page 60: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

46

peradangan sekunder yang terjadi pada kerusakan otot lebih lanjut yang dipicu

oleh pembentukan ROS. Pada penelitian sebelumnya juga menunjukan bahwa

antioksidan seperti Vitamin E, C dan karotenoid dapat menurunkan kerusakan

oksidatif.

Penelitian yang lebih baru menunjukkan terjadinya respon peradangan

yang dipicu oleh pembentukan ROS intrasel, yang meningkatkan aktivitas dari

faktor transkripsi dari redox-sensitive tertentu. Nuclear factor - кB (NF-кB) dan

Activator protein-1 (AP-1) merupakan faktor transkripsi khusus yang dikontrol

oleh ROS yang meregulasi ekspresi gen untuk kemokin, peradangan sitokin dan

adhesi molekul. Sebagai respon terhadap mediator ini, fagosit menginfiltrasi ke

dalam jaringan, di mana sel ini memicu proteolisis, perusakan ultrastruktur, dan

kerusakan oksidatif lebih lanjut. ROS, tidak hanya menyebabkan kerusakan

oksidatif secara langsung, juga menyebabkan kerusakan lebih lanjut karena

proses peradangan. Proses peradangan ini meningkat pada otot dan otot jantung

dikarenakan stres oksidatif (Aoi dkk, 2007).

Karena itu, kerusakan otot tertunda setelah pelatihan, termasuk kerusakan

oksidatif, dipicu oleh proses peradangan, kerusakan dan infiltrasi neutrofil

muncul bersamaan setelah penundaan, tidak terjadi segera setelah pelatihan.

Antioksidan diduga dapat menginaktivasi faktor transkripsi, menurunkan ekspresi

dari mediator peradangan dan mencegah infiltrasi neutrofil.

Page 61: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

47

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Olah raga merupakan salah satu komponen penting dalam usaha menunda

proses penuaan. Namun sering sekali orang tidak mengetahui sebrapa banyak

diperlukan olah raga tersebut. Masih banyak orang yang melakukan olah raga

berlebihan melebihi kapasitas kemampuan tubuhnya melakukan proses

pemulihan, hal tersebut menyebabkan keadaan yang disebut overtraining.

Dalam banyak penelitian didapatkan bahwa overtraining adalah salah satu

faktor yang menyebabkan terjadinya penumpukan radikal bebas yang diproduksi

di dalam tubuh, yang akan menyebabkan kerusakan otot. Selain itu teknik

pelatihan yang tidak benar, posisi tubuh yang salah, gangguan hormonal, juga

dapat mengakibatkan kerusakan otot.

Cidera oksidatif setelah pelatihan dan penumpukan radikal bebas dapat

dicegah dengan asupan antioksidan. Antioksidan diharapkan dapat mencegah

terjadinya kerusakan otot yang disebabkan oleh overtraining. Astaxanthin

merupakan salah satu antioksidan kuat, termasuk dalam keluarga karotenoid

dengan warna pigmen merah terang, pigmen ini dihasilkan dari mikroalga

haematococcus pulvialis. Astaxanthin menghambat stres oksidatif otot sehingga

dapat mencegah kerusakan otot yang terjadi karena overtraining.

Page 62: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

48

3.2. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Terjadi nekrosis dan peradangan jaringan otot pada tikus yang

mengalami overtaining

2. Pemberian Astaxanthin dengan dosis 1,2 mg / kgBB secara teratur

mencegah efek nekrosis dan peradangan jaringan otot sebagai akibat

overtraining pada tikus.

External : - Posisi Tubuh - Teknik Pelatihan

- Radikal Bebas

Tikus Overtraining

Internal : - Umur - Hormonal

- Radikal bebas

ASTAXANTHIN

Page 63: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

49

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode True experimental

dengan menggunakan rancangan “Pretest-posttest Control Group Design”

(Dimitrov dan Rumrill, 2003) . Pada subyek penelitian yang telah ditentukan,

dilakukan alokasi sample secara random menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok

kontrol dan dua kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol tidak diberi

perlakuan. Satu kelompok perlakuan akan diberikan perlakuan pelatihan normal.

Pada satu kelompok perlakuan akan diberikan perlakuan overtraining dan pada

kelompok perlakuan lainnya akan diberikan perlakukan pelatihan overtraining

and pemberian Astaxanthin dengan dosis 1,2 mg / KgBB.

Skema dari rancangan penelitian, dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

P1

O1 O4

P2

P S R O2 O5

P3

O3 O6

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian

(keterangan ada di halaman berikut)

Page 64: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

50

Keterangan :

P = Populasi

S = Sampel

R = Random

O1,O2,O3= Gambaran histologis m. gastrocnemius kelompok kontrol

sebelum perlakuan

O4 = Gambaran histologis m. gastrocnemius kelompok setelah

perlakuan pelatihan 10 menit

O5 = Gambaran histologi m. gastrocnemius kelompok setelah

perlakuan overtraining

O6 = Gambaran histologi m. gastrocnemius kelompok setelah

perlakuan overtraining dan pemberian astaxantin 1,2 mg/kgBB

P1 = Tikus direnangkan selama 10 menit sekali setiap hari, diberi

minum aquades melalui sonde sekali sehari setiap hari selama

30 hari

P2 = Tikus direnangkan sampai kelelahan dan tidak dapat berenang

lagi sekali setiap hari, diberi minum aquades melalui sonde

sekali sehari setiap hari, selama 30 hari

P3 = Tikus direnangkan sampai kelelahan dan tidak dapat berenang

lagi sekali setiap hari, diberi minum larutan astaxanthin sekali

sehari melalui sonde dengan dosis 1,2 mg/kg BB, setiap hari

selama 30 hari

Page 65: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

51

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi , Bagian

Farmakologi Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali. Waktu

yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian adalah selama 30 hari.

Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Patologi

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

4.3. Teknik Sampling dan Kriteria

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan dan

pengambilan sample dilakukan secara acak dengan kriteria sebagai berikut :

4.3.1. Kriteria Inklusi :

- tikus harus sehat

- Jantan

- umur kurang lebih 16 minggu

diambil usia tikus 16 minggu karena usia tikus 16 minggu setara

dengan usia manusia 30 tahun yang mulai mengalami proses

penuaan.

- berat 100-150 gram

4.3.2. Kriteria Drop Out

- Jika tikus mati

- Jika tikus tidak mau makan

Jumlah sample yang diperlukan untuk penelitian adalah sampel agar

memenuhi prosedur parametrik, dengan tambahan + 10% untuk antisipasi apabila

ada tikus yang mati pada saat penelitian.

Page 66: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

52

4.4. Besar Sampel

Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan rumus

(Pocock, 2008):

2σ2

Rumus : n = x f(α,β)

(µ2-µ1)2

n = jumlah sampel

σ = simpangan baku (SD)

α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)

f(α,β) = nilai pada tabel

µ1 = rerata skor pada kelompok perlakuan pada percobaan pendahuluan

µ2 = rerata skor pada kelompok kontrol pada percobaan pendahuluan

Jumlah sampel akan ditentukan setelah dilakukan penelitian pendahuluan.

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan 2 kelompok. Kelompok dengan

perlakuan pelatihan normal, tikus direnangkan selama 10 menit setiap hari selama

30 hari. Kelompok dengan perlakuan pelatihan renang pada tikus sampai terjadi

kelelahan dan tikus tidak mampu berenang lagi, setiap hari selama 30 hari.

Kemudian dilakukan perbandingan nekrosis dan peradangan jaringan otot yang

terjadi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Masing-masing

kelompok berjumlah 5 tikus.

Page 67: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

53

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1. Klasifikasi Variabel :

4.5.1.1 Variabel bebas : perlakuan overtraining dan pemberian Astaxanthin

4.5.1,2. Variabel tergantung : nekrosis dan peradangan otot pada overtraining

4.5.1.3. Variabel kendali, meliputi :

- berat badan

- umur hewan coba

- nutrisi

4.5.2. Definisi Operasional

1. Suspensi Astaxanthin :

Sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk serbuk

dan tidak larut, yang terdispensi dalam cairan pembawa (Glyceril)

dengan dosis 1,2 mg/kgBB/hari

2. Kelompok kontrol :

Tikus yang mendapat perlakuan direnangkan setiap hari selama 10

menit dan diberi minum aquades melalui sonde selama 30 hari

3. Kelompok perlakuan :

Ada 2 kelompok:

1. Tikus yang mendapat perlakuan overtraining dengan direnangkan

sekali sehari setiap hari sampai tikus mengalami kelelahan dan

tidak dapat berenang lagi dan masing-masing tikus diberikan

minum aquades melalui sonde sekali sehari setiap hari selama 30

hari.

Page 68: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

54

2. Tikus yang mendapat perlakuan overtraining dengan direnangkan

sekali sehari setiap hari sampai tikus mengalami kelelahan dan

tidak dapat berenang lagi dan diberikan minum cairan astaxanthin

yang dilarutkan dengan gliserin dengan dosis 1,2 mg/kg BB

melalui sonde sekali sehari setiap hari selama 30 hari.

4.5.3 Gambaran Histologis

Serat otot normal

Gambar. 4.2. Gambaran serat otot pada tikus tanpa perlakuan

Nekrosis dan peradangan jaringan otot :

Nekrosis : Perubahan bentuk yang disebabkan kematian sel atau sebagian

jaringan atau sebagian dari organ tubuh akibat cidera, penyakit, atau kekurangan

oksigen ke dalam jaringan tersebut.

Peradangan : Adanya gambaran sel inti interna yang merupakan gambaran

fagositosis dari makrofag, yang disebut juga sel radang, diantara jaringan otot

normal.

Page 69: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

55

Gambar 4.3. Nekrosis dan Sel radang

Serat Otot normal

Serat otot dengan nekrosis: Pucat

Serat otot dengan peradangan:

fagositosis makrofag (Sel radang )

Serat otot dengan nekrotik

hiperkontaksi

Perimysium

4.5.4. Kriteria Skor

4.5.4.1. Nekrosis

- Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya perubahan

- Skor 1 = jika ditemukan adanya nekrosis fokal (satu lapangan

pandang dengan pembesaran 40x)

- Skor 2 = jika ditemukan nekrosis multifocal (lebih dari satu

lapangan pandang dengan pembesaran 40x)

- Skor 3 = jika ditemukan nekrosis menyebar (semua lapangan

pandang dengan pembesaran 40x)

4.5.4.2. Peradangan jaringan otot

- Skor 0 = jika tidak ditemukan adanya perubahan

- Skor 1 = jika ditemukan adanya Sel radang fokal (satu lapangan

pandang dengan pembesaran 40x)

- Skor 2 = jika ditemukan Sel radang multifocal ( lebih dari satu

lapangan pandang dengan pembesaran 40x)

- Skor 3 = jika ditemukan sel radang menyebar (semua lapangan

pandang)

Page 70: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

56

4.6. Bahan dan Alat Penelitian

4.6.1. Bahan-bahan yang diperlukan untuk proses penelitian adalah :

- tikus usia 16 minggu, jantan, dengan berat 100-150 gram

- makanan ternak

- suspensi astaxanthin

- aqua pro-injeksi

- sonde

4.6.2. Alat-alat yang diperlukan dalam proses penelitian :

- seperangkat alat bedah

- mikroskop cahaya

- kaca benda dan kaca penutup

- mikrotom

- kandang tikus

- bak air

- gunting bedah

- jarum suntik

- sarung tangan

- buku tabel data

4.7. Prosedur Penelitian

4.7.1. Pemberian Perlakuan

- Pada kelompok kontrol : perlakukan pelatihan normal di mana satu

jam setelah makan tikus direnangkan setiap hari selama 10 menit,

dan diberi minum aquades sekali sehari setiap hari melalui sonde

selama 30 hari.

Page 71: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

57

Pada kelompok perlakuan :

- kelompok perlakuan overtraining di mana satu jam setelah makan

tikus direnangkan sekali setiap hari sampai terjadi kelelahan dan

tidak dapat berenang lagi, dan diberi minum aquades sekali sehari

setiap hari melalui sonde selama 30 hari.

- kelompok perlakuan overtraining dan pemberian astaxanthin di

mana satu jam setelah makan tikus direnangkan sampai terjadi

kelelahan dan tidak dapat berenang lagi, diberi larutan astaxanthin

dalam Glyserin sekali sehari melalui sonde selama 30 hari.

4.7.2. Prosedur Pengumpulan Data

Pada awal penelitian untuk mendapatkan data pre-test, dari kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing diambil 5 ekor sampel tikus

untuk dilakukan pengamatan secara histologis dengan mengamati susunan

histologis otot gastrocnemius. Untuk mendapatkan data post test; pada kelompok

kontrol, setelah perlakuan selama 30 hari, semua sampel tikus dibunuh. Demikian

juga dengan kelompok perlakuan, setelah diberikan perlakuan overtraining and

pemberian suspensi Astaxanthin selama 30 hari semua sampel tikus dibunuh,

diambil otot gastrocnemiusnya pada hari yang sama, untuk kemudian diamati

struktur histologis otot gastrocnemiusnya

4.7.3. Pembuatan Preparat Histologis

Pembuatan preparat histologis dilakukan dengan cara membuat sayatan

setebal 4 mikron pada otot gastrocnemius dengan menggunakan mikrotom.

Kemudian pada preparat diberi pewarnaan Hematoksilin – Eosin (HE) agar

Page 72: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

58

memudahkan pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan

pembesaran 40 – 100x.

4.8. Alur Penelitian

(

Gambar 4.4. Alur Penelitian

4.9. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif.

2. Analisis Normalitas dan Homogenitas:

a. Uji Normalitas data dengan Shapiro-Wilk test, untuk mengetahui rerata

data sampel berdistribusi normal atau tidak (Rees, 2001).

b. Uji homogenitas dengan Levene test (Archambault, 2000).

Kelompok Perlakuan

overtraining

Tikus Jantan 16 minggu

Adaptasi 2 minggu

Kelompok Perlakuan

renang 10 menit

Pengambilan m.gastrocnemius, pembuatan preparat dan pengamatan histologis

( Post Treatment )

Plasebo 30

hari

Astaxanthin 1,2

mg/kgBB - 30 hari

Analisis

Kelompok Perlakuan

overtraining

(

Pretreatment

Page 73: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

59

3. Analisis Inferensial:

Karena data tidak berdistribusi normal maka digunakan Uji Wilcoxon Test

untuk mengetahui perbedaan antara pre dengan post ( Weisstein, 2008) dan

antar kelompok dengan Kruskal-Wallis ( Schoonjans, 2008).

Page 74: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

60

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 29 ekor tikus jantan berumur 16

minggu dengan berat badan 100 – 150 gram sebagai sampel, yang terbagi

menjadi 4 (tiga) kelompok, dengan 5 ekor tikus untuk kontrol yaitu tanpa

perlakuan, kelompok perlakuan terdiri dari 3 kelompok, masing-masing

berjumlah 8 ekor tikus, yaitu kelompok dengan renang 10 menit, kelompok

renang maksimal sampai terjadi kelelahan, dan kelompok renang maksimal

sampai terjadi kelelahan + Astaxanthin 1,2 mg/kg BB. Tidak terjadi perbedaan

morfologi jaringan otot pada tikus yang tidak mengalami perlakuan dan tikus

yang melakukan renang 10 menit. Karena itu kelompok tikus yang melakukan

renang 10 menit dijadikan kelompok kontrol. Dalam pembahasan ini akan

diuraikan uji normalitas data dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data nekrosis dan sel radang sesudah perlakuan pada masing-masing

kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya

menunjukkan data tidak berdistribusi normal (p<0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Page 75: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

61

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Data Nekrosis dan Sel Radang Setelah Perlakuan

Kelompok Subjek n p Keterangan

Nekrosis Kontrol

Nekrosis Renang Maksimal

Nekrosis Renang Maksimal+Astaxanthin

Sel Radang Kontrol

Sel Radang Renang Maksimal

Sel Radang Renang Maksimal+Astaxanthin

8

8

8

8

8

8

0,000

0,114

0,025

0,000

0,410

0,002

Tidak Normal

Normal

Tidak Normal

Tidak Normal

Normal

Tidak Normal

5.2. Nekrosis dalam Jaringan Otot

5.2.1 Analisis efek perlakuan

Uji komparabilitas pada penelitian ini tidak dilakukan, mengingat

sebelum direnangkan tidak terjadi nekrosis dalam jaringan otot. Analisis efek

perlakuan diuji berdasarkan median nekrosis antar kelompok sesudah diberikan

perlakuan berupa renang maksimal+astaxanthin. Hasil analisis kemaknaan

dengan uji Kruskal-Wallis disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2

Rerata Nekrosis Jaringan Otot antar kelompok sesudah diberikan

perlakuan

Kelompok Subyek n Median Nekrosis

Jaringan Otot Kuartil

Q1 Q3

p

Pre Test 5 0,00 0,00 0,00

Kontrol 8 0,00 0,00 0,00

Renang Maksimal 8 1,70 1,60 2,00 0,001

Renang Maksimal +

Astaxanthin 1,2mg/kgBB

8 0,40 0,20 0,70

Page 76: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

62

Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa median nekrosis jaringan otot

kelompok kontrol adalah 0 (0-0), median kelompok renang maksimal adalah 1,70

(1,60-2,00), dan kelompok renang maksimal+Astaxanthin 1,2 mg/kg BB adalah

0,40 (0,20-0,70). Analisis kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan

bahwa nilai 2 = 21,42 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa nekrosis

jaringan otot pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa renang

maksimal+astaxanthin berbeda secara bermakna (p < 0,05).

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Kontrol Renang maximal Renang maximal+ Astaxanthin

S

k

o

r

Nekrosis otot

Gambar 5.1 Grafik Terjadinya Nekrosis setelah Pemberian

Overtraining+Astaxanthin

Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa pemberian astaxanthin dengan

dosis 1,2 mg/kg BB dapat mencegah nekrosis dalam jaringan otot.

Page 77: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

63

5.2.2 Analisis Komparasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan

Analisis komparasi diuji berdasarkan median antara sebelum dengan

sesudah diberikan perlakuan berupa renang maksimal+astaxanthin. Hasil analisis

kemaknaan dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Analisis Komparasi Nekrosis antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Kelompok

Beda

Median

pre - post

p Ket.

Kontrol

Renang Maksimal

Renang Maksimal+Astaxanthin 1,2 mg/kg BB

0,00

1,70

0,40

1,000

0,011

0,011

Tetap

Meningkat

Meningkat

Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan bahwa terjadi nekrosis pada

kelompok yang mengalami overtraining, sedangkan pada kelompok yang

diberikan astaxanthin 1,2 mg/kg BB kejadian nekrosis lebih rendah secara

bermakna sebesar 76,47% dibandingkan dengan kelompok yang direnangkan

maksimal saja.

5.3 Sel Radang Dalam Jaringan Otot

5.3.1 Analisis efek perlakuan

Uji komparabilitas pada penelitian ini tidak dilakukan, mengingat

sebelum direnangkan tidak terjadi sel radang dalam jaringan otot. Analisis efek

perlakuan diuji berdasarkan median sel radang antar kelompok sesudah diberikan

perlakuan berupa renang maksimal+astaxanthin. Hasil analisis kemaknaan

dengan uji Kruskal-Wallis disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Page 78: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

64

Tabel 5.4

Rerata Sel radang Jaringan Otot antar kelompok sesudah diberikan

perlakuan

Kelompok Subyek n Median Sel

Radang Jaringan

Otot

Kuartil

Q1 Q3

p

Pre Test 5 0,00 0,00 0,00

Kontrol 8 0,00 0,00 0,00

Renang Maksimal 8 1,50 1,20 1,95 0,001

Renang Maksimal +

Astaxanthin 1,2mg/kgBB

8 0,40 0,25 0,40

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa median sel radang jaringan otot

kelompok kontrol adalah 0 (0-0), median kelompok renang maksimal adalah 1,50

(1,20-1,95), dan kelompok renang maksimal+Astaxanthin 1,2 mg/kg BB adalah

0,40 (0,25-0,40). Analisis kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan

bahwa nilai 2 = 21,32 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa sel radang

jaringan otot pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa renang

maksimal+astaxanthin berbeda secara bermakna (p < 0,05).

Page 79: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

65

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Kontrol RenangMaksimal

RenangMaksimal +Astaxanthin

S

k

o

r

Sel Radang Otot

Gambar 5.2 Grafik Penurunan Sel Radang setelah Pemberian astaxanthin

Gambar 5.2 di atas menggambarkan bahwa pemberian astaxanthin dengan

dosis 1,2 mg/kg BB dapat menegah sel radang dalam jaringan otot.

5.3.2 Analisis komparasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan

Analisis komparasi diuji berdasarkan median antara sebelum dengan

sesudah diberikan perlakuan berupa renang maksimal+astaxanthin. Hasil analisis

kemaknaan dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test disajikan pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5

Analisis Komparasi Sel radang antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Kelompok

Beda

Median

pre - post

p Ket.

Kontrol

Renang Maksimal

Renang Maksimal+Astaxanthin 1,2 mg/kg BB

0,00

1,50

0,40

1,000

0,012

0,010

Tetap

Meningkat

Meningkat

Page 80: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

66

Berdasarkan uji Wilcoxon didapatkan bahwa terjadi sel radang pada

kelompok yang mengalami overtraining, sedangkan pada kelompok yang

diberikan astaxanthin 1,2 mg/kg BB terjadinya sel radang lebih rendah secara

bermakna sebesar 73,33% dibandingkan dengan kelompok yang direnangkan

maksimal saja.

Page 81: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

67

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan tikus sebagai hewan coba yang diberikan

astaxanthin, yaitu untuk menguji penurunan nekrosis dan sel radang sesudah

diberikan renang maksimal.

Tikus yang digunakan sebagai hewan coba adalah tikus jantan berumur 16

minggu dengan berat badan 100 – 150 gram. Tikus yang dipergunakan dalam

penelitian ini berjumlah 24 ekor, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok P1

kontrol (renang 10 menit), kelompok P2 (renang maksimal), dan kelompok P3

(renang maksimal+astaxanthin 1,2 mg). Penelitian dilakukan selama 30 hari.

6.2. Pemberian Astaxanthin

Dosis 1,2 mg/kgBB astaxanthin yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu dari penelitian Ikeuchi dkk (2006) yang menggunakan dosis astaxanthin

1,2 mg/kgBB pada tikus dan terjadi peningkatan waktu renang yang bermakna

pada tikus dibandingkan dengan kontrol yang tidak mendapat astaxanthin.

Dengan rumus terjemahan hewan dengan manusia oleh Reagan-Shaw dkk

(2007), dosis 1,2 mg/kgBB/hari tikus setara dengan dosis 12 mg untuk manusia

dewasa. Dosis astaxanthin 12 mg/hari pada manusia dewasa adalah dosis yang

dianjurkan untuk mengurangi reaksi peradangan tubuh menurut Capelli dan

Cysewski (2006). Dosis 1,2 mg/kgBB pada tikus setara dengan 12 mg pada

Page 82: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

68

manusia menurut tabel konversi perhitungan dosis untuk beberapa jenis hewan

dan manusia oleh Kusmawati (2000).

Pengambilan waktu 30 hari didasarkan atas hasil penelitian Aoi dkk

(2003), di mana terlihat astaxanthin menumpuk pada otot paha dan jantung tikus

setelah pemberian melalui sonde selama 3 minggu. Konsentrasi astaxanthin

dalam plasma akan meningkat mencapai konsentrasi maksimal pada pemberian di

atas 4 minggu ( Park dkk, 2010).

Astaxanthin dilarutkan dalam glyceril karena sifat farmakologi

astaxanthin yang larut dalam lemak (Capelli dan Cysewski, 2006). Dan

pemberian melalui sonde untuk memastikan astaxanthin masuk ke dalam

lambung seluruhnya.

6.3. Pengaruh Astaxanthin terhadap Nekrosis

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa data nekrosis pada kelompok

P1, kelompok P2 dan kelompok P3, tidak berdistribusi normal (p < 0,05), baik

kelompok sebelum perlakuan (pre) maupun sesudah perlakuan (post). Hal ini

menunjukkan bahwa syarat penggunaan uji parametrik untuk analisis data

nekrosis tidak terpenuhi. Selanjutnya untuk uji komparabilitas dan uji efek

perlakuan digunakan uji nonparametrik yaitu uji Kruskal-Wallis untuk

mengetahui perbedaan median antar kelompok sesudah perlakuan. Sedangkan

untuk mengetahui perbedaan antara pre-post (sebelum-sesudah perlakuan)

digunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test pada masing-masing kelompok.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa median nekrosis jaringan

otot kelompok kontrol adalah 0 (0-0), median kelompok renang maksimal adalah

Page 83: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

69

1,70 (1,60-2,00), dan kelompok renang maksimal+Astaxanthin 1,2 mg/kg BB

adalah 0,40 (0,20-0,70). Analisis kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis

menunjukkan bahwa nilai 2 = 21,42 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa

nekrosis jaringan otot pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa

renang maksimal+astaxanthin berbeda secara bermakna (p < 0,05).

Hasil analisis antara sebelum dengan sesudah perlakuan dengan uji

Wilcoxon didapatkan bahwa terjadi nekrosis pada kelompok yang mengalami

overtraining, sedangkan pada kelompok yang diberikan astaxanthin 1,2 mg/kg

BB mengalami penurunan nekrosis secara bermakna sebesar 76,47%

dibandingkan dengan kelompok yang direnangkan maksimal saja.

Demikian juga untuk sel radang, berdasarkan hasil analisis didapatkan

bahwa median sel radang jaringan otot kelompok kontrol adalah 0 (0-0), median

kelompok renang maksimal adalah 1,50 (1,20-1,95), dan kelompok renang

maksimal+Astaxanthin 1,2 mg/kg BB adalah 0,40 (0,25-0,40). Analisis

kemaknaan dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai 2 = 21,32 dan

nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa sel radang jaringan otot pada ketiga

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa renang maksimal+astaxanthin

berbeda secara bermakna (p < 0,05).

Hasil analisis antara sebelum dengan sesudah perlakuan dengan uji

Wilcoxon didapatkan bahwa terjadi sel radang pada kelompok yang mengalami

overtraining, sedangkan pada kelompok yang diberikan astaxanthin 1,2 mg/kg

BB mengalami penurunan sel radang secara bermakna sebesar 73,33%

dibandingkan dengan kelompok yang direnangkan maksimal saja.

Page 84: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

70

Pemberian perlakuan renang maksimal dapat menyebabkan overtraining

yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan otot. Overtraining jangka

panjang terjadi selama beberapa minggu sampai berbulan-bulan yang

mengakibatkan sindroma overtraining. Nekrosis dan peradangan pada otot yang

terjadi pada tikus yang direnangkan maksimal (overtraining) karena penggunaan

otot yang berlebihan atau cidera otot dapat mengakibatkan respon peradangan

(inflamasi) di mana terjadi invasi neutrofil yang diikuti dengan makrofag. Proses

inflamasi ini terjadi juga pada mekanisme perbaikan, regenerasi dan pertumbuhan

otot yang menyebabkan aktivasi dan proliferasi dari sel satelit, diikuti dengan

diferensiasi akhir. Sel inflamasi menyebabkan cidera dan juga perbaikan otot,

melalui aksi gabungan dari radikal bebas, faktor pertumbuhan dan kemokin. Ada

penelitian menunjukkan peran dari neutrofil dalam menyebabkan kerusakan otot

segera setelah terjadi cidera otot. Makrofag juga dapat menyebabkan kerusakan

otot pada percobaan in vivo dan in vitro dengan melepaskan radikal bebas. Pada

penelitian yang lebih lanjut menunjukkan bahwa sel otot dapat melepaskan faktor

regulasi positif dan negatif terhadap invasi sel inflamasi, yang berperan aktif

dalam proses inflamasi. Nitric oxide yang berasal dari otot dapat menghambat

invasi sel inflamasi ke otot yang sehat dan melindungi otot dari kerusakan akibat

invasi sel inflamasi secara ini vivo dan in vitro (Tidball, 2005).

Akhir-akhir ini mulai dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi

hubungan antara fungsi sel inflamasi dan kerusakan otot dan perbaikan otot

dengan menggunakan tikus, hilangnya antibodi dari kumpulan sel inflamasi

spesifik, atau terjadinya inflamasi pada otot setelah cidera (Clarkson dan Hubal,

2002).

Page 85: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

71

Tanda-tanda kerusakan otot setelah berolah raga secara tidak langsung

dapat dilihat dari peningkatan intensitas signal T2 pada teknologi magnetic

resonance imaging, meningkatnya tanda-tanda inflamasi pada otot yang cidera

dan pada darah, meningkatnya protein otot pada darah dan nyeri otot. Walaupun

mekanisme yang pasti terjadinya hal tersebut belum jelas, pada awal cidera akan

menyebabkan pemutusan serat otot, dan kerusakan tersebut terjadi bersamaan

dengan proses inflamasi dan terjadi perubahan kekuatan kontraksi dan eksitasi

dari otot tersebut (Pidcock,2003).

Pada keadaan overtraining baik dalam jangka pendek ataupun panjang

yang akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, salah satu penyebab

kerusakan yang terjadi adalah karena terjadi peningkatan radikal bebas di dalam

tubuh, dan peranan antioksidan dalam menurunkan efek radikal bebas.

Overtraining merupakan akibat dari stres berlebih pada otot skeletal yang

dikarenakan tidak cukupnya waktu istirahat dan pemulihan di mana dapat

memicu peradangan lokal, peradangan kronik, bahkan peradangan sistemik. Juga

pada keadaan overtraining terjadi pembentukan radikal bebas oksigen yang

merupakan faktor utama dari proses peradangan yang terjadi pada lesi otot

setelah pelatihan dan saat pemulihan. Saat terbentuknya radikal bebas oksigen,

maka terjadi infiltrasi neutrofil dan makrofag ke dalam jaringan otot, dan untuk

mengatasi keadaan ini tubuh akan membentuk lebih banyak radikal bebas

oksigen (melalui pernapasan), yang akan menyebabkan respon peradangan berat

setelah pelatihan, dan perbaikan jaringan rusak saat pemulihan (Cunha dkk,

2006).

Page 86: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

72

Pada saat pelatihan akut, terjadi peningkatan penggunaan oksigen, yang

menyebabkan peningkatan pembentukan radikal bebas oksigen. Molekul ini

meningkat pada pelatihan yang lama dan pada pelatihan intensitas tinggi, akan

tetapi pelatihan fisik dapat mempunyai kemampuan adaptasi untuk mencegah

efek buruk dari Radikal bebas oksigen (Cunha dkk, 2006).

Radikal bebas yang terbentuk selama kontraksi otot menyebabkan

kelelahan otot dan behubungan dengan lesi otot. Ketika produksi radikal bebas

oksigen melebihi kemampuan antioksidan jaringan, maka akan terjadi stres

oksidatif, yang juga berhubungan dengan lesi otot. Maka, pada keadaan

overtraining terjadi peningkatan penggunaan oksigen, terutama pada orang yang

tidak terlatih, akan memicu terjadinya kelelahan dan lesi otot, yang disebabkan

oleh radikal bebas oksigen. Penurunan kekuatan yang berkepanjangan pada

keadaan overtraining kemungkinan berhubungan dengan pembentukan radikal

bebas oksigen tersebut . Radikal bebas oksigen berhubungan dengan mekanisme

pada respon peradangan setelah pelatihan dan juga terjadinya lesi otot.

Terbentuknya radikal bebas oksigen mungkin merupakan satu faktor dari

infiltrasi neutrofil dan makrofag dalam otot, sebagai respon peradangan.

(Clarkson dan Thompson, 2000)

Pelatihan menyebabkan adaptasi positif yang melindungi tubuh dari

kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas, yang terbukti dalam penelitian

pada triatlet terlatih dibandingkan dengan individu yang tidak terlatih, terlihat

terjadi peningkatan kemampuan antioksidan plasma total setelah pelatihan

dengan treadmil pada kedua grup. Akan tetapi, pelatihan kronik mempengaruhi

sistem antioksidan, yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara

Page 87: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

73

pembentukan radikal bebas dan respon antioksidan. Keadaan ini menyebabkan

stres oksidatif kronik atau respon peradangan sistemik yang dipicu oleh stres

oksidatif, yang dapat mempengaruhi performa dan terjadi overtraining

(Schneider dkk, 2005, Oliveira dkk, 2003).

Sedangkan pada kelompok yang diberikan renang maksimal dengan

asupan astaxanthin terjadi penurunan nekrosis. Hal ini disebabkan karena

astaxanthin merupakan antioksidan yang merupakan salah satu kelompok pigmen

natural dari karotenoid. Astaxanthin menunjukkan potensi antioksidan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan beta-karoten pada penelitian di laboratorium (,1999).

Radikal bebas mudah beraksi pada lipid membran, protein dan asam

nukleat, menyebabkan kerusakan sel dan mempengaruhi fungsi normal dan

reproduksi sel. Radikal bebas oksigen yang terpenting adalah anion superoksid

(sebuah molekul oksigen dengan elektron ekstra), hidrogen peroksida dan yang

sangat reaktif ( juga toksik) radikal hidroksil. Contohnya, anion superoksida akan

bereaksi dengan lipid membran,protein dan asam nukleat, menyebabkan

kerusakan sel komulatif dan irreversibel yang terjadi pada jaringan dan

organ (Urso and Clarkson, 2003).

Astaxanthin sebagai antioksidan menebalkan membran sel di mana

radikal bebas menyerang pertama kali. Juga menghambat destruksi dari asam

lemak dan proten pada membran sel dan mitokondria pada sel yang disebabkan

oleh peroksidasi lemak. Astaxanthin juga menstabilisasi radikal bebas dengan

menambahkan mereka pada struktur molekulnya daripada memberi atom atau

elektron. Juga menghambat pembentukan radikal bebas oksigen yang

Page 88: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

74

menyebabkan peradangan pada sel, kemampuan sebagai anti peradangan

(Ikeuchi dkk, 2006)

Penelitian pada binatang menunjukan bahwa astaxanthin mempunyai efek

antioksidan yang dapat mencegah kerusakan otot karena pelatihan, astaxanthin

mengurangi kerusakan otot secara umum dan otot jantung yang disebabkan oleh

pelatihan, efek anti kanker, dan efek anti peradangan. Astaxanthin juga

mempunyai efek antidiabetik, meningkatkan daya tahan tubuh, anti hipertensi dan

neuroprotektif pada percobaan pada binatang (Heuer, 2007).

Diet tinggi kandungan astaxanthin meningkatkan kekuatan melakukan

pelatihan endurans. Penelitian tersebut dilakukan pada para siswa paramedik, di

mana kelompok yang diteliti diberikan capsul astaxanthin 4 mg sekali sehari dan

kelompok kontrol diberi placebo. Setelah 6 bulan, terjadi peningkatan

kemampuan lutut dalam melakukan gerakan jongkok pada kelompok yang

mendapat astaxanthin 3 kali lebih kuat dari pada kelompok kontrol. Namun tidak

ada parameter lain yang diteliti pada penelitian tersebut (Malmsten dan Lignell,

2008).

Aoi dkk (2003), melakukan penelitian tentang astaxanthin membatasi

terjadi kerusakan otot dan otot jantung yang dikarenakan pelatihan pada tikus.

Diet tinggi antioksidan akan menurunkan kerusakan oksidatif berbagai jaringan

pada pelatihan berat. Penelitian tersebut mengamati efek pemberian astaxanthin

terhadap kerusakan oksidatif yang terjadi pada otot paha dan otot jantung tikus

yang diakibatkan oleh pelatihan berat. Penelitian dilakukan selama 3 minggu

dengan membandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakukan,

kelompok mendapat perlakuan pelatihan berat, dan kelompok mendapat

Page 89: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

75

perlakuan pelatihan berat dan mendapat astaxanthin. Terjadinya peningkatan

Creatine Kinase dan aktivitas mieloperoksidase pada otot paha dan jantung yang

lebih rendah pada kelompok yang menggunakan Astaxanthin. Terlihat

astaxanthin menumpuk pada otot paha dan jantung setelah 3 minggu perlakuan.

Astaxanthin dapat menurunkan kerusakan pada otot dan jantung tikus yang

disebabkan oleh pelatihan berat dan termasuk infiltasi neutrophil yang dapat

menyebabkan kerusakan lebih lanjut.

Penelitian terhadap efek astaxanthin pada tanda kerusakan otot pada

pelatihan resisten eksentrik dilakukan pada 20 orang yang melakukan pelatihan

beban sebanyak 10 set dengan 10 repetisi dengan beban 85% dari satu repetisi

maksimal. Hasil dari penelitian tersebut tidak menunjukan adanya perbedaan

kenyerian pada otot, kadar Creatine Kinase dan kemampuan otot yang diukur

pada kelompok pelatihan beban dan pelatihan beban dengan memakai astaxanthin

(Bloomer dkk, 2005).

Senyawa nitrogen reaktif (NOS) juga berperanan dalam proses

peradangan. Sama seperti pada senyawa oksigen reaktif, astaxanthin juga

mengurangi pembentukan Nitric oxide (NO) dan aktivitas NOS pada sel

makrofag tikus, mengakibatkan hambatan COX (cyclooxygenase) yang

menurunkan produksi dari PGE2 (Prostaglandin) dan TNF- α (Tumor Necrosis

Factor) . TNF- α akan memproduksi sitokin dengan teraktivasinya makrofag dan

monosit, dan mempunyai ketahanan non spesifik terhadap berbagai macam virus

infeksi. Astaxanthin juga menekan NO serum, TNF α dan and IL-1β

(interleukine) pada tikus yang disuntik lipopolisakarida. TNF-α dan IL-1

menurunkan aktivitas p38 MAPK, yang merupakan ekspresi gen proinflamasi

Page 90: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

76

dan produksi sitokin. Karena itu Astaxanthin mempunyai daya anti inflamasi atau

peradangan dengan menghambat terbentuknya senyawa oksigen reaktif dan

spesies Nitrogen (Park dkk, 2010; Capelli dan Cysewki, 2006)

Asupan antioksidan berulang mungkin dapat mencegah katabolisme

musculoskeletal yang disebabkan karena kurangnya nutrisi tertentu, pelatihan

yang berlebihan, stres karena overtraining, dapat mencegah dan memperbaiki

atropi otot dan penggunaan protein otot yang disebabkan salahnya pengunaan,

seperti pada cidera otot, imobilisasi atau tirah baring yang lama, dan proses

penuaan yang berhubungan dengan berkurangnya massa otot dan kekuatan. Juga

akan terjadi peningkatan aktivitas transportasi creatine pada sel otot dan saraf,

memperbaiki metabolisme gula di serat otot, dan meningkatkan kapasitas kerja

musculoskeletal. Diyakini asupan suplementasi yang mengandung antioksidan

dapat mencegah dan membantu terapi terhadap kondisi neurodegenarasi seperti

Amyotrophic Lateral Sclerosis, Huntington’s Disease dan Parkinson Disease juga

menurunkan kejadian kerusakan karena penyempitan pembuluh darah otak pada

pasien dengan resiko tinggi terkena stroke. Diet dan suplementasi bisa membantu

mempertahankan kontraksi otot dan mempertahankan fungsi saraf otot pada

kondisi tersebut (Wataru dkk, 2006).

Berdasarkan penelitian sebelumnya dan teori di atas, mekanisme kerja

Astaxanthin dalam mencegah terjadinya nekrosis dan peradangan jaringan otot

pada keadaan overtraining adalah melalui pencegahan terbentuknya senyawa

oksigen reaktif (ROS) dan senyawa Nitrogen reaktif pada keadaan overtraining.

Pada keadaan overtraining terjadi peningkatan penggunaan oksigen yang akan

memicu terbentuknya ROS, di mana ROS akan menimbulkan reaksi peradangan

Page 91: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

77

dan nekrosis pada otot pada keadaan overtraining. Asupan Astaxanthin secara

teratur dapat menurunkan angka kejadian nekrosis dan sel radang pada jaringan

otot dibandingkan dengan kelompok yang tidak memakai astaxanthin, terlihat

bahwa astaxanthin dapat mencegah terjadinya kerusakan jaringan otot pada saat

pelatihan, sehingga performa pelatihan dapat tetap dipertahankan dan keuntungan

pelatihan optimal dapat dicapai.

Page 92: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

78

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tikus yang diberi pelatihan

maksimal (overtraining) setiap hari dan pemberian astaxanthin 1,2 mg/kgBB

pada tikus yang mengalami pelatihan maksimal (overtraining) setiap hari selama

30 hari, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Terjadi nekrosis dan peradangan pada m. gastrocnemius tikus yang

mengalami overtraining .

2. Pemberian astaxanthin dengan dosis 1,2 mg/kgBB setiap hari selama 30

hari mencegah terjadinya nekrosis dan peradangan jaringan otot pada

tikus yang mengalami overtraining.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai overtraining pada manusia

hingga ditemukan parameter yang pasti dalam menentukan kondisi

overtraining sehingga dapat dipakai sebagai alat pasti untuk menentukan

seseorang dalam keadaan overtraining.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada manusia untuk mengetahui

dosis optimal astaxanthin dalam mencegah kerusakan otot saat

melakukan pelatihan berlebih.

Page 93: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

79

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah astaxanthin

dapat menyembuhkan kerusakan otot yang terjadi saat melakukan

pelatihan berlebih dan dosis yang tepat untuk tujuan kuratif tersebut.

4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek astaxanthin

terhadap kerusakan lain dalam tubuh dan juga terhadap penyakit

degeneratif lain, serta dosis optimal untuk tujuan tersebut.

Page 94: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

80

DAFTAR PUSTAKA.

Abramson, J.L. and Vaccarino, V. 2002. Relationship Between Physical Activity

and Inflammation Among Apparently Healthy Middle-aged and Older US

Adults. Arch Intern Med Vol. 162 No. 11, June 10, 2002. p:1286-1292.

Aoi, W., Naito, Y., Sakuma, K. 2003. Asthaxanthine limits exercise-induced

skeletal and cardiac muscle damage in mice. Antioxidants and Redox

Signaling. Volume 5. Number 1.

Aoi, W., Naito, Y., Takanami, Y., Ishii, T. 2007. Astaxanthin Improves Muslce

Lipid Metabolism in Exercise Via Inhibitory Effects of Oxidative CPT I

Modification. Biochemical and Biophysical Research Communication.

Vol,. 366. P 892-897.

Archambault, S. 2000. Independent Samples T Test. Available from:

http://www.wellesley.edu/psychology.psych205/indepttest.html. Accessed

June 12,2010.

Beers, M. 2004. The Merck Manual of Health & Aging. New York : Balantine. P

901-914.

Bell, J. 2008. The Book of Personal Training. International Fitness Professionals

Association. p 331-337.

Bloomer, R.J., Fry, A., Schilling, B. 2005. Astaxanthin supplementation does not

attenuate muscle injury following eccentric exercise in resistance-trained

men. International Journal of Sport Nutrition and Exercise Metabolism.

2005 Agustus. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16286671. Accessed 14 January

2009.

Bloomer, R.J. 2007. The role of nutritional supplements in the prevention and

treatment of resistance exercise-induced skeletal muscle injury. Available

from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17503877. Accessed August

21, 2010.

Capelli, B., Cysewski, G. 2006. Natural Astaxanthin : King of the Carotenoids.

Cyanotect Corporation. 2006, p 93.

Clarkson,P.M., Hubal,M.J. 2002. Exercise-Induced Muscle Damage in Humans.

Available from :

http://journals.lww.com/ajpmr/pages/articleviewer.aspx?year=2002&issue

=11001&article=00007&type=abstract. Accessed November 18, 2009.

Clarkson,P.M., and Thompson, H.S. 2000. Antioxidants: what role do they play

in physical activity and health?. Am J Clin Nutr 2000;72(suppl):637S–

46S.

Page 95: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

81

Cunha, G.S., Ribeiro, J.L. Oliveira,A.R. 2006. Overtraining: theories, diagnosis

and markers. Rev Bras Med Esporte .Vol. 12, Nº 5.

Cysewski, G.R. and Lorenz, R.T. 2000. Commercial potential for Haematococcus

Microalgae as a natural source of astaxanthin. Trend In Biotechnology.

2000. Vol. 18. p 160-167.

Darren, E.R., Warburton, Nicol, C.W., Bredin S.D. 2006. Health benefits of

physical activity: the evidence. Canadian Medical Association Journal

CMAJ • March 14, 2006.

Dimitrov, D. M. and Rumrill, P. D. Jr . 2003. Pretest-posttest designs and

measurement of Change. Speaking of Research, Work 20 (2003) 159–

165. Available from :

http://cehd.gmu.edu/assets/docs/faculty_publications/dimitrov/file5.pdf.

Accessed December 22, 2011.

Ebbeling, C.B. 2003. Exercise-induced muscle damage and adaptation. Available

from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2657962. Accessed

November 18,2009.

Elstein, M. 2005. You Have The Power. Australia : Dr. Michael Eilstein. p 91-93.

Eritsland, J. 2000. Safety considerations of polyunsaturated fatty acids. American

Journal of Clinical Nutrition, Vol. 71, No. 1, 197S-201S, January 2000.

Gledhill, N., Jamnick, V. 2003. The Canadian Physical Activity, Fitness and

Lifestyle Approach. CSEP-Health and Fitness Program Health-Related

Appraisal and Counseling Strategy, 3rd Editiion, Available from :

http://www.sirc.ca/publishers/publication.cfm?publicationid=252&publish

erid=65. Accessed 18 May 2010.

Gleeson, M. 2002. Biochemical and Immunological Markers of

Overtraining.Journal of Sports Science and Medicine (2002) 1, p. 31-41.

Goldman, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Australasian Edition.

Malaysia : Advantage Quest Pubilications. p 15- 17.

Grobler, L., Collins, M., Lambert, M. 2004a. Remodelling of skeletal muscle

following exercise-induced muscle damage. International SportMed

Journal. Vol.5 No.2.

Grobler, L.,Collins, M., Lambert, M., Sinclair-Smith, C. 2004b. Skeletal muscle

pathology in endurance athletes with acquired training intolerance. Br J

Sports Med. 2004. Vol. 38. p. 697–703.

Page 96: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

82

Harnish,C. 2009. The Underperformance Syndrome: Beyond overtraining.

Available from : http://thinkfastmovefaster.com/information/articles/308-

the-underperformance-syndrome-beyond-overtraining. Accessed August

21, 2010.

Harman, D. 2004. The Free Radical Theory of Aging. Antioxidants & Redox

Signaling. Volume: 5 Issue 5: July 5, 2004.

Hartmann, U., Mester,J. 2000. Training and overtraining markers in selected

sport events. Med. Sci. Sports Exerc., Vol. 32, No. 1, p. 209-215, 2000.

Hashimoto, H., Kazuhiro, Y., Masayuki, Y. 2007. Carotinoid Science. An

Interdiciplinary Journal of Research of Carotinoid. Vol. 11.

Haskell, W.L., Lee, I. M., Pate, R. R., , Powell, K.E.,Blair, S. N., Franlin, B. A.,

Macera, C. A., Heath, G. W., Thompson, P. D., Bauman A. 2007.

Physical Activity and Public Health: Updated Recommendation for

Adults from the American College of Sports Medicine and the American

Heart Association. Medicine & Science in Sport & Exercise. Available

from :

http://walking.about.com/gi/o.htm?zi=1/XJ&zTi=1&sdn=walking&cdn=h

ealth&tm=99&f=10&su=p284.12.336.ip_p674.8.336.ip_&tt=2&bt=0&bts

=0&zu=http%3A//www.acsm.org/AM/Template.cfm%3FSection%3DHo

me_Page%26Template%3D/CM/ContentDisplay.cfm%26ContentID%3D

7788. Accesses October 24, 2011..

Kehrer, J.P. 2000. The Haber-Weiss reaction and mechanisms of toxicity.

Toxicology. 2000 Aug 14;149(1), p:43-50.

Heuer, M. 2007. Dietary supplement for enhancing skeletal muscle mass,

decreasing muscle protein degradation, downregulation of muscle

catabolism pathways, and decreasing catabolism of muscle cells.

Available from

http://images2.freshpatents.com/pdf/US20070015686A1.pdf. Accessed 21

January 2011.

Higuera-Ciapara, I, Félix-Valenzuela, L, Goycoolea F.M. 2000. Astaxanthin: a

review of its chemistry and applications. 2006. Crit Rev Food Sci Nutr.

2006;46(2):185-96.

Ikeuchi, M., Koyama, T., Takahashi, J., Yazawa, K. 2006. Effects of Astaxanthin

Supplementation on Exercise-Induced Fatigue in Mice. Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17015959. Accessed August

21,2010.

Page 97: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

83

Iorio, E.L. 2007. The Measurement of Oxidative Stress. International

Observatory of Oxidative Stress, Free Radicals and Antioxidant Systems.

Special supplement to Bulletin Vol. 4. No 1.

Karppi,. 2005. Effects of Astaxanthin Supplementation on Lipid Peroxiodation.

International Journal for Vitamin and Nutrition Research. 2007

Jan;77(1):3-11.

Kusumawati, D. 2000. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gadjah

Mada University Press.

Lee, I.M, Paffenbarger, R.S. 2000. Associations of Light, Moderate, and

Vigorous Intensity Physical Activity with Longevity. The Harvard

Alumni Health Study. Am. J. Epidemiol. (2000) 151 (3): 293-299.

Leeuwenburgh, C., Heinecke, J.W. 2001. Oxidative Stress and Antioxidants in

Exercise. Current Medicinal Chemistry 2001, 8, 829-838 829

Lehmann, M. 1998. Autonomic Imbalance Hypothesis and Overtraining

Syndrome. Med. Sci. Sport Exerc., Vol 30, No. 7, p 1140-1145.

Malmsten, C.L., Lignell, A. 2008. Dietary Supplementation with Astaxanthin-

Rich Algal Meal Improves Strength Endurance – A Double Blind Placebo

Controlled Study on Male Students. Carotenoid Science, Vol.13, 2008.

Oliveira, A.R., Schneider, C., Ribeiro, J.L., Deresz, L.F., Barp J., Belló-Klein A.

2003. Oxidative stress after three different intensities of running. Med Sci

Sports Exerc. 2003; 35:S367.

Pangkahila, W. 2007. Anit-Aging Medicine. Jakarta : PT. Gramedia. p 107-114.

Park, J.S., Chyun, J.H., Kim, Y.K., Line L.L., Chew, B.P. 2010. Astaxanthin

decreased oxidative stress and inflammation and enhanced immune

response in humans. Available From :

http://www.nutritionandmetabolism.com/content/7/1/18. Accessed August

18, 2011.

Petibois, C., Cazorla, G., Jacques-Rémi, P., Déléris, G. 2000. Biochemical

Aspects of Overtraining in Endurance Sports A Review. Sports Med

2002; 32 (13): 867-878.

Pidcock, J. 2003.How carbohydrate can help to protect against muscle damage"

Pocock, 2008. Clinical Trial. John Wiley and Sons. p 123-128.

Page 98: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

84

Radak, Z, Taylor, A.W., Ohno, H., Goto, S. 2001. Adaptation to exercise-induced

oxidative stress: from muscle to brain. Exerc Immunol Rev. 2001;7:90-

107.

Reagan-Shaw, S., Nihal,M., Ahmad, N. 2007. Dose translation from animal to

human studies revisited. The FASEB Journal • Life Sciences Forum. Vol

22. March 2007.

Rees, D. 2001. Essential Statistics. 4th ed. London: Chapman & Hall. p. 258.

Reynolds, G. 2010. Phys Ed: Free the Free Radicals. Available from :

http://well.blogs.nytimes.com/2010/10/06/phys-ed-free-the-free-radicals/.

Accessed October 24, 2011.

Rokyta, R, Stopka, P, Holecek, V, Krikava, K, Pekárková, I. 2004. Direct

measurement of free radicals in the brain cortex and the blood serum after

nociceptive stimulation in rats. Neuroendocrinology Letters No.4 August

Vol.25, 2004

Schoonjans, F. 2008. MedCalc. Available from: http://www.medcalc.be/manual/

mannwhitney.php. Accessed June 12, 2010.

Schneider, C.D., Barp, J., Ribeiro, J.L., Belló-Klein A., Oliveira, A.R. 2005.

Oxidative stress after three different intensities of running. Can J Appl

Physiol. 2005;30(6):723-34.

Tidball, J.G. 2005. Inflammatory processes in muscle injury and repair. Available

from : http://ajpregu.physiology.org/cgi/content/abstract/288/2/R345.

Accessed July 12,2009.

Urso, M.L, Clarkson, P.M. 2003. Oxidative stress, exercise, and antioxidant

supplementation. Environmental and Nutritional Interactions Antioxidant

Nutrients and Environmental Health. Volume 189, Issues 1-2, 15 July

2003, Pages 41-54.

Wataru, A., Naito,Y., Yoshikawa, T. 2006. Exercise and functional foods.

Available from : http://www.nutritionj.com/content/5/1/15. Aceessed

July 20,2009.

Weisstein, E. 2008. Wilcoxon Signed Rank Test. Available from:

http://mathworld.wolfram.com/WilcoxonSignedRanktest. Accessed June,

2010.

William, J.E. 2000. Vitamin E, vitamin C, and exercise. American Journal of

Clinical Nutrition, Vol. 72, No. 2, 647S-652s, August 2000

Page 99: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

85

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel konverisi perhitungan dosis untuk beberapa jenis hewan dan

manusia

TABEL KONVERSI PERHITUNGAN DOSIS UNTUK BEBERAPA JENIS

HEWAN DAN MANUSIA

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia

20 g 200g 400g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg

Mencit

20 g 1,0 7,0 2,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9

Tikus

200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0

Marmot

400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

Kelinci

1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2

Kucing

2 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

Kera

4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

Anjing

12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

Manusia

70 kg 0,0026 0,018 0,013 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

Keterangan : Konversi perhitungan dosis untuk beberapa jenis hewan dan

manusia (Kusumawati, 2000).

Page 100: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

86

Lampiran 2. Gambaran hisotlogis otot tikus

Serat Otot normal pada kelompok kontrol

Nekrosis pada serat otot kelompok tikus yang mengalamai overtraining

Page 101: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

87

Nekrosis pada serat otot kelompok tikus yang mengalami overtraining dan

mendapat astaxanthin

Infiltrasi sel radang pada otot kelompok tikus yang mengalami overtraining

Page 102: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

88

Nekrosis dengan infiltrasi sel radang pada otot kelompok tikus yang mengalami

overtraining dan mendapat astaxanthin

Page 103: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

89

Lampiran 3. Distribusi hasil

N0 Pemeriksaan distribusi nekrosis

Musculoskeletal tikus putih yang direnangkan secara maksimal (RM)

Pengamatan dilakukan pada 5 lapang pandang, 400X

I II III IV V

1 2 2 1 2 2

2 2 2 2 2 2

3 1 1 2 2 2

4 2 0 2 2 2

5 2 2 2 1 0

6 1 2 2 2 1

7 2 2 2 2 2

8 2 2 2 2 2

N0 Pemeriksaan distribusi sel radang

Musculoskeletal tikus putih yang direnangkan secara maksimal (RM)

Pengamatan dilakukan pada 5 lapang pandang, 400X

I II III IV V

1 1 1 1 1 2

2 2 1 2 2 2

3 1 1 1 1 2

4 2 2 2 2 2

5 1 2 1 2 2

6 0 0 2 2 1

7 2 1 0 2 2

8 2 2 2 2 2

N0 Pemeriksaan distribusi nekrosis

Musculoskeletal tikus putih yang direnangkan secara maksimal +

Ataxantin (RMA)

Pengamatan dilakukan pada 5 lapang pandang, 400X

I II III IV V

1 1 1 1 0 1

2 2 0 1 1 0

3 0 0 0 1 1

4 0 0 1 0 0

5 0 1 0 0 1

6 1 0 0 0 0

7 0 0 1 1 0

8 0 0 0 0 1

Page 104: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

90

N0 Pemeriksaan distribusi sel radang

Musculoskeletal tikus putih yang direnangkan secara maksimal +

Ataxantin(RMA)

Pengamatan dilakukan pada 5 lapang pandang, 400X

I II III IV V

1 1 1 1 1 1

2 1 1 0 0 0

3 0 0 0 1 1

4 0 1 0 0 1

5 1 0 0 0 1

6 0 0 0 1 1

7 0 0 0 0 1

8 0 0 1 0 0

Page 105: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

91

Lampiran 4

Uji Normalitas Data Nekrosis dan Sel Radang

Kelompok

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Nekrosis Renang Maksimal .240 8 .195 .858 8 .114

Renang Maksimal +

Astaxanthin .290 8 .046 .794 8 .025

Sel Radang Renang Maksimal .176 8 .200* .917 8 .410

Renang Maksimal +

Astaxanthin .415 8 .000 .689 8 .002

Nekrosis konstan pada Kelompok Kontrol, tidak dilampirkan dalam perhitungan.

Sel Radang konstan pada Kelomplok Kontrol, tidak dilampirkan dalam perhitungan.

Page 106: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

92

Lampiran 5

Uji Kruskal-Wallis Data Nekrosis dan Sel Radang antar Kelompok

Perlakuan

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence

Interval for Mean

Lower

Bound

Upper

Bound

Nekrosis Kontrol 8 .000 .0000 .0000 .000 .000

Renang Maksimal 8 1.750 .2330 .0824 1.555 1.945

Renang Maksimal

+ Astaxanthin 8 .425 .2493 .0881 .217 .633

Total 24 .725 .7842 .1601 .394 1.056

Sel

Radang

Kontrol 8 .000 .0000 .0000 .000 .000

Renang Maksimal 8 1.525 .3845 .1359 1.204 1.846

Renang Maksimal

+ Astaxanthin 8 .425 .2493 .0881 .217 .633

Total 24 .650 .7034 .1436 .353 .947

Uji Kruskal-Wallis

Kelompok N Mean Rank

Nekrosis Kontrol 8 4.50

Renang Maksimal 8 20.50

Renang Maksimal +

Astaxanthin 8 12.50

Total 24

Sel Radang Kontrol 8 4.50

Renang Maksimal 8 20.44

Renang Maksimal +

Astaxanthin 8 12.56

Total 24

Page 107: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

93

Uji Statistik a,b

J_nekrosis J_sel_radang

Chi-Square 21.421 21.322

df 2 2

Asymp. Sig. .000 .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok

Page 108: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

94

Lampiran 6

Uji Wilcoxon Sign Rank Test Data Nekrosis antara Sebelum dengan

Sesudah Perlakuan

Kelompok = Kontrol

Uji Wilcoxon Signed Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Nekrosis_post -

Nekrosis_pre

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 8c

Total 8

a. Nekrosis_post < Nekrosis_pre

b. Nekrosis_post > Nekrosis_pre

c. Nekrosis_post = Nekrosis_pre

Uji Statistik b,c

Nekrosis_post - Nekrosis_pre

Z .000a

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks.

b. Kelompok = Kontrol

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Kelompok = Renang Maksimal

Uji Wilcoxon Signed Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Nekrosis_post -

Nekrosis_pre

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 8b 4.50 36.00

Ties 0c

Total 8

a. Nekrosis_post < Nekrosis_pre

b. Nekrosis_post > Nekrosis_pre

c. Nekrosis_post = Nekrosis_pre

Page 109: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

95

Uji Statistikb,c

Nekrosis_post - Nekrosis_pre

Z -2.546a

Asymp. Sig. (2-tailed) .011

a. Based on negative ranks.

b. Kelompok = Renang Maksimal

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Kelompok = Renang Maksimal + Astaxanthin

Uji Wilcoxon Signed Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Nekrosis_post -

Nekrosis_pre

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 8b 4.50 36.00

Ties 0c

Total 8

a. Nekrosis_post < Nekrosis_pre

b. Nekrosis_post > Nekrosis_pre

c. Nekrosis_post = Nekrosis_pre

d. Kelompok = Renang Maksimal + Astaxanthin

Uji Statistikb,c

Nekrosis_post - Nekrosis_pre

Z -2.549a

Asymp. Sig. (2-tailed) .011

a. Based on negative ranks.

b. Kelompok = Renang Maksimal + Astaxanthin

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 110: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

96

Lampiran 7

Uji Wilcoxon Sign Rank Test Data Sel Radang antara Sebelum dengan

Sesudah Perlakuan

Kelompok = Kontrol

Uji Wilcoxon Signed Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Sel_Radang_post -

Sel_Radang_pre

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 8c

Total 8

a. Sel_Radang_post < Sel_Radang_pre

b. Sel_Radang_post > Sel_Radang_pre

c. Sel_Radang_post = Sel_Radang_pre

Uji Statistikb,c

Sel_Radang_post - Sel_Radang_pre

Z .000a

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks.

b. Kelompok = Kontrol

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 111: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

97

Kelompok = Renang Maksimal

Uji Wilcoxon Signed Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Sel_Radang_post -

Sel_Radang_pre

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 8b 4.50 36.00

Ties 0c

Total 8

a. Sel_Radang_post < Sel_Radang_pre

b. Sel_Radang_post > Sel_Radang_pre

c. Sel_Radang_post = Sel_Radang_pre

Uji Statisticsb,c

Sel_Radang_post - Sel_Radang_pre

Z -2.527a

Asymp. Sig. (2-tailed) .012

a. Based on negative ranks.

b. Kelompok = Renang Maksimal

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 112: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

98

Kelompok = Renang Maksimal + Astaxanthin

Uji Wilcoxon Signed Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Sel_Radang_post -

Sel_Radang_pre

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 8b 4.50 36.00

Ties 0c

Total 8

a. Sel_Radang_post < Sel_Radang_pre

b. Sel_Radang_post > Sel_Radang_pre

c. Sel_Radang_post = Sel_Radang_pre

Uji Statistikb,c

Sel_Radang_post - Sel_Radang_pre

Z -2.588a

Asymp. Sig. (2-tailed) .010

a. Based on negative ranks.

b. Kelompok = Renang Maksimal + Astaxanthin

c. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 113: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

99

Lampiran 8

Statistik Deskriptifa

N

Percentiles

25th

50th

(Median) 75th

Nekrosis 8 .000 .000 .000

Sel_Radang 8 .000 .000 .000

Kelompok 8 1.00 1.00 1.00

a. Kelompok = Kontrol

Statistik Deskriptif a

N

Percentiles

25th

50th

(Median) 75th

Nekrosis 8 1.600 1.700 2.000

Sel_Radang 8 1.200 1.500 1.950

Kelompok 8 2.00 2.00 2.00

a. Kelompok = Renang Maksimal

Statistik Deskriptif a

N

Percentiles

25th

50th

(Median) 75th

Nekrosis 8 .200 .400 .700

Sel_Radang 8 .250 .400 .400

Kelompok 8 3.00 3.00 3.00

a. Kelompok = Renang Maksimal + Astaxanthin

Page 114: Astaxanthin Mencegah Efek Nekrosis Dan Peradangan Otot Pada Tikus Yang Mengalami Overtraining

100

Lampiran 9

Perhitungan persentase

Persentase penurunan angka kejadian nekrosis antara kelompok renang maksimal

dengan astaxanhin dibandingkan dengan kelompok renang maksimal :

1.7 – 0.4 X 100% = 76.47%

1.7

Persentase penurunan angka kejadian sel radang antara kelompok renang

maksimal dengan astaxanthin dibandingkan dengan kelompok renang maksimal :

1.5 – 0.4 X 100 %n = 73.33 %

1.5