AsKep GADAR ASMATIKUS.docx
description
Transcript of AsKep GADAR ASMATIKUS.docx
AsKep GADAR ASMATIKUS
ASMATIKUS
PENGERTIAN
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap
terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan
tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan
iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh
hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat
kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk serangan
asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonisβ2 tidak ada perbaikan
atau malah memburuk.
PATOFISIOLOGI
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa
bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status
asmatikus. Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi
alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.
Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan
peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH
turun, mencerminkan respirasi asidosis.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada
asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi.
Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya
obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan
pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak napas
mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat
penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama
menentukan apakah asam tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia pertengahan
atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut
berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang
potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
a. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan
sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
b. Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
c. Denyut nadi lebih dari 110x/menit
d. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
e. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.
EVALUASI DIAGNOSTIC
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas
akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis
), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis,
adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun
kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien
dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya
bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi
berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO 2
rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar
normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya
serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
3. Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif
dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan
atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai
mutlak saat pemeriksaan.
4. Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau
komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan
pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu
hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang meurun. Semua gambaran ini
akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
5. Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah
gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler,
tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif
jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin
dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah
membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus
yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi,
pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek
samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin. Dokter yang
merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita meski dikirim ke unit
perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD
dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut.
1) Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia. Oksigen aliran rendah
yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen
yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85
mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap
pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2) Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat diperjarang
pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat
diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi
perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3) Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip
didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin
direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok.
Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia
dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan
karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya keadaan
serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis
keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative adalah
triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia
kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau
predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5) Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara
inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian
agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6) Pengobatan lainnya
a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian
adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan
pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b) Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans
seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik
bromeksin maupun N-asetilsistein.
c) Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada
penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d) Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan neutrofil
leukositosis.
e) Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan intensif. Sedangkan
antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat
menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respon
pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising mengi, frekuensi napas,
frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum aminofilin, kadar
kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yangdiberikan perlu dipikirkan
apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun penderita yang memerlukan
perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg ) sesudah pemberian oksigen.
Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan, terapi intensif
dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti,
diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6 – 8 x/
hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10, steroid oral ( predmison, predmisolon )
diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin diteruskan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanda – tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit. Masukan cairan
penting untuk melawan dehidrasi, mengencerkan sekresi, dan untuk memudahkan ekspektorasi.
Cairan intravena diberikan sesuai dengan yang diharuskan, hingga 3 sampai 4 L/hari, kecuali bila
ada kontraindikasi.
Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus – menerus, penting dilakukan
dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus dapat diatasi. Energy pasien
harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas dari iritan pernapasan, termasuk bunga,
asap, tembakau, parfum, atau bau bahan pembersih. Bantal nonalergik harus digunakan.
PENYULUHAN PASIEN
Penatalaksanaan lepas rawat
Sebagai patokan, penderita dapat dipulangkan bila :
a. Tidak ada sesak waktu istirahat
b. Bising mengi tidak ada atau minimal
c. Retraksi otot bantu napas minimal
d. Tidur sudah normal
e. APE > 70 % dari nilai normal atau nilai terbaik
Selama minggu pertama penderita dipulangkan, diberikan pengobatan yang sama dengan
hari – hari terakhir perawatan di rumah sakit. Yang terpenting adalah mengenai penggunaan
steroid. Penurunan dosis steroid 5 mg / hari baru dilakukan pada minggu kedua pasca perawatan.
Pada penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid dilakukan sampai dosis
rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis tunggal di pagi hari setiap
hari atau selang hari. Kalau memungkinkan lebih baik diberikan steroid aerosol.
Mendidik pasien merupakan bagian penting dari perawatan jika kekambuhan dan
perwatan ulang dipertahankan minimal. Pasien diinstruksikan untuk dengan segera melaporkan
tanda – tanda dan gejala – gejala yang menyulitka, seperti bangun saat malam hari dengan
serangan akut, tidak mendapatkan peredaan komplit dari penggunaan inhaler, atau mengalami
infeksi pernapasan. Bronkodilator mungkin diperlukan sepanjang waktu. Obat – obat tertentu
( yaitu teofilin dan kortikosteroid ) dapat ditambahkan atau dosisnya dinaikkan ketika terjadi
serangan asmatik. Hidrasi adekuat harus dipertahankan di rumah untuk menjaga sekresi agar
tidak mengental. Pasien harus diingatkan bahwa infeksi harus dihindari karena infeksi dapat
mencetuskan serangan.
Aktivitas perawatan diri tertentu meningkatkan penggagalan serangan hebat dan
memberikan suatu kemadirian. Jika diresepkan teofilin oral kerja lama, instruksi yang cermat
diberikan tentang bahaya penggunaan yang berlebihan. Adrenergic β2-selektif, seperti
metaproterenol atau albuterol, mungkin juga diresepkan untuk pemberian mandiri dengan inhaler
genggam dosis terukur. Bila bronkodilator ini tidak berhasil, kortikosteroid ( kerja cepat, dosis
besar ), biasanya prednisone, diresepkan. Intruksi tentang penggunaan obat – obat ini juga
diberikan dan pasien disarankan untuk mencari perawatan tindak lanjut sesuai kebutuhan.
KAJIAN KEPERAWATAN KRITIS
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas.
Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan
kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien
c. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan
membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk
memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga
pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam
bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau
adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut
pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik
pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE )
kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120
lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.
Diagnose Keperawatan :
perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami
penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat
mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat
usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan
kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.
EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure dilakukan,
maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
yang lebih intesif.
Diposkan 23rd February 2011 oleh Lia Tipa
Lia Tipa
AsKep GADAR ASMATIKUS
Sistem Saraf
AsKep Anak - Asma Bronkial
AsKep GADAR ASMATIKUS
ASMATIKUS
PENGERTIAN
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap
terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan
tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan
iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh
hipersensitivitas terhadap penisilin.
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat
kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk serangan
asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonisβ2 tidak ada perbaikan
atau malah memburuk.
PATOFISIOLOGI
Karakteristik dasar dari asma ( konstriksi otot polos bronchial, pembengkakan mukosa
bronchial, dan pengentalan sekresi ) mengurangi diameter bronchial dan nyata pada status
asmatikus. Abnormalitas ventilasi – perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi
alkalosis pada awalnya, diikuti oleh respiratori asidosis.
Terhadap penurunan PaO2 dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO2 dan
peningkatan pH. Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH
turun, mencerminkan respirasi asidosis.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik status asmatikus adalah sama dengan manifestasi yang terdapat pada
asma hebat – pernapasan labored, perpanjangan ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi.
Namun, lamanya mengi tidak mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya
obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
Mengenal suatu serangan suatu asma akut pada dasarnya sangat mudah. Dengan
pemeriksaan klinis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan, yaitu dengan adanya sesak napas
mendadak disertai bising mengi yang terdengar diseluruh lapangan paru. Namun yang sangat
penting dalam upaya penganggulangannya adalah menentukan derajat serangan terutama
menentukan apakah asam tersebut termasuk dalam serangan asma yang berat.
Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada penderita usia pertengahan
atau lanjut, menderita asma yang lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut
berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka panjang. Asma akut berat yang
potensial mengancam jiwa, mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
a. Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan
sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak.
b. Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
c. Denyut nadi lebih dari 110x/menit
d. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
e. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.
EVALUASI DIAGNOSTIC
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas
akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis
), mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis,
adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun
kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien
dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya
bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi
berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO 2
rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar
normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya
serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
3. Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif
dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan
atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai
mutlak saat pemeriksaan.
4. Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut memperburuk atau
komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan
pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu
hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang meurun. Semua gambaran ini
akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.
5. Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah
gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler,
tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan obstruktif
jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin
dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat
berpedoman secara klinis, uji faal paru ( APE ) untuk dapat menilai respon pengobatan apakah
membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi oleh karena konstriksi bronkus
yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya komplikasiseperti infeksi,
pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah tentu memerlukan pengobatan lainnya. Efek
samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips aminofilin. Dokter yang
merawat harus mampu dengan akurat menentukan kapan penderita meski dikirim ke unit
perawatan intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD
dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut.
1) Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
Terapi oksigen dilakukan megnatasi dispena, sianosis, danhipoksemia. Oksigen aliran rendah
yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau kateter hidung diberikan. Aliran oksigen
yang diberikan didasarkan pada nilai – nilai gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85
mmHg. Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons terhadap
pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2) Agonis β2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian dapat diperjarang
pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagian alternative lain dapat
diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler / volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi
perburukan, diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
3) Aminofilin
Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam. Pemberian per drip
didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin
direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung, atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada perokok.
Gejala toksik pemberian aminofilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia
dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera dihentikan
karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi intraveni diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung beratnya keadaan
serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis
keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam. Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative adalah
triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10 mg. bila tidak tersedia
kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau
predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5) Antikolonergik
Iptropium bromide dapt diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis β2 secara
inhalasi nebulisasi terutama penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian
agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6) Pengobatan lainnya
a) Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan penilaian
adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan
pada keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b) Mukolitik dan ekpetorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan berat ekspektorans
seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik
bromeksin maupun N-asetilsistein.
c) Fisioterapi dada
Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada
penderita hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi akut yang terjadi.
d) Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan neutrofil
leukositosis.
e) Sedasi dan antihistamin
Obat – obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang perawatan intensif. Sedangkan
antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat malahan dapat
menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
Penatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respon
pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak napas, bising mengi, frekuensi napas,
frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas. APE, fotothoraks, AGD, kadar serum aminofilin, kadar
kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Indikasi perawatan intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi intensif yangdiberikan perlu dipikirkan
apakah penderita akan dikirim ke unit perawatan intensif. Adapun penderita yang memerlukan
perawatan intensif yaitu
a. Terdapat tanda- tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
c. Terjadi henti napas ( PaO2 < 40 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg ) sesudah pemberian oksigen.
Penatalaksanaan lanjutan diruangan
Pada penderita yang telah menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan, terapi intensif
dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2 – 5 hari pertama semua pengobatan intravena diganti,
diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis β2 dengan inhaler dosis terukur 6 – 8 x/
hari atau preparat oral 3 – 4 x/hari. Pada hari 5 – 10, steroid oral ( predmison, predmisolon )
diturunkan, obat agonis β2 dan aminofilin diteruskan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanda – tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit. Masukan cairan
penting untuk melawan dehidrasi, mengencerkan sekresi, dan untuk memudahkan ekspektorasi.
Cairan intravena diberikan sesuai dengan yang diharuskan, hingga 3 sampai 4 L/hari, kecuali bila
ada kontraindikasi.
Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus – menerus, penting dilakukan
dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus dapat diatasi. Energy pasien
harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas dari iritan pernapasan, termasuk bunga,
asap, tembakau, parfum, atau bau bahan pembersih. Bantal nonalergik harus digunakan.
PENYULUHAN PASIEN
Penatalaksanaan lepas rawat
Sebagai patokan, penderita dapat dipulangkan bila :
a. Tidak ada sesak waktu istirahat
b. Bising mengi tidak ada atau minimal
c. Retraksi otot bantu napas minimal
d. Tidur sudah normal
e. APE > 70 % dari nilai normal atau nilai terbaik
Selama minggu pertama penderita dipulangkan, diberikan pengobatan yang sama dengan
hari – hari terakhir perawatan di rumah sakit. Yang terpenting adalah mengenai penggunaan
steroid. Penurunan dosis steroid 5 mg / hari baru dilakukan pada minggu kedua pasca perawatan.
Pada penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid dilakukan sampai dosis
rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis tunggal di pagi hari setiap
hari atau selang hari. Kalau memungkinkan lebih baik diberikan steroid aerosol.
Mendidik pasien merupakan bagian penting dari perawatan jika kekambuhan dan
perwatan ulang dipertahankan minimal. Pasien diinstruksikan untuk dengan segera melaporkan
tanda – tanda dan gejala – gejala yang menyulitka, seperti bangun saat malam hari dengan
serangan akut, tidak mendapatkan peredaan komplit dari penggunaan inhaler, atau mengalami
infeksi pernapasan. Bronkodilator mungkin diperlukan sepanjang waktu. Obat – obat tertentu
( yaitu teofilin dan kortikosteroid ) dapat ditambahkan atau dosisnya dinaikkan ketika terjadi
serangan asmatik. Hidrasi adekuat harus dipertahankan di rumah untuk menjaga sekresi agar
tidak mengental. Pasien harus diingatkan bahwa infeksi harus dihindari karena infeksi dapat
mencetuskan serangan.
Aktivitas perawatan diri tertentu meningkatkan penggagalan serangan hebat dan
memberikan suatu kemadirian. Jika diresepkan teofilin oral kerja lama, instruksi yang cermat
diberikan tentang bahaya penggunaan yang berlebihan. Adrenergic β2-selektif, seperti
metaproterenol atau albuterol, mungkin juga diresepkan untuk pemberian mandiri dengan inhaler
genggam dosis terukur. Bila bronkodilator ini tidak berhasil, kortikosteroid ( kerja cepat, dosis
besar ), biasanya prednisone, diresepkan. Intruksi tentang penggunaan obat – obat ini juga
diberikan dan pasien disarankan untuk mencari perawatan tindak lanjut sesuai kebutuhan.
KAJIAN KEPERAWATAN KRITIS
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas.
Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan
kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b. Kaji tingkat kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien
c. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan
membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk
memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha
ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga
pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam
bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau
adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut
pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik
pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE )
kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120
lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.
Diagnose Keperawatan :
perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami
penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat
mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat
usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan
kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.
EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure dilakukan,
maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
yang lebih intesif.
Askep Asmatikus
A. Pengertian
Status Asmatikus adalah suatu keadaan dimana penyakit asma yang tidak dapat ditangani
dengan pengobatan biasa, melainkan harus dengan menggunakan alat, seperti Bronkodilator.
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif (bersifat menghambat, menyumbat) intermiten
(terjadi berkala setelah interval tertentu), reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara
hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan
jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
C. Patofisiologi
Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi).
Kontraksi otot polos.
Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan) mukusa.
Hipersekresi (sekresi yang berlebih).
Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi).
Hipoventilasi (keadaan nafas yang lambat dan dangkal).
distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
Gangguan difusi gas di alveoli
Hipoxemia (keadaan kadar oksigen yang menurun dalam darah).
Hiperkarpia
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua
faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret
abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi
mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di
terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan
ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru,
gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan
alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis
(radang kulit), demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma
intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang
spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Mediator kimiaPatofisiologi: WOC
Bronkokonstriksi, Edema Mukosa, Sekresi Berlebihan
Penyumbatan jalan nafas Ventilasi tidak seragamHiperinflasiatelektasisKelenturan berkurangKetidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Hipoventilasi alveolarasidosis
Surfaktan berkurang
Kerja pernapasan bertambah↑Pco2Vasokonstriksi pulmonal↓Po2
a. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pada pasien asmatikus adalah batuk, dyspnoe (sesak nafas), dan wheezing
(terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang
sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisa, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak
otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas, wheezing).
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
b. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru) :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1). Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2). Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3). Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin (suatu senyawa amin depressor yang didapat dengan dekarboksilasi
histidin), metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi (keadaan nafas yang cepat) dengan
udara dingin dan inhalasi (penghirupan) dengan aqua destilata.
4). Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E (kependekan immunoglobulin, protein
penting dalam mekanisme imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
c. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal
nafas, bronchitis.
d. Terapi/Pengobatan
1. Bronchodilator Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik (obat
yang efeknya serupa perangsangan saraf ortosimpatik), maka sebaiknya diberikan aminofilin
secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah
digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik
secara aerosol atau parenteral. Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk
selektif terhadap adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol )
mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan
dengan bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin). Obat-obat Bronkhodilator serta
aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak
nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan 2 sedotan dari suatu metered
aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam,
jika tidak ada perbaikan sampai 10-15 menit berikan aminofilin intrvena. Obat-obat
Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping takhikardi, penggunaan perentral pada
orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan.
Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x
tergantung kebutuhan. Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB
dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk dosis penunjang 0,9
mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.
2. Kortikosteroid Jika pemberian obat-obat bronkhodilator tidak menunjukkan perbaikan,
dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3-4
mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2
mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3. Pemberian Oksigen Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan
dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat
dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus
cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.
a. Asuhan Keperawatan Asmatikus
i. Pengkajian
a. Identitas klien
1). Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
- Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
- Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2). Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3). Riwayat keluarga: riwayat keturunan
4). Status mental : lemas, takut, gelisah
5). Pernapasan
- Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
- Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
- Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
- Adanya bunyi napas mengi.
- Adanya batuk berulang.
6). Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
7). Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
ii. Pemeriksaan Fisik
Dada:
1). Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2). Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3). Keabnormalan struktur Thorax
4). Contour dada simetris
5). Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6). RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1). Temperatur kulit
2). Premitus : fibrasi dada
3). Pengembangan dada
4). Krepitasi (bunyi seperti gesekan rambut dengan jari)
5). Massa
6). Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan).
Auskultasi:
1). Vesikuler
2). Broncho vesikuler
3). Hyper ventilasi
4). Rochi
5). Wheezing
6). Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
iii. Diagnosa Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUANKRITERIA
HASILINTERVENSI RASIONAL
1. Tidak efektifnya
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan akumulasi
mukus.
Jalan nafas
kembali
efektif.
Sesak berkurang,
batuk berkurang,
klien dapat
mengeluarkan
sputum,
wheezing
berkurang/hilang,
1. Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya bunyi
nafas, misalnya :
wheezing, ronkhi.
1. Beberapa derajat
spasme bronkus terjadi
dengan obstruksi jalan
nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi
mengi (empysema),
tak ada fungsi nafas
vital dalam batas
normal keadaan
umum baik.
(asma berat).
2. Kaji / pantau frekuensi
pernafasan catat rasio
inspirasi dan ekspirasi.
2. Takipnea biasanya ada
pada beberapa derajat
dan dapat ditemukan
pada penerimaan
selama strest/adanya
proses infeksi akut.
Pernafasan dapat
melambat dan
frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding
inspirasi.
3. Kaji pasien untuk
posisi yang aman,
misalnya : peninggian
kepala tidak duduk
pada sandaran
3. Peninggian kepala
tidak mempermudah
fungsi pernafasan
dengan menggunakan
gravitasi.
4. Observasi karakteristik
batuk, menetap, batuk
pendek, basah. Bantu
tindakan untuk
keefektipan
memperbaiki upaya
batuk.
4. batuk dapat menetap
tetapi tidak efektif,
khususnya pada klien
lansia, sakit
akut/kelemahan.
5. Berikan air hangat. 5. penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
2. Tidak efektifnya
pola nafas
berhubungan
Pola nafas
kembali
Pola nafas
efektif, bunyi
nafas normal
1. Kaji frekuensi
kedalaman pernafasan
dan ekspansi dada.
1. kecepatan biasanya
mencapai kedalaman
pernafasan bervariasi
dengan penurunan
ekspansi paru.
efektif. atau bersih, TTV
dalam batas
normal, batuk
berkurang,
ekspansi paru
mengembang.
Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan
otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal.
tergantung derajat
gagal nafas. Expansi
dada terbatas yang
berhubungan dengan
atelektasis dan atau
nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas
dan catat adanya bunyi
nafas seperti krekels,
wheezing.
2. ronki dan wheezing
menyertai obstruksi
jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan
bantu mengubah posisi.
3. duduk tinggi
memungkinkan
ekspansi paru dan
memudahkan
pernafasan.
4. Observasi pola batuk
dan karakter sekret.
4. Kongesti alveolar
mengakibatkan batuk
sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien
dalam nafas dan latihan
batuk.
5. dapat
meningkatkan/banyak
nya sputum dimana
gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak
nyaman upaya
bernafas.
3. Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan intake
Kebutuhan
nutrisi dapat
terpenuhi.
Keadaan umum
baik, mukosa
bibir lembab,
nafsu makan
baik, tekstur kulit
baik, klien
1. Kaji status nutrisi
klien (tekstur kulit,
rambut, konjungtiva).
1. menentukan dan
membantu dalam
intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien
tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
2. peningkatan
pengetahuan klien
dapat menaikan
yang tidak adekuat. menghabiskan
porsi makan yang
disediakan, bising
usus 6-12
kali/menit, berat
badan dalam batas
normal.
partisipasi bagi klien
dalam asuhan
keperawatan.
3. Timbang berat badan
dan tinggi badan.
3. Penurunan berat badan
yang signifikan
merupakan indikator
kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum
air hangat saat makan.
4.air hangat dapat
mengurangi mual.
5.Anjurkan klien
makan sedikit-sedikit
tapi sering
5. memenuhi kebutuhan
nutrisi klien.
4. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan kelemahan
fisik.
Klien dapat
melakukan
aktivitas
sehari-hari
secara mandiri.
KU klien baik,
badan tidak
lemas, klien
dapat beraktivitas
secara mandiri,
kekuatan otot
terasa pada skala
sedang
1. Evaluasi respons
pasien terhadap
aktivitas. Catat laporan
dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan
dan perubahan tanda
vital selama dan setelah
aktivitas.
1. menetapkan
kebutuhan/kemampua
n pasien dan
memudahkan pilihan
intervensi.
2. Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana
pengobatan dan
perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
2. Tirah baring
dipertahankan selama
fase akut untuk
menurunkan
kebutuhan metabolik,
menghemat energi
untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih
posisi nyaman untuk
istirahat dan atau tidur.
4. Bantu aktivitas
3.pasien mungkin nyaman
dengan kepala tinggi
atau menunduk
kedepan meja atau
keperawatan diri yang
diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase
penyembuhan
bantal.
4. meminimalkan
kelelahan dan
membantu
keseimbangan suplai
dan kebutuhan
oksigen.
5. Berikan lingkungan
tenang dan batasi
pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
5.menurunkan stress dan
rangsangan berlebihan
meningkatkan
istirahat.
5. Kurangnya
pengetahuan
tentang proses
penyakitnya
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
Pengetahuan
klien tentang
proses
penyakit
menjadi
bertambah.
Mencari tentang
proses penyakit :
- Klien mengerti
tentang definisi
asma
- Klien mengerti
tentang penyebab
dan pencegahan
dari asma
- Klien mengerti
komplikasi dari
asma
1. Diskusikan aspek
ketidak nyamanan dari
penyakit, lamanya
penyembuhan, dan
harapan kesembuhan.
1. informasi dapat
manaikkan koping dan
membantu
menurunkan ansietas
dan masalah
berlebihan.
2. Berikan informasi
dalam bentuk tertulis
dan verbal.
2. kelemahan dan depresi
dapat mempengaruhi
kemampuan untuk
mangasimilasi
informasi atau
mengikuti program
medik.
3. Tekankan
pentingnya
melanjutkan batuk
efektif atau latihan
pernafasan.
3. selama awal 6-8
minggu setelah
pulang, pasien
beresiko besar untuk
kambuh dari
penyakitnya.
4. Identifikasi tanda 4. upaya evaluasi dan
atau gejala yang
memerlukan pelaporan
pemberi perawatan
kesehatan.
intervensi tepat waktu
dapat mencegah
meminimalkan
komplikasi.
5. Buat langkah untuk
meningkatkan
kesehatan umum dan
kesejahteraan, misalnya
: istirahat dan aktivitas
seimbang, diet baik.
5. menaikan pertahanan
alamiah atau imunitas,
membatasi terpajan
pada patogen.
N
ODIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Tidak efektifnya bersihan
jalan nafas berhubungan
dengan akumulasi mukus.
Atur posisi klien semi
fowler
Berikan terapi oksigen
Anjurkan istirahat yang
cukup
Mengatur posisi klien
semi fowler
Memberikan terapi
oksigen
Menganjurkan istirahat
yang cukup
S: klien mengatakan jalan
nafas kembali efektif.
O: Klien tidak sesak nafas
: masalah teratasi
:Intervensi diberhentikan
2. Tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru.
Atur posisi klien semi
fowler
Berikan terapi oksigen
Anjurkan istirahat yang
cukup
Mengatur posisi klien
semi fowler
Memberikan terapi
oksigen
Menganjurkan istirahat
yang cukup
S: klien mengatakan pola
nafas kembali efektif
O: klien tidak sesak nafas
A: masalah teratasi
P: Intervensi diberhentikan
3. Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
Anjurkan klien minum
air hangat saat makan
Anjurkan klien makan
sedikit demi sedikit tapi
sering
Menganjurkan klien
minum air hangat saat
makan
Menganjurkan klien
makan sedikit demi
sedikit tapi sering
S: Klien mengatakan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi
O: klien tidak kekurangan
nutrisi
A: Masalah teratasi
P: Intervensi diberhentikan
4. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan fisik.
Anjurkan istirahat yang
cukup
Anjurkan minum air
yang banyak
Menganjurkan istirahat
yang cukup
Menganjurkan minum
air yang banyak.
S: Klien mengatakan dapat
melakukan aktifitas.
: klien tidak mengalami
kelemahan fisik
: masalah teratasi
: intervensi diberhentikan
5. Kurangnya pengetahuan
tentang proses penyakitnya
berhubungan dengan
kurangnya informasi
Anjurkan untuk lebih
banyak membaca Koran
atau buku-buku lain
atau juga dengan
browsing internet
Menganjurkan untuk
lebih banyak membaca
Koran atau buku-buku
lain atau juga dengan
browsing internet.
S: klien mengatakan
pengetahuan tentang
proses penyakit menjadi
bertambah.
O: klien tidak kekurangan
informasi
A: masalah teratasi
P: intervensi diberhentikan.