askep gadar DVT
-
Upload
anha-mulhieanha -
Category
Documents
-
view
613 -
download
23
description
Transcript of askep gadar DVT
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Thrombosis vena dalam adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder
akibat inflamasi/trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. Angka kejadian
tromboemboli vena di Amerika Serikat lebih dari 1 per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap
tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli vena, didapat 60% emboli par u dengan resiko
kematian sekitar 30% dalam 30 hari. Beber apa kondisi klinis yang bisa memicu timbulnya DVT
antara lain: adanya kompresi dari pembuluh vena, trauma fisik, kanker, infeksi, penyakit
inflamasi tertentu, dan kondisi- kondisi khusus seperti stroke, gagal jantung, sindroma nefrotik.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain
tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-
kasus orthopedic, per jalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas, penuaan,
obat-obatan tertentu ( estrogen, erythropoietin) dantrombophilia. Pada wanita memiliki
peningkatan resiko selama kehamilan dan pasca persalinan.
Mengingat komplikasi yang timbul akibat trombosis vena dalam tersebut maka kita perlu
waspada pada kelompok r esiko seperti di atas. Oleh karenanya pemahaman terhadap penyakit ini
terkait patofisiologi, gejala klinis, faktor resiko, penegakan diagnosa dan penatalaksanaan agar
mengurangi resiko komplikasi menjadi penting bagi tenaga medis. Berangkat dari hal ter sebut
tinjauan pustaka ini ditulis dengan harapan bisa member i informasi yang cukup tentang penyakit
trombosis vena dalam.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. ANATOMI VENA
Vena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi darah kembali menuju jantung
sehingga disebut juga pembuluh darah balik. Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebih
tipis dan mudah melebar. Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan
tekanan yang relatif rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena ini merupakan faktor penentu
penting dari curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh jantung tergantung pada alir balik
vena.
Sistem vena khususnya pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem:
1. Subsistem vena permukaan
2. Subsistem vena dalam
3. Subsistem penghubung ( saling ber hubungan)
Vena permukaan terletak di jar ingan subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari
pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem
permukaan terdiri dar i: Vena Safena Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna
merupakan vena terpanjang di tubuh, berjalan dari maleolus naik ke bagian medial betis dan paha,
ber muara ke Vena Femoralis tepat di bawah selangkangan. Vena Safena Magna mengalirkan
darah dari bagian anteromedial betis dan paha. Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi
lateral dar I mata kaki melalui betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral
betis dan mengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut Safenopoplitea.
Diantara Vena Safena Magna dan Parva banyak didapat anastomosis, hal ini merupakan rute
aliran kolateral yang memiliki peranan penting saat terjadi obstruksi vena.
Sistem vena dalam membawa sebagian besar darah dari ekstremitas bawah yang terletak di
dalam kompartemen otot. Vena-vena dalam menerima aliran darah dari venula kecil dan
pembuluh intra muskuler. Sistem vena dalam cenderung ber jalan sejajar dengan pembuluh arteri
tungkai bawah dan diber i nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibatnya, termasuk
dalam sistem vena ini adalah Vena Tibialis Anter ior dan Posterior, Peroneus, Poplitea,
Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang tidak diberi nama.
Vena Iliaka juga dimasukkan ke dalam sistem vena dalam ekstremitas bawah karena aliran vena dar i
tungkai ke vena cava ter gantung pada patensi dan integritas dari pembuluh-pembuluh ini.
Subsistem vena- vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh
darah yang disebut vena penghubung yang membentuk subsistem penghubung ekstr emitas
bawah. Aliran biasanya da ivena per mukaan ke vena dalam dan selanjutnya ke vena kava
infer ior.
Pada struktur anatomi vena didapatkan katup-katup semilunaris satu arah yang tersebar di
seluruh sistem vena. Katup-katup tersebut adalah lipatan dari lapisan intima yang terdiri dar I
endotel dan kolagen, ber fungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik, mengarahkan alir an
kearah proksimal dan dari sistem permukaan ke sistem dalam melalui penghubung. Kemampuan
katup untuk menjalankan fungsinya merupakan faktor yang sangat penting sebab aliran darah
dar i ekstremitas menuju jantung ber jalan melawan
gravitasi.
Gambar : Katup vena
Fisiologi pada aliran vena yang melawan gaya gravitasi tersebut dipengar uhi oleh faktor
yang disebut pompa vena. Ada 2 komponen pompa vena yakni perifer dan sentral. Komponen
pompa vena perifer adalah adanya kompresi saluran vena selama kontraksi otot yang mendorong
aliran maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena bekerja mencegah aliran retrograde atau
refluks selama otot r elaksasi dan adanya sinus- sinus vena kecil yang tak berkatup atau venula
yang ter letak di otot berperan sebagai reservoir darah selanjutnya akan mengosongkan
darahnya ke vena-vena dalam selama terjadi kontraksi otot.
Pada komponen pompa vena sentral yang berperan memudahkan arus balik vena
adalah pengurangan tekanan intratoraks saat inspirasi, penur unan tekanan atr ium kanan dan
ventrikel kanan setelah fase ejeksi ventrikel.
B. Patofisiologi dan etiologi
Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah, dalam hal DVT
bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas pada
sistem vena kecil saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atau
Vena Kava.
Mekanisme yang mengawali ter jadinya trombosis berdasar trias Vircow ada 3 faktor
pendukung yakni:
1. Adanya stasis dari aliran dar ah
2. Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah
3. Pengaruh kiperkoagulabilitas darah
Stasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis, yang
menjadi faktor pendukung ter jadinya stasis adalah adanya imobilisasi lama yakni kondisi
anggota gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang lama.
Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan pengaruh
dar i pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan darah di ekstr emitas
bawah. Terjadinya stasis darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor predisposisi
timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan terjadinya trombosis vena
dalam.
Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus, namun tidak
selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya
disebabkan adanya perubahan endotel yang samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi,
iskemia atau anoksia, atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya
trauma langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada jaringan lunak,
tindakan infus intra vena atau substansi yang mengir itasi seperti kalium klorida, kemoterapi
ataupun antibiotik dosis tinggi.
Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai var iabel
termasuk endotel pembuluh darah, faktor- faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-
sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intr insik pada sistem pembekuan darah. Keadaan
hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dar i variabel-variabel tersebut.
Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan meningkatkan resistensi
aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan
terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa
melibatkan kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang
inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan dar ah di ekstremitas.
Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi semakin
terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi
menjadi lebih besar pada fase- fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat
terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat
membentuk ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat ter lepas menjadi emboli yang
menuju sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga meningkatkan der ajat obstruksi vena dan
melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin
dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis
melalui system fibr inolitik endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan.
C. Faktor resiko
Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam yaitu:
a. Riwayat trombosis (stroke)
b. Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi
c. Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat
d. Luka bakar
e. Gagal jantung akut atau kronik
f. Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
g. Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.
h. Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen
i. Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya
trombosis.
D. Gambaran Klinis Trombosis Vena Dalam
Trombosis vena dalam (DVT) menyerang pada pembuluh-pembuluh darah sistem vena
dalam . Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut, adanya riwayat trombosis vena
dalam akut merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam berulang. Episode DVT
dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena ker usakan katup-katup vena
dalam. Emboli paru adalah resiko yang cukup ber makna pada trombosis vena dalam. Kebanyakan
trombosis vena dalam berasal dar i ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan sebagian
lainnya menjadi parah dan luas hingga membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu
vena atau lebih, vena di daerah betis adalah vena-vena yang paling ser ing terserang. Trombosis
pada vena poplitea, femoralis superfisialis dan segmen- segmen vena iliofemoralis juga sering
terjadi.
Trombosis vena dalam (DVT) secara khas merupakan masalah yang tidak ter lihat karena
biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama dar I
trombosis. Pembentukan trombus pada sistem vena dalam dapat tidak terlihat secara klinis
karena kapasitas system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitar I
obstruksi. Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan beratnya
keadaan tidak ber hubungan langsung dengan luasnya penyakit. Gejala-gejala dari trombosis vena
dalam ber hubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan aliran balik pada
kaki. Secara klasik, gejala-gejala ter masuk:
- nyeri,
- bengkak,
- hangat dan
- kemerahan.
Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak/edema dar i ekstremitas yang
bersangkutan. Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat
bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan darah disepanjang membrane
kapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik. Vena
permukaan dapat pula berdilatasi karena obstruksi aliran ke sistem dalam atau sebaliknya alir an
darah dar i sistem dalam ke permukaan. Meski biasanya hanya unilateral, tetapi obstruksi pada
Nyeri merupakan gejala yang paling umum, biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit atau
berdenyut dan bisa terasa berat. Ketika ber jalan bisa menimbulkan rasa nyeri yang bertambah.
Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang bisa dijumpai saat pemeriksaan fisik. Ada dua
teknik untuk menimbulkan nyeri tekan yakni dengan mendorsofleksikan kaki dan dengan
mengembungkan manset udara di sekitar ekstremitas yang dimaksud. Tanda lain adalah adanya
peningkatan turgor jaringan dengan pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena
superficial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan ekstraksi oksigen dan
penurunan hemoglobin. Gangguan sekunder pada arteri dapat terjadi pada trombosis vena luas
akibat kompresi atau spasme vaskuler, denyut arteri menghilang dan timbul warna pucat.
E. Pengkajian
Pengkajian yang cermat sangat penting dalam mendeteksi tanda awal kelainan vena
ekstremitas bawah. Pasien dengan riwayat varises, hiperkoagulasi, penyakit neoplasma, penyakit
kardiovaskuler, atau pembedahan mayor yang baru saja dilakukan atau cedera mempunyai resiko
tinggi. Begitu pula pada obesitas, manula dan wanita pemakai kontrasepsi oral.
Parameter berikut harus dimasukkan dalam pengkajian keperawatan :
Tanyakan pada pasien mengenai adanya nyeri tungkao, rasa berat, setiap adanya
gangguan fungsi atau edema
Lakukan inspeksi tungkai mulai dari selangkangan, kaki, perhatikan perbedaan
antara keduanya ukur dan catat lingkar betis. (petunjuk awal adanya edema adalah
pembengkakan pada sekitar tumit) Perhatikan setiap kenaikan suhu pada tungkai
yang terkena (untuk dapat menentukan perbedaan suhu yang lebih efektif,
dinginkan tangan kedalam air dingin, keringkan dan letakkan bersamaan pada kedua
tumit pasien, dan kemudian pada kedua betis.)
Untuk menentukan daerah nyeri tekan dan thrombosis (terlihat sebagai segmen
vena seperti kabel), lakuakn palpasi bagian medial tungkat dengan cermat
menggunakan tiga atau empat jari, kemudian dilanjutkan mengusapkan tangan pada
tumit ke lutut dan keselangkang.
F. Diagnosa
Berbagai teknik, baik yang non invasive maupun yang invasive, tersedia untuk membantu
menegakkan, menentukan dan mencari tempat adanya thrombosis vena.
Teknik Non-Invasif. Teknik non invasive ultra sonografi Doppler, plestimografi impedansi,
dan pencitraan ganda, semuanya berdasar pada adanya thrombus yang menyebabkan abnormalitas
aliran vena.
Ultrasonografi Doppler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler diatas vena yang
tersumbat. Bacaan aliran Doppler tampak lebih kecil disbanding tungkai sebelahnya atau tidak ada
sama sekali. Metode ini relative murah, mudah dilakukan, praktis, cepat dan non invasive.
Pencitraan vena ganda digunakan untuk mendapatkan informasi selain untuk mengkaji parameter
fisiologis.
Plestismografi Impedansi digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam vena.
Manset tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan secukupnya (sekitar 50
sampai 60mmHg) sampai aliran arteri berhenti. Kemudian gunakan elektroda betis untuk volume
darah dam vena. Apabila terdapat thrombosis vena dalam, peningkatan volume vena yang
normalnya terjadi akibat terperangkapnya darah dibawah ikatan manset akan lebih rendah dari yang
diharapkan. Hasil false-positif dapat terjadi akibat dari berbagai factor yang menyebabkan
vasokontriksi, peninggian tekanan pada vena, penurunan curah jantung, atau kompresi eksternal
pada vena. False-negative dapat terjadi akibat adanya thrombosis lama, menimbulkan sirkulasi
kolateral yang adekuat atau dari flebitis supervisial.
Penggunaan ultrasonografi Doppler, pencitraan vena ganda dan plesmografi impedansi
dapat meningkatkan ketepatan diagnose secara bermakna. Pencitraan vena ganda adalah prosedur
pilihan karena dapat memperlihatkan pembuluh darah maupun bekuan darah dan merupakan
prosedur non invasive.
Teknik invasive. Teknik invasive berdasar pada injeksi medua kontaras kesistem vena yang
kemudian berikatan dengan elemen structural thrombus. Fibrinogen berlabel I 251 dan flebografi
kontras adalah cintoh uji tersebut.
Pencitraan fibrinogen berlabel I251 merupakan prosedur diagnostic yang baru saja
dikembangkan dan merupakan metode yang sangat peka untuk deteksi awal thrombosis vena. Ujia
ini berdasarkan pada kenyataan bahwa bila fibrinogen radioaktif diinjeksikan secara intravena, akan
berkonsentrasi pada bekuan darah. Kemudian tingkat radioaktivitasnya dapat diukur secara
bertahap menggunakan pengukur eksternal yang dapat memantau perkembangan bekuan darah
tadi. Tetapi uji ini tidak dapat memperlihatkan thrombus yang sudah lama terbentuk atau thrombus
didaerah selangkangan dan pelvis. Selain itu uji ini sangat mahal sehingga jarang digunakan.
Flebografi kontras (venografi) dilakukan dengan menginjeksi media kontras radiografi kedalam
system vena melalui dorsal kaki. Apabila terdapat thrombus, gambaran sianar X memperlihatkan
kedua gambaran segmen vena baik yang tidak terisi maupun vena yang penuh terisi oleh darah
beserta sirkulasi kolateralnya. Penyuntikan bahan kontras dpat menyebabkan peradangan vena
singkat tetapi nyeri. Uji ini secara umum diterima sebagai penentu diagnosis thrombosis vena.
G. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena dalam, ter utama pada
pender ita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada
upaya ini agar mereka yang berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami
DVT.
Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk mencegah timbulnya trombosis
vena pada populasi resiko tinggi. Progr am-program tersebut adalah:
1. Mobilisasi dini,
Program ini diber ikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh karena keadaan yang
mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti penderita stroke, cedera spinal
cord, cedera otak, peradangan otak. Dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif
maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena ke jantung bisa membaik.
2. Elevasi,
Meninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih tinggi dari jantung
berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga memudahkan pengosongan
vena karena pengaruh gr afitas
3. Kompresi,
pemberian tekanan dar i luar seperti pemakaian stocking, pembalut elastik, ataupun
kompresi pneumatik ekster nal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi pemakaian stocking dan
pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati- hati guna menghindari efek torniket oleh
karena pemakaian yang ceroboh.
4. Latihan
program latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat membantu
perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan vena, dengan
demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan beresiko timbulnya DVT.
Berikut beber apa contoh sederhana latihan yang bisa diber ikan pada
kelompok resiko tinggi trombosis vena:
a. Latihan dalam posisi berbaring:
a) Posisi berbaring miring dengan
posisi tungkai satu di atas
dengan yang lain selanjutnya
tungkai yang berada di atas
diangkat hingga 45o
dipertahankan sesaat kemudian
kembali keposisi awal, latihan
dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali.
b) Posisi terlentang kedua tungkai
bawah lurus selanjutnya salah
satu tungkai ditekuk dan ditarik
kearah dada per lahan, sebelum
kembali ke posisi awal. Latihan
bergantian kanan dan kiri masing-
masing 6 kali
c) Posisi terlentang dengan
pergelangan kaki netral
selanjutnya kaki
diekstensikan/plantar fleksi
dengan ujung jari ditekankan ke bawah, pertahankan beberapa detik. Gerakan tersebut
diulangi 6 kali per latihan.
b. latihan dalam posisi duduk
a) Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya diangkat keatas
kea rah dada dan kembali diturunkan, demikian gerakan
dilakukan berulang secara bergantian antara sisi kiri dan kanan
b) Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan
kembali keposisi semula, dilakukan bergantian sisi kanan dan
kiri
c) Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya
tungkai bawah diangkat lur us ke atas, pertahankan
beberapa detik kemudian diturunkan. Gerakan diulang
secsra bergantian masing-masing 6 kali
d) Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan
melingkar/rotasi pada kedua kaki dengan arah putaran ber lawanan antara
kiri dan kanan, gerakan dilakukan selama 15 detik dilanjutkan dengan arah
putaran sebaliknya.
e) Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki
dengan menekan lantai pada ujung jati kaki
sementara tumit diangkat, dipertahankan 3 detik
dan dilanjutkan dengan tumit menekan lantai
sementara ujung jari terangkat juga
dipertahankan selama 3 detik, demikian
dilakukan berulang.
H. Pengobatan medikamentosa.
Pada kasus DVT pemberian terapi medikamentosa sangat bermanfaat untuk mencegah
timbulnya komplikasi dan progresifitas penyakit. Ter api yang diberikan meliputi pemberian
antikoagulan, trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit.
Antikoagulan diberikan sebagai ter api utama memiliki dua sasaran, pertama bertujuan
mencegah ter jadinya emboli paru, kedua berguna untuk membatasi area kerusakan dari venanya.
Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita dengan trombosis
vena dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan seperti heparin dalam jangka pendek yang
efektif dan aman harus dipantau dengan pemer iksaan waktu pembekuan dan pemeriksaan waktu
protrombin, pemeriksaan ini dilakukan tiap hari. Komplikasi perdar ahan biasanya tidak akan
terjadi bila efektif antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan cepat
pula.
Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan
tujuan agar terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan menyebabkan plasminogen
berubah menjadi suatu enzim proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibr in
menjadi polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat ini seperti Streptokinase,
Reteplase, Tenecteplase, masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini harus
hati-hati terhadap komplikasi perdarahn otak atau gastrointestinal terutama pada usia lanjut.
Anti agr egasi trombosit mer upakan salah satu pilihan terapi yang memiliki hasil terapi
efektif dan aman. Kar ena adesi dan agregasi trombosit adalah dasar dar i pembentukan trombus
hemostatik primer dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspir in
dipakai oleh beber apa ahli untuk menahan perkembangan trombosis
I. Tindakan pembedahan.
Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya pr eventif dan pengobatan medikamentosa
tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa
dipertimbangkan antara lain:
1. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat
tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan
emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya
emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding dengan
pemberian antikoagulan dan trombolitik.
2. Trombektomi, vena yang mengalami trombosis dilakukan trombektomi dapat
memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan
tindakan ini adalah: mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup
dan mencegah terjadinya komplikasi seper ti ulkus stasis dan emboli paru.
3. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini dipilih
untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Tekniknya
vena safena diletakkan subkutan supr apubik kemudian disambungkan end-to- side
dengan vena femoralis kontralateral.
4. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis
tidak ter jadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side
dengan vena poplitea.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Tindakan yang memerlukan duduk atau berdiri lama
Imobilitas lama (contoh trauma ortopedik, tirah baring/perawatan
dirumah sakit lama, komplikasi kehamilan); paralisis/kondisi
kecacatan berlanjut
Nyeri karena aktivitas/ berdiri lama
Lemah/kelemahan pada kaki yang sakit
Tanda : kelemahan umum atau ekstremitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat thrombosis vena sebelumnya; adanya varises
Adanya factor pencetus lain, contoh hipertensi ( karena kehamilan);
diabetes mellitus, IM/ penyakit katup jantung, cedera
serebrovaskuler trombotik
Tanda : takikardi
Varises dan/atau pengerasan, gelembung/ikatan vena (thrombus)
Warna kulit/suhu pada ekstremitas yang sakit (betis/paha); pucat,
dingin, edema (TVD); merah muda kemerahan, hangat sepanjang
vena (supervisial)
Tanda Homan positif (bila tak ada tidak berarti TVD)
c. Makanan/cairan
Tanda : turgor kulit buruk, membrane mukosa kering (dehidrasi pencetus
untuk hiperkoagulasi)
Kegemukan (pencetus untuk statis dan tahanan vena pelvis)
Edema pada kaki yang sakit (tergantung pada lokasi thrombus)
d. Nyeri /kenyamanan
Gejala : berdenyut, nyeri tekan, makin nyeri bila berdiri atau bergerak
(ekstremitas yang sakit)
Tanda : melindungi ekstremitas yang sakit
e. Keamanan
Gejala : riwayat cedera langsung atau tak langsung pada ekstremitas atau
vena (contoh trauma mayor/fraktur, bedah ortopedik/pelvis,
kelahiran dengan tekanan kepala bayi lama pada vena pelvic, terapi
intravena)
Adanya keganasan (khususnya pancreas, paru, system GI)
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : penggunaan kontrasepsi/estrogen oral. Adanya terapi antikoagulan
(pencetus hiperkoagulasi)
Kambuh/kurang teratasinya episode tromboflebotik sebelumnya
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Hematokrit : homokonsentrasi (peningkatan Ht) potensial risiko pembentukan
thrombus
b. Pemeriksaan koagulasi : dapat menyatakan hiperkoagulasi
c. Pemeriksaan vaskuler noninvasive (oskilometri Doppler, toleransi latihan,
pletismografi impend, dan skan dupleks) : perubahan pada aliran darah dan
identifikasi volume vena tersumbat, kerusakan vaskuler, dan kegagalan vaskuler.
d. Tes trendelenburg : dapat menunjukkan tidak kompetennya pembuluh darah
katup
e. Venografi : secara radiografi memastikan diagnose melalui perubahan aliran
darah dan/atau ukuran saluran
f. MRI : dapat berguna mengkaji aliran turbulen darah dan gerakan, kompetensi
vena katup
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan aliran darah/statis vena (obstruksi vena sebagian/penuh) berhubungan
dengan edema jaringan
2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
3. Kurang pengetahuan tentang program pengobatan berhubungan dengan kesalahan
interpretasi informasi
No Diagnose
keperawatan
Tujuan Intervensi rasional
1
Penurunan aliran
darah/statis vena
(obstruksi vena
sebagian/penuh)
berhubungan
dengan edema
jaringan
a. Menunjukkan
perbaikan perfusi
yang dibuktikan oleh
adanya nadi
perifer/sama, warna
kulit dan suhu
normal, tak ada
edema
b. Peningkatan
perilaku/tindakan
yang meningkatkan
perfusi jaringan
c. Menunjukkan
peningkatan toleransi
terhadap aktifitas
a. Anjurkan pasien untuk
menghindari
pijatan/urut pada
ekstremitas yang sakit
b. Dorong latihan nafas
dalam
c. Tingkatkan pemasukan
cairan sampai sedikitnya
2000ml/hari dalam
toleransi jantung
d. Lakukan compress
hangat, basah atau
panas pada ekstremitas
yang sakit bila
diindikasikan
a. Aktivitas ini potensial
memecahkan/menyebarka
n thrombus, menyebabkan
embolisasi dan
meningkatkan risiko
komplikasi
b. Meningkatkan tekanan
negative pada toraks yang
membantu pengosongan
vena besar
c. Dehidrasi meningkatkan
viskositas darah dan statis
vena, pencetus
pembentukan thrombus
d. Dapat diberikan untuk
meningkatkan vasodilatasi
dan aliran balik vena dan
perbaikan edema local
2 Nyeri berhubungan
dengan proses
inflamasi
a. Melaporkan nyeri/
ketidaknyaman
hilang/terkontrol
b. Menyatakan metoda
yang memberi
penghilang nyeri
c. Menunjukkan
tindakan rilaks,
mampu
tidur/istirahat dan
meningkatkan
aktifitas yang
diinginkan
a. Kaji derajat
ketidaknyaman nyeri,
palpasi kaki dengan hati-
hati
b. Pertahankan tirah baring
selama fase akut
c. Tingkatkan ekstremitas
yang sakit
d. Pantau tanda vital, catat
peningkatan suhu
e. Selidiki laporan nyeri
dada tiba-tiba/atau
tajam, disertai dengan
dispnea, takikardi, dan
ketakutan.
f. Berikan obat sesuai
indikasi seperti analgesic
dan antipiretik
g. Lakukan kompres panas
pada ekstremitas sesuai
indikasi
a. Derajat nyeri secara
langsung berhubungan
dengan luasnya
kekurangan sirkulasi,
proses inflamasi, derajat
hipoksia, dan edema luas
sehungan dengan
terbentuknya thrombus
b. Menurunkan
ketidaknyaman
sehubungan dengan
kontraksi otot dan gerakan
c. Mendorong aliran balik
vena untuk memudahkan
sirkulasi, menurunkan
pembentukan
statis/edema
d. Peninggian frekuensi
jantung dapat
menunjukkan peningkatan
nyery/ketidaknyamanan
atau terjadi respon
terhadap demam dan
proses inflamasi.
e. Tanda/gejala ini
menunjukkan adanya
emboli paru sebagai akibat
TVD
f. Mengurangi nyeri dan
menurunkan demam dan
inflamasi
g. Penyebab vasodilatasi,
yang meningkatkan
sirkulasi; merilakskan otot;
3 Kurang
pengetahuan
tentang program
pengobatan
berhubungan
dengan kesalahan
interpretasi
informasi
a. Menyatakan
pemahaman proses
penyakit, program
pengobatan, dan
pembatasan
b. Berpartisipasi dalam
proses belajar
c. Mengidentifikasi
tanda/gejala yang
memerlukan
evaluasi medis.
d. Melakukan prosedur
dengan benar dan
menjelaskan alasan
tindakan
a. Kaji ulang kemungkinan
obat dan tekankan
perlunya membaca
label kandungan obat
yang dijual bebas
b. Identifikasi efek
antikoagulan selama
memerlukan perhatian
medis
c. Anjurkan perawatan
kulit ekstremitas bawah
dan merangsang
pengeluaran endorphin
natural
a. Salisilat dan kelebihan
alcohol menurunkan
aktivitas thrombin, juga
vitamin K (multivitamin,
pisang, sayuran hijau)
meningkatkan aktivitas
potrombin
b. Deteksi dini kerusakan
efek terapi
(memanjangnya masa
pembekuan)
memungkinkan intervensi
berkala dan dapat
mencegah komplikasi
serius
c. Kongesti vena/sindrom
pascaflebotik kronis
dapat terjadi potensial
risiko statis luka/infeksi
BAB IV
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin
didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung
yang berujung pada kematian. Lokasi DVT bisa dimana saja, di tungkai bawah, mata, telinga, perut,
pinggul, bahkan di otak. Gejala yang muncul tergantung dari lokasi sumbatan tersebut. Maka,
timbullah kejang perut, tuli mendadak, gangguan mata, infark jantung, dan stroke. Bekuan paling
sering timbul di vena-vena kaki. Tungkai bawah teraba panas dan terasa nyeri. Kejadian yang amat
fatal, manakala bekuan tersebut lepas dan menyumbat pembuluh darah paru. Kematian dapat
terjadi.
Maka, pengobatan mesti diberikan secepatnya. Heparin, suatu obat yang menghambat pembekuan
darah mesti segera diberikan. Obat ini mesti diberikan melalui injeksi. Berikutnya warfarin yang juga
memiliki kemampuan anti-pembekuan diberikan untuk tujuan terapi jangka panjang (3-6 bulan).
Tidak menutup kemungkinan pengobatan ini akan lebih panjang lagi, khususnya jika kasus emboli
terjadi lagi, atau risiko-risiko pembekuan terus terjadi. Pada mereka yang oleh suatu sebab tidak
dapat menerima oabt-obat tersebut, diperlukan pemasangan filter IVC (inferior vena cava). Misalnya
seseorang yang terserang emboli paru, tetapi tiga hari yang lalu mengalami perdarahan saluran
cerna atas, dan karenanya tidak boleh menerima heparin atau warfarin. Pasalnya, obat-obat ini
meningkatkan risiko perdarahan.
Yang tak kalah penting, betapa pentingnya pencegahan. Sekalipun kita tak memiliki kontrol terhadap
munculnya kecenderungan pembekuan darah yang bersifat keturunan, upayakan untuk mengurangi
proses pembendungan. Dalam penerbangan panjang, upayakan untuk beberapa kali mondar-mandir
di lorong-lorong pesawat. Ketika pesawat transit, gunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan.
Bukan tidak mungkin olah raga sambil duduk di atas pesawat dikerjakan. Misalnya dengan
menggerakkaan kaki, memutar pergelangan kaki, menggelengkan kepala, rotasi leher, meluruskan
lengan, dan sebagainya. Tak jarang, perusahaan penerbangan menayangkan aktivitas kecil yang bisa
dikerjakan selama duduk atau menunggu, yang sanggup membantu sirkulasi darah.
Pembengkakan dapat dikurangi dengan cara berbaring dan menaikkan tungkai atau dengan
menggunakan perban kompresi. Perban ini harus dipasang oleh dokter atau perawat dan dipakai
selama beberapa hari. Selama pemasangan perban, penderita harus tetap berjalan. Jika
pembengkakan belum seluruhnya hilang, perban harus kembali digunakan. Jika perban kompresi
sudah tidak dikenakan lagi, maka untuk mencegah kambuhnya pembengkakan penderita diharuskan
menggunakan stoking elastis setiap hari. Stoking tidak harus digunakan di atas lutut, karena
pembengkakan di atas lutut tidak menyebabkan komplikasi. Jika timbul ulkus (luka terbuka, borok) di
kulit yang terasa nyeri, gunakan perban kompresi 1-2 kali/minggu karena bisa memperbaiki aliran
darah dalam vena. Ulkus hampir selalu mengalami infeksi dan mengeluarkan nanah berbau. Jika
aliran darah di dalam vena sudah membaik, ulkus akan sembuh dengan sendirinya. Untuk mencegah
kekambuhan, setelah ulkus sembuh, gunakan stoking elastis setiap hari. Meskipun jarang terjadi,
pada ulkus yang tidak kunjung sembuh, kadang perlu dilakukan pencangkokan kulit.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung yang berujung pada kematian. Angka kejadian tromboemboli vena di Amerika Ser ikat lebih dar I 1
per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli vena,
didapat 60% emboli par u dengan resiko kematian sekitar 30% dalam 30 hari.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-kasus orthopedic, perjalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas,penuaan, obat-obatan tertentu ( estrogen, erythropoietin) dan trombophilia. Pada wanita memiliki peningkatan r esiko selama kehamilan dan pasca persalinan.
Untuk mendiagnosa penderita DVT dengan benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi pada penderita secara hati-hati dan seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya faktor resiko terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan pada gambaran klinis, ditambah dengan metode- metode evaluasi noninvasif maupun invasif. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik
Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang diber ikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakantidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diber ikan berhasil mencegah perluasan trombosis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddar. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2002
Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Dar ah. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Pr oses-proses Penyakit. 6 ed. Jakar ta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002.
Jusi D. Dasar -Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p. 228- 45.
Rani AA, Soegondo, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen I lmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
Scarvelis D, Wells PS. Diagnosis and treatment of deep-vein trombosis. Canadian Medical Association Journal [Review article]. 2006 October 24, 2006:1087-92.
Anonym. Simple Movements, Awareness and Safety. In: DVT TCtP, editor. www.preventdvt.org2006.