Askep Demensia

57
Askep Demensia Diposkan oleh Udayati Made A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008). Sementara itu menurut Lumbantobing (1995) demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial, dan emosional. Demensia adalah satu penyakit yang menyebabkan sel- sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingat, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia.

Transcript of Askep Demensia

Page 1: Askep Demensia

Askep DemensiaDiposkan oleh Udayati Made

A.    Konsep Dasar Penyakit

1.      Pengertian

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif

dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari.

Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa

gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian

(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun

tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley,

A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa

demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan

kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau

kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian

dan tingkah laku.

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi

hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian

berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -hari.

Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara

nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari hari

(Nugroho, 2008). Sementara itu menurut Lumbantobing

(1995) demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi

intelektual, umumnya ditandai terganggunya minimal tiga

fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial, dan emosional.

Demensia adalah satu penyakit yang menyebabkan sel-

sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu

terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit

otak degeneratif yang progresif. Daya ingat, pemikiran,

tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia.

Page 2: Askep Demensia

Penyakit ini dapat dialami oleh semua orang dari berbagai

latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun

tidak terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun

perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan

2.      Epidemiologi dan Sejarah

Pada jaman Romawi dari kata Latin sebenarnya,

katademens tidak memiliki arti konotasi yang spesifik.

Yang pertama kali menggunakan kata demensia adalah

seorangenclyopedist yang bernama Celcus di dalam

publikasinyaDe re medicine sekitar AD 30 yang

mengartikan demenssebagai istilah gila. Seabad kemudian

seorang tabib dari Cappodocian yang bernama Areteus

menggunakan istilahsenile dementia pada seorang pasien

tua yang berkelakuan seperti anak kecil. Kemudian pada

awal abad ke 19 seorang psikiater Prancis yang bernama

Pinel menghubungkan terminologi demensia dengan perubahan

mental yang progresif pada pasien yang mirip idiot

(Sjahrir,1999)

Sampai abad ke 19 istilah demensia dianggap sebagai

masa terminal dari penyakit kejiwaan yang membawa

kematian. Baru pada awal abad ke 20, yaitu tahun 1907

Alzheimer mempublikasikan suatu kasus yang berjudul “A

Unique Illnes involving cerebral cortex” pada pasien

wanita umur 55 tahun. Kemudian kasus itu ditabalkan

sebagai penyakit Alzheimer. Pasien ini masih relatif muda

dan secara progresif bertahap mengalami gejala seperti

psikosis dan demensia kemudian meninggal 4-5 tahun

setelah onset serangan pertama. Pada otopsi ditemukan 1/3

dari bagian neuron kortek menghilang dari neuron yang

tinggal menggembung berisi gumpalan fiber dalam

sitoplasmanya. Alzheimer menduga adanya perubahan kimiawi

Page 3: Askep Demensia

di dalam neurofibril. Alzheimer lah yang pertama kali

menemukan dan menamakan neurofibrillary tangles(NT)

dimana NT bersamaan dengan senile plaque (SP) dianggap

sebagai penanda diagnostik Alzheimer Disease.

(Sjahrir,1999)

Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan

otak maupun fisik. Otak akan atropi, sel pyramidal neuron

di neokortek dan hipokampus akan mengkerut, pengurangan

dendrit dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan

reaksi akan melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat

lari ataupun bermain tenis secukupnya. Ingatan akan kata

berkurang tetapi memori, semantik, pengetahuan,

dan vocabulary tidaklah akan menurun (Sjahrir,1999)

Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65

tahun dengan angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk

demensia tidak ada perbedaan antara pria dan wanita

sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita

dengan rasio 1,6. Insiden demensia Alzheimer sangatlah

berkaitan dengan umur, 5% dari populasi berusia di atas

65 tahun di Amerika dan Eropa merupakan penderita

Alzheimer, dan ini sesuai dengan makin banyak populasi

orang tua di Amerika Serikat dan Eropa, maka makin tua

populasinya makin banyak kasus AD, dimana pada populasi

umur 80 tahun didapati 50% penderita AD. (Sjahrir,1999)

Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi

usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia

lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan angka kejadian

kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya

harapan hidup suatu populasi. Kira-kira 5 % usia lanjut

65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali

lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas

85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 %

Page 4: Askep Demensia

dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15%

atau sekitar 3 – 4 juta orang. Demensia terbagi menjadi

dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler.

Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di

negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia

vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35%

disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia

vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit

Alzheimer.

3.   Etiologi

Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang

dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah

tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan

sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace,

N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam

risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala

demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular

(pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia

frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan

oleh penyakit lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia

adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi

dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal

dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana

mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer

mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan

dan juga penurunan proses berpikir.

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat

digolongkan menjadi 3 golongan besar :

a. Sindroma demensia dengan penyakit yang

etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering pada

Page 5: Askep Demensia

golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri,

mungkin kelainan terdapat pada tingkat

subseluler atau secara biokimiawi pada sistem

enzim, atau pada metabolisme seperti yang

ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia

senilis.

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang

dikenal tetapi belum dapat diobati,

Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :

         Penyakit degenerasi spino-serebelar.

         Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

         Khorea Huntington

         penyakit jacob-creutzfeld dll

c.  Sindoma demensia dengan etiologi penyakit

yang dapat diobati, dalam golongan ini

diantaranya :

         Penyakit cerebro kardiofaskuler

         penyakit- penyakit metabolik

         Gangguan nutrisi

         Akibat intoksikasi menahun

         Hidrosefalus komunikans

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang

sedemikian berat sehingga mengganggu aktivitas hidup

sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif

pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori

atau daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang

disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan

usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan

kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat

terus.

Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah

kehilangan memori (daya ingat) yang terjadi secara

Page 6: Askep Demensia

bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan

kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara

menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil,

lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup

pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah,

agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan

yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak biasa.

Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual.

Gejala bertahap penyakit alzheimer dapat terjadi dalam

waktu yang berbeda- beda, bisa lebih cepat atau lebih

lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit

alzheimer, tetapi apabila gejala tersebut berlangsung

semakin sering dan nyata, perlu dipertimbangkan

kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).

4.      Kriteria Derajat Demensia

Kriteria derajat demensia

a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat

daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk

hidup mandiri tetap dengan higiene personal

cukup dan penilaian umum yang baik.

b. Sedang :Hidup mandiri berbahaya diperlukan

berbagai tingkat suportivitas.

c. Berat:Aktivitas kehidupan sehari-hari

terganggu sehingga tidak berkesinambungan,

inkoheren.

5.      Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah

awitan (onset) yang dimulai   pada usia 50 atau 60-an

dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun,

yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan

Page 7: Askep Demensia

kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis

demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu.

Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe

Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga

20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita

demensia dengan awitan yang dini atau dengan

riwayatkeluarga menderita demensia memiliki kemungkinan

perjalanan penyakit yang lebih cepat.  Dari suatu

penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit

Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5

tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus

menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap,

karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia

potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi

yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang

permanen terjadi.

Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan

beberapa tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik

oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling

dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya

merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan

dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler,

endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme.

Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan

jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat

terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase

awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat

menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa

pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia

dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin

atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat

memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik.

Page 8: Askep Demensia

Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi

ibarat “cangkang kosong” dalam diri mereka sendiri,

pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan

inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.

Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan

mungkin juga oleh karena perbaikan bagian-bagian otak

(self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat

berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga

berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada

demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat

hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor

otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada

demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya

terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia

dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia

vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat

pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).

Faktor Psikosial

Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia

dapat dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi

intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka

semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi

deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang

cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang

lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang

bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan

memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada

individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan

memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami

gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil

ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.

Page 9: Askep Demensia

4.      Klasifikasi

   Menurut Umur:

1.Demensia senilis (>65th)

2.Demensia prasenilis (<65th)

Menurut perjalanan penyakit:

1. Reversibel

2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural

hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi

Pb)

Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel

dengan meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini

menyebabkan adanya :

      Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).

      Inkontinensia urin.

      Demensia.

   Menurut kerusakan struktur otak

1.Tipe Alzheimer

Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki

demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan

penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910.

Demensia ini ditandai dengan gejala :

Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan

progresif,

         Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia,

apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,

Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,

Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

Kehilangan inisiatif.

              Faktor resiko penyakit Alzheimer :

         Riwayat demensia dalam keluarga

         Sindrom down

         Umur lanjut

Page 10: Askep Demensia

         Apolipoprotein, E4

Faktor yang memberikan perlindungan terhadap alzheimer :

         Apolipoprotein E, alele 2,

         Antioxidans,

      Penggunaan estrogen pasca menopause, (pada demensia tipe

ini lebih sering pada wanita daripada laki-laki)

         NSAID

Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui

secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan

neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan

lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan

bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.

      Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus

frontalis dan temporal.

      Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut

neurofibrilaris

Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah

neurotransmiter. Hal ini sangat mempengaruhi aktifitas

fisiologis otak. Tiga  neurotransmiter yang biasanya

terganggu pada Alzheimer adalah asetilkolin, serotorin

dan norepinefrin. Pada penyakit ini diperkirakan adanya

interaksi antara genetic dan lingkungan yang merupakan

factor pencetus. Selain itu dapat berupa trauma kepala

dan rendahnya tingkat pendidikan.

    Stadium demensia alzheimer

Penyakit demensia alzheimer menurut Nugroho (2008)

dapat berlangsung dalam tiga stadium yaitu stadium awal,

stadium menengah, dan stadium lanjut. Stadium awal atau

demensia ringan ditandai dengan gejala yang sering

diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau

sebagai bagian normal dari proses menua. Umumnya klien

menunjukkan gejala kesulitan dalam berbahasa, mengalami

Page 11: Askep Demensia

kemunduran daya ingat secara bermakna, disorientasi waktu

dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa dikenal,

kesulitan membuat keputusan, kehilangan inisiatif dan

motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan agitasi.

Stadium menengah atau demensia sedang ditandai dengan

proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin

nyata. Pada stadium ini, klien mengalami kesulitan

melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari dan

menunjukkan gejala sangat mudah lupa terutama untuk

peristiwa yang baru dan nama orang, tidak dapat mengelola

kehidupan sendiri tanpa timbul masalah, sangat bergantung

pada orang lain, semakin sulit berbicara, membutuhkan

bantuan untuk kebersihan diri (ke toilet, mandi dan

berpakaian), dan terjadi perubahan perilaku, serta adanya

gangguan kepribadian.

Stadium lanjut atau demensia berat ditandai dengan

ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi

anggota keluarga (disorientasi personal), sukar memahami

dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di

sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami

inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan

perilaku tidak wajar dimasyarakat, akhirnya bergantung

dikursi roda atau tempat tidur.

    Penyebab demensia alzheimer

Penyebab demensia alzheimer masih belum diketahui

secara pasti, tetapi ada beberapa teori menjelaskan

kemungkinan adanya faktor genetik, radikal bebas, toksin

amiloid, pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi

virus. Semakin dini penyakit demensia alzheimer dikenali,

semakin baik hasil penanganannya daripada penyakit yang

sudah lanjut. Penyakit alzheimer muncul sebagai gejala

perubahan perilaku, kognisi, dan perubahan aktivitas

Page 12: Askep Demensia

hidup sehari- hari sehingga anggota keluarga dan orang

terdekat yang mengenali perubahan tersebut.

Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini

adalah usia, riwayat penyakit alzheimer (keturunan),

kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan juga

berpengaruh ialah adanya keluarga dengan sindrom Down,

fertilitas yang kurang, kandungan alumunium pada air

minum, dan defisiensi kalsium.

Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan

beratnya deteorisasi intelektual :

 Stadium I (amnesia)

         Berlangsung 2-4 tahun

         Amnesia menonjol

         Gangguan : -  Diskalkulis

         Memori jangka penuh

         Perubahan emosi ringan

         Memori jangka panjang baik

         Keluarga biasanya tidak terganggu

 Stadium II (Bingung)

         Berlangsung 2 – 10 tahun

         Kemunduran aspek fungsi luhur (apraksia, afasia, agnosia,

disorientasi)

         Episode psikotik

         Agresif

         Salah mengenali keluarga

 Stadium III (Akhir)

         Setelah 6 - 12 tahun

         Memori dan intelektual lebih terganggu

         Akinetik

         Membisu

         Inmontinensia urin dan alvi

         Gangguan berjalan

Page 13: Askep Demensia

Pedoman diagnostik menurut WHO (ICD-X)

         Lupa kejadian yang baru saja dialami,

         Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari,

         Kesulitan dalam berbahasa,

         Diserorientasi waktu dan tempat,

         Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang

tepat,

         Kesulitan berpikir abstrak,

         Salah menaruh barang,

         Perubahan suasana hati,

         Perubahan perilaku / kepribadian,

         Kehilangan inisiatif.

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat

menyembuhkan penyakit ini. Pengobatan / pencegahan hanya

dalam bentuk paliatif yaitu : nutrisi tepat, latihan, 

pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat

Memantine (N-metil) 25 mg/hr, propanolol (InderalR),

Holoperidol dan penghambatan dopamin potensi tinggi untuk

kendali gangguan eprilaku akut. Selain itu bisa diberikan

“Tracine Hydrocloride” (Inhibitor asetilkolinesterose

kerja sentral) untuk gangguan kognitif dan fungsionalnya.

            Pencegahan antara lain bagaimana cara kita

lebih awal untuk mendeteksi AD (Alzheimer Disease) serta

memperkirakan siapa yang mempunyai faktor resiko terkena

penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih awal.

Pencegahan dapat juga berupa perubahan dari gaya hidup

(diet, kegiatan olahraga, aktivitas mental)

Tujuan penanganan Alzheimer :

      Mempertahankan kualitas hidup yang normal

      Memperlambat perburukan

      Membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi

yang tepat

Page 14: Askep Demensia

      Menghadapi kenyataan penyakit secara realita

2.Demensia vascular

Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang

sama dengan Alzheimer  tetapi  terdapat gejala-gejala /

tanda-tanda neurologis fokal seperti :

         Peningkatan reflek tendon dalam,

         Respontar eksensor,

         Palsi pseudobulbar,

         Kelainan gaya berjalan,

         Kelemahan anggota gerak.

Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling

sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan

demensi Alzheimer. Pencegahan pada demensia ini dapat

dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya;

hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat

ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.

Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :

         Terdapat gejala demensia

         Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata

         Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal

3.    Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)

Demensia dengan kumpulan Lewy (Lewy bodies)disebabkan

oleh kemunduran dan matinya sel-sel syaraf diotak. Nama

itu berasal dari adanya struktur-strukturabnormal

berbentuk bola, disebut kumpulan Lewy, yangtumbuh di

dalam sel-sel syaraf. Diduga struktur itu ikutmenyebabkan

kematian sel-sel otak. Orang yang mempunyai demensia

dengan kumpulan Lewy cenderung melihat sesuatu yang tidak

ada (mengalami halusinasi visual), mengalami kekakuan

atau gemetar (parkinsonisme) dan kondisi mereka cenderung

berubah-ubah secara cepat, sering dari jam ke jam atau

dari hari ke hari. Gejala itu memungkinkan dibedakannya

Page 15: Askep Demensia

penyakit ini dari penyakit Alzheimer. Demensia dengan

kumpulan Lewy kadangkadang muncul bersamaan dengan

penyakit Alzheimer dan/atau demensia Vaskuler. Mungkin

sulit untuk membedakan demensia dengan kumpulan Lewy

dari penyakit Parkinson dan orang dengan penyakit

Parkinson menderita demensia yang serupa dengan yang

terlihat pada demensia dengan kumpulan Lewy.

4.Demensia Lobus frontal-temporal

Ini adalah nama yang diberikan kepada sebuah kelompok

demensia jika terjadi proses kemunduran dalam satu atau

keduanya dari lobus frontal atau lobus temporal otak.

Termasuk dalam kelompok ini adalah Fronto Temporal lobus

frontal dan lobus temporal), Progressive non-Fluent

Aphasia (Afasia Progresif non-Fluent, penderita secara

berangsur-angsur kehilangan kemampuan berbicara),

Semantic Demensia (Demensia Semantik, penderita tidak

mengerti arti kata-kata) dan penyakit Pick. Lebih dari

50% orang penderita FTLD mempunyai riwayat keluarga

dengan penyakit tersebut. Mereka yang mewarisinya sering

mengalami mutasi gen pada protein tau dalam kromosom 17

yang menyebabkan diproduksinya protein tau yang abnormal.

Tidak diketahui adanya faktor risiko lain.

5. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)

6. Morbus Parkinson

Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang

menyertai dengan gejala :

      Disfungsi motorik.

      Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.

      Lobus frontalis dan defisit daya ingat.

      Depresi.

7. Morbus Huntington

Page 16: Askep Demensia

Demensia ini disebabkan penyakit herediter yang

disertai dengan degenoivasi progresif pada ganglia

basalis dan kortex serebral. Transmisi terdapat pada gen

autosomal dominan fragmen G8 dari kromosom 4. Onset

terjadi pada usia 35 – 50 tahun. Gejalanya :

      Demensia progresif.

      Hipertonisitas mascular.

      Gerakan koreiform yang aneh.

8. Morbus Pick

Intraneunoral yang Penyakit Pick disebabkan penurunan

fungsi mental dan perilaku yang terjadi secara progresif

dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada

lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan

Alzheimer hanya bisa dengan otopsi, dimana otak

menunjukkan inklusi disebut “badan Pick” yang dibedakan

dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer.

Pedoman diagnostik penyakit demensia penyakit Pick

         Adanya gejala demensia yang progresif.

         Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus

frontalis yang menonjol disertai euforia, emosi tumpul,

dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, apatis,

gelisah.

         Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului

gangguan daya ingat.

9. Morbus Jakob-Creutzfeldt

Penyakit ini disebabkan oleh degeneratif difus yang

mengenai sistim piramidalis dan ekstrapiramidal. Pada

penyakit ini tidak berhubungan dengan proses ketuaan.

Gejala terminal adalah :

      Demensia parah.

      Hipertonisitas menyeluruh.

      Gangguan bicara yang berat.

Page 17: Askep Demensia

Penyakit ini dsiebabkan oleh virus infeksius yang tumbuh

lambat. (misal transplantasi kornea). Trias yang sangat

mengarah pada diagnosis penyakit ini :

   Demensia yang progresif merusak.

   Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus.

   Elektroensephalogram yang khas.

10.  Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker

11.  Prion disease

12.  Palsi Supranuklear progresif

13.  Multiple sklerosis

14.  Neurosifilis

15.  Tipe campuran

   Menurut sifat klinis:

1.   Demensia proprius

2.   Pseudo-demensia

5.      Tanda dan Gejala

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia

adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku

sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita

yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan

usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita

demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada

tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya

mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan

awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit

mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu

barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan

meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa

pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan

Page 18: Askep Demensia

oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka

merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang

semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa

mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak

istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah

besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh

orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya

berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan

lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat

saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya

akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin

saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai

berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia

penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia

bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak

terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan

memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali

gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia

bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang

panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita

demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting

yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar

belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf,

pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu

dilakukan juga tes laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan

tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu

sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan

tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia.

Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat

Page 19: Askep Demensia

memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para

anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka.

Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat

terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya

adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi

tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan

melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan

aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,

agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer,

L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:

1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada

penderita demensia, “lupa” menjadi bagian

keseharian yang tidak bisa lepas.

2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya:

lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita

demensia berada

3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata

menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang

tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata

atau cerita yang sama berkali-kali

4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis

berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,

marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan

orang lain, rasa takut dan gugup yang tak

beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti

mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.

5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak

acuh, menarik diri dan gelisa

6.      Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.

7.      Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.

8.      Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings

Page 20: Askep Demensia

9.      Defisit neurologik motor & fokal

10.  Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang

11.  Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia

12.  Agnosia, apraxia, afasia

13.  ADL (Activities of Daily Living)susah

14.  Kesulitan mengatur penggunaan keuangan

15.  Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian

16.  Lupa meletakkan barang penting

17.  Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting

18.  Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang

19.  Mudah terjatuh, keseimbangan buruk

20.  Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi

21.  Tak dapat makan dan menelan

22.  Koma dan kematian.

6.      Diagnosis Banding

Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:

Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler

Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan

demensia tipe Alzheimer dengan adanya perburukan

penurunan status mental yang menyertai penyakit

serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal

tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut

tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala

neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia

vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal

tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit

serebrovaskuler.

Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks

Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode

singkat dari disfungsi neurologis fokal yang terjadi

selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit).

Page 21: Askep Demensia

Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi,

episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari

lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya

iskemia otak sementara, dan gejala tersebut biasanya

menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim.

Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak

mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian

hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan

strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri.

Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai

sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum,

gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan

adanya gangguan fungsional baik pada batang otak maupun

lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis

mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan

unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan,

dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin

dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial

efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada

pasien dengan TIA.

Delirium

Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit

daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV.

Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang

cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam

perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan

siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi

yang menonjol.

Perbedaan klinis delirium dan Demensia.

Page 22: Askep Demensia

Gambaran Delirium Demensia

Riwayat Penyakit akut Penyakit Kronik

Awal Cepat Lambat laun

Sebab Terdapat penyakit

lain (infeksi,

dehidrasi,

guna/putus obat)

Biasanya penyakit

otak kronik

(sptAlzheimer,

demensia

vaskular)

Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun

Perjalanan sakit Naik turun Kronik Progresif

Taraf Kesadaran Orientasi Naik turun, terganggu

periodik

Normal intak pada

awalnya

Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas

Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya

Bahasa daya ingat Lamban. Inkoheren,

inadekuat, angka pendek

terganggu nyata

Sulit menemukan

istilah tepat Jangka

pendek dan panjang

terganggu

Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang

terjadi kecuali

sundowning

Psikomotor

Tidur

Retardasi, agitasi,

campuran Terganggu

siklus tidurnya

Normal

Sedikit terganggu

siklus tidurnya

Atensi dan kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu

Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak

reversibel

Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

Catatan : pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan

delirium yang

    bertumpang tindih dengan demensia adalah umum

Page 23: Askep Demensia

Depresi

Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala

gangguan fungsi kognitif yang sukar dibedakan dengan

gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang

menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi

kognitif terkait depresi (depression-related

cognitivedysfunction) lebih disukai dan lebih dapat

menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi

kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-

gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari akan

gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan

demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.

Skizofrenia

Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan

fungsi intelektual yang didapat (acquired), gejalanya

lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-

gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang

terdapat pada demensia.

Proses penuaan yang normal

Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan

berbagai fungsi kognitif yang signifikan, akan tetapi

masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat

terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan.

Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan

gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan

demensia oleh ringannya derajat gangguan memori dan

karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak

secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan

okupasional pasien.

Gangguan lainnya

Page 24: Askep Demensia

Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan

memori, terjadi pada masa kanan-kanan. Gangguan amnestik

ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak

ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu

biasanya akan memberikan respon terhadap terapi

antidepresan.

7.      Pemeriksaan Demensia (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang

paling baik karena sampai saat ini belum ada pemeriksaan

elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain

untuk menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah

praktis yang dapat dilakukan antara lain :

1.      Riwayat medik umum

Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan

medik yang dapat menyebabkan demensia seperti

hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit

jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis perifer

mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara

biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang

disebut head turning sign.

2.    Riwayat neurologi umum

Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk

mengetahui kondisi-kondisi khusus penyebab demensia

seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi

susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak

karena tumor atauhidrosefalus. Gejala penyerta demensia

seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan,

nyeri kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan

kelainan struktural dari pada sebab degeneratif.

Page 25: Askep Demensia

3.    Riwayat neurobehavioral

Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk

diagnosis demensia atau tidaknya seseorang. Ini meliputi

komponen memori. (memori jangka pendek dan memori jangka

panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa,

fungsi eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang,

bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan.

4.    Riwayat psikiatrik

Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah

penyandang pernah mengalami gangguan psikiatrik

sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat

depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku

agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid.

Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif,

hal ini disebut pseudodemensia.

5.    Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan

Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan

ensefalopati toksik dan gangguan kognitif walaupun

laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi,

alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak

spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa

anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik

dapat menurunkan fungsi kognitif.

6.    Riwayat keluarga

Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden

demensia di keluarga, terutama hubungan keluarga

langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.

7.    Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan

fisik umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis,

pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.

Pemeriksaan penunjang (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

Page 26: Askep Demensia

            1. Pemeriksaan laboratorium rutin

                        Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu

diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu

pencarian etiologi demensia khususnya pada

demensiareversible, walaupun 50% penyandang demensia

adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya

dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan

antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,

elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,

hormone tiroid, kadar asam folat

2. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic

Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam

pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih

dipertanyakan.

3.    Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran

spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada

Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran

perlambatan difus dan kompleks periodik.

4.      Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai

awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan,

dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia

presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes

sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

5. Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein

pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu

epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel

mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi

Page 27: Askep Demensia

epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe

awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian

genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.

Pemeriksaan neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan

status mental, aktivitas sehari-hari / fungsional dan

aspek kognitif lainnya. .(Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003). Pemeriksaan neuropsikologis penting

untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama

pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup

atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial,

kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi

sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan

untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.

Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi

syarat sebagai berikut:

  mampu menyaring secara cepat suatu populasi

  mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah

diindentifikaskan demensia. (Sjahrir,1999)

Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental

Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai.

(Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel

dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan

memori ringan. (Tang-Wei,2003)

Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test

yang paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan

nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan

kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan

kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27

dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi

Page 28: Askep Demensia

yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.

(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai

MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai

yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk

demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada

penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor MMSE

adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk

yang > 80 tahun, dan median skor 29 untuk yang lama

pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8

tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.Clinical

Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum

pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan

suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam

beberapa tingkatan. (Burns,2002). Penilaian fungsi

kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara lain

gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan,

aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi,

perawatan diri. Nilai yang dapat pada pemeriksaan ini

adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif

yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan

kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai

1, menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2,

menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,

menggambarkan suatu derajat demensia yang berat.

(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001)

8.      Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah

melakukan verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat

sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat

dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat

Page 29: Askep Demensia

dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan

adalah penting terutama pada demensia vaskuler.

Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet,

olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan

hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa

antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet.

Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan

sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada

dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya

perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler.

Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal

menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih

lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan

obat antihipertensi -2 dapat memperburukdalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor

kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting

enzyme(ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak

berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan

diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan

tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak.

Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat

mencegah kejadian vaskuler berikutnya padapasien-pasien

yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi

secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk

memberikan perawatan medis suportif, dukungan

emosionaluntuk pasien dan keluarganya, serta terapi

farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk

perilaku yang merugikan.

Terapi Psikososial

Page 30: Askep Demensia

Kemerosotan status mental memiliki makna yang

signifikan pada pasien dengan demensia. Keinginan untuk

melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka

pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang

pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak

pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan

bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya

disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya.

Identitas pasien menjadipudar seiring perjalanan

penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin

sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional

bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasanyang berat

dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa

pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari

psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat

memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang

dideritanya.Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam

kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas

serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya.

Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan

membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih

dapatdikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik

terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan

fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat

membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan

defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien

dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu

menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk

masalah-masalah daya ingat.

Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga

pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu

Page 31: Askep Demensia

pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan,

kemarahan, dankeputusasaan karena ia merasa perlahan-

lahan dijauhi oleh keluarganya.

Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia

dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat

antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi

dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang

mungkin terjadi pada pasien usia lanjut

(misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan

peningkatan efek sedasi).

Secara umum, obatobatan dengan aktivitas

antikolinergik yang tinggi sebaiknya

dihindarkan.Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan

takrin adalah penghambat kolinesterase yang digunakan

untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang

pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan

inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin

sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik

yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-

obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan

kehilangan memoriringan hingga sedang yang memiliki

neuron kolinergik basal yang masih baik melalui

penguatan neurotransmisi kolinergik.

Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan

secara luas. Takrin jarang digunakan karena potensial

menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang

tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang

sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan

efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada

donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat

mencegah degenerasi neuron progresif.

Page 32: Askep Demensia

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien

demensia berupa:

         Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg

         Antipsikotika atipik:

  Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg

  Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75

  Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg

  Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

  Abilify 1 x 10 - 15 mg

         Anxiolitika

  Clobazam 1 x 10 mg

  Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg

  Bromazepam 1,5 mg - 6 mg

  Buspirone HCI 10 - 30 mg

  Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg

  Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

         Antidepresiva

  Amitriptyline 25 - 50 mg

  Tofranil 25 - 30 mg

  Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)

  SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -

100 mg, Citalopram 1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x

75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.

  Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)

         Mood stabilizers

  Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg

  Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg

  Topamate 1 x 50 mg

  Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg

  Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg

  Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg

  Priadel 2 - 3 x 400 mg

Page 33: Askep Demensia

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut

sebenarnya sudah tak berguna lagi, namun bila diberikan

dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and

Psychological Symptoms of Dementia):

         Nootropika:

  Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg

  Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg

  Sabeluzole (Reminyl)

         Ca-antagonist:

  Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)

  Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.

  Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg

  Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300

mg infuse

  Pantoyl-GABA

         Acetylcholinesterase inhibitors

  Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg.

Hepatotoxik

  Donepezil (Aricept) centrally active reversible

cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari

  Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg

  Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg

  Memantine 2 x 5 - 10 mg

Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan

aktivitas kognitif termasuk penguat metabolisme serebral

umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu

penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat

perkembangan penyakit ini.

Page 34: Askep Demensia

Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko

penurunan fungsi kognitif pada wanita pasca menopause,

walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif

menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnyabertujuan

untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi.

Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid

(OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan

penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat

dalam pencegahan penyakit.

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)

penting untuk diperhatikan karena merupakan satu akibat yang

merepotkan bagi pengasuh dan membuat payah bagi sang pasien karena

ulahnya yang amat mengganggu1:

9.      Pencegahan dan Perawatan

Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko

terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman

daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,

seperti :

1.   Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel

otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan

2.   Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir

hendaknya dilakukan setiap hari.

3.   Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat

dan aktif

  Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.

  Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan

teman yang memiliki persamaan minat atau hobi

Page 35: Askep Demensia

4.   Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk

tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat

otak kita tetap sehat.

A.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.   Pengkajian

1)      Riwayat

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk

adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan

dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.

          2)  Kaji adanya demensia

Dengan alat- alat yang sudah distandarisasi, meliputi:

a. Mini Mental Status Exam (MMSE)

b. Short portable Mental Status Questionnarie

           3) Singkirkan kemungkinan adanya depresi

Dengan alat skrining yang tepat, seperti Geriatric

Depression Scale ( Yesavage & brink, untuk perbandigan

gejala delirium, demensia, depresi.

           4) Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian

keperawatan

           5) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau

keluarga. Lakukan observasi langsung    terhadap:

a. Perilaku.

1.      Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan

melakukan aktivitas hidup sehari-hari?

2.      Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat

diterima secara sosial?

3.      Apakah klien sering meneluyur dan mondar mandir?

4.      Apakah dia menunjukkan sundown syndrome atau

perseveration phenomena?

b. Afek.

Page 36: Askep Demensia

1.      Apakah klien menunjukkan ansietas?

2.      Labilitas emosi?

3.      Depresi atau apatis?

4.      Iritabilitas?

5.      Curiga?

6.      Tidak berdaya?

7.      frustasi?

c. Respon kognitif.

1.      Bagaimana tingkat orientasi klien?

2.      Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-

hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?

3.      Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau

mengabstrakan? Kurang mampu membuat penilaian terbukti

mengalami afasia, agnosia, atau apraksia?

6) Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga.

a)      Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa

lama ia sudah menjadi pemberi asuhan di keluarga

tersebut. (demensia jenis Alzheimer tahap akhir dapat

sangat menyulitkan karena sumber daya keluarga mungkin

sudah habis.)

b)      Identifikasi system pendukung yang ada pada pemberi

asuhan dan anggota keluarga yang lain.

c)      Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawaran klien

dan sumber daya komunitas ( catat hal-hal yang prertlu

diajarkan).

d)     Identifikasi system pendukung spiritual bagi keluarga.

e)      Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan

kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.

Cara melakukan pengkajian

1. Membina hubungan saling percaya dengan klien

lansia

Page 37: Askep Demensia

Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan

demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan

saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina

hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai

berikut:

         Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat

pagi / siang / sore / malam atau sesuai dengan konteks

agama pasien.

         Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara,

termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang

akan merawat pasien.

2. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan

kesukaannya.

3. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan

aktivitas yang akan dilakukan.

4. Jelaskan pula kapan aktivitas akan

dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.

5. Bersikap empati dengan cara:

      Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan

dan menunjukkan perhatian

      Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk

berpikir dan menjawab

      Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik

      Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan

pengharapan pada klien.

      Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah

dimengerti (hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)

      Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan

jika betranya tunggu respon pasien

      Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang

pertanyaan dengan kata-kata yang sama.

Page 38: Askep Demensia

      Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran,

jika volume ditingkatkan, nada harus direndahkan.

      Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang

baik

      Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak

mata, relaks dan terbuka

      Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat

berkomunikasi dengan klien:

         • Tidak berisik atau ribut

• Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup

• Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.

Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji

pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan

tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara

langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang

saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective

demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk

tanda-tanda seperti:

         Kurang konsentrasi

         Kurang kebersihan diri

         Rentan terhadap kecelakaan: jatuh

         Tidak mengenal waktu, tempat dan orang

         Tremor

         Kurang kordinasi gerak

         Aktiftas terbatas

         Sering mengulang kata-kata.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu

dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami

kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil,

datar atau tidak sesuai. Bila data tersebut saudara

peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara.

Page 39: Askep Demensia

2.   Diagnosa keperawatan

1)   Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan

dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan

kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah

tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental,

tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.

2)   Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan

fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai

dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,

tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai

realitas dengan akurat.

3)   Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan

persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit

neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur,

nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah,

halusinasi.

4)   Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan

lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang

kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu

menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

5)   Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi

aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai

dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-

hari.

6)   Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan

keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi,

aktivitas kejang.

7)   Risiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi,

perubahn sensori.

Page 40: Askep Demensia

3.   Intervensi

No Diagnosa

keperawatan

Tujuan dan

kriteria hasil

Intervensi Rasional

1 Sindrom stress

relokasi

berhubungan dengan

perubahan dalam

aktivitas kehidupan

sehari-hari

ditandai dengan

kebingungan,

keprihatinan,

gelisah, tampak

cemas, mudah

tersinggung,

tingkah laku

defensive,

kekacauan mental,

tingkah laku

curiga, dan tingkah

laku agresif.

Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

diharapkan klien

dapat beradaptasi

dengan perubahan

aktivitas sehari-

hari dan

lingkungan dengan

KH :

    mengidentifikasi

perubahan

    mampu

beradaptasi pada

perubahan

lingkungan dan

aktivitas

kehidupan sehari-

hari

    cemas dan takut

berkurang

    membuat

pernyataan yang

psitif tentang

lingkungan yang

baru.

a)   Jalin hubungan

saling mendukung

dengan klien.

b)   Orientasikan

pada lingkungan

dan rutinitas

baru.

c)   Kaji tingkat

stressor

(penyesuaian

diri,

perkembangan,

peran keluarga,

akibat perubahan

status

kesehatan)

d)  Tentukan jadwal

aktivitas  yang

wajar  dan

masukan dalam

kegiatan rutin.

e)   Berikan

penjelasan dan

informasi yang

menyenangkan

mengenai

kegiatan/

peristiwa.

a)    Untuk

membangan

kepercayaan

dan rasa

nyaman.

b)   Menurunkan

kecemasan dan

perasaan

terganggu.

c)    Untuk

menentukan

persepsi

klien tentang

kejadian dan

tingkat

serangan.

d)   Konsistensi

mengurangi

kebingungan

dan

meningkatkan

rasa

kebersamaan.

e)    Menurunkan

ketegangan,

mempertahanka

n rasa saling

percaya, dan

Page 41: Askep Demensia

f)    Pertahankan

keadaan tenang.

Tempatkan dalam

lingkungan

tenang yang

memberikan

kesempatan untuk

“beristirahat”

g)   Atasi tingkah

laku agresif

dengan

pendekatan yamg

tenang.

h)   Rujuk ke

sumberpendukung

perawatan diri.

orientasi.

f)    Menenangkan

situasi dan

memberi klien

waktu untuk

memperoleh ke

ndali

terhadap

prilaku dan

emosinya.

g)   Rasa

diterima

menurunkan

rasa takut

dan respon

agresif.

h)   Meningkatkan

perasaan,

dukungan

selama

penyesuaian

2 Perubahan proses

pikir berhubungan

dengan perubahan

fisiologis

(degenerasi neuron

ireversibel)

ditandai dengan

hilang ingatan atau

memori, hilang

konsentrsi, tidak

Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

diharapkan klien

mampu mengenali

perubahan dalam

berpikir dengan

KH:

 Mampu

a)   Kembangkan

lingkungan yang

mendukung dan

hubungan klien-

perawat yang

terapeutik.

b)   Pertahankan

lingkungan yang

menyenangkan dan

tenang.

a)   Mengurangi

kecemasan dan

emosional.

b)   Kebisingan

merupakan

sensori

berlebihan

yang

meningkatkan

gangguan

Page 42: Askep Demensia

mampu

menginterpretasikan

stimulasi dan

menilai realitas

dengan akurat.

memperlihatkan

kemampuan

kognitif untuk

menjalani

konsekuensi

kejadian yang

menegangkan

terhadap emosi

dan pikiran

tentang diri.

 Mampu

mengembangkan

strategi untuk

mengatasi

anggapan diri

yang negative.

 Mampu mengenali

tingkah laku dan

faktor penyebab.

c)   Tatap wajah

ketika berbicara

dengan klien.

d)  Panggil klien

dengan namanya.

e)   Gunakan suara

yang agak rendah

dan berbicara

dengan perlahan

pada klien.

f)    Gunakan kata-

kata pendek,

kalimat, dan

instruksi

sederhana(tahap

demi tahap).

g)   Ciptakan

aktivitas

sederhana,

bermanfaat, dan

tidak bersifat

kompetitif

sesuai kemampuan

klien.

h)   Evaluasi pola

tidur.

Kolaborasi

i)        Berikan obat

sesuai indikasi:

-    Antipsikotik,

spt: haloperidol

neuron.

c)   Menimbulkan

perhatian,

terutama pada

klien dengan

gangguan

perceptual.

d)  Nama adalah

bentuk

identitas

diri dan

menimbulkan

pengenalan

terhadap

realita dan

klien.

e)   Meningkatkan

pemahaman.

Ucapan tinggi

dan keras

menimbulkan

stress yg

mencetuskan

konfrontasi

dan respon

marah.

f)    Seiring

perkembangan

penyakit,

pusat

komunikasi

Page 43: Askep Demensia

-    Vasodilator,

spt:

cyclospamol.

dalam otak

terganggu

sehingga

menghilangkan

kemampuan

klien dalam

respons

penerimaan

pesan dan

percakapan

secara

keseluruhan.

g)   Memotivasi

klien dalam

cara yang

menguatkan

kegunaannya

dan

kesenangan

diri serta

merangsang

realita.

h)   Kurang tidur

dapat

mengganggu

proses piker

dan kemampuan

koping klien.

i)     -

Mengontrol

agitasi,

Page 44: Askep Demensia

halusinasi.

- Meningkatkan

kesadaran

mental.

3 Perubahan persepsi

sensori berhubungan

dengan perubahan

persepsi, transmisi

atau integrasi

sensori (penyakit

neurologis, tidak

mampu

berkomunikasi,

gangguan tidur,

nyeri) ditandai

dengan cemas,

apatis, gelisah,

halusinasi.

Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

diharapkan

perubahan

persepsi sensori

klien dapat

berkurang atau

terkontrol dengan

KH:

   Mengalami

penurunan

halusinasi.

   Mengembangkan

strategi

psikososial untuk

mengurangi

stress.

  Mendemonstrasikan

respons yang

sesuai stimulasi.

a)   Kembangkan

lingkungan yang

suportif dan

hubungan

perawat-klien

yang terapeutik.

b)   Bantu klien

untuk memehami

halusinasi.

c)   Kaji derajat

sensori atau

gangguan

persepsi dan

bagaiman hal

tersebut

mempengaruhi

klien termasuk

penurunan

penglihatan atau

pendengaran.

d)  Ajarkan

strategi untuk

mengurangi

stress.

e)   Ajak piknik

sederhana,

jalan-jalan

a)Meningkatkan

kenyamanan

dan

menurunkan

kecemasan

pada klien.

b)   Meningkatka

n koping dan

menurunkan

halusinasi.

c)Keterlibatan

otak

memperlihatka

n masalah

yang bersifat

asimetris

menyebabkan

klien

kehilangan

kemampuan

pada salah

astu sisi

tubuh. Klien

tidak dapat

mengenali

rasa lapar,

haus,

Page 45: Askep Demensia

kelilin rumah

sakit. Pantau

aktivitas.

f)    Tingkatkan

keseimbangan

fisiologis

dengan

menggunakan bola

lantai, tangan

menari dengan

disertai music.

g)   Libatkan dalam

aktivitas sesuai

indikasi dengan

keadaan

tertentu,

spt:terapi

okupasi.

Penerima

nyeri

eksternal.

d)  Untuk

menurunkan

kebutuhan

akan

halusinasi.

e)piknik

menunjukkan

realitadan

memberikan

stimulasi

sensori yang

menurunkan

perasaan

curiga dan

halusinasi yg

disebabkan

perasaan

terkekang.

f) Menjaga

mobilitas

yang dapat

menurunkan

risiko

terjadinya

atrofi otot/

osteoporosis

pada tulang.

g)   Memberikan

Page 46: Askep Demensia

kesempatan

terhadap

stimulasi

partisipasi

dengan orang

lain dan

dapat

mempertahanka

n beberapa

tingkat dari

interaksi

sosial.

4 Perubahan pola

tidur  berhubungan

dengan perubahan

lingkungan ditandai

dengan keluhan

verbal tentang

kesulitan tidur,

terus-menerus

terjaga, tidak

mampu menentukan

kebutuhan/ waktu

tidur.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan tidak

terjadi gangguan

pola tidur pada

klien dengan KH :

   Memahami faktor

penyebab gangguan

pola tidur.

   mampu menentukan

penyebab tidur

inadekuat.

   Melaporkan dapat

beristirahat yang

cukup.

   Mampu

menciptakan pola

tidur yang

a)Jangan

menganjurkan

klien tidur

siang apabila

berakibat efek

negative

terhadap tidur

pada malam hari.

b)   Evaluasi efek

obat klien

(steroid,

diuretik) yang

mengganggu

tidur.

c)Tentukan

kebiasaan  dan

rutinitas waktu

tidur malam

dengan kebiasaan

a)Irama

sirkadian

(irama tidur-

bangun) yang

tersinkronisa

si disebabkan

oleh tidur

siang yang

singkat.

b)   Deragement

psikis

terjadi bila

terdapat

pangguanaan

kortikosteroi

d, termasuk

perubahan

mood,

insomnia.

Page 47: Askep Demensia

adekuat. klien(memberi

susu hangat).

d)  Memberikan

lingkungan yang

nyaman untuk

meningkatkan

tidur(mematikan

lampu, ventilasi

ruang adekuat,

suhu yang

sesuai,

menghindari

kebisingan).

e)Buat jadwal

tidur secara

teratur. Katakan

pada klien bahwa

saat ini adalah

waktu untuk

tidur.

f) Berikan makanan

kecil pada sore

hari, susu

hangat, mandi

dan masase

punggung.

g)   Turunkan

jumlah minuman

sore hari.

lakukan berkemih

sebelum tidur.

c)Mengubah

pola yang

sudah

terbiasa dari

asupan makan

klien pada

malam hari

terbukti

mengganggu

tidur.

d)  Hambatan

kortikal pada

formasi

reticular

akan

berkurang

selama tidur,

meningkatkan

respon

otomatik,

karenanya

respon

kardiovakular

terhadap

suara

meningkat

selama tidur.

e)Penguatan

bahwa saatnya

tidur dan

mempertahanka

Page 48: Askep Demensia

h)   Putarkan musik

yang lembut.

Kolaborasi

i)  Berikan obat

sesuai

indikasi :

- Antidepresi

- Oksazepam,

triazolam.

j)  Hindari

penggunaan

Difenhidramin.

n kesetabilan

lingkungan.

f) Meninkatkan

relaksasi

dengan

perasaan

mengantuk.

g)   Menurunkan

kebutuhan

akan bangun

untuk

berkemih

selama malam

hari.

h)   Menurunkan

stimulasi

sensori

dengan

menghambat

suara lain

dari

lingkungan

sekitar yang

akan

menghambat

tidur.

i)  - Efektif

menangani

pseudodemensi

a atau

demensia,

Page 49: Askep Demensia

meningkatkan

kemampuan

untuk tidur,

tetapi

antikolinergi

k

dapat mencetu

skan bingung,

memperburuk

kognitif  dan

efek samping

hipotensi

ortostatik.

-       Efektif

mengatasi

insomnia.

j) Kontraindi

kasi karena

mempengaruhi

produksi

asetilkolin

yang sudah

dihambat

dalam otak.

5 Kurang perawatan

diri berhubungan

dengan intoleransi

aktivitas,

menurunnya daya

tahan dan kekuatan

ditandai dengan

Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

diharapkan klien

dapat merawat

dirinya sesuai

dengan

a)  Identifikasi

kesulitan dalam

berpakaian/

perawatan diri,

seperti:

keterbatasan

gerak fisik,

a)Memahami

penyebab yang

mempengaruhi

intervensi.

Masalah dapat

diminimalkan

dengan

Page 50: Askep Demensia

penurunan kemampuan

melakukan aktivitas

sehari-hari.

kemampuannya

dengan KH :

   Mampu melakukan

aktivitas

perawatan diri

sesuai dengan

tingkat

kemampuan.

   Mampu

mengidentifikasi

dan menggunakan

sumber pribadi/

komunitas yang

dapat memberikan

bantuan.

apatis/ depresi,

penurunan

kognitif seperti

apraksia.

b) Identifikasi

kebutuhan

kebersihan diri

dan berikan

bantuan sesuai

kebutuhan dengan

perawatan

rambut/kuku/

kulit, bersihkan

kaca mata, dan

gosok gigi.

c)  Perhatikan

adanya tanda-

tanda nonverbal

yang fisiologis.

d) Beri banyak

waktu untuk

melakukan tugas.

e)  Bantu

mengenakan

pakaian yang

rapi dan indah.

menyesuaikan

atau

memerlukan

konsultasi

dari ahli

lain.

b)   Seiring

perkembangan

penyakit,

kebutuhan

kebersihan

dasar mungkin

dilupakan.

c)Kehilangan

sensori dan

penurunan

fungsi bahasa

menyebabkan

klien

mengungkapkan

kebutuhan

perawatan

diri dengan

cara

nonverbal,

seperti

terengah-

engah, ingin

berkemih

dengan

memegang

Page 51: Askep Demensia

dirinya.

d)  Pekerjaan

yang tadinya

mudah

sekarang

menjadi

terhambat

karena

penurunan

motorik dan

perubahan

kognitif.

e)Meningkatkan

kepercayaan

untuk hidup.

6 Risiko terhadap

cedera berhubungan

dengan kesulitan

keseimbangan,

kelemahan, otot

tidak

terkoordinasi,

aktivitas kejang.

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan Risiko

cedera tidak

terjadi dengan KH

:

   Meningkatkan

tingkat

aktivitas.

   Dapat

beradaptasi

dengan lingkungan

untuk mengurangi

risiko trauma/

cedera.

a)   Kaji derajat

gangguan

kemampuan,

tingkah laku

impulsive dan

penurunan

persepsi visual.

Bantu keluarga

mengidentifikasi

risiko

terjadinya

bahaya yang

mungkin timbul.

b)   Hilangkan

sumber bahaya

lingkungan.

a)   Mengidentifi

kasi risiko

di lingkungan

dan

mempertinggi

kesadaran

perawat akan

bahaya. Klien

dengan

tingkah laku

impulsi

berisiko

trauma karena

kurang mampu

mengendalikan

perilaku.

Page 52: Askep Demensia

   Tidak mengalami

cedera.

c)   Alihkan

perhatian saat

perilaku

teragitasi/

berbahaya,

memenjat pagar

tempat tidur.

d)  Kaji efek

samping obat,

tanda keracunan

(tanda

ekstrapiramidal,

hipotensi

ortostatik,

gangguan

penglihatan,

gangguan

gastrointestinal

).

e)   Hindari

penggunaan

restrain terus-

menerus. Berikan

kesempatan

keluarga tinggal

bersama klien

selama periode

agitasi akut.

Penurunan

persepsi

visual

berisiko

terjatuh.

b)   Klien dengan

gangguan

kognitif,

gangguan

persepsi

adalah awal

terjadi

trauma akibat

tidak

bertanggung

jawab

terhadap

kebutuhan

keamanan

dasar.

c)   Mempertahank

an keamanan

dengan

menghindari

konfrontasi

yang

meningkatkan 

risiko

terjadinya

trauma.

d)  Klien yang

Page 53: Askep Demensia

tidak dapat

melaporkan

tanda/gejala

obat dapat

menimbulkan

kadar

toksisitas

pada lansia.

Ukuran dosis/

penggantian

obat

diperlukan

untuk

mengurangi

gangguan.

e)   Membahayakan

klien,

meningkatkan

agitasi dan

timbul risiko

fraktur pada

klien lansia

(berhubungan

dengan

penurunan

kalsium

tulang).

7 Risiko terhadap

perubahan nutrisi

lebih dari

kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan klien

a)   Beri dukungan

untuk penurunan

berat badan.

b)   Awasi berat

a)   Motivasi

terjadi saat

klien

mengidentifik

Page 54: Askep Demensia

berhubungan dengan

mudah lupa,

kemunduran hobi,

perubahn sensori.

mendapat nutrisi

yang seimbang

dengan KH:

      Mengubah pola

asuhan yang benar

      Mendapat diet

nutrisi yang

seimbang.

      Mendapat kembali

berat badan yang

sesuai.

badan setiap

minggu.

c)   Kaji

pengetahuan

keluarga/ klien

mengenai

kebutuhan

makanan.

d)  Usahakan/ beri

bantuan dalam

memilih menu.

e)   Beri Privasi

saat kebiasaan

makan menjadi

masalah.

f)    Beri makanan

kecil setiap jam

sesuai

kebutuhan.

g)   Hindari makanan

yang terlalu

panas.

Kolaborasi

h)   konsultasikan

dengan ahli

gizi.

asi kebutuhan

berarti.

b)  memberikan

umpan balik/

penghargaan.

c)   Identifikasi

kebutuhan

membantu pere

ncanaan

pendidikan.

d)  Klien tidak

mampu

menentukan

pilihan

kebutuhan

nutrisi.

e)   Ketidakmampu

an menerima

dan hambatan

sosial dari

kebiasaan

makan

berkembang

seiring

berkembangnya

penyakit.

f)   Makan

makanan kecil

meningkatkan

masukan yang

sesuai.

Page 55: Askep Demensia

g)  makanan yang

panas

mengakibatkan

mulut

terbakar atau

menolak untuk

makan.

h)  Bantuan

diperlukan

untukmengemba

ngkan

keseimbangan

diit dan

menemukan

kebutuhan/

makanan yang

disukai.

4.   Implementasi

Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan

intervensi.

5.   Evaluasi

1)   Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan

aktivitas.

2)   Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani

konsekuensi.

3)   Perubahan persepsi sensori tidak terjadi atau

terkontrol.

4)   Perubahan pola tidur tidak terjadi atau terkontrol.

5)   Perawatan diri dapat terpenuhi.

Page 56: Askep Demensia

6)   Nutrisi klien seimbang

7)    Risiko cedera tidak terjadi

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatanedisi 6

alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3

alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta :

EGC, 1999.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut

Usia. Salemba medika; Jakarta

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa

Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Nugroho,Wahjudi.1999.  Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku

Kedokteran. EGC;  Jakarta

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta