Askep Demensia

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira- kira 5% menderita demensia berat, dan 15% menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20% menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60% menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibanding dengan 15 – 25% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler, yang berjumlah kira-kira 15 – 30% dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 – 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita. Masing-masing 1 – 5% kasus adalah demensia yang berhubungan dengan trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia yang berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan penyakit parkinson). 1

Transcript of Askep Demensia

Page 1: Askep Demensia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika

yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15%

menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun,

kira-kira 20% menderita demensia berat.

Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60% menderita demensia tipe

Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5%

dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe

Alzheimer, dibanding dengan 15 – 25% dari semua orang yang berusia 85

tahun atau lebih.

Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler, yang

berjumlah kira-kira 15 – 30% dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler

paling sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60 – 70 tahun dan

lebih sering pada laki-laki dibanding wanita.

Masing-masing 1 – 5% kasus adalah demensia yang berhubungan dengan

trauma kepala, berhubungan dengan alkohol, dan berbagai demensia yang

berhubungan dengan pergerakan (misalnya penyakit Huntington dan penyakit

parkinson).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana asuhan keperawatan klien lansia dengan demensia?

1.3 TUJUAN UMUM

untuk lebih memahami apa itu demensia serta bagaimana pengobatannya

untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas

1

Page 2: Askep Demensia

1.4 TUJUAN KHUSUS

Untuk mengetahui definisi Demensia

Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Demensia

Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Demensia

Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari Demensia

Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Demensia

Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Demensia

Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Demensia

Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Demensia

2

Page 3: Askep Demensia

BABII

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan

fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara

lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,

orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan

bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi

vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran

abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat

terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan

hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)

Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar

penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa

penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan

tingkah laku.

2.2 ETIOLOGI

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3

golongan besar :

1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak

dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara

biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolism

2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :

Penyakit degenerasi spino-serebelar.

Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

Khorea Huntington

3

Page 4: Askep Demensia

3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam

golongan ini diantaranya

Penyakit cerebro kardiofaskuler

penyakit- penyakit metabolic

Gangguan nutrisi

Akibat intoksikasi menahun

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan

kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.

Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia

enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak

memperlihatkan gejalayang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana

Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.

Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat

nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri

sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan

berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama,

mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin

menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan

dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah

masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang

tua mereka. Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi

pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.

Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain

dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja

Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di

sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana

demensia bukanlah menjadi hal utama focus pemeriksaan.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang

semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami

4

Page 5: Askep Demensia

dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita

demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat

memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota

keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku

(Behavioral symptom) yang dapatterjadi pada Lansia penderita demensia di

antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,

disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak

dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi,

apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.

1998).

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:

Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,

“lupa”menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,

bulan, tahun,tempat penderita demensia berada

Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang

benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,

mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali

Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat

sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang

dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.

Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan

tersebut muncul. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh,

menarik diri dan gelisah

2.4 KLASIFIKASI

1. Menurut Kerusakan Struktur Otak

a. Tipe Alzheimer

Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami

kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di

transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita

Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat

5

Page 6: Askep Demensia

keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60%

penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.

Demensia ini ditandai dengan gejala :

Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,

Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia,

agnosia, gangguan fungsi eksekutif,

Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,

Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

Kehilangan inisiatif.

Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya

deteorisasi intelektual :

a) Stadium I (amnesia)

Berlangsung 2-4 tahun

Amnesia menonjol

Perubahan emosi ringan

Memori jangka panjang baik

Keluarga biasanya tidak terganggu

b) Stadium II (Bingung)

Berlangsung 2 – 10 tahun

Episode psikotik

Agresif

Salah mengenali keluarga

c) Stadium III (Akhir)

Setelah 6 - 12 tahun

Memori dan intelektual lebih terganggu

Membisu dan gangguan berjalan

Inkontinensia urin

b. Demensia Vascular

Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah

di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat

berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi

6

Page 7: Askep Demensia

tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga

depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.

Tanda-tanda neurologis fokal seperti :

Peningkatan reflek tendon dalam

Kelainan gaya berjalan

Kelemahan anggota gerak

2. Menurut Umur:

a. Demensia senilis ( usia >65tahun)

b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)

3. Menurut perjalanan penyakit :

a. Reversibel (mengalami perbaikan)

b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural

hematoma, vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)

Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan

meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :

Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).

Inkontinensia urin.

Demensia.

4. Menurut sifat klinis:

a. Demensia proprius

b. Pseudo-demensia

2.5 PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang

dijumpai pada penyakit demensia Alzheimer. Serabut neuron yang kusut

(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senile atau neuritis (deposit

pritein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein precusor amiloid

(APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri

dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai

7

Page 8: Askep Demensia

pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena

penyakit ini adalah menggunakan neurotransmitter asetilkolin. Secara

biokomia, produksi asetilkolion yang mempengaruhi aktivitas menurun.

Asetilkolin terutan terlibat dalam proses ingatan.

Kerusakan serebri terjadi bila pasokan darah keotak terganggu. Infark,

kematian jaringan otak, terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark

serebri kecil-kecil multiple-infark. Pada penyakit Alzeimer terjadi penurunan

yang progresif, sebaliknya progresi demensia multi-infark tidak beraturan.

Setiap infark yang kecil diikuti penyembuhan dan masa stabil sampai terjadi

infark kemudian. Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit

kardiovaskuler atau serebrovaskuler.

Pusing, sakit kepala dan penurunan kekuatan fisik dan mental adalah

tanda-tanda awal penyakit. Pada lebih dari setengah kasus, penyakit ini

muncul sebagai kebingungan yang mendadak. Kemudian diikuuti kehilangan

ingatan yang mendadak. Kemudian diikuti kehilangan ingatan bertahap.

Pasien bisa mengalami halusinasi dan menunjukkan tanda-tanda delirium, bisa

terjadi gangguan bicara. 

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia

khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang

demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,

pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan

laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah

lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,

hormone tiroid, kadar asam folat

8

Page 9: Askep Demensia

2. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia

walaupun hasilnya masih dipertanyakan.

3. Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan

pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut

dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik

4. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,

penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan

panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis

(+), penyengatan meningeal pada CT scan.

5. Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid

polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4.

setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya

frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan

lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon

4 sebagai penanda semakin meningkat.

6. Pemeriksaan neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas

sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai

penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi

kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi

visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi

sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk

membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat

pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi

9

Page 10: Askep Demensia

b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah

diindentifikaskan demensia.

7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

adalah test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi

sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)

Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering

dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam

mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau

penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap

abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada

penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling

rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini

mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor

MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80

tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk

yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4

tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum

pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode

yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.

(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori

antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas

sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat

pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif

yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5,

untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia

ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,

10

Page 11: Askep Demensia

menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer

Indonesia,2003, Golomb,2001)

2.7 PENATALAKSANAAN

1. Farmakoterapi

Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.

a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan

antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,

Memantine

b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti

Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah

ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,

tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan

dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang

berhubungan dengan stroke.

d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-

depresi seperti Sertraline dan Citalopram.

e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang

bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-

psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi

obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius.

Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang

mengalami halusinasi atau paranoid.

2. Dukungan atau Peran Keluarga

a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu

penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya

yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau

radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.

b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada

pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada

penderita yang senang berjalan-jalan.

11

Page 12: Askep Demensia

c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya

secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu,

bahkan akan memperburuk keadaan.

e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial

dan perawatan, akan sangat membantu.

3. Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik,

meliputi :

a. Diet

b. Latihan fisik yang sesuai

c. Terapi rekreasional dan aktifitas

d. Penanganan terhadap masalah-masalah

12

Page 13: Askep Demensia

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a. Identitas pasien

b. Riwayat kesehatan

c. Status kesehatan

d. Status kesehatan mental

e. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori

f. Perubahan sistem tubuh

Perubahan kardiovaskuler

Perubahan sistem pernafasan

Perubahan integlumen

Perubahan sistem reproduksi

Perubahan genitourinaria

Perubahan gastrointestinal

Perubahan kebutuhan nutrisi

Perubahan musculoskeletal

Perubahan sensorik  

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis

(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau

memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi

dan menilai realitas dengan akurat.

b. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,

transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu

berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,

gelisah, halusinasi.

c. Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan

ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus

terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

13

Page 14: Askep Demensia

d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,

menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan

kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.

e. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,

kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

f. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1: Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis

(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori,

hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai

realitas dengan akurat.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu

mengenali perubahan dalam berpikir

Kriteria Hasil:

Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani

konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran

tentang diri.

Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang

negative.

Mampu mengenali tingkah laku dan faktor penyebab.

No Intervensi Rasional

1 Kembangkan lingkungan yang

mendukung dan hubungan klien-perawat

yang terapeutik.

Mengurangi kecemasan dan

emosional.

2 Pertahankan lingkungan yang

menyenangkan dan tenang.

Kebisingan merupakan sensori

berlebihan yang meningkatkan

gangguan neuron.

3    Tatap wajah ketika berbicara dengan Menimbulkan perhatian, terutama

14

Page 15: Askep Demensia

klien. pada klien dengan gangguan

perceptual.

4 Panggil klien dengan namanya. Nama adalah bentuk identitas diri dan

menimbulkan pengenalan terhadap

realita dan klien.

5 Gunakan suara yang agak rendah dan

berbicara dengan perlahan pada klien.

Meningkatkan pemahaman. Ucapan

tinggi dan keras menimbulkan stress

yg mencetuskan konfrontasi dan

respon marah.

Dx 2: Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,

transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu

berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah,

halusinasi.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan

persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol

Kriteria Hasil:

Mengalami penurunan halusinasi.

Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.

Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

No Intervensi Rasional

1 Kembangkan lingkungan yang suportif

dan hubungan perawat-klien yang

terapeutik.

Meningkatkan kenyamanan dan

menurunkan kecemasan pada klien.

2 Bantu klien untuk memahami halusinasi. Meningkatkan koping dan

menurunkan halusinasi.

3   Kaji derajat sensori atau gangguan

persepsi dan bagaiman hal tersebut

mempengaruhi klien termasuk penurunan

penglihatan atau pendengaran.

Keterlibatan otak memperlihatkan

masalah yang bersifat asimetris

menyebabkan klien kehilangan

kemampuan pada salah satu sisi

tubuh.

15

Page 16: Askep Demensia

4 Ajarkan strategi untuk mengurangi stress.  Untuk menurunkan kebutuhan akan

halusinasi.

5   Ajak piknik sederhana, jalan-jalan

keliling rumah sakit. Pantau aktivitas.

Piknik menunjukkan realita dan

memberikan stimulasi sensori yang

menurunkan perasaan curiga dan

halusinasi yang disebabkan perasaan

terkekang.

Dx 3: Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan

ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga,

tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi

gangguan pola tidur pada klien

Kriteria Hasil:

Memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.

Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.

Melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.

No Intervensi Rasional

1 Jangan menganjurkan klien tidur siang

apabila berakibat efek negative terhadap

tidur pada malam hari.

Irama sirkadian (irama tidur-bangun)

yang tersinkronisasi disebabkan oleh

tidur siang yang singkat.

2Evaluasi efek obat klien (steroid, diuretik)

yang mengganggu tidur.

Deragement psikis terjadi bila

terdapat panggunaan kortikosteroid,

termasuk perubahan mood, insomnia.

3 Tentukan kebiasaan  dan rutinitas waktu

tidur malam dengan kebiasaan

klien(memberi susu hangat).

Mengubah pola yang sudah terbiasa

dari asupan makan klien pada malam

hari terbukti mengganggu tidur.

4 Memberikan lingkungan yang nyaman

untuk meningkatkan tidur(mematikan

lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang

Hambatan kortikal pada formasi

reticular akan berkurang selama tidur,

meningkatkan respon otomatik,

16

Page 17: Askep Demensia

sesuai, menghindari kebisingan). karenanya respon kardiovakular

terhadap suara meningkat selama

tidur

5 Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan

pada klien bahwa saat ini adalah waktu

untuk tidur.

Penguatan bahwa saatnya tidur dan

mempertahankan kesetabilan

lingkungan.

Dx 4: Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,

menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan

melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat

merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya

Kriteria Hasil:

Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat

kemampuan.

Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/

komunitas yang dapat memberikan bantuan.

No Intervensi Rasional

1 Identifikasi kesulitan dalam

berpakaian/ perawatan diri, seperti:

keterbatasan gerak fisik, apatis/

depresi, penurunan kognitif seperti

apraksia.

Memahami penyebab yang

mempengaruhi intervensi. Masalah

dapat diminimalkan dengan

menyesuaikan atau memerlukan

konsultasi dari ahli lain

2 Identifikasi kebutuhan kebersihan diri

dan berikan bantuan sesuai kebutuhan

dengan perawatan rambut/kuku/ kulit,

bersihkan kaca mata, dan gosok gigi.

Seiring perkembangan penyakit,

kebutuhan kebersihan dasar mungkin

dilupakan

3 Perhatikan adanya tanda-tanda

nonverbal yang fisiologis.

Kehilangan sensori dan penurunan

fungsi bahasa menyebabkan klien

mengungkapkan kebutuhan perawatan

diri dengan cara nonverbal, seperti

17

Page 18: Askep Demensia

terengah-engah, ingin berkemih dengan

memegang dirinya.

4 Beri banyak waktu untuk melakukan

tugas.

Pekerjaan yang tadinya mudah

sekarang menjadi terhambat karena

penurunan motorik dan perubahan

kognitif.

5 Bantu mengenakan pakaian yang rapi

dan indah

Meningkatkan kepercayaan untuk

hidup.

Dx 5: Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,

kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera

tidak terjadi

Kriteria Hasil:

Meningkatkan tingkat aktivitas.

Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/

cedera.

Tidak mengalami cedera

No Intervensi Rasional

1 Kaji derajat gangguan kemampuan,

tingkah laku impulsive dan penurunan

persepsi visual. Bantu keluarga

mengidentifikasi risiko terjadinya bahaya

yang mungkin timbul

Mengidentifikasi risiko di

lingkungan dan mempertinggi

kesadaran perawat akan bahaya.

Klien dengan tingkah laku impulsi

berisiko trauma karena kurang

mampu mengendalikan perilaku.

Penurunan persepsi visual berisiko

terjatuh.

2 Hilangkan sumber bahaya lingkungan.  Klien dengan gangguan kognitif,

gangguan persepsi adalah awal

terjadi trauma akibat tidak

bertanggung jawab terhadap

18

Page 19: Askep Demensia

kebutuhan keamanan dasar.

3  Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/

berbahaya, memenjat pagar tempat tidur.

Mempertahankan keamanan dengan

menghindari konfrontasi yang

meningkatkan  risiko terjadinya

trauma.

4 Kaji efek samping obat, tanda keracunan

(tanda ekstrapiramidal, hipotensi

ortostatik, gangguan penglihatan,

gangguan gastrointestinal).

  Klien yang tidak dapat melaporkan

tanda/gejala obat dapat

menimbulkan kadar toksisitas pada

lansia. Ukuran dosis/ penggantian

obat diperlukan untuk mengurangi

gangguan

5 Hindari penggunaan restrain terus-

menerus. Berikan kesempatan keluarga

tinggal bersama klien selama periode

agitasi akut.

  Membahayakan klien,

meningkatkan agitasi dan timbul

risiko fraktur pada klien lansia

(berhubungan dengan penurunan

kalsium tulang).

Dx 6: Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat

nutrisi yang seimbang

Kriteria Hasil:

Mengubah pola asuhan yang benar

Mendapat diet nutrisi yang seimbang.

Mendapat kembali berat badan yang sesuai.

No Intervensi Rasional

1 Beri dukungan untuk penurunan berat

badan.

Motivasi terjadi saat klien

mengidentifikasi kebutuhan berarti.

2 Awasi berat badan setiap minggu. Memberikan umpan balik/

penghargaan.

3 Kaji pengetahuan keluarga/ klien   Identifikasi kebutuhan membantu 

19

Page 20: Askep Demensia

mengenai kebutuhan makanan. perencanaan pendidikan.

4 Usahakan/ beri bantuan dalam memilih

menu

Klien tidak mampu menentukan

pilihan kebutuhan nutrisi.

5 Beri Privasi saat kebiasaan makan

menjadi masalah

Ketidakmampuan menerima dan

hambatan sosial dari kebiasaan

makan berkembang seiring

berkembangnya penyakit.

20

Page 21: Askep Demensia

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya

berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,

penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi

kemunduran kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari

berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak

terdapat perawatan khusus untuk demensia, namun perawatan untuk

menangani gejala boleh dilakukan.

Etiologi demensia:

Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal

kelainan

Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

diobati

Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:

Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,

“lupa”menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,

bulan, tahun,tempat penderita demensia berada

Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang

benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,

mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali

Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat

sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang

dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.

Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan

tersebut muncul. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh,

menarik diri dan gelisah

21

Page 22: Askep Demensia

DAFTAR RUJUKAN

Bambang Sumantri, S.Kep.,Ns

http://mantrinews.blogspot.com/2011/12/patofisiologi-demensia.html (online)

diakses pada 05 desember 2012

Ramadhan, http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-

lansia-3/ (online) diakses pada 05 desember 2012

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2.

EGC : Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I

Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.

Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :   Patofisiologi . Ed.3. EGC : Jakarta.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta

Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC :

Jakarta.

Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi . Ed.8. Jakarta. EGC.2006

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

22