Asfiksia Tasya Fix
-
Upload
nathasya-pakpahan -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
description
Transcript of Asfiksia Tasya Fix
Resusitasi pada Neonatus Preterm dengan Asfiksia
Santi Prima Natasya Pakpahan
102011143
tasyapakpahan.dr@gmail .com
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
Kampus II Ukrida Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan
berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.
Penilaiian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan
ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh
Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Asfiksia neonatorum disebabkan oleh banyak hal, antaranya ialah faktor plasenta(solusia
plasenta, degenerasi vaskuler), faktor maternal(hipotensi, syok, anemia), faktor uterus yang
mengalami kontraksi memanjang atau hiperaktivitas dan faktor janin sendiri seperti infeksi. Fetal
distress adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan
perubahan metabolism janin menuju metabolism anaerob, yang menyebabkan hasil akhir
metabolismenya bukan lagi CO2.1Kira-kira 6% dari semua bayi baru lahir dan lebih dari 50%
bayi yang dilahirkan premature memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri secara baik dengan
kehidupan ekstrauterin. Kesulitan tersebut mencakup mengembangkan dan mengisi paru dengan
udara, membentuk pernapasan ritmis, dan berubah dari pola sirkulasi janin menjadi sirkulasi
dewasa. Bila terjadi kesulitan-kesulitan ini, bayi memerlukan resusitasi.
1
Pembahasan
Pemeriksaan Rutin Pada Bayi Baru Lahir
Segera setelah bayi lahir, pemeriksaan yang singkat dan teliti pada wajah, mata, mulut, dada,
abdomen, tulang belakang dan ekstremitas harus dapat menyingkirkan kelainan mayor. Tangisan
yang kuat serta warna kemerahan pada wajah dan tubuh menunjukkan penyesuaian diri yang
baik terhadap kehidupan yang independen.
Lebih dari 48 jam setelah lahir, semua bayi harus diperiksa menyeluruh dan pada waktu luang
setelah riwayat kesehatan keluarga, kehamilan, dan persalinana diketahui secara rinci.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan dihadiri oleh ibu atau lebih ideal lagi oleh kedua orang tua.
Pemeriksaan medis pertama ini merupakan prsedur skrining dan bertujuan untuk menemukan
gangguan-gangguan yang memerlukan tatalaksana dini. Bayi harus telanjang dalam ruang yang
hangat dan ibu sebaiknya dapat melihat dengan jelas apa yang anda kerjakan.pemeriksaan harus
menyeluruh dan dalam urutan yang logis. Pertama kali nilai ukuran keseluruhan, proporsi dan
maturitas kemudian cari kelainana structural mulai dari kepala dan mata kemudian telinga,
mulut, dada, abdomen, ekstremitas, tangan dan kaki. Cacat setiap tanda-tanda tambahan, jari-jari
tambahan, dan juga cekungan kulit tambahan. Pemeriksaaan lain adalah untuk menilai perilaku
dan respons bayi. Ibu dan bidan biasanya akan segera menceritakan kepada anda tentang
perilaku, pola makan, menangis dan tidur bayi. Bayi yang terlalu lemas, selalu tidur, iritabel atau
tidak dapat diam, ataupun bayi yang reflex isapnya lemah memerlukan evaluasi lebih teliti,
terutama dalam hubungannya dengan pemberian ASI yang memuaskan. Orang tua harus diberi
penerangan tentang kelainan-kelainan minor. 2
2
Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada
pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk
menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi
pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat
ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.1
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari
keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan
yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.1
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal
berikut:
a) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
b) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
c) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
d) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
e) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
f) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya.
Yang paling penting tanyakan riwayat kelahirannya dan apakah si ibu menggunakan obat-obatan
khusus saat kehamilan dan pada saat melakukan anastesi sebelum section Caesar.
3
Pemeriksaan Fisik
Apgar Score
Apgar Score merupakan system pengukuran sederhana dan handal untuk derajat stress
intrapartum saat lahir. Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memeriksa anak secara
sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai factor yang mungkin berkaitan dengan masalah
pulmonal.
Ada 5 hal yang dinilai dalam APGAR score, yakni:
1. Appearance (Warna kulit)
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda
setelah tercapainya ventilasi yang efektif.Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir
mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia,
hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik (missal, akibat ventilasi bantuan
yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan, hipermagnesemia, atau konsumsi alcohol
akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi.
2. Pulse (denyut jantung)
Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120-160 denyut per menit. Denyutan di
bawah 100 kali per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung.
3. Grimace (Kepekaan reflex)
Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung
adalah menyeringai, batuk atau bersin.
4. Activity (tonus otot)
Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera
setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot
yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat atau menderita kerusakan
SSP.
5. Respiration (upaya bernapas)
Bayi normal akan mengap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik
dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit pada usia 2
sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh
4
berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan SSP, atau
pemberian obat pada ibu (barbiturate, narkotik, dan trankuilizer).2,3
Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi
telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan
sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik
sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai
setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan
morbiditas dan mortalitas neonatal.2
Skor 0 1 2
Appearance
(warna kulit)
Biru, pucat Tubuh merah muda,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
merah muda
Pulse
(denyut jantung)
Tidak ada < 100x/menit >100 x/menit
Grimace
(Kepekaan reflex)
Tidak ada menyeringai Menyeringai &
batuk atau bersin
Activity
(tonus otot)
Lemas Ekstremitas sedikit
fleksi
Gerakan aktif
Respiration
(upaya bernapas)
Tidak ada Lambat, tidak
teratur
Baik, menangis
Tabel 1. Sistem Skor APGAR
Hasil penilaian skor apgar:
7-10. Bayi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/menit, tonus otot
kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada keadaan
asfiksia sedang.
0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100x/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflex iritabilitas tidak ada. Terdapat pada
keadaan asfiksia berat.2
5
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120-160 denyutan semenit; selama his frekuensi ini bisa turun,
tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit
di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.2
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya.2
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan dan dengan demikian
membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan
tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut. Jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal
untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian
menurut APGAR. Nilai APGAR mempunyai hubungan erat dengan beratnya asfiksia dan
biasanya dinilai satu menit dan lima menit setelah bayi lahir. Angka ini penting artinya karena
dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan.2
2. Elektrokardiograf
6
Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus menerus mengawasi keadaan
denyut jantung dalam persalinan.2
Resusitasi neonatus
Pengertian Secara umum, banyak pengertian mengenai resusitasi dari berbagai keadaan antara
lain adalah resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen
dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat
vital lainnya.
Tujuan resusitasi adalah untuk membantu dengan inisiasi dan pemeliharaan ventilasi
yang cukup dan oksigenasi, curah jantung dan perfusi jaringan yang memadai, dan suhu
inti normal dan glukosa serum. Tujuan ini dapat dicapai lebih mudah ketika faktor risiko
diidentifikasi awal, masalah neonatal diantisipasi, peralatan tersedia, personil berkualitas
dan tersedia, dan rencana perawatan dirumuskan. Sejumlah besar kondisi antepartum dan
intrapartum ibu membawa peningkatan risiko asfiksia intrapartum.4
Peralatan resusitasi
Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:
1. Self-inflating bags
2. Flow-inflating bag
3. T-piece resuscitator
4. Laryngeal mask airways
5. Endotracheal tube
Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual.
Alat ini memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O.
Namun katup pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat.5
7
Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif
Gambar 1.Self –Inflating Bag
Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada
sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman. Selain itu, dengan alat ini dapat
dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat
membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi
lebih stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating
bags.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila
penggunaan sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1. 5
Sumber : http://www.hospitalmanagement.net/contractor_images/intersurgical_2/5_solus.jpg
Gambar 2.Laryngeal mask airway (LMA)
Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain:
1. Penghisapan mekonium dari trakea
2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif
3. Koordinasi dengan kompresi dada
4. Penggunaan Epinefrin
5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)
8
Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-
oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya
digunakan blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm,
no.0 untuk bayi preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari
endotracheal tube dipilih berdasarkan berat dari neonatus.
Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi,
adanya pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya
embun pada selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada
peningkatan dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube
harus diperiksa dengan laringoskop.5
Ukuran ET Berat (gram) Usia gestasi (minggu)
2,5 <1000 <28
3,0 1000-2000 28-34
3,5 2000-3000 34-38
3,5-4,0 >3000 > 38
Tabel 2.Ukuran Endotracheal tube tergantung berat bayi dan usia gestasi.
Manajemen resusitasi
Peralatan harus tersedia dan tim resusitasi terbiasa dengan lokasi dan cara
penggunaannya. Tim resusitasi sebaiknya telah diorganisasi sebelumnya, dengan peran
tertentu untuk tiap individu. Pemimpin harus tetap dijelaskan, dengan semua anggota tim
harus menyalurkan informasi melalui pemimpin tim.karenanya pemimpin harus
mengetahui semua intervensi dan perubahan status penderita. Dokumentasi harus
diperhatikan. Sebaiknya hal ini merupakan satu-satunya tanggung jawab salah satu
anggota tim. Jika mungkin , salah satu anggota tim harus menyampaikan kondisi terbaru
keadaan penderita selama resusitasi kepada keluarga atau dokter keluarga.
Keputusan untuk menghentikan upaya resusitasi seringkali sulit. Dukungan psikologis
pada keluarga penderita. Sangatlah penting dan serungkali diberikan ileh personalia
medis, petugas social dan rohaniawan. Dukungan psikologis pada seluruh tim tidak boleh
diabaikan.
9
Bayi yang saat lahir tidak membutuhkan resustasi, secara umum dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan 4 karakteristik berikut ini secara cepat:
1. Apakah bayi lahir setelah umur gestasi cukup bulan ?
Walaupun >90% bayi dapat beradaptasi dari kehidupan intrauterine ke kehidupan
ekstrauterin tanpa perlu bantuan, sebagian besar bayi cukup bulan. Bila bayi lahir kurang
bulan, kemungkinan besar memerlukan resustiasi. Ini karean paru bayi premature kurang
berkembang, usaha napas masih lemah dan kurangmampu mempertahankan suhu tubuh
setelah lahir. Karena itu, bayi premature perlu dievaluasi , berikan langkah awla resutasi
dan letakkan di bawah alat pemancar panas
2. Apakah cairan amnion bersih dari mekonium dan tanda infeksi ?
Bila terdapat mekonium dalam cairan ketuban atau pada kulit bayi yang pergerakannya
lemah makan perlu dilakukan intubasi dan pengisapan trakea seblum melakukan langkah
resusitasi lainnya.
3. Apakah bayi bernapas atau menangis ?
Pernapasan dapat dilihat dengan memperhatikan dada bayi. Tangis yang kuat juga
menandakan pernapasa. Pernapasan megap-megap merupakan tanda masalah yang berat
dan memerlukan intervensi sama seperti tidak adanya usaha napas(apnu)
4. Apakah bayi mempunyai tonus otot yang baik ?
Bayi cukup bulan yang sehat, ekstremitasnya dalam keadaan fleksi dan bergerak aktif.
Bila jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya” maka bayi tidak membutuhkan
resusitasi dan tidak boleh dipisahkan dari ibunya. Bayi dapat dikeringakan, diletakkan langsung
di dada ibu dan diselimuti dengna kain kering untuk mempertahankan suhu. Pengawasan
pernapasan, aktivitias, dan warna kulit harus terus dilanjutkan. Namun apabila ada jawaban tidak
dari 4 karakteristik tersebut , berarti resusitasi dilakukan . 3,4,5
10
Diagram alur resusitasi
Airway (langkah awal)
Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah
pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka
jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.
Memberikan kehangatan. Letakkan bayi di bawah alat pemancar panas,bayi telanjang
agar panas dari alat pemancar panas dapat mencapai bayi.
Meletakkan bayi dengna sedikit menengadahkan kepala. Bayi terlentang dengan leher
sedikit tengadah dalam posisi menghidu. Dengna demikian posisi faring, laring dan
trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini
terbaik untuk melakukan ventilasi dengna balon dan sungkup dan atau untuk pemasangan
pipa endotrakeal. Untuk membantu mempertahankan posisi yang benar dapat diletakkan
gulungan kain handuk di bawah bahi.
Bersihkan jalan napas. Bergantung pada adanya mekonium dan tingkat keaktifan bayi.
Diagram bagaimana menghisap ciran ketuban bercampur mekonium. Secret dapat
dibersihkan dari jalan napas dengna mengusap mulut dan hidung dengan menggunakan
handuk, balon penghisap atau kateter penghisap. Bila terdapat secret kental keluar dari
mulut, miringkan kepala, secret berkumpul di pipi dengna mudah dapat dibersihkan.balon
atau kateter penghisap yang disambungkan kealat penghisap secret mekanik, pastikan
bahwa tekanan negative pada saat melakukan pengisapan sekitar 100 mmHg. Mulut
dihisap sebelum hidung , untuk memastikan tiada ada secret yang dapat teraspirasi ke
dalam trakea dan paru. Setelah jalan napas bersih , tindakan lain untuk merangsang
pernapasan dan mencegah kehilangan panas adalah mengeringkan, reposisi kepala, dan
rangsangan taktil.4
Breathing ( Ventilasi Tekanan Positif )
Langkah selanjutnya adalah mengambangkan dan memberikan ventiasi paru-paru. Sering kali
pengembangan paru-paru itu sendiri akan memulai usaha napas yang diiuti dengan napas
11
spontan. Jika hal itu tidak terjadi, harus dilakukan pemberian ventilasi paru-paru dengan
frekuensi antara 20 dan 30kali per menit dengan tekanan dibatasi sampai 30 cm H2O.
kebanyakan bayi akan segera berubah warna menjadi merah muda dan mulai bernapas dalam 2
atau 5 menit.
Ventilasi tekanan positif pada bayi aterm
Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping (megap
megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit dengan
oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per
menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi aterm
dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20 cm H2O
sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan dari laju nadi.
Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan sungkup, serta bersihkan
kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal dengan ventilasi yang non-
invasif, perlu dilakukan intubasi.6
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm
Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar, sehingga lebih
sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup adekuat dalam
ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda pernapasan yang buruk
dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm
H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal,perlu dilakukan intubasi.6
Kompresi Dada
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun sudah
dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30 detik.
Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan kompresi
dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan kedalaman
sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu dengan
metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method). Metode ibu jari lebih
12
direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur kedalaman tekanan dengan baik.
Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan melingkari dada menghasilkan tekanan
sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi jaringan yang lebih baik daripada metode 2
jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan akses ke umbilikus untuk memasang umbilical
catheter. Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap
laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi
lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.6
Ventilasi tekanan positif dilakukan apabila frekuensi jantung masih <100. Alat-alat untuk
melakukan VTP adalah
Balon Tidak Mengembang Sendiri (balon anestesi)
Balon Mengembang Sendiri
T-piece resuscitator
Endotracheal tube
Berikan tekanan pada balon dengan meremas. Pada tahap awal, berikan 40-60x/menit atau
sedikit kurang 1x/detik. Apabila didapatkan tanda peningkatan frekuensi janutng,perbaikan
warna kulit dan napas spontan dan bila frekuensi meningkat lakukan dengan kecepatan
40-60/menit lagi dan bila frekuensi jantung stabil di atas 100x/menit, kecepatan dan tekanan
harus diturunkan.
Ventilasi dari kantong berkatup ke sungkup memberikan jumlah oksigen yang bervariasi dari
udara ruangan (21% oksigen) sampai sekitar 100% oksigen tergantung pad alat yang digunakan.
Kantrong resusitasi yang dapat mengembang sendiri biasanya lebih baik daripada kantong
resusitasi anestesi. Kantong yang dapat mengembang sendiri akan terisi tanpa melihat apakah
sumber oksigen tersedia dan karenanya akan terisi dengan udara ruangan bila tidak ada pasokan
oksigen. Bila ada pasokan oksigen, kantong resusitasi ini harus dipasangkan pada reservoir
oksigen. Tanpa reservoir, jumlah oksigen dan udara ruangan yang masuk ke dalam kantong akan
bervariasi. Dengan digunakannya reservoir oksigen, tambahan oksigen diberikan yang
13
memungkinkan diberikannya oksigen sampai 95%. Laju aliran oksigen minimum 10-15 L/menit
diperlukan untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi dalam reservoir.
Bayi atau anak dapat diventilasi secara efektif dengan alat kantong berkatup bersungkup oleh
satu atau dua operator. Kepala diluruskan sambil dilakukan pengangkatan dagu atau dorongan
rahang. Penting bahwa sungkup harus dengan ketar menutup hidung dan mulut penderita. Satu
operator dapat memegang sungkup dengna satu tangan, sementara jari kelingking menekan
krikoid. Kantong resusitasi ukuran neonatus 250 ml mungkin tidak dapat memberikan cukup
volume tidal atau tekanan inspirasi pada bayi baru lahir cukup bulan, sehingga lebih baik
memakai kantong 450 ml atau lebih besar. Jika kantong dipasang dengan katup agar dapat
memberikan volume tidal yang cukup. Manometer terpasang mungkin bermanfaat untuk
mengetahui teakanan akhir ekspirasi positif. Yang paling penting dapat dilihatnya kenaikan
dinding dada yang cukup yang menunjukkan ventilasi yang efektif. 4,6,7
Circulation (kompresi)
Kompresi dada merupakan tindakan dengan melakukan penekanan belakang untuk
meningkatakan tekanan intratoraal serta memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital.
Kompresi dada pada neonatus dapat dilakukan 2 teknik yaitu dengan teknik ibu jari dan 2 jar.
Cara melakukan kompresi adalah sebagai berikut:
Atur posisi bayi dengan memberi topagnan keras pada bagian belakang bayi dengan leher
sedikit tengadah
Tentukan letak kompresi yaitu 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara tulang dada
siofid dan garis antara kedua putting susu sebagaimana tertea pada gambar berikut
Lakukan kompresi dengan teknik ibu jari atau 2 jari.
Dua teknik kompresi :
1. Teknik ibu jari
Melingkari dada bagian lateral dengan kedua tangan serta menempatkan ibu jadi pada tulang
dada dan jari-jari tangan di bawah bayi.
14
2. Teknik dua jari
Gunakan jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengah dan jari manis dari satu tangan untuk
menekan. Berikan kompresi 30x dengan 2 ventilasi atau kira2 120x/menit (90 kompresi dan 30
ventilasi). 4,6,7
Cairan dan obat-obatan
Terapi yang terpenting pada resusitasi kardiopulmonal adalah perhatian yang cermat terhadap
kecukupan oksigenasi, ventilasi,dan sirkulasi dengan sering melakukan penilaian ulang. Jika
intervensi ini gagal mengembalikan fungsi kardiopulmonal , obat-obatan dan cairan dapat
terindikasi. Untuk menentukan ketepatan dosis pemberian cairan dan obat-obatan selama
resusitasi kardiopulmonal, memerlukan estimasi berat badan anak .
Oksigen
Merupakan obat pertama dan terpenting yang harus diberikan pada resusitasi
kardiopulmonal. Kadar oksigen tertinggi yang tersedia harus diberikan selama upaya
resusitasi, meskipun hasil pengukuran tekanan oksigen atau saturasi oksigen pada
oksimetri pulsa dianggap cukup. Penghantaran oksigen ke jaringan pulsa dianggap cukup.
Penghantaran oksigen ke jaringan selama upaya resusitasi terganggu oleh buruknya curah
jantung dan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi di paru-paru.
Epinefrin
Merupakan obat pilihan untuk henti jantung. Epinefrin terindikasi pada asistole, henti
tidak berdenyut, atau bradikardi yang secara hemodinamis bermakna. Epinefrin adalah
katekolamin endogen dengan pengahur adrenergik a mupun adrenergik B. vasokonstriksi
yang diperantarai a meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak serta meningkatkan
efektivitas kompresi dada. Kontraktilitas miokardium , automatisitas miokardium, dan
frekuensi jantung meningkat. Tahanan vascular sistemik dan tekanan darah juga
meningkat. Fibrilasi ventrikel lebih peka terhadap syok pembalik elektris. Dosis standar
awal epinefrin untk asistole dan henti tidak berdenyut adalah 0,01 mg/kg bila diberikan
15
secara intravena atau intraossea. Manfaat dosis yang lebih tinggi pada anak-anak masih
controversial. Epinefrin dosis standar (0,01 mg/kg) menggunakan 0,1 ml/kg larutan
1/10.000. epinefrin harus diberikan melalui jalan intravena atau intraossea yang aman,
karena infiltrasi ke jaringan yang tidak disenganha mengakibatkan iskemia atau nekrosis.
Sebagai tetasan epinefrin dapat diberikan dengan dosis 20ug/kg/menit bila ada asistole
dan henti tidak berdenyut menetap smapai diperoleh nadi efektif, kemudian dosis dapat
diturunkan.
Epinefrin sangat berguna untuk bradikardi yang secaera hemodinamik bermakna, dosis
awal intravena atau intraossea adalah 0,01 mg/kg (0,1 ml/kg larutan 1/10.000) atau 0,1
mg.kg (0,1 ml/kg larutan 1/10.000) bila diberikan melalui pipa endotrakhea. Tetesan
epinefrin dapat diberikan pada sypk yang tidak berespons terhadap infuse volume.
Epinefrin lebih baik daripada dopamine pada bayi dan pada penderita dengan sirkulasi
tidak stabil. Pada keadaan ini dosisnya dimulai dari 0,1 ug/kg/menit dan ditingkatkan
sampai dengan 1,0 ug/kg/menit.
Penggunaan natrium bikarbonat pada henti jantung masih kontroversi. Henti
kardiopulmonal pada anak dan bayi biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan, yang
mengakibatkan asidosis respiratorik dan hipoksia jaringan. Metabolism anaerob pada
jaringan menimbulkan asidosis metabolik. Natrium bikarbonat mungkin efektif pada
kasus yang terdokumentasi asidosis metablok dan syok. Na bikarbonat mempunyai
berbagai efek samping yang merugikan. Bila bikarbonat membuffer ion hydrogen, akan
dihasilkan air dan C02 yang dapat memperburuk asidosis respiratorik. Dosis Na
bikarbonat adalah 1 mEq/kg dan dapat diberikan secara intravena atau intraossea.
Pemerikan dosis bikarbonat dapat dipertimbangkan setiap 10 menit, atau didasarkan pada
hasil analisis gas darah.
Atropine. Atropine adalah obat parasimpatolitik yang digynakan untuk terapi bradikardia.
Obat ini mempercepat frekuensi jantung dengan meningkatkan automatisitas nodus sinus
dan meningkatkan konduksi atrioventrikular. Karena bradikardia pada anak sering
disebabkan oleh serangan iskemik pada miokardium , respons terhadap terapi vagolitik
patut dipertanyakan , dan epinefrin mungkin lebih efektif. 4,6
16
Gambar 4. Neonatal flow algorithm (Neonatal Resuscitation Guidelines, Circulation)4
Pasca Resusitasi Neonatorum
Setelah proses resusitasi berhasil dan bayi menunjukkan respon yang baik, segala
tindakan boleh diberhentikan dan bayi diberikan pada ibu untuk mendapatkan kontak kulit ke
kulit supaya suhu bayi tetap dapat dipertahankan. Walau bagaimanapun observasi tetap perlu
dilakukan setiap 15 menit untuk sejam yang pertama. Periksa napas bayi normal atau tidak dan
adakah bayi masih dalam normotermi.
Setelah berhasil melakukan resusitasi maka bayi sangat rentan terhadap:1
17
1. Hipotermia terutama selama melakukan resusitasi. Jadi bayi dimasukkan langsung pada
inkubator, sehingga hilangnya panas badan dapat dikurangi.
2. Gangguan pernapasan paru, pneumotoraks,penyakit membrane hialin, aspirasi
mekonium dan infeksi pneumonia.
3. Gangguan susunan saraf pusat seperti terjadi depresi,gangguan menelan atau makan,
IQ rendah atau turun akibat kerusakan sel otak serta dapat terjadi konvulsi.
4. Muntah-muntah disebabkan aspirasi mekoneum atau darah.
5. Terjadi hipoglikemia yang memerlukan perhatian karena dapat merusak metabolisme
serta merusak sel otak dan jantung.
6. Perut kembung karena O2 masuk ke dalam usus atau lambung.
Makanya,diperlukan perawatan khusus di unit pelayanan intensif neonatus.
18
Tabel dibawah memperlihatkan kelainan dan faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia saat
lahir sehingga perlunya dilakukan resusitasi pada neonatus.
Faktor Ibu Persalinan dan Pelahiran Faktor Janin
Diabetes.
Hipertensi.
Anemia(Hb kurang dari 10g/dL).
Solusio plasenta.
Plasenta previa.
Perdarahan antepartum.
Riwayat kematian janin
sebelumnya.
Ibu dengan penyakit jantung,
ginjal, paru, tiroid atau kelainan
neurologi.
Penggunaan narkotik, barbiturat,
atau psikedelik.
Pengobatan dengan reserpin,
litium,magnesium,etil alcohol,
adrenergik-B.
Pelahiran dengan forsep
selain forsep elektif letak
rendah atau pelahiran
ekstraksi vakum.
Presentasi dan pelahiran
sungsang atau abnormal lain.
Seksio sesarea.
Kala dua persalinan
memanjang.
Prolaps tali pusat.
Obat sedatif atau analgesic
yang diberikan IV dalam 1
jam pelahiran atau IM dalam
2 jam pelahiran.
Amnionitis.
Kelahiran multipel.
Polihidramnion.
Cairan amnion tercampur
mekonium.
Frekuensi atau irama
jantung abnormal.
Asidosis (darah kapiler
kulit kepala janin).
Penurunan laju
pertumbuhan (besar
uterus).
Kelahiran prematur.
Uji surfaktan cairan
amnion negatif atau
intermediate dalam 24 jam
pelahiran.
Kelahiran postmatur.
Anemia.
Tabel 5.Faktor Risiko yang Lazim Berhubungan Dengan Asfiksia Intrapartum2,7
Pencegahan
19
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan
factor resiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik,
komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dengan hanya satu intervensi, karena penyebab rendahnya
derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak factor seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan,
kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Karenanya dibutuhkan kerjasama banyak pihak
dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan
kerjasama antara tenaga obstetric di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan
situasi yang tidak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim
persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman atau keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu
diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.6
Prognosis
Bayi premature terutama yang mempunyai masalah adaptasi ringan terhadap kehidupan
ekstrauteri, mempunyai prognosis yang baik. Sebagian besar akan mencapai ukuran dan
kemampuan yang diharapkan. Sampai beberapa waktu yang lalu, dianggap bahwa bayi yang
dilahirkan sebelum 26 minggu tidak mempunyai harapan hidup. Saat itu arang sekali bayi
dengan berat lahir kurang dari 750 g dapat hidup. Sekarang dengan perawatan intensif, termasuk
ventilasi mekanik dan nutrisi parenteral bila perlukan, lebih banyak bayi yang dapat hidup. Bayi-
bayi tersebut perlu dipantau. Lima sampai 10% bayi dengan bblk dari 1500 g mempunyai cacat
mayor seperti palsi serebral, keterlambatan perkembangan, kebutaan, atau ketulian. Bayi dengan
bblk dari 1000 g mempunyai cacat mayor sekitar 20%.1
Kesimpulan
20
Periode neonatal adalah periode yang sangat penting dalam kehidupan. Dari penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 50 % kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam
bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup,bahkan
kematian.Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
2. Mekonium dalam air ketuban
3. Pemeriksaan pH darah janin
Bila tejadi asfiksia harus ditangani segera oleh tenaga yang berkompetensi dalam hal tersebut
dengan di dukung oleh peralatan yang memadai dalam keadaan gawat darurat seperti itu.
Daftar Pustaka
21
1. Manuaba I.B.G., Chandranita I.A., Fajar M. Kegawatdaruratan pada neonatus. Pengantar Kuliah Obstetri.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;2007:pg841-52
2. David Hull. Dasar-dasar pediatric, ed 3..Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. 2008. H.44-
60.
3. Wahab Samik, Sugiarto, Pendit B U. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; 274-5.
4. Nelson A,Behrman,Kliegman.Ilmu kesehatan anak nelson.Vol 1. Ed 15.Jakarta:Penerbit
Kedokteran EGC;2000.h.316-27.
5. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA:
American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006
6. Stone C.K., Humphries R.L. Newborn emergencies. Current Diagnosis And Treatment
Emergency Medicine.6th ed. McGrawHill Companies, Inc. USA ;2008:pg997-9.
7. McAneney C.M. Neonatal resuscitation. Pediatric Emergency Medicine Secrets.2nd ed.
Mosby Elsevier.USA;2008 :pg21-7.
22