Aorta Stenosis
-
Upload
pii-lyra-ramadati -
Category
Documents
-
view
165 -
download
1
description
Transcript of Aorta Stenosis
LAPORAN PENDAHULUAN STENOSIS AORTA
DI RUANG POLI JANTUNG
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh ;
RUFAIDAH QONITA
2007.02.093
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
2012
AORTA STENOSIS
1. PENGERTIAN
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup aorta, yang
menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart
WJ and Carabello BA, 2002: 509-516).
Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic valve). Sejumlah
dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada penyempitan dari klep aorta.
Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup signifikan untuk menghalangi aliran darah dari
bilik kiri ke arteri-arteri, yang mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang.
(Otto,CM,Aortic, 2004;25:185-187).
Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup aorta.
Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara maksimal sehingga
menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup
aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa melewatinya.
Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga lubangnya
lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri harus memompa lebih
kuat agar darah bisa melewati katup aorta.
2. Etiologi
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga menghalangi darah
masuk ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa bermacam-macam. Namun yang
paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam
rematik. Berikut etiologi stenosis katup aorta lebih lengkap :
A. Kelainan congenital
Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup
aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya
mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta dengan
dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atau pun gejala yang berarti sampai ia
dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga membutuhkan
penanganan medis.
B. Penumpukan kalsium pada daun katup
Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium (kalsifikasi
katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada darah. Seiring
dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan akumulasi kalsium
pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan penyempitan pada katup aorta
jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang berasal dari proses kalsifikasi banyak
terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun gejalanya baru timbul saat klien berusia 70
tahun.
C. Demam rheumatic
Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya kuman
atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan sampainya
kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai katup aorta maka
terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati ini dapat menyebabkan
penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat menyebabkan stenosis aorta. Demam
reumatik dapat menyebabkan kerusakan pada lebih dari satu katup jantung dalam
berbegai cara. Kerusakan katup jantung dapat berupa ketidakmampuan katup untuk
membuka atau menutup bahkan keduanya.
3. Manifestasi klinis
Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala dari
stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi
katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan
jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta.
Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta :
1. Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan
akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada
pada pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina)
yang dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery
disease). Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai
tekanan dibawah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan
dihilangkan dengan beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri
koroner, nyeri dada disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot
jantung karena arteri-arteri koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan
aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-
arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa
melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang
menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi
suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina).
Ciri-ciri angina :
Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah
tulang dada (sternum).
Nyeri juga bisa dirasakan di:
- Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.
- Punggung
- Tenggorokan, rahang atau gigi
- Lengan kanan (kadang-kadang).
Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak nyaman dan
bukan nyeri.
Yang khas adalah bahwa angina:
- dipicu oleh aktivitas fisik
- berlangsung tidak lebih dari beberapa menit
- akan menghilang jika penderita beristirahat.
Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan kegiatan
tertentu.
Angina sering kali memburuk jika:
- aktivitas fisik dilakukan setelah makan
- cuaca dingin
- stres emosional.
2. Pingsan (syncope)
Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya
dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini
menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh
(vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak mampu
untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan darah. Oleh
karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan. Pingsan dapat juga
terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut jantung yang tidak teratur
(arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan hidup rata-rata adalah kurang dari
tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau gejala-gejala syncope.
3. Sesak napas
Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan.
Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan
yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang
meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh
tekanan yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya,
sesak napas terjadi hanya sewaktu aktivitas. Ketika penyakit berlanjut, sesak
napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien dapat menemukannya sulit untuk
berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea). Tanpa perawatan, harapan
hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang disebabkan oleh aortic
stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.
5. KOMPLIKASI
1. Kematian mendadak oleh karena aritmia ventrikel
2. Gagal jantung kiri
3. Gangguan sistem konduksi
4. Emboli
5. Endokarditis
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Stenosis mitral yang murni (isolated) dapat didengar bising diastolik yang bersifat kasar,
bising menggenderang (Rumble), Aksentuasi presistolik dan bunyi jantung satu yang mengeras.
Jika terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup masih relatif lemas (pliable) sehingga
waktu terbuka mendadak saat distole menimbulkan bunyi yang menyentak (seperti tali putus).
Jarak bunyi jantung dua dengan opening snap memberikan gambaran beratnya stenosis. Makin
pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitannya. Komponen pulmunal bunyi jantung
kedua dapat mengeras disertai bising sistolik karena adanya hipertensi pulmunal. jika sudah
terjadi insufisiensi pulmunal maka dapat terdengar bising diastolik dini dari katup pulmunal.
1. Kateterisasi jantung
Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri melewati
katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium kiri,
arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
Kateterisasi :
a. Hemodinamik
Pada hemodinamik terjadi peningkatan tekanan sistolik ventrikel kiri dan LVEDP
selain itu juga terjadi peningkatan PCWP dan terdapat perbedaan gradient tekanan
ventrikel kiri dan aorta lebih dari 50 mmHg.
b. Kalkulasi area katup aorta
► Normal : 3.0 – 3.5 cm²
► Midstenosis aorta : 1.0 – 1.5 cm²
► Moderate stenosis aorta: 0.85 – 1.0 cm²
► Severe stenosis aorta : < 0.85 cm²
2. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
3. ECG : Pembesaran atrium kiri (P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi
atrium kronis.
4. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tanda-
tanda kongesti/edema pulmunal.
5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup.
Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.
6. Gambaran Radiologi
Mitral stenosis menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan
pada pembuluh darah paru-paru. Perubahan pembuluh darah paru ini tergantung pada beratnya
mitral stenosis dan kondisi dari jantung. Konveksitas dari dari batas kiri jantung
mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni
stenosis mitral dan insufisiensi mitral, dimana salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat
melebar ketika insufisiensi mitral terlibat secara signifikan. Tanda-tanda radiologis klasik dari
pasien dengan mitral stenosis yaitu adanya double contour yang mengarah pada adanya
pembesaran atrium kiri, serta adanya garis-garis
septa yang terlokalisasi.
Pada keadaan yang moderat dan berat tampak perubahan perubahan sebagai berikut;
Perubahan pada jantung:
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Terlihat batas kanan jantung menonjol (Panah) dan batas kiri jantung mencembung
karena pembesaran atrium kiri (Panah ganda). Bronkus utama kiri terangkat (Panah bulat).
2. Proyeksi Lateral.
Pada proyeksi ini dengan menggunakan kontras tampak pembesaran atrium kiri yang
mendorong esofagus 1/3 tengah ke belakang. Batas ventrikel kiri di bagian bawah belakang,
tidak melewati vena cava inferior
.
3. Proyeksi Oblik Kanan Depan(RAO)
Deviasi yang minimal dari esophagus disebabkan oleh pembesaran atrium kiri. Posisi ini
tidak begitu membantu untuk diagnosis mitral stenosis.
4. Proyeksi Oblik Kiri Depan(LAO)
Daerah terang yang normal antara antrium kiri dengan bronkus utama kiri menghilang
disertai dengan elevasi bronkus utama kiri. Ventrikel kiri normal. Teradapat sedikit penonjlan
dari atrium kanan. Tetapi secara umum jantung kanan dalam keadaan normal.
Perubahan pada paru dan pembuluh-pembuluh darahnya
1. Perubahan pada pembuluh darah
Baik arteri maupun vena menjadi lebih menonjol terutama arteri, dengan ujung
pembuluh yang berdekatan dengan hilus menjadi lebih terlihat, dan pembuluh distal
memanjang keluar ke perifer paru.
2. Edema paru
Pada mitral stenosis udema paru dapat terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan
alveolar. Udema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis, halus, sehingga
gambaran radiolusensi dari paru berubah menjadi suram.
3. Garis Kerley (garis septa)
Garis ini muncul di lapangan paru bagian tepi-tepi dan kebanyakan di l apangan bawah.
Garis-garis ini disebut garis kerley atau garis septa. Garis ini sering terdapat pada sinus
kostoprenikus dan mewakili adanya cairan dalam jaringan interlobaris. Garis ini disebut juga
“Kerley B lines”, agak spesifik untuk stenosis mitral dengan edema paru.
4. Hemosiderosis
Mitral stenosis yang disertai dengan hipertensi pulmonal yang kronis akan menyebabkan
dilatasi kapiler dan hemorage. Akibatnya besi bebas akan terkumpul pada daerah interstitial
jaringan yang akan tampak sebagai bayangan nodul pada radiograf.
5.Ekokardiografi
adalah metode noninvasif yang paling sensitif dan spesifik untuk mendiagnosa mitral stenosis,
tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan dari stenosis mitral. Daun
katup menebal dan nampak paralel, dengan densitas echo agak nampak sebagai garis tipis yang
bergerak dengan cepat. Fusikomisura nampak sebagai gerakan anterior paralel dari daun katup
posterior. Terlihat Hockey stick appearance dari katup mitral anterior. Dengan menggunakan
teknik dua dimensi, seluruh bagian katup mitral dan orifisiumnya dapat divisualisasikan.
Teknik color Doppler dapat mengevaluasi gradien transvalvuler,tekanan arteri pulmonalis, dan
ada tidaknya regurgitasi mitral yang menyertai.
Ekokardiografi sangat bermanfaat dalam evaluasi stenosis katup mitral:
1) Pertama, pada pasien yang sakit berat, gambaran ekokardiografi gerakan mitral yang normal
menyingkirkan stenosis mitral sebagai penyebab untuk distress pasien.
2) Kedua, sewaktu stenosis mitral ada, maka ekokardiogram dapat memperlihatkan pembesaran
atrium kiri, gerakan bersamaan daun mitral anterior dan posterior, penguranagn gerakan katup
mitral yang mengurangi lereng EF daun mitral anterior dan kalsifikasi katup; perkiraan kasar
keparahan obstruksi dapat dibuat dengan 2D Echo.
3) Ketiga, ekokardiografi Doppler dapat mendeteksi keparahan stenosis mitral dengan
pengukuran tekanan setengah hari, yang merupakan waktu yang diperlukan agar tekanan
diastolic seketika turun mencapai setengah nilai puncaknya; lebih parah obstruksi, lebih
memanjang tekanan setengah hari.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Paliatif
Tindakan BAV ( Ballon Aortic Valvuloplasty) adalah memasukkan balon melalui septum
atrial. Ballon dikembangkan dengan larutan angiografi cair dan lebih sering melalui aorta serta
melintasi katup aorta dan ventrikel kiri. Ketika balon dikembangkan, katup aorta tidak akan
menutup sama sekali sehingga memungkinkan aliran darah mengalir ke aorta. Namun prosedur
ini tidak efektif, hampir 50% dalam 12 -15 bulan pasca BAV stenosis akan kambuh kembali
(Brunner & Suddarth 2002). Prosedur ini bermanfaat sebagai tindakan jangka pendek /
sementara, sebelum tindakan penggantian katup aorta.Tindakan ini akan meningkatkan ukuran
dari katup aorta sekitar 0.5 – 0.8 cm² (Susan L Wood,2005).
Tindakan BAV dilakukan tergantung dari derajat (mid,moderate,severe) stenosis aorta, ada
tidaknya penyakit penyerta (seperti vegetasi) dan usia.
2. Pembedahan
a. Repair
Proses Repair dibagi menjadi 2 yaitu anuloplasthy dan perbaikan bilah.
1. Anuloplasty
Anuloplasty adalah perbaikan annulus katup (jaringan yang menghubungkan
antara bilah-bilah katup dengan otot jantung). Anuloplasty menggunakan 2 cara yang
berbeda salah satunya dengan menggunakan cincin anuloplasty dimana bilah katup
dijahitkan ke cincin dan membentuk annulus dengan ukuran yang diinginkan. Cara lain
yaitu dengan cara mengikat bilah katup ke atrium atau membuat kerutan untuk
menengangkan annulus.
2. Perbaikan Bilah
Bilah katup jantung yang mengalami pemanjangan, bergelembung atau berlebihan
maka akan dibuang atau dipotong kelebihan dari jaringan tersebut. Jaringan yang
memanjang dapat dilipat balik dan dijahit diatas jaringan itu sendiri (Plikasi Bilah). Bilah
yang pendek biasanya diperbaiki dengan Cordoplasty (Perbaikan corad tandinae). Selain
itu dapat pula dilakukan insisi berbentuk baji pada bagian tengah bilah yang kemudian
celah yang ada dijahit (Reseksi bilah).
b. Replacement
Penggantian katup merupakan cara yang efektif untuk mengatasi stenosis aorta tahap lanjut
(Severe) yang disertai gejala-gejala stenosis aorta seperti angina, syncope dan heart failure.
Penggantian katup tergantung pada status fungsional pasien, disfungsi ventrikel dan adanya
vegetasi.
Penggantian katup menggunakan 4 macam katup prostetik, yaitu :
1) Katup Mekanik
Berbentuk bola dan cakram, lebih kuat dibandingkan dengan katup prostetik lainnya dan
biasa digunakan pada pasien usia muda. Katup mekanik memerlukan antikoagulasi sepanjang
hidup dengan pengencer darah seperti warfarin, untuk mencegah terjadinya tromboemboli.
Mechanical valve
2) Xenograf
Adalah katup jaringan (Bioprosthesis atau heterograft) biassanya berasal dari babi, tapi dapat
pula berasal dari katup sapi, viabilitasnya bisa mencapai 7 – 10 tahun. Tidak menyebabkan
thrombus sehingga tidak memerlukan antikoagulan, umumnya digunakan untuk pasien usia >70
tahun dengan riwayat ulkus peptikum dan kontraindikasi terhadap antikoagulan serta pada
wanita usia subur.
3) Homograf (Katup dari manusia)
Diperoleh dari donor, jaringan yang diambil dari katup aorta, katup pulmonal dan sebagian dari
arteri pulmonalis yang disimpan secara kriogenik. Homograf sangat mahal dan tidak bersifat
trombogenik.
4) Otograf
Diperoleh dengan memotong katup pulmonal dan sebagian arteri pulmonalis sebagai pengganti
katup aorta.
Sumber ; Brunner & Suddarth, 2005
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy(open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas
keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium,
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan
kalsifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:
Grade I : keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
pengobatan itu bermanfaat dan efektif,
Grade II : keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu
prosedur atau pengobatan,
Grade II.a : Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif.
Grade II.b : Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau efikasi.
Grade III : keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau
itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya.
3. Medikamentosa
a. Nitrogliserin Oral ( sublingual ) diberika bila ada angina
b. Diuretik dan Digitalis diberikan bila ada tanda gagal jantung
c. Statin dianjurkan untuk mencegah kalsifikasi daun katup aorta
d. Antikoagulan, pada pasien menggunakan katup mekanik penggunaan antikoagulan
seumur hidup, sedangkan pada katup bioprostetik penggunaan antikoagulan selama
fase awal saja biasanya selama 5 hari. Sementara untuk preventif penggunaan Heparin
3-4 bulan.
e. Antibiotik digunakan untuk profilaksis diantaranya amoxilin, eritromicin, ampicilin,
gentamizin, dan vancomicyn.
f. Diet rendah garam
g. Hindari aktivitas berat seperti mengangkat beban berat dan lari
( www. Mediastore .com )
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Keadaan umum : pasien tampak lemah / tampak sesak, kesadaran composmentis, apatis,
somnolen, sofor dan coma.
Tanda-tanda vital : Berat Badan ( BB ) dan Tinggi Badan ( TB )
Pemeriksaan kepala dan leher : pasien tampak gelisah, wajah pucat, konjungtiva anemis,
skelera ikterik, eksoptalmus, ptechie, bibir sianosis, hidung simetris, keluhan pusing,
nyeri kepala dan pingsan.
Menilai arteri carotis : ↓ penurunan pulsasi arteri carotis, bising ( Bruit ) saat auskultasi.
Pemeriksaan dada : obsrevasi gerakan pernafasan ( frekuensi, irama, kedalaman nafas),
kesimetrisan dada, suara nafas vesikuler / ronchi, saat palpasi teraba thrill di daerah
aorta, kaji bising stenosis aorta. ( suara paling keras, sepanjang atas sternum dan menjadi
lemah di area afek dan aksila dan atau systolik yang kasar disela iga 2-3 sebelah kanan
sternum.
Pemerikaaan abdomen : adanya bruit, atau bising pembuluh oleh karena stenosis yang
menyangkut pembuluh-pembuluh cabang aorta, kesimetrsan bentuk abdomen ( asites,
hepatomegali )
Pemerikasaan kulit / ekstremitas : akral hangat atau dingin , kulit lembab atau kering,
sianosis, adanya edema
Pemeriksaan kuku : sianosis perifer, cavilary refill
2 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri dada behubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah ke miokardium akibat
sekunder dari aliran darah yang menurun pada arteri koroner.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.
3. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan cardiac output
sekunder.
4. Resiko tinggi terhadap ketidakseimbangan volume cairan (kelebihan) berhubungan
dengan peningkatan retensi cairan dan natrium oleh ginjal.
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan supplay oksigen dan
kebutuhan oksigen jaringan.
6. Ansietas berhubungan dengan prognosa penyakit jantung.
3.3 Intervensi
1. Nyeri dada yang berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen ke miokardium
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respons nyeri dada
Kriteria evaluasi : Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer, urine >600ml/ hari.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, lamanya, dan penyebaran
2. Anjurkan pada klien untuk melaporkan nyerinya dengan segera
1. Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian
2. Lokasi nyeri perikarditis pada bagian substansial menjalar ke leher dan punggung. Tetapi beda dengan nyeri iskemi miokard/ infark, nyeri tersebut akan bertambah pada saat inspirasi dalam, perubahan posisi, dan berkurang pada saat duduk/ bersandar ke depan.
Nyeri berat dapat ,menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada
3. Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
1. Atur posisi fisiologis
2. Istirahatkan klien
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi
4. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang dan batasi pengunjung
kematian mendadak.
1. Posisi fisiologis akan meningkatkan suplai oksigen ke jaringan yang mengalami iskemi
2. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan untuk menurunkan iskemik.
3. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan akibat sekunder dari iskemik.
4. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang akan berada di ruangan.
5. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
7. Lakukan manajemen sentuhan
Kolaborasi
Pemberian terapi farmakologi antiangina (nitrogliserin)
5. Meningkatkan suplai oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dan iskemik jaringan otak.
6. Distraksi (pengalihan perhatian) dappat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi enddorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
7. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.
Obat- obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilator koroner
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal (16- 20x/ menit), respons batuk berkurang.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Auskultasi bunyi napas (crackles)
2. Ukur intake dan output cairan
3. Timbang berat badan
4. Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/ 24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
1. Indikasi adanya edema paru; sekunder akibat dekompensasi jantung
2. Penurunan curah jantung mengakibatkan tidak efektifnya perfusi ginjal, retensi natrium/ cairan, dan penurunan output urine.
3. Perubahan tiba- tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
4. Memenuhi kenutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
Kolaborasi
1. Berikan diet tanpa garam
2. Berikan diuretik, contoh: Furosemide, sprinolakton, hidronolakton
3. Pantau data laboratorium elektrolit kalium
1. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium.
2. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.
3. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.
3. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan cardiac output sekunder
Data Penunjang : Mengeluh sesak nafas, badan panas, cepat lelah, pusing, mual, nyeri dada, palpitasiO : BP menurun, MAP abnormal, tachichardi, denyut lemah, Dyspnea, dysritmia, pulsus paradoks, JVP > 3 cm H2O, Cyanosis
Kriteria Hasil: Keluhan hilang, ABG normal, pola EKG, isoelektrik, Vital sign dan cardiac isoenzim dalam batas normal , tanda pulsus paradoks hilang, cyanosis hilang
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi vital sign
2. Evaluasi bunyi jantung, pericardial friction rub, CVP
.
3. Observasi tanda dan gejala yang mungkin merupakan indikasi berkembangnya kegagalan.
4. Observasi tanda – tanda toxicitas digitales
5. Pertahankan patensi jalur IV1. Bila muncul tanda –
tanda tamponade, maka letakkan klien dalam posisi fowler dan observasi tanda vital sign secara ketat
2. Kolaborasi dengan team medis untuk tindakan :
- Oksigenasi konsentrasi 24 % - 25% dengan kecepatan aliran 2 – 3 liter permenit
- Digitalis, diuretic, anti disritmia
- Antibiotik per parenteral
- Pericardiocentesis
1. Indikasi menunjukkan adanya tanda- tanda penyakit timbul kembali, missal: RR meningkat/ menurun, TD render atau tinggi,dan lain- lain.
2. Indikasi menunjukkan adanya bunyi jantung yang tidak normal yang bias menandakan adnya kelainan.
3. Mencegah penyakit memburuk.
4. Jika ditemukan tanda- tanda tixicitas, segera dihentikan pengobatan digitalis tersebut agar tidak memperparah penyakit.
1.Kebutuhan cairan pasien terpenuhi, tidak dehidrasi.
2.Posisi semifowler bias memudahkan klien untuk mendapatkan oksigen untuk bernapas.
- Membantu klien untuk memenuhi oksigenasinya.
- Obat- obat ini dapat mencegah memprburuk keadaan klien.
4 Resiko tinggi terhadap ketidak seimbangan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan peningkatan retensi cairan dan natrium oleh ginjal.
Data Penunjang : Berat badan meningkat, Adanya Edema
Kriteria Hasil : Keseimbangan output dan input cairan, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tidak ada edema
Intervensi Rasional
1. Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan, timbang berat badan tiap hari.
2. Auskultasi bunyi nafas dan jantung
3. Kaji adanya distensi vena jugularis
4. Pantau Tekanan Darah
5. Catat laporan dyspnea, ortopnea, Evaluasi adanya edema
6. Jelaskan tujuan pembatasan cairan
7. Tindakan Kolaborasi : Berikan diuretic
- Pantau elektrolit serum khususnya kalium
- Berikan cairan IV melalui alat control
- Berikan cairan sesuai
1. Kehilangan berat badan bisa mengindikasi adanya klien kekurangan cairan.
2. Memantau ada atau tidaknya suara jantung abnormal.
3. Distensi vena jugularis mengindikasi adanya gagal jantung kanan.
4. Tekanan darah harus diukur pada waktu yang telah ditentukan untuk menetukan klien syok atau melemahnya kerja jantung.
5. Edema menunjukkan ketidakseimbangan cairan
.
6. Pembatasan cairan bertujuan agar tidak terjadi retensi cairan.
7. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.
indikasi- Berikan batasan diet
natrium sesuai indikasi
5. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas
toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan
TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas
frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan,
berkeringat, pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
3. Pertahankan klien tirah baring selama sakit akut
4. Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
5. Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis
6. Evaluasi tanda vital ketika kemajuan aktivitas terjadi
7. Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitas
8. Pertahankan pertambahan oksigen sesuai instruksi
9. Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium)
10. Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien
11. Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
12. Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
13. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
14. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
15. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila
tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
Rasional
1. Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat
pengaruh kelebihan kerja jantung. Selain itu juga respon klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
2. Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole. Selain itu juga menurunkan
kerja miokardium/konsumsi oksigen.
3. Untuk mengurangi beban jantung
4. Untuk meningkatkan aliran balik vena
5. Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena
6. Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktifitas
7. Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja
jantung
8. Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
9. Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung
10. Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang
tenang bersifat terapeutik.
11. Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
12. Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen
yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
13. Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
14. Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD.
Selain itu juga mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vasokontriksi yang dapat
meningkatkan preload, tahanan vaskular sistemis, dan beban jantung.
15. Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah
aktifitas berlebihan.
Daftar pustaka
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Anonymousa. 2010 .http://www.infokedokteran.com/article/Stenosis-aorta.html. diakses tanggal 22, Nopember 2010.
Anonymousb. 2010. http://aslikoe.blogspot.com/2009/09/stenosis-katup-aorta.html. diakses tanggal 22, Nopember 2010.
Anonymousc. 2010. http://askep-anak-stenosis-katup-aorta-aortic_25.html. diakses tanggal 22, Nopember 2010.