antalgin.pdfsdgdr

9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010). Menurut Ditjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan farmakope atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri farmasi yang bersangkutan. Bahan-bahan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010) Menurut Ditjen POM (2006) spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan: Universitas Sumatera Utara

description

ertehftydf

Transcript of antalgin.pdfsdgdr

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bahan Baku

    Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat (zat aktif) maupun

    tidak berkhasiat (zat Nonaktif/eksipien), yang berubah maupun tidak berubah,

    yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut

    masih terdapat dalam produk ruahan (Siregar,2010).

    Menurut Ditjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau

    campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan

    apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan

    yang ditujukan untuk menciptakan khasiat farmakologi atau efek langsung lain

    dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit,

    atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.

    Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan

    farmakope atau buku resmi lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri

    farmasi yang bersangkutan. Bahan-bahan yang dibeli harus sesuai dengan

    spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat memenuhi persyaratan

    keamanan, khasiat, stabilitas dan ketersediaan hayati (Siregar, 2010)

    Menurut Ditjen POM (2006) spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup

    dimana diperlukan:

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Deskripsi bahan termasuk:

    1. Nama yang ditentukan dan kode produk internal.

    2. Rujukan monografi farmakope bila ada.

    3. Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin produsen bahan.

    4. Standar mikrobiologis, bila ada.

    b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.

    c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.

    d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.

    e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.

    2.2 Nyeri

    Nyeri adalah perasaan sensorial dan emosional yang tidak nyaman, yang

    berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan

    subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay

    dan Kirana, 2007)

    Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melalui

    suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan

    kerusakan jaringan dengan pembebasan mediator nyeri (Mutschler, 1991).

    Mediator nyeri ialah zat-zat yang merangsang reseptor-reseptor nyeri di

    ujung-ujung saraf bebas yang terdapat di kulit, selaput lendir, dan jaringan

    lainnya. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensorik ke

    Universitas Sumatera Utara

  • susunan saraf pusat melalui sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah.

    Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana

    impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Kirana, 2007).

    Mediator nyeri antara lain histamin yang bertanggungjawab untuk

    kebanyakan reaksi nyeri. Bradikinin adalah polipeptida yang dibentuk dari protein

    plasma, dan prostaglandin yang terbentuk dari asam arachidonat (Tjay dan Kirana,

    2007).

    Berdasarkan proses terjadinya rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa

    cara berikut :

    a. Menghambat sisntesis prostaglandin dengan analgetika yang bekerja

    perifer.

    b. Menghambat penyaluran rangsangan dalam serabut serabut sensoris

    dengan anastetika lokal.

    c. Meniadakan nyeri melalui kerja dalam system saraf pusat dengan

    analgetika yang bekerja pada sistem saraf pusat (Mutschler, 1991).

    2.3 Analgetika

    Analgetika merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi sistem syaraf

    pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa

    menghilangkan kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai ambang

    persepsi rasa nyeri (Siswandono dan Suekarjo, 1995).

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut Anwar dan Yahya (1973) analgetika dapat dibagi dalam dua

    golongan besar, yakni:

    1. Analgetika non-narkotik, yaitu obat-obat yang dapat menghilangkan rasa

    sakit, nyeri somatik dan tidak dapat menghilangkan rasa sakit jeroan

    kecuali bila digabungkan dengan obat-obat lain, tidak menimbulkan

    adiksi, tidak berkhasiat terhadap rasa sakit yang hebat.

    2. Analgetika narkotika, yaitu bahan-bahan yang dapat menimbulkan

    analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan kecanduan/adiksi. Pada

    umumunya bahan-bahan ini didapat dari opium sehingga sering juga

    disebut analgetika-opiat.

    2.4 Antalgin

    Antalgin merupakan obat analgetik-antipiretik dan antiinflamasi.

    Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan

    nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan

    antipiretik merupakan obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi

    analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak

    menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Sedangkan antiinflamasi adalah mengatasi

    inflamasi atau peradangan (Tjay dan Kirana, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4.1 Uraian Umum Antalgin

    Rumus Bangun :

    Rumus Struktur : C13H16N3NaO4S.H2O

    Nama Kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-

    metilaminometanasulfonat

    Berat Molekul : 351,37

    Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.

    Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N.

    Identifikasi : Pada 3 ml larutan 10% b/v, tambahkan 1 ml sampai 2 ml

    asam klorida 0,02 N dan 1 ml besi (III) klorida 5% b/v

    terjadi warna biru yang jika dibiarkan berubah menjadi

    merah kemudian tidak berwarna.

    Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 5,5%; lakukan pengeringan pada suhu

    105o hingga bobot tetap menggunakan 250 mg zat.

    Universitas Sumatera Utara

  • Syarat Kadar : Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0% dan

    tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S, dihitung

    terhadap zat yang telah dikeringkan.

    Sinonim : Metampiron (Ditjen POM, 2006).

    2.4.2 Farmakologi antalgin

    Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah

    larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak

    dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik.

    Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa

    sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).

    2.4.3 Farmakodinamika antalgin

    Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas

    rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang

    berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek

    analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping

    sentral yang merugikan.

    Sebagai antipiretik, obat ini akan menurunkan suhu badan hanya pada

    keadaan demam. Kerja analgetik antalgin lebih besar dibandingkan dengan kerja

    antipiretik yang dimilikinya. Sedangkan efek antiinflamasinya sangat lemah

    (Ganiswara,1981).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4.4 Farmakokinetik antalgin

    Fase farmakokinetik adalah perjalanan antalgin mulai titik masuk ke dalam

    badan hingga mencapai tempat aksinya. Antalgin mengalami proses ADME yaitu

    absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang berjalan secara simultan

    langsung atau tidak langsung melintasi sel membrane (Anief, 1990).

    Pada pemberian secara oral senyawa diserap cepat dan sempurna dalam

    saluran cerna. Terdapat 60% antalgin yang terikat oleh protein plasma, masa paru

    dalam plasma 3 jam. Obat ini dimetabolisme di hati menjadi metabolit utama dan

    diekskresi melalui ginjal (Widodo, 1993).

    2.4.5 Efek yang tidak diharapkan

    Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama

    penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat

    menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama

    penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur (Lukmanto, 1986).

    Efek samping lain yang mungkin terjadi ialah urtikaria, leukopenia,

    trombopenia. Terutama pada pasien usia lanjut terjadi retensi Na dan air dengan

    edema. Pada kelebihan dosis, terjadi hipotensi, nafas terengah-engah, torus otot

    meninggi, rahang menutup, kehilangan kesadaran dan serangan kram/kejang

    cerebral (Widodo, 1993).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5 Metode Penetapan Kadar

    2.5.1 Iodimetri

    Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup

    akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan

    larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi

    lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan oksidator yang lemah

    dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin

    akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).

    2.5.2 Prinsip Iodimetri

    Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodine

    sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah

    dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan

    dalam suasana netral sedikit asam (pH: 5-8). Pada antalgin, gugus SO3Na

    dioksidasi oleh I2 menjadi SO4Na (Alamsyah, 2007).

    2.5.3 Larutan Pentiter

    Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan pentiter. Iodin

    adalah oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya

    larut sedikit dalam air, namun larut dalam larutan yang mengandug ion iodida.

    Larutan iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat.

    Ditambahkan kalium iodida berlebih untuk meningkatkan kelarutan dan

    menurunkan penguapan iod. Biasanya ditambahkan 3% sampai 4% bobot KI

    Universitas Sumatera Utara

  • kedalam larutan 0,1N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik (Day dan

    Underwood, 2002).

    Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari

    udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi

    bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI) yang

    digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I- dalam

    suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila larutan I2 dalam

    KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).

    2.5.4 Indikator

    Sebagai indikator biasanya digunakan suatu larutan dispersi koloid kanji,

    karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap

    iod. Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat

    dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Merkurium (II)

    iodida, asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet (Day dan

    Underwood, 2002).

    Larutan kanji harus dibuat segar. Jika larutan kanji sudah lama, maka

    ikatan antara amilum dengan iodium tidak lagi reversible. Larutan kanji tidak

    tahan asam dan alkohol yang tinggi batas 5% (Alamsyah, 2007).

    Universitas Sumatera Utara