Anemia Hemolitik Edit

25
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2012 UNIVERSITAS HASANUDDIN ANEMIA HEMOLITIK DISUSUN OLEH Subhiyawati Burhan C111 08 004 PEMBIMBING dr. Sri Wahyuni Karim SUPERVISOR dr. Hj. Andi Tenrisannah, Sp.A DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Transcript of Anemia Hemolitik Edit

Page 1: Anemia Hemolitik Edit

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRSFAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2012UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANEMIA HEMOLITIK

DISUSUN OLEH Subhiyawati Burhan

C111 08 004

PEMBIMBINGdr. Sri Wahyuni Karim

SUPERVISORdr. Hj. Andi Tenrisannah, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: Anemia Hemolitik Edit

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama :Subhiyawati Burhan

NIM :C111 08 004

Judul PKMRS :Anemia Hemolitik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2012

Supervisor, Coass,

dr.Hj. Andi Tenrisannah, Sp.A Subhiyawati Burhan

2

Page 3: Anemia Hemolitik Edit

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................................3

ANEMIA HEMOLITIK......................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................4

DEFENISI........................................................................................................................4

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI....................................................................................5

EPIDEMIOLOGI.............................................................................................................8

PATOGENESIS...............................................................................................................9

DIAGNOSIS..................................................................................................................11

PENATALAKSANAAN.............................................................................................144

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................177

LAMPIRAN...........................................................................................................................

3

Page 4: Anemia Hemolitik Edit

ANEMIA HEMOLITIK

PENDAHULUAN

Anemia ialah berkurangnya jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin atau

kadar hematokrit dalam darah tepi dibawah nilai-nilai normal untuk umur dan

kelamin penderita sehingga kemampuan darah untuk memberikan oksigen ke

jaringan berkurang.1

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya membawa

oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen

carryng capacity). Anemia hanyalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

berbagai penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan

pembentukaan eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar dari

tubuh (perdarahan), dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum

waktunya.2

DEFENISI

Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan

penghancuran sel darah merah (eritrosit) lebih besar dari pada normal. Pada

anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit

100-120 hari). Pada anemia hemolitik keadaan anemi terjadi karena

meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan

ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit. Untuk

mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,

penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya

hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat

dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari

menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi. Namun bila sumsum tulang

tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi.1,3,4

4

Page 5: Anemia Hemolitik Edit

Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi dikenal dengan hemolisis

yang dapat disebabkan karena gangguan pada sel darah merah itu sendiri

yang memperpendek umurnya (instrinsik) atau perubahan lingkungan yang

menyebabkan penghancuran eritrosit.5

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Penyakit anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:

1. Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit

sendiri. Umumnya penyebab hemolisis ini adalah kelainan bawaan

(kongenital).

2. Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya

penyebabnya merupakan faktor yang di dapat (acquired).3

a) Gangguan intrakorpuskular (kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan

metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan

menjadi 3, yaitu:

1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Gangguan pada struktur didnding eritrosit terbagi menjadi:

a. Sferositosis

Kelainan kongenital ini sering terjadi pada orang Eropa Barat. Pada

penyakit ini umur eritrosit lebih pendek, kecil, bundar dan

resistensinya terhadap NaCl hipotonis menjadi rendah. Limpa

membesar dan sering terjadi ikterus.jumlah retikulosit menjadi

meningkat. Hemolisis diduga disebabkan karena kelainan membran

eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding ikterus.

Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama menderita

penyakit ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.

5

Page 6: Anemia Hemolitik Edit

b. Ovalositosis (eliptositosis)

Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini

diturunkan secara dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak

seberat sferositosis. Splenektomi biasanya dapat mengurangi

hemolisis.

c. A-beta lipoproteinemia

Pada penyakit ini terjadi kelainan bentuk eritrosit. Diduga kelainan

bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding

sel.

d. Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya

pada panmielopatia tipe fanconi.

2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam

eritrosit.

Setiap gangguan metabolisme dalam eritrosit akan menyebabkan

umur erotrosit menjadi pendek dan timbul anemia hemolitik.

a. Defisiensi glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)

Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa di dunia.

Kekurangan enzim ini menyebabkan glutation tidak tereduksi.

Glutation dalam keadaan tereduksi diduga penting untuk melindungi

eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Penyakit ini

diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Proses hemolitik

dapat timbul akibat atau pada:

Obat-obatan. (asetosal, piramidon, sulfa, obat anti malaria, dll)

Memakan kacang babi

Bayi baru lahir.

b. Defisiensi glutation reduktase

Kadang disertai trombopenia dan leukopenia.

c. Defisiensi glutation

Penyakit ini diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.

d. Defisiensi piruvat kinase

6

Page 7: Anemia Hemolitik Edit

Pada bentuk homozigot terjadi lebih berat. Khasnya terjadi peninggian

kadar 2,3 difosfogliserat.

e. Defisiensi Triose Phosphate Isomerase

Gejala mirip dengan sferositosis, tetapi tidak terdapat fragilitas

osmotik dan hasil darah tepi tidak ditemukan sferositosis. Pada

keadaan homozigot terjadi lebih berat dan bayi akan meninggal di

tahun pertama kehidupannya.

f. Defisiensi Difosfogliserat Mutase

g. Defisiensi heksokinase

h. Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3. Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan

98% dari seluruh hemoglobinnya. HbA2 yang tidak lebih dari 2% dan HbF

yang tidak lebih dari 3%. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian

terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudianntrasi HbF akan menurun,

sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal. Terdapat 2

golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin yaitu:

a. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglibin

abnormal) misalnya HbS, HbE dan lain-lain.

Kelainan hemoglobin ini ditentukan oleh adanya kelainan genetik

yang dapat mengenai HbA, HbA2 atau HbF. Pada penyakit ini terjadi

pergantian asam amino dalam rantai polipeptida pada tempat-tempat

tertentu atau tidak adanya asam amino atau beberapa asam amino pada

tempat-tempat tersebut. Kelainan yang paling sering terjadi pada

rantai β dan δ.

b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa rantai globin misalnya

talasemia.

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang herediter yang

diturunkan secara resesif . Di Indonesia, talasemia merupakan

penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan

penyebab intrekorpuskuler.

7

Page 8: Anemia Hemolitik Edit

Secara klinis talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu talasemia

mayor (homozigot) yang memberikan gejala klinis yang khas dan

talasemia minor yang biasanya tidak memberi gejala.

b) Gangguan ekstrakorpuskuler (acquired)

Gangguan ini biasanya didapat yang dapat disebabkan oleh:

1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin,air), toksin

(hemolisin) Streptococcus, virus, malaria, luka bakar.

2. Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat menyebabkan

penghancuran erotrosit.

3. Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya

reaksi antigen-antibodi seperti:

a. Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti

Rhesus dan MN

b. Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tapi dalam tubuh

melekat pada permukaan eritrosityang merangsang pembuatan anti

yang kemudian menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang

menyebabkan hemolisis.

c. Hemolisis akibat proses autoimun.3

EPIDEMIOLOGI

Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat

berpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis

mengenai demua jenis etnis namun pada ras non kaukasian tidak diketahui.

Sferositosis herediter paling sering diturunkan secara dominan autosomal.

Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin disebabkan karena

mutasi atau anomali sitogenik.6

Di Amerika, prevalensi eliptospirosis kira-kira 3-5 per 10.000.

eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika. Eliptospirosis

sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area

ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini

8

Page 9: Anemia Hemolitik Edit

ditemukan pada Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi.

Penyakit ini diturunkan secara dominan autosomal.6

Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi terjadi

pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350 varian. Ada

banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim.6

Talasemia merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling

sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di sepanjang sabuk talasemia

yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Gen talasemia

sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik

manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40%

dari populasi memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana

talasemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium

falciparum dulunya merupakan endemik.6

Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada

perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi

peningkatan pada umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang

hidup. 6,7

Kelainan hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah

eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh trnsfer

transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia

hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the

Newborn (HDN).7

PATOGENESIS

Proses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat,

termasuk hati, limpa,timus,kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak

lahir sepanjang sisa hidupnya terutama di sumsum dan sebagian kecil di

kelenjar getah bening. 7

9

Page 10: Anemia Hemolitik Edit

Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua difagositosis

oleh sel-sel retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan menjadi komponen-

komponen esensialnya. Besi yang didapat dikembalikan ke transferin untuk

pembentukan sel darah merah baru dan asam-asam amino dari bagian globin

molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino umum. Cincin

protoporfirin pada heme diuraikan di jembatan alfa metana dan karbon

alfanya dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi. Tetrapirol

yang tersisa meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin indirek dan

menjadi hati, tempat zat ini terkonjugasi untuk ekskresi di empedu. Dui usus,

biliruin glukoronida diubah menjadi urobilinogen untuk eksresi di tinja dan

urin.2,3

Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada hemolisis

intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Sel-sel

darah merah juga dapat mengalami hemolisis intravaskuler disertai

pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi. Tetramer hemoglobin bebas tidak

stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang berikatan dengan

haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat teroksidasi

menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai

pada tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau

albumin untuk selanjutnya dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini

membantu tubuh menghemat besi untuk menunjang hematopoiesis. Apabila

haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobinyang tidak terikat

akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin,

atau hemosiderin.2,9

Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada

hemolisis ekstravaskuler destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem

retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan

membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga

difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.2

Sejumlah bahan dan kelainan dengan kemampuan dapat merusak eritrosit

yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di antara yang paling

10

Page 11: Anemia Hemolitik Edit

jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia

hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif,

yang menunjukkan imunoglobulin atau komponen komplemen yang

menyelubungi permukaan eritrosit. Kelainan hemolitik yang terpenting dalam

praktek pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru lahir( eritroblastosis

fetalis) atau HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi ibu

yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun.2

Pada Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika ibu

dengan Rh(-) mempunyai anak dari seorang pria yang memiliki Rh(+). Ketika

Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi jika sel darah merah si

bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian

menyimpan antibodi tersebutketika benda asing itu muncul kembali, bahkan

pada saat kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar.8

Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi abnormal ditujukan kepada

eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas. Autoantibodi

mungkin dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen

eritrosit. Atau, agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran

eritrosit sehingga menjadi “asing” atau antigenik terhadap hospes.2

DIAGNOSIS

Penyakit hemolitik gejala-gejalanya dapat didasarkan atas 3 proses yang juga

merupakan bukti bahwa ada hemolisis :1

1. Kerusakan pada eritrosit

Fragmentasi dan kontraksi sel darah merah

Mikrosferosit

2. Katabolisme hemoglobin yang meninggi

Hiperbilirubinemia

Urobilinogenuria/ urobilinuri

Hemoglobinemia

Hemoglobinuri/ methemoglobinuri

Hemosiderinuria

11

Page 12: Anemia Hemolitik Edit

Heptoglobin

3. Eritropoesis yang meningkat (regenerasi sumsum tulang)

a. Darah tepi :

Retikulositosis derajat hemolisis

Normoblastemia/ eritroblastemia

b. Sumsum tulang

Hiperplasia eritroid

Rasio myeloid : eritroid menurun/ terbalik

Hiperplasia sumsum tulang :

- Perubahan tulang-tulang (tengkorak dan panjang)

- Anemia hemolitik kongenital

- Rasio mieloid : eritroid menurun/ terbalik

c. Eritropolesis ekstramedular

- Splenomegali/ hepatomegali

d. Absorpsi Fe yang meningkat

Karena zat besi dihemat dan mudah di daur ulang, regenerasi sel darah

merah dapat mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia ini hampir

selalu berkaitan dengan hiperplasia aritroid mencolok di dalam sumsum

tulang dan meningkatnya hitung retikulosit di darah tepi. Apabila anemia

berat dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa, hati, dan kelenjar

getah bening. Apapun mekanismenya, hemolisis intravaskuler bermanifestasi

sebagai hemoglobinemia, hemoglobinuria, jaundice dan hemosiderinuria. 1,8,10

Gejala umum penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit

dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap

penghancuran tersebut. Bergantung pada fungsi hepar, akibat pengancuran

eritrosit berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kdar bilirubin atau

tidak. Sumsum tulang dapt membentuk 6-8 kali lebih banyak eritropoietik

daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali eritrosit

berinti, jumlah retikulosit meninggi, polikromasi. Bahkan sering terjadi

eritropoiesis ekstrameduler. Kekurangan bahan sebagai pembentuk seperti

12

Page 13: Anemia Hemolitik Edit

vitamin, protein dan lain-lain atau adanya infeksi dapat menyebabkan

gangguan pada keseimbangan antara penghancuran dan pembentukan sistem

eritropoietik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan krisis aplastik.3

Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat penyimpanan

eritrosit yang dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah ekstrameduler.

Pada anemia hemolitik yang kronis terdapat kelainan tulang rangka akibat

hiperplasia sumsum tulang.3

Gejala klinik

Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan dengan anemia adalah

pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan karena berkurangnya volume darah,

berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan

pengiriman O2 ke organ-organ vital. Dispneu, nafas pendek dan cepat lelah

waktu melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya

pengirirman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinitus (telinga

berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf

pusat.5

Pemeriksaan fisis

- Tampak pucat dan ikterus

- Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati

- Dapat ditemukan hepatosplenomegali.1

Pemeriksaan penunjang

Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR, hapusan darah tepi,

analisa Hb, Coombs test, tesfragilitas osmotik, urin rutin, feses

rutin,pemeriksaan enzim-enzim.1

13

Page 14: Anemia Hemolitik Edit

PENATALAKSANAAN 11

Orang dengan anemia hemolitik yang ringan mungkin tidak membutuhkan

pengobatan khusus selama kondisinya tidak jelek. Seseorang dengan anemia

hemolitik berat biasanya membutuhkan pengobatan berkelanjutan. Anemia

hemolitik yang berat dapat menjadi fatal jika tidak diobati dengan tepat.

Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi:

Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah.

Meningkatkan jumlah sel darah merah

Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.

Pengobatan tergantung pada tipe, penyebab dan beratnya anemia

hemolitik. Dokter mungkin mempertimbangkan umur, kondisi kesehatan dan

riwayat kesehatan.

a. Transfusi darah

Transfusi darah digunakan untuk mengobati anemia hemolitik berat.

b. Obat-obatan

Obat-obatan dapat memperbaiki beberapa tipe anemia hemolitik,

khususnya anemia hemolitik karena autoimun. Kortikosteroid seperti

prednison dapat menekan sistem imun atau membatasi kemampuannya

untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah.

Jika tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti

dengan obat lain yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan

siklosporin.

14

Page 15: Anemia Hemolitik Edit

Jika terjadi anemia sel sabit yang berat maka diberikan hydroxiurea.

Obat ini mempercepat pembentukan fetal hemoglobin. Fetal hemoglobin

membantu mencegah pembentukan sel sabit pada sel darah merah.

c. Plasmapheresis

Plasmapheresis merupakan prosedur untuk menghilangkan antibodi

dari darah. Pengobatan ini mungkin membantu jika pengobatan lain untuk

anemia imun tidak bekerja.

d. Operasi

Beberapa oarang dengan anemia hemolitik mungkin memerlukan

operasi untuk mengangkat limpa. Ldfxbbv impa pada orang normal yang

sehat membantu melawan infeksi dan menyaring sel darah yang telah tua

dan menghancurkannya. Pembesaaran atau penyakit pada limpa dapat

menghilangkan lebih banyak sel darah merah dari jumlah yang normal

sehingga menyebabkan anemia. Pengankatan limpa dapat menghentikan

atau menurunkan jumlah sel darah merah yang mengalami destruksi.

e. Transpalantasi stem sel darah dan sumsum tulang belakang

Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia, sumsum tulang

tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang

terbentuk dapat dihancurkan sebelum waktunya. Transplantasi darah dan

sumsum tulang mungkin dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis

anemia hemolitik ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak

dengan stem sel yang sehat dari donor.

f. Perubahan pola hidup

Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif

terhadap dingin, coab untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang

lahir dengan defisiensi G6PD harus menghindari hal yang dapat

15

Page 16: Anemia Hemolitik Edit

mencetuskan anemia misalnya fava beans, naftalena, dan obat-obatan

tertentu.

16

Page 17: Anemia Hemolitik Edit

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS.Anemia Hemolitik. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Hal 192-193.

2. Sudoyo,Aru W dkk.Anemia Hemolitik Non Imun. Dalam:Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009. Hal 622,653

3. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Hematologi. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika.1985.

4. Koesoema, A.A. Klasifikasi etiologi dan Aspek Laboratorik pada Anemia Hemolitik [Cited on April 2012]. Available from http://usu.ac.id

5. Price, S.A., Wilson L.M. Gangguan Sel Darah Merah. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005

6. Yunanda, Yuki. Thalasemia. [Cited on April 2012]. Available from http://repository.usu.ac.id

7. Children’s Hospital of Pittsburgh of UPMC. Hemolytic Disease of Newborn [Cited on April 2012]. Available from http://www.chp.edu

8. Hoffbrand A, Pettit J, Moss P. Eritropoiesis dan Aspek Umum Anemia. Dalam : Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. Hal. 11-89.

9. Behrmann, Kliegman, Arvin. Anemia Hemolitik.Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Textbook of Pediatric edisi 15. EGC

10. What is hemolytic anemia?.National Heart Lung and Blood Institude. [cited on April 2012] Available from http://nhlbi.org

11. How is Anemia Hemolytic Treated? National Heart Lung and Blood Institude. [cited on April 2012] Available from http://nhlbi.org

17