ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN REKLAMASI …
Transcript of ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN REKLAMASI …
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN REKLAMASI PULAU G JAKARTA UTARA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (STUDI PUTUSAN
NOMOR: 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)
TESIS
Oleh :
157005070/HK Ivana Novrinda Rambe
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN REKLAMASI PULAU G JAKARTA UTARA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (STUDI PUTUSAN
NOMOR: 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara
Oleh :
157005070/HK Ivana Novrinda Rambe
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji Pada Tanggal : 25 Agustus 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H
Anggota : 1. Prof. Syamsul Arifin, SH., M.H
: 2. Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum
: 3. Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum
: 4. Dr. Affila, SH., M.Hum
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ivana Novrinda Rambe
Nomor Pokok : 157005070
Program Studi : Magister Ilmu Hukum FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN
REKLAMASI PULAU G JAKARTA UTARA
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN INDONESIA (STUDI PUTUSAN
NOMOR: 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut plagiat karna
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberikan sanksi apapun oleh Program
Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya
tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan, Yang membuat Pernyataan
Nama : Ivana Novrinda Rambe
NIM : 157005070
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Reklamasi merupakan salah satu pembangunan yang merupakan usaha dan/atau kegiatan penimbunan tanah yang dilakukan di pinggiran sungai maupun laut. Reklamasi pantai diatur dalam Peraturan presiden nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah-wilayah pesisir dan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juncto Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan Pasal 34 ayat (1). Kawasan hasil reklamasi pantai dimanfaatkan pada umumnya untuk kwawasan pertaninan, pemukiman, perindustrian, pertokoan dan bisnis sehingga reklamasi pantai diperbolehkan. Namun terdapat permasalahan Surat Keputusan Gubernur nomor 2238 tahun 2014 tanggal 23 Desember tentang izin pelaksanaan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta yang ditentang beberapa elemen masyarakat karena merasa dirugikan sehingga menggugat keputusan tersebut ke pengadilan tata usaha Negara.
Permasalahan dalam penelitian, bagaimana pengaturan reklamasi pantai utara Jakarta, bagaimana perlindungan hukum terhadap dampak reklamasi pantai, bagaimana ertimbangan hakim keputusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT. Tesis ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif empiris yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data primer berupa wawancara dan data sekunder yaitu bahan hukum primber berupa Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta Peraturan Presiden nomor 122 tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah-wilayah pesisir, Keputusan Presiden nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, dan tersier berupa kamus umum, kamus hukum serta data primer berupa wawancara secara langsung. Hasil penelitian, berdasarkan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bahwa reklamasi yang berada di wilayah pesisir diatur dengan peraturan Presiden sehingga dalam wilayah DKI Jakarta berlaku Keputusan Presiden nomor 52 tahun 1995tentang Reklamasi Pantai Utara Jakartabahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada pada gubernur kepala daerah khusus ibukota Jakarta. Perlindungan hukum terhadap masyarakat yang terkena dampak lingkungan adalah upaya dari pemerintah untuk melibatkan nelayan dalam pengambilan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Pertimbangan hakim terhadap pembatalan reklamasi pantai Pulau G berdasarkan putusan nomor nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT bahwa keputusan Gubernur DKI tentan izin pelaksanaan reklamasi pantai Pulau G DKI Jakarta telah melanggar Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 dimana keputusan Gubernur DKI Jakarta tidak sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 122 tahun 2012 yaitu tidak memiliki RZWP-3K.
Kata Kunci: Perlindungan, Izin Reklamasi Pantai, Jakarta Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
One development which is closely related to living environment is Reclamation. It is a development effort and/ or activity to reclaim land at the river bank or seashore. It is stipulated in the Presidential Regulation No. 122/2012 on Reclamation at the Coastal Areas, the Law No. 27/2007 on the Management of Coastal Areas and Small Islands in conjunction with the Law No. 1/2014 on the Management of Coastal Areas and Small Islands and Article 34 paragraph (1). The reclaimed areas are used for agriculture, housing, industry, shopping center or business, and tourism resorts. This has led reclamation to be permitted. However, there are some problems arising in the establishment license of reclamation; namely the Decree of Governor No. 2238/2014 dated December 23, which is the license for reclamation of Pulau G in Teluk Jakarta. It is resisted by some elements of the society because it has caused them some loss. It resulted in a claim against the ruling to the State Administrative Court in the Decree No.193/G/LH/2015/PTUN-JKT. This thesis employed the empirical normative legal research with descriptive analysis. It uses secondary data i.e. primary legal material such as the Law No. 27/2007 on the Management of Coastal Areas and Small Islands in conjunction with the Law No. 1/2014 on the Management of Coastal Areas and Small Islands and the Presidential Regulation No. 122/2012 on the Reclamation at the Coastal Areas, the secondary legal material such as books, and tertiary legal materials such as general dictionary, legal dictionary and the primary data such as interview and questionnaires. The legal protection for the society against the environmental impact is the government’s effort to involve fishermen to make decisions of the living environment feasibility. In addition, the legal protection for the society is that the environment license is revocable, it can be claimed civilly the accountability according to the mistake which is proved by the society, and it can be claimed civilly when violating the penal provisions of living environment. The Judge’s consideration for the revocation of the seashore reclamation at Pulau G was based on the Decree of the Governor of DKI Jakarta No. 32/2009 wchish stated that the Governor’s Decree of DKI Jakarta on the seashore reclamation license at Pulau G, DKI Jakarta has vilated the Law No. 32/2009 because the Governor’s Decree did not involve the society who suffer from its impacts. The Governor’s Decree is not in line with the Presidential Regulation NO. 122/2012 that it does not have RZWP-3-K. Keywords: Protection, Seashore Reclamation License, North Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, hidayah, karunia, dan ridho-Nya lah
akhirnya penulis mampu menyelesaikan tesis serta pendidikan di sekolah Pasca
Sarjana Ilmu Hukum Universitasn Sumatera Utara.
Tiada henti-hentinya penulis selalu mengucapkan rasa syukur kepada Allah
S.W.T, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat menyelesaikan studi
dan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan
Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara (Studi Putusan Nomor:
193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”serta shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada
Nabi Muhammad S.A.W yang telah membawa manusia dari zaman Jahiliah ke zaman
Islamiah, sehingga manusia dapat mengenal kebaikan, dapat membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta mengajarkan manusia untuk mengenal Allah sang
pencipta kehidupan dan kematian.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan
tesis ini.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang yang telah
berjasa tiada batasnya yang selalu mencurahkan kasih dan sayang tanpa pamrih,
mensuport tanpa imbalan dan henti-hentinya, membantu tanpa mengharapkan balasan,
berjuang dalam mendidik, membimbing, dan menyemangati tanpa batas adalah orang
tua penulis yaitu : dr.H. Muharram Syah Rambe Sp.Bdan Hj. Elly Erinda Siregar
dan kepada suami penulis yaitu dr. Martua Mardia, M(Ked)(Ped), sertaa bang-
abang dan kakak kandung penulis yaitu :
Faisal Haris Rambe, SE, MM.,dr. Rizky Mellysa Rambe, dr. M. Bob Muharly,
SpB penulis ucapkan jutaan terimakasih kepada orang tua, suami, abang dan kakak
Universitas Sumatera Utara
penulis, semoga setiap amalan kebaikan yang penulis lakukan juga dicatatkan untuk
kedua orang tua, suami, abang dan kakak penulis, Aamiin ya rabbal Alamin.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini juga tiada kesempurnaan tanpa
adanya bimbingan, masukan, kritikan dan arahan-arahan para pembimbing dan para
penguji, dan oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada
para pembimbing, yakni Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., selaku ketua komisi
pembimbing, Bapak Prof. Syamsul Arifin, SH., M.H, selaku anggota komisi
pembimbing, dan Bapak Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum, selaku anggota komisi
pembimbing, serta para penguji yaitu
Bapak Dr.Jelly Leviza,SH., M.Hum.,serta Ibu Dr. Affila, SH., M.Hum.,selaku
dosen penguji tesis.
Selanjutnya penulis ucapkan terimakasih juga kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, Selaku Sekretaris Program Studi Magister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Para Professor dan Guru Besar serta Staff Pengajar dan juga kepada seluruh
Karyawan Biro Administrasi Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara terutama Kak Ria, Kak Yani dan Kak Fitri.
6. Kepada teman-teman berkumpul dan berdiskusi seperjuangan terkasih,
terutama :
• Yessi Kurina Arjani Manik, SH • Novi Darmawaty, SH • Desky Muji Setyo, SH • Christy Ginting, SH
Universitas Sumatera Utara
Dan teman-teman Pasca Sarjana Ilmu Hukum Kelas Paralel B, Jurusan
HAN, Bisnis dan Pidana,dan teman-teman seperjuangan stambuk 2015
lainnya.
7. Kepada orang-orang yang tidak tersebut namanya diatas yang selalu
mendukung dan mendoakan saya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga tesis ini
dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan berguna baik bagi
penulis, dunia Akademik, dan seluruh pihak yang berkaitan dengan bidang Hukum
Lingkungan.
Medan, Februari 2018
Ivana Novrinda Rambe
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 15
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 15
E. Keaslian Penelitian.................................................................................... 16
F. Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsi................................................. 16
1. Kerangka Teori........................................................................................ 16
2. Landasan Konsepsi.................................................................................. 24
G. Metode Penelitian...................................................................................... 25
1. Jenis dan Sifat Penelitian...................................................................... 26
2. Sumber Data Penelitian.............................................................................. 26
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data........................................................ 28
4. Analisis Data ......................................................................................... 28
BAB II Analisis Perizinan Reklamasi Pantai Jakarta Utara ................... 30
A. Pengaturan Reklamasi Pantai .................................................................. 30
1. Pengaturan Pengelolaan wilayah Pesisirberdasarkan Undang-Undang nomor
27 tahun 2007 tentang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil........................................................................................................ 34
2. Pengaturan Pedoman PerencanaanReklamasi Pantai dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum nomor 40/prt/m/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata
Ruang Reklamasi Pantai ........................................................................... 45
B. Pengaturan Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan lingkungan hidupTerhadap PencegahanDampak Negatif Reklamasi
Terhadap Pencemaran Lingkungan .................................................................... 45
1. Baku Mutu Lingkungan ............................................................................... 50
2. AMDAL ....................................................................................................... 53
3. Audit Lingkungan ........................................................................................ 57
C. Perizinan Reklamasi Pantai Jakarta Utara ...................................................... 59
1. Administrasi Hukum Lingkungan ............................................................... 59
2. Perizinan Reklamasi Pantai ......................................................................... 63
3. Analisis Perizinan Reklamasi Pantai Jakarta Utara...................................... 68
Universitas Sumatera Utara
BAB III Perlindungan Hukum Dampak Negatif Reklamasi Pantai Terhadap Masyarakat................................................................................................................... 70
A. Reklamasi Pantai Pulau G berdasarkan Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT............................................................................................................................. 70
1. Dampak Positif Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara..................................... 77
2. Dampak Negatif Reklamasi PantaiPulau G Jakarta Utara ..................................... 78
B. Pengelolaan Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu ............................................. 80 C. Perlindungan Hukum Reklamasi terhadap Masyarakat .......................................... 84
BAB IV Pertimbangan Hakim TerhadapPembatalanReklamasiPantai Pulau G DKI Jakarta berdasarkan Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT…….......................................................................................................................... 95 A. Pelaksanaan Perizinan Reklamasi Pantai di jakarta utara ....................................... 95
B. PerizinanReklamasi Pantai Pulau G DKI Jakarta berdasarkan Putusan Nomor
193/G/LH/2015/PTUN-JKT ..................................................................................... 102
C. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Pembatalan Reklamasi Pantai Pulau G
putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUNJKT.............................................................. 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 113
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 113
B. Saran ............................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 117
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesadaran Hukum Lingkungan manusia sebagaimana ditetapkan dalam Deklarasi
Stockholm 1972 di Swedia yang melahirkan prinsip pengelolaan lingkungan hidup
sehingga hukum lingkungan muncul dalam setiap negara. Hukum lingkungan
merupakan suatu jenis hukum yang memiliki ciri khusus dalam wujud sebagai
“Hukum Berorientasikan Lingkungan” sebagai hukum yang berorientasi kepada
“Lingkungan yang sifat dan Hakekatnya adalah Utuh Menyeluruh”.1Dasar hukum
mengenai lingkungan hidup terdapat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup perlu diikuti tindakan berupa pelestarian sumber daya
alam dalam rangka memajukan kesejahteraan umum seperti tercantum dalam Undang-
Undang 1945.2
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup secara jelas dan tegas dalam menguasai dan menggunakan
lingkungan hidup berkut sumberdayanya, bahwa negara wajib melindungi lingkungan
hidup agar bumi, air, dan kekayaan alam tetap terjaga. Dengan demikian berarti,
bahwa negara wajib melindungi/menjaga lingkungan hidup sehingga rakyat menjadi
makmur. Namun terdapat masalah-masalah dalam lingkungan hidup. Pengundulan
1 Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia (Medan: Softmedia, 2012 ), hlm. 1.
2 Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
hutan, lahan kritis, menipisnya lapiran ozon, pemanasan global tumpahan minyak di
laut, ikan mati di sungai karena zat-zat kimia, dan punahnya species tertetnu adalah
beberapa contoh masalah masalah lingkungan hidup. Dalam literatur masalah-masalah
lingkungan dapat dikelompokkan kedalam tiga bentuk, yaitu pencemaran lingkungan,
pemanfaatan lahan secara salah, dan pengurasan atau habisnya sumber daya alam.
Akan tetapi jika dari perspektif hukum yang berlaku di indonesia masalah-masalah
lingkungan hanya dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yakni pencemaran lingkungan
daan perusakan lingkungan hidup.3 Untuk mewujdkan lingkungan hidup yang baik
harus selalu menjaga kualitas lingkungan hidup. Dampak negatif jika terjadinya
menurunnya kualitas lingkungan hidup karena terjadinya pencemaran atau terkurasnya
sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan,
menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi, dan terganggunya sistem alami.4 Untuk
mewujudkan lingkungan hidup yang baik Moestadji menyimpulkan :5
1. Sumberdaya alam harus dimanfaatkan secara bijaksana agar dapat memberikan
manfaat secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
2. Pemanfaatan sumberdaya alam harus dilakukan dengan tetap melestarikan
kemampuan lingkungan hidup sehingga generasi mendatang tetap mempuai
pilihan penggunaan bagi upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu hidupnya.
3 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Hidup (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm. 1. 4 Richard Stewart, Enviromental Law And Policy (New York: The Bob Meriil, 1978), hlm. 3-5. 5 Moestadji, Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Jakarta: Kursus dasar-dasar mengenai dampak lingkungan ke VII, 1987), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
3. Generasi sekarang memikul kewajiban terhadap generasi mendatang, bahwa
generasi mendatang akta tetap mempunyai sumber dan penunjang hidupnya
yang sejahtera dengan mutu yang setinggi-tingginya.
Namun Pertentangan kepentingan pembangungan dengan lingkungan hidup tidak
dapat dihindarkan. Pembangunan yang bertentangan dengan lingkungan hidup tetap
berjalan terus karena demi untuk kemakmuran dan kesejateraan masyarakat sehingga
lingkungan hidup dapat rusak. Sehingga merusak ekosistem Alam. Sebagai contoh “
air hujan kemudian tertahan oleh akar-akar pohon kemudian kemudian sebagian
mengalir ke sungai kemudian dimanfaatkan oleh manusia, binatang tumbuh-tumbuhan
kemudian sisanya mengalir ke laut kemudian naik ke udara oleh panas matahari
kemudian seterlah berproses jatuh lagi ke bumi sebagai air hujan.6 Jika ada yang
menebang pohon dengan seenaknya maka akan merusak ekosistem sehingga maka
akan timbul erosi dan banjir. Ditambah lagi jika terjadi setelah di tebang pohon
potongan tersebut dibiarkan maka akan banjir yang membawa potongan-potongan
pohon tersebut yang jika mengalir ke arah lingkungan manusia bisa mengakibatkan
korban jiwa.Maka dapat dilihat bahwa lingkungan harus dikelola dengan
baik.Ekosistem sangat berkaitan dengan manusia, contoh lain :7
“Zoolog terkenal Darwin tahun 1853 melihat suatu phenomenda di eropa barat bahwa disalah satu daerah disana, tampak adanya korelasi antara manusia dengan tanaman dan ternaknya. Dia menyaksikan bahwa pada saat didaerah tersebut banyak wanita-wanita yang tidak kawin, maka seolah-seolah “otomatis” tanaman redclover tumbuh dengan subunya dan ternak-ternak yang dipelihara mereka gemuk-gemuk. Darwin yakin hal terebut bukan suatu kebetulan, maka darwin melakukan penelitian yang
6 Soemarwoto, Pengolahan Lingukungan (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1989) 7 Amsyari, Prinsip-Prinsip masalah pencemaran Lingkungan (Jakarta: Ghalia, 1981), hlm. 32-
33.
Universitas Sumatera Utara
terbukti dia menemukan kaitan-kaitan yang selanjutnya disebut ikatan-ikatan ekologis. Sebagai berikut: “Sejenis lebah tertentum yakni dinamakan “Bumble-bees” adalah satu-satunya binatang yang mau mengisap sari bungajenis redclover. Bumble-bees tadi sarangnya amat disukai oleh tikus ladang, sehingga tikus ladang sering merusaknya. Dan tikus ladang ini pun mempunyai musuh utama yakni kucing. Ikatan-ikatan ekologis ini ditemukan berbentuk sebagai berikut: bahwa di daerah perkampungan dimana banyak terdapat wanita yang tidak kawin, mereka pada umumnya memelihara banyak kucing. Hal ini mengakibatkannya jumlah tikus ladang berkurang karena dimusuhi kucing, sehingga bumble-bees menjadi banyak sekali karena sarangnya tidak diganggu tikus. Akhirnya, tanaman redclover juga menjadi berkembang biak dengan suburnya, dan ternakpun ikut gemuk karena redclover ini ternyata makan sehat untuk ternak tersebut.”
Akan tetapi, Negara harus tetap menggunakan kekuasaan untuk memberikan
perlindungan terhadap lingkungan dan pembangunan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat tetap berlanjut.
Sehingga terdapat pemenuhan yang harus di penuhi dalam pengelolaan
lingkungan, yaitu: 8
1. Hukum Berencana (Rampenrecht);
2. Hukum Kesehatan Lingkungan (Milieuygienerecht);
3. Hukum tentang Sumberdaya Alam (Recht betreffende natuurlijkerijkdommen)
atau hukum konservasi (Natural Resources Law);
4. Hukum tentang pembagian pemakaian ruang (Recht betreffende de verdeling
van het ruimtegebruik) atau hukum tata ruang;
5. Hukum Perlindungan Linkungan (Millieubeschermingsrecht).
8 Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia(Surabaya: Desertasi, 1986), hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Reklamasi merupakan salah satu pembangunan yang merupakan kegiatan penimbunan
tanah yang dilakukan di pinggiran sungai maupun laut yang memberikan yang dapat
memberi dampak negatif, seperti :
1. Peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan.
2. Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainnya rawan tenggelam. Setidaknya, air asin laut yang naik ke daratan membuat banyak tanaman yang mati, mematikan area persawahan dari fungsi untuk bercocok tanam. Hal ini banyak terjadi di wilayah pedesaan pinggir pantai.
3. Akibat sejenis dari point kedua di atas adalah cepatnya peninggian muka air di lokal luar areal lahan reklamasi juga rawan tenggelam karena air hujan yang semestinya cepat sampai ke laut menjadi tertahan oleh daratan reklamasi sehingga juga mengalami banjir perkampungan pantai.
4. Rusaknya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu. Apabila gangguan dilakukan dalam jumlah besar maka dapat memengaruhi perubahan cuaca serta kerusakan planet Bumi secara signifikanan.
Pengertian lingkungan hidup menurut pendapat beberapa para ahli, yaitu :
Emil Salim9
Danusaputro
, memberikan pendapat bahwa lingkungan hidup diartikan segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun untuk praktisnya dibatang ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia, seperti, faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial, dan lain-lain.
10
Soemarwoto
, mengemukakan bahwa lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya. Yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
11
9 Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Mutiara, 1980), hlm.14. 10 Danusaputro,Hukum Lingkungan (Bandung: litera, 1978), hlm. 65. 11 Soemarwoto, Pengolahan Lingkungan (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1989), hlm. 30
, berpendapat bahwa lingkungan adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teori ruang itu tidak terbatas jumlahnya, namun secara praktis kita selalu memberi batas pada ruang lingkungan itu. Menurut kebutuhan dapat ditentukan oleh faktor alam, seperti jurang, sungai atau laut, faktor ekonomi, faktor politik atau faktor lain.
Universitas Sumatera Utara
Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan hidup adalah semua
hal dan segala hal yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan yang
terdapat di dalam ruang yang manusia tempati.
Namun para ahli mengadakan pengelompokan lingkungan ini atas 3 (tiga) golongan,
yaitu:12
a. Lingkungan fisik (physical environment), yaitu lingkungan untuk terselenggaranya perikehidupan atau biosphere, mempunyai wadah yang dinamakan lingkungan hidup (wadah perikehidupan). Wadah perikehidupan, dapat berupa alam fisik (jasmani) yang terdiri dari alam bendawi atau alam meterial, dan juga termasuk istilah dunia dalam arti bola bumi, karena bola bumi adalah dimana perikehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan tersenggara, disebut sebagai lingkungan hidup jasmani (physucak environment). Lingkungan hidup fisik (jasmani) mencakup dan meluputi semua dan seluruh unsur dan faktor fisik jasmani yang terdapat dalam alam.
b. Lingkungan biologis (biological environment), yaitu segala sesuatu yang
berada di sekitar manusia yang berupa organisme hidup lainnya selain dari manusia sendiri, hewan, tumbuh-tumbuhan, jasad renik (plankton) dan lain-lain.
c. Lingkungan buatan (social environment), yaitu lingkungan buatan disebut juga “lingkungan hidup sosial” adalah merupakan pantulan dari sifat sosial tiap-tiap makhluk hidup, khususnya manusia. Dimana dalam perikehidupannnya menghasilkan budidaya yang disebut kebudayaan (culture). Oleh karena kebudayaan itu hasil karya manusia(man made environment). Kebudayaan yang bendawi dan rohani. Dengan makin tinggi tingkat daya budi manusia, sehingga semakin tinggi pula taraf dan kualitas perdabannya. Dalam pengertian inilah kebudayaan itu dapat ditafsirkan sebagai mutu hidup (quility of life) manusia. Untuk meningkatkan mutu hidup. Manusia senantiasa membangun kebudayaan adalah tuntutan mutlak bagi pertumbuhan kebudayaan adalah tuntutan mutlak bagi pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan serta peradaban manusia.
Lingkungan hidup tidak mengenal batas wilayah administratif atau negara. kalau
lingkungan hidup itu dikaitkan dengan perlindungan dan pengelolaannya, maka harus
12 Syamsul arifin, Op. Cit., hlm. 47
Universitas Sumatera Utara
jelas batas wilayah perlindungan dan pengelolaannya, lingkungan hidup indonesia
menurut konsep kewilayahan merupakan suatu pengertian hukum oleh karena itu
kawasan nusantara merupakan lingkungan hidup indonesia.13
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menggariskan bahwa pola pembangunan
Indonesia dalam konteks Pengelolaan lingkungan hidup adalah pembangunan
berkelanjutan.
Berdasarkan banyaknya
pulau membentuk wilayah Negara Republik Indonesia yang disebut sebagai Negara
Kepulauan (Archipelago State).
14
1. Memberikan kemungkinan kepada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan
fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung;
Pembangunan yang berkelanjutan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
2. Memanfaatkan sumber alam sebanyak alam atau teknologi pengelolaan mampu
menghasilkannya secara lestari;
3. Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang
secara bersama-sama baik di daerah dan kurun waktu yang sama maupun di daerah
dan kurun waktu yang berbeda secara sambung menyambung;
4. meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok
sumber alam dan melindungi serta mendukung perikehidupan secara terus
menerus;
13Ibid, Hlm. 63. 14 Masrudi Muchtar, Sistem Peradilan Pidana di Bidan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta, 2015), hlm. 75.
Universitas Sumatera Utara
5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestairan fungsi dan
kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan baik masa kini maupun
masa yang akan datang.15
Peraturan mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara
konstitusional bertumpu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Implementasi dari UUD 1945 adalah
konsep hak menguasai negara atas sumber daya alam dalam pengelolaan lingkungan
hidup berdasarkan Pasal 33 ayat (3) adalah dengan dikeluarkannya UndangUndang
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPLH) Sebagai Undang-Undang organik, maka konsep hak menguasai negara atas
sumber daya alam dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang-Undang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup lebih operasional dibandingkan
dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Pasal 1 ayat (1) UU 32 tahun 2009 merumuskan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
perncemaran dan.atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perncanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
16
Bahwa Terdapat 35 konsep yang relvean dengan pengelolaan lingkungan hidup
adalam Undang-Undang nomo 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu: 1. Lingkungan hidup, 2. Perlindungan dan pengelolaan
15 Ibid. 16Ibid, hlm. 99
Universitas Sumatera Utara
lingkungan hidup, 3. Pembangunan berkelanjutan, 4. Rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, 5. Ekosistem, 6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup,
7. Daya dukung 8. Lingkungan hidup, 9. Daya tampung lingkungan hidup, 10. Sumber
daya alam, 11. Kajian lingkungan hidup strategis, 12. Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, 13. Upaya pengelolaan lingkungan hidup, 14. Upaya pemanfaatan
lingkungan hidup, 15. Baku mutu lingkungan hidup, 16. Pencemaran lingkungan
hidup, 17. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, 18. Perusakan lingkungan hidup,
19. Kerusakan lingkungan hidup, 20. Konservasi sumber daya alam, 21. Perubahan
iklim, 22. Limbah, bahan berbahaya dan beracun, 23. Limbah bahan berbahaya dan
beracun, 24. Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, 25. Dampak
lingkungan hidup, 26. Organisasi lingkungan hidup, 27. Audit lingkungna hidup, 28.
Ekoregion, 29. Kearifan lokal, 30. Masyarakat hukum adat, 31. Orang, 32.instrumen
ekonomi lingkungan hidup, 33. Ancaman serius, 34. Izin lingkungan, 35. Izin usaha.17
Konsekuensi yuridis adanya wewenang pengaturan oleh negara dalam
pengelolaan lingkungan, maka pemerintah wajib menetapkan kebijakan nasional
pengelolaan lingkungan hidup. Untuk menjamin terlaksananya pembangunan
berkelanjutan pemerintah daerah harus memfasilitasi terciptanya good environmental
governance, yang bercirikan 7 golden rules sebagai berikut :
18
1. Pemerintah daerah harus secara proaktif menerjemahkan dan melaksanakan peraturan perUndang-Undangan lingkungan, baik yang dikelurakn oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah provinsi melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan daerah;
17Takdir, Op.Cit., hlm. 56. 18 Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),
hlm. 18-19.
Universitas Sumatera Utara
2. Dalam melaksanakan pembangunan demi mencapai target PAD, pemerintah daerah harus menyadari tentang keterbatasan daya dukung ekosistem dan keberlanjutan;
3. Pemerintah harus menjamin pemberdayaan masyarakat, baik dalam peraturan daerah maupun dalam pengambilan keputusan yang berkatian dengan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dalam rangka menjamin terlaksananya pembangunan berkelanjutan. Untuk keperluan ini, pemerintah aharus menjamin partisipasi masyarakat dan akses terhadap informasi;
4. Pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan melalui transparansi dalam pembuatan keputusan tentang pengelolaan lingkungan hidup;
5. Pemerintah daerah harus menjamin hak masyarakat adat dan setempat dalam tindakannya untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam;
6. Pemerintah daerah harus menjamin dan mengoordinasikan harmonisasi kepentingan atara satu sektor dengan sektor lainnya;
7. Pemerintah daerah harus secara proaktif menegakkan hukum dan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, ditetapkan bahwa perlindungan dan
pengelolaan dilaksanakan berdasarkan 14 (empat belas) asas, yaitu:
1. Asas tanggung jawab negara, adalah a). Negara menjamin pemanfaatan sumberdaya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. b). Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. c). Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2. Asas kelestarian dan keberlanjutan, adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
3. Asas keserasian dan keseimbangan adalah pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan, serta pelesttarian ekosistem,
4. Asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan degan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan berbagai komponen terkait,
5. Asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejateraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya,
Universitas Sumatera Utara
6. Kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan atau kegiatan akrena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,
7. Asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaaan lingkungan hidup harus mencermikankan keadilan secara proporsional bagi setia warganegara,baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender,
8. Asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengellaan lingkungan hidup harus memperhatikan kakterisitik sumberdaya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan local,
9. Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumberdaya alam hayati yang terdiri dari atas sumberdaya alam nabati dan sumberdaya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati disekitar secara keseluruhan membentuk ekosistem,
10. Asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggungjawab yang usaha dan/atau kegiatan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan,
11. Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung,
12. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat,
13. Asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiawi oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan,
14. Asas otonomi daerah adalah bahwa pemerintah dan pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai negara kesatuan republik indonesia.
Ke-14 (empat belas) Asas tersebut mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, Asas tersebut harus ditaati oleh negara maupun warganegara demi
perlindungan lingkungan hidup di indonesia. Dan tujuan UU nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah melindungi wilayah
Universitas Sumatera Utara
negara kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.19
Namun walaupun reklamasi itu memberikan dampak negatif terhadap lingkungan
hidup namun tetap memberikan kesempatan untuk melakukan reklamasi, reklamasi
tetap diperbolehkan di Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
juncto Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, yaitu PengelolaanWilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat danPasal 34 ayat (1) ,yaitu Reklamasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat
dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil ditinjau dari aspek teknis,
lingkungan, dan sosial ekonomi. Kawasan hasil reklamasi biasanya dimanfaatkan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut suatau kebijakan
nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan
secara taat asas dan konsekuensi dari pusat sampai. Untuk itu maka sejak awal
perencanaan kegiatan sudah ahrus memperkirakan perubahan zona lingkungan akibat
pembentukan suatu kondisi yang merugikan sebagai akibat diselenggarakan
pembangunan.
19Ibid, hlm. 101
Universitas Sumatera Utara
untuk kawasan pertanian, pemukiman, perindustrian, pertokoan atau bisnis, dan obyek
wisata. Hal inilah yang menyebabkan reklamasi diperbolehkan.
Namun terdapat permasalahan dalam Izin Pendirian Reklamasi pantai Pulau G di
Teluk Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 tanggal 23
Desember. Yang ditentang beberapa elemen masyarakat karena merasa dirugikan.
Sehingga menggugat keputusan tersebut ke pengadilan tata usaha negara. Pada
akhirnya Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT membatalkan izin reklamasi
pantai Pulau G di Teluk Jakarta. Dilihat dari perkembangan hukum,dalam penelitian
dengan masalah peraturan dan perizinan reklamasi yang diberikan yang melandasi
seluruh masalah yang dapat timbul kedepannya, termasuk perlindungan terhadap
lingkungan hidup dan pertanggungjawaban hukum atas lingkungan hidup yang
melakukan reklamasi.Serta pertimbangan hakim dalam membatalkan izin reklamasi
pantai. Dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan
Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara (Studi Putusan Nomor:
193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan
pokok dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturanperizininan reklamasi pantai Jakarta Utara?
2. Bagiamana perlindungan hukum dampak negatif reklamasi pantai terhadap
masyarakat ?
3. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap pembatalan reklamasi pantai pulau G
putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian dalam tesis ini
yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Reklamasi Pantai Pulau G
Jakarta Utara (Studi Putusan Nomor: 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaturan perizininan reklamasi pantai berdasarkan
ketentuan di Indonesia.
2. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap dampak reklamasi pantai
3. Untuk menganalisispertimbangan hakim terhadap pembatalan reklamasi pantai
pulau G putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT .
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini dan
tujuan yang hendak dicapai, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini dapat memberikan kontribusi serta pemahaman
bagi ilmu dan pandangan baru mengenai Kedudukan Reklamasi dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009.
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis, Penelitian diharapkan dapat memberikan jawaban atas
permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait
dan pembentuk Undang-Undang untuk dapat menjadi masukan bagi pihak-
pihak terkait dan pembentuk Undang-Undang untuk dapat memberi
perlindungan hukum bagi lingkungan serta untuk pelaksanaan reklamasi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan data yang ada penelurusan dan pemeriksaan serta hasil-hasil judul
yang ada apada perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penelitian tesis mengenai
“Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta
Utara (Studi Putusan Nomor: 193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”belum pernah
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dalam permasalahan dan objek penelitian yang sama. Namun dalam
penelitian sebelumnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara diketahui ada beberapa peneliti yang mengangkat topik
yang fokus utamanya mengenai “Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan
Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara (Studi Putusan Nomor:
193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”. Berdasarkan hasil penulusuran tersebut, objek
kajian dalam penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang belum tersentuh
secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini
merupakan suatu yang yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang
jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah merupakan implikasi
etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga hasil penelitian ini diharapkan
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori menempati kedudukan yang penting sebagai saran untuk merangkum
serta memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar
dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara
bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan
mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya.20
20 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2000), hlm. 253.
Universitas Sumatera Utara
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep.21Kerangka teori atau landasan teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, teori, tesis mengenai suatu kasus atau
permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan,
pegangan teoriti, yang mungkin disetujui atau tidak disetujuinya, yang dijadikan
masukan eksternal dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.22
Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam
penelitian hukum, dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
bahkan menurut meraka kedua perangkat tersebut merupakan unsur yang sangat
penting.
23
1) Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak diboleh dilakukan.
Teori yang digunakan sebagi pisau analisis dalam menguraikan rumusan
permsalahan yang ada dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum, Teori
Keadilan danPerlindungan Hukum.
a). Teori Kepastian Hukum
Teori Kepastian hukum bagi pihak yang bersengketa. Teori Kepastian
hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu:
21 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta,1996), hlm. 19. 22 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung: CV. Mandar Madju, 1994), hlm. 80. 23 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penilitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: Raja Grafindo Persada,, 2003 ), hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
terhadap Individu. Kepastian Hukum bukan hanya berupa pasal-pasal
dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan
hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hukum lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.24
Dalam bukunya Inleiding Tot DE Studie Van Het Nederlandse Recht,
Apeldoorn mengatakan bahwa:
“Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai
dan adil. Untuk menciptakan kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat
yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang
bertentangan satu sama yang lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat
mungkin) apa yang menjadi haknya.”25
24Peter Mahmud Marzuki, Pengatar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008), hlm. 158.
25 Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 57.
Kepastian hukum merupakan suatu hal yang hanya bisa dipandang
secara normatif bukan sosiologis. Kepastian hukum normatif adalah ketika
suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara
jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan
(multitafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dan tidak
bertentangan dengan norma lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Hans Kelsen melalui teori hukum murninya juga menekankan kepastian
hukum. Kepastian ini penting karena hukum menjadi satu-satunya alat untuk
menilai dan mengontrol secara tegas perilaku setiap anggota masyarakat.
Tanpa ketegasan hak dan kepentingan warga negara dipertaruhkan.26
Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya hukum
dalam Undang-Undang itu tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan,
Undang-Undang itu dibuat berdasarkan kenyataan hukum (rechtswerkelijheid)
dan bahwa dalam Undang-Undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang
dapat ditafsirkan berlain-lain.
27
Menurut Satjipto Rahardjo, Kepastian hukum adalah “Sicherkeit Des Rechts
Selbst” (kepastian mengenai hukum itu sendiri). Ada 4 (empat) hal yang erat
kaitannya dengan makna kepastian hukum.
Kepastian hukum dapat diwujudkan dengan cara melaksanakan hukum yang
berlaku pada prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau
disimpangkan oleh objeknya. Seperti dalam istilahnya fiat justitia et pereat
mundus yang diterjemahkan secara bebas menjadi “Meskipun dunia runtuh
hukum harus ditegakkan” yang menjadi dasar dari asas kepastian yang dianut
oleh paham positivisme.
28
26 Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum-Membangun Hukum, Membela Keadilan (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 90.
27 M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum (Medan: Rangkaian Sari Kuliah Semester II, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU, 2007), hlm. 43.
28 Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban (Jakarta: UKI Press, 2006), hlm.102.
Universitas Sumatera Utara
1) Hukum itu positif, dengan maksud bahwa hukum adalah perundang-
undangan(Geselzliches Rect).
2) Hukum itu didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan pada suatu rumusan
tentang penilaian yang nantinya akan diterapkan oleh hakim, seperti
“kemauan baik” dan “Kesopanan”.
3) Fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga nantinya
menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping itu juga bertujuan
agar mudah dijalankan.
4) Bahwa hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah atau diganti.
Teori Kepastian Hukum tersebut berkaitan pelaksanaan Undang-
Undang nomor 32 Tahun 2009..
b). Teori Keadilan
Problema bagi para pencari keadilan yang paling sering menjadi
diskursus adalah persoalan keadilan dalam kaitannya dengan hukum. Hal ini
dikarenakan hukum atau suatu bentuk peraturan perundangan yang diterapkan
dan diterimanya dengan pandangan yang berbeda, pandangan yang
menganggap hukum itu telah adil dan pandangan lainnya yang menganggap
hukum itu tidak adil. Problema demikian sering ditemukan dalam kasus
konkrit, seperti dalam suatu perkara, seorang tidak adil terhadap putusan
majelis hakim dan sebaliknya majelis hakim merasa dengan keyakinanya
putusan itu telah adil karena putusan itu telah didasarkan pada pertimbangan-
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-
undangan.29
Kata justice memiliki kesamaan dengan kata equity yaitu keadilan, yang
dapat diartikan Keadilan (justice) tidak memihak (impartial), memberikan
setiap orang haknya (his due), Segala sesuatu layak (fair), atau adil
(equitable)
Pengertian adil menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu sikap yang
berpihak pada yang benar, tidak memihak salah satunya atau tidak berat
sebelah. Keadilan adalah suatu tuntutan sikap dan sifat yang seimbang antara
hak dan kewajiban. Salah satu asas dalam hukum yang mencerminkan keadilan
yaitu asas equality before the law yaitu asas yang menyatakan bahwa semua
orang sama kedudukannya dalam hukum.
30
John Rawls (1921-2002) adalah seorang pemikir yang memiliki
pengaruh sangat besar di bidang filsafat politik dan filsafat moral. Melalui
gagasan-gagasan yang dituangkan di dalam A Theory of Justice (1971), Rawls
mengemukakan bahwa kesukarelaan segenap anggota masyarakat untuk
menerima dan mematuhi ketentuan-ketentuan sosial yang ada hanya
dimungkinkan jika masyarakatnya tertata baik di mana keadilan sebagai
.
29Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta, Sinar Grafika, 1996), hlm. 251.
30 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 91
Universitas Sumatera Utara
fariness menjadi dasar bagi prinsip-prinsip pengaturan institusi-institusi yang
ada di dalamnya31
1. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar
yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang;
. Rawls merumuskan dua prinsip keadilan sebagai berikut:
2. Ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa
sehingga (a) diharapkan memberi keuntungan bagi bagi orang-oang
yang paling tidak beruntung, dan (b) semua posisi dan jabatan
terbuka bagi semua orang32
Menurut filusuf Yunani yaitu, Aristoteles menyatakan bahwa ukutan dari
keadilan bahwa :
.
a. Seseorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga
keadilan berarti sesuai hukuman atau “lawfull”, yaitu hukum
tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti.
b. Seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga
keadilan berarti persamaan hak “equal”. Dalam hal ini equality
merupakan proporsi yang benar, titik tengah, atau jarak yang sama
antara “terlalu banyak” dengan “terlalu sedikit”.33
Teori Keadilan tersebut digunakan untuk menganalisis keadilan dalam
putusan hakim.
31 John Rawls, A Theory of Justice (London: Oxford University Press, 1971), hlm. 4-5 32 Ibid, hlm. 60 33 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 93.
Universitas Sumatera Utara
c). Teori Perlindungan
Teori perlindungan hukum dikemukakan oleh Philipus M.Hadjon.34
“Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki subyek hukum negara dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya”.
Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa:
35
Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum dibedakan menjadi dua
macam perlindungan:
36
a. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya permasalahan sengketa.
b. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan atau sengketa yang timbul.
Teori perlindungan hukum digunakan untuk mengkaji perlindungan hukum
terhadap lingkungan karena merupakan salah satu sumber keberlangsungan
kehidupan manusia pada UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1, menyebutkan
bahwa,”“Setiap orang berhak hidup sejahterah lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan”. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan
34 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina ilmu, Surabaya, 1987, Hal 205.
35Ibid. 36Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sehat, juga ditegaskan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ( UUPPLH) maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa lingkungan sehat juga merupakan hak asasi manusia.
2. Landasan Konsepsi
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah
sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada
dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.37
1. Hukum adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu
peristiwa.
Adapun Uraian pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
38
2. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan
sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
39
3. Lingkungan hidup adalah kesatauan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
40
4. Reklamasi Pantai adalah Reklamasi yang dilaksanakan di wilayah pesisir.
37 Samayadi Suryabrata, Metodelogi Penelitan (Jakarta: Raja Grafndo Persada, 1998), hlm. 38. 38 Risa Agustin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Serba Jaya, 2012), hlm. 485. 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (23). 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum dalam penelitan “Analisis Yuridis Terhadap
Pelaksanaan Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara (Studi Putusan Nomor:
193/G/LH/2015/PTUN-JKT)”adalah penelitian hukum normatif. Dan Penelitian
hukum yang dimaksud adalah termasuk penelitian dengan cara pendekatan kualitatif
atau bisa disebut dengan penelitian kualitatif. Dapat disimpulkan bahwa Metode
Penelitian adalah metode penilitian hukum normatif.
Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu. Sementara itu
metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
metode tersebut.Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara
sistematis, metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut
dilakukan analisis dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.41
Penelitian hukum normatif adalah penelitian suatu proses untuk menemukan
suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk
menjawa permasalahan hukum yang dihadapi. Penelitian hukum normatif dilakukan
untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi.42
41 Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Penebit Rajawali Pres, 2013), hlm. 1. 42 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 35.
Universitas Sumatera Utara
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian
tesis yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah penelitian yuridis
normatif. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan ini
bersumber pada materi peraturan perUndang-Undangan, teori-teori, serta konsep
yang berhubungan dengan aspek hukum lingkungan. Beranjak dari jenis penelitian
tersebut, diharapkan dapat memperoleh suatu prinsip yang jelas dengan
memberikan perlindungan terhadap lingkungan dan pertanggung jawaban kepada
lingkungan dan masyarakat.
Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analistis. Bersifat deskriptif
maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan
sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Penelitian ini terdapat putusan yang
mengkaji secara normatif putusan tersebut.
2. Sumber Data Penelitian
Adapun sumber data yang biasa digunakan dalam penelitian hukum normatif
yang bersumber pada data sekunder diperoleh dari :
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini.43
43 Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia Indonesia,1990), hlm. 53.
Bahan
hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang
Universitas Sumatera Utara
berkepentingan, yaitu berupa Undang-Undang Dasar 1945, UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 27
Tahun 2007 juncto UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
193/G/LH/2015/PTUN-JKT serta peraturan lainnya yang ada kaitannya dengan
materi yang akan dibahas dalam penelitian ini.
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
badan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer. yaitu buku-buku, hasil-hasil penelitian bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan
Undang-Undang, pendapat pakar hukum, doktrin atau teori-teori yang
diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, jurnal-jurnal hukum, artikel
ilmiah maupun website yang terkait dengan penelitian.44
c. Bahan Hukum Tersier merupakan bahan hukum yang memberi petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
45
Bahan yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini,
yaitu kamus umum, kamus hukum, majalah, internet, serta bahan-bahan di
luar bidang hukum yang berkaitan dengan tesis ini guna melengkapi data.
44 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2014), hlm. 182-183. 45 Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a). Teknik Pengumpulan Data
Untuk menperoleh bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
digunakan teknik pengumpulan bahan hukum tersebut dengan penelitian
kepustakaan (library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-
teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian ini.
b). Alat Pengumpulan Data
Alat Pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan dengan mengadakan studi
dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelian ini.
4. Analisis Data
Analisis data sangat dibutuhkan dalam suatu penelitian, Analisis data berfungsi
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong,46
46 Lexy J. Moleong, Op. Cit. , hlm. 248.
Analis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
Universitas Sumatera Utara
menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapa diceritakan kepada orang lain.
Sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika
berpikir secara deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum
seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-
proposisi untuk selanjutnya ditarik kesimpulan tehadap fakta-fakta yang bersifat
khusus. Logika deduktif atau sering kali disebut sebagai cara berpikir analitik
yang mempunyai pengertian cara berpikir yang bertolak dari pengertian bahwa
sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan peristiwa atau kelompok/jenis, berlaku
juga bagi tiap-tiap unsur di dalam peristiwa kelompok/jenis tersebut.47
47 Fajar Dan Achmad, Op. Cit. , hlm. 109.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
ANALISIS PENGATURAN PERIZINAN REKLAMASI PANTAIJAKARTA
UTARA
A. Pengaturan Reklamasi dalam Pengelolaan wilayah Pesisir
1. Pengaturan Pengelolaan wilayah Pesisirberdasarkan Undang-Undang
nomor 27 tahun 2007 tentang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil
Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia diatur berdasarkan Undang-
Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-
Pulau Kecil dan beberapa perubahan diatur Undang-Undang nomor 1 tahun
2014. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 bahwa
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu
pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara
ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 bahwa Wilayah
Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.Pantai adalah batasan darat dan
dengan perairan laut atau pesisir.48
Reklamasi yang diatur oleh Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir
adalah reklamasi yang berada di wilayah pesisir yaitu reklamasi pantai.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 bahwa Reklamasi
Pantai salah faktor yang berpengaruh pada sumber daya di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Bunyi Pasal sebagai berikut “Dua faktor yang
mempengaruhi keberlanjutan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil ialah: a. interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya dan jasa-
jasa lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti
pembangunan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perikanan destruktif,
reklamasi pantai, pemanfaatan mangrove dan pariwisata bahari;dan b. proses-
proses alamiah seperti abrasi, sedimentasi, ombak, gelombang laut, arus, angin,
salinitas, pasang surut, gempa tektonik, dan tsunami.”
Undang-Undang Pengelolaan wilayah pesisir mengatur reklamasi dalam
pengelolaan wilayah pesisir. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
tahun 2014 bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang
dalam rangka meningkatkan manfaatsumber daya lahan ditinjau dari sudut
lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan
atau drainase.sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial
ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
48 Agustin Risa, Kamus Bahasa Indonesia (Surabaya: Serba Jaya, 2012), hlm. 468.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 terdapat
beberapa ketentuan pelaksanaan reklamasi, yaitu :
a. Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka
meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil ditinjau dari aspekteknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.
b. Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menjaga dan memperhatikan:
1) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;
2) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta
3) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.
c. Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden.
Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 bahwa
dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang
secara langsung atau tidak langsung terdapat beberapa larangan yang tidak
diperbolehkan termasuk dalam pelaksanaan reklamasi, yaitu :
a. menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan Ekosistem
terumbu karang;
b. mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi;
c. menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang
merusak Ekosistem terumbu karang;
Universitas Sumatera Utara
d. menggunakan peralatan, cara, dan metode lain yang merusak Ekosistem
terumbu karang;
e. menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang
tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
f. melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya
yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
g. menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri,
pemukiman, dan/atau kegiatan lain;
h. menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun;
i. melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis,
ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan
dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat
sekitarnya;
j. melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara
teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan
lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan
Masyarakat sekitarnya;
k. melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis
dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan
lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan
Masyarakat sekitarnya; serta
Universitas Sumatera Utara
l. melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan
dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya.
2. Pengaturan Pedoman PerencanaanReklamasi Pantai dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum nomor 40/prt/m/2007 Tentang Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Reklamasi Pantai
Pelaksanaan Reklamasi Pantai bahwa terdapat ketentuan mengenai
pedoman perencanaan tata ruang reklamasi pantai berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum nomor 40/prt/m/2007. Peraturan Menteri nomor
40/prt/m 2007 merupakan peraturan pedoman pelaksanaan reklamasi pantai
berdasarkan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007.Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum tentang pedoman perencanaan tata ruang reklamasi pantai
mencakup ketentuan umum dan ketentuan teknis perencanaan tata ruang
kawasan reklamasi pantai. Pedoman ini hanya berlaku untuk kawasan
reklamasi secara umum, sedangkan kawasan reklamasi yang bersifat khusus
seperti kawasan reklamasi yang rawan bencana tsunami akan diberlakukan
ketentuan khusus yang tidak ditampung dalam pedoman.49
49 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 40/prt/m/2007, hlm. xi
Kawasan reklamasi
pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah pesisir pantai melalui
rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru. Kawasan reklamasi pantai
termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi pantai, dimana
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi, dan fisik
sangat dipengaruhi oleh badan air laut.50
a. Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan
reklamasi wajib membuat perencanaan reklamasi.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2012 tentang
reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bahwa :
b. Perencanaan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan:
1) penentuan lokasi;
2) penyusunan rencana induk;
3) studi kelayakan; dan
4) penyusunan rancangan detail.
Berdasarkan Pasal 3 bahwa dalam pelaksanaan reklamasi haruswajib
melaksanakan perencanaan reklamasi terlebih dahulu. Salah satu perencaan
reklamasi adalah penentuan lokasi. Selanjutnya Pasal 4 bahwa Penentuan
lokasi sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota.
Peraturan menteri pekerjaan umum tentang pedomanpelaksanaan reklamasi
pantai mencakup ketentuan umum dan ketentuan teknis perencanaan tata ruang
50Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kawasan reklamasi pantai. Ketentuan umum meliputi persyaratan;tipologi;
aspek sosial, budaya dan ekonomi kawasan; aspek pergerakan,aksesibilitas,
dan transportasi; serta aspek kemudahan publik dan ruang publik.Ketentuan
teknis meliputi struktur ruang kawasan, pola ruang kawasan,pengelolaan
lingkungan, prasarana dan sarana, fasilitas umum dan sosial, sertakriteria
struktur ruang, pola ruang, dan amplop ruang. Pedoman diperuntukkanbagi
perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai di perkotaan,
khususnyakawasan yang sudah direklamasi.Pedoman dimaksudkan untuk
memberikan acuan bagi Pemerintah Daerahdalam perencanaan tata ruang pada
kawasan yang sudah dilakukan reklamasi.51
a. Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di
sisi daratan;
Tujuannya adalah untuk
mewujudkan rencana tata ruang di kawasan reklamasipantai agar sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang
pedoman reklamasi pantai bahwa Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai
tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
berikut:
b. Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat
danmembutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk
mengakomodasikankebutuhan yang ada;
51Ibid. hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
c. Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari
kawasanindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
d. Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan
bataswilayah dengan daerah/negara lain.
kawasan reklamasi pantai yang sudah memenuhi ketentuan,terutama
yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam
secara signifikan perlu disusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan.
Reklamasi pantai skala besar adalah reklamasi +500 Ha.52Penyusunan RDTR
kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila sudah memenuhi
persyaratan administratif berikut:53
a. Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang
mendeliniasikawasan reklamasi pantai;
b. Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik
yangakan direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
c. Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan
reklamasipantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);
d. Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.
Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana
strukturruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai
52Ibid. hlm. 9 53Ibid. hlm. 8
Universitas Sumatera Utara
antara lainmeliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase,
jaringan listrik,jaringan telepon. Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara
umum meliputikawasan lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung
yang dimaksuddalam pedoman ini adalah ruang terbuka hijau. Kawasan budi
daya meliputikawasan peruntukan permukiman, kawasan perdagangan dan
jasa, kawasanperuntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan
pendidikan,kawasan pelabuhan laut/penyeberangan, kawasan bandar udara,
dan kawasancampuran.54
a. Tipologi Reklamasi Pantai Berdasarkan Fungsi
Kawasan reklamasi berdasarkan Peraturan menteri pekerjaan umum
tentang pedoman pelaksanaan reklamasi pantai bahwa terdapat beberapa
tipologi, sebagai berikut:
Kawasan reklamasi pantai berdasarkan fungsi dikelompokkan atas:
1) Kawasan peruntukan permukiman; Kawasan perdagangan dan jasa;
2) Kawasan peruntukan industri;
3) Kawasan peruntukan pariwisata;
4) Kawasan pendidikan;
5) Kawasan pelabuhan laut / penyeberanganKawasan bandar udara;
6) Kawasan mixed-use (campuran);
7) Kawasan ruang terbuka hijau.
54Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Tipologi Kawasan Reklamasi Pantai Berdasarkan Luas Kawasan reklamasi
pantai berdasarkan luas dikelompokkan menjadi:
1) Reklamasi besar Kawasan reklamasi dengan luasan > 500 Ha.
2) Reklamasi kecil Kawasan reklamasi dengan luasan < 500 Ha.
c. Tipologi Kawasan Reklamasi Berdasarkan Bentuk Fisik
1) Menyambung dengan daratan
Kawasan reklamasi ini berupa kawasan daratan lama yang berhubungan
langsung dengan daratan baru. Penerapan tipologi ini sebaiknya tidak
dilakukan pada kawasan dengan karakteristik khusus seperti:
a) Kawasan permukiman nelayan;
b) Kawasan hutan bakau; Kawasan hutan pantai;
c) Kawasan perikanan tangkap;
d) Kawasan terumbu karang, padang lamun,
e) biota laut yang dilindungi;
f) Kawasan larangan (rawan bencana);
g) Kawasan taman laut.
2) Terpisah dari daratan
Kawasan reklamasi ini sebaiknya diterapkan pada kawasan-kawasan
yang memiliki karakteristik khusus seperti yang telah disebutkan di
atas. Tipologi ini memisahkan daratan lama yang berupa kawasan yang
memiliki karakteristik khusus dengan kawasan daratan baru dengan
tujuan:
Universitas Sumatera Utara
a) Menjaga keseimbangan tata air yang ada;
b) Menjaga kelestarian kawasan lindung (hutan bakau, pantai, hutan
pantai);
c) Mencegah terjadinya dampak/konflik sosial;
d) Menjaga dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial (biota laut,
perikanan, minyak);
e) Menghindari kawasan rawan bencana.
3) Gabungan 2 bentuk fisik (terpisah dan menyambung dengan daratan)
Tipologi reklamasi yang merupakan gabungan dua tipologi reklamasi
yaitu gabungan dari tipologi menyambung dengan daratan dan terpisah
dari daratan.
Berdasarkan Peraturan menteri pekerjaan umum tentang pedoman
pelaksanaan reklamasi pantai bahwa terdapat beberapa aspek yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan reklamasi pantai, yaitu :
a. Aspek sosial, budaya, dan ekonomi kawasan
Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus memperhatikan aspek sosial,
ekonomi, dan budaya di kawasan reklamasi, sebagai berikut:
1) Reklamasi pantai memberi dampak peralihan pada pola kegiatan sosial,
budaya dan ekonomi maupun habitat ruang perairan masyarakat
sebelum direklamasi. Perubahan terjadi harus menyesuaikan:
a) Peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan;
Universitas Sumatera Utara
b) Selanjutnya, perubahan di atas berimplikasi pada perubahan
ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk keragaman/
diversifikasi usaha baru yang ditawarkan.
2) Aspek sosial, budaya, wisata, dan ekonomi yang diakumulasi dalam
jaringan sosial, budaya, pariwisata, dan ekonomi kawasan reklamasi
pantai memanfaatkan ruang perairan/pantai.
b. Aspek pergerakan, aksesibilitas dan transportasi
Perencanaan pergerakan, aksesibilitas dan transportasi kawasan reklamasi
pantai harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Pola pergerakan kendaraan di ruas-ruas jalan harus terintegrasi terhadap
kerangka utama/coastal road yang melintasi pantai/perairan agar publik
dapat menikmati panorama dan kenyamanan pantai;
2) Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus menyediakan kanal-kanal
dan atau ruang perairan lain untuk aksesibilitas dan integrasi antara
pusat kawasan dan sub-sub wilayah kota;
3) Harus mudah diakses dan terintegrasi dengan sistem kota dari prasarana
dan sarana di perairan, darat dan udara;
4) Pola pergerakan dan transportasi darat dan perairan harus memiliki
variasi integrasi dan variasi transportasi berdasarkan konsep “ride and
park system” di beberapa tematik kawasan;
5) Perencanaan manajemen sistem transportasi dan kelengkapan sarana
penunjang transportasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Aspek kemudahan publik dan ruang publik
Untuk menjamin terwujudnya kemudahan publik di kawasan reklamasi
pantai, perencanaan tata ruang kawasan ini harus memperhatikan:
1) Tata letak bangunan yang figuratif dan garis ketinggian bangunan yang
berhirarki untuk menjaga kemudahan publik dalam menikmati
panorama uang pantai;
2) Keberadaan ruang publik yang dapat diakses, dimanfaatkan, dan
dinikmati secara mudah dan bebas oleh publik tanpa batasan ruang,
waktu, dan biaya;
3) Potensi elemen-elemen pantai untuk direpresentasikan kembali melalui
kreativitas proses penggalian, perancangan, dan pengemasan potensi
alam/ laut/pantai/perairan yang signifikan agar tercipta kemudahan dan
kenyamanan publik;
4) Potensi alam/pantai yang perlu dikembangkan sekaligus dikonservasi,
misalnya pasir, hutan, flora dan fauna air, bakau, tebing/bibir pantai,
kontur, peneduh, langit, dan pemandangan/panorama;
5) Perwujudan kenyamanan pada elemen pantai dalam bentuk antara lain:
a) keheningan suasana;
b) keindahan panorama pantai;
c) kealamiahan desa;
d) kejernihan riak dan gelombang air pantai;
e) kehijauan bukit & lembah;
Universitas Sumatera Utara
f) kerimbunan hutan pantai;
g) kebersihan pasir;
h) kebiruan langit;
i) keteduhan di sekitar pantai.55
Berdasarkan Peraturan menteri pekerjaan umum tentang pedoman
pelaksanaan reklamasi pantai bahwa terdapat ketentuan teknis Perencanaan tata
ruang kawasan reklamasi pantai meliputi penetapan struktur ruang kawasan,
pola ruang kawasan, pengelolaan lingkungan, prasarana dan sarana, serta
fasilitas umum dan sosial.
56
1) Keseimbangan antara rencana pemanfaatan lahan untuk fungsi budi daya
dan lahan untuk fungsi lindung dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan;
Pola ruang kawasan reklamasi pantai disusun
dengan memperhatikan:
2) Keseimbangan komposisi lahan pemanfaatan ruang antara ruang di daratan
dengan perairan/tata biru/pantai;
3) Peruntukan kawasan reklamasi pantai harus dimanfaatkan secara efektif,
4) menghargai signifikasi ruang perairan, ada kesinergisan pola ruang
kawasan budi daya dengan lingkungan alami di sekitarnya;
5) Pola ruang di sepanjang garis pantai yang merupakan wilayah Garis
55Ibid. hlm. 11-12 56Ibid. hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
6) Sempadan Pantai (GSP) harus diarahkan menjadi ruang publik (jalan tepian
pantai atau ruang terbuka) yang dapat diakses dan dinikmati publik;
7) Pola ruang kawasan diarahkan untuk mengakumulasi beberapa fungsi
8) kawasan yang menghargai, menyatu dan memanfaatkan potensi pantai.57
Berdasarkan Peraturan menteri pekerjaan umum tentang pedoman pelaksanaan
reklamasi pantai bahwa pengelolaan lingkungan dalam perencanaan tata ruang
kawasan reklamasi harus mempertimbangkan aspek lingkungan terutama
dalam hal penggunaan energi, sumber daya alam, pembukaan lahan,
penanganan limbah. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak terhadap
lingkungan. Secara umum jenis kawasan lindung yang dapat dikembangkan
pada kawasan reklamasi pantai adalah ruang terbuka hijau.
58
a. Kawasan peruntukan permukiman;
Sedangkan
kawasan budi daya yang dapat dikembangkan pada kawasan reklamasi pantai
meliputi:
b. Kawasan perdagangan dan jasa;
c. Kawasan peruntukan industri;
d. Kawasan peruntukan pariwisata;
e. Kawasan pendidikan;
f. Kawasan pelabuhan laut/penyeberangan;
g. Kawasan bandar udara;
57Ibid. hlm. 14 58Ibid. hlm. 16
Universitas Sumatera Utara
h. Kawasan campuran.59
B. Pengaturan Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan lingkungan HidupTerhadap Pencegahan Dampak Negatif
Reklamasi Terhadap Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan hidup dapat terjadi dalam bentuk pencemaran air
(sungai dan danau), pencemaran laut, pencemaran udara dan kebisingan.60
Pembangunan reklamasi pantai yang berada diwilayah pesisir dapat berakibat
pencemaran terhadap air laut. Bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian
lingkungan dari waktu ke waktu ialah pencemaran dan perusakan lingkungan.61
a. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya (Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ekosistem dari suatu lingkungan dapat terganggu kelestariannya oleh karena
penceraman dan perusakan lingkungan. Orang sering mencampuradukkan antara
pengertia pencermaran dan perusakan lingkungan, padahal antara keduanya
memiliki makna yang berbeda, yaitu:
59Ibid. 60 Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Rajawali, 2011), Hlm. 125. 61 Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem kebijaksanaan Pembangunan
Lingkungan Hidup (Bandung: Refika Aditama, 2008), Hlm. 35
Universitas Sumatera Utara
b. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langung atau tidak langsung terhdap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan (Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang nomor 23
tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.62
Perbedaan tersebut tidak menjadi prinsipal karena setiap orang yang melakukan
perusakan lingkungan otomatis juga melakukan penceraman dan sebaliknya.
Perbedaannya terletak pada intensitas perbuatan yang dilakukan terhadap
lingkungan dan kadar akibat yang diderita oleh lingkungan akibat yang diderita
oleh lingkungan akibat perbuatan tersebut.
63
Menurut RTM. Sutamihardja bahwa pencemaran adalah penambahan bermacam-
macam bahan sebagai hasil dari akitivitas manusia ke lingkungan dan biasanya
memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan itu.
Contoh pencemaran lingkungan
seperti pengotoran sehingga berakibat kotor namun dapat dibersihkan dan
perusakan lingkungan contohnya seperti perusakan berakibat tidak bisa diperbaiki
lagi.
64Stephanus
Munadjat Danusaputro merumuskan pencemaran lingkungan, sebagai berikut:65
62Ibid. 63Ibid. 64 RTM.Sutamihardja, Kualitas dan Pencemaran Lingkungan (Bogor: IPB, 1978), hlm. 1. 65 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan dalam Penceramaran Lingkungan Melandasi
Sistem Hukum Pencemaran (Bandung: Rineka Cipta), hlm. 77.
“Pencemaran adalah suatu kedaan, dalam mana suatu zat dan atau energi
diintroduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses
Universitas Sumatera Utara
alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya
perubahan dalam keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak
berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamtan
hayati.”
Pencemaran lingkungan menimbulkan kerugian dan kerugian itu dapat dalam
bentuk:
a. Kerugian ekonomi dan sosial (economic and social injury).
b. Gangguan sanitair (sanitary hazard)66
Sementara Menurut golongannya pencemaran itu dapat dibagi atas:
a. Kronis; dimana kerusakan terjadi secara progresif tetapi lambat.
b. Kejutan atau akut; kerusakan mendadak dan berat, biasanya timbul dari
kecelakakaan.
c. Berbahaya; dengan kerugian biologis berat dan dalam hal ada
radioaktivitas terjadi kerusakan genetis.
d. Katastrofis; kematian organisme hidup banyak dan mungking organisme
hidup itu menjadi punah.67
Reklamasi Pantai dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air. Air sebagi
sumber daya alam mempunyai arti dan fungsi sangat vital bagi umat manusia
bahwa tiada kehidupan tanpa air.
68
66 RTM.Sutamihardja, Op. Cit., hlm 3. 67 Abdurahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1990), hlm. 99. 68 Moh. Soerjaani, Dkk, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam
Pembangunan (Jakarta: UI Press, 1987), hlm. 60
Berdasarkan siklus air, air dibutuhkan oleh
Universitas Sumatera Utara
manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhanm berada di permukaan
dan didalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk
awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air
bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya siklus air.69
a. Jepang
Pencemaran air yang berdampak besar pernah terjadi di beberapa negara,
sebagai berikut:
Jepang dimana pencemaran air di teluk minamata sehingga air
mengandung merkuri (air raksa), suatu logam berat, secara biologis
berkumpul dalam tubuh-tubuh organisme, tinggal menetap untuk waktu
yang lama dan berfungsi sebagai racun-racun kumulatif. Ikan-ikan yang
telah tercemar dimakan setelah ditangkap di teluk minamata, dimana 111
peracunan merkuri 44 berakibat kematian. Selain itu di kota nigata terjadi
26 keracunan dan 5 diantaranya meninggal dunia.70
b. Malaysia
Malaysia dimana pencemaran air di sungai muda, penangkapan ikan
menggunakan pestisida yang besar telah mengancurkan persediaan ikan
penurunan dramatis dari penangkapan ikan di sungai muda. Mengakibatkan
69 Soenarjo Sastrodinoto, Biologi Umum I (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 12. 70 M.T. Zein, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Gramedia, ), hlm. 194.
Universitas Sumatera Utara
penderitaan ekonomi yang amat sangat dan kekurangan gizi di kalangan
petani bayaran yang lebih miskin.71
c. Swiss
Swiss dimana pencemaran air di sungai Rijn, akibat limbah industri dari
negera swiss, telah mencemarkan air sungai rijn, dari negara swiss
menembusi negara belgia, belanda, dan perancis, karena sungai rijn
mengalir melalui dan ke negara-negara tersebut kemudian bermuara di laut
utara (North Sea). Pencemaran tersebut telah mengakibatkan ikan-ikan di
sungai mati dan mencemari air sungai yang justru dibutuhkan manusia.72
Pencemaran mengakibatkan kualitas lingkungan menurun, akan menjadi fatal
apabila lingkungan tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana fungsi sebenarnya.
Bahwa setiap kegiatan termasuk reklamasi pantai pada dasarnya menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup, maka perlu dengan perkiraan pada
perencanaan awal, sehingga dengan cara demikian dapat dipersiapkan langkah
pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan mengupayakan
dalam pengembangan dampak positif dari kegiatan tersebut.
73
Sehubungan dengan
hal tersebut, diperlukan penerapan beberapa instumen hukum lingkungan dalam
pelaksanaan Reklamasi Pantai sebagai berikut:
71 David Weir dan Marc Scarpio, Lingkaran Racun Pestisida (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 63.
72 John Salindeho, Undang-Undang Gangguan dan Masalah Lingkungan (Jakarta: Sinar Grafika, 1989), hlm. 165.
73 Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
1. Baku Mutu Lingkungan
Baku Mutu Lingkungan adalah ukuran batasatau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu
sebagai unsur lingkungan hidup (Pasal 1 Undang-Undang nomor 32 tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Baku Mutu Lingkungan (Enviromental Quality Standard), atau biasa
disingkat dengan BML, berfungsi sebagai tolak ukur untuk mengetahui apakah
telah terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan. Gangguan terhadap tata
lingkungan dan ekologi, diukur menurut besar kecilnya penyimpangan dari
batas-batas yang yang ditetapkan sesuai dengan kemampuan atau daya
tenggang ekosistem lingkungan.74 Kemampuan lingkungan sering diistilahkan
beragam, seperti: daya tenggang, daya dukung, daya toleransi, dan lain-lain.
Dalam istilah asing disebut dengan (CarryingCapacity).75
74 Muhammad Erwin, Op. Cit., hlm. 61. 75Ibid.
Batas-batas daya
dukung, daya tenggang, daya toleransi atau kemampuan lingkungan disebut
dengan nilai ambang batas, disingkat dengan NAB. Nilai ambang batas ialah
batas tertinggi (maksimum) dan terendah (minimum) dari kandungan zat-zat,
makhluk hidup atau komponen-komponen lain yang diperbolehkan dalam
setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi
mempengaruhi mutu tata lingkungna hidup atau ekologi. Berdasarkan hal
Universitas Sumatera Utara
tersebut bahwa suatu ekosistem telah disebut tercermar, apabila ternyata
kondisi lingkungan yang itu melebihi Nilai Ambang Batas yang ditentukan
Baku Mutu Lingkungan.76
Negara-negara berkembang masih mengutamakan ekonomi dibandingkan
kualitas ambangnya. Tidak seperti negara maju lebih mementingkan kualitas
ambangnya dari pada segi ekonomis. Baku mutu lingkungan negara
berkembang dapat disebut baku mutu ambien survival atau rendah. Negara
berkembang yang penting ialah keadaan kualitas lingkungannya tidak
membahayakan kesehatan masyarakat dan proyek-proyek masih dapat berjalan
dan menguntungkan.
77
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Pengelolaan lingkungan hidup bahwa Setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan berkewajiban:
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan
hidup dengan persyaratan:
76 NHT. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 288.
77 Harun M. Husein, Berbagai Aspek Hukum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 187.
Universitas Sumatera Utara
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Berdasarkan Pasal 20 ayat (5) bahwa ketentuan baku mutu lingkungan
selanjutnya diatur dengan peraturan pemerintah.Berdasarkan Pasal 4 Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 1999 tentang pengendalian dan/perusakan laut,
baku mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut ditetapkan oleh menteri
dengan mempertimbangkan masukan dari menteri lainnya dan pimpinan
lembaga non-departemen terkait lain. Sedangkan status mutu laut ditetapkan
berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian data mutu air laut, kondisi tingkat
kerusakan laut yang mempengaruhi mutu laut. Dan dalam penyempurnaan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1999 tentang pengendalian
dan/perusakan laut terdapat ketentuanMenteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Pembangunan reklamasi
pantai harus sesuai dengan baku mutu air laut agar sesuai dengan peraturan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. AMDAL
Reklamasi Pantai merupakan kegiatan yang memerlukan AMDAL dalam
pelaksanannya. Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang nomor 32 tahun
2009tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bahwa setiap
rencana kegiatan yang mungkin dapat menimbulkan dampak besar dan
penting, diwajibkan untuk memiliki AMDAL.AMDAL merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
syarat mendapatkan perizinan kegiatan yang memiliki dampak penting.
Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bahwa Dampak penting
ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang nomor32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bahwa Kriteria usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi denganAMDAL
terdiri atas:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui;
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
kerusakan dan kemorosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
Universitas Sumatera Utara
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
f. Introduksi jenis tumbuhan-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik;
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati non hayati;
h. Penerapan teknologi yang diperikaran mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan;
i. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL diatur dengan peraturan Menteri. Dan
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 bahwa Reklamasi Pantai memerlukan
AMDAL.
Berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bahwa Setiap usaha dan/atau
kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Dan berdasarkan Pasal 24 untuk mendapatkan kelayakan lingkungan hidup
berdasarkan dokumen AMDAL. Dokumen AMDAL memuat, antara lain:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
Universitas Sumatera Utara
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi
jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup bahwa Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup Dokumen AMDAL dinilai
oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.Keanggotaan Komisi Penilai
Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
Universitas Sumatera Utara
c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari
suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang berpotensi
f. terkena dampak; dan
g. organisasi lingkungan hidup.
Berdasarkan Pasal 31 Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup hasil penilaian
Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan
kewenangannya. Bahwa pada dasarnya kegiatan Reklamasi Pantai memerlukan
AMDAL untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
3. Audit Lingkungan
Audit Lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara
sistematik, terdokumentasi, periodik, dan objektif tentang bagaimana suatu
kinerja organisasi, sistem manajemen dan peralatan dengan tujuan
memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian
dampak lingkungan dan pengkajian penataan kebijakan usaha atau kegiatan
terhadap peraturan perundang-undang tentang pengelolaan lingkungan.78
78 Menteri Lingkungan Hidup, Jurnal hukum Lingkungan (Jakarta: ICEL, 1995), hlm. 152.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 03 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan hidup bahwa Audit
lingkungan hidup adalah Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang
dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah..
Pelaksana audit lingkungan adalah Auditor Lingkungan. Berdasarkan
Pasal 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 03
Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan hidup bahwa Auditor lingkungan hidup
adalah seseorang yang memiliki kompetensiuntuk melaksanakan audit
lingkungan hidup. Auditor lingkungan hidup yang memiliki kompetensi sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan hidup.
Berdasarkan Pasal 22 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 03 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan hidup bahwa
selanjutnya Menteri melakukan penilaian pelaksanaan Audit Lingkungan
Hidup dengan membentuk tim evaluasi. Selanjutnya berdasarkan Pasal 35 tim
evaluasi menyampaikan penilaian laporan hasil Audit Lingkungan Hidup
kepada Menteri. Berdasarkan Pasal 36 bahwa Menteri:
a. Menerima dan mengesahkan laporan hasil Audit Lingkungan Hidup yang
berisi pernyataan taat atau tidak taat.
b. Menetapkan tindak lanjut terhadap hasil Audit Lingkungan Hidup, yaitu:
1) perbaikan kinerja pengelolaan dan pemanatuan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
2) hidup Usaha dan/atau Kegiatan;
3) perubahan izin lingkungan;
4) pertimbangan dalam penerbitan perpanjangan izin perlindungan
5) dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau
6) penegakan hukum.
Audit Lingkungan mempunyai manfaat yang sangat banyak, antara lain:
a. Mengidentifikasi resiko lingkungan;
b. Sebagai dasar pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan;
c. Menghindari kerugian finansial karena penutupan usaha atau publikasi oleh
pemerintah;
d. Mencegah terhadap sanksi hukum;
e. Meningkatkan kepedulian lingkungan para pimpinan/penanggung jawab
kegiatan dan staf;
f. Mengidentifikasikan kemungkinan penghematan biaya misalnya melalui
konservasi, daur ulang;
g. Menyediakan laporan audit lingkungan bagi perusahaan, kelompok
pemerhati lingkungn, pemerintah dan media massa; dan
h. Menyediakan informasi yang memadai bagi perusahaan asuransi, lembaga
keuangan, dan pemegang saham.79
79 Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm. 183.
Universitas Sumatera Utara
C. Perizinan Reklamasi Pantai DKI Jakarta
1. Administrasi Hukum Lingkungan
Administrasi Hukum lingkungan meliputi wewenang, prosedur, dan
kelembangaan pengelolaan, instrumen yang digunakan pemerintah dalam
pengelolaan, dan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat indonesia, termasuk
perlindungan hukum lingkungan hidup.80 Contohnya prosedur perizinan,
penentuan baku mutu lingkungan, prosedur AMDAL dan sebagainya.81
a. Menetapkan kebijakan nasional;
Wewenang administrasi diberikan oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 33 ayat
(3) dan (4) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Selanjutnya wewenang dan tugas Pemerintah administrasi lingkungan diatur
dalam Pasal 63 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup tahun 2009 , yaitu meliputi:
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai rpplh nasional; d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai klhs; e. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan ukl-upl; f. Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas
rumah kaca; g. Mengembangkan standar kerja sama; h. Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup; i. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber daya alam
hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik;
j. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak Perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon;
80 Muhammad Akib, Hukum Lingkungan (Jakarta: Rajwali Press, 2014), hlm. 92. 81 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional
(Surabaya: Airlangga, 2000), hlm. 5
Universitas Sumatera Utara
k. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai b3, limbah, serta limbah b3;
l. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan lingkungan laut;
m. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas batas negara;
n. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan Nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah;
o. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
p. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; q. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian
perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa; r. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan
masyarakat; s. Menetapkan standar pelayanan minimal; t. Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
u. Mengelola informasi lingkungan hidup nasional; v. Mengoordinasikan, mengembangkan,dan menyosialisasikan
pemanfaatanteknologi ramah lingkungan hidup; w. Memberikan pendidikan, pelatihan,pembinaan, dan penghargaan; x. Mengembangkan sarana dan standarlaboratorium lingkungan hidup; y. Menerbitkan izin lingkungan; z. Menetapkan wilayah ekoregion; dan aa. Melakukan penegakan hukumlingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 63 ayat 2Undang-Undang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 bahwa Selanjutnya wewenang dan
tugas Pemerintah Provinsi, meliputi:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH provinsi; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah
kaca pada tingkat provinsi; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;
Universitas Sumatera Utara
g. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
j. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian
perselisihan antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian sengketa; l. melakukan pembinaan, bantuan teknis,dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan; m. melaksanakan standar pelayanan minimal; n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi;
o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi; p. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup; q. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; r. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan s. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi. Berdasarkan Pasal 63 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup tahun 2009 bahwa Selanjutnya wewenang dan tugas
Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi:
a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH
kabupaten/kota; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah
kaca pada tingkat kabupaten/kota; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; g. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
Universitas Sumatera Utara
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
j. melaksanakan standar pelayanan minimal; k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota;
l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota; m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasilingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota; n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota.
Berdasarkan Pasal 63 tersebut bahwa secara teoritik pembagian tugas
dan wewenang tersebut sebenarnya menganut pola ultavires doctrine, yaitu
pembagian secara rinci.82
Administrasi Hukum Lingkungan untuk menegakkan ketentuan-
ketentuan dan perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang
dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakan hukum administratif,
sebagai berikut:
Hal tersebut sama dengan pola yang digunakan
dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi, Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
83
a. Paksaan pemerintah atau tindakan paksa (Bestuursdwang);
b. Uang paksa (Publiekrechtelijkedwangsom);
82 Muhammad Akib, Politik Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Otonomi Daerah Menuju Pengaturan Hukum Yang berorientasi Keberlanjutan Ekologi (Semarang: Disertasi Hukum Undip, 2011), hlm. 341-342.
83 Muhammda Akib, Op.Cit., hlm. 117.
Universitas Sumatera Utara
c. Penutupan tempat usaha (Sluiting van een inrichting);
d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan (Buitengebruikstelling van een
toestel);
e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan,
dan uang paksa.
2. Perizinan Reklamasi Pantai
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa
reklamasi berada di wilayah pesisir atau reklamasi pantai diatur dengan
peraturan presiden. Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Presiden Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang
ReklamasiWilayahPesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa perizinan reklamasi
bahwa Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan
melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan
reklamasi. Berdasarkan Pasal 16 bahwa Untuk memperoleh izin lokasi dan izin
pelaksanaan reklamasi, Pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang wajib
terlebih dahulu mengajukan permohonan.
Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil bahwa Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan
reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas
provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah. Pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada
Kawasan tersebut diberikan setelah mendapat pertimbangan dari bupati/
walikota dan gubernur. Selanjutnya berdasarkan Pasal 16 ayat (4) bahwa
Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan
reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan
reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah
daerah.Berdasarkan Pasal 17 dalam menerbitkan izin lokasi bahwa
Permohonan izin lokasi dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. proposal reklamasi;
c. peta lokasi dengan koordinat geografis; dan
d. bukti kesesuaian lokasi reklamasi dengan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dan/atau Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dari instansi yang berwenang.
Kewenangan menteri yang diberikan berdasarkan Pasal 16 Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dalam hal perizinan reklamasi pantai
menurunkan aturan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 28/Permen-Kp/2014 Tentang Perizinan Reklamasi Di
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.
Berdasarkan Pasal 5Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 17/Permen-Kp/2013 Tentang Perizinan Reklamasi Di
Universitas Sumatera Utara
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa Menteri berwenang
menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi pada:
a. Kawasan Strategis Nasional Tertentu;
b. perairan pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional;
c. kegiatan reklamasi lintas provinsi;
d. kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh
Kementerian; dan
e. kegiatan reklamasi untuk Obyek Vital Nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 bahwa
Rencana Zonasi Wilayah Pesisirdan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3-K) harus
sesuai dengan dari Pasal 7, Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang nomor 27
tahun 2007. Salah satunya berdasarkan Pasal 9 bahwa Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil ditetapkan melalui peraturan daerah.
Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana
dimaksud Pasal 5Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 17/Permen-Kp/2013 Tentang Perizinan Reklamasi Di
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa untuk Kawasan Strategis
Nasional Tertentu, perairan pesisir didalam Kawasan Strategis Nasional, dan
kegiatan reklamasi lintas provinsiditerbitkan setelah mendapat pertimbangan
dari bupati/walikota dangubernur, yaitu:
a. lokasi reklamasi; dan
Universitas Sumatera Utara
b. lokasi sumber material reklamasi.
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 28/Permen-Kp/2014 Tentang Perizinan Reklamasi Di
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa Gubernur berwenang
menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi pada:
a. wilayah lintas kabupaten/kota;
b. perairan laut di luar kewenangan kabupaten/kota sampai dengan paling
jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas
dan/atau ke arah perairan kepulauan; dan
c. kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah
provinsi.
Berdasarkan Pasal 8 bahwa terdapat izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan
reklamasi, yaitu
a. Izin Lokasi Reklamasi dengan luasan di atas 25 (dua puluh lima) hektar
harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri.Selanjutnya diterbitkan
dengan mempertimbangkan:
1) kesesuaian lokasi dengan RZWP-3-K dan/atau RTRW provinsi,
2) kabupaten/kota;
3) kondisi ekosistem pesisir;
4) akses publik; dan
5) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Izin Pelaksanaan Reklamasi dengan luasan di atas 500 (lima ratus) hektar
harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri. Selanjutnya diterbitkan
dengan mempertimbangkan:
1) kajian dampak lingkungan sesuai Amdal;
2) kondisi ekosistem pesisir;
3) akses publik;
4) penataan ruang kawasan reklamasi; dan
5) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
3. Analisis Perizinan Reklamasi PantaiJakarta Utara
Perizinan ReklamasiPantai Jakarta Utara diatur berdasarkan Keputusan
Presiden No. 52 Tahun 1995 Tentang : Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 bahwa wewenang
dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara berada pada Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122
Tahun 2012 Tentang Reklamasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa
perizinan reklamasi Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan
izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya
kecuali Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas
provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh
Pemerintah. Terdapat perbedaan dengan Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan
Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/Permen-Kp/2013 Tentang
Universitas Sumatera Utara
Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa Menteri
berwenang menerbitkan Izin Lokasi Reklamasi dan Izin Pelaksanaan
Reklamasi pada:
a. Kawasan Strategis Nasional Tertentu;
b. perairan pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional;
c. kegiatan reklamasi lintas provinsi;
d. kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh
Kementerian; dan
e. kegiatan reklamasi untuk Obyek Vital Nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, Cianjur bahwa Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, Puncak, Cianjur merupakan Kawasan Strategis Nasional.
Perizinan Reklamasi Pantai Jakarta Utara berdasarkan Pasal 16 Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa izin lokasi dan izin pelaksanaan
reklamasi pantai merupakan kewenangan Pemerintah Gubernur DKI Jakarta
berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 Tentang : Reklamasi
Pantai Utara Jakarta. Sedangkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor 17/Permen-Kp/2013 Tentang Perizinan Reklamasi
Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa Reklamasi Pantai DKI
Universitas Sumatera Utara
Jakarta izin lokasi dan pelaksanaan reklamasi pantai dengan luasan diatas 500
(lima ratus) merupakan kewenangan menteri kelautan dan perikanan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM DAMPAK NEGATIF REKLAMASI PANTAI TERHADAP MASYARAKAT
A. Dampak Reklamasi Pantai Pulau G berdasarkan Putusan Nomor
193/G/LH/2015/PTUN-JKT
Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT membatalkan perizinan reklamasi
pantai Pulau G Jakarta Utara karena AMDAL yang tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Terdapat fakta bahwa tidak ada satu buktipun yang menunjukan
bahwa Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pengumuman izin lingkungan
kepada masyarakat daerah pembangunan wilayah reklamasi pantai sebagaimana
yang ditentukan dalam Undang- Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 39 dan Pasal 44 Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. Terdapat juga fakta bahwa tidak
terdapatpembahasan tentang penetapan wakil masyarakat baik dalam
bentukpersetujuan ataupun surat kuasa yang ditanda tangani oleh yang
diwakiliberupa penetapan wakil masyarakat sebagaimana ditentukan pada
PeraturanMenteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 17 Tahun 2012 Tentang
PedomanKeterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan
Hidupuntuk dijadikan dasar dalam Pembentukan Komisi Penilai Amdal.
Pelaksanaan reklamasi yang tanpa memperhatikan proses AMDAL yang
benar dapat membawa dampak buruk terhadap masyarakat wilayah pesisir karena
perbuatan tersebut mencermikan pembangunan yang kurang memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
kelayakan lingkungan hidup. Reklamasi Pantai pernah dilakukan sebelum oleh
beberapa negara, dan reklamasi tersebut sukses dengan cara mempertimbangkan
dan merencanakan kelayakan reklamasi pantai. Beberapa negara yang sukses
melaksanakan reklamasi pantai antara lainsebagai berikut:
a. Dubai: Palm Jumeirah
Kota yang paling berani mengadakan proses reklamasi adalah Dubai, Uni
Emirat Arab. Reklamasi Dubai yang pertama adalah Palm Jumeirah. Pulau
buatan berbentuk pohon Palm ini memiliki luas 572.1 ha. Lahan yang
dibuat terpisah dari pesisir, dengan bentuk yang dibuat cantik.
Pembangunan dengan mempertimbangkan pada saat konstruksi
terjadi stagnasi pada air di dalam breakwater, yaitu arus pasang surut tidak
dapat mencapai seluruh bagian cresent (bagian melengkung pada
breakwater). Hal ini menyebabkan genangan yang menimbulkan beberapa
masalah seperti tumbuhnya algae, menjadi area pertumbuhan nyamuk,
terjadi sedimentasi yang mengganggu bentuk dari pulau-pulau tersebut.
Solusinya, dibuat celah pada breakwater tersebut. Dilansir dari National
Geographic Channel, breakwater ini dimodifikasi dengan membuat celah
pada sebuah sisi, sehingga pergerakan gelombang dapat memberi oksigen
pada air. Dengan adanya celah ini mencegah tergenangnya beberapa pulau
karena sedimentasi. Terdapat fakta pembangunan Reklamasi Pantai Palm
Universitas Sumatera Utara
Jumeirah pada saat dibangun, perencanaan Palm Island ini dilakukan lebih
dari 100 studi untuk menentukan kelayakan proyek.84
b. Singapura:Pulau Sentosa
Proyek reklamasi dunia yang terkenal adalah Pulau Sentosa. Pulau ini
dulunya dikenal sebagai Pulau Blakang Mati yang kemudian digabungkan
dengan pulau-pulau kecil sekitarnya. Pulau Sentosa seluas 500 hektar ini
menjadi pusat wisata yang menawarkan berbagai macam fasilitas hiburan
seperti hotel, taman, villa, dan arena permainan. Beberapa tempat wisata
terkenal yang terdapat di pulau ini adalah Madame Tussauds, Underwater
World, Dolphin Lagoon, Animal & Bird Encounters, Sentosa Adventure
Park, dan Universal Studio Singapura.
Pembangunan dengan mempertimbangkan Pulau sentosa merupakan
salah satu resort yang berfokus pada tema sustainable tourism. Melalui
website resmi sentosa.gov.sg dijelaskan 10 poin mengenai sustainability
plain di Pulau Sentosa. Beberapa di antaranya adalah menjaga ekosistem
alam kawasan pulau tersebut, mempromosikan perilaku ramah lingkungan
kepada para pengunjung yang datang, efisien dalam menggunakan energi
bahan bakar, melindungi aset heritage Singapura.
84 Okezone.com, 10 fakta mengenai pulau palm di dubai (http://economy.okezone.com) diakses pada tanggal 16 bulan September tahun 2014 pukul 12:20 wib
Universitas Sumatera Utara
c. Belanda: Port of Rotterdam
Reklamasi Belanda merupakan salah contoh reklamasi sukses dunia yang
mendorong Indonesia untuk melakukan reklamasi serupa. Nama proyek
Port of Rotterdam disebut-sebut menjadi inspirasi “Port of Jakarta”. Port of
Rotterdam memang merupakan salah satu proyek reklamasi sukses di
dunia. Pelabuhan hasil reklamasi proyek Maaksvlakte 1 telah mencapai
kapasitas maksimum, maka dibuka proyek Maasvlakte 2 yang
menghasilkan pelabuhan baru yang sudah diberdayakan untuk kepentingan
komersial sejak tahun 2013. Saat ini, Port of Rotterdam menjadi pelabuhan
terbesar di benua Eropa dengan angka throughput per tahun sebesar 465
juta ton.
Pembangungan dengan mempertimbangkan upaya reklamasi
dilakukan oleh negara Belanda untuk berbagai tujuan besar, seperti untuk
mencegah banjir berkepanjangan, yang mengganggu industri pertanian,
hingga meningkatkan kondisi ekonomi negara. Saat ini, sistem reklamasi,
hidrologi, dan drainase Belanda seringkali menjadi referensi bagi banyak
proyek reklamasi pesisir dan danau di seluruh dunia.
d. Reklamasi Hongkong: Pulau Tung Chung
Awalnya wilayah ini hanyalah pulau terpencil di Hongkong dan sepi
penghuni. Lewat reklamasi di sebelah utara, timur dan timur laut
Hongkong seluas 14 hektar, Tung Chung kini berubah wajah menjadi kota
baru dengan magnet utamanya bandara international Hongkong dan wisata
Universitas Sumatera Utara
belanja. Area Tung Chung saat ini menjadi salah satu destinasi wisata
utama di Hongkong. Citygate Outlets adalah magnet utama selain bandara
international. Berada di jantung kota baru ini yang dihubungkan oleh MTR
Tung Chung dan terminal bus, sehingga membuat Tung Chung menjadi
mudah dikunjungi. Dikembangkan seluas 46,000 m2, pusat belanja ini
menawarkan berbagai, hiburan, gerai makanan yang tersebar di lima lantai.
Pembangungan dengan mempertimbangkan reklamasi yang
dilakukan di Hongkong tidak hanya fokus tentang masalah perluasan lahan.
Di dalamnya terdapat desain besar yang mencoba menyeimbangkan antara
kepentingan komersial dengan upaya perlindungan kekayaan alam
Hongkong yang sebenarnya bersifat terbatas.
e. China: Pelabuhan Cao Fei Dian
Reklamasi bukanlah hal baru di China. Reklamasi China sudah ada sejak
dinasti Qing, ketika para petani di daerah tersebur membutuhkan lahan
agrikurtural. Cao Fei Dian adalah proyek reklamasi sukses dunia yang
paling besar di China. Lebih dari 20 juta ton pasir menjadi lahan baru
pelabuhan ini. Ukurannya sangat luas yakni 2000 hektar, atau seperti dua
kali Kota Boston. Pelabuhan di Cao Fei Dian telah beroperasi namun
pengembangan kawasan industri dan pemukiman eco-city di area ini belum
berkembang secara maksimal. Hingga tahun 2014, hanya terdapat ribuan
warga yang telah menempati pemukiman eco-city di Cao Fei Dian ini,
Universitas Sumatera Utara
masih jauh dari target 300.000 pemukim di tahun 2010 yang ditetapkan di
awal pembangunan.
Pembangungan dengan mempertimbangkan reklamasi di Cao Fei
Dian dilakukan berdasar perencanaan yang matang, sistematis, dan dengan
tahapan pembangunan yang jelas. Pembangunan diprioritaskan pada
pembangunan elemen-elemen pembentuk ruang yang dinilai memiliki
signfikansi dan daya tarik yang tinggi, seperti kawasan pelabuhan dan
fasilitasnya, jalan raya, jalur kereta api, hingga jaringan listrik
f. Korea Selatan: Song Do International Bussiness District.
Proyek reklamasi sukses di dunia berikutnya adalah Song Do International
Business District. Luas kota ini kurang lebih 600 hektar. Beberapa
landmark terkenal di area ini adalah Songdo Central Park dan Convensia.
Song Do International Business District juga telah menjadi tuan rumah bagi
beberapa acara berskala internasional seperti Asian Games 2014 dan The
World Education Forum 2015. Area Song Do International Business
District sendiri mendapat perhatian besar dari masyarakat global setelah
menjadi lokasi pembuatan video ‘Gangnam Style’ dan ‘Right Now’ dari
Psy. Proyek ini berlangsung selama 10 tahun dan menghabiskan kurang
lebih 40 Miliar Dollar AS. Angka yang sangat besar ini sesuai dengan hasil
“new smart city” Song Do.
Perencanaan proyek dilakukan secara matang, sistematis, dan informatif
karena perencanaan pun ditampilkan dalam bentuk maket. Kajian dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai bidang seperti bidang sosial, ekonomi, budaya, teknis, dan
lingkungan, dilakukan dengan baik agar tidak menimbulkan konflik
berbagai kepentingan.
g. Jepang: Bandara International Kansai
Proyek reklamasi sukses di dunia yang tak kalah populer adalah
pembangunan Bandara Internasional Kansai. Reklamasi seluas kurang
lebih 500 hektar ini, merupakan reklamasi daratan, yang dibuat lepas dari
pesisir pantai. Untuk memenuhi kebutuhan transportasi internasional di
negara maju ini, Jepang membuat pulau buatan untuk membangun bandara
internasional. Bandara Udara Internasional Kansai terletak di tengah Teluk
Osaka. Konstruksi pulau dimulai tahun 1987, butuh waktu yang cukup
lama untuk membentuk pulau yang anti gempa di Jepang. Konstruksi
bandara dimulai tahun 1991 dan tahun 1994 bandara pun resmi dibuka.
Bandara Kansai telah menjadi alternatif terhadap Bandara Narita bagi
wisatawan internasional dari arah Greater Tokyo Area. Per Juni 2014,
Bandara Kansai telah memfasilitasi 780 penerbangan per minggu ke
seluruh Asia dan Australia, 59 penerbangan per minggu ke Eropa dan
Timur Tengah serta 80 penerbangan per minggu ke Amerika Utara.
Jepang berhasil melakukan revitalisasi Osaka dan menaikan taraf
perekonomian warga sekitarnya. Negara yang sukses melakukan proses
reklamasi pantai menjadi lebih maju karena melakukan prosesnya dengan
hati-hatiProses reklamasi di Kansai mengundang aktif partisipasi warga
Universitas Sumatera Utara
sekitar untuk mengutarakan pendapat mereka. Reklamasi di Kansai sendiri
dilakukan untuk menghindarkan protes dari warga atas kebisingan suara
pesawat udara, mengingat bandara ini memiliki tingkat kesibukan yang
sangat tinggi.85
1. Dampak Positif Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara
Beberapa dampak positif Reklamasi Pantai Pulau G Jakarta Utara, antara lain:
a. Menambah luas daratan kota jakarta, pulau baru tersebut bisa diisikan
dengan bangunan-bangunan yang baru yang bisa difungsikan untuk
permukiman, perkantoran, dan kegiatan lainnya;
b. Sebagai dinding pelindung daratan jakarta yang sebagaian sudah rata atau
bahkan dibawah permukaan laut ketika terjadi pasang surut;
c. Sebagai alat untuk menambah pendapatan ekonomi pemerintah daerah kota
jakarta;
d. Menciptakan lapangan kerja baru, karena proses reklamasi sampai dengan
pengoperasionalannya membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit.
e. Sebagai bangunan pemecah gelombang sehingga dapat mengurangi erosi
atau abrasi pantai jakarta.
f. Sebagai ikon baru di negara indonesia.86
85 Mediatataruang.com, Reklamasi Dunia (http://mediatataruang.com/reklamasi-dunia/) Diakses Pada Tanggal 15 Bulan September Tahun 2016
86 Ilmu Sipil.com , Dampak Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta Keuntungan dan Kerugian (http://www.ilmusipil.com/dampak-proyek-reklamasi-pantai-utara-jakarta-keuntungan-dan-kerugian) diakses tanggal 30 bulan Juni 2017
Universitas Sumatera Utara
2. Dampak Negatif Reklamasi PantaiPulau G Jakarta Utara
Pada umumnya semua pembangunan bertujuan atas pembangunan tersebut
berdampak positif. Namun dalam faktanya pembangunan itu dapat memberi
dampak negatif. Dampak negatif dalam pelaksanaan reklamasi pantai Pulau G
Jakarta Utara berdasarkan putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT, antara
lain:
a. proyek reklamasi dengan caramengerug dan membuanglumpur dilaut
membuat sehingga ikan-ikan banyak yang mabuk kena lumpur dan
akibatnya banyak yang mati yang berakibat kurangnya pendapatan nelayan
masyarakat wilayah pesisir jakarta utara.Pengerugkan dan pembuangan
lumpur tersebut bertujuan untuk menimbun sehingga membentuk pulau.
b. Kapal-kapal besar pengangkut solar untuk kegiatan reklamasi menabrak
jaring nelayan. Hal tersebut merugikan nelayan wilayah pesisir jakarta
utara.
c. Jarak nelayan yang semakin jauh untuk ke laut mengakibat biaya yang
lebih besar.
d. Terbukti menurunnya pendapatan nelayan melalui saksi persidangan yaitu
seorang nelayan yang biasanya 2 ton per hari, namun setelahadanya proyek
reklamasi pengolahannya menjadi 800 Kg perhari.
e. Berdasarkan keterangan saksi ketua koperasi mina jaya yang terletak
berada di wilayaj pesisir jakarta utara yang kegiatannya antara lain
menyediakan kebutuhan untuk melaut, misalnya jaring dan lain-lain serta
Universitas Sumatera Utara
simpan pinjam bahwa nelayan mengalami musim paceklik bahwa banyak
nelayan yang tidak sanggup membayar hutangnya setelah pelaksanaan
reklamasi.
f. Reklamasi berakibat pada perubahan pola arus dimana ada wilayah tertentu
yang airnya tidak bergerak yang akhinya tidak ada arus. Pola arus berfungsi
mengkawinkan antara biota laut yang lain dengan biota yang lainnya. Dan
pola arus berfungsi pencucian atau flushing sehingga menghindari
pencemaran air laut terhadap zat-zat yang berbahaya. Hal tersebut dapat
mengakibatkan masyarakat keracunan. Pola arus jakarta utara sudah telah
melampaui baku mutu.
g. Kegiatan Reklamasi Pantai Pulau G merupakan kegiatan kunstruksi berupa
mengurug di perairan laut, maka potensinya adalah menimbulkan butiran-
butiran yang tersebar ke perairan disekitarnya, biasanya hal itu disebut
dengan total suspenden solid atau kepadatan tersuspensi yang tentunya
akan mengganggu biota disekitarnya, hal ini akan berpotensi terjadi
terutama dengan material-material halus.
B. Pengelolaan Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu
Reklamasi Pantai merupakan suatu pembangunan yang dilakukan di wilayah
pesisir. Salah satu sebab terjadi kemiskinan masyarakat pesisir adalah belum
diterapkannya aplikasi pembangunan wilayah pesisir secara terpadu.87
87 Kusnadi, Filosifi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 15-20.
berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
hal tersebut bahwa untuk menghindari dampak buruk terhadap masyarakat wilayah
pesisir maka pembangunan wilayah pesisir harus terpadu.Kebijakan pembangunan
sektoral yang menekankan pertumbuhan ekonomi dapat memunculkan kemiskinan
dan kesenjangan sosial ekonomi antara kelompok masyarakat. Resep
pembangunan yang demikian harus direvisi karena mengaikan karateristik dan
perbedaan-perbedaan dalam aspek geografis, tingkap pembangunan masyarakat,
dan potensi sumber daya ekonomi. Perbedaan-perbedaan tersebut mengharuskan
digunakannya paradigma pembangunan yang relevan.88 Termasuk pembangunan
reklamasi pantai yang berada diwilayah pesisir tidak bisa disamakan dengan
pembangunan di wilayah daratan. Kebijakan Pembangunan wilayah pesisir dan
lautan secara terpadu dirumuskan dalam tiga kebijakan strategis yang terintegrasi
yakni kebijakan ekonomi, kebijakan sumber daya alam, dan lingkungan serta
kebijakan kelembagaan.89
a. Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumber daya yang unik (khas);
Beberapa prinsip dasar yang patut dipertimbangkan dalam menetapkan paradigma
pembangunan wilayah secara terpadu dikawasan pesisir adalah sebagai berikut:
b. Tata ruang daratan dan lautan harus dikelola secara terpadu;
c. Daerah perbatasanan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus
utama (focal point) dalam setiap pengelolaan wilayah pesisir;
88 Kusnadi, Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu (Bandung: Graha Ilmu, 2015), hlm. 26 89 Nugroho dan Dahuri, Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
(Jakarta: LP3ES, 2003), hlm. 271-295)
Universitas Sumatera Utara
d. Fokus utama dari pengelolaan sumber daya di wilayah pesisir adalah untuk
mengkonservasi sumber daya miluk bersama (common property resources)
dan menjaga keberlanjutannya;
e. Semua tingkat pemerintahan dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan
dan pengelolaan wilayah pesisir;
f. Dilakukannya evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir;
g. Pengelolaan dan pemanfaatan multiguna sangat tepat dan merupakan kunci
keberhasilan dalam pengelolaan sumber daya dan pembangunan wilayah
pesisir secara berkelanjutan;
h. Pengelolaan sumber daya pesisir secara tradisional (berbasis hak ulayat
atau institusi lokal lainnya) harus dihargai, dan;
i. Analisis dampak lingkungan sangat penting untuk pengelolaan wilayah
pesisir secara efektif.90
Pembangunan Wilayah Pesisir secara terpadu dengan pembangunan secara
sektoral memiliki keunggulan sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk membangun sumber
daya pesisir dan lautan secara berkesinambungan, sehingga dapat
mengatasi konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya alam.
90 Dahuri, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara terpadu (Jakarta: Pradnya, 2001), hlm. 157-172
Universitas Sumatera Utara
b. Kemungkinan menyerap aspirasi masyarakat terkati dengan pengelolaan
sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan kedalam perencanaan
pembangunan, baik untuk masa depan maupun mendatang.
c. Menyediakan kerangka yang dapat merespoms segenan fluktuasi dan
ketidakmenentukan sosial, ekonomi, dan musim yang merupakan ciri khas
ekosistem pesisir dan lautan.
d. Membantu pemerintah pusan dan daerah untuk menumbuhkan
kembangkan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
e. Meskipun memerlukan pengumpulan data, analisis, dan proses
perencanaan yang lebih panjang daripada pendekatan pembangunan
sektoral, tetapi akhirnya secara keseluruhan pembangunan wilayah pesisir
dan lautan secara terpadu lebih murah.91
Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan berdasarkan Pasal 18 Undang-
Undang nomor 32 tahun 2004 bahwa telah mengatur pemerintah daerah dalam
mengelola sumber daya di daerah kewenangannya untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
91 Dahuri, Op. Cit., hlm. 151.
Universitas Sumatera Utara
.Selanjutnya dipertegas dalam Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut memiliki makna penting sebagai
berikut:
a. Merupakan pintu menuju terwujudnya regulated and sutainable fisheries
karena akan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan sebagai bentuk tanggung
jawab sosial terhadap masa depan sumber daya tersebut.
b. Penghargaan terhadap institusi lokal dan kearifan budaya lokal sebagai
instrumen pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan berbasis
masyarakat. ketentuan tersebut merupakan modal sosial untuk
pembangunan masyarkat lokal dan sebagai pelindung pemanfaatan sumber
daya secara berkelanjutan.
c. Memberikan jaminan akses sumber daya pesisir dan lautan bagi nelayan-
nelayan tradisional, yang berskala usaha kecil. Ketentuan tersebut
memberi ruang untuk memperoleh manfaat ekonomi dari sumber daya
yang ada dan terlindungi dari persaingan tidak sehat dengan nelayan
moderen.
d. Memberikan ruang demokratisasi bagi masyarakat lokal di pesisir untuk
terlibat aktif dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian kontrol masyarakat lokal terhadap penentu kebijakan semakin
terbuka.92
Berdasarkan ketentuan tersebut kebijakan pemerindah daerah dalam
menggunakan kewenangannya termasuk kebijakan dalam pembangunan wilayah
pesisir daerah kewenangannya harus sesuai dengan makna ketentuan tersebut.
Pembangunan wilayah pesisir termasuk diantaranya reklamasi pantai berdasarkan
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 27 tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil harus melakukan
pembangunan wilayah pesisir secara terpadu.
Berdasarkan putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT dampak
Reklamasi Pantai Pulau G bahwa dampak kebijakan pemerintah daerah
melaksanakan kewenangannya secara sektoral tidak secara terpadu. Pembangunan
wilayah pesisir daerah jakarta utara tidak sesuai dengan makna dan amanat
berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor
27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau kecil.
C. Perlindungan Hukum Reklamasi Pantai terhadap Masyarakat
Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 bahwa memberikan
perlindungan terhadap masyarakat bahwa pelaksanaan reklamasi pantai dengan
cara wajib melibatkan masyarakat terkena dampak dalam kelayakan lingkungan
hidup. Berdasarkan Pasal 25 bahwa dalam dokumen AMDAL harus memuat saran
92 Satria, Acuan Singkat Menuju Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2002), hlm. 3-6.
Universitas Sumatera Utara
masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
Berdasarkan Pasal 26 Masyarakat sebagaimana dimaksud pada dapat mengajukan
keberatan terhadap dokumen amdal yang mengakibatkan perlunya mengkaji ulang
AMDAL tersebut. Dan bahkan berdaskarn Pasal 30 bahwa keanggotaan penilaian
AMDAL harus terdapat wakil dari masyarakat terkena dampak reklamasi.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 39 bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungandilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh
masyarakat. Pengumuman tesebut merupakan pelaksanaan atas keterbukaan
informasi. Pengumuman tersebut memungkinkan peran serta masyarakat,
khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan,
dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan keputusan izin. Dan hal
tersebut dipertegas pada Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan.
Berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 bahwa dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil, Masyarakat mempunyai hak
untuk:
a. memperoleh akses terhadap bagian Perairan Pesisir yang sudah diberi Izin
Lokasi dan Izin Pengelolaan;
b. mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional ke dalam
RZWP-3-K;
c. mengusulkan wilayah Masyarakat Hukum Adat ke dalam RZWP-3-K;
Universitas Sumatera Utara
d. melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundangundangan;
e. memperoleh manfaat atas pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
f. memperoleh informasi berkenaan dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
g. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas
kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
h. menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan yang sudah
diumumkan dalam jangka waktu tertentu;
i. melaporkan kepada penegak hukum akibat dugaan pencemaran,
pencemaran, dan/atau perusakan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
yang merugikan kehidupannya;
j. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merugikan kehidupannya;
k. memperoleh ganti rugi; dan
l. mendapat pendampingan dan bantuan hukum terhadap permasalahan yang
dihadapi dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 bahwa
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat,
usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan.
Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkunganhidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untukmelakukan
pengawasan sosial; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Perlindungan Hukum lingkungan yang diberikan kepada masyarakat tidak hanya
pada melibatkan masyarakat reklamasi pantai namun dapat mempunyai hak untuk
menggugat keputusun izin reklamasi pantai terdapat hak-hak gugat masyarakat dan
hak gugat organisasi lingkungan hidup.Berdasarkan Pasal 91 Undang-Undang
nomor 32 tahun 2009 bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan
masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup. Gugatan tersebut dapat diajukan apabila terdapat kesamaan
Universitas Sumatera Utara
fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya. Selanjutnya Berdasarkan Pasal 92Undang-Undang
nomor 32 tahun 2009 bahwa dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup
berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup. bahkan menggugat tersebut dilindungi agar tidak dapat digugat kembali
berdasrkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 bahwa Setiap orang
yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Perlindungan hukum
terhadap pelanggaran hukum lingkungan dapat diberikan gugatan administrasi,
gugatan ganti kerugian dan pemulihan lingkungan, dan gugatan pidana
lingkungan.
Berdasarkan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Setiap orang
dapat mengajukan gugatan admnistrasi terhadap keputusan tata usaha negara
apabila:
a. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada
usahadan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapitidak dilengkapi dengan
dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan
kepadakegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen UKL-UPL; dan/atau
Universitas Sumatera Utara
c. badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha
dan/ataukegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
Perlindungan hukum bagi korban pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan akibat perbuatan pencemar yang menimbulkan kerugian bagi korban
dan menyebabkan penderita berhak mengajukan gugatan ganti kerugian terhadap
pencemar.93Hukum lingkungan memuat ketentuan yang berkaitan dengan
pemenuhan hak-hak keperdataan seseorang, kelompok orang dan badan hukum
perdata dalam kaitannya dengan hidup yang baik dan sehat. Hukum lingkungan
memuat ketentuan jika hak-hak keperdataan dirugikan oleh salah satu pihak,
misalnya karena terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan, maka dalam
upaya perlindungan hukumnya digunakan sarana hukum keperdataan.
Perlindungan lingkungan bagi korban pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
diberikan dengan cara memberikan hak kepada penggungat untuk mengajukan
gugatan ganti kerugian atau tindakan pemulihan lingkungan terhadap pencemar.94
93 Siti Sundari, Hukum Lingkungan dan kebijaksanaan Lingkungan Nasional (Surabaya: Airlangga Press, 2000), hlm. 261.
94 Akib, Op.Cit., hlm. 180.
Hukum lingkungan keperdataan mengadung ketentuan-ketentuan yang mengatur
tatanan masyarakat orang-orang berikut badan-badan hukum perdata satu sama
lain, begitu pula yang melandasi hubungan hukum orang-seorang berikut badan-
badan hukum perdata berhadapan dengan badan-badan negara, manakala badan-
Universitas Sumatera Utara
badan negara tersebut bertindak sebagai badan hukum perdata dalam
menyelenggarakan hak dan kewajibannya.95
Tangung gugat lingkungan mengandung arti bahwa seseorang atau badan hukum
perdata wajib bertanggung gugat untuk membayar ganti rugi atau melakukan
tindakan tertentu akiba perbuatan dan kerugian yang mereka lakukan, baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Istilah tanggung gugat ini untuk
membedakan dengan tanggung jawab dalam hukum pidana.
96Beberapa jenis
tanggung gugat hukum lingkungan, antara lain:97
a. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan.
Tanggung gugat berdasarkan kesalahan yang dalam sistem hukum
eropa kontinental disebut schuld aansprakelijkheid atau dalam sistem
anglo-amerika dikena dengan nama liability based on fault atau tort
liability, merupakan jenis tanggung gugat yang sudah sangat tua dan dapat
dikatakan bersal dari zaman romawi.98
95 Danusaputro, Hukum Lingkungan (Bandung: Binacipta, 1985), hlm. 110. 96 Siti Sundari, Hukum Lingkungan Keperdataan: Tanggu Gugat Pencemar Dan Beban
Pembuktian (Surabaya: Unair, 1994), hlm. 3. 97 Akib, Op.Cit., hlm. 181-188. 98 Siti Sundari, Op.Cit., hlm. 278.
Konsep tanggung gugat berdasarkan
kesalahan mengandung makna bahwa tergugat bertanggung gugat apabila
dapat dibuktikan bersalah. Sebaliknya, jika tergugat tidak berhasil
dibuktikan bersalah maka dibebaskan dari pertanggung gugatan perdata
dalam hal ganti rugi. Misalnya ganti rugi akibat pencemaran atau
perusakan lingkungan akibat perbuatan yang dapat dibuktikan atas
Universitas Sumatera Utara
kesalahannya.Kelemahan gugatan lingkungan adalah sulitnya
membuktikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum, terutama unsur
kesalahan dan hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang
ditimbulkan karena beban pembuktian ada pihak korban.99
b. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan dengan beban pembuktian terbaik.
Konsep tanggung gugat dengan beban pembuktian terbalik termasuk
jenis tanggung gugat yang dipertajam, yaitu dengan membalik kewajiban
beban pembuktian. penggugat tidak perlu membuktikan keslaahan tergugat,
tetapi sebaliknya tergugat yang harus membuktikan bahwa tergugat telah
cukup berupaya untuk berhati-hati, sehingga tergugat tidak dapat
dipersalahkan.100
c. Tanggung gugat mutlak.
Tanggung gugat multak merupakan perkembangan tangung gugat
berdasarkan dalam hukum anglo-amerika dikenal sebagai asas atau doktrin
“strict liability”.101
99 Akib, Op.Cit., hlm. 182 100 Siti Sundari, Op.Cit., hlm. 278-279. 101 Akib, Op.Cit., hlm. 183.
Sejak pertengahan abd ke-19 strict liability
diperkenalkan di berbagai negara. Menurut Lummert, ” Since the middle of
the nineteeth century, strict liability has been introduced in all countries, at
least for particular types of cases, a large number of which are connected to
enviromental hazards.” Tanggung gugat mutlak (strict liability)
mengandung makna bahwa tanggung gugat timbul seketika pada saat
Universitas Sumatera Utara
terjadinya perbuatan, tanpa mempersoalkan kesalahan tergugat. Namun
demikian, tidak semua kegiatan dapat diterapkan asas strict liability,
melainkan diperuntukkan bagi kasus-kasus tertentu yang besar dan
membahayakan lingkungan.
d. Tanggung gugat bersama.
Konsep tanggung gugat bersama diterapkan dalam hal tergugat terdiri
dari beberapa orang atau badan hukum tidak dapat secara spesifik
menunjuk pelaku pencemaran dari sekian banyak perusahaan yang
potensoal menjadi penyebab pencemaran-perusakan lingkungan. Konsep
ini pernah diterapkan pada tahun 1972 di new york dalam kasus
perlindungan konsumen hall v. E.L. Dupon De Nemours. Dalam kasus
tersebut industri belasting cap dan asosiasi perdagangan di bidang industri
yang memformulasikan standar yang harus diiktui oleh para industriawan,
dinyatakan bertanggung jawab secara bersama-sama atas penderitaan yang
dialami penggugat.102
e. Tanggung gugat berdasarkan andilnya dalam pencemaran.
Konsep tanggung gugat dipergunakan dengan mentapkan bahwa
setiap tergugat bertanggung gugat terhadap bagian kegiatan yang timbul
sesuai dengan adilnya dalam pencemaran itu. Pandangan ini dikenal
dengan “market share liabilty” yang membawa serta beban pembuktian
terbalik. Tergugat yang mampu membuktikan bahwa mereka tidak
102 Ahmad Santosa, Good Governance Hukum Lingkungan (Jakarta: ICEL, 2001), hlm. 300.
Universitas Sumatera Utara
mungkin bertanggung gugat, karena mereka bukan yang menimbulkan
kerugian tersebut dibebaskan dari tanggung gugatnya. Pencemar selebihnya
bertanggung jawab terhadap baggian yang seimbang atas kerugian yang
diwujudkan oleh andilnya.103
Berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 bahwa
mengadopsitanggung gugat berdasarkan kesalahan.
104Dan selanjutnya
berdasarkan Pasal 88 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 bahwa perbuatan
setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas
kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan mengadopsi
tanggung jawab mutlak.105 Dan khusus ketenaganukliran berdasark Pasal 30
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 mengadopsi tanggung gugat bersama.106
a. Ganti rugi kepada orang yang menderita kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan akibat reklamasi pantai;
Berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 bahwa sanksi
perdata yang dapat diberikan kepada tergugat atas pencemaran akibat pelaksanaan
reklamasi pantai, yaitu:
b. Ganti rugi kepada lingkungan hidup itu sendiri akibat reklamasi
pantai.
103 Siti Sundari, Inovasi Hukum Lingkungan (Surabaya: Airlangga, 1991), hlm. 15. 104 Akib, Op.Cit., hlm. 181 105Ibid., hlm. 186. 106Ibid., hlm. 188.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan hukum lingkungan selain keperdataan juga terdapat sanksi
pidana atas perbuatan tertentu. Ketentuan pidana diatur dalam Pasal 94-120
Undang-Undang nomor 32 tahun 2009. Pelaksanaan reklamasi pantai yang
termasuk dalam perbuatan pidana dalam ketentuan hukum lingkungan. Misalnya
reklamasi pantai secara sengaja yang mengakibatkan melampui baku mutu air
laut. Berdasarkan Pasal 98 bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pelaksanaan
Reklamasi pantai yang melebihi baku mutu air laut dapat dikenakan
ketentuanpidana.
No Dampak Negatif Reklamasi Perlindungan Hukum 1. Pencemaran 1. Ganti rugi kepada orang yang menderita
kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan akibat reklamasi pantai 2. Ganti rugi kepada lingkungan hidup akibat reklamasi pantai
2. Melanggar Baku Mutu 1. Dipidana Penjara Paling Lama 10 tahun
3.
Perizinan Reklamasi Berdampak Negatif Lingkungan yang Merugikan
1. Pembatalan Izin Reklamasi
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PEMBATALAN REKLAMASI PANTAI PULAU G PUTUSAN NOMOR 193/G/LH/2015/PTUN-JKT
A. Pelaksanaan Perizinan Reklamasi Pantai berdasarkan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Persoalan reklamasi DKI Jakarta menimbulkan berbagai kesimpangsiuran
baik data/informasi, prosedur pembangunan, kebijakan, penataan ruang sampai
perkiraan dampak yang akan terjadi jika reklamasi tetap dilaksanakan. Disadari
bahwa Pantura Jakarta menyimpan berbagai kepentingan, selama ini Teluk Jakarta
digunakan jalur pelayaran, kabel laut, pipa gas, perikanan, pendingin PLTA
Muara Karang, beberapa bagian masih memiliki hutan mangrove. Setidaknya ada
3 (tiga) peraturan perundangan utama terkait, yaitu Undang-undang No. 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur aspek pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang; Undang-undang No 1. Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang mengatur kewenangan atas ruang
laut yang terdiri atas kawasan konservasi, kawasan pemanfaatan umum, kawasan
strategis nasional tertentu dan alur laut; dan, Undang-undang No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan daerah yang mengatur kewenangan nasional, daerah
provinsi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan provinsi mencapai 0-12 mil selebihnya (> 12 mil) menjadi
kewenangan pusat/nasional.107
Dampak berbagai bentuk pengaturan menimbulkan berbagai interpretasi
atas kebijakan reklamasi Pantura Jakarta maupun ketentuan dalam rencana tata
ruangnya. Dalam tataran praktis, reklamasi pulau-pulau di Teluk
Jakartamemunculkan perdebatan terkait kewenangan penyelenggaraan reklamasi
karena berbentuk pulau (tidak menempel daratan), lintas daerah (karena
Kabupaten Tanggerang juga melakukan reklamasi serta rencana pemerintah pusat
melakukan reklamasi melalui National Capital Integrated Coastal
Defence/NCICD). Ketidakpaduan dan ketidakjelasan antarproduk hukum terkait
menimbulkan berbagai perdebatan pro dan kontra, tidak hanya pada persoalan
kewajiban pengembang, namun sampai pada perdebatan penyelenggaraan
reklamasi itu sendiri, dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan maupun
pengendalian yang didalamnya terkait izin reklamasi.
108
Yang berwenang mengeluarkan izin reklamasi di DKI Jakarta berdasarkan
Keppres 52 tahun 1995, Keppres ini juga mengatur mengenai tata ruang Pantura.
Tahun 2008 keluar Perpres 54 tahun 2008, tentang tata ruang Jabodetabek Punjur,
yang membatalkan tata ruang di Keppres 1995, namun kewenangan izin reklamasi
Pantura tetap ada di Gubernur DKI.
109
107 Roos Akbar. Pandangan Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung Terhadap Reklamasi Pantai Utara Provinsi Dki Jakarta, Forum Guru Besar - Institut Teknologi Bandung (FGB-ITB) 2016, hlm 24
108Ibid 109Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
MSupardi, DKI Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan kegiatan pelaksanaan reklamasi baru dapat dilaksanakan jika
izin lingkungan kegiatan reklamasi telah terbit, hal tersebut diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 18 ayat (1). Dalam pasal tersebut dinyatakan izin
lingkungan merupakan salah satu dokumen/izin yang harus dipenuhi sebelum
diterbitkannya izin pelaksanaan reklamasi.110
Sebelum melakukan pelaksanaan reklamasi, beberapa perizinan yang
harus dilengkapi terlebih dahulu oleh para investor, antara lain: izin prinsip, izin
pelaksaan, dan izin pemanfaatan reklamasi. Dalam izin prinsip tersebut,
pengembang wajib melakukan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), Detail Enginering Desain (DED), Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RPL), dan kewajibanlainnya. Hasil kajian tersebut kemudian dinilai oleh tim
yang berada dibawah kordinasi Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD). Setelah terpenuhi lalu investor mendapatkan izin pelaksanaan
reklamasi.
111
Yang harus dilengkapi investor setelah mendapat izin lingkungan dari
Pemerintah DKI Jakarta, berupa izin lokasi, rencana induk reklamasi; izin
lingkungan; dokumen studi kelayakan teknis dan ekonomi finansial; dokumen
rancangan detail reklamasi; metoda pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan
reklamasi dan bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan.
112
110Hasil wawancara dengan Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
111Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
112Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pelaksanaan reklamasi di Pantai Pulau G, yaituguna membangun
kawasan pantai menjadi daerah kawasan aktivitas bisnis, perekonomian maupun
pemukiman, namun kenyataan Tidak semua kelas ekonomi masyarakat Jakarta
bisa menikmati reklamasi tersebut. Reklamasi yang dibangun investor dengan
dana triliunan rupiah tentu akan dijual dengan harga mahal. Hanya golongan
ekonomi atas yang mungkin akan menikmati reklamasi tersebut 113
Alasan penolakan reklamasi oleh Lembaga Bantuan Hukum dan
Masyarakat disekitar Pantai Pulau, yaitumelanggar Hak Rakyat yang dijamin oleh
Konstitusi UUD 1945, Jakarta akan tenggelam, merusak lingkungan,
menghancurkan ekosistem sumber pasir urugan, merusak tata air di wilayah
pesisir, Jakarta butuh restorasi, bukan Reklamasi.
114
Upaya hukum yang dapat ditempuh untuk menyelesaikannya adalah
masyarakat yang dirugikan atau yang jadi korban daripada kegiatan reklamasi
pantai G dapat mengajukan gugatan class action. Pemerintah DKI Jakarta,juga
berhak menuntutganti rugi kepada investor atas kerusakan yang ditimbulkan,
sedangkan secara administratif, langkahhukum yang mana dapat dilakukan
Pemerintah DKI Jakarta terhadap kegiatan reklamasi yang tidak
mendapatAMDAL yaitu dengan memerintahkan penghentian aktifitas reklamasi
sampai ada AMDAL terhadap kegiatan tersebut.
115
113Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
114Hasil wawancara dengan Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke Jakarta, 3 Juli 2017.
115Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 bahwa
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkunganhidup wajib memiliki AMDAL. Reklamasi Pantai adalah merupakan
kegiatan yang berdampak penting dilihat berdasarkan besarnya jumlah penduduk
yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan, banyaknya
komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak, intensitas dan
lamanya dampak berlangsung, dampak kumulatif. Oleh karena itu Reklamasi
Pantai harus memuat dokumen AMDAL. Berdasarkan Pasal 24 bahwa dokumen
AMDAL tersebut akan menjadi dasar untuk keputusan penetapan kelayakan
lingkungan hidup. Selanjutnya Reklamasi Pantai memiliki izin lingkungan
berdasarkan Pasal 31 bahwa Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
AMDAL termasuk memiliki izin lingkungan. Berdasarkan Pasal 31 bahwa Izin
lingkungan sebagaimana dimaksud diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup.
Reklamasi Pantai berdasarkan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009
bahwa dalam Pasal 26 pembuatan dokumen Amdal harus melibatkanya
masyarakat yang terkena dampak dan berserta organisasi lingkungan hidup.
Penilaian dokumen AMDAL harus dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL.
Berdasarkan Pasal 30 Keanggotaan Komisi Penilai Amdal salah satu diantaranya
terdiri dari masyarakat yang terkena dampak lingkungan beserta organisasi
lingkungan hidup.Berdasarkan Pasal 26 bahwa pelibatan masyarakat yang
terutama terkena dampak dan organisasi lingkungan hidup harus dilakukan
berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta
Universitas Sumatera Utara
diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Dan selanjutnya Berdasarkan Pasal
39 bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib mengumumkan setiap permohonan dankeputusan izin lingkungan.
Pengumuman dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
Izin lingkungan reklamasi pantai dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 37
bahwa Izin lingkungan dapat dibatalkan, apabila sebagai berikut:
a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung
cacathukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/ataupemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum
dalamkeputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKLUPL;atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL
tidakdilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
d. Dan berdasarkan Pasal 38 bahwa izin lingkungan dapat dibatalkan
melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.
Sebagaimana penjelasan diatas menunjukkan pedoman-pedoman penting
dalam proses perizinan dalam kegiatanreklamasi pantai, dalam hal pemberian izin
lingkungan sebelum mendapat izin usaha/kegiatan.Dalam hal ini menunjukkan
perizinan terpadu dalam bidang lingkungan hidup yang merupakan
instrumentuntuk mencapai ketertiban hukum bidang lingkungan
hidup.Penyelenggaraan sistem perizinan terpadu tersebut harus didasarkan pada
UU-PPLH.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan diterbitkannya izin lingkungan dalam reklamasi pantai G, yaitu
untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan
berkelanjutan, meningkatkan upaya pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak negatif terhadap lingkungan, memberikan kejelasan prosedur,
mekanisme, dan koordinasi antar instansi dalam penyelenggaraan perizinan usaha
dan/atau kegiatan, dan memberikan kepastian hukum dalam usaha dan/atau
kegiatan.116
Manfaat ekonomi yang dapatdiperoleh dari reklamasi pulau G, efeknya
akan sangat besar misalnya benefit paling besar adalah DKI Jakarta akan
punya prime mover perekonomian yang baru dan pendapatan nasional pasti
terdongkrak. Penduduk DKI Jakarta saat ini ada 10 juta orang, sedangkan
penduduk Indonesia 257,9 juta jiwa. Jadi, penduduk DKI hanya 4 persen dari total
populasi, akan tetapi DKI Jakarta menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) hingga Rp1.900 triliun, angka tersebut mencapai 16 persen dari PDB
nasional.Kalau bicara angka kasar, produktivitas penduduk DKI Jakarta adalah
Sebagaimana penjelasan diatas menunjukkan pedoman-pedoman penting
dalam proses perizinan dalam kegiatanreklamasi pantai, dalam hal pemberian izin
lingkungan sebelum mendapat izin usaha/kegiatan.Dalam hal ini menunjukkan
perizinan terpadu dalam bidang lingkungan hidup yang merupakan
instrumentuntuk mencapai ketertiban hukum bidang lingkungan
hidup.Penyelenggaraan sistem perizinan terpadu tersebut harus didasarkan pada
UU-PPLH.
116Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
Universitas Sumatera Utara
empat kali lipat dari penduduk Indonesia di wilayah lainnya, maka perekonomian
DKI Jakarta melonjak, tentu akan mendongkrak perekonomian secara nasional.117
B. Perizinan Reklamasi Pantai Pulau G DKI Jakarta berdasarkan Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT
Izin Pelaksanaan ReklamasiPulau G Keputusan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi
Pulau G Kepada PT Muara Wisesa Samudra terbit pada tanggal 23 Desember
2014.118
Dasar Hukum Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G, yaitu
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibukota NKRI . Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan 3. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 . Keputusan Presiden
Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, cianjur. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Keputusan Gubernur Nomor
138 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara
Jakarta. Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang
Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Keputusan Gubernur Nomor 1901/2009
117Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
118Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
Universitas Sumatera Utara
tentang Pembentukan Tim Sementara Care Taker Pelaksanaan Tugas Pengelolaan
Reklamasi Pantai Utara Jakarta.119
Alasan pemerintah memutuskan menghentikan sementara proyek
reklamasi di Teluk Jakarta, sebabkan karena adanya tumpang tindih
peraturan.Tumpang tindihnya peraturan dinilai menjadi penyebab tidak adanya
kewajiban yang jelas terkait perizinan yang harus dipenuhi sebelum penerbitan
izin pelaksanaan, setidaknya ada empat peraturan yang saling tumpang tindih
dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.
120
1. Pelanggaran dalam penilaian dokumen AMDAL bahwa tidak terdapat
alat bukti persetujuan ataupun surat kuasa yang ditanda tangani oleh
yang diwakili berupa penetapan wakil masyarakat yang terkena
dampak sebagaimana ditentukan pada Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Berdasarkan Fakta Putusan Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT bahwa
pelaksanaan Reklamasi Pantai Pulau G dilaksanakan berdasarkan keputusan
gubernur melalui kewenangannya dalam Pasal 4 keputusan Presiden No. 52
Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta bahwa Wewenang dan
tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara berada pada Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta. Reklamasi Pantai Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang
nomor 32 Tahun 2009 wajib memiliki AMDAL. Berdasarkan fakta dalam putusan
pertimbangan hakim, antara lain sebagai berikut:
119Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
120Hasil wawancara dengan Humas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah MSupardi, DKI Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan
Hidup untuk dijadikan dasar dalam Pembentukan Komisi Penilai
AMDAL. Berdasarkan hal tersebut keanggotaan Komisi Penilai
AMDAL tidak melibatkan masyakarat yang terkena dampak.
2. Pelanggaran tidak adanya RZWP-3K DKI Jakarta sebagai dasar
penerbitan pernerbitan izin lokasi dan izin prinsip reklamasi.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan
wilayah pesisir bahwa mewajibkan setiap Pemerintah Daerah
menyusun Rencana Zonasi serta menetapkannya dengan Perda.
Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau
Kecil (RZWP-3-K) merupakan mandat dari Pasal 7, Pasal 9dan Pasal
10. Rencana Zonasi menjadi alat kontrol untuk keseimbangan
pemanfaatan, perlindungan pelestarian, dan kesejahteraan masyarakat
sekaligus berfungsi memberikan kepastian dan perlindungan hukum
dalam pemanfaatan perairanpesisir. Rencana zonasi memungkinkan
untuk menata perairan wilayah pesisir agar tidak terjadi konflik dalam
penggunaannya, dimana semua ruang dialokasikan pemanfaatannya
secara transparan dan ilmiah sesuai dengan kelayakan dan
kompatibilitas. Rencana Zonasi juga memastikan adanya perlindungan,
pelestarian, pemanfaatan, perbaikan, dan pengkayaan sumber daya
pesisir beserta ekosistemnya secara berkelanjutan.
3. Pelanggaran tidak ada satu buktipun yang menunjukan bahwa tergugat
telah melakukan pengumuman sebagaimana yang ditentukan dalam
Universitas Sumatera Utara
Pasal 39 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup bahwa gubernur sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan adan
keputusan izin lingkungan. Dan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan bahwa Setelah menerima
permohonan Izin Lingkungan Gubernur wajib mengumumkan
permohonan Izin Lingkungan.
Alasan para penggugat mendasarkan SK Gubernur harus dibatalkan oleh
Majelis Hakim dalam tujuh alasan.
a. melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VIII/2010 yang
telah menafsirkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Penafsiran Mahkamah
Konstitusi terhadap frase ”untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” untuk
mengukur suatu kebijakan dengan berdasarkan empat tolok ukur. Tingkat
kemanfaatan, tingkat pemerataan manfaat, tingkat partisipasi rakyat dalam
menentukan manfaat serta penghormatan terhadap hak rakyat secara turun
temurun atas suatu kebijakan pengelolaan sumber daya alam bagi rakyat.
b. melanggar Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan setiap
kegiatan memiliki AMDALatau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan. Setiap kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan wajib
untuk memiliki izin lingkungan yang ditegaskan dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 yang mewajibkan reklamasi diatas
luasan 25 hektar wajib memiliki AMDAL.
Universitas Sumatera Utara
c. melanggar UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil dengan tidak mendasarkan pada peraturan
mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-
3-K) sebagai arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. RZWP-3K mengatur tentang tiga aspek: (a)
pengalokasian ruang laut; (b) Keterkaitan antara ekosistem darat dan
ekosistem laut; (c) penetapan pemanfaatan ruang laut; dan (d) penetapan
prioritas tujuan pengelolaan kawasan laut.
d. Gubernur telah melanggar Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014 dengan
bertindak sewenang-wenang dengan menerbitkan izin reklamasi tanpa izin
lokasi dan melampaui kewenangan dari pemerintah pusat. Sebagai
kawasan strategis nasional berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008, maka
pengelolaan Teluk Jakarta merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.
Ditambah lagi terbitnya SK Gubernur tersebut tanpa didahului adanya Izin
Lokasi yang diwajibkan Perpres No. 122 Tahun 2012.
e. melanggar hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Nelayan skala kecil telah
dianggap sebagai solusi permasalahan serta diakui haknya melalui
instrumen hukum nasional dan internasional. Terbitnya SK No. 2238/2014
akan merampas ruang laut yang menjadi sumber kehidupan nelayan
tradisional skala kecil. Berdasarkan UNCLOS 1982, setiap negara
diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan mengenai pembangunan
pulau buatan. Ditambah lagi dalam instrumen Perlindungan nelayan skala
Universitas Sumatera Utara
kecil FAO telah mewajibakn negara untuk mempertimbangkan dampak-
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan melalui studi, dan mengadakan
konsultasi yang efektif dengan nelayan tradisional. Terbitnya SK
2238/2014 tidak pernah memastikan hak-hak nelayan atas sumber
penghidupan terlindungi dan lestari.
f. melanggar persyaratan reklamasi pantai skala besar yang diatur dalam
Permen Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai. Pedoman melakukan
reklamasi dalam point 4.1.1 hal 8. menetapkan adanya persyaratan wajib
menyusun rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan. RDTR kawasan
reklamasi dapat dilakukan apabila sudah memenuhi persyaratan
administratif. a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda; b)
Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, c) Sudah
ada studi kelayakan d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun
regional. Namun tidak ada RDTR yang mengatur SK No. 2238/2014
tersebut
g. melanggar Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan hak setiap
orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan ditegaskannya diperuntukan
reklamasi bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi
menunjukkan adanya diskriminasi yang akan terjadi bagi nelayan
tradisinal skala kecil. Hal tersebut telah terjadi dalam pelaksanaan proyek
Universitas Sumatera Utara
Reklamasi pantai Jakarta sepanjang tahun 2000-2011 mencapai 2500 ha,
yang menggusur 3.579 Kepala Keluarga nelayan.121
C. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Pembatalan Reklamasi Pantai Pulau G putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT
DKIJakarta adalahkotapesisiryang terbentuk dan terbangun melalui proses
akresi dan sendimentasi secara alamiah. Jakarta memiliki topografi rendah
danlandai dengansungai-sungaiyangmelintasiseluruhwilayahyang menjadikannya
sebagai kota delta yang diapit dua sungai besar sebagai
potensisumberdayaairyaituSungaiCiliwungditimurdanSungaiCisadanedi Barat;
Selain itu, terdapat tiga belas sungai yang semuanya bermuara di Teluk
Jakarta.Dengantiga belassungaiyangbermuaradi TelukJakarta,maka
perairantelukJakarta dapatdikategorikansebagai estuariyang menjaditempat
pertemuan antara perairanlaut dan perairandarat. Estuarinadalahsebuah
kawasanpalingsubur karenatempatpertemuanantaradebitairtawardarihulu
denganairasingyanglebihhangatdarilautkawasanestuarinmempunyaifungsi
ekologiyang unikbaiksecaralingkunganmaupuniklimselainitujugamerupakan
tempatyang kaya nutrien sehingga merupakan tempatpaling subur untuktempat
ikanberkembang;
Pada 15 September 2015 telah masuk surat gugatan dengan No. Perkara
193/G/LH/2015/PTUN-JKT yang diajukan pihak penggugat yaitu 5 (lima) orang
yang berprofesi sebagai nelayan diantaranya Gobang, Mohammad Tahir, Nur
Saepudin, Tri Sutrisno, dan Kuat. Juga diajukan oleh Perkumpulan Koalisi Rakyat
121Hasil wawancara dengan Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke Jakarta, 3 Juli 2017
Universitas Sumatera Utara
Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup
(WALHI) untuk menggugat Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
dan PT. Muara Wisesa Samudera.
Gugatan mengenai reklamasi Pulau G yang diajukan pihak penggugat
diatas dilakukan karena dengan adanya reklamasi Pulau G memiliki dampak yang
sangat vital terhadap ekosistem laut seperti hilangnya habitat fauna laut (ikan,
udang, kepiting dan lainnya) sehingga juga berpengaruh terhadap mata
pencaharian nelayan setempat, maka dari itu pihak penggugat merasa dirugikan
dengan adanya Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 mengenai
Reklamasi Pulau G. Sementara pihak Gubernur sudah mengeluarkan Keputusan
tersebut namun, masyarakat setempat merasa tidak ada pemberitahuan/sosialisasi
mengenai hal itu.
Terkait keputusan yang dikeluarkan gubernur tersebut, pemprov DKI
dinilai bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan seperti Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 perubahan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Putusan Mahkamah Konstitusi No.
3/PUU-VIII/2010, melanggar asas perlindungan Hak Asasi Manusia dalam hal
jaminan hak untu tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat, melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik seperti asas
kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas
keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi
Universitas Sumatera Utara
1. Melanggar hukum karena tidak dijadikannnya UU 27 Tahun 2007 dan UU
1 Tahun 2014 sebagai dasar
2. Tidak adanya rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU
27 Tahun 2007
3. Proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tidak melibatkan nelayan
4. Reklamasi tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan
umum sebagaimana UU 2/2012.
5. Tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, hanya kepentingan bisnis
semata
6. Mengganggu objek vital
7. Menimbulkan dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur.
8. Hakim juga menyatakan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan
lingkungan dan berdampak kerugian bagi para penggugat (nelayan).
Pembatalan Perizinan Reklamasi Pantai Jakarta Utara oleh hakim melalui
putusan adalah sudah tepat. Pelaksanaan Reklamasi Pantai sudah tidak sesuai
dengan ketentuan dalam pelaksanaan izin lingkungan berdasarkan Undang-
Undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan.
Dan berdasarkan fakta bahwa pelaksanaan reklamasi pantai tidak memperhatikan
baku mutu pola arus dan akibat pengerugkan pada laut. Hal tersebut berakibat
rusaknya ekosistem laut dan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan
tersebut yaitu lumpur yang mencemari laut dan akibat rusaknya pola arus
terkumpulnya sedimentasi zat-zat yang berbahaya dan berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
perkembangbiakan biota laut. Terkumpulnya sedimentasi zat-zat yang berbahaya
bisa mengakibatkan masyakarat jakarta utara keracunan bahkan kematian jika
mengkonsumsi dari hasil laut jakarta utara. Hal tersebut telah pernah terjadi
negara jepang daerah niigata. Pembatalan izin tersebut telah mewujudkan
kepastian hukum oleh hakim terhadap perlindungan hukum terhadap lingkungan.
Perizinan dalam pembangunan wilayah pesisir yang baik adalah harus secara
terpadu. Pembangunan wilayah pesisir secara terpadu memberikan keadilan bagi
masyarakat nelayan karena tidak terjadi kesenjangan sosial.
Pembangunan pesisir yang hanya mementingkan hanya dampak ekonomis
akan berakibatnya perkembangan yang tidak baik termasuk pada lingkungan
hidup yaitu biota laut maupun masyarakat wilayah pesisir. sehingga pembatalan
perizinan pelaksanaan reklamasi pantai telah memberikan keadilan bagi para
nelayan. Berdasarkan fakta dalam putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT
bahwa pembangunan reklamasi pantai Pulau G adalah untuk kepentingan bisnis
bukan merupakan kepentingan untuk umum. Dan kepentingan bisnis tersebut
berdampak negatif pada kepentingan masyarakat yang merupakan kepentingan
umum. Bahkan dalam pelaksanaannya tidak memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk terlibat dalam AMDAL. Sehingga keputusan gubernur atas
perizinan reklamasi pantai Pulau G adalah merupakan suatu produk keputusan
yang tidak adil bagi masyarakat. Sehingga kebenaran hakim dalam mewujudkan
kepastian, keadilan, perlindungan hukum sudah tepat.
Universitas Sumatera Utara
No. Pelanggaran Putusan
Hakim
Analisis
1. Tidak Melibatkan
Nelayan terkena
Dampak
Membatalakan
Keputusan
Gubernur
Keputusan
Hakim Sudah
Tepat
Memberikan
2. Tidak
Mengingformasikan
Kepada Masyarakat
Yang Terkena Dampak
Jakarta No.
2238 Tahun
2014
Kepastian dan
keadilan Bagi
Masyarakat
3. Melanggar Baku Mutu Menguatkan
Keputusan
Hakim
Pelanggaran
Baku Mutu
Seharusnya
dapat dipidana
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengaturan Reklamasi Pantai Jakarta Utara diatur berdasarkan Pasal
34 dalam Undang-Undang nomor 27 Tahun 2007 dengan perubahan
Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir bahwa perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi yang berada
pada wilayah pesisir diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Pantai Utara Jakarta Berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun
1995 Tentang : Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Berdasarkan Pasal 4
Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 bahwa wewenang dan
tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara berada pada Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Pasal 15 Peraturan
Presiden nomor 122 tahun 2012 bahwa Pemerintah, pemerintah
daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib
memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi.Berdasarkan Pasal
17 Peraturan Presiden nomor 122 tahun 2012 bahwa syarat izin lokasi
adalah identitas pemohon; proposal reklamasi; peta lokasi dengan
koordinat geografis; dan bukti kesesuaian lokasi reklamasi dengan
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)
dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari instansi yang
berwenang. Dan Selanjutnya Berdasarkan Pasal 18 bahwa Permohonan
izin pelaksanaan reklamasi, yaitu: izin lokasi; rencana induk reklamasi;
Universitas Sumatera Utara
izin lingkungan; dokumen studi kelayakan teknis dan ekonomi
finansial; dokumen rancangan detail reklamasi; metoda pelaksanaan
dan jadwal pelaksanaan reklamasi; dan bukti kepemilikan dan/atau
penguasaan lahan. Bahwa perizinan reklamasi Pantai adalah izin
lokasi, izin lingkungan, dan izin pelaksanaan.
2. Perlindungan hukum terhadap masyakat terhadap dampak
reklamasiyaituupaya dari pemerintah untuk melibatkan nelayan dalam
pengambilan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dan selanjutnya
perlindungan hukum terhadap masyarat dapat membatalkan izin
lingkungan, menggugat secara perdata dengan Tanggung gugat
berdasarkan kesalahan yang dapat dibuktikan oleh masyarakat, dan
mengugat secara pidana jika melanggar ketentuan pidana lingkungan
hidup.
3. Pertimbangan hakim terhadap pembatalan reklamasi pantai pulau G
putusan nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT yaitu Keputusan Gubernur
DKI Jakarta tentang izin pelaksanaan reklamasi pantai Pulau G DKI
Jakarta bahwa telah melanggar Undang-Undang nomor 32 tahun 2009.
Perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undanag nomor 32 tahun
2009bahwa dapat membatalkan izin lingkungan jika telah melanggar
ketentuan-ketentuan berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun
2009.Berdasarkan Undang Nomor 32 tahun 2009 bahwa harus
melibatkan pada pertimbangan dan penilaian terhadap dokumen
AMDAL. Keputusan Gubernur DKI Jakarta tidak melibatkan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang terkena dampak. Dan keputusan gubernur DKI
Jakarta tidak sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 122 tahun 2012
bahwa tidak memiliki RZWP-3-K.
B. Saran
1. Bahwa terdapat perbedaan kewenangan izin kewenangan lokasi dan
pelaksanaan pada Pasal 16 Peraturan Presiden nomor 122 Tahun 2012
dengan Pasal 5 Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 17/Permen-Kp/2013 Tentang Perizinan Reklamasi
Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Sehingga perlunya
pembaruan peraturan presiden nomor 122 tahun 2012 karena dalam
perizinan reklamasi pantai perlunya melibatknya banyak pihak
termasuk kementrian tidak cukup hanya dengan pemerintah daerah.
2. Reklamasi Pantai Pulau G yang dilaksanakan di Indonesia berdampak
negatif akibat dari ketidakseriusan pemerintah dalam kelayakan
lingkungan hidup dan tidak melibatkan masyarakat. Reklamasi Pantai
Pulau G tidak belajar dari negara yang sukses melaksanakan reklamasi
yaitu seperti dubai yang melakukan 100 kali uji kelayakan lingkungan
hidup dan korea selatan yang mengkaji dari berbagai bidang seperti
bidang sosial, ekonomi, budaya, teknis, dan lingkungan, dilakukan
dengan baik agar tidak menimbulkan konflik berbagai kepentingan.
Sehingga pentingnya peraturan baru mengenai hal perizinan reklamasi
terhadap uji kelayakan lingkungan hidup dan perlunya ditambahnya
keterlibatan pihak-pihak dalam pelaksanaan reklamasi. peraturan baru
Universitas Sumatera Utara
tersebut juga untuk mewujudkan pembangunan wilayah pesisir yang
secara terpadu.
3. Bahwa terdapat fakta pada dalam putusan nomor
193/G/LH/2015/PTUN-JKT bahwa baku mutu pola arus laut sudah
melebihi nilai ambang batas.Sebaiknya perizinan reklamasi pantai
jakarta utara memperhatikan pola arus agar masyarakat tidak
mengalami kerugian.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdul Kadir, Mohammad, 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Abdurrahman, Muslan, 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang:UMM Pres
Aditya dan Intan, 2015. The Law of love. Yogyakarta, Visimedia, 2015
Aditya, 2015. The Law of Love (Jakarta: Visimedia, 2015
Anshary, 2016. harta bersama perkawinan dan permasalahannya (Bandung: Mandar madju.
Arifin, Yanuar, 2013. Panduan Lengkap Mengurus Dokumen Properti ( Tanah dan Rumah), Yogyakarta: Diva Press.
Ata Ujan, Andre 2009. Filsafat Hukum-Membangun Hukum, Membela Keadilan. Yogyakarta: Kanisius.
Daiyo, J.B , 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prennahlindo.
Darmabrata, Wahjono dan Surini Ahla sjarif, 2002. Hukum Perkawinan dan Keluarga Indonesia. Jakarta: Riskita.
Darus, Mariam, dkk, 2016. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka
Fuady, Munir 2010. Dinamika Teori Hukum. Bogor, Ghalia Indonesia
Furchan, Arief, 1997. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional
Hamzah, Andi, 1996. Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta, Sinar Grafika
Hanitijo Soemitro, Ronny, 1990. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia
Harsono, Boedi, 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan
Hartanto, Andy, 2015. Kepemilikan Tanah. Surabaya: Laksbang
Universitas Sumatera Utara
Hutagalung, Arie, 1998. Condomonium dan Permasalahannya. Jakarta: Fakultas Hukum UI.
Kadir Muhammad, Abdul, 1994. Hukum Harta Kekayaan. Bandung: PT.Citra Aditya
Kamelo, Tan dan syarifah lisa, 2011. Hukum orang dan keluarga. Medan: USU Press
Kansil, CST.,1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Lubis, M. Solly, 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju
Lubis, M. Solly, 2007. Diktat Teori Hukum. Medan: Rangkaian Sari Kuliah Semester II, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU
Mahmud Marzuki, Peter, 2008. Pengatar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Pranada Media Group
Marwan dan Jimmy, 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher
Mas, Marwan, 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia
Moleong, 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
Muchsin, 2003. Perlindungan Represif Dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Mustofa, 2014. Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT. Yogyakarta: Karya Media
Oka Setiawan, Ketut, 2016. Hukum Perorangan dan Kebendaan. Jakarta: Sinar Grafika
Parlindungan, A.P. 2008. Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Madju
Perangin, Effendi, 1994. Praktik Jual Beli Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Prodjodikoro, Widjono, 1981. Hukum Perdata dengan Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur.
Prodjohamidjojo, Martiman, 2011. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing
Puspaningrum, Galuh, 2015. Hukum Perjanjian Yang Dilarang Dalam Persaingan Usaha. Yogyakarta: Aswaja
R. Subekti, 1994. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Universitas Sumatera Utara
Rahardjo, Satjipto, 2006. Hukum Dalam Jagat Ketertiban. Jakarta: UKI Press
Rawls, John ,1971. A Theory of Justice. London: Oxford University Press
Salindeho, John, 1994. Manusia, Tanah, Hak dan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Salman S, HR.Otje dan Anton F Sutanto, 2005. Teori Hukum. Bandung: Refika Aditama.
Santoso, Urip, 2014. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah. Jakarta: Kencana
sembiring, Rosnidar, 2016. Hukum Keluarga. Jakarta: Rajawali Press
Soejono, 1979. Beberapa Pemikiran tentang filsafat Hukum (Semarang: Undip, 1979
Soekamto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003. Penelitian Hukum Normatif-suatu tinjauan singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2010. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam dan UUP. Yogyakarta:Liberty.
Soerjono Soekamto, 2007. Pengantar Peneitian Hukum ( Jakarta: Universitas Indonesia Pres, 2007
Soeroso, 2011. Perjanjian Dibawah Tangan. Jakarta: Sinar Grafika.
Suamardji, 2001. Sertifikat Sebagai Alat Bukti Hak Atas Tanah. Surabaya: Fakultas Hukum Airlangga
Subekti, 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa
Sugiono, 1983. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfa Beta
Susilo, Budi, 2007. Prosedur Gugatan Cerai. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Sutedi, Adrian, 2006. Peralihan Hak Atas Tanah, Dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika
Sutedi, Adrian, 2016. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika
Syahrani, Riduan, 1998. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni
Syahrani, Riduan, 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Universitas Sumatera Utara
Widjaja Kartini Muljadi, Gunawan 2002. Jual Beli. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Yamin, M. , 2012. Hukum Pendaftaran tanah. Bandung: Mandar Madju
B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Intruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 1991.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 2001 tentang
Konflik
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria.
Universitas Sumatera Utara