Analisis trend dan pengaruh manajemen modal kerja terhadap .../Analisis... · kredit yang lunak...
Transcript of Analisis trend dan pengaruh manajemen modal kerja terhadap .../Analisis... · kredit yang lunak...
Analisis trend dan pengaruh manajemen modal kerja terhadap
profitabilitas perusahaan
(Studi empiris pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta, periode 2002 - 2005)
SKRIPSI
Diajukan Guna Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi
Syarat – Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen Pada Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Edwin Christian
F.0203068
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pengelolaan modal kerja merupakan salah satu tugas manajer keuangan
yang utama pada posisinya di dalam suatu perusahaan. Tetapi, masih banyak
terdapat kegagalan bisnis yang telah disebabkan ketidakmampuan para manajer
keuangan untuk merencanakan dan mengawasi secara tepat aktiva lancar dan
hutang lancar dari masing-masing perusahaannya (Smith, 1973). Suatu
perusahaan harus mempertahankan keseimbangan antara likuiditas dan
profitabilitas ketika perusahaan tersebut melakukan aktivitas operasinya sehari-
hari. Namun untuk mencapai kondisi seperti ini, manajer keuangan dari suatu
perusahaan berada di dalam suatu dilema untuk mencapai trade off yang
diinginkan antara likuiditas dan profitabilitas guna memaksimalkan nilai
perusahaan. Apabila perusahaan terlalu fokus terhadap likuiditas maka akan
menjadi beban bagi profitabilitas (Gitman, 1984 dan Bhattacharya, 2001).
Perusahaan dengan jumlah persediaan yang besar dan kebijakan penjualan
kredit yang lunak mungkin akan mengarah terhadap penjualan yang lebih
tinggi. Jumlah persediaan yang besar mengurangi risiko kekurangan persediaan
pada saat permintaan melonjak dan juga mencegah penundaaan dan rusaknya
jadwal produksi. Penjualan kredit mungkin merangsang penjualan karena
memberikan kesempatan bagi konsumen untuk menilai kualitas produk
sebelum melakukan pembayaran (Long, Martiz, dan Ravid, 1993; dan Deloff
dan Jeggers, 1996). Dengan melakukan kebijakan kredit yang lunak, maka bagi
para konsumen, hal ini bisa menjadi suatu sumber kredit yang tidak mahal
(Patterson dan Rajan, 1997). Bagaimanapun juga, satu kelemahan dari
pemberian penjualan kredit dan penyimpanan persediaan dalam jumlah yang
besar adalah bahwa sebagian besar dana akan terkunci di dalam modal kerja.
Ada tiga kebijakan investasi alternatif dalam aktiva lancar, yaitu, pertama,
kebijakan investasi aktiva lancar yang longgar. Di dalam kebijakan ini kas,
sekuritas, dan persediaan dimiliki dalam jumlah yang relatif besar serta
penjualan digalakkan dengan kebijakan penjualan kredit yang longgar sehingga
menyebabkan tingkat piutang usaha yang tinggi. Kedua, adalah kebijakan
investasi aktiva lancar yang ketat. Kebijakan ini merupakan kebalikan dari
kebijakan yang pertama, dimana pada kebijakan ini, jumlah kas, sekuritas,
persediaan, dan piutang usaha suatu perusahaan diminimumkan. Ketiga, adalah
kebijakan investasi aktiva lancar yang moderat. Kebijakan ini merupakan suatu
kebijakan di antara kebijakan investasi aktiva lancar yang longgar dan
kebijakan investasi aktiva lancar yang ketat.
Selain ketiga kebijakan investasi aktiva lancar di atas, dalam Brigham
(2001), terdapat konsep modal kerja nol. Dasar pemikiran dari konsep ini
adalah persediaan dan piutang merupakan kunci untuk mengadakan penjualan,
tetapi persediaan dapat dibiayai oleh pemasok melalui hutang usaha.
Pengurangan modal kerja, dan dengan demikian peningkatan perputaran,
memberikan dua manfaat utama. Pertama, setiap rupiah yang dibebaskan
dengan mengurangi persediaan atau piutang, atau dengan menambah hutang,
menghasilkan kontribusi pada arus kas. Kedua, suatu gerakan menuju ke arah
modal kerja nol secara permanen meningkatkan laba perusahaan. Seperti
halnya semua modal, dana yang diinvestasikan ke dalam modal kerja
memerlukan biaya, sehingga dengan mengurangi modal kerja akan
menghasilkan penghematan yang permanen dalam biaya modal. Penghematan
ini dapat ditempuh dengan tidak terdapatnya gudang untuk menyimpan
persediaan, pengurangan kebutuhan tenaga kerja, dan berkurangnya
penanganan peralatan, peminimuman persediaan barang yang usang.
Sesuai dengan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa working
capital management atau manajemen modal kerja merupakan unsur yang
penting dari manajemen keuangan bagi kebanyakan perusahaan terutama
perusahaan yang berorientasikan laba. Sebagaimana kebanyakan dari
perusahaan menginvestasikan dana dalam jumlah yang signifikan di dalam
modal kerja. Terlebih lagi, perusahaan-perusahaan ini mempunyai jumlah
hutang jangka pendek yang bisa dipertimbangkan sebagai suatu sumber
pembiayaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa mempertahankan jumlah
investasi modal kerja yang signifikan dan permasalahan jumlah investasi
modal kerja yang signifikan mempunyai dampak terhadap profitabilitas suatu
perusahaan.
Deloof (2003) menemukan hubungan negatif yang signifikan antara gross
operating income dengan jumlah hari piutang, persediaan, dan hutang untuk
sejumlah besar perusahaan-perusahaan Belgian. Studi yang dilakukan oleh C.
R. Satyamoorthi (2000) mengenai modal kerja pada koperasi-koperasi di
Botswana. Studi ini memfokuskan pada bagaimana aset-aset lancar dibiayai
dan untuk menemukan kepentingan relatif dari berbagai macam komponen-
komponen aset lancar dari data empat tahunan yang telah diambil selama
periode 1994-1997. Hasilnya adalah koperasi-koperasi tersebut mempunyai
likuiditas yang rendah sehingga mereka dalam posisi yang lemah untuk
membayar kewajiban jangka pendeknya. Dev Strischek (2001)
mengungkapkan bahwa ketika memimjam dana, pada banker mengarahkan
kinerja dan kemampuan manajemen aliran kas perusahaan, yang mana tentunya
mempengaruhi biaya modal. Hal inilah yang menyebabkan kenapa seorang
lender mempunyai minat di dalam tiga bidang kunci, yaitu praktek-praktek
pengumpulan piutang, pengawasan persediaan, dan kebijakan penjualan kredit.
Penelitian ini mengkonfirmasi dugaan-dugaan penelitian-penelitian di atas
bahwa manajemen modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang
dilakukan oleh Kesseven Padachi (2005) pada 58 perusahaan manufaktur kecil
Mauritis yang terbagi di dalam lima sektor, yaitu makanan dan minuman,
leather garments, produk-produk kertas, produk-produk logam prefabricated,
dan mebel kayu, pada periode 1997-98 hingga 2002-03. Dalam penelitian
tersebut menyatakan bahwa pengaruh yang positif terhadap profitabilitas
perusahaan yang berarti manajemen modal kerja bekerja terhadap profitabilitas
perusahaan. Selain berbeda dalam hal objek dan waktu, peneliti juga
memodifikasi antara lain variabel dependen yang digunakan di dalam
penelitian kali ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Khan et.al
(2004) untuk membedakan dengan penelitian terdahulu.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian kali ini pokok masalah
yang diambil adalah:
1. Bagaimana trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaan-
perusahaan manufaktur?
2. Apakah manajemen modal kerja mempunyai pengaruh terhadap
profitabilitas perusahaan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh bukti empiris mengenai:
1. Trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaan-perusahaan
manufaktur.
2. Pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas
perusahaan.
E. MANFAAT PENELITIAN
Adapun hasil yang didapat dari penelitian ini, diharapkan mampu
memberikan manfaat bagi:
1. Perusahaan
Memberikan masukan bagi perusahaan dalam hal
pengelolaan modal kerja sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan perusahaan dalam usahanya untuk memaksimalkan
profitabilitasnya.
2. Peneliti
Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan
teori-teori dan konsep-konsep yang telah diperoleh terutama yang
menyangkut manajemen modal kerja yang dapat memberikan
pengaruh positif bagi kemajuan perusahaan.
3. Pihak lain
Memberikan wacana pengetahuan dalam bidang
manajemen modal kerja sehingga diharapkan dapat memberikan
manfaat dan kontribusi sebagai bahan penelitian yang akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Modal Kerja
Dalam istilah modal kerja, terdapat dua istilah modal kerja yaitu modal
kerja bruto (gross working capital), adalah aktiva lancar yang digunakan dalam
operasi, dan modal kerja bersih (net working capital), adalah aktiva lancar
dikurangi kewajiban lancar. Kebijakan modal kerja (working capital policy)
mengacu pada kebijakan dasar perusahaan mengenai jumlah yang ditargetkan
untuk setiap kategori aktiva lancar dan bagaimana aktiva lancar akan dibiayai.
Manajemen modal kerja (working capital management) menyangkut penetapan
kebijakan modal kerja maupun pelaksanaan kebijakan tersebut dalam operasi
sehari-hari. Modal kerja terdiri dari empat komponen, yaitu kas, surat berharga,
persediaan, dan piutang usaha. Siklus yang biasa diikuti oleh suatu perusahaan
dimana mereka membeli persediaan, menjual secara kredit, dan kemudian
menagih piutang usaha, adalah siklus yang disebut dengan siklus konversi kas.
Modal kerja memenuhi kebutuhan-kebutuhan keuangan jangka pendek
dari suatu kegiatan bisnis perusahaan. Hal tersebut merupakan modal dagang,
tidak tertahan di dalam suatu bentuk khusus untuk jangka waktu lebih dari satu
tahun dalam aktivitas bisnis. Dana yang ditanamkan di dalam modal kerja
berubah bentuk dan isi sepanjang aliran operasi bisnis yang normal. Terdapat
banyak pertanyaan mengebai bagaimana mempertahankan modal kerja yang
cukup. Seperti halnya sirkulasi darah di dalam tubuh manusia untuk bertahan
hidup, aliran dana-dana sangatlah penting untuk mempertahankan aktivitas
bisnis. Apabila hal tersebut melemah, aktivitas bisnis akan kesulitan untuk
berhasil dan bertahan. Kekurangan modal kerja secara umum merupakan
penyebab utama kegagalan perusahaan kecil di berbagai negara berkembang
dan negara yang sedang berkembang (Rafuse, 1996). Keberhasilan suatu
perusahaan pada akhirnya, terdapat pada kemampuannya untuk menghasilkan
penerimaan kas yang lebih di atas pengeluaran. Permasalahan aliran kas pada
banyak perusahaan kecil diperburuk dengan pengelolaan keuangan yang buruk
dan pada khususnya terdapat kekurangan pada perencanaan kebutuhan-
kebutuhan kas (Jarvis et al, 1996).
Modal kerja adalah suatu margin atau pengaman untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban di dalam perputaran aktivitas operasi perusahaan sehari-
hari (Osisioma; 1997). Dengan kata lain, modal kerja mewakili perputaran
modal dari suatu organisasi dan terdiri dari:
1. Persediaan-persediaan dari barang yang diperdagangkan, bahan
baku, dan barang dalam proses.
2. Piutang.
3. Bank balances dan kas.
4. Marketable securities dan tagihan jangka pendek yang lain pada
pihak ketiga.
Untuk mendefinisikan modal kerja, tidak lengkap apabila tidak menyebutkan
sisi yang lainnya, yaitu kewajiban lancar. Yang mana di dalamnya termasuk
tagihan jangka pendek dari pihak ketiga yang terkait di dalam aktivitas bisnis.
Jadi, arti sesungguhnya dari modal kerja adalah selisih bersih antara aset lancar
dan kewajiban lancar dari suatu organisasi (Enyi; 2001).
B. Manajemen Modal Kerja
Manajemen modal kerja mempunyai dampak yang kuat bagi
keterlangsungan dan pertumbuhan perusahaan kecil (Kargar dan Blumenthal,
1994). Manajemen modal kerja merupakan hal yang penting bagi kesehatan
keuangan bisnis di semua ukuran. Jumlah dana yang ditanamkan di dalam
modal kerja sering kali besar di dalam proporsi total aset yang ditanamkan dan
oleh karena itu merupakan hal yang vital bila jumlah dana tersebut digunakan
dalam cara yang efisien dan efektif. Bagaimanapun juga, terdapat bukti bahwa
perusahaan kecil tidak begitu baik dalam mengelola modal kerjanya.
Van Horne (1977) menggambarkan manajemen modal kerja sebagai
suatu administrasi aset lancar, seperti kas, marketable securities, piutang, dan
persediaan. Dan menurut Osisioma (1997), manajemen modal kerja merupakan
regulation, penyesuaian, dan pengawasan keseimbangan dari aset lancar dan
kewajiban lancar suatu perusahaan, seperti memenuhi jatuh tempo suatu
obligasi, dan aset tetap dipelihara secara tepat. Bagaimanapun juga, untuk
mencapai manajemen modal kerja yang baik, terdapat dua elemen yang harus
dipenuhi. Yaitu: komponen-komponen yang diperlukan (necessary
components) dan jumlah yang diinginkan (desirable quantities).
Osisioma (1997) berpendapat bahwa manajemen modal kerja yang baik
harus memastikan suatu hubungan yang dapat pantas antara komponen-
komponen yang berbeda-beda dari modal kerja suatu perusahaan guna
menghasilkan suatu perpaduan yang efisien, yang mana akan menjamin
kecukupan modal. Dengan kata lain manajemen modal kerja harus mampu
menyediakan suatu pengelolaan jumlah yang diinginkan dari setiap komponen
modal kerja.
Sedangkan untuk komponen yang diperlukan dari modal kerja suatu
perusahaan pada umumnya mengikuti trend tipe bisnis atau industri.
Komponen-komponen modal kerja bagi kebanyakan organisasi pada umumnya
adalah kas, debtors, piutang, persediaan, marketable securities, dan
redeemable futures. Kecukupan dari masing-masing komponen-komponen ini
diukur melalui pengukuran yang ketat berdasarkan kebutuhan, ukuran, dan
jangkauan dari kegiatan operasi suatu perusahaan. Ketidakmampuan untuk
membayar dan permasalahan finansial buruk yang lain muncul sebagai akibat
dari ketidakmampuan pihak manajemen perusahaan untuk mengidentifikasi
kebutuhan, ukuran, dan jangkauan dan kuantitas dari masing-masing
komponen modal kerja yang diperlukan bagi mereka ini.
C. Gross Profit Margin
Pada penelitian ini, profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan
menggunakan Gross Profit Margin. Gross Profit Margin merupakan salah satu
rasio yang mengukur profitabilitas suatu perusahaan. Penggunaan rasio ini
sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Khan et.al (2004). Rasio ini
dapat diperoleh dengan rumus di bawah ini (Brigham, 2001, p.89):
Gross Profit Margin = Sales
ods SoldCost of GoSales -
D. Inventories Days
Persediaan dapat dikategorikan menjadi pasokan (supplies), bahan
baku, barang dalam proses, dan barang jadi, merupakan bagian yang sangat
penting bagi hampir semua kegiatan bisnis. Tingkat persediaan tergantung pada
penjualan, persediaan harus diperoleh sebelum terjadi penjualan. Oleh karena
itu, suatu perusahaan harus bisa memperkirakan penjualan sebelum
menentukan jumlah persediaan yang ditargetkan. Apabila terjadi kesalahan
dalam menentukan jumlah persediaan, maka suatu perusahaan akan terbebani
dengan biaya persediaan dan kehilangan penjualan. Menghitung periode
konversi persediaan, yang mana merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan
untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, dan
kemudian menjualnya, yang dapat ditempuh melalui rumus dibawah ini
(Brigham, 2002, p. 701):
Inventories Days = 360/ Sales
Inventory
E. Accounts Receivables Days
Piutang usaha muncul akibat adanya persaingan antara perusahaan
dengan perusahaan lainnya. Dan pada akhirnya, apabila pelanggan membayar
piutangnya, maka perusahaan yang memberikan piutang akan menerima kas
dan piutang berkurang. Piutang memang mengandung biaya, namun dengan
memberikan piutang maka penjualan dapat ditingkatkan. Menghitung periode
pengumpulan piutang, yang mana merupakan lamanya waktu rata-rata yang
dibutuhkan untuk mengubah piutang perusahaan menjadi kas, yang dapat
ditempuh melalui rumus sebagai berikut (Brigham, 2002, p. 701):
Accounts Receivables Days = 360/ SalessReceivable
F. Accounts Payable Days
Hutang yang dimaksud disini merupakan hutang jangka pendek yang
diperlukan suatu perusahaan untuk menjalankan aktivitas operasinya. Pada
suatu perusahaan terdapat hutang jangka pendek dikarenakan untuk memenuhi
beberapa komponen dari modal kerja, misalnya persediaan bahan baku.
Menghitung periode penangguhan hutang, yang mana merupakan lamanya
waktu rata-rata antara pembelian bahan baku dan tenaga kerja hingga
pembayaran kas kepada mereka, yang dapat ditempuh melalui rumus di bawah
ini (Brigham, 2002, p. 701):
Accounts Payable Days = 360/ ods SoldCost of Go
Payables
G. Cash Conversion Cycle
Variabel ini digunakan sebagai suatu pengukur modal kerja yang
komprehensif sebagaimana variabel ini menunjukkan time lag antara
pembelanjaan untuk pembelian bahan baku hingga pengumpulan dari
penjualan barang jadi. Semakin lama putarannya, semakin besar dana yang
terhenti di dalam modal kerja.
Untuk merumuskan Cash Conversion Cycle, yang mana berfokus pada
lamanya waktu antara ketika perusahaan melakukan pembayaran hingga ketika
perusahaan memperoleh cash inflows, langkah-langkah yang harus ditempuh
adalah sebagai berikut:
1. Menghitung periode konversi persediaan, yang mana merupakan
waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah bahan baku
menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, dan kemudian
menjualnya.
2. Menghitung periode pengumpulan piutang, yang mana merupakan
lamanya waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah piutang
perusahaan menjadi kas.
3. Menghitung periode penangguhan hutang, yang mana merupakan
lamanya waktu rata-rata antara pembelian bahan baku dan tenaga
kerja hingga pembayaran kas kepada mereka.
Setelah melalui ketiga rumusan di atas maka, Cash Conversion Cycle dapat
diungkap melalui rumus sebagai berikut (Brigham, 2002, p.702):
Cash Conversion Cycle = AP_days - AR_days INV_days +
Selain variabel-variabel diatas, terdapat beberapa variabel yang lain
yang digunakan untuk memperkuat pengaruh variabel-variabel independen,
antara lain adalah:
1. Gearing Ratio
Gearing merupakan rasio yang membandingkan antara total
hutang dan total aktiva. Rasio ini dapat diperoleh melalui rumus di
bawah ini:
GEAR = Aktiva Total
Hutang Total
2. Ratio Of Current Assets To Total Assets
Ratio of current assets to total asset merupakan rasio yang
membandingkan antara aktiva lancar dan total aktiva. Rasio ini dapat
diperoleh melalui rumus di bawah ini:
CA/TA = Aktiva TotalLancar Aktiva
H. PENELITIAN TERDAHULU
J.C. Imegi, P.U. Augundu, L.U. Onwuli, T.A. Ngerebo (2004)
menganalisa dan mengukur arahan manajemen modal kerja pada perusahaan-
perusahaan negara Rivers, dengan berfokus pada pengoptimalisasian kas,
marketable securities, dan piutang. Data primer yang digunakan berasal dari
lima belas eksekutif perusahaan dari empat jenis perusahaan. Mereka
menetapkan bahwa kemampuan memprediksi aliran kas dan rata-rata
pertumbuhan merupakan indikator yang baik modal kerja melalui square
statistical technique. Kesimpulannya adalah variasi ukuran dan komposisi
current aset perusahaan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kemampuan
memprediksi aliran kas dan pengantisipasian rata-rata pertumbuhan. Tetapi
lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sifat-sifat bisnis, penjualan, ukuran
perusahaan, dan profitabilitas.
Carol Howarth, Paul Westhead (2003) membahas mengenai manajemen
modal kerja dari sample acak dalam jumlah yang besar dari perusahaan kecil di
Inggris. Principal components analysis dan cluster analysis menegaskan
pengidentifikasian empat tipe yang berbeda dari perusahaan dengan maksud
untuk memetakan pola dari manajemen modal kerja. Hasil yang bisa
disimpulkan dari penelitian mereka adalah perusahaan kecil hanya memfokus
manajemen modal kerjanya pada bidang tertentu saja yang mereka harapkan
untuk meningkat pengembalian marjinal.
Sin dan Soenen (1998) menemukan sebuah hubungan negatif yang kuat
antara periode pengumpulan kas dan profitabilitas perusahaan-perusahaan
Amerika yang terdaftar pada periode 1978-1994. C.R. Satyamoorthi
melakukan suatu penelitian pada pengelolaan modal kerja di dalam koperasi-
koperasi di Botswana. Penelitiaan tersebut berfokus pada bagaimana aset
lancar dibiayai dan untuk mengungkap kepentingan relatif dari berbagai
macam komponen aset lancar pada data empat tahunan dari beberapa
organisasi yang dipilih. Studi ini mencakup periode 1994-1997. Studi ini
menunjukkan bahwa koperasi-koperasi mempunyai likuiditas yang rendah
yang mengakibatkan mereka mempunyai posisi yang lemah untuk membayar
kewajiban jangka pendek. Dev Strischek (2001) mendiskusikan mengenai
pemimjaman dana, para bankir mengarahkan kemampuan pengelolaan modal
kerja dan aliran kas suatu perusahaan, yang mana berdampak pada biaya
modal. Hal inilah yang menyebabkan mengapa suatu pemberi pinjaman
mempunyai suatu minat tetap di dalam tiga bidang kunci, yaitu praktek-praktek
penagihan, pengendalian persediaan, dan kebijakan penjualan kredit.
Studi yang dilakukan oleh (Peel et al., 2000) mengungkapkan bahwa
perusahaan-perusahaan kecil cenderung untuk mempunyai suatu proporsi aset
lancar yang relatif tinggi, likuiditas yang relatif rendah, menunjukkan arus kas
yang sering berubah-ubah, dan mempunyai ketergantungan yang tinggi
terhadap hutang jangka pendek. Bagi bisnis yang kecil dan sedang
berkembang, suatu pengelolaan modal kerja yang efisien merupakan suatu
komponen vital bagi kesuksesan dan keterlangsungannya, baik dalam hal
prifitabilitas dan likuiditas (Peel dan Wilson, 1996). Lebih jauh lagi mereka
menegaskan bahwa perusahaan yang lebih kecil seharusnya mengadopsi
rutinitas-rutinitas pengelolaan modal kerja formal guna mengurangi
kemungkinan penutupan aktivitas bisnis, seperti halnya untuk meningkatkan
kinerja aktivitas bisnis. Studi yang dilakukan oleh Grablowsky (1976) telah
menunjukkan suatu hubungan yang signifikan antara berbagai macam
pengukuran kesuksesan dan penerapan kebijakan-kebijakan dan prosedur
modal kerja yang formal. Mengelola aliran kas dan cash conversion cycle
merupakan suatu komponen yang kritis dari keseluruhan pengelolaan keuangan
bagi semua perusahaan, terutama pada mereka yang modalnya terbatas dan
mempunyai ketergantungan yang lebih pada sumber pembiayaan jangka
panjang (Walker dan Petty, 1978; Deakins et al, 2001).
I. KERANGKA PEMIKIRAN
GAMBAR II. 1
KERANGKA PEMIKIRAN
Inventories Days
Accounts Receivables Days
Accounts Payable Days
Cash Conversion Cycle Variabel Dependen
Gross Profit Margin
Variabel Independen
Ratio of Current Assets To Total Assets
Gearing Ratio
Variabel Control
Keterangan:
Dalam kerangka pemikiran di atas variabel-variabel yang
mempengaruhi gross profit margin, yaitu inventories days, accounts
receivables days, accounts payable days, dan cash conversion cycle.
Inventories days, accounts receivables days, dan cash conversion cycle
berpengaruh negatif terhadap gross profit margin. Sehingga bila ada kenaikan
dari masing-masing variabel tersebut akan menurunkan gross profit margin.
Sedangkan pada variabel accounts payable days mempunyai pengaruh yang
positif terhadap gross profit margin, karena bila terdapat kenaikkan pada
variabel ini akan menurunkan variabel cash conversion cyle (Brigham, 2002,
p.702). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh
manajemen modal kerja terhadap kinerja perusahaan. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Padachi (2006) menunjukkan bahwa komponen-komponen
modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas
perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Padachi (2006) juga
memasukkan beberapa variabel-variabel yang lain yang mempertinggi hasil
pengujian hipotesis, yaitu gearing ratio dan ratio of current assets to total
assets. Variabel-variabel ini dikategorikan sebagai variabel kontrol.
H. HIPOTESIS
1. Trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaan
Pada studi yang dilakukan oleh Padachi (2006), dengan mengambil
sampel sejumlah 58 perusahaan-perusahaan manufaktur kecil Mauritis,
mengungkapkan perbandingan komposisi persediaan dari industri-industri
selama tahun pengamatan menunjukkan sedikit perbaikan untuk industri
makanan dan minuman dan industri produk-produk kertas. Merupakan hal
menarik untuk diamati perbaikan yang konsisten di dalam trade debtors share
dari aktiva lancar di dalam semua industri, kecuali untuk industri makanan dan
minuman, hal tersebut mewakili kurang dari tiga puluh persen dari total aset.
Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menjaga
piutang mereka dalam porsi yang layak dengan baik dan hal ini bisa
dikarenakan keinginan mereka untuk menghasilkan dari aktivitas operasi
mereka daripada bergantung pada dana dari pihak luar.
Kecuali untuk industri produk-produk kertas, empat industri yang lain
mempunyai ketergantungan yang lebih besar pada sumber dana-sumber dana
jangka pendek dan hal ini meningkat pada tahun 2003. Industri produk-produk
logam prefabricated membiayai 85 persen dari aset-asetnya dengan kewajiban
lancarnya dan ketergantungan yang berlebihan ini mungkin bisa menjadi suatu
ancaman terhadap keberlangsungan industri tersebut. Mengenai likuiditas,
industri makanan dan minuman, garments, produk-produk logam, dan kayu
dan mebel mempunyai aset-aset likuid yang kurang untuk memenuhi
kewajiban lancar mereka dan apabila hal ini menjadi permanen, maka akan
mempengaruhi pasokan bahan baku dan kemudian produksinya.
Proporsi dari aset-aset likuid terhadap total aset adalah di atas tujuh
puluh persen untuk industri kayu dan logam, hal ini mengindikasikan terdapat
dasar aset-aset tetap yang rendah. Hal ini menyatakan secara tidak langsung
bahwa dua industri ini dapat beroperasi dengan investasi yang relatif rendah
pada aset-aset tetap sebagai mana dibandingkan dengan industri-industri yang
lain seperti printing dan garment dimana kegiatan produksi cenderung benar-
benar membutuhkan mesin-mesin. Alasan yang masuk akal lainnya adalah bisa
jadi bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur kecil Mauritis lebih
mementingkan kegiatan operasi yang sekarang daripada permasalahan jangka
panjang seperti kapasitas dan teknologi.
H1 : Kebutuhan modal kerja perusahaan akan meningkat.
2. Pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan
Penelitian yang dilakukan oleh Peel dan Wilson (dalam Padachi, 2006)
telah menitikberatkan manajemen modal kerja yang efisien dan praktek-
praktek manajemen kredit yang baik sebagai sesuatu yang sangat penting bagi
kesehatan dan kinerja bidang usaha kecil. Hal sama juga diungkapkan oleh
Berry et al (dalam Padachi, 2006), yang menemukan bahwa small medium
entreprises (SMEs) belum mengembangkan praktek manajemen finansial
mereka hingga ke tingkatan yang lebih baik. Para pemilik yang juga selaku
manajernya seharusnya sadar akan pentingnya dan keuntungan yang bisa
diperoleh dari praktek-praktek manajemen keuangan yang lebih baik.
Penelitian yang dilakukan oleh De Chazal Du Mee (dalam Padachi, 2006),
menunjukkan bahwa sekitar enam puluh persen perusahaan-perusahaan
mempunyai permasalahan yang berkaitan dengan aliran kas. Narasimhan dan
Murty (dalam Padachi, 2006) menekankan pada kebutuhan bagi banyak
industri-industri untuk lebih meningkatkan pengembalian modalnya (return on
capital employed) dengan memfokuskan pada beberapa bidang-bidang yang
vital seperti penahanan biaya, mengurangi penanaman modal pada modal kerja
dan lebih meningkatkan keefiensian modal kerja. Penelitian yang dilakukan
oleh Shin dan Soenen dan penelitian yang dilakukan oleh Deloof (dalam
Padachi, 2006) telah menemukan hubungan yang signifikan antara
pengukuran-pengukuran manajemen modal kerja dan profitabilitas suatu
perusahaan.
H2 : Manajemen modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap profitabilitas perusahaan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat survey data sekunder. Penelitian ini termasuk
dalam tipe penelitian penjelasan (explanatory research) yang menyoroti
hubungan variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini mengambil populasi perusahaan yang listing di BEJ
khususnya perusahaan manufaktur tahun 2002 sampai 2005.
Teknik pengambilan sampel adalah purposive random sampling.
Kriteria yang digunakan untuk penentuan sampel adalah:
1. Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ sesuai
dengan pengklasifikasian Indonesian Capital Market Directory.
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk
periode 2002 sampai 2005.
3. Perusahaan mempunyai aktiva tetap yang tidak signifikan.
C. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data
yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode
dokumentasi terhadap laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode tahun 2002 sampai tahun
2005. Untuk beberapa variabel, data yang ada masih merupakan data mentah
yang tertuang dalam laporan keuangan perusahaan sehingga masih harus
diolah untuk menjadi data siap pakai.
D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran
Ada beberapa variabel yang akan diuji. Skala yang digunakan adalah
skala rasio. Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel Dependen
Gross Profit Margin : adalah rasio yang digunakan dalam
penelitian ini guna mengukur
profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ini
dapat dihitung dengan rumus di bawah
ini:
GPM = Sales
ods SoldCost of GoSales -
2. Variabel Independen
a. Inventories Days : adalah rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk mengubah bahan
baku menjadi barang setengah jadi dan
barang jadi, dan kemudian menjualnya.
Variabel ini dapat dihitung melalui
rumus di bawah ini:
INV_days = 360/ Sales
Inventory
b. Accounts Receivables
Days
: adalah rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk mengubah piutang
perusahaan menjadi kas. Variabel ini
dapat dihitung melalui rumus di bawah
ini:
AR_days = 360/ SalessReceivable
c. Accounts Payable Days : adalah lamanya rata-rata waktu antara
pembelian bahan baku dan tenaga kerja
hingga pembayaran kas kepada
mereka. Variabel ini dapat dihitung
dengan menggunakan rumus di bawah
ini:
AP_days = 360/ ods SoldCost of Go
Payables
d. Cash Conversion Cycle : adalah variabel yang digunakan
sebagai suatu pengukur modal kerja
yang komprehensif sebagaimana
variabel ini menunjukkan time lag
antara pembelanjaan untuk pembelian
bahan baku hingga pengumpulan dari
penjualan barang jadi. Variabel ini
dihitung dengan rumus di bawah ini:
CCC = AP_days - AR_days INV_days +
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang mempunyai kecenderungan
seperti variabel independen dan peneliti berusaha mencari hubungan
antara variabel kontrol bersama dengan variabel independen terhadap
variabel dependen (Social Science Research and Instructional Council,
2000). Pada penelitian ini, terdapat variabel-variabel kontrol sebagai
berikut:
a. Gearing Ratio : adalah rasio yang membandingkan
antara total hutang dengan total aktiva.
Rasio ini dapat dihitung melalui rumus
di bawah ini:
GEAR = Aktiva Total
Hutang Total
b. Ratio of Currents Assets
to Total Assets
: adalah rasio yang membandingkan
antara aktiva lancar dan total aktiva.
Rasio ini dihitung dengan rumus di
bawah ini:
CA/TA = Aktiva TotalLancar Aktiva
E. Metode Analisis Data
1. Perumusan Model
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian ini adalah hierarchical regression analysis. Analisis ini
dimaksudkan untuk menguji pengaruh signifikan variabel-variabel
manajemen modal kerja terhadap gross profit margin dengan
menyertakan variabel-variabel kontrol. Adapun model yang
digunakan adalah sebagai berikut :
GPMit = β0 + β2gearit + β3catait + β6ivndaysit + β7ardaysit + β7apdaysit +
β8cccit + εit
Keterangan:
GPMit
gearit
catait
invdaysit
ardaysit
apdaysit
cccit
β0
: Gross Profit Margin perusahaan i tahun t.
: Total Debt/ Total Assets perusahaan i tahun t.
: Current Assets to Total Assets perusahaan i
tahun t.
: Jumlah hari persediaan perusahaan i tahun t.
: Jumlah hari piutang perusahaan i tahun t.
: Jumlah hari hutang perusahaan i tahun t.
: Cash Conversion Cycle perusahaan i tahun t.
: Konstanta
β1 – β8
εit
: Koefisien regresi
: error term
2. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji normalitas data
variabel terikat dan variabel bebas. Dalam penelitian ini uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan model One Sample
Kolmogorov-Smirnov.
3. Uji Asumsi Klasik
Selain pengujian-pengujian di atas, dalam penelitian ini juga
dilakukan pengujian asumsi klasik, yang meliputi pengujian
autokorelasi, multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas.
a. Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti
data time series) atau ruang (seperti data cross sectional). Uji
yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi ini
adalah uji Durbin-Watson. Panduan angka D-W (Durbin-
Watson) untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat dalam tabel
D-W. Namun demikian kriteria pengujiannya adalah sebagai
berikut :
a) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi
positif.
b) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada
autokorelasi.
c) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
b. Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah suatu hubungan yang
sempurna antara beberapa variabel bebas dalam model regresi.
Uji ini dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Apabila nilai VIF melebihi angka 10, maka
disimpulkan telah terjadi multikolinieritas sedangkan bila VIF
di bawah 10 disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.
c. Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini, uji heterokedastisitas
dimaksudkan untuk mengetahui dari semua variabel bebas
mempunyai varian kesalahan pengganggu yang sama dalam
model regresi atau tidak. Uji ini dilakukan dengan metode
Glejser. Apabila nilai signifikan t masing-masing variabel
independen melebihi nilai alpha yang telah ditetapkan, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.
4. Pengujian Hipotesis
1). Hierarchical Regression Analysis
Hierarchical Regression Analysis adalah analisis
regresi yang dilakukan dengan komposisi variabel yang
berbeda yaitu ditambah setiap tingkat. Tujuannya adalah untuk
melihat perbedaan tingkat pengaruh disetiap tingkat (step)
pengujian. Menurut Alotaibi (2001) prosedur pengujiaannya
adalah sebagai berikut :
a). Variabel kontrol dimasukkan kedalam pengujian
b). Variabel kontrol dan variabel utama dimasukkan
kedalam pengujian, dilihat perubahan koefisien
determinasi dan nilai signifikansi F-nya.
Dari prosedur pengujian diatas jika ditulis dalam
bentuk persamaan adalah sebagai berikut:
a). Prosedur pertama diperoleh persamaan pertama
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + εit
b). Prosedur kedua diperoleh persamaan kedua
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β3invdaysit + εit
c). Prosedur ketiga diperoleh persamaan ketiga
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β6ardaysit + εit
d). Prosedur keempat diperoleh persamaan keempat
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β6apdaysit + εit
e). Prosedur kelima diperoleh persamaan keempat
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β3cccit + εit
Kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen secara
individu (uji t), uji koefisien regresi secara bersama (uji F), dan
uji koefisien determinasi (uji R2).
2). Pengujian Koefisien Regresi secara Parsial (uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel
bebas secara parsial atau individu mempunyai pengaruh
terhadap variabel bebas lainnya atau tidak (Gujarati, 2003).
Pengujiannya adalah sebagai berikut :
a). Ho diterima atau Ha ditolak apabila nilai
signifikansi thitung > 0,05. Ini menunjukkan bahwa
variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b). Ho ditolak atau Ha diterima apabila nilai
signifikansi thitung < 0,05. Ini menunjukkan bahwa
variabel independen secara parsial berpengaruh
terhadap variabel dependen.
3). Pengujian Koefisien Regresi secara Bersama-sama (uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel dependen. Pengujiannya adalah sebagai berikut :
a). Ho diterima atau Ha ditolak apabila nilai signifikansi
Fhitung > 0,05. Ini menunjukkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
b). Ho ditolak atau Ha diterima apabila nilai
signifikansi Fhitung < 0,05. Ini menunjukkan bahwa
variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen.
4). Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini digunakan untuk mengetahui persentase variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Nilai
R2 besarnya antara 0 dan 1. R2 dikatakan baik jika makin
mendekati 1, sedangkan jika R-square 1 berarti variabel
independen berpengaruh sempurna pada variabel dependen,
sedangkan jika R-square 0, maka tidak ada pengaruh variabel
independen pada dependen.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan analisis terhadap data penelitian dan
pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya dengan
menggunakan teknik-teknik analisis yang telah ditentukan. Sesuai dengan
perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan bahwa tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris pengaruh manajemen
modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan dengan menyertakan variabel-
variabel kontrol. Variabel kontrol tersebut adalah logaritma murni dari penjualan,
rasio perbandingan total hutang dengan total aktiva (GEAR) dan rasio yang
membandingkan aktiva lancar dengan total aktiva (CATA). Metode analisis yang
digunakan didasarkan pada model hierarchical regression analysis dan diproses
dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 13 for windows.
A. Analisis Data
Penelitian ini mengambil data dari sampel perusahaan-perusahaan
manufaktur di Indonesia dari tahun 2002 sampai tahun 2005. Peneliti
menggunakan metode purposive random sampling untuk memperoleh sampel
yang dianggap mampu mewakili populasi. Sampel tersebut dipilih
berdasarkan kriteria:
1. Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ sesuai
dengan pengklasifikasian Indonesian Capital Market Directory.
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk
periode 2002 sampai 2005.
3. Perusahaan mempunyai aktiva tetap yang tidak signifikan.
Dari keseluruhan populasi perusahaan manufaktur di Indonesia,
ditentukan secara random 178 unit observasi sebagai sampel dalam penelitian
ini. Data populasi dan sample akan ditampilkan secara ringkas dalam tabel
IV.1.
TABEL IV.1
POPULASI DAN SAMPEL
Sumber : Data ICMD 2002-2005
B. Deskripsi Data
Pada subbab ini akan diberikan gambaran secara umum mengenai data
gross profit margin, rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva,
rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva, jumlah hari persediaan,
jumlah hari piutang, jumlah hari hutang, dan daur konversi kas. Gambaran
tersebut dapat dilihat pada tabel IV.2. Tabel dibawah ini memberikan
informasi secara ringkas mengenai nilai rata-rata, median, standar deviasi,
serta nilai maksimum dan minimum dari data yang menjadi obyek penelitian.
Tahun Populasi Perusahaan Manufaktur
Populasi Perusahaan Manufaktur yang
Mempunyai Aktiva Tetap Tidak Signifikan
Sampel
2002 178 92 84 2003 178 92 84 2004 178 92 84 2005 178 92 84
Jumlah 712 368 336
TABEL IV.2
STATISTIK DESKRIPTIF SEBELUM TRANSFORMASI
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation GPM 336 -0.23 0.67 0.2201 0.15995 GEAR 336 0.03 5.16 0.6113 0.62173 CATA 336 0.14 4.18 0.6126 0.24572 INVdays 336 2.61 622.93 78.2298 66.20657 ARdays 336 1.51 533.70 65.0147 60.84357 APdays 336 1.05 199.44 46.0041 33.01850 CCC 336 -38.55 614.66 97.2404 83.79291 Valid N (listwise) 336
Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif yang tercantum pada
tabel IV.2, diketahui nilai rata-rata variabel gross profit margin (GPM)
sebesar 0,2201. Nilai terkecil variabel gross profit margin dimiliki oleh PT
Surya Intrindo pada tahun 2003 sebesar -0,23. Sedangkan nilai terbesar
variabel ini dimiliki oleh PT Darya Varia Laboratoria Tbk pada tahun 2003
sebesar 0,67.
Variabel rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva (GEAR)
memiliki nilai rata-rata sebesar 0,6113. Ini menunjukan bahwa rata-rata lebih
dari 50% total aktiva perusahaan-perusahaan manufaktur dibiayai dengan
menggunakan total hutang. Nilai terkecil variabel GEAR dimiliki PT
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk pada tahun 2003 sebesar 0,03. Sedangkan
nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga Tbk pada
tahun 2002 sebesar 5,16.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(CATA) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,6113. Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata perusahaan-perusahaan manufaktur mempunyai ketergantungan
terhadap aktiva lancar. Nilai terkecil variabel ini dimiliki PT Barito Pasifik
Timber Tbk pada tahun 2004 sebesar 0,14. Sedangkan nilai terbesar variabel
ini dimiliki oleh PT Ekadharma Internasional Tbk tahun 2003 sebesar 4,18.
Variabel jumlah hari persediaan (INVdays) memiliki nilai rata-rata
78,2298. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Aqua Golden Mississippi
Tbk pada tahun 2003 sebesar 2,61. Sedangkan nilai terbesar variabel ini
dimiliki oleh PT Citatah Industri Marmer Tbk pada tahun 2003 sebesar
622,93.
Variabel jumlah hari piutang (ARdays) memiliki nilai rata-rata sebesar
65,0147. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Jaya Pari Steel Tbk tahun
2003 sebesar 1,51. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT
Resource Alam Indonesia Tbk pada tahun 2005 sebesar 533,70.
Variabel jumlah hari hutang (APdays) memiliki rata-rata sebesar
46,0041. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga
Tbk pada tahun 2002 sebesar 1,05. Sedangkan nilai terbesar variabel ini
dimiliki oleh PT Hexindo Adiperkasa Tbk pada tahun 2002 sebesar 199,44.
Variabel siklus konversi kas (CCC) memiliki rata-rata sebesar
97,2404. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Barito Pasifik Timber Tbk
pada tahun 2005 sebesar -38,55. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki
oleh PT Citatah Industri Marmer Tbk pada tahun 2003 sebesar 614,66.
Sedangkan gambaran umum mengenai data variabel gross profit
margin, rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva, rasio
perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva, rasio perbandingan hutang
lancar terhadap total aktiva, rasio turnover modal kerja kotor, jumlah hari
persediaan, jumlah hari piutang, jumlah hari hutang, dan siklus konversi kas
setelah transformasi ke dalam model logaritma natural terdapat pada tabel
IV.3 dibawah ini.
TABEL IV.3
STATISTIK DESKRIPTIF SESUDAH TRANSFORMASI
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation LNGPM 336 -9.21 -0.40 -1.8751 1.21355 LNGEAR 336 -3.51 1.64 -0.7626 0.69955 LNCATA 336 -1.97 1.43 -0.5342 0.28686 LNINVdays 336 0.96 6.43 4.1180 0.71607 LNARdays 336 0.41 6.28 3.8537 0.86607 LNAPdays 336 0.05 5.30 3.5238 0.89856 LNCCC 336 -1.11 7.30 4.3721 0.92718 Valid N (listwise) 336
Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif yang tercantum pada
tabel IV.3, diketahui nilai rata-rata variabel gross profit margin (GPM)
sebesar -1,8751. Nilai terkecil variabel gross profit margin dimiliki oleh PT
Panasia Filament Inti pada tahun 2004 sebesar -9,21. Sedangkan nilai terbesar
variabel ini dimiliki oleh PT Darya Varia Laboratoria Tbk pada tahun 2003
sebesar -0,40.
Variabel rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva (GEAR)
memiliki nilai rata-rata sebesar -0,7626. Nilai terkecil variabel GEAR dimiliki
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk pada tahun 2003 sebesar -3,51.
Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga
Tbk pada tahun 2002 sebesar 1,64.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(CATA) memiliki nilai rata-rata sebesar -0,5342. Nilai terkecil variabel ini
dimiliki PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2004 sebesar -1,97.
Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Ekadharma
Internasional Tbk tahun 2003 sebesar 1,43.
Variabel jumlah hari persediaan (INVdays) memiliki nilai rata-rata
4,1180. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Aqua Golden Mississippi
Tbk pada tahun 2003 sebesar 0,96. Sedangkan nilai terbesar variabel ini
dimiliki oleh PT Citatah Industri Marmer Tbk pada tahun 2003 sebesar 6,43.
Variabel jumlah hari piutang (ARdays) memiliki nilai rata-rata sebesar
3,8537. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Jaya Pari Steel Tbk tahun
2003 sebesar 0,41. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT
Resource Alam Indonesia Tbk pada tahun 2005 sebesar 6,28.
Variabel jumlah hari hutang (APdays) memiliki rata-rata sebesar
3,5238. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga Tbk
pada tahun 2002 sebesar 0,05. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki
oleh PT Hexindo Adiperkasa Tbk pada tahun 2002 sebesar 5,30.
Variabel siklus konversi kas (CCC) memiliki rata-rata sebesar 4,3721.
Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Barito Pasifik Timber Tbk pada
tahun 2003 sebesar -1,11. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh
PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2005 sebesar 7,30.
Setelah melihat gambaran umum di atas, pada bagian ini akan
dipaparkan suatu analisis mengenai modal kerja perusahaan-perusahaan
manufaktur yang diikutsertakan di dalam pengujian kali ini. Komponen-
komponen utama di dalam modal kerja kotor adalah persediaan (baik bahan
mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi), piutang, kas, dan saldo bank.
Komposisi modal kerja tergantung pada sejumlah faktor, seperti tingkat
kegiatan operasi, tingkat keefisiensian kegiatan operasi, kebijakan persediaan,
kebijakan piutang, teknologi yang digunakan, dan sifat-sifat industri.
Analisa mengenai masing-masing komponen modal kerja dapat dilihat
pada tabel IV.4 berikut ini:
TABEL IV.4
KOMPONEN-KOMPONEN ASET LANCAR DAN RASIO LIKUIDITAS
CR QAR SK/ CA TD/ CA CA/ TA CL/ TA No Industri 2002 2005 2002 2005 2002 2005 2002 2005 2002 2005 2002 2005
1 M&MinS 2,59 2,66 1,11 1,61 0,43 0,54 0,09 0,09 0,57 0,62 0,26 0,27 2 Const 1,73 1,37 1,50 1,27 0,14 0,13 0,15 0,31 0,74 0,69 1,21 1,36 3 F&Bav 2,76 4,24 2,30 3,21 0,28 0,26 0,26 0,17 0,48 0,56 1,12 0,18 4 TbcMnf 2,54 1,94 0,62 0,72 0,67 0,65 0,04 0,04 0,73 0,72 0,33 0,37 5 TexMilPds 1,82 0,88 0,84 0,35 0,54 0,59 0,12 0,22 0,51 0,49 0,28 0,75 6 Ap&OTexPds 1,65 1,65 0,86 0,73 0,50 0,51 0,24 0,30 0,63 0,63 0,48 0,49 7 Lmb&WdPds 0,77 0,92 0,26 0,51 0,63 0,50 0,28 0,24 0,37 0,50 0,50 0,57 8 Che&AlPds 2,76 1,59 1,96 0,94 0,33 0,41 0,17 0,18 0,55 0,60 0,22 0,39 9 Adsv 6,01 5,27 5,09 4,21 0,16 0,22 0,11 0,14 0,75 0,75 0,21 0,21
10 Pl&GlPds 2,07 2,58 1,41 1,68 0,32 0,33 0,17 0,19 0,45 0,45 0,24 0,24 11 Mtl&AlPds 2,13 2,51 1,28 1,48 0,43 0,43 0,24 0,20 0,55 0,67 0,41 0,41 12 Cbl 2,21 1,27 1,32 0,83 0,42 0,34 0,30 0,34 0,53 0,69 0,32 0,59 13 Autm&AlPds 2,57 1,97 1,68 1,26 0,34 0,38 0,20 0,24 0,58 0,63 0,30 0,38 14 PhoEqmt 0,80 0,69 0,30 0,19 0,66 0,73 0,35 0,32 0,57 0,61 1,19 1,09 15 Phmctl 2,47 2,88 1,72 1,91 0,31 0,30 0,17 0,18 0,66 0,68 0,39 0,34 16 ConGd 3,51 4,26 2,18 2,84 0,35 0,37 0,16 0,16 0,64 0,59 0,20 0,20
Sumber : Hasil olahan data (terlampir)
Pada bidang industri pertambangan dapat dilihat bahwa perusahaan-
perusahaan manufaktur pada bidang ini meningkatkan jumlah aktiva
lancarnya. Hal ini dapat dilihat pada rasio likuiditasnya dan komponen-
komponen modal kerja yang mengalami kenaikkan, walaupun pada komponen
hutangnya tidak mengalami kenaikkan.
Sedangkan pada perusahaan-perusahaan konstruksi mengalami
penurunan pada komponen-komponen modal kerja kotornya, namun
peningkatan pada hutang lancarnya. Hal ini dapat dilihat pada rasio
likuiditasnya, dan pada rasio tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-
perusahaan konstruksi menambah jumlah hutang lancarnya.
Pada perusahaan-perusahaan makanan dan minuman, dapat dilihat
bahwa terjadi kenaikan pada rasio likuiditasnya, namun beberapa komponen
modal kerja kotornya mengalami penurunan pada beberapa komponen modal
kerja kotornya, yaitu persediaan dan piutangnya. Bersamaan dengan itu pula
perusahan berusaha mengurangi jumlah hutang lancarnya.
Perusahaan-perusahaan tembakau berusaha mengurangi jumlah modal
kerja kotornya. Hal ini bisa dilihat dari menurunnya jumlah komponen modal
kerja kotornya dan rasio likuiditasnya, serta melakukan penambahan pada
jumlah hutang lancarnya.
Perusahaan-perusahaan tekstile berusaha mengurangi jumlah modal
kerjanya, ini bisa dilihat pada rasio likuiditas yang mengalami penurunan.
Namun beberapa komponen modal kerja kotornya, seperti persediaan dan
piutang, mengalami kenaikkan. Dengan adanya penurunan pada rasio
likuiditasnya, maka perusahaan-perusahaan tekstile mengalami kenaikkan
pada hutang lancarnya.
Sedangkan pada perusahaan-perusahaan pakaian dan produk-produk
yang terkait jumlah modal kerjanya stabil. Hal ini bisa dilihat pada rasio
likuiditasnya, namun beberapa komponen modal kerja kotornya, seperti
persediaan dan piutang, mengalami peningkatan. Serta pada salah satu
komponen modal kerja lainnya, yaitu hutang lancarnya mengalami kenaikkan.
Pada perusahaan-perusahaan kayu dan hasil hutang, seluruh komponen
modal kerjanya mengalami kenaikkan, baik itu piutang, persediaan, dan
hutang lancarnya.
Sedangkan pada perusahaan-perusahaan kimia dan produk-produk
yang terkait, terjadi penurunan pada rasio likuiditasnya. Hal ini terlihat karena
perusahaan-perusahaan tersebut berusaha untuk meningkatkan persediaan dan
piutangnya, serta mengalami kenaikkan hutang lancarnya.
Pada perusahaan-perusahaan perekat, terjadi penurunan rasio
likuiditas. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan tersebut berusaha
untuk meningkatkan persediaan dan piutangnya dengan menjaga hutang
lancarnya agar tetap stabil.
Perusahaan-perusahaan plastik dan produk-produk gelas berusaha
menambah jumlah modal kerja kotornya. Hal ini dilakukan dengan cara
meningkatkan jumlah persediaan dan piutangnya, walaupun dilakukan dalam
komposisi aktiva lancar tetap terhadap total aktiva dan jumlah hutang lancar
yang tetap.
Sedangkan pada perusahaan-perusahaan logam dan produk-produk
terkait, peningkatan jumlah modal kerja kotor dilakukan dengan mengurangi
jumlah piutang sehingga meningkatkan komponen kasnya. Hal ini dilihat
dengan stabilnya jumlah komponen persediaan dan hutang lancarnya, serta
berkurangnya jumlah komponen hutang.
Pada perusahaan-perusahaan kabel, terjadi penurunan nilai rasio
likuiditasnya. Hal ini terjadi karena perusahaan menambah jumlah hutang
lancarnya. Namun pada komponen-komponen modal kerja kotornya
mengalami peningkatan, seperti pada persediaan dan piutangnya.
Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan-perusahaan otomotif dan
produk-produk terkait. Terjadi penurunan nilai rasio likuiditas yang
disebabkan peningkatan hutang lancar, namun dibarengi dengan peningkatan
jumlah komponen-komponen modal kerja kotornya.
Pada perusahaan-perusahaan perlengkapan fotografi, walaupun
perusahaan-perusahaan ini mempunyai ketergantungan terhadap aktiva lancar.
Namun mereka mempunyai jumlah hutang lancar yang cukup signifikan bila
komposisinya dibandingkan dengan total aktivanya. Hal ini menyebabkan
penurunan nilai rasio likuiditasnya walaupun terjadi peningkatan jumlah
persediaan dan kas dari pengurangan piutang.
Nilai rasio likuiditas dari perusahaan-perusahaan farmasi mengalami
peningkatan. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan tersebut
mengurangi jumlah hutang lancarnya, dan meningkatkannya salah satu
komponen modal kerja kotornya, yaitu piutang, walaupun persediaannya
mengalami penurunan.
Sedangkan nilai rasio likuiditas perusahaan-perusahaan penghasil
produk-produk konsumen mengalami peningkatan yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah salah satu komponen modal kerja kotornya, yaitu
persediaan. Peningkatan jumlah persediaan dilakukan dengan menjaga
kestabilan jumlah piutang dan hutang lancarnya.
C. Pengujian Data dan Asumsi Klasik
1. Pengujian Normalitas Data
Uji yang digunakan untuk melihat normalitas data yaitu uji
kolmogorov-smirnov. Jika signifikansi hitung (p-value) lebih besar dari
0,05, maka data dinyatakan berdistribusi normal.
Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan uji kolmogorov-
smirnov dapat ditunjukkan pada tabel IV.5 di bawah ini :
TABEL IV.5
HASIL UJI KOLMOGOROV- SMIRNOV SEBELUM
TRANSFORMASI
Variabel Nilai sig (p-value) Kesimpulan GPM 0.000 Tidak berdistribusi normal GEAR 0.000 Tidak berdistribusi normal CATA 0.000 Tidak berdistribusi normal INVdays 0.000 Tidak berdistribusi normal ARdays 0.000 Tidak berdistribusi normal APdays 0.004 Tidak berdistribusi normal CCC 0.000 Tidak berdistribusi normal Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari hasil pengujian dengan Uji Kolmogorov-Smirnov, seluruh
nilai signifikansi variabel kurang dari 0,05. Pada praktiknya, jarang
bahkan tidak pernah dijumpai kumpulan data yang berdistribusi normal,
namun demikian kurva normal dapat digunakan untuk kumpulan data yang
distribusinya mendekati normal (Djarwanto PS, 1998). Jika ditemukan
data yang tidak berdistribusi normal maka dapat digunakan beberapa cara
untuk menormalkan data tersebut. Selain menambah data, dapat juga
dilakukan metode trimming dan trasformasi data kedalam bentuk
logaritma atau logaritma natural (LN).
Metode trimming dapat ditempuh dengan membuang sampel yang
memiliki sifat outliers, yaitu sampel yang memiliki nilai diluar batas
normal ketika dibandingkan dengan data lain dalam sampel tersebut.
Karena pada dasarnya penyebab data tidak berdistribusi normal adalah
adanya beberapa item data yang bersifat outliers. Sedangkan dengan
mentransformasi sampel kedalam bentuk log, diharapkan sampel awal
dapat memenuhi batas nilai yang ditentukan. Pada penelitian ini peneliti
memilih menggunakan metode transformasi ke bentuk logaritma natural.
Variabel yang diutamakan untuk berdistribusi normal dalam
penelitian ini adalah variabel dependen yang diproksikan dengan gross
profit margin (GPM). Variabel dependen diutamakan normal karena pada
dasarnya nilai dari variabel dependen berasal dari nilai rata-rata variabel
independennya.
Variabel GPM dan CCC tidak dapat langsung ditransformasikan ke
dalam bentuk logaritma natural sebab ada bilangan yang memiliki nilai
negatif sehingga tidak dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma
natural. Oleh karena itu, sebelum ditransformasikan dalam bentuk
logaritma natural, variabel GPM dan CCC dikuadratkan dahulu untuk
menghilangkan nilai negatifnya. Setelah itu, hasil akar kuadrat variabel
GPM ditransformasi dalam bentuk logaritma natural. Hasil transformasi ke
bentuk logaritma natural dapat dilihat dalam tabel IV.6.
TABEL IV.6
HASIL UJI KOLMOGOROV- SMIRNOV SETELAH
TRANSFORMASI
Variabel Nilai sig (p-value) Kesimpulan LNGPM 0.000 Tidak berdistribusi normal LNGEAR 0.040 Tidak berdistribusi normal LNCATA 0.058 Berdistribusi normal LNINVdays 0.012 Tidak berdistribusi normal LNARdays 0.000 Tidak berdistribusi normal LNAPdays 0.001 Tidak berdistribusi normal LNCCC 0.030 Tidak berdistribusi normal Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari tabel IV.5 diperoleh nilai signifikansi variabel LNCATA lebih
besar dari 0,05. Jadi variabel tersebut telah berdistribusi normal.
Sedangkan variabel LNGPM, LNGEAR, LNINVdays, LNARdays,
LNAPdays, dan LNCCC tetap tidak berdistribusi normal walaupun telah
ditransfomasikan ke bentuk logaritma natural. Akan tetapi bentuk
logaritma natural kedua variabel ini tetap dipertahankan dalam pengujian
selanjutnya karena berpengaruh dalam model yang digunakan untuk
menguji hipotesis.
2. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya mutikolinearitas dengan
mendasarkan pada nilai tolerance dan VIF. Apabila nilai tolerance
lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat
multikolinearitas dalam penelitian ini. Sebaliknya apabila nilai
tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih besar dari 10 maka
terdapat multikolinearitas.
1) Uji Multikolinearitas pada model regresi pertama
Model pertama persamaan regresi digunakan untuk menguji
pengaruh variabel kontrol terhadap variabel GPM. Pada model
persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan variance inflation
factor (VIF) sebagai berikut:
TABEL IV.7.1
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL PERTAMA
Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.934 1.071 LNCATA 0.934 1.071
Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.1, hasil nilai tolerance untuk semua
variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF
untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat
gejala multikolinearitas.
2) Uji Multikolinearitas pada model regresi kedua
Model kedua persamaan regresi digunakan untuk menguji
pengaruh variabel LNINdays dan variabel kontrol terhadap
variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance
dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut:
TABEL IV.7.2
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KEDUA
Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.916 1.091 LNCATA 0.933 1.072 LNINVdays 0.982 1.019 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.2, hasil nilai tolerance untuk semua
variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF
untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat
gejala multikolinearitas.
3) Uji Multikolinearitas pada model regresi ketiga
Model ketiga persamaan regresi digunakan untuk menguji
pengaruh variabel LNARdays dan variabel kontrol terhadap
variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance
dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut
TABEL IV.7.3
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KETIGA
Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.898 1.113 LNCATA 0.907 1.103 LNARdays 0.915 1.093 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.3, hasil nilai tolerance untuk semua
variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF
untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat
gejala multikolinearitas.
4) Uji Multikolinearitas pada model regresi keempat
Model keempat persamaan regresi digunakan untuk
menguji pengaruh variabel LNAPdays dan variabel kontrol
terhadap variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai
tolerance dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut:
TABEL IV.7.4
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KEEMPAT
Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.923 1.083 LNCATA 0.921 1.086 LNAPdays 0.980 1.020 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.4, hasil nilai tolerance untuk semua
variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF
untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat
gejala multikolinearitas.
5) Uji Multikolinearitas pada model regresi kelima
Model ketiga persamaan regresi digunakan untuk menguji
pengaruh variabel CCC dan variabel kontrol terhadap variabel
GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF) sebagai berikut:
TABEL IV.7.5
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KELIMA
Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.930 1.075 LNCATA 0.931 1.074 LNCCC 0.991 1.009 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.5, hasil nilai tolerance untuk semua
variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF
untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat
gejala multikolinearitas.
b. Uji Autokorelasi.
Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari
nilai Durbin-Watson. Jika hasil penelitian menunjukkan angka D-W
berada di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi (Santosa,
2001).
1) Uji Autokorelasi model regresi pertama
Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W
(Durbin-Watson) sebesar 1.784. Maka dapat disimpulkan dalam
model regresi pertama tidak terdapat adanya autokorelasi, karena
nilai D-W berada diantara -2 sampai +2.
2) Uji Autokorelasi model regresi kedua
Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W
(Durbin-Watson) sebesar 1.815. Maka dapat disimpulkan dalam
model regresi kedua tidak terdapat adanya autokorelasi, karena
nilai D-W berada diantara -2 sampai +2.
3) Uji Autokorelasi model regresi ketiga
Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W
(Durbin-Watson) sebesar 1.800. Maka dapat disimpulkan dalam
model regresi ketiga tidak terdapat adanya autokorelasi, karena
nilai D-W berada diantara -2 sampai +2.
4) Uji Autokorelasi model regresi keempat
Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W
(Durbin-Watson) sebesar 1.797. Maka dapat disimpulkan dalam
model regresi keempat tidak terdapat adanya autokorelasi, karena
nilai D-W berada diantara -2 sampai +2.
5) Uji Autokorelasi model regresi kelima
Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W
(Durbin-Watson) sebesar 1.783. Maka dapat disimpulkan dalam
model regresi kelima tidak terdapat adanya autokorelasi, karena
nilai D-W berada diantara -2 sampai +2.
c. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan Uji Glejser. Apabila nilai signifikansinya > 0,05
maka ada homoskedastisitas dan ini yang seharusnya terjadi,
namun jika sebaliknya nilai signifikansinya < 0,05 maka terdapat
heteroskedastisitas.
1) Uji Heteroskedastisitas model regresi pertama
Hasil pengujian dengan Uji Glejser, menunjukkan bahwa
variabel-variabel pada model regresi pertama mempunyai
signifikansi > 0,05. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel IV.8.1 di
bawah ini:
TABEL IV.8.1
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL
PERTAMA
Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.107 Homoskedastisitas LNCATA 0.913 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
2) Uji Heteroskedastisitas model regresi kedua
Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.2
menunjukkan bahwa variabel-variabel pada model regresi kedua
mempunyai nilai signifikan > 0,05. Ini berarti gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut.
TABEL IV.8.2
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KEDUA
Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.138 Homoskedastisitas LNCATA 0.937 Homoskedastisitas LNINVdays 0.667 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
3) Uji Heteroskedastisitas model regresi ketiga
Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.3
menunjukkan variabel-variabel pada model regresi ketiga
mempunyai nilai signifikan > 0,05. Ini berarti gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut tersebut.
TABEL IV.8.3
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KETIGA
Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.096 Homoskedastisitas LNCATA 0.887 Homoskedastisitas LNARdays 0.784 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
4) Uji Heteroskedastisitas model regresi keempat
Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.4
menunjukkan bahwa variabel-variabel pada model regresi keempat
mempunyai nilai signifikan > 0,05. Ini berarti gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut.
TABEL IV.8.4
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL
KEEMPAT
Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.095 Homoskedastisitas LNCATA 0.834 Homoskedastisitas LNAPdays 0.191 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
5) Uji Heteroskedastisitas model regresi kelima
Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.5
menunjukkan bahwa variabel-variabel pada model regresi kelima
mempunyai nilai signifikan > 0,05. Ini berarti gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut.
TABEL IV.8.5
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KELIMA
Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.109 Homoskedastisitas LNCATA 0.911 Homoskedastisitas LNCCC 0.980 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
D. Pengujian Hipotesis Penelitian
1. Pengujian Model Tahap Pertama
Setelah lolos pengujian asumsi klasik selanjutnya dilakukan
pengujian seluruh model persamaan untuk menjawab permasalahan yang
dihipotesiskan. Langkah pengujiannya berdasarkan hierarchical
regression analysis. Pada tahap pertama ini dilakukan pengujian untuk
mengetahui pengaruh variabel kontrol terhadap variabel dependen.
Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan model
regresi berikut ini :
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + εit
Model pertama yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol
yaitu LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Pada tahap ini tidak
terdapat hipotesis yang perlu diuji sebab tujuan variabel kontrol adalah
memperkuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Pada tahap ini akan diketahui besarnya pengaruh simultan variabel kontrol
terhadap variabel dependen.
Hasil analisis regresi untuk pengujian model pertama, dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
TABEL IV.9.1
HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL
PERTAMA
Variabel Koefisien Std. Error t Sig. (Konstanta) -1.773 0.166 -10.650 0.000 LNGEAR -.423 0.092 -4.575 0.000 LNCATA .795 0.225 3.528 0.000 R Square : 0.118 Adjusted R Square : 0.113 Std. Error of The Estimate : 1.14294 F : 22.336 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM
Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari tabel IV.9.1 diperoleh nilai F statistic sebesar 22.336 dengan
tingkat signifikansi 0.000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05
maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM, artinya ada
pengaruh simultan antara variabel LNGEAR dan LNCATA terhadap
LNGPM.
Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of
fit dan koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model pertama memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,113 atau 11,3%.
Hal ini menunjukkan bahwa 11,3% dari nilai variabel dependen yaitu
LNGPM dapat dijelaskan oleh LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa
nilai variabel dependen yaitu sebesar 88,7% tidak dapat dijelaskan oleh
persamaan regresi atau dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk
dalam model analisis.
Dari seluruh variabel kontrol yang dimasukkan dalam regresi,
LNGEAR dan LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM
dengan tingkat signifikansi 0,000dan 0,000 pada taraf 5%. Dengan tingkat
signifikansi 0,000 dan 0,000 yang lebih kecil dari α (0,05) dapat
disimpulkan bahwa secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap
total aset dan rasio perbandingan aset lancar terhadap total aset
mempengaruhi gross profit margin perusahaan.
2. Pengujian Model Tahap Kedua
Pada tahap kedua ini dilakukan pengujian untuk mengetahui
pengaruh variabel kontrol dan variabel independen pertama terhadap
variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan
menggunakan model regresi berikut ini :
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β6invdaysit + εit
Model kedua yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol
yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen pertama yaitu
LNINVdays terhadap LNGPM.
Hasil analisis regresi untuk pengujian model kedua, dapat dilihat
dalam tabel IV.9.2 berikut ini:
TABEL IV.9.2
HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KEDUA
Variabel Koefisien Std. Error T Sig. (Konstanta) -1.233 0.410 -3.005 0.003 LNGEAR -.405 0.093 -4.345 0.000 LNCATA .805 0.225 3.576 0.000 LNINVdays -.126 0.088 -1.439 0.151 R Square : 0.124 Adjusted R Square : 0.116 Std. Error of The Estimate : 1.14111 F : 15.629 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari tabel IV.9.2 diperoleh nilai F statistic sebesar 15.629 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05
maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada
pengaruh simultan antara variabel independen LNINVdays dan variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM.
Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of
fit dan koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,116 atau 11,6%. Hal
ini menunjukkan bahwa 11,6% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM
dapat dijelaskan oleh variabel independen LNINVdays dan variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen
yaitu sebesar 88,4% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis.
Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi, variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA berpengaruh signifikan terhadap
LNGPM pada taraf 5%. Variabel independen LNINVdays tidak
berpengaruh signifikan terhadap LNGPM karena tingkat signifikansi 0,151
atau lebih besar dari α (5%). Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh
signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel
kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan
tingkat signifikansi 0,000. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil
dari α (0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap
total aktiva dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
mempengaruhi gross profit margin perusahaan.
3. Pengujian Model Tahap Ketiga
Pada tahap kedua ini dilakukan pengujian untuk mengetahui
pengaruh variabel kontrol dan variabel independen kedua terhadap
variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan
menggunakan model regresi berikut ini :
GPMit = β0 + β2gearit + β3catait + β6ardaysit + εit
Model ketiga yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol
yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen kedua yaitu
LNARdays terhadap LNGPM.
Hasil analisis regresi untuk pengujian model ketiga, dapat dilihat
dalam tabel IV.9.3 berikut ini:
TABEL IV.9.3
HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KETIGA
Variabel Koefisien Std. Error T Sig. (Konstanta) -.946 0.337 -2.804 0.005 LNGEAR -.474 0.093 -5.080 0.000 LNCATA .903 0.226 3.991 0.000 LNARdays -.210 0.075 -2.811 0.005 R Square : 0.139 Adjusted R Square : 0.131 Std. Error of The Estimate : 1.13127 F : 17.834 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari tabel IV.9.3 diperoleh nilai F statistic sebesar 17,834 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05
maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada
pengaruh simultan antara variabel independen LNARdays dan variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM.
Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of
fit dan koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,131 atau 13,1%. Hal
ini menunjukkan bahwa 13,1% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM
dapat dijelaskan oleh variabel independen LNARdays dan variabel kontrol
LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu
sebesar 86,9% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis.
Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA yang berpengaruh signifikan terhadap
LNGPM pada taraf 5%. Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh
signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel
kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan
tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan variabel independen LNARdays
berpengaruh terhadap LNGPM pada taraf 5%. Variabel independen
LNARdays berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat
signifikansi 0,005. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α
(0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total
aktiva, rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva, dan variabel
independen LNARdays mempengaruhi gross profit margin perusahaan.
Variabel independen LNARdays memiliki tingkat signifikansi
0,005 atau lebih kecil dari α (5%). Artinya variabel independen
LNARdays memiliki pengaruh terhadap LNGPM. Koefisien LNARdays
bernilai -0,210 yang berarti hubungan LNARdays terhadap LNGPM
adalah negatif.
4. Pengujian Model Tahap Keempat
Pada tahap keempat ini dilakukan pengujian untuk mengetahui
pengaruh variabel kontrol dan variabel independen ketiga terhadap
variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan
menggunakan model regresi berikut ini :
GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β3apdaysit + εit
Model ketiga yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol
yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen ketiga yaitu
LNAPdays terhadap LNGPM.
Hasil analisis regresi untuk pengujian model ketiga, dapat dilihat
dalam tabel IV.9.4 berikut ini:
TABEL IV.9.4
HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL
KEEMPAT
Variabel Koefisien Std. Error T Sig. (Konstanta) -1.513 0.316 -4.782 0.000 LNGEAR -.413 0.093 -4.447 0.000 LNCATA .820 0.227 3.616 0.000 LNAPdays -.068 0.070 -.966 0.335 R Square : 0.121 Adjusted R Square : 0.113 Std. Error of The Estimate : 1.14305 F : 15.198 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari tabel IV.9.4 diperoleh nilai F statistic sebesar 15,198 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05
maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada
pengaruh simultan antara variabel independen LNAPdays dan variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM.
Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of
fit dan koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,113 atau 11,3%. Hal
ini menunjukkan bahwa 11,3% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM
dapat dijelaskan oleh variabel independen LNAPdays dan variabel kontrol
LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu
sebesar 88,7% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis.
Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA yang berpengaruh signifikan terhadap
LNGPM pada taraf 5%. Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh
signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel
kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan
tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan variabel independen LNAPdays
tidak berpengaruh terhadap LNGPM karena variabel independen
LNAPdays mempunyai tingkat signifikansi 0,335 atau lebih besar dari
taraf signifikansi 5% dan 10%. Dengan tingkat signifikansi yang lebih
kecil dari α (0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang
terhadap total aktiva dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total
aktiva mempengaruhi gross profit margin perusahaan. Dan variabel
independen LNAPdays tidak mempengaruhi gross profit margin
perusahaan.
5. Pengujian Model Tahap Kelima
Pada tahap kelima ini dilakukan pengujian untuk mengetahui
pengaruh variabel kontrol dan variabel independen keempat terhadap
variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan
menggunakan model regresi berikut ini :
GPMit = β0 + β2gearit + β3catait + β6cccit + εit
Model kelima yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol
yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen keempat yaitu
LNCCC terhadap LNGPM.
Hasil analisis regresi untuk pengujian model kelima, dapat dilihat
dalam tabel IV.9.5 berikut ini:
TABEL IV.9.5
HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KELIMA
Variabel Koefisien Std. Error T Sig. (Konstanta) -1.811 0.342 -5.298 0.000 LNGEAR -.422 0.093 -4.553 0.000 LNCATA .793 0.226 3.511 0.001 LNCCC .009 0.068 .128 0.899 R Square : 0.118 Adjusted R Square : 0.110 Std. Error of The Estimate : 1.14463 F : 14.852 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari tabel IV.9.5 diperoleh nilai F statistic sebesar 14,852 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05
maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada
pengaruh simultan antara variabel independen LNCCC dan variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM.
Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of
fit dan koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,110 atau 11,0%. Hal
ini menunjukkan bahwa 11,0% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM
dapat dijelaskan oleh variabel independen LNCCC dan variabel kontrol
LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu
sebesar 89,0% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis.
Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi variabel
kontrol LNGEAR dan LNCATA berpengaruh signifikan terhadap
LNGPM pada taraf 5%. Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh
signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel
kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan
tingkat signifikansi 0,001. Variabel independen LNCCC tidak
berpengaruh terhadap LNGPM karena variabel LNCCC mempunyai
tingkat signifikansi yang lebih besar dari 5% dan 10%, yaitu 0,899.
Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α (0,05) maka secara
parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva dan rasio
perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva mempengaruhi gross
profit margin perusahaan.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian dengan uji F dapat disimpulkan bahwa semua
model regresi yang diajukan dalam penelitian ini layak digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen serta
variabel kontrol. Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini menghasilkan
temuan-temuan sebagai berikut :
1. Temuan Model Regresi Tahap Pertama
Pada model regresi pertama ini akan dibahas pengaruh parsial
variabel kontrol terhadap variabel dependen. Dari hasil perhitungan
diperoleh hasil persamaan regresi pertama seperti dibawah ini :
GPMit = -1,773 - 0,423gearit + 0,795catait + εit
Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil
penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur
mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah
koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar
0,423. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap
total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan
menurun sebesar 0,423 % dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil
persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah
koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan
sebesar 0,795. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva
lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin sebesar
0,795% dengan asumsi variabel lainnya konstan.
2. Temuan Model Regresi Tahap Kedua
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi kedua
seperti dibawah ini :
GPMit = -1,233 - 0,405gearit + 0,805catait - 0,126invdaysit + εit
Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil
penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur
mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah
koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar
0,405. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap
total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan
menurun sebesar 0,405 % dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil
persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah
koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan
sebesar 0,805. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva
lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin sebesar
0,805% dengan asumsi variabel lainnya konstan.
3. Temuan Model Regresi Tahap Ketiga
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi ketiga
seperti dibawah ini :
GPMit = -0,946 – 0,383gearit + 0,903catait – 0,210ardaysit + εit
Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil
penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur
mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah
koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar
0,474. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap
total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan
menurun sebesar 0,474 % dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil
persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah
koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan
sebesar 0,903. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva
lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin
perusahaan akan mengalami kenaikkan sebesar 0,903% dengan asumsi
variabel lainnya konstan.
Variabel rasio jumlah hari piutang (LNARdays) signifikan pada
taraf 5% dengan nilai signifikansi sebesar 0,005. Hasil persamaan regresi
menunjukkan bahwa LNARdays mempunyai arah koefisien regresi yang
negatif sebesar 0,210. Artinya bahwa setiap kenaikan jumlah hari piutang
sebesar 1%, maka gross profit margin perusahaan akan mengalami
penurunan sebesar 0,210% dengan asumsi variabel yang lain konstan.
4. Temuan Model Regresi Tahap Keempat
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi keempat
seperti dibawah ini :
GPMit = -1,513 – 0,413gearit + 0,820catait – 0,068apdaysit + εit
Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil
penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur
mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah
koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar
0,413. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap
total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan
menurun sebesar 0,413 % dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil
persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah
koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan
sebesar 0,820. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva
lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin
perusahaan akan mengalami kenaikkan sebesar 0,820% dengan asumsi
variabel lainnya konstan.
5. Temuan Model Regresi Tahap Kelima
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi kelima
seperti dibawah ini :
GPMit = -1,811 – 0,422gearit + 0,793catait + 0,009cccit + εit
Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil
penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur
mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah
koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar
0,422. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap
total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan
menurun sebesar 0,422% dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,001. Hasil
persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah
koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan
sebesar 0,793. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva
lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin
perusahaan akan mengalami kenaikkan sebesar 0,793% dengan asumsi
variabel lainnya konstan.
Dari hasil analisis trend dan temuan dari pengujian persamaan-
persamaan regresi diatas, dapat dilihat bahwa:
3. Trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaan-perusahaan
manufaktur.
Perusahaan-perusahaan manufaktur yang diikutsertakan dalam
penelitian kali ini, secara rata-rata kebutuhan kepada komponen-
komponen modal kerja kotornya meningkat. Dan mereka berusaha untuk
mengurangi ketergantungan kepada pihak eksternal dengan cara
mengurangi jumlah hutang lancarnya.
Namun hal yang sama tidak terlihat pada perusahaan-perusahaan
konstruksi, tekstil, dan perlengkapan fotografi yang mempunyai
ketergantungan yang besar terhadap pembiayaan jangka pendek.
Ketergantungan yang besar ini bisa menjadi suatu ancaman bagi
keterlangsungan perusahaan-perusahaan di bidang-bidang tersebut.
Apabila situasi ini terus terjadi, maka situasi tersebut akan mempengaruhi
pasokan bahan baku dan kemudian akan mempengaruhi aktivatis
produksinya.
Sedangkan pada perusahaan-perusahaan konstruksi, tembakau, dan
perekat, memperlihatkan dasar aktiva tetap yang rendah. Hal ini bisa
dilihat pada proporsi aktiva lancar terhadap total aktiva yang diatas 70%.
Mereka bisa beroperasi dengan menggunakan aktiva tetap yang relatif
rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan manufaktur pada
bidang-bidang yang lain.
Kebutuhan modal kerja dari suatu perusahaan dapat berubah-ubah
dari waktu ke waktu sebagaimana hal tersebut berhubungan kas
internalnya. Layaknya suatu, perusahaan-perusahaan seharusnya mampu
untuk memastikan perpaduan yang baik antara aset-aset dengan
kewajibannya. Dari pembahasan di atas telah menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan manufaktur di bidang perekat telah mampu untuk
mencapai nilai yang tinggi pada berbagai macam komponen-komponen
modal kerja dan hal ini berdampak positif terhadap profitabilitasnya dan
bisa jadi merupakan “best practice” di antara bidang-bidang perusahaan
manufaktur yang diikutsertakan dalam penelitian kali ini.
4. Pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan.
Pengujian persamaan regresi yang pertama menunjukkan bahwa
variabel-variabel kontrol yang diikutsertakan, yang mempunyai pengaruh
signifikan adalah rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva
(GEAR) dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva
(CATA). Pada rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva
memperlihatkan variabel tersebut mempunyai pengaruh yang negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan yang diukur dengan
GPM meningkat dengan kepemilikan aktiva lancar yang tinggi dan
mempunyai total hutang yang rendah.
Sedangkan pada pengujian persamaan regresi kedua hingga kelima
dapat diketahui bahwa manajemen modal kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Variabel independen yang
dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang mempunyai pengaruh
signifikan adalah variabel jumlah hari piutang. Pada hasil persamaan
regresi yang ketiga, diketahui bahwa variabel jumlah hari piutang
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas perusahaan.
Hasil pada penelitian kali ini agak berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Padachi (2006). Pada penelitian tersebut menyebutkan
bahwa dengan tingginya jumlah hari piutang dan persediaan, maka
profitabilitas perusahaan menurun.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dan dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dari hasil analisa trend kebutuhan modal kerja perusahaan dengan
melihat nilai dari rasio likuiditas dan komponen-komponen modal
kerjanya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan modal kerja
perusahaan-perusahaan meningkat dan mereka berusaha untuk
mengurangi ketergantungan pembiayaan dari pihak luar.
2. Dari hasil Hierarchical Regression Analysis model kedua hingga
kelima dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen modal kerja
berpengaruh signifikan terhadap gross profit margin perusahaan.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis memiliki kekurangan dan
keterbatasan-keterbatasan penelitian antara lain :
1. Jumlah sampel pertahun relatif kecil. Keterbatasan jumlah sampel
penelitian ini mengakibatkan daya uji (power of test)-nya rendah,
sehingga membuka peluang untuk dilakukannya kembali penelitian
yang sama di masa mendatang dengan jumlah sampel penelitian yang
lebih memadai dalam rangka memperkuat hasil penelitian. Oleh karena
itu sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang
lebih banyak untuk memperkuat hasil penelitian.
2. Perusahaan yang menjadi sampel merupakan perusahaan manufaktur
dengan metode purposive random sampling, sehingga hasil penelitian
ini tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasi seluruh perusahaan di
Indonesia. Oleh karena itu sebaiknya digunakan juga perusahaan selain
dalam kategori perusahaan manufaktur agar dapat lebih menggambarkan
keadaan di Indonesia.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, maka saran-
saran yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan sebaiknya melakukan perbandingan dengan perusahaan
yang telah melakukan perpaduan aktiva lancar dengan kewajiban
yang terbaik, yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur di bidang
perekat.
2. Perusahaan sebaiknya mengurangi jumlah hari piutang untuk
meningkatkan profitabilitas perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anand, M. 2001. “Working Capital performance of corporate India: An empirical survey”, Management & Accounting Research, Vol. 4(4), pp. 35-65
Brigham, Eugene dan Houston, Joel. 2001. “Manajemen Keuangan”. Edisi Kedelapan, Terjemahan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Brigham, Eugene and Davis, Phillip. 2002. “Intermediate Financial Management”. Seventh Edition, Thompson Learning.
Djarwanto, PS. (1998). Statistik Sosial Ekonomi. Edisi 2. Yogyakarta : BPFE.
Enyi, Patrick. 2001. “Applying Relative Solvency To Working Capital Management – The Break Even Approach”.
Gujarati, Damodar.2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York: MC.
Graw-Hill Inc.Jakarta : Erlangga
Hijazi, Syed Tahir dan Kamal, Yasir. 2004. “Impact of Working Capital on the profitability of firms; Case of listed Pakistani Companies”.
Padachi, Kesseven. 2006. “Trends in Working Capital Management and its Impact on Firms’ Performance: An Analysis of Mauritian Small Manufacturing Firms”. International Reviews of Business Research Papers, Vol. 2, No. 2, pp 45-58
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE.
Social Science Research and Instructional Council. 2000. TRD-Glossary. Available at: www. ssric.com/ssric-trdglossary.htm
Triton. 2005. “SPSS 13.0 Terapan (Riset Statistik Parametrik)”.Yogyakarta, Penerbit Andi.
Van Horne, James and Wachowicz Jr, John. 1998. “Fundamental of Financial Management”. Tenth Edition, Prentice Hall Inc.