ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN ... -...
Transcript of ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN ... -...
ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN
DAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) TERHADAP
MARKET VALUE ADDED (MVA)
(STUDI KASUS PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk)
Oleh
SITI PASUS IS PREHATININGSIH
H24103056
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK
Siti Pasus Is Prehatiningsih. H24103056. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA) (Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk). Dibawah bimbingan Beatrice Mantoroadi.
Pemulihan kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja yang mulai membaik. Salah satu bank di Indonesia yang mengalami peningkatan kinerja yang signifikan adalah PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk atau lebih dikenal Bank Danamon. Kondisi ini terlihat dari kinerja rasio keuangannya. Pada tahun 2005 terjadi penurunan Return On Equity (ROE) sebesar 10,98 persen dari tahun 2004. Tingkat ROE ini masih berada dibawah BCA dan BRI. Hal ini menandakan bahwa peningkatan modal rata-rata yang dipakai lebih besar daripada peningkatan labanya. Kondisi ini mencerminkan kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai kekayaan bagi investornya, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada nilai perusahaan di mata investor. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan dapat memberikan suatu pengukuran terhadap kinerja perusahaan, untuk menilai kinerja perusahaan, umumnya digunakan metode pengukuran berbasis laba yaitu Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA) dan Earning Per Share (EPS). Namun pengukuran secara tradisional tersebut belum cukup untuk memberikan informasi mengenai penciptaan kekayaan serta nilai perusahaan terkait modal yang dipakai. Konsep yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA). Selain itu perlu dilakukan analisis pengaruh antara Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA). Hasil tersebut dapat memberikan kesimpulan mengenai komponen kinerja manakah yang dapat mempengaruhi dan mencerminkan nilai MVA sehingga dapat dikelola dengan baik agar menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA serta menganalisis kekuatan hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA, dan menganalisis tolok ukur mana yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap MVA.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengajuan pertanyaan secara tertulis kepada pihak Bank Danamon. Data sekunder bersumber dari laporan tertulis dan dokumen perusahaan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode rasio keuangan, EVA, MVA dan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS versi 13 yaitu uji Korelasi Pearson dan Regresi Linear Berganda.
Hasil yang diperoleh menunjukkan secara keseluruhan kinerja Economic Value Added (EVA) Bank Danamon adalah baik, karena sebagian besar nilainya adalah positif yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya dan cenderung mengalami peningkatan. Tetapi terdapat periode yang berada pada posisi negatif yaitu Maret 2003 dan Maret 2005 yaitu sebesar Rp -1,194,634 dan Rp -153,387 (dalam jutaan). Lalu untuk nilai EVA terbesar terjadi pada periode Desember 2005 yaitu sebesar Rp 5.516.279 (dalam jutaan).
Nilai Market Value Added (MVA) yang dicapai Bank Danamon secara keseluruhan adalah positif, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sudah berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya dan memiliki rata-rata di tiap
periodenya adalah Rp 11.139.697,53 (dalam jutaan). Namun, memasuki tahun 2005 dan 2006 nilai MVA perusahaan mengalami fluktuasi karena kondisi makro ekonomi yang kurang stabil, sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan.
Dari pengujian regresi berganda, didapat hasil bahwa variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap perubahan MVA adalah EVA, ROE dan ROA. EVA dan ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap MVA sedangkan ROE memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA perusahaan. Variabel independen tersebut dapat menjelaskan perubahan MVA sebesar 70,6 persen. Sedangkan untuk uji kekuatan korelasi antara rasio keuangan (ROE, ROA, EPS) dan EVA terhadap MVA masing-masing memiliki kekuatan sebesar EVA 0,637, ROE -0,351, EPS 0,249 dan ROA -0,178 terhadap MVA.
ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN ECONOMIC VALUE
ADDED (EVA) TERHADAP MARKET VALUE ADDED (MVA)
(STUDI KASUS PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SITI PASUS IS PREHATININGSIH
H24103056
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DAN ECONOMIC VALUE
ADDED (EVA) TERHADAP MARKET VALUE ADDED (MVA)
(STUDI KASUS PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SITI PASUS IS PREHATININGSIH
H24103056
Menyetujui, Juni 2007
Beatrice Mantoroadi, SE.Ak, M.M.
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc.
Ketua Departemen
Tanggal Ujian : 13 Juni 2007 Tanggal Lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Siti Pasus Is Prehatiningsih, dilahirkan di Kendal 8 Februari
1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Djuhroni dan Djuwariyah.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Semeru I
Bogor pada tahun 1991 sampai dengan 1997, Sekolah Lanjutan Pertama Negeri 4
Bogor tahun 1997 sampai dengan 2000, lalu dilanjutkan ke Sekolah Menengah
Umum Negeri 5 Bogor pada tahun 2000 sampai dengan 2003. Lalu penulis
diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur penerimaan USMI.
Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi aktif dalam organisasi
Rohis Manajemen angkatan 40 menjabat di direktorat PPSDM, kepanitiaan acara
seminar Banking Goes To Campus yaitu salah satu rangkaian acara rutin tahunan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.
Penulis menjabat sebagai seksi Hubungan Masyarakat (Humas). Penulis juga aktif
mengikuti beberapa kegiatan seminar dan juga pelatihan.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas
segala rahmat, karunia, serta pertolongan-Nya sehingga penyusunan penelitian
skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value
Added (EVA) terhadap Market Value Added (MVA) dapat diselesaikan dengan
baik. Penelitian skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kinerja keuangan adalah salah satu hal terpenting bagi kelangsungan
hidup suatu perusahaan. Dalam melakukan penilaian kinerja perusahaan, yang
paling umum digunakan adalah pengukuran tradisional berupa rasio keuangan,
namun seiring berkembangnya dunia perbankan membuat penggunaan
pengukuran tradisional saja belum cukup untuk dapat menilai kinerja perusahaan,
sehingga muncul konsep penilaian baru yang berdasarkan nilai. Seiring dengan
status go public yang telah dijalani PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk diperlukan
penggunaan pengukuran yang dapat menilai kesejahteraan investor atas modal
yang telah diinvestasikan kepada perusahaan dan pengukuran tersebut adalah
pengukuran yang berbasiskan nilai yang termasuk EVA dan MVA. Dengan
penggunaan metode tersebut, perusahaan dapat mengaplikasikannya untuk
memilih kegiatan investasi atau proyek yang dapat menguntungkan bagi
perusahaan dan investor.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT atas segala kemudahan, rahmat, hidayat, dan pertolongan-Nya.
2. Kedua orang tuaku (bapak dan ibu), dan adikku Isnain (Bownetto), dan
seluruh keluarga besar, Mba Yul, Mba Nur, Mba Warsih yang selalu
memberikan doa restu, semangat dan kasih sayang kepada penulis.
3. Beatrice Mantoroadi, Se.Ak, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dalam membimbing, memberi
motivasi, ilmu, saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
v
4. DR. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Muchamad Najib, S.TP, MM atas
kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji dan
memberikan masukan, saran dan kritik sebagai penyempurnaan skripsi ini.
5. DR. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen.
6. Ir. Budi Purwanto, ME selaku dosen pengajar keuangan dan seluruh staf dosen
pengajar Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu,
saran dan pengarahan.
7. Ibu Rini Sundari selaku Public Affair Bank Danamon dan Bapak Sendang
sebagai Investor Relation yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk melakukan penelitian di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk dan atas
kesediannya meluangkan waktunya untuk wawancara dan memberikan
informasi kepada penulis.
8. Pak Anan dan Ibu Mila dari pihak Bursa Efek Surabaya (BES) atas
kesediaannya memberikan kelancaran dalam permohonan pengambilan data.
9. Pak Acep, Mba Dina, Mas Hadi, Mas Yadi, Mas Dedy, Mas Iwan dan seluruh
staf Departemen Manajemen yang telah membantu kelancaran administratif
dan fasilitas.
10. Rekan satu bimbingan (Ranty, Amellia, Nora, Sri W. dan Kartika) untuk
kerjasama dan motivasi selama bimbingan dan konsultasi skripsi.
11. Sahabat-sahabat terbaik (Luh Rahmi”Amiko”, Whina”Mboe”, Etty, S.
Hanifah”Ipeh”, Ulfa, Yayuk, Else, Rinrin, Sevlina”Nela”, Cornelia”Uci”,
Reny”Septic”, Yuli. A, Gita, Ari. K, Sylva, Dian SMS, Dyah, Dyan Schume,
Prita, Ruslan, Aldhika, Adit, Yan. R, Irwan“Jonkey”, Syaiful”Ipul” 41 ) untuk
keceriaan dan kebersamaannya selama ini, dan rekan-rekan Manajemen 40
untuk persahabatan selama 4 tahun di masa perkuliahan.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut
membantu selama penyusunan skripsi ini.
vi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk dijadikan bahan perbaikan dalam penulisan yang
lebih baik lagi.
Bogor, Juni 2007
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah............................................................................. 7 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 7 1.4. Manfaat Penelitian............................................................................... 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank ................................................................................. 9 2.2. Pengertian Kinerja Keuangan ............................................................. 9 2.3. Pengertian Laporan Keuangan ........................................................... 10 2.4. Konsep Rasio Keuangan ..................................................................... 12 2.5. Konsep Economic Value Added (EVA) …………………………….. 15 2.6. Konsep Market Value Added (MVA) ……………………………… 24 2.7. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 26
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran............................................................................ 28 3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 31
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 31 3.3.1. Rasio Keuangan ....................................................................... 31 3.3.2. Metode Economic Value Added (EVA) …………………… 32 3.3.3. Metode Market Value Added (MVA) ...................................... 35
3.3.4. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA terhadap MVA ......................................................................... 36
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum................................................................................. 41 4.1.1. Sejarah Perusahaan.................................................................. 41 4.1.2. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan ............................................... 46 4.1.3. Struktur Organisasi .................................................................. 48 4.1.4. Kegiatan Usaha .......................................................................... 48
4.2. Kinerja Keuangan ................................................................................ 50 4.2.1. Rasio Keuangan ......................................................................... 50 1. Return On Equity (ROE) ..................................................... 50 2. Return On Assets (ROA) .................................................... 53 3. Earning Per Shares (EPS)…………………………………. 55 4.2.2. Economic Value Added (EVA) ………………………………. 57 4.2.3. Market Value Added (MVA) …………………………………. 62
4.3. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA Terhadap MVA........... 65 4.4. Pos-pos Keuangan yang Mempengaruhi Rasio Keuangan, EVA dan MVA ………………………………………….. 72
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………....... 74
1. Kesimpulan ............................................................................................. 74
2. Saran ....................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76 LAMPIRAN..................................................................................................... 79
ix
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Perkembangan indikator utama perbankan 2006 ....................................... 2
2. Pertumbuhan dana menurut jenisnya ......................................................... 2
3. Perkembangan rasio utama perbankan (%) ……………………………… 3
4. Financial performance of the top 10 banks in Indonesia, 2003 – 2004 …………………………………………….... 4
5. Rating 131 bank di Indonesia per Desember 2004-2005............................. 5
6. Langkah perhitungan EVA.......................................................................... 33
7. Langkah perhitungan MVA......................................................................... 36
8. Pencapaian Return On Equity (ROE) Bank Danamon Tahun 2003 sampai 2006 ............................................................................ 51
9. Pencapaian Return On Assets (ROA) Bank Danamon Tahun 2003 sampai 2006 ............................................................................ 54
10. Pencapaian Earning Per Share (EPS) Bank Danamon Tahun 2003 sampai 2006 ........................................................................... 56
11. Nilai Economic Value Added (EVA) Bank Danamon .............................. 58
12. Nilai Market Value Added (MVA) Bank Danamon .................................. 63
13. Uji normalitas data melalui Kolmogorv-Smirnov ………………………. 66
14. Persamaan regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA ………………………………………………………….. 67
15. Kekuatan korelasi EVA, EPS, ROE dan ROA terhadap MVA ............... 70
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Bagan kerangka pemikiran konseptual penelitian......................................... 30
2. Logo PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk ................................................... 45
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Laporan neraca Bank Danamon 2003-2006 .......................................... 79
2. Laporan laba rugi Bank Danamon 2003-2006 ...................................... 83
3. Daftar harga saham Bank Danamon 2003-2006 ................................... 85
4. Daftar Indeks Harga Saham Gabungan 2003-2006.................................. 85
4. Daftar suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ................................ 86
5. Nilai rasio keuangan, Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)…………………………………………… 86
6. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA …………………………………………………………. 87
7. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA menggunakan Backward Elimination……………………………………. 89
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998 membawa dampak
buruk terhadap kondisi perbankan Indonesia. Hal ini terjadi karena
banyaknya perusahaan yang collapse sehingga membuat mereka sulit untuk
melunasi pinjaman terhadap bank, sehingga kerugian besar diderita oleh
banyak bank di Indonesia. Akibat dari kerugian yang terus menerus diderita
bank dan memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
yang jauh dibawah 8 persen, seperti yang sudah ditetapkan Bank for
International Settlement (BIS), maka pemerintah menilai bank-bank yang
bersangkutan kurang sehat dan tidak sehat (Dendawijaya, 2000). Sehingga,
penilaian akhir membawa tiga puluh dua bank dicabut izin usahanya pada
pertengahan tahun 1998 (Dendawijaya, 2000). Kondisi ini membawa
perbankan Indonesia mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat dan
mereka melakukan rush terhadap dana yang disimpan dalam bank dan
mengakibatkan dana yang beredar di masyarakat dalam tingkat tinggi
sehingga menimbulkan inflasi yang parah.
Tingkat inflasi tertinggi berada pada level 77,63 persen pada periode
Desember 1998, hal ini terjadi pula karena masa transisi penerapan suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tinggi. Langkah yang diambil
pemerintah untuk mengendalikan keadaan agar inflasi berada pada tingkat
normal adalah dengan memainkan tingkat suku bunga SBI, hal ini
dimaksudkan agar menarik kelebihan dana yang ada di masyarakat, kondisi
tingkat suku bunga SBI tertinggi berada pada level 70,44 persen periode
Agustus 1998. Dan pada akhirnya, kebijakan pemerintah tersebut
menghasilkan perubahan yang positif dengan menurunnya tingkat inflasi di
Indonesia pada bulan Maret 1999 mencapai tingkat normal yaitu 4,08 persen.
Perkembangan pemulihan kondisi perbankan Indonesia menunjukkan
kondisi yang membaik, hal ini ditandai dengan kenaikan aset, Dana Pihak
Ketiga (DPK), dan kredit. Tabel 1 adalah tabel perkembangan perbankan
menurut indikator utamanya.
2
Tabel 1. Perkembangan indikator utama perbankan 2006 (dalam Rp. trilyun) Indikator Utama 2002 2003 2004 2005 2006*
Asset 1.112,2 1.213,5 1.272,1 1.469,8 1.605,2 DPK 835,8 888,6 963,1 1.127,9 1.233,6
Kredit 371,1 440,5 559,5 695,6 755 *Sampai Oktober 2006 Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Economic Review No. 206 Desember 2006
Dengan tingkat pemberian kredit yang terus meningkat diharapkan
perbankan Indonesia dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi sebagai penggerak sektor riil agar Loan to Deposit Ratio (LDR)
yang pada tahun 2006 sebesar 61 persen dapat mencapai lebih besar dari 80
persen seperti yang diharapkan.
Tabel 2. Pertumbuhan dana menurut jenisnya (dalam Rp. trilyun) Jenis Dana 2002 2003 2004 2005 2006*
Giro 6,14 11,09 12,72 14,52 21,14 Deposito 1,43 -3,89 -1,83 34,21 15,04 Tabungan 12,03 25,02 22,61 -5,03 9,56 Total Dana 4,82 6,32 8,39 17,11 15,18
*Sampai Oktober 2006 Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Economic Review No. 206 Desember 2006
Per Oktober 2006, terdapat perbaikan struktur DPK di mana porsi giro
(dana murah) mulai meningkat sedangkan porsi deposito berjangka (dana
mahal) mulai menurun. Hal ini makin menyehatkan struktur dana perbankan
karena akan menekan biaya dana. Sedangkan jika dilihat berdasarkan rasio
utama perbankan, kondisi perbankan Indonesia saat ini pun sudah
menunjukkan kecenderungan membaik, hal ini dapat dilihat dari tabel 3.
3
Tabel 3. Perkembangan rasio utama perbankan (%)
Rasio 2002 2003 2004 2005 2006* ROA 1,96 2,63 3,46 2,55 2,58 CAR 22,44 19,43 19,42 19,30 20,82
NPL gross 7,50 6,78 4,5 7,56 8,25 NPL net 2,21 3,0 1,7 4,8 Na BOPO 94,76 88,10 76,64 89,5 87,74 LDR 38,24 43,52 49,95 59,66 61,2 NIM 4,14 4,64 5,88 5,63 5,79
*Sampai Oktober 2006 Keterangan : Statistik Perbankan Indonesia Sumber : Economic Review No. 206 Desember 2006
Selain kecenderungan yang mengarah pada kondisi yang membaik,
terdapat pula indikator perbankan yaitu laba sebelum pajak yang mengalami
tekanan pada pertengahan tahun 2005 (periode Juni) dan membukukan laba
tersebut pada tingkat Rp. 15,77 trilyun, padahal laba akhir tahun 2004 sebesar
Rp. 41,09 trilyun. Sehubungan dengan hal itu, pengukuran terhadap kondisi
keuangan bank merupakan pertimbangan utama bagi penilaian bagus tidaknya
kinerja suatu bank, karena seperti kita ketahui bahwa bank merupakan
lembaga keuangan yang menitikberatkan pada pengelolaan jasa keuangan.
Salah satu bank di Indonesia yang mengalami peningkatan kinerja
yang signifikan adalah PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk atau lebih
dikenal dengan Bank Danamon. Dalam perkembangannya, Bank Danamon
selalu berusaha meningkatkan kinerjanya, terutama kinerja keuangannya, hal
ini dapat dilihat dari financial performance-nya. Menurut InfoBank, pada
tahun 2003 sampai 2004, Bank Danamon menempati peringkat ke-5 besar
dalam Financial Performance of the Top 10 Banks in Indonesia, data
mengenai kinerja keuangan Bank Danamon dapat dilihat pada tabel 4.
4
Tabel 4. Financial performance of the top 10 banks in Indonesia, 2003-2004 Total Assets Return on
Assets Return on
Equity Loans–Deposit Ratio
Net Interest Margin
Bank
Rp trilliun
% 2003 2004 2003 2004 2003 2004 2003 2004
Bank Mandiri
234,7 -9,0 2,4 3,8 29,3 31,6 35,4 46,3 3,0 4,6
BCA 141,7 21,1 2,5 3,1 20,9 31,2 21,7 27,1 5,0 5,2 BNI 128,6 2,6 0,7 2,4 10,6 29,8 43,6 50,8 3,9 5,5 BRI 99,3 8,2 4 5,3 44,9 40,6 58,5 69,1 8,9 11,7
Bank Danamon
53,1 7,5 2,7 4,2 24,8 35,2 59,2 63,2 4,4 6,7
Bank Internasional
35,1 1,6 0,8 2,5 17,5 41,6 29,3 42,3 1,9 5,3
Bank Permata
30,5 5,4 1 2 16,7 41,9 36,2 48,7 3,9 5,7
Bank Lippo 27,3 18 0,8 0,8 4,6 25,8 23,7 20,4 4,3 4 Bank Niaga 25,4 17 2,3 3,3 37,2 39,8 64,1 78,7 4,3 6,2
Citibank 24,1 17,5 5,7 5,7 38,9 45,1 58,8 48,5 7,2 13,8 Overall Banking
1.189,7 7,5 2,3 3,0 16,1 19,7 62,7 72 5,3 7,1
Sumber : Info Bank, No.308, November 2004.
Dari data tabel 4 dapat diketahui bahwa selama perkembangannya dari
tahun 2003 sampai 2004, secara keseluruhan Bank Danamon mengalami
peningkatan kinerja, dimulai dari Return on Assets (ROA) yang mengalami
peningkatan sebesar 1,5 persen dari posisinya di tahun 2003, Return on Equity
(ROE) yang mengalami kenaikan sebesar 10,4 persen dari posisinya di tahun
2003 menjadi 35,2 persen, tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
meningkat sebesar 4 persen dari tahun 2003 dan Net Interest Margin (NIM)
yang mengalami kenaikan sebesar 2,3 persen dari tahun 2003.
Peningkatan yang terjadi pada Bank Danamon membuktikan bahwa
mereka berusaha untuk selalu melakukan peningkatan dan perbaikan kinerja
agar mencapai misinya sebagai lembaga keuangan terkemuka di Indonesia.
Komitmen mereka untuk menjadi lebih baik lagi di masa mendatang memang
terbuktikan, pada periode 2004 sampai 2005 terjadi peningkatan kinerja yang
signifikan dimana Bank Danamon menempati peringkat pertama dengan
predikat sangat baik menurut InfoBank dalam Rating 131 Bank di Indonesia
per Desember 2004-2005. Hal ini didasarkan pada kategori bank nasional
5
dengan kriteria modal diatas Rp. 10 Trilyun sampai dengan Rp. 50 Trilyun.
Data mengenai financial performance Bank Danamon dapat dilihat pada tabel
5
Tabel 5. Rating 131 bank di Indonesia per Desember 2004-2005
Sumber : InfoBank, No.327, Juni 2006
Dari data yang disajikan, terlihat bahwa secara umum kinerja
keuangan Bank Danamon mengalami peningkatan. Terjadi kenaikan dari total
assets sebesar 27,68 persen di tahun lalu, ROA yang meningkat sebesar 0,28
persen menjadi 4,68 persen, lalu tingkat LDR mengalami kenaikan sebesar
17,62 persen dari posisi 63,2 persen dan akhirnya NIM meningkat sebesar
2,16 persen dari tahun 2004. Namun terdapat salah satu indikator yang belum
menunjukkan kinerja menggembirakan yaitu untuk tingkat ROE, Bank
Danamon mengalami penurunan dari posisinya di tahun 2004 10,98 persen
menjadi 24,22 persen di tahun 2005, jika dibandingkan, ROE Bank Danamon
masih dibawah BRI dan BCA. Hal ini menandakan bahwa peningkatan modal
yang dipakai lebih besar daripada peningkatan pendapatannya. Kondisi ini
dapat pula diartikan sebagai menurunnya kemampuan manajemen dalam
pengelolaan modal untuk menciptakan nilai atas modalnya yang berupa
pendapatan ataupun laba operasional. Peningkatan modal yang dipakai akan
meningkatkan pula biaya ekuitas perusahaan atau penurunan laba yang
tercipta dapat mencerminkan kemampuan manajemen dalam menciptakan
Total Assets CAR Return on
Assets (ROA)
Return on
Equity (ROE)
Loans–Deposit Ratio
(LDR)
Net Interest Margin (NIM)
Bank
Rp. (juta) % % % % %
Nilai Total
Predikat
Bank Danamon
67.803.454 23,48 4,68 24,22 80,82 8,86 98,04 Sangat Bagus
BRI 122.775.579 16,25 5,04 37,92 77,83 12,17 94,73 Sangat Bagus
BCA 150.180.752 21,66 3,44 28,16 41,78 6,00 90,13 Sangat Bagus
BNI 147.812.206 16,67 1,61 12,64 54,24 5,35 76,01 Bagus Bank
Mandiri 263.383.348 23,65 0,47 2,76 49,97 3,81 56,43 Cukup
Bagus
6
nilai kekayaan bagi investornya, yang pada akhirnya kondisi ini
mencerminkan pula nilai perusahaan di mata investor.
Tujuan suatu perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang
sahamnya (investor) dan dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja secara
tradisional dapat memberikan suatu pengukuran terhadap keberhasilan yang
telah dicapai oleh suatu perusahaan. Salah satu tolok ukur yang sangat
diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah laba perusahaan (earning
measures). Rasio keuangan yang umum digunakan investor untuk menilai
perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi mereka dapat dilihat dari
earning measures yaitu Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA),
dan Earnings Per Share (EPS). Namun pengukuran kinerja secara tradisional
tersebut belum cukup untuk memberikan informasi mengenai penciptaan
kekayaan serta nilai perusahaan terkait modal yang dipakai. Karena dalam
aktivitasnya, untuk melakukan pengembangan, perusahaan tentu saja
memerlukan jumlah modal dan pinjaman yang besar. Pada pengukuran
tradisional tersebut, biaya modal yang menyertai belum diperhitungkan
padahal hal tersebut merupakan suatu opportunity cost bagi investor atau
penyetor modal, lalu untuk dapat menghasilkan informasi mengenai
profitabilitas sesungguhnya, biaya tersebut perlu diperhitungkan, sehingga
tingkat kekayaan sebenarnya dan nilai perusahaan yang tercipta dapat
diketahui. Sehingga perlu digunakan suatu konsep untuk menghitung nilai
kekayaan sebenarnya yang telah dihasilkan terkait modal dan pinjaman yang
digunakan, dan nilai perusahaan yang berhasil diciptakan. Konsep yang
menjelaskan tentang hal tersebut adalah konsep laba residu (Economic Value
Added/EVA) dan Market Value Added (MVA). Konsep ini dapat
menghasilkan informasi mengenai nilai kekayaan dan nilai perusahaan yang
bersangkutan.
Berdasarkan latar belakang yang terjadi, maka dalam penelitian ini
dilakukan pengukuran kinerja menurut metode EVA dan MVA, sehingga
dengan penggunaan metode EVA dan MVA dapat memberikan gambaran
mengenai nilai kekayaan bank sesungguhnya dan nilai perusahaan yang
berhasil diciptakan, dari sini akan dapat diketahui apakah Bank Danamon
7
telah berhasil menciptakan kekayaan atau sebaliknya. Selain itu, dilakukan
analisis hubungan dan pengaruhnya antara metode EVA dan rasio laporan
keuangan terhadap MVA, agar dapat mengetahui tolok ukur mana yang
memiliki pengaruh serta hubungan yang paling signifikan dan dapat
menjelaskan perubahan yang terjadi terhadap MVA. Hasil tersebut dapat
memberikan kesimpulan mengenai komponen kinerja keuangan manakah
yang paling dekat hubungannya dan dapat mencerminkan nilai MVA sehingga
dapat dikelola dengan baik untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.
1.2. Perumusan Masalah
Dari keterangan diatas maka dapat diketahui bahwa pengukuran
kinerja secara tradisional (pengukur akuntansi) belum cukup untuk
mengetahui informasi mengenai nilai kekayaan sesunguhnya dan nilai
perusahaan yang berhasil diciptakan oleh Bank Danamon. Lalu permasalahan
yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja Bank Danamon, menurut metode Economic Value
Added (EVA)?
2. Bagaimana Market Value Added (MVA) Bank Danamon yang terbentuk?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara EVA dan rasio
keuangan terhadap MVA?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kinerja keuangan menurut metode EVA sehingga
didapat gambaran mengenai nilai kekayaan yang telah dicapai Bank
Danamon Indonesia, agar dapat mempertahankan dan meningkatkan
penciptaan nilai kekayaan baik bagi perusahaan maupun shareholders.
2. Untuk mengetahui kinerja keuangan menurut MVA, sehingga didapat
gambaran mengenai nilai perusahaan dari Bank Danamon, agar mampu
untuk mencapai lebih baik lagi dan mempertahankan kepercayaan
investor.
3. Menganalisis kekuatan hubungan antara metode EVA dan metode rasio
keuangan earning measures (ROE, ROA, dan EPS) terhadap MVA,
sehingga didapat kesimpulan mengenai seberapa signifikan hubungan
8
yang terjadi, juga untuk mengetahui tolok ukur manakah yang dapat
menjelaskan perubahan MVA sebagai pengukur nilai perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sebuah masukan bagi Bank Danamon dalam mengambil
keputusan guna memaksimalkan keuntungan dan meningkatkan kinerja,
sehingga dapat menciptakan nilai perusahaan yang tinggi untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan kepercayaan investor.
2. Sebagai gambaran bagi investor mengenai kinerja keuangan berbasiskan
nilai Bank Danamon sehingga dapat dijadikan masukan bagi pengambilan
keputusan investasi.
3. Sebagai sumber referensi dan pengembangan yang lebih lanjut bagi
penelitian mengenai pengukuran kinerja keuangan menurut metode EVA
dan MVA.
4. Sebagai wacana yang dapat menambah pengetahuan penulis mengenai
pengukuran kinerja keuangan menurut metode EVA dan MVA serta
menganalisis hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian hanya dilakukan seputar lingkup pengukuran kinerja
keuangan berdasarkan EVA, rasio laporan keuangan berupa earning
measures (ROE, ROA, dan EPS) serta MVA pada PT. Bank Danamon
Indonesia, Persero (Tbk) serta menganalisis bagaimana hubungan yang
tercipta antara metode EVA dan metode rasio keuangan terhadap MVA
tentang nilai perusahaan. Rasio keuangan yang dipakai dalam penelitian ini
hanya ROE, ROA, dan EPS karena rasio ini paling umum digunakan oleh
investor dalam menilai kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan
kekayaan bagi mereka dan rasio ini dipublikasikan oleh Bank Danamon.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank
Menurut Kasmir (2003), bank diartikan sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa
bank lainnya.
Pengertian bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998
tanggal 10 November 1998 dalam Kasmir (2003) tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Menurut Verryn Stuart dalam Dendawijaya (2000), bank adalah suatu
badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-
alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang
lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa
uang giral
Jadi, perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang
berperan sebagai badan intermediasi yang menghimpun dana (funding),
menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit (lending) serta memberi
pelayanan jasa keuangan lainnya (service).
2.2. Kinerja Keuangan
Menurut Lesmana dan Surjanto dalam Budiharti (2006) kinerja
keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk
melakukan evaluasi kinerja di masa lalu, dengan melakukan berbagai
analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili
realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut.
Pengukuran kinerja perusahaan diperlukan untuk menentukan keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuannya. Untuk mengetahui kondisi keuangan
suatu bank, maka dapat dilihat dari laporan keuangannya. Laporan tersebut
menggambarkan kinerja bank selama periode tertentu. Agar laporan dapat
10
dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu dianalisis terlebih dahulu.
Analisis yang umum dilakukan untuk menilai kinerja bank adalah
menggunakan rasio keuangan. Indikator ini sering pula digunakan untuk
menilai tingkat kesehatan bank. Namun, muncul konsep penilaian kinerja
baru yaitu Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA).
2.3. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan bagian penting dari suatu informasi
mengenai operasi penting yang dilaporkan dalam bentuk laporan laba rugi,
neraca dan laporan arus kas (Keown, 2004). Laporan keuangan adalah
catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi
yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
Laporan ini biasanya merupakan gabungan dari laporan laba rugi, neraca,
dan laporan aliran kas . Dalam industri perbankan sendiri, laporan keuangan
bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan, laporan ini
menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode. Dalam
praktiknya, bank memiliki beberapa jenis laporan keuangan (Kasmir, 2003),
yaitu :
1. Neraca
2. Laporan Komitmen dan Kontinjensi
3. Laporan Laba Rugi
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
6. Laporan Keuangan Gabungan dan Konsolidasi
Dalam menganalisis kinerja keuangan menurut EVA dan MVA serta
rasio keuangan, maka laporan keuangan yang diperlukan adalah laporan laba
rugi dan laporan neraca.
1. Laporan Laba Rugi
Laporan laba/rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu
perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang
menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga
menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih . Laporan laba rugi adalah
laporan laba atau rugi untuk periode tertentu yang terdiri atas penerimaan
11
bersih dikurangi beban periode itu. Laporan laba rugi menggambarkan
hasil operasi kegiatan usaha selama satu periode waktu (Keown, 2001).
Menurut Kasmir (2003), laporan laba rugi merupakan laporan keuangan
bank yang menggambarkan hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu.
Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber
pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan.
2. Neraca
Brigham dan Houston (2006) mengatakan bahwa neraca merupakan
sebuah laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada suatu titik
tertentu. Neraca adalah laporan posisi keuangan pada saat tertentu. Bentuk
laporan mengikuti persamaan neraca :
Neraca memberikan gambaran sesaat posisi keuangan perusahaan
pada suatu waktu tertentu, menyajikan kepemilikan aktiva, kewajiban,
serta ekuitas pemegang saham dari para pemilik (Keown, 2004). Neraca
merupakan bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang
dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi
keuangan perusahaan pada akhir periode tersebut. Neraca terdiri dari tiga
unsur, yaitu aktiva, kewajiban, dan modal . Dalam konteks perbankan,
neraca adalah laporan yang menunjukkan posisi keuangan bank pada
tanggal tertentu. Posisi keuangan yang dimaksud adalah posisi aktiva
(harta), pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu bank. Penyusunan komponen
di dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo
(Kasmir, 2003).
Informasi yang dapat dilihat dari neraca antara lain adalah posisi
sumber kekayaan perusahaan dan sumber pembiayaan untuk memperoleh
kekayaan perusahaan tersebut dalam suatu periode akuntansi (triwulan,
kwartal, atau tahunan). Dalam neraca terdapat komponen aktiva mewakili
seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, sementara kewajiban dan
ekuitas pemegang saham menunjukkan bagaimana seluruh sumber daya
Total aktiva = total kewajiban + ekuitas pemegang saham pemilik
12
perusahaan itu didanai. Aktiva dalam neraca terdiri atas tiga kategori
(Keown, 2004) :
1. Aktiva Lancar (Current Assets),
2. Aktiva Tetap atau Jangka Panjang (Fixed Assets atau Long Term
Assets),
3. Aktiva Lain (Other Assets).
Dalam melaporkan jumlah uang atas berbagai aktiva ini, berlaku
praktik konvensional pelaporan nilai aktiva maupun dan kewajiban yang
dilakukan atas dasar beban historis. Jadi neraca tidak dimaksudkan untuk
menyajikan nilai pasar perusahaan, namun melaporkan transaksi
berdasarkan beban historisnya. Menentukan nilai yang wajar dari
perusahaan adalah masalah yang berbeda. Bagian lain dari neraca adalah
kewajiban dan ekuitas pemegang saham. Sumber utama pendanaan adalah
kewajiban serta ekuitas pemegang saham (Keown, 2004).
2.4. Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah sebuah alat utama untuk menganalisis
keuangan sebuah perusahaan. Rasio keuangan terdiri dari perbandingan data
keuangan yang terdapat pada laporan keuangan . Rasio keuangan merupakan
hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang digunakan
untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada
umumnya dinyatakan secara numerik, baik dalam persentase maupun kali
(Riyadi, 2004). Rasio keuangan memberikan dua cara untuk membuat
perbandingan dari data keuangan menjadi lebih berarti (Keown, 2004):
1. Dapat meneliti rasio antar waktu untuk meneliti arah pergerakannya
2. Dapat membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan
lain.
Rasio keuangan dapat menstandarisasi informasi keuangan yang dapat
dipakai sebagai alat pembandingan antar perusahaan dengan ukuran yang
berbeda. Terdapat dua kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna:
1. Terdiri dari para manajer yang menggunakannya untuk mengukur dan
melacak kinerja perusahaan sepanjang waktu. Fokus utama dari analisis
mereka sering berkaitan dengan berbagai ukuran profitabilitas yang
13
digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan dari sudut pandang
pemilik.
2. Pengguna rasio keuangan mencakup para analis yang merupakan pihak
eksternal bagi perusahaan.
Keunggulan dari rasio keuangan adalah rasio keuangan dapat
membantu pihak-pihak yang terkait untuk mengidentifikasi beberapa
kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan, dan secara umum rasio
keuangan dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk menilai kondisi
keuangan perusahaan. Namun rasio keuangan bukan tanpa kelemahan,
terdapat keterbatasan dari analisis rasio keuangan, yaitu (Keown, 2004):
1. Terkadang sulit untuk mengidentifikasi kategori industri di mana
perusahaan berada jika perusahaan beroperasi dengan beberapa bidang
usaha.
2. Rasio keuangan dapat menjadi terlalu tingi ataupun rendah.
3. Rata-rata industri mungkin tidak memberikan target rasio atau norma yang
diinginkan. Rata-rata industri hanya dapat memberikan panduan atas posisi
keuangan perusahaan rata-rata dalam suatu industri. Itu tidak berarti suatu
nilai rasio yang ideal atau terbaik.
4. Banyak perusahaan mengalami situasi musiman dalam kegiatan
operasinya. Jadi pos neraca dan rasionya akan berubah sepanjang tahun
saat laporan disiapkan.
Rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan
rasio rentabilitas (Kasmir, 2003). Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur
seberapa likuid suatu bank, rasio solvabilitas bertujuan untuk mengukur
efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya, sedangkan rasio rentabilitas
bertujuan untuk mengukur efektivitas bank dalam mencapai tujuannya.
Sementara itu menurut Helfert dalam Pradhono (2004), pengukuran
kinerja perusahaan bisa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:
1. Earning Measures, yang mendasarkan kinerja pada accounting profit.
Termasuk dalam kategori adalah earnings per share (EPS), return on
investment (ROI), return on net assets (RONA), return on capital
employed (ROCE) dan return on equity (ROE), dan lain-lain.
14
2. Cash Flow Measures, yang mendasarkan kinerja pada arus kas operasi
(operating cash flow). Termasuk dalam kategori ini adalah free cash flow,
cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on
investment (CFROI), total shareholder return (TSR) dan total business
return (TBR).
3. Value Measures, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based
management). Termasuk dalam kategori ini adalah economic value added
(EVA), market value added (MVA), cash value added (CVA), dan
shareholder value (SHV).
Dalam penelitian ini, rasio keuangan berupa earning measures yang
digunakan adalah :
1. Return On Equity (ROE)
ROE merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kapital yang ada untuk mendapatkan net income
(Kasmir, 2003). ROE adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan
perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) bank,
rasio ini menunjukkan tingkat persentase yang dapat dihasilkan manajer
bank. Menurut Husnan (2004), rasio ini mengukur seberapa banyak
keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri.
2. Return On Assets (ROA)
ROA adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan
antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank, rasio ini menunjukkan
tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang
bersangkutan (Riyadi, 2004). Menurut Kasmir (2003), ROA merupakan
pengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan income dari
pengelolaan asset. Menurut Husnan (2004), rasio ini mengukur
kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan.
3. Earning per Share (EPS)
Menurut Brigham dan Houston (2006), EPS merupakan
perbandingan antara laba bersih terhadap saham biasa yang beredar,
sehingga EPS menggambarkan laba per lembar saham yang diperoleh
investor dari suatu perusahaan.
15
2.5. Metode Economic Value Added (EVA)
Menurut Tunggal (2001), dasar teoritis konsep nilai tambah ekonomis
disajikan dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan
1961 oleh dua ekonom finansial, yaitu Merton H.Miller dan Franco
Modigliani, yang memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi.
Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis (economic income)
merupakan sumber penciptaan nilai (value creation) di perusahaan dan
bahwa tingkat kembalian (rate of return/cost of capital) ditentukan
berdasarkan tingkat risiko yang diasumsikan oleh investor. Tetapi,
Modigliani dan Miller tidak memberikan teknik untuk mengukur laba
ekonomis (economic income) dalm suatu perusahaan. Konsep Economic
Value Added (EVA) dipopulerkan oleh G. Bennet Stewart, III, Managing
Partner dari Stern Steward & Co dalam bukunya ”The Quest for Value” pada
tahun 1991. Konsep EVA diluncurkan Stern Steward & Co pada tahun 1989.
Taufik (2001) mengatakan bahwa EVA menggambarkan efisiensinya
dalam periode tertentu. EVA bukan hanya menggambarkan kinerja
manajemen dalam suatu periode tapi juga kinerja karyawannya. Konsep
economic value added (EVA) merupakan konsep yang dianggap bisa
memberikan jawaban terhadap kemampuan perusahaan menambah kekayaan
investor atau shareholder. Menurut Drucker dalam Stewart and Co (2000),
tidak ada profit kecuali anda dapat menciptakan kekayaan dari biaya modal.
Alfred Marshall mengatakannya pada tahun 1896 lalu Peter Drucker
mengatakan pada tahun 1954 dan 1973, dan sekarang EVA mensistematiskan
ide tersebut. EVA tidak hanya suatu pengukur kinerja, namun merupakan
suatu kesatuan antara pengukur kinerja, manajemen dan system reward
(Stewart and Co, 2000). Menurut Iramani dan Erie Febrian (2005), EVA
merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added
dari modal yang ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan.
Jika perusahaan tidak dapat menciptakan profit diatas required of return,
maka EVA menjadi negatif dan dalam hal ini merupakan signal akan
terjadinya financial distress bagi perusahaan. Menurut Bringham dan
Houston (2001) EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen
16
kepada para pemegang saham selama satu tahun tertentu. EVA membantu
manajer bahwa perusahaannya dapat menambah nilai pemegang saham,
sementara investor dapat menggunakan EVA untuk mengetahui saham mana
yang akan meningkatkan nilainya.
EVA menghitung economic profit dan bukan accounting profit, pada
dasarnya EVA mengukur nilai tambah dalam suatu periode tertentu. Nilai
tambah ini tercipta apabila perusahaan memperoleh keuntungan diatas cost of
capital perusahaan. Dan jika EVA yang terbentuk positif, maka perusahaan
telah menciptakan kekayaan (Pradhono, 2004). EVA merupakan metode
pengukur yang dapat mengambarkan bagaimana kekayaan yang diciptakan
perusahaan untuk para shareholder (Mäkeläinen, 1998). Menurut Tunggal
(2001), EVA didapat dari laba tertinggal setelah dikurangi dengan biaya
modal (cost capital) yang diinvestasikan untuk menghasilkan laba tersebut.
EVA merupakan suatu tolok ukur kinerja keuangan yang berbasis nilai. EVA
dinilai sebagai suatu tolok ukur yang menggambarkan jumlah absolut dari
nilai pemegang saham (shareholder value) yang diciptakan (created) atau
dirusak (destroyed) pada suatu periode tertentu, biasanya setahun. EVA yang
positif menunjukkan penciptaan nilai (value creation), sedangkan EVA yang
negatif menunjukkan penghancuran nilai (value destruction). Menurut
Utomo (1999), EVA merupakan konsep yang relevan dalam mengukur
kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena EVA adalah ukuran nilai
tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari
aktivitas atau strategi manajemen.
Dalam Yusbardini (2004), EVA didefiniskan sebagai jumlah
peningkatan kekayaan pemegang saham perusahaan pada suatu periode
tertentu. Konsep dari EVA sendiri tidak terlalu sukar untuk dipahami, yaitu
perusahaan akan menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya bila net
operating profit after tax (NOPAT, laba bersih setelah pajak) dikurangi biaya
kapital menghasilkan nilai positif. Hal ini berarti bila tingkat pengembalian
lebih besar dari biaya kapitalnya. EVA memerlukan adanya penyesuaian-
penyesuaian, yang dimaksudkan untuk menghitung distorsi akuntansi yang
terdapat dalam laporan keuangan, sehingga penilaian kinerja lebih akurat.
17
EVA merupakan nilai ekonomi sebenarnya yang dimiliki oleh perusahaan.
EVA adalah sebuah alat pengukuran kinerja sebuah perusahaan layaknya
Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE) ataupun Return on
Assets (ROA). Namun, berbeda dari alat ukur berbasis rasio yang mengukur
rasio laba terhadap investasi/aset/ekuitas, EVA mengukur nilai tambah yang
dihasilkan perusahaan kepada investor.
Dilihat dari segi waktunya, menurut Dierks dan Patel dalam Turangan
(2003), EVA didefinisikan sebagai suatu pengukuran kinerja keuangan yang
mengkombinasikan konsep pendapatan residu yang telah dikenal sebelumnya
dengan prinsip terkini dari manajemen keuangan perusahaan. Elemen yang
digunakan dalam memperhitungkan EVA terdiri dari NOPAT, jumlah modal
perusahaan yang digunakan (firm’s capital employed) dan biaya modal (cost
of capital). Menurut Utama (1997), EVA sangat bermanfaat apabila
digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian
kinerjanya adalah pada penciptaan nilai. Secara sederhana EVA diketahui
dari laba perusahaan dikurangi biaya-biaya atas modal yang diinvestasikan.
Pendekatan EVA memasukkan semua unsur yang ada dalam laporan neraca
dan laba rugi.
Menurut Hansen dan Mowen (2005), laba residu (Economic Value
Added) adalah laba operasional setelah pajak dikurangi dengan total biaya
modal. Jika EVA positif, maka perusahaan telah menciptakan kekayaan. Jika
EVA negatif, maka perusahaan telah menyia-nyiakan modal. Dalam jangka
panjang, hanya perusahaan-perusahaan yang menghasilkan modal atau
kekayaan yang dapat bertahan. EVA merupakan sebuah bentuk nominal mata
uang, bukan suatu tingkat persentase pengembalian. Inti dari EVA adalah
penekanan pada laba bersih operasi dan hubungannya terhadap biaya aktual
dari modal. Penghitungan EVA menurut perspektif akuntansi manajemen
merupakan selisih antara laba bersih operasional dikurangi biaya modal yang
terpakai. Kesulitan yang dihadapi perusahaan secara umum adalah
menghitung biaya modal yang terpakai. Dua langkah yang digunakan dalam
hal ini, yaitu :
1. Menentukan biaya tertimbang rata-rata atas modal
18
2. Menentukan total jumlah modal yang dipakai
Untuk menghitung biaya tertimbang rata-rata atas modal, perusahaan
harus mengidentifikasi seluruh sumber dana yang diinvestasikan. Sumber-
sumber yang biasanya adalah pinjaman dan ekuitas (saham yang diterbitkan).
Pinjaman yang dikenakan bunga harus disesuaikan tingkatnya untuk
pengurangan pajak. Sedangkan ekuitas ditangani secara berbeda. Biaya atas
pembiayaan ekuitas adalah biaya kesempatan (opportunity cost) bagi para
investor, tidak ada penyesuaian pajak untuk ekuitas. Lalu pembagian
proporsional dari masing-masing metode pembiayaan dikalikan dengan
persentase biayanya dan dijumlahkan untuk menghasilkan biaya beban rata-
rata modal.
EVA dapat dijadikan sebagai alat ukur keuangan berdasarkan nilai
(value), alat ukur yang dapat memperlihatkan secara absolut berapa nilai
shareholder yang telah diciptakan atau dihancurkan, EVA juga sebagai alat
ukur yang sangat berkaitan dengan harga saham, juga memberikan dasar bagi
terciptanya sistem kompensasi yang mampu memotivasi seluruh komponen
perusahaan untuk menciptakan nilai kepada pemegang saham. Tunggal
(2001) mengatakan bahwa terdapat beberapa manfaat EVA dalam mengukur
kinerja perusahaan antara lain:
(1) EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri
sendiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa perbandingan
dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis
kecenderungan (trend).
(2) Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk
investasi dengan biaya modal yang rendah.
Sedangkan menurut Utama (1997), manfaat EVA adalah:
(1) EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan
karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value
creation).
(2) EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan
struktur modal.
19
(3) EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya
pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaximumkan tingkat
pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai
perusahaan dapat dimaximalkan.
(4) EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek
yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya
modalnya.
Perhitungan EVA
Menurut Tunggal (2001), formula untuk menghitung EVA sebagai berikut :
Dimana : NOPAT = Net Operating Profit After Tax
C = Capital
CCR = Capital Cost Rate atau Cost of Capital
Sebagai akhir perhitungan EVA, hasilnya dapat menunjukkan angka positif,
negative atau nol. Poeradisastra (2003) menjelaskan mengenai analisis dari
perhitungan EVA sebagai berikut :
1. Kondisi EVA positif mencerminkan kompensasi yang lebih tinggi
ketimbang biaya modal. Ini berarti, manajemen mampu menciptakan
peningkatan kekayaan (create value) bagi perusahaan/pemilik modal,
bukan sekadar memberi fatamorgana. Perusahaan yang menghasilkan
EVA positif, dipastikan laba bersihnya bagus.
2. Sedangkan kondisi EVA yang negatif menunjukkan adanya penurunan
nilai kekayaan (destroy value) dari pemegang saham. Hal ini berarti bila
laba bersihnya lebih rendah ketimbang biaya modal dan manajemen
dianggap belum berhasil dalam menciptakan peningkatan kekayaan bagi
pemilik modal.
3. Lalu jika kondisi EVA bernilai nol, maka tidak terjadi penurunan ataupun
kenaikan dari nilai kekayaan dari pemilik modal.
Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Menurut Tunggal (2001) NOPAT merupakan laba yang diperoleh dari
operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya
EVA = NOPAT – C x CCR
20
keuangan (financial cost). Menurut Sartono (2001), NOPAT merupakan
formula untuk evaluasi kinerja manajer berupa laba operasi bersih sesudah
pajak yang merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika
perusahaan tersebut tidak memiliki utanh dan tidak memiliki aset finansial.
Dalam Yusbardini (2004), NOPAT meerupakan laba operasi setelah pajak
yang dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang disebut ekuivalen ekuitas.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2001), NOPAT menunjukkan laba yang
diperoleh oleh suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut tidak
menggunakan hutang dan/atau tidak memiliki non operating assets.
Biaya Modal (Cost of Capital/COC)
Menurut Tunggal (2001) Biaya Modal adalah tingkat pengembalian
minimum atas modal yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas
investor. Menurut Pradhono (2004) Cost of Capital perusahaan adalah cost
setiap sumber modal, yang ditimbang sesuai dengan struktur modal
perusahaan. Komponen Cost of Capital berdasarkan struktur modal bisa
dibedakan atas biaya hutang (cost of debt) dan biaya modal sendiri atau
ekuitas (cost of equity). COC sendiri didapat dari komponen Weighted
Average Cost of Capital (WACC) dan Invested Capital (IC).
Weighted Average Cost of Capital (WACC)
WACC adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal,
misalnya pinjaman jangka pendek (cost of debt) dan pinjaman jangka panjang
serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan
proporsinya dalam struktur modal perusahaan. WACC didapat dari komponen
biaya ekuitas (Ke), biaya hutang (Kd), bobot modal (We) serta bobot hutang
(Wd).
Biaya Ekuitas (Ke) dihitung menggunakan model Capital Assets
Pricing Model (CAPM). Pendekatan CAPM menegaskan bahwa tingkat hasil
pengembalian atas saham biasa yang diinginkan oleh para investor sama
dengan tingkat bebas risiko ditambah dengan premi risiko. Premi risiko ini
adalah premi risiko pasar dikalikan dengan beta yang dapat diterapkan pada
perusahaan yang bersangkutan (Weston dan Copeland, 1997). CAPM akan
mengestimasikan Ke dengan dimulai dari tingkat bebas risiko dari rata-rata
21
saham (Km-Krf), dinaikkan atau diturunkan untuk mencerminkan risiko
saham tertentu seperti yang diukur oleh koefisien betanya (Brigham dan
Houston, 2006). Model CAPM dapat memberikan estimasi nilai Ke yang
akurat dan tepat.
Biaya Utang yang digunakan adalah biaya utang setelah pajak, Kd(1-T).
Biaya utang setelah pajak adalah biaya yang relevan dari utang baru, dengan
memperhatikan kemungkinan pengurangan pajak melalui bunga, digunakan
untuk menghitung WACC, alasan menggunakan itu karena nilai dari saham
perusahaan, yang ingin dimaksimalkan perusahaan ,akan bergantung pada arus
kas setelah pajak. Karena bunga adalah biaya yang dapat dikurangkan, bunga
akan memberikan pengurangan pajak yang mengurangi biaya utang bersih.
Invested Capital (IC)
Invested Capital adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar
pinjaman jangka pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilities) atau
dapat pula dikatakan bahwa IC merupakan modal yang ditanamkan investor
pada suatu perusahaan. Menurut Tunggal (2001), perhitungan IC dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Pendekatan Operasi (Operating Approach)
Invested Capital = Kas + Working Capital Requirements + Aktiva Tetap.
Working Capital Requirement = (Persediaan + Piutang dagang + Aktiva
Lancar lainnya) – (Hutang Dagang + Biaya-biaya masih harus Dibayar +
Uang Muka Pelanggan).
2. Pendekatan keuangan (Financial Approach)
Invested Capital = Pinjaman jangka Pendek + Pinjaman jangka panjang
yang Lain (interest bearing liabilities) + Ekuitas Pemegang Saham.
Kelebihan dan Kekurangan
Menurut Isnani dan Iswati dalam Turagan (2003), terdapat beberapa
kelebihan serta kekurangan dari penerapan model EVA. Menurutnya
kelebihan EVA adalah sebagai berikut :
1. Bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai
(value creation)
2. Membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal
22
3. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang
memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal.
Sementara kekurangan dari model EVA :
1. Hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode tertentu.
2. Proses perhitungannya memerlukan estimasi atas biaya modal. Estimasi
tersebut cukup sulit dilakukan dengan tepat, terutama pada preusan yang
belum go public.
3. EVA terlalu menekankan pada keyakinan bahwa investor Sangat
mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil
keputusan untuk mensual atau membeli saham tertentu, padahal faktor lain
kadang-kadang justru dominan.
4. Konsep EVA sangat tergantung pada transparansi internal untuk
menghasilkan perhitungan yang akurat. Di dalam kenyataan perusahaan
jarang mengemukakan kondisi internalnya.
Lalu menurut Wood dalam Turangan (2003), terdapat guidelines penerapan
EVA, maslaah-masalah yang timbul ketika menggunakan EVA, serta
keuntungan dalam penggunaan EVA .
Guidelines untuk suksesnya pengimplementasian EVA :
1. Tindakan implementasi harus dipandang sebagai suatu proyek dalam
perusahaan, dengan adanya alokasi anggaran khusus serta adanya seorang
pemimpin proyek yang berasal dari lingkungan senior eksekutif.
2. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara desentralisasi, hal ini
menjadi sangat penting sehingga manajer tingkat bawah memiliki
kekuasaan untuk mengambil langkah penting apa saja yang diperlukan
untuk meningkatkan kinerja yang dipakai untuk pengukuran EVA.
3. Pendekatan secara bertahap dalam melakukan implementasi sangat
direkomendasikan, penggunaan EVA pertama kali bisa saja dilakukan
utnuk mengukur kinerja perusahaan, baru kemudian dijadikan sebagai
dasar untuk skema insentif perusahaan. Hal ini ditujukan untuk
menghindari tidak terbentuknya komitmen dari para manajer untuk
mensukseskan implementasi jika skema insentif berbasis EVA diadopsi
secara bersamaan.
23
Keuntungan penggunaan EVA antara lain :
1. Peningkatan EVA memotivasi manajer untuk lebih waspada dalam
menggunakan modal serta mengukur aset perusahaan secara lebih efisien
dan efektif. Dapat dikatakan bahwa EVA berperan sebagai petunjuk yang
berguna bagi keputusan strategik dan operasional perusahan.
2. EVA menciptakan bahasa yang umum bagi pengambilan keputusan
terutama keputusan jangka panjang.
3. Jika dikaitkan dengan dasar pembayaran insentif, EVA memudahkan
pembedaan antara karyawan yang berkinerja dengan yang tidak sehingga
mendorong terciptanya kepemimpinan serta perspektif bagi keputusan
yang berjangka waktu lebih lama. Kesemuanya itu akan menghasilkan
pemberian penghargaan yang tepat secara lebih objektif kepada kinerja
yang tepat, sehingga penggunaan EVA dapat dikatakan lebih efektif dalam
mengintegrasikan fungsi perencanaan dan pengendalian suatu organisasi.
Tidak hanya keuntungan yang dimiliki EVA dalam penerapannya, terdapat
beberapa permasalahan dalam penerapan EVA :
1. Tidak adanya harapan yang nyata bahwa EVA dengan sendirinya dapat
memperbaiki keadaan perusahaan.
2. Timbulnya demotivasi pada saat perusahaan tidak mapu menaikkan EVA
karena faktor-faktor eksternal perusahaan yang tidak dapat dikontrol.
3. Kesulitan dalam menghitung biaya modal dan penyusunan alokasi modal.
4. Kesulitan komunikasi dan perbedaan konsep, terutama jika EVA
diimplementasikan ke seluruh bagian perusahaan.
5. Administrasi dari EVA membutuhkan pengawasan yang sangat berhati-
hati untuk menghindari terjadinya birokrasi yang berbelit-belit.
6. Pengukuran dengan EVA saja, sama dengan alat pengukur keuangan
lainnya, adalah tidak cukup jika berdiri sendiri digunakan untuk
mengawasi pencapaian tujuan strategik perusahaan.
Selain berbagai keunggulan, konsep EVA juga memiliki kelemahan-
kelemahan. Menurut Mirza dalam Iramani (2005) kelemahan-kelemahan
tersebut antara lain :
(1) EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur
24
aktivitas-aktivitas penentu.
(2) EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat
mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil
keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktor-
faktor lain terkadang justru lebih dominan.
2.6. Metode Market Value Added (MVA)
Dalam Brigham dan Houston (2006), Market Value Added (MVA)
merupakan perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah
ekuitas modal investor yang telah diberikan. Menurut Taufik (2001), MVA
adalah perbedaan antara modal yang ditanamkan di perusahaan sepanjang
waktu - dari investasi modal, pinjaman dan laba ditahan - dan uang yang bisa
diambil sekarang. Atau, sama dengan selisih antara nilai buku dan nilai pasar
saham plus obligasi. MVA kini dianggap menjadi panduan terbaik untuk
menilai manajemen perusahaan publik, mulai dari the good, the bad and the
ugly, mulai dari yang benar-benar the good sampai yang hanya menjadi the
good pada musim tertentu. Karena bisa menjawab persoalan penting yang
paling dibutuhkan investor di manapun yaitu kemampuan manajemen
perusahaan publik menambah kekayaan mereka. MVA menggambarkan
berapa besar wealth yang bisa diciptakan atau dihilangkan sampai saat ini.
Menurut Turangan (2003), MVA lebih menunjukkan suatu penilaian kinerja
yang menyeluruh bagi perusahaan seumur hidup perusahaan tersebut dan
digunakan lebih kepada tujuan utama manajemen keuangan yaitu
memaksimalkan kesejahteraan para investor.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) kemakmuran pemegang saham
dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar
ekuitas dengan ekuitas (modal sendiri) yang diserahkan ke perusahaan oleh
para pemegang saham (pemilik perusahaan). Dalam Fardiansyah (2003)
market value added (MVA) dikenal sebagai present value dari nilai EVA
secara periodik di masa depan. Dalam Sartono (2001) disebutkan bahwa MVA
merupakan kenaikan nilai pasar perusahaan dari modal perusahaan diatas
modal yang disetor pemegang saham, dalam hal ini MVA mengukur dampak
tindakan manajerial sejak perusahaan berdiri.
25
Perhitungan Market Value Added (MVA)
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) Formula yang dapat digunakan
untuk menghitung besarnya MVA adalah :
MVA = Market Value of Stock – Equity Capital Supplied by Shareholders
= (Jumlah saham beredar)(Harga saham) – Total modal sendiri
Dalam hal ini MVA sendiri mencerminkan nilai perusahaan (Yusbardini,
2004). MVA yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
berkapasitas sebagai penghancur dari kesejahteraan (wealth destroyer) bukan
pencipta kesejahteraan (wealth creator), begitu pula sebaliknya. Semakin besar
MVA maka semakin berhasil pekerjaan manajemen dalam mengelola
perusahaan.
Market Value (Nilai Pasar)
Yang dimaksud dengan nilai perusahaan adalah nilai pasar atas surat
berharga hutang dan ekuiti perusahaan yang beredar (Keown, et. al, 2004).
Nilai pasar perusahaan dapat diketahui dengan mengalikan jumlah saham yang
beredar dan harga saham perlembar perusahaan.
Equity Capital Supplied by Shareholders (Modal yang Ditanam)
Secara konseptual, modal yang diinvestasikan perusahaan adalah
penjumlahan semua dana yang telah diinvestasikan di dalamnya (Keown, et.
al, 2004). Komponen ini sama dengan nilai buku dari total ekuitas yang
terdapat dalam laporan keuangan.
Kelebihan dan Kekurangan
Dalam Young dan O’Byrne dalam Turangan (2003), keuntungan dari
penggunaan MVA adalah bahwa para manajer dapat dengan penuh keyakinan
atau percaya diri memaksimalkan MVA saat ini sehingga kelebihan
pengembalian (excess return) juga akan maksimal. Sementara itu terdapat
beberapa kelemahan, yaitu :
1. MVA mengabaikan kesempatan biaya opportunitas dari modal yang
diinvestasikan pada perusahaan.
2. MVA adalah sebuah indikator ”sekali bidik” yang mengukur perbedaan
nilai pasar dan modal yang diinvestasikan pada tanggal tertentu.
26
2.7. Penelitian Terdahulu
Dalam Yusbardini (2004), G. Bennet Stewart III (1994) melakukan
analisis lima tahun terhadap daftar Stern Stewart 1000 dan menemukan bahwa
perubahan EVA dapat menerangkan 50 persen perubahan MVA, sedangkan
pertumbuhan penjualan hanya memiliki hubungan sebesar 10 persen, EPS 15-
20 persen, dan ROE 35 persen. Lalu penelitian lain dilakukan oleh Uyemura,
Kantor dan Petti dengan sampai 100 bank holding company dan menemukan
hubungan antara MVA dengan EVA sebesar 40 persen, dengan ROA 13
persen, ROE 10 persen, laba bersih 8 persen dan EPS 6 persen. Hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Milunovich dan Tsuei yang meneliti
hubungan antara MVA dengan beberapa metode pengukur pada industri
komputer, hasilnya adalah MVA memiliki hubungan dengan EVA sebesar
0,42; dengan pertumbuhan EPS 0,34; dan dengan EPS dan ROE sebesar 0,29.
Penelitian Imamah (2005) menggunakan analisis Rasio Keuangan dan
Economic Value Added (EVA) dan menganalisis pengaruh serta hubungannya
dengan menggunakan alat analisis Regresi Berganda dan Korelasi Pearson
dengan program Statistic Packages for Social Science (SPSS). Dalam
hasilnya, secara garis besar kinerja Bank Mandiri pada tahun 2004 lebih baik
daripada tahun 2003, hal ini ditunjukkan melalui nilai NPM, NIM, ROA, dan
ROE yang mengalami peningkatan, tetapi CAR, AUR, dan EVA mengalami
penurunan di tahun 2004 dibandingkan tahun 2003. Dari hasil analisis
regresinya terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara AUR,
ROA, ROE, dan CAR terhadap EVA, terjadi pengaruh yang positif antara
AUR terhadap EVA, dan pengaruh negatif antara ROA, ROE, dan CAR
terhadap EVA. Lalu dilakukan analisis lanjutan mengenai pos-pos keuangan
yang mempengaruhi rasio keuangan maupun EVA yaitu laba bersih, ekuitas,
dan aset. Laba bersih mempengaruhi NOPAT, NPM, ROE, dan ROA. Ekuitas
mempengaruhi WACC, CAR, dan ROE, sedangkan aset mempengaruhi IC,
AUR, dan NIM.
Penelitian Budiharti (2006) menggunakan analisis rasio keuangan, EVA
dan MVA, serta menganalisis hubungan serta pengaruhnya dengan alat
analisis Korelasi Pearson dan Regresi Berganda dengan program Minitab.
27
Dalam hasilnya, jika dilihat dari EVA dan MVA tingkat kesehatan BRI tahun
2005 lebih besar daripada tahun 2004, tetapi jika dilihat dari rasio keuangan,
tingkat kesehatannya menurun. Lalu disebutkan dari rasio keuangan yang
terdapat dalam model regresi, hanya Capital Adequacy Ratio (CAR) yang
memiliki tingkat signifikansi < 0.05 yang berarti memiliki pengaruh signifikan
terhadap MVA, CAR memiliki pengaruh negatif terhadap EVA. Dengan
penurunan CAR sebesar 1 persen akan meningkatkan EVA sebesar Rp.
1.135.320 (dalam jutaan rupiah). EVA dan MVA berpengaruh secara positif,
dengan kenaikan EVA maka akan meningkatkan MVA sebesar Rp. 1,6 juta
(dalam jutaan rupiah).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Dalam dunia perbankan, pengukuran terhadap kinerja keuangan
merupakan hal utama untuk menilai seberapa baik kemampuannya untuk
menghasilkan laba dan meningkatkan kekayaan bank. Dari laporan
keuangan, dapat diketahui bagaimana kinerja bank sebenarnya dalam
menghasilkan profit. Kinerja keuangan yang umum dipakai dan sering
dipakai sebagai tolok ukur adalah kinerja keuangan tradisional, yaitu
parameter akuntansi standar berupa rasio-rasio keuangan yang dinilai dari
sudut pandang bank yang bersangkutan. Namun dalam hal ini, perlu diukur
pula kinerjanya yang tidak hanya berdasarkan perusahaan namun juga para
investor atau dalam hal ini shareholders. Dimana tujuan utama bank adalah
menciptakan laba dan menciptakan kesejahteraan bagi para investornya.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan suatu konsep yang dapat
mengukur seberapa besar kesejahteraan maupun kekayaan yang berhasil
diciptakan bank yang bersangkutan kepada investor atas modal yang telah
diberikan, apakah nilai kekayaan yang diciptakan sudah memberikan
kepuasan bagi investornya. Dan konsep tersebut adalah Economic Value
Added (EVA), perhitungan EVA didapat dari selisih antara Net Operating
Profit After Tax (NOPAT) dengan Cost of Capital (COC). NOPAT sendiri
merupakan selisih antara laba/rugi bersih tahun berjalan dengan beban
bunga. Sementara COC dari perkalian antara Weight Average Cost of
Capital (WACC) dan Invested Capital (IC). IC merupakan penjumlahan dari
total hutang dan ekuitas serta dikurangi hutang beban. Sementara itu, WACC
diperoleh dari penyesuaian atas ekuitas dan hutang yang dipakai. WACC
menggunakan bobot dari masing-masing elemen ekuitas dan hutang dengan
melibatkan biaya hutang dan biaya ekuitas. Struktur modal yang merupakan
bobot tertimbang dari masing-masing elemen hutang dan ekuitas terhadap
asset akan dikalikan dengan masing-masing biaya hutang dan biaya ekuitas.
Dan dari langkah-langkah tersebut didapatlah WACC. Lalu setelah semua
29
komponen penyusun EVA diketahui dibuatlah perhitungan untuk
mendapatkan nilai EVA.
Lalu dengan mengetahui penciptaan kekayaan yang telah dilakukan
perusahaan, perlu diketahui pula bagaimana nilai perusahaan berdasarkan
seberapa besar bank yang bersangkutan dapat meningkatkan atau mungkin
menurunkan kekayaan shareholders. Hal ini dimaksudkan agar bank tersebut
dapat mengendalikan dan mengatur aktifitas keuangannya supaya dapat
meyakinkan investor bahwa mereka dapat mengelola dana investor dengan
baik. Hal ini dapat diketahui dengan nilai Market Value Added (MVA) dan
untuk mengetahuinya, MVA didapat dari perhitungan selisih antara nilai
pasar perusahaan dengan nilai buku yang telah diinvestasikan shareholders
(investor), nilai pasar perusahaan dapat tercermin dari harga saham bank
yang bersangkutan dikalikan dengan jumlah saham yang diedarkan, karena
harga saham dapat menginformasikan tentang kondisi ataupun kinerja bank
tersebut. Jika kondisi perusahaan baik, maka hal ini akan tercermin dari
harga saham yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Sedangkan nilai buku
adalah jumlah modal yang dicerminkan dari nilai ekuitas yang dimiliki bank
tersebut.
Setelah semua komponen kinerja keuangan EVA dan MVA diketahui,
lalu dilakukan analisis pengaruh dan hubungan antara rasio keuangan
(earning measures) berupa Return On Assets, Return On Equity, Earning Per
Shares dan EVA terhadap MVA sehingga dapat diketahui tolok ukur
manakah yang memiliki hubungan dan pengaruh signifikan terhadap MVA,
agar didapat suatu kesimpulan mengenai seberapa signifikan hubungan yang
terjadi, juga untuk mengetahui gabungan komponen mana saja yang dapat
lebih menjelaskan perubahan MVA sebagai pengukur nilai perusahaan.
30
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
PT. Bank Danamon Indonesia (Persero), Tbk
Kinerja Keuangan
Kinerja Perusahaan Kinerja Pasar
Economic Value Added (EVA)
Rasio Keuangan (Earning Measures)
Market Value Added (MVA)
NOPAT COC ROE, ROA, EPS Nilai Pasar Ekuitas
1. Uji Kolmogorov-Smirnov 2. Uji Regresi Berganda 3. Uji Korelasi
Peningkatan Kinerja melalui Pemeliharaan
Pos Keuangan
Analisis Pengaruh dan Hubungan Pengukur Kinerja
Keuangan
Ket : Batas Penelitian
31
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Jenis data primer yang digunakan berupa pengajuan
pertanyaan tertulis kepada pihak PT. Bank Danamon Indonesia (Persero),
Tbk mengenai penerapan metode EVA dan MVA. Sedangkan jenis data
sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan triwulanan PT. Bank
Danamon Indonesia (Persero), Tbk dari tahun 2003 sampai 2006, laporan
harga saham perusahaan, indeks harga saham gabungan dan dividen
perusahaan serta peraturan dan kebijakan yang terkait dengan penelitian ini,
data sekunder tersebut didapat dari Bursa Efek Surabaya. Data sekunder
digunakan untuk mencari nilai dari EVA, MVA dan rasio keuangan. Sebagai
penunjang digunakan data yang relevan dengan penelitian yang diperoleh
dari studi literatur, koran, jurnal, majalah, laporan penelitian, dan publikasi
elektronik. Alasan menggunakan laporan keuangan triwulanan adalah
keterbatasan jumlah sampel jika memakai laporan keuangan tahunan.
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah secara kuantitatif dan deskriptif, pengolahan data untuk
mengetahui nilai EVA, MVA, dan rasio keuangan dilakukan secara
kuantitatif, baik menggunakan microsoft excel maupun manual. Untuk
mengetahui hubungan yaitu menggunakan pengujian regresi serta pengaruh
antar variabel atau dalam hal ini kinerja keuangannya dengan menggunakan
pengujian korelasi Korelasi Pearson, dilakukan pula secara kuantitatif yaitu
dengan program Statistic Packages for Social Science (SPSS) versi 13.0 .
Setelah semua data diproses dan diketahui nilainya dilakukan analisis secara
deskriptif untuk menjelaskan perbandingan antar variabel, lalu dijelaskan
pula hubungan serta pengaruh antar variabel yang diuji.
3.3.1. Kinerja Keuangan Konvensional (Rasio Keuangan)
Rasio keuangan yang paling umum digunakan perbankan adalah
ROE (Return On Equity), ROA (Return On Assets), Earning Per Shares
(EPS).
Return On Equity = Laba setelah Pajak x 100%............................(1)
Modal
32
Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam
mengelola permodalan yang dimiliki semakin baik karena dapat
mendatangkan laba yang tinggi.
Return On Assets = Laba sebelum Pajak x 100%..............................(2)
Total Aktiva
Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam
mengelola aktiva yang dimiliki semakin baik karena dapat
mendatangkan laba sebelum pajak yang tinggi.
Earning Per Shares = Laba bersih ........................................(3)
Saham biasa yang beredar
Semakin tinggi rasio ini, maka kemampuan manajemen dalam
menciptakan keuntungan bagi pemegang sahamnya semakin baik.
3.3.2. Metode Economic Value Added (EVA)
EVA merupakan selisih antara NOPAT (Net Operating Profit
After Tax) dan biaya modal (Cost of Capital). NOPAT merupakan laba
bersih setelah pajak ditambah biaya bunga, sementara biaya modal
didapat dari WACC (Weighted Average Cost of Capital) dikalikan IC
(Invested Capital). WACC merupakan penjumlahan dari biaya hutang
dikalikan bobot hutang dan biaya ekuitas dikalikan bobot ekuitas. IC
merupakan penjumlahan antara hutang dan ekuitas dikurangi hutang
beban. Berikut ini adalah tabel mengenai langkah-langkah perhitungan
EVA :
33
Tabel 6. Langkah Perhitungan EVA Tahapan Perhitungan Sumber
1. NOPAT NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga Laba Rugi
2. Kd* Kd = Biaya Bunga Hutang Kd* = Kd (1-T)
Laba Rugi, Neraca
3. Ke Ke = Rf + β (Rm - Rf) Data Historis Saham
4. Struktur Modal Wd = Hutang Aset We = Ekuitas Aset
Neraca
5. WACC WACC = [(Kd* x Wd) + (Ke x We)] Neraca, Data Historis Saham
6. IC IC = Asset – Non Interest Bearing Liabilities
Neraca
7. COC COC = WACC x IC Neraca
8. EVA EVA = NOPAT - COC Neraca, Laba Rugi, dan
Data Historis Saham
NOPAT merupakan penjumlahan antara laba bersih dan biaya
bunga. Dalam laporan keuangan, laba bersih merupakan laba yang
sudah dikurangi pajak penghasilan. Sedangkan biaya bunga adalah
beban bunga bank yang tercatat pada laporan laba rugi triwulanan,
karena penelitian ini memakai data keuangan triwulanan.
Biaya hutang (Kd) yang dimaksud adalah perbandingan antara
biaya bunga dengan hutang. Biaya bunga adalah beban bunga dan
hutang yang dimaksud adalah pengurangan antara jumlah pasiva dan
ekuitas. Lalu setelah nilainya didapat, maka biaya hutang perlu
dikurangi dengan pajak penghasilan, pajak penghasilan merupakan
perbandingan antara taksiran pajak penghasilan terhadap laba/rugi
sebelum pajak. Biaya ekuitas (Ke) dalam penelitian ini menggunakan
34
Capital Asset Pricing Model (CAPM). Alasan memakai model ini
karena pemakaian rumus CAPM menghasilkan hasil yang lebih
akurat,dan lebih banyak dipakai dalam penentuan biaya ekuitas dalam
menilai EVA .
Langkah-langkah dalam menghitung Biaya Ekuitas (Ke) menggunakan
metode CAPM :
1. Rit = Pit – Pit-1 + Dt
Pit-1
Dimana : Rit = tingkat pengembalian saham perusahaan bulan ke-t
Pit = harga saham per lembar bulan t
Pit-1 = harga saham per lembar bulan sebelumnya
Dt = Dividen pada bulan ke-t
2. Rmt = IHSGt – IHSGt-1
IHSGt-1
E (Rm) = Σ Rmt
N
Dimana : Rmt = tingkat pengembalian pasar pada bulan ke-t
N = jumlah data
E(Rm) = tingkat pengembalian pasar yang diharapkan
3. βi = σim
σ2m
Dimana : σim = kovarian tingkat pengembalian saham i dengan
tingkat pengembalian pasar.
σ2m = varian tingkat pengembalian pasar
4. Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko
= tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
5. COC = Rf + βi E(Rm-Rf)
Rumus yang digunakan adalah penjumlahan antara tingkat
bebas risiko, yang didapat dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
dengan koefisien beta dari saham yang didapat dari pengembalian
saham biasa relatif terhadap pasar secara keseluruhan dan beta
tersebut dikalikan dengan premi risiko pasar (Keown, 2004).
35
Struktur modal merupakan penjumlahan bobot antara bobot ekuitas
dan bobot hutang. Bobot ekuitas (We) didapat dari perbandingan
antara ekuitas terhadap total aktiva, sementara bobot hutang (Wd)
adalah perbandingan antara hutang dengan total aktiva. Keduanya
dinyatakan dalam persen, sehingga hasil akhir struktur modal juga
berupa persentase. Setelah semua komponen untuk menghitung
biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) diketahui, langkah
selanjutnya adalah dilakukan penjumlahan antara perkalian bobot
dan biaya hutang dengan bobot dan biaya ekuitas. Penjumlahan ini
merupakan sebuah persentase.
IC merupakan selisih antara asset dan Non Interest
Bearing Liabilities . Asset disini adalah total aktiva, atau dalam
penelitian ini digunakan penjumlahan antara hutang ditambah
ekuitas, dikarenakan dalam laporan keuangan nilai total aktiva
(assets) adalah sama dengan total pasiva. Sementara Non Interest
Bearing Liabilities adalah hutang beban dan dalam laporan
keuangan disebut dengan akun beban yang masih harus dibayar.
Dan langkah selanjutnya adalah perkalian antara WACC
dengan IC yang mengasilkan Cost of Capital (COC). COC
digunakan sebagai biaya modal untuk dijadikan pengurangan
dengan NOPAT yang hasil akhirnya akan menghasilkan EVA dalam
bentuk nominal jumlah uang.
3.3.3.Metode Market Value Added (MVA)
MVA menunjukkan nilai perusahaan, dan seharusnya merupakan
net present value dari EVA. MVA didefinisikan sebagai (Stewart, 1994)
dalam Yusbardini (2004):
MVA = nilai pasar perusahaan – total kapital.
= Net Present Value (NPV) perusahaan
= nilai sekarang dari future EVA
Lalu menurut Sartono (2001) kenaikan nilai pasar dari modal
perusahaan diatas nilai modal yang disetor pemegang saham atau yang
disebut MVA dirumuskan sebagai berikut :
36
MVA = nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang disetor
pemegang saham.
= (jumlah saham beredar x harga saham) – total nilai
ekuitas.
Nilai pasar perusahaan merupakan perkalian antara harga pasar
saham perusahaan dengan jumlah saham yang beredar (shares
outstanding). Lalu total kapital adalah nilai buku yang merupakan
modal ekuitas yang disetor pemegang saham. Harga pasar yang
digunakan adalah harga pasar saham triwulanan yang didapat dari rata-
rata harga pasar saham bulanan. Sedangkan jumlah saham yang beredar
merupakan jumlah saham yang ditawarkan perusahaan selama periode
triwulanan. Dan data ini didapat dari pasar modal terpublikasi. Setelah
semua komponen diketahui, maka MVA pun dapat diketahui nilainya.
Tabel 7. Langkah Perhitungan MVA Tahapan Perhitungan Sumber
1. Nilai Pasar Ekuitas Harga Penutupan Saham Danamon Akhir Bulan
Data Historis Harga Saham
2. Shares Outstanding Jumlah Saham Beredar Data Historis Harga Saham
3. Total Kapital Nilai Buku = Ekuitas Neraca
4. MVA (Harga Pasar Saham x Shares Outstanding) – Total Kapital
Data Historis Harga Saham,
Neraca
3.3.4. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan EVA Terhadap MVA
Pada umumnya, pengukuran kinerja perusahaan sebagai
pencerminan tingkat kesejahteraan investornya dilakukan dengan
menggunakan metode parameter akuntansi stándar (earning measures),
yaitu ROA, ROE dan EPS. Lalu muncul suatu konsep baru yaitu EVA
dan MVA yang merupakan pengukur nilai tambah kekayaan dan nilai
tambah pasar yang telah dilakukan oleh perusahaan. Kedua metode
tersebut merupakan pengukur yang sama-sama digunakan untuk menilai
seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menciptakan kekayaan
bagi investornya. Hal ini merupakan alat pertimbangan penting bagi
investor untuk menilai kelayakan perusahaan atas investasi yang akan
37
dilakukan. Sehingga perlu dilakukan pengujian antara tiga metode
tersebut, apakah dengan kenaikan atau penurunan rasio rentabilitas dan
EVA dapat mencerminkan kenaikan atau penurunan MVA atau
sebaliknya.
Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan dan EVA terhadap
MVA dilakukan pendekatan kuantitatif yaitu estimating equation
(persamaan regresi). Pendekatan ini merupakan formula matematika
yang dirancang untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara
variabel independen terhadap variabel dependen melalui nilai yang
diketahui. Dalam penelitian ini, analisis pengaruh yang digunakan
adalah multiple regression model (persamaan regresi berganda) karena
terdapat lebih dari satu variabel independen yang diteliti, metode yang
digunakan dalam uji regresi ini adalah backward elimination, yang akan
mengeliminasi secara otomatis variabel-variabel yang tidak memenuhi
syarat pada tingkat signifikansi (α) yang sebesar 10 persen atau 0,1.
Namun sebelum melakukan pengujian regresi berganda, terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri :
1. Multikolinearitas, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan
variabel independen lain dalam satu model. Uji ini dilakukan dengan
mengamati nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih
dari 10 dan nilai Tolerance yang tidak kurang dari 0,1, maka model
tersebut dapat dikatakan bebas dari multikolinearitas.
2. Autokorelasi, yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode
tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya (et-1).
Cara untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan
melakukan uji Durbin-Watson. Jika nilai tersebut berada di sekitar
angka 2 maka model tersebut bebas asumsi klasik.
3. Heteroskedastisitas, yaitu pengujian terhadap terjadinya perbedaan
variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan
38
yang lain. Cara memprediksinya adalah dengan melihat pola gambar
penyebaran Scatterplot model.
Selain itu digunakan pula analisis korelasi untuk mengetahui bagaimana
hubungan antar variabel tersebut. Analisis korelasi yang digunakan
yaitu Korelasi Pearson karena umum digunakan untuk mengukur data
interval atau rasio. Formula persamaan regresi berganda yang
dikembangkan dan pengertian komponen pembentuknya yaitu :
Dimana : Y = variabel dependen
α = konstanta
β = koefisien parameter regresi
X = variabel independen
ε = faktor kesalahan
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang akan diteliti adalah
MVA, dan variabel independennya adalah rasio keuangan yang terdiri
dari tiga variabel yaitu ROE, ROA, EPS lalu ditambah variabel
independen EVA. Lalu persamaan regresi yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah :
Dimana : Y = MVA
a = konstanta
b = koefisien parameter regresi
X1 = ROE (dalam persen)
X2 = ROA (dalam persen)
X3 = EPS (dalam persen)
X4 = EVA (dalam jutaan rupiah)
Dalam penelitian ini digunakan data time series, karena data ini
merupakan kumpulan data dari kinerja keuangan Bank Danamon dalam
Y = α + β1X1+ β2X2+...+ βnXn + ε
Y = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4
39
beberapa interval waktu tertentu yaitu tahun 2003 sampai dengan 2006.
Data dari penelitian ini diolah dengan menggunakan alat statistik regresi
dan korelasi, program statistik yang digunakan adalah Statistic
Packages for The Social Sciences (SPSS version 13.0) for Windows
untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan.
Perumusan dan Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah variabel-
variabel yang telah didefinisikan memiliki pengaruh signifikan terhadap
MVA. Hipotesis sendiri merupakan pernyataan dan jawaban sementara
sebelum penelitian dilakukan dan diharapkan teruji kebenarannya serta
mampu memberikan pola terbaik dalam menyelesaikan masalah seperti
yang dirumuskan sebelumnya. Perumusan hipotesisnya adalah sebagai
berikut :
H0 : berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel
independen (rasio keuangan dan EVA) terhadap MVA.
Ha : berarti ada variabel yang lebih besar atau lebih kecil dari nol dan
ini menandakan terdapat pengaruh antara variabel-variabel
independen (rasio keuangan dan EVA) terhadap MVA.
H0 menunjukkan hipotesis nol dan Ha menunjukkan hipotesis alternatif.
Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji kelayakan model
yang dirancang serta bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
independennya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya.
Uji signifikansi terhadap konstanta dan masing-masing variabel
independen ditunjukkan oleh besarnya nilai probabilitas hasil output,
dan nilai ini dapat diketahui dari p-value nya. Dalam uji t digunakan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : Koefisien regresi tidak signifikan
Ha : Koefisien regresi signifikan
Jika probabilitas > 0,1 maka H0 diterima
Jika probabilitas < 0,1 maka H1 ditolak
Dipilih tingkat (α) 10 persen karena untuk memperkecil toleransi
kesalahan yang mungkin akan terjadi. Bedasarkan perumusan hipotesis
40
diatas, maka dapat disimpulkan penerimaan H0 adalah tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel independen (rasio keuangan
dan EVA) terhadap variabel dependennya (MVA). Namun sebaliknya,
jika penolakan H0 maka terdapat pengaruh signifikan antara rasio
keuangan dan EVA terhadap MVA.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Sejarah Perusahaan
Bank Danamon adalah bank swasta nasional terbesar kedua dan
termasuk dalam lima besar bank komersial di Indonesia, dengan
pangsa pasar sebesar 5 persen dari jumlah pinjaman dan deposit bank-
bank di Indonesia. Bank Danamon memiliki jaringan distribusi
geografi yang terluas dari semua bank di Indonesia dengan 500 kantor
cabang, 790 ATM serta didukung oleh lebih dari 13.000 karyawan.
Bank Danamon saat ini dikenal sebagai salah satu bank terkemuka di
bidang konsumen dan UKM selain melayani nasabah korporasi dan
kelembagaan di seluruh Indonesia.
Berdiri pada tanggal 16 Juli 1956 dengan nama PT. Bank Kopra
Indonesia atau PT. Indonesian Copra Banking Corporation Limited,
sebuah bank swasta komersial berdasarkan Akta No. 134 tanggal 18
juli 1956 yang dibuat dihadapan Meester Raden Soedja, Notaris di
Jakarta dengan izin usaha sebagai Bank Umum dari menteri Keuangan
melalui SK No. 302113/U.M.II tanggal 19 September 1956. Lalu pada
tahun 1960, berganti nama menjadi Bank Persatuan Nasional. Pada
tahun 1976 kepemilikan saham dan manajemen Bank Persatuan
Nasional diambilalih 100 persen oleh Usman Admadjaja dan berganti
nama menjadi PT. Bank Danamon Indonesia (singkatan dari DANA
MONeter Indonesia) berkantor di Jalan Telepon Kota, Jakarta dengan
pegawai sekitar 30 orang. Memiliki moto ”Mitra Usaha Terpercaya”
dan maskot ”Si Kumbang Madu” yang melambangkan keuletan serta
semangat kerja keras yang diciptakan oleh Jusuf Arbianto
Tjondrolukito, Direktur Bank Danamon saat itu.
Dalam rangka perluasan usaha, pada tanggal 31 Agustus 1981
melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT. Asia Afrika
Banking Corporation Limites sesuai SK Menteri Keuangan Republik
Indonesia No : Kep-27/KM.11/1981 tanggal 26 Agustus 1981. Lalu
42
tanggal 5 Nopember 1988 tercatat sebagai Bank Swasta Nasional
pertama yang memperoleh izin operasional sebagai bank devisa, sesuai
SK Direksi Bank Indonesia No.21/10/Dir/UPPS. Berdasarkan Surat
Izin Menteri Keuangan Ketua Bapepam No.SI-066/SHM/MK.10/1989,
pada tanggal 24 Oktober 1989 Bank Danamon melakukan go public
dengan menawarkan 12 juta saham dengan harga Rp 12.000 per saham
dan nilai nominal Rp 1.000 serta mencatatkan di Bursa Efek Indonesia
tanggal 8 Desember 1989. Pada Maaret 1990, Bank Danamon menjadi
bank swasta pertama yang membuka cabangnya di Irian Jaya,
Palangkaraya dan Dili-Timor Timur. Maka Bank Danamon tercatat
sebagai satu-satunya bank swasta nasional yang hadir di 27 propinsi di
seluruh Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan di dunia
internasional, Bank Danamon mendirikan perusahaan patungan dengan
bank pemerintah Korea, PT. Korea Exchange Bank Danamon bulan
November 1990 serta melakukan pembukaan kantor di luar negeri
yaitu di Hongkong (Deposit Taking Company), Caymand Island (mail
box) dan Singapura (Representative Office).
Untuk lebih memperkokoh posisi Bank Danamon, 6 Juni 1996
dilakukan penggabungan usaha (merger) Bank Delta kedalam Bank
Danamon, berdasarkan SK Menteri Keuangan RI No.Kep-
196/KM.17/1996. Selanjutnya pada tanggal 29 April 1996 sebagai
hasil keputusan RUPSLB dan sesuai dengan UU No.1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, maka terhitung sejak 28 Nopember 1996
nama PT. Bank Danamon Indonesia secara resmi telah diubah menjadi
PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. Kantor Pusat Bank Danamon
yang semula di Jalan Kebon Sirih 15 beralih tahun 1997 ke Wisma
Bank Danamon, Jalan Jenderal Sudirman Kav 45 sampai 46, Jakarta
12930. Dalam rangka meningkatkan pelayanan pada tahun yang sama
mendirikan Pusat Layanan Nasabah yang menerima keluhan, masukan
dan memberikan informasi seputar Bank Danamon setiap hari selama
24 jam melalui telepon (021) 5771077 atau telepon bebas pulsa 0-800-
1821-501, fax (021) 5771086 atau melalui internet dengan homepage
43
http://www.danamon.co.id/. Hingga pertengahan tahun 1997, Bank
Danamon berada di peringkat atas peta perbankan nasional. Perubahan
besar terjadi menjelang akhir tahun 1997. Sebagai dampak dari krisis
global di bidang ekonomi (krisis moneter dan krisis kepercayaan) yang
berkepanjangan melanda Indonesia sejak Juli 1997, seluruh sendi
usaha mengalami kesulitan dan sangat menganggu kelancaran roda
usaha. Terjadinya depresiasi mata uang Rupiah, sehingga nilai tukar
mencapai lebih dari Rp 17.000 per US dollar pada tahun 1998 dari
semula Rp 2450 per US dolar bulan Juni 1997 menyebabkan nilai
rupiah sangat melemah, tingginya tingkat suku bunga serta kontraksi
perekonomian yang implikasinya sangat berat terhadap dunia
perbankan.
Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Ketua Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan SK Ketua BPPN
No.8/BPPN/1998 tanggal 4 April 1998 tentang pengambilalihan
operasi Bank Danamon dalam rangka program penyehatan bank,
menjadikan operasi dan pengelolaan Bank Danamon telah diambilalih
(take over) oleh BPPN, sehingga Bank Danamon menjadi salah satu
BTO (Bank Take Over). Pada tanggal 29 Juni 1998, diselenggarakan
RUPSLB dan para pemegang saham menyetujui langkah-langkah
pengambilalihan operasi dan manajemen Bank Danamon dan BPPN
serta persetujuan penggantian Direksi dan Komisaris Bank
Danamon.Dalam Sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi
tanggal 21 Agustus 1998, diputuskan bahwa Bank Danamon sebagai
salah satu BTO yang dikuasai pemerintah akan tetap going concern.
Melalui restrukturisasi permodalan dan neraca Bank Danamon yang
dilakukan secara bersamaan, BPPN berharap Bank Danamon akan
memiliki neraca yang bersih dan kuat dengan jumlah ekuitas yang
positif. Dengan demikian Bank Danamon akan menjadi Bank
Platform, yaitu bank yang memiliki peranan besar dalam perbankan
nasional. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diterima
Bank Danamon dikonversi menjadi penempatan modal pemerintah.
44
Hal ini dibuat dengan pertimbangan pada potensi besar untuk
dikembangkan di masa yang akan datang, terutama dengan jaringan
kerja yang luas diseluruh propinsi serta daerah-daerah yang terpencil,
didukung teknologi mutakhir.
Pada tanggal 31 Agustus 1999 para pemegang saham Bank
Danamon telah menyetujui penggabungan usaha (merger) Bank
Danamon dengan PT. PFDCI Tbk., dimana Bank danamon bertindak
sebagai bank yang menerima penggabungan. Bank Indonesia dengan
SK Deputi Gubernur Senior BI No.1/16/KEP.DGS/1999 telah
memberikan izin atas merger tersebut dan berlaku efektif sejak 30
Desember 1999 yaitu tanggal dimana Menteri Hukum dan Perundang-
undangan memberikan persetujuan atas Akta Perubahan Dasar Bank
Danamon. Dalam rangka penyehatan bank-bank yang berada dalam
pengelolaan BPPN dan berdasarkan Keputusan Ketua BPPN No.SK-
347/BPPN/0300 tanggal 27 Maret 2000, BPPN memutuskan
penggabungan usaha (merger) antara Bank Danamon dengan 8
(delapan) bank BPM (Bank Dalam Penyehatan) yaitu : Bank Jaya,
Bank Tiara, Bank Pos Nusantara, Bank Rama, Bank Tamara, Bank
Nusa Nasional, Bank Duta dan Bank Risjad Salim Internasional.
Efektif Legal Merger telah ditetapkan tanggal 30 Juni 2000 dengan
ditandatanganinya penerbitan obligasi senilai Rp 28,872 trilyun oleh
Menteri Keuangan sebagai dana rekap dan diperolehnya izin merger
dari Bank Indonesia serta Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar
Bank Danamon Hasil Merger dari Menteri Hukum dan Perundang-
undangan. Setelah legal merger dilaksanakan operational merger
(penutupan dan pengalihan kegiatan operasional) 8 BPM kedalam
Bank Danamon secara bertahap sejak 30 Juni 2000 yaitu konversi
Bank Jaya (14 Juli), konversi Bank Tiara (21 Juli), konversi Bank Pos
(11 Agustus), konversi Bank Rama (25 Agustus), konversi Bank
Tamara (8 September), konversi Bank BNN (22 September), konversi
Bank Duta dan Bank RSI (9 September).
45
Pada tanggal 28 Agustus 2002, Bank Danamon melakukan
penggantian logo sebagai simbol semangat dan idenstitas baru dan
dilaksanakan bersamaan dengan pemindahan Kantor Pusat Bank
Danamon ke Menara Bank Danamon. Lalu identitas visual Bank
Danamon berkonsep pada ”Cahaya Penuntun” disertai pembaruan
motto yaitu “Percaya pada Keyakinan Anda”. Dalam kurun waktu tiga
tahun berikutnya, Bank Danamon melakukan restrukturisasi luas
mencakup manajemen, manusia, organisasi, sistem, nilai prilaku serta
identitas perusahaan. Upaya ini berhasil meletakkan fondasi maupun
prasarana baru bagi Perseroan guna meraih pertumbuhan berdasarkan
transparasi, responsibilitas, integritas dan profesionalisme (TRIP).
Gambar 2. Logo PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk
Pada tahun 2003, Bank Danamon diambil alih oleh Konsorsium
Asia Finance Indonesia sebagai pemegang saham pengendali. Asia
Financial Indonesia Pte. Ltd. (AFI) saat ini memiliki saham Danamon
sebesar 66%. Pemegang saham AFI adalah Temasek Holdings (Pte)
Ltd. dan Deutsche Bank AG. Temasek Holdings merupakan
perusahaan induk investasi Singapura dimana banyak anak
perusahaannya menjadi perusahaan terkemuka di Singapura seperti
DBS Bank, salah satu kelompok perusahaan layanan keuangan terbesar
di Asia serta perusahaan penerbangan Singapore Airlines. Sedangkan
saham Bank Danamon lainnya sebanyak 10% dimiliki oleh Republik
Indonesia (Menteri Keuangan) dan sisanya sebesar 24% dimiliki oleh
publik. Dengan kendali manajemen baru, serta modal 180-hari
pemetaan modal bisnis dan strategi baru, Bank Danamon terus
menjalani perubahan transformasional yang dirancang untuk
46
dijadikannya sebagai bank nasional terkemuka dan pelaku regional
unggulan.
4.1.2. Visi, Misi dan Nilai Perusahaan
Manajemen Bank Danamon dalam menjalankan aktivitasnya saat
ini berlandaskan pada visi perusahaan yang diperluas yaitu ”Menjadi
salah satu bank umum terbaik di Indonesia, dengan jaringan
usaha yang luas dan berorientasi pada kepuasan nasabah”.
Sedangkan misi utama Bank Danamon adalah untuk mencapai
visi tersebut dengan menerapkan empat asas utama, yaitu :
Transparansi; Responsif; Integritas yang tinggi dan
Profesionalisme (TRIP). Selain itu, Bank Danamon bertekad untuk
menjadi “Lembaga Keuangan Terkemuka” di Indonesia yang
keberadaannya diperhitungkan. Suatu organisasi yang terpusat pada
nasabah, yang melayani semua segmen dengan menawarkan nilai yang
unik untuk masing-masing segmen, berdasarkan keunggulan penjualan
dan pelayanan,dan didukung oleh teknologi kelas dunia. Aspirasi kami
adalah menjadi perusahaan pilihan untuk berkarya dan yang dihormati
oleh nasabah, karyawan, pemegang saham, regulator dan komunitas
dimana kami berada.
Nilai yang dianut Bank Danamon untuk mecapai visi dan misinya
yaitu Peduli, Jujur, Mengupayakan yang Terbaik, Kerjasama,
Profesionalisme yang Disiplin. Selain itu, Bank Danamon menerapkan
pula ”Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer)” . Prinsip
ini ditujukan dalam rangka mencegah agar bank tidak dimanfaatkan
sebagai sarana pencucian uang, untuk pertama kalinya Bank Indonesia
mengeluarkan peraturan PBI No.3/10/PBI/2001 tentang Prinsip
Mengenal Nasabah pada tahun 2001, sebagaimana terakhir diubah
dengan PBI No.5/21/PBI/2003 untuk menyesuaikan dengan Undang-
Undang No.25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang
No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, PT Bank
47
Danamon Indonesia Tbk (BDI) telah melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kebijakan dan Prosedur KYC
Sebagai bagian dari pengelolaan risiko dan upaya pengawasan
atas tindak pidana pencucian uang, BDI menerapkan program
Prinsip Mengenal Nasabah atau 'Know Your Customer' (KYC).
Untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan prinsip KYC, BDI
telah memiliki kebijakan dan prosedur yang mengatur mengenai
pelaksanaan KYC. Kebijakan berisi prinsip-prinsip dasar
pemahaman KYC, sedangkan Prosedur memberikan pedoman
pelaksanaan secara mendalam mengenai KYC yang berguna bagi
petugas pelaksana di setiap cabang yang berhubungan langsung
dengan nasabah (frontliners).
2. Unit Kerja Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah - UKPN
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan KYC, BDI membentuk
unit kerja penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (UKPN) yang
bertanggungjawab langsung kepada Direktur Kepatuhan. Tugas
UKPN antara lain adalah memastikan adanya pengembangan sistem
identifikasi nasabah dan transaksi yang mencurigakan, memantau
proses pengkinian (update) profil nasabah, serta melakukan
koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan Prinsip
Mengenal Nasabah oleh unit-unit kerja terkait.
Dalam rangka memberikan pemahaman dan memastikan
pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah, BDI melalui UKPN secara
berkesinambungan memberikan sosialisasi dalam bentuk pelatihan
ke seluruh cabang BDI. Materi pelatihan terdiri dari teori Money
Laundering serta teknis pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah,
yang meliputi kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah,
kebijakan pemantauan transaksi dan pelaporan transaksi keuangan
tunai mencurigakan. Saat ini BDI sedang merencanakan untuk
membuat materi pelatihan KYC dalam format video training.
48
Dengan video training ini diharapkan proses pelatihan dapat
dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing cabang dalam
waktu dan tempat yang fleksibel.
4.1.3. Struktur Organisasi
Bank Danamon berkantor pusat di Menara Bank Danamon Jalan
Prof. Dr. Satrio Kav. E4 No. 6 Mega Kuningan Jakarta. Bank
Danamon hasil merger memiliki jaringan 500 kantor cabang dengan
700 Automatic Teller Machine (ATM) tersebar di seluruh propinsi di
Indonesia serta didukung lebih dari 13.000 karyawan. Dan memiliki
satu kantor cabang di luar negeri yaitu Caymand Island.
Bank Danamon diketuai oleh Presiden Komisaris yaitu Ng Kee
Choe, lalu Wakil Komisaris Utama J.B. Kristiadi, Milan Robert
Shuster (Komisaris/Komisaris Independen), Harry Arief Soepardi
Sukadis (Komisaris/Komisaris Independen), Manggi T. Habir
(Komisaris/Komisaris Independen), Gan Chee Yen (Komisaris), Liew
Cheng San Victor (Komisaris), Philip Eng (Komisaris).
Dewan Direksi terdiri dari Sebastian Paredes (Direktur Utama),
Jerry Ng (Wakil Direktur Utama), Muliadi Rahardja (Direktur), Anika
Faisal (Direktur/Direktur Kepatuhan), Hendarin Sukarmadji (Direktur),
Ali Rukmijah (Direktur), Rene Burger (Direktur), Sanjiv Malhotra
(Direktur), Vera Eve Lim (Direktur).
4.1.4. Kegiatan Usaha
1. Consumer Banking
Merupakan produk tabungan dan investasi, yang meliputi :Prima
Reksa Pendapatan Tetap, Rekening Investa, Prima Jaga 100,
Tabungan Pendidikan, Tabungan Danamon, Prima Dollar.
2. Danamon Credit Card
Penyediaan layanan kartu kredit bagi nasabah Bank Danamon.
3. Web Trade
Disebut Layanan Internet BDI yang merupakan layanan web bank
BDI yang aman menawarkan solusi tanpa batas untuk mendapatkan
49
dan membuka laporan rekening. Dengan berbasis web, eksportir
dapat melacak dan mengelola laporan penerimaan ekspornya.
4. Trade Finance
Dengan menawarkan berbagai jenis variasi Trade Product, Bank
Danamon dapat menyajikan solusi kepada para nasabah
yang membutuhkan suatu skema pembiayaan dan servis yang sesuai
dengan kebutuhan dan dukungan trade delivery channel yang dapat
dipercaya.
5. Treasury Product
Bank Danamon menawarkan produk treasury yang lengkap dan
dapat mendukung kebutuhan nasabah dalam rangka melakukan
lindung nilai (hedging) dan pengaturan arus kas secara tepat dan
akurat. Secara umum produk treasury yang tersedia saat ini adalah:
Foreign Exchange (Forex), Money Market, Derivative, Capital
Market
6. Cash Management
Suatu solusi perbankan terpadu yang dirancang untuk membantu
nasabah dalam mengelola perputaran arus kas serta tingkat likuiditas
secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan tingkat
profitabilitas yang optimal.
7. Account Services
Penawaran sejumlah rekening simpanan dan transaksional yang
dapat dikelola menurut suatu struktur tertentu untuk menyediakan
informasi menyeluruh mengenai bisnis nasabah. Seperti Giro
Danamon, Time Deposit dan Tabungan Danamon.
8. Disbursement Service
Fasilitas pembayaran yang membantu nasabah secara otomatis
dalam melakukan permohonan administrasi dan menyederhanakan
proses aktivitas pembayaran.
9. Liquidity Management
Penawaran pengelolaan likuiditas perusahaan nasabah melalui
Layanan Liquidity Management. Layanan ini memastikan
50
ketersediaan dana yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan arus
kas nasabah, sekaligus memaksimalkan tingkat pengembalian dari
dana yang mengendap.
10. Layanan Electronic Banking
Bank Danamon mempersembahkan Layanan Electronic Banking
yang telah dikembangkan saat ini adalah : ATM, HP banking,
Danamon Access Centre, Danamon Auto Debet.
4.2. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan suatu perusahaan secara umum dapat diketahui
melalui perbandingan antara dua pos keuangan yang sering disebut rasio
keuangan. Tingkat rasio keuangan dapat memberikan gambaran mengenai
baik buruknya kondisi keuangan perusahaan. Selain pengukuran tradisional,
kita juga perlu mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menciptakan
nilai tambah kekayaan bagi investor atau pemegang sahamnya. Selain itu,
pengukuran terhadap nilai tambah pasar yang telah diciptakan perusahaan
bagi investornya pun perlu untuk dikaji lebih dalam, agar perusahaan
mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai
dan apakah perusahaan sudah dapat memuaskan investornya.
4.2.1. Rasio Keuangan
Pada umumnya, salah satu pertimbangan penting dalam menilai
kinerja perusahaan adalah dengan melihat tingkat keuntungan atau laba
yang berhasil dicapai perusahaan. Beberapa alat yang umumnya
digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan dan juga sebagai
pencerminan dari tingkat kesejahteraan investornya adalah rasio
keuangan yang berbasis pendekatan laba atau earning measures,
diantaranya adalah ROA, ROE, dan EPS.
1. Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan salah satu pengukuran
rasio keuangan yang berbasiskan laba. ROE dicerminkan melalui
perbandingan antara laba bersih terhadap ekuitas. Semakin tinggi
51
nilai ROE, maka semakin baik pula kinerja perusahaan dalam
menciptakan keuntungan atas modal yang diserahkan investor.
Tabel 8. Return On Equity (ROE) Bank Danamon 2003-2006 Return On Equity (ROE) dalam persen Periode
2003 2004 2005 2006 Maret 24,80 34,40 34,20 11,4 Juni 26,50 35,20 34,30 12,70
September 29,60 37,80 33,20 14,10 Desember 31,40 38,60 24,20 15,10
Sumber : Laporan Keuangan Bank Danamon
Di tiap tahunnya, terjadi perubahan tingkat ROE yang berhasil
dicapai perusahaan. Pada tahun 2003, ROE terrendah terjadi pada
triwulan pertama yaitu sebesar 24,8 persen sedangkan tertinggi
dicapai pada triwulan akhir 2003 sebesar 31,4 persen. Peningkatan
ROE menandakan bahwa laba bersih yang dicapai perusahaan terus
meningkat. Terjadi persentase peningkatan laba bersih yang lebih
besar daripada peningkatan modalnya, peningkatan ini dipicu oleh
meningkatnya pendapatan bunga bersihnya, selain itu nilai ROE
yang terus meningkat membuktikan perusahaan terus melakukan
perbaikan kinerja guna mencapai tujuan yaitu meningkatkan
keuntungan dan memaksimalkan kesejahteraan investor.
Pada triwulan I 2004 terjadi peningkatan karena dipengaruhi
oleh penurunan biaya pendanaan atau beban bunga sebesar 40,91
persen dari tahun 2003 yaitu Rp 980.677 menjadi Rp 579.467
(dalam jutaan), sehingga mendorong peningkatan pendapatan bunga
bersihnya yang merupakan komponen utama pendapatan perusahaan
yang berkontribusi dalam penciptaan laba bersihnya. ROE yang
dicapai mengalami peningkatan sebesar 38,71 persen dibandingkan
tahun 2003. Pada semester I 2004 pun terjadi peningkatan laba
bersihnya sebesar 79 persen dari periode yang sama tahun lalu,
karena meningkatnya pendapatan bunga bersih akibat penurunan
beban bunga, sehingga ROE yang terbentuk meningkat sebesar
32,83 persen dari 26,5 persen pada tahun 2003 menjadi 35,2 persen.
Lalu pada triwulan III 2004, peningkatan ROE sebesar 27,7 persen
52
dari tahun 2003 yang terjadi disebabkan oleh menurunnya beban
bunga seiring dengan penurunan suku bunga di pasar. Dan pada
akhir triwulan 2004 terjadi peningkatan ROE sebesar 22,93 persen
dari tahun 2003. Peningkatan ROE pada tahun 2004 dikarenakan
terjadi peningkatan pendapatan bunga.
Memasuki tahun 2005, terjadi penurunan ROE pada triwulan I
sebesar 0,58 persen dari tahun sebelumnya karena peningkatan
labanya lebih kecil daripada peningkatan modal rata-ratanya. Lalu
pada triwulan II terjadi pula penurunan ROE sebesar 2,56 persen
dibandingkan Juni 2004 hal ini dikarenakan modal rata-rata yang
tinggi mencapai Rp 7.998.032 (dalam jutaan), meningkat sebesar 22
persen. Tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan laba bersihnya
yang hanya sebesar 14,29 persen dibandingkan tahun lalu. Pada
triwulan III 2005, tingkat ROE menjadi 33,2 persen yang masih
berada dibawah tingkat ROE tahun lalu. Pada akhir 2005,
penurunan pun kembali terjadi karena pemakaian modal rata-rata
perusahaan meningkat lebih besar dari peningkatan laba bersihnya
dibandingkan tahun lalu, terjadi penurunan ROE sebesar 37,31
persen. Ini menunjukkan terjadi penurunan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan atas modal yang digunakan
dibandingkan tahun 2004.
Setelah memasuki tahun 2006 terjadi trend penurunan ROE
dibandingkan tingkat ROE pada tahun-tahun sebelumnya, pada
triwulan I terjadi penurunan yang disebabkan oleh peningkatan yang
signifikan pada modal rata-ratanya yaitu sebesar 250,26 persen
dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Sementara itu,
peningkatan laba bersihnya hanya sebesar 16,75 persen, hal ini
dikarenakan terjadinya peningkatan beban bunga sebesar 88,95
persen dibandingkan tahun lalu, dan terjadi peningkatan pada beban
operasional sebesar 138,17 persen yang membuat pendapatan
operasional bersih menurun sebesar 47,72 persen dari Rp 1.052.951
tahun lalu menjadi Rp 550.435 (dalam jutaan). Memasuki semester I
53
2006, penurunan ROE dibanding semester I tahun 2005 sebesar
62,97 persen dari 34,3 persen menjadi 12,7 persen di semester I, hal
ini disebabkan oleh peningkatan laba bersih sebesar 23 persen, dan
pemakaian modal ekuitas rata-rata yang menurun sebesar 45,17
persen dari tahun lalu. Triwulan III dan IV pada tahun 2006
menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, masing-
masing sebesar 57,53 persen dan 37,6 persen. Hal ini
menggambarkan penurunan kinerja perusahaan dalam menghasilkan
return bagi investornya jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.
ROE tertinggi terjadi pada bulan Desember 2004, hal ini
didukung oleh laba yang merupakan laba tertinggi (dalam periode
penelitian) sebesar Rp 4.847.798 (dalam jutaan), dan peningkatan
laba bersihnya lebih besar dari peningkatan modal rata-ratanya. Lalu
tingkat ROE terkecil terjadi pada bulan Maret 2006 karena
peningkatan laba bersihnya 16,75 persen jauh lebih kecil dari
peningkatan modal rata-ratanya yang sebesar 250,26 persen dari
tahun 2005.
2. Return On Assets (ROA)
Return On Assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba
sebelum pajak yang berhasil diperoleh perusahaan terhadap total
asset yang dimiliki. Rasio ini menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atas aset atau aktiva
yang dikelola dalam kegiatan operasional sehari-hari. ROA yang
telah dicapai Bank Danamon terus menerus mengalami peningkatan,
hal ini menandakan bahwa perusahaan terus mengalami perbaikan
kinerja dalam pengelolaan atas asset yang dimiliki, sehingga laba
bersih yang telah dicapai cenderung mengalami peningkatan dari
tiap periode. Tingkat ROA yang dicapai perusahaan pada tahun
2003 rata-rata sebesar 2,9 persen. Peningkatan yang terus terjadi
disebabkan oleh kenaikan pendapatan bunga bersih dan pendapatan
operasional lainnya dari laba penjualan portfolio efek-efek, juga
54
penurunan biaya bunga akibat komposisi dana pihak ketiga yang
lebih baik. Peningkatan ini merupakan tingkat laba sebelum pajak
yang meningkat lebih besar dari peningkatan total asset yang
dikelola, dan dalam hal ini perusahaan mampu membuktikan bahwa
kemampuan mereka dalam megelola aktiva yang dimiliki terus
meningkat.
Tabel 9. Return On Assets (ROA) Bank Danamon 2003-2006 Return On Assets (ROA) dalam persen Periode
2003 2004 2005 2006 Maret 2,50 3,80 4,20 1,40 Juni 2,70 4,20 4,20 1,60
September 3,10 4,40 4,00 1,70 Desember 3,20 4,50 3,10 1,80
Sumber : Laporan Keuangan Bank Danamon
Pada tahun 2004, peningkatan ROA terus terjadi jika
dibandingkan tahun sebelumnya. Pada triwulan I terjadi peningkatan
ROA sebesar 52 persen dibandingkan periode yang sama di tahun
2003, karena meningkatnya pendapatan bunga bersih dan
menurunnya biaya pendanaan yang merupakan beban bunga. Lalu
pada triwulan II terjadi peningkatan ROA sebesar 55,56 persen dari
tahun lalu, begitu juga pada triwulan III dan IV tahun 2004 yang
mengalami peningkatan dari tahun 2003, hal ini terutama
dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan bunga bersih karena
beban bunga yang menurun disebabkan penurunan penghimpunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) sehubungan dengan menurunnya tingkat
suku bunga di pasar.
Pada triwulan I tahun 2005 Bank Danamon menunjukkan
peningkatan ROA dari tahun 2004 sebesar 10,53 persen. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dan
menurunnya beban operasional lainnya. Pada semester I 2005
tingkat ROA berada pada posisi yang tidak berubah dari tahun 2004
yaitu sebesar 4,2 persen. Lalu pada triwulan III dan IV tingkat ROA
Bank Danamon mengalami penurunan masing-masing sebesar 9,09
persen dan 31,11 persen bila dibandingkan dengan tahun 2004.
55
ROA Bank Danamon pada tahun 2005 mengalami fluktuasi karena
kondisi makro ekonomi yang tidak stabil, selain itu semakin
meningkatnya suku bunga, sehingga meningkatkan beban bunga
perusahaan yang memicu penurunan laba perusahaan.
Memasuki tahun 2006, secara keseluruhan terjadi penurunan
ROA dibandingkan tahun 2005, hal ini dipengaruhi oleh
peningkatan beban operasional lainnya yang sebesar 138,17 persen
dan penyisihan kerugian aktiva produktif yang meningkat.
Penurunan yang terjadi dikarenakan peningkatan beban operasional
lainnya yang mencapai rata-rata sebesar 84,62 persen dibandingkan
tahun 2005 yang memicu terjadinya penurunan laba sebelum pajak
perusahaan.
Tingkat ROA yang terbesar terjadi pada periode Desember
2004 yaitu sebesar 4,5 persen, hal ini dikarenakan peningkatan laba
yang dicapai perusahaan lebih besar dari peningkatan atas asset rata-
rata yang digunakan perusahaan. Hal ini menggambarkan terjadinya
peningkatan kemampuan perusahaan dalam mengelola asetnya
sehingga menghasilkan laba yang besar. Sementara itu, tingkat ROA
yang terkecil terjadi pada periode Maret 2006 yaitu sebesar 1,4
persen, hal ini disebabkan karena tingginya penggunaan asset
perusahaan tanpa diimbangi peningkatan laba sebelum pajaknya,
sehingga dalam hal ini perusahaan dianggap mengalami penurunan
kinerja atas pengelolaan asset guna menghasilkan laba.
3. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan metode pengukur tingkat
keuntungan yang dapat dihasilkan perusahaan bagi pemegang
sahamnya. EPS adalah perbandingan antara laba bersih perusahaan
terhadap jumlah saham. Kondisi ini menggambarkan keuntungan
per lembar saham yang dimiliki pemegang saham. Semakin tinggi
rasio ini, maka menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik
karena dapat menciptakan laba per lembar saham bagi investor yang
tinggi.
56
Pada tahun 2003, tingkat EPS Bank Danamon tertinggi berhasil
dicapai pada triwulan IV yaitu sebesar Rp 311,72 , hal ini berarti
perusahaan mengalami peningkatan kinerja dalam menghasilkan
keuntungan bagi pemegang sahamnya. Peningkatan yang terjadi
selama tahun 2003 disebabkan oleh peningkatan pendapatan bunga
bersih dan peningkatan pendapatan operasional lainnya seperti laba
penjualan efek-efek. Selain itu, terjadi penurunan suku bunga yang
menyebabkan menurunnya beban bunga perusahaan. Memasuki
tahun 2004, pada triwulan I nilai EPS mencapai Rp 102,49
meningkat 86,38 persen dibandingkan tahun 2003. Pada triwulan
selanjutnya nilai EPS terus meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya, hal ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan bersih
dan menurunnya beban bunga yang pada akhirnya mempengaruhi
laba bersih perusahaan menjadi semakin tinggi.
Tabel 10. Earning Per Share (EPS) Bank Danamon 2003-2006 Earning Per Share (EPS) dalam rupiah Periode
2003 2004 2005 2006 Maret 54,99 102,49 130,39 50,93 Juni 125,32 224,43 261,86 113,64
September 212,57 357,32 384,68 185,61 Desember 311,72 490,75 407,71 268,91
Sumber : Laporan Keuangan Bank Danamon
Memasuki triwulan I tahun 2005, terjadi peningkatan EPS
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 27,22 persen dan mencapai
nilai Rp 130,39 karena terjadi peningkatan laba bersih. Lalu pada
semester I dan triwulan III terjadi peningkatan EPS yang disebabkan
oleh peningkatan pendapatan bunga bersih dan pendapatan
operasional lainnya berupa laba atas penjualan efek-efek. Tetapi
pada triwulan IV tahun 2005, EPS mengalami penurunan
dibandingkan periode yang sama di tahun 2004, karena seiring
dengan meningkatnya suku bunga di pasar terjadi peningkatan
beban bunga dan beban operasional lainnya yang membuat
pendapatan operasional bersih ikut menurun, sehingga
mempengaruhi laba bersih yang ikut menurun sebesar 16,81 persen
57
dibandingkan tahun 2004, selain itu terjadi penambahan jumlah
lembar saham yang beredar meningkat sebesar 13.928.000 lembar.
Tahun 2006, secara keseluruhan nilai EPS Bank Danamon
lebih kecil dibandingkan tahun 2005 bahkan nilai EPS yang dicapai
tahun 2006 adalah nilai paling kecil selama periode penelitian. Pada
triwulan I tahun 2006, terjadi penurunan laba bersih karena
meningkatnya beban operasional lainnya yaitu sebesar 138,17
persen dibandingkan tahun 2005 sehingga menyebabkan pendapatan
operasional bersih yang menurun dari tahun 2005. Penurunan
tingkat EPS yang terjadi adalah sebesar 60,94 persen dari Rp.
130,39 pada tahun 2005 menjadi Rp. 50,93 di tahun 2006. Pada
triwulan selanjutnya, nilai EPS perusahaan masih lebih kecil
dibandingkan tahun 2005, hal ini terjadi karena penurunan laba
bersih perusahaan yang dipengaruhi oleh peningkatan beban
operasional lainnya rata-rata sebesar 85,44 persen dibandingkan
tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan bunga bersih yang
terjadi masih lebih kecil dibandingkan peningkatan beban
operasional lainnya.
Tingkat EPS tertinggi Bank Danamon dicapai pada periode
Desember 2004, hal ini karena laba bersih yang dicapai perusahaan
tinggi, sehingga akan menghasilkan laba yang besar pula bagi
investornya, hal ini manggambarkan kinerja perusahaan yang baik,
sehingga mampu menciptakan laba yang besar bagi investornya.
Sementara tingkat EPS terrendah terjadi pada periode Maret 2006,
hal ini terjadi karena terjadi penambahan jumlah saham yang
beredar tanpa diimbangi dengan kenaikan laba bersih yang tinggi,
sehingga disimpulkan bahwa kinerja perusahaan dalam menciptakan
laba bersih terhadap modal yang dimiliki mengalami penurunan.
4.2.2. Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added (EVA) merupakan suatu metode
pengukuran kinerja perusahaan yang menghitung laba ekonomis
sebenarnya yang telah berhasil diciptakan oleh suatu perusahaan.
58
Dengan mengetahui nilai EVA, perusahaan dapat melihat suatu
gambaran mengenai peningkatan atau penurunan nilai laba ekonomis
yang sebenarnya tercipta dari kinerjanya, sehingga dapat diketahui
posisi perusahaan menurut sudut pandang investor, apakah perusahaan
telah menjadi wealth creator atau wealth destroyer. Nilai EVA yang
berhasil dicapai perusahaan dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Nilai Economic Value Added (EVA) Bank Danamon Economic Value Added (EVA) dalam jutaan rupiah Periode 2003 2004 2005 2006
Maret -1.194.634 149.640 1.080.740 -153.387 Juni 27.755 1.397.188 2.389.637 1.437.379
September 1.383.952 2.647.461 3.871.798 3.258.247 Desember 2.028.550 3.841.440 5.516.279 4.908.250
Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham Bank Danamon (diolah)
Pada triwulan I tahun 2003, nilai EVA yang dicapai Bank
Danamon berada dalam posisi negative, yaitu Rp – 1.194.634 (dalam
jutaan). Hal ini menandakan bahwa perusahaan belum berhasil
menciptakan nilai tambah kekayaan atas modal yang diinvestasikan
investor. Hal ini dikarenakan Net Operating After Tax (NOPAT) yang
berhasil dicapai periode itu sebesar Rp 1.250.606 dengan jumlah biaya
modal yang lebih tinggi yaitu Rp 2.445.140. Biaya modal yang tinggi
ini diakibatkan oleh tingginya biaya atas modal saham biasa (Ke) yang
mencapai 121,65 persen, hal ini dikarenakan nilai β bernilai negative
yaitu -0,04 yang berarti return perusahaan bergerak lebih lambat
daripada pergerakan return pasar, sehingga kurang responsive dan
bereaksi berlawanan dari return pasar, sehingga menyebabkan
Weighted Average Cost of Capital (WACC) ikut meningkat hingga
mencapai 21,73 persen. Dengan WACC yang tinggi, maka nilai Biaya
modal (Cost Of Capital/COC) pun ikut meningkat. Jadi, nilai negative
dipicu oleh biaya modal yang lebih besar dari NOPAT-nya. Ini
merupakan hal biasa karena pada awal triwulan pertama,
perkembangan perusahaan masih terus dijalankan sehingga nilai
NOPAT belum menunjukkan kinerja akhirnya, dan nilai EVA
berpeluang besar bernilai negative.
59
Seiring dengan perkembangan aktivitas operasional
perusahaan, terjadi peningkatan nilai EVA dari triwulan I sampai
dengan IV. Setelah berada pada triwulan II, nilai EVA berubah
menjadi positif yaitu Rp 27.755 (dalam jutaan). Hal ini karena terjadi
peningkatan nilai NOPAT yang lebih besar dari biaya modalnya.
NOPAT meningkat karena laba bersih perusahaan meningkat, tetapi
hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan COC-nya, karena
komponen IC periode tersebut hanya meningkat sebesar 4,6 persen
dari periode lalu, lebih kecil dibandingkan peningkatan NOPATnya
yang sebesar 106,75 persen sehingga menghasilkan EVA yang positif.
Di tahun 2003 nilai EVA meningkat dari triwulan I sampai triwulan IV
sebesar 269,81 persen, hal ini menandakan bahwa perusahaan telah
berhasil menciptakan tambahan kekayaan bagi investornya.
Memasuki triwulan I tahun 2004 nilai EVA yang tercipta
berada pada posisi yang positif yaitu sebesar Rp 149.640 (dalam
jutaan), lebih bagus jika dibandingkan triwulan I tahun 2003 yang
bernilai negatif . Pada triwulan II terjadi peningkatan nilai EVA yang
signifikan sebesar 4934 persen dibandingkan tahun 2003. Begitu pula
pada triwulan selanjutnya yang masing-masing mengalami
peningkatan sebesar 91,29 persen dan 89,37 persen dibandingkan
tahun sebelumnya. Secara umum, pada tahun 2004 nilai EVA Bank
Danamon terus mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan nilai laba
bersih dan biaya bunga perusahaan terus mengalami peningkatan,
tetapi tidak diikuti oleh WACC sebagai komponen biaya modal yang
justru mengalami penurunan dibandingkan tahun 2003, penurunan
yang terjadi adalah sebesar 67,42 persen dan mengakibatkan
penurunan COC yang pada akhirnya menghasilkan nilai EVA yang
positif dan lebih besar dari tahun sebelumnya.
Pada tahun 2005, nilai EVA yang diciptakan Bank Danamon
pun terus mengalami perkembangan dibandingkan tahun 2004
Peningkatan signifikan terjadi pada triwulan I yaitu sebesar 622,23
persen dibandingkan tahun 2004. Rata-rata peningkatan yang terjadi
60
adalah sebesar 195,78 persen di tiap periodenya dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada akhir 2005, nilai EVA mencapai Rp 5.516.279
(dalam jutaan). Nilai positif ini dikarenakan COC perusahaan yang
rendah, dan dapat disimpulkan bahwa nilai COC untuk tahun 2005
adalah biaya modal terrendah dibandingkan nilai COC pada tahun lain
pada periode penelitian ini. Biaya modal ini rendah karena nilai
struktur modal rata-rata (WACC) yang rendah. Nilai biaya modal atas
saham biasa (Ke) pada tahun 2005 mencapai angka negative yaitu
mencapai -11,45 persen, hal ini dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas
return saham perusahaan yang bergerak lebih tinggi terhadap
pergerakan return pasar dengan β = 1,245 dan tingkat market risk
premium yang mencapai angka negative tertinggi pada periode
penelitian yaitu -97,7 persen. Dan hal ini menjadikan struktur ekuitas
sebagai pengurang dari struktur biaya hutang, sehingga nilai WACC
menjadi kecil yaitu sebesar 2,23 persen yang mempengaruhi nilai COC
sehingga mengalami penurunan dan meningkatkan nilai EVA.
Memasuki triwulan I 2006, terjadi penurunan nilai EVA
dibandingkan tahun 2005, EVA yang terbentuk menghasilkan nilai
negative, terjadi penurunan sebesar 804,58 persen jika dibandingkan
triwulan I 2005. Hal ini disebabkan laba bersih yang berhasil dicapai
perusahaan hanya sebesar Rp 250.611 (dalam jutaan rupiah) yang
merupakan laba terkecil yang dicapai perusahaan dibandingkan tahun-
tahun lalu dalam periode penelitian ini, selain itu nilai NOPAT-nya
lebih kecil dari biaya modalnya, peningkatan NOPAT-nya lebih kecil
dibandingkan peningkatan biaya modalnya, sehingga EVA yang
terbentuk pun negative. Biaya modal yang tinggi ini diakibatkan oleh
biaya modal atas saham yang cukup tinggi yaitu mencapai 50,23
persen dan mengakibatkan nilai WACC yang lebih tinggi
dibandingkan tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 360 persen. Tetapi
memasuki triwulan II 2006 nilai EVA pun berubah positif yaitu
sebesar Rp 1.437.379, tetapi jika dibandingkan tahun 2005 nilai EVA
yang terbentuk mengalami penurunan sebesar 39,85 persen, penurunan
61
ini disebabkan peningkatan biaya modal (424,77 persen) yang lebih
besar daripada peningkatan NOPAT-nya (20,05 persen). Peningkatan
nilai EVA terus terjadi hingga akhir triwulan 2006, dikarenakan nilai
NOPAT yang terus meningkat seiring dengan perkembangan kinerja
Bank Danamon sehingga laba bersih yang dicapai terus meningkat
begitu pula dengan biaya bunganya.
Dari periode pengamatan (2003 sampai 2006), secara umum
nilai EVA terbesar terjadi pada periode tahun 2005, dengan rata-rata
nilai EVA sebesar Rp 3.214.614 (dalam jutaan). Sementara untuk nilai
EVA terkecil terjadi pada periode 2003, pada Maret 2003 nilai EVA
yang terbentuk adalah sebesar Rp -1.194.634. Untuk nilai NOPAT,
yang terbesar terjadi pada tahun 2006 dengan rata-rata sebesar Rp
4.292.502 (dalam jutaan ) di tiap triwulannya. Nilai NOPAT yang
besar ini lebih karena biaya bunga yang dimiliki perusahaan juga besar
dengan rata-rata di tahun 2006 sebesar Rp 3.530.465 (dalam jutaan)
yaitu jumlah terbesar diantara periode lain (2003,2004,2005) yang
masing-masing sebesar Rp 2.215371, Rp 1.511.848, Rp 2.112.906
(dalam jutaan). Namun untuk tingkat keuntungan atau laba bersih yang
diperoleh, paling tinggi dicapai pada periode tahun 2005 yaitu rata-rata
sebesar Rp 1.454.258 (dalam jutaan), sementara untuk periode lain
(2003,2004,2006) masing-masing adalah sebesar Rp 864.350, Rp
1.441.398, Rp 762.037 (dalam jutaan).
Untuk biaya modal sebagai komponen pengurang EVA, yang
terbesar terjadi pada periode tahun 2003, dengan rata-rata sebesar Rp
2.518.315 (dalam jutaan), dengan rata-rata sebesar itu dan nilai
NOPAT yang tidak jauh berbeda dengan periode lain, maka nilai EVA
yang terbentuk pun semakin kecil. Sementara itu, nilai COC terkecil
adalah periode tahun 2005 yaitu rata-rata sebesar Rp. 352.550 (dalam
jutaan), sehingga nilai EVA pun meningkat. Komponen yang
mempengaruhi COC adalah WACC dan IC. Invested Capital (IC) yang
dimiliki oleh perusahaan setiap periodenya cenderung mengalami
kenaikan, hal ini seiring dengan perkembangan kinerja Bank Danamon
62
dalam rangka pembiayaan kegiatan operasionalnya yang semakin
meluas guna mencapai tujuannya. Dengan nilai IC yang terus
meningkat akan berpeluang menurunkan nilai EVA karena perusahaan
yang terus mengembangkan usahanya membutuhkan struktur
pemodalan yang tinggi sehingga COC sebagai komponen pengurang
EVA pun meningkat. Sementara itu, WACC tertinggi yang merupakan
komponen COC adalah tahun 2003, hal ini dikarenakan nilai β yang
negative, menggambarkan kurang sensitifnya return asset saham
perusahaan terhadap pergerakan dari return pasar (Indeks Harga
Saham Gabungan/IHSG) dan cenderung bergerak berlawanan terhadap
return pasar. Dan setelah nilai β dikalikan dengan market risk premium
yang negative akan meningkatkan Ke-nya. Ke tertinggi berada pada
posisi 121,65 persen sehingga biaya modalnya pun meningkat, bahkan
paling tinggi. Sementara itu WACC terrendah terjadi pada tahun 2005,
hal ini disebabkan nilai β yang bernilai lebih dari 1, menggambarkan
pergerakan harga sekuritas perusahaan yang lebih tinggi dari pada
pergerakan harga pasar. Dengan sedikit pergerakan dari return
portfolio pasar akan berpengaruh lebih besar terhadap return sekuritas
perusahaan. Dengan β yang tinggi dan market risk premium yang
negatif, berarti risiko pasar dalam suatu aset perusahaan tidak lebih
besar dari risk free-nya, sehingga Ke yang terbentuk pun menurun.
Dalam WACC, selain faktor ekuitas, melibatkan pula struktur hutang,
biaya hutang terbesar terdapat pada tahun 2003, jadi hal ini memang
membuktikan bahwa COC terbesar terjadi pada tahun tersebut dengan
komposisi Ke dan Kd terbesar pada periode penelitian, sehingga
WACC yang terbentuk pun meningkat yang mengakibatkan
peningkatan biaya modal perusahaan.
4.2.3. Market Value Added (MVA)
Market Value Added (MVA) menunjukkan kinerja pasar dari
suatu perusahaan, metode pengukuran ini dapat menggambarkan
seberapa besar kemampuan perusahaan atas modal yang dimiliki
investor karena melibatkan harga saham sebagai komponen utamanya.
63
Harga saham mencerminkan kekuatan interaksi antara banyak pembeli
dan penjual, selain itu munculnya informasi baru mengenai perusahaan
akan membuat permintaan dan penawaran berubah dan akan
menghasilkan nilai pasar juga berubah. Informasi tersebut salah
satunya adalah mengenai kinerja yang berkaitan dengan perusahaan.
Pengaruh kinerja ini terkait dengan kegiatan atau aktivitas perusahaan
dalam menghasikan keuntungan atau laba. Semakin tinggi laba, harga
saham pun akan bereaksi positif. Semakin positif nilai MVA,
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik, karena
telah berhasil melakukan penambahan niali atas modal yang
dipercayakan investor kepada perusahaan (wealth creator).
Tabel 12. Nilai Market Value Added (MVA) Bank Danamon Market Value Added (MVA) dalam jutaan rupiah Periode
2003 2004 2005 2006 Maret 1.635.479 6.525.020 14.928.484 14.530.417
Juni 2.498.094 6.370.647 16.370.189 11.349.636
September 2.885.633 9.951.867 11.380.414 17.063.866
Desember 3.014.953 13.449.163 14.552.006 23.589.595
Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham Bank Danamon (diolah)
Secara umum, selama periode penelitian (2003 sampai 2006),
MVA Bank Danamon terus mengalami peningkatan rata-rata sebesar
32,98 persen. Pada tahun 2003, nilai MVA yang terbentuk positif, hal
ini menandakan perusahaan telah berhasil dalam memelihara
kepercayaan investor atas modal yang diberikan dengan menciptakan
nilai tambah bagi investornya. Harga saham yang terus mengalami
peningkatan membuat nilai MVA terus meningkat, walaupun nilai
ekuitas terus meningkat, namun nilai pasarnya masih lebih besar dari
ekuitasnya, sehingga nilai MVA positif.
Memasuki tahun 2004, nilai MVA yang dicapai perusahaan
pun meningkat signifikan, pada triwulan I terjadi peningkatan sebesar
298,97 persen dibandingkan triwulan I tahun 2003. Namun terjadi
penurunan nilai MVA pada triwulan II 2004 hal ini dikarenakan
peningkatan ekuitas yang lebih besar dari peningkatan harga
64
sahamnya, sehingga mempengaruhi nilai MVA menjadi menurun.
Tetapi, nilai ini masih lebih besar dibandingkan triwulan II tahun 2003,
dan secara keseluruhan kinerja MVA perusahaan pada tahun 2004
adalah baik.
Pada tahun 2005, terjadi penambahan jumlah saham yang
beredar sebanyak 13.928.000 lembar, dan nilai MVA terus mengalami
kenaikan, namun terjadi penurunan MVA pada triwulan III-nya, hal ini
disebabkan penurunan harga saham perusahaan dari Rp 5.050 per
lembar (Juni 2005) menjadi Rp 4.025 per lembar (September 2005),
penurunan ini mengakibatkan nilai pasar perusahaan turun sehingga
memicu penurunan nilai MVA.
Memasuki tahun 2006 perusahaan melakukan penambahan
jumlah saham yang beredar sebanyak 21.778.000 lembar dari tahun
2005, hal ini mengindikasikan perusahaan menghimpun permodalan
melalui saham baru yang beredar, dan nilai MVA yang terbentuk pun
cenderung mengalami kenaikan hanya terjadi penurunan pada triwulan
II yang disebabkan menurunnya harga saham sehingga nilai pasar
perusahaan turun dari Rp 4.800 menjadi Rp 3.975 dan ini
menyebabkan menurunnya nilai MVA perusahaan.
Jumlah saham Bank Danamon yang beredar pada tahun 2005
dan 2006 mengalami peningkatan, hal ini menandakan terjadinya
penambahan modal sendiri untuk membantu pelaksanaan kegiatan
operasional perusahaan dan perluasan kegiatan usaha yang akan
dijalankan. Harga saham terus mengalami peningkatan di tiap periode,
namun terjadi penurunan di tahun 2005 dan 2006 pada masing-masing
triwulan III dan II. Penurunan terbesar terjadi pada triwulan II 2006
sebesar 30,66 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya,
melemahnya harga saham dikarenakan berkurangnya aktivitas
interaksi antara penawaran dan permintaan saham Bank Danamon
sehingga memicu penurunan harga sahamnya. Sementara itu,
peningkatan terbesar terjadi pada Desember 2006, sebesar 62,10
persen dari tahun sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa terjadi
65
peningkatan aktivitas interkasi antara permintaan dan penawaran
saham Bank Danamon sehingga membentuk harga ekuilibrium baru
yang lebih tinggi.
4.3. Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Market Value Added (MVA)
Pengukuran kinerja perusahaan diperlukan untuk menentukan
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, terutama bagi investor
yang memiliki kepentingan atas kemajuan perusahaan. Salah satu
pertimbangan penting bagi seorang investor terhadap investasinya pada suatu
perusahaan adalah bagaimana kemampuan suatu perusahaan dapat
menciptakan tambahan kekayaan bagi para investornya, dalam hal ini
pemegang sahamnya. Pertimbangan penting lainnya adalah market value
atau nilai pasar dari perusahaan yang bersangkutan. Banyak metode yang
digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut, salah satunya yang paling
umum digunakan adalah dengan menggunakan pengukuran akuntansi
tradisional yang berupa rasio laporan keuangan, yaitu Return On Equity
(ROE), Return On Assets (ROA), dan Earning Per Share (EPS). Namun
muncul konsep penilaian kinerja baru berbasiskan nilai untuk mengukur
seberapa besar tingkat kekayaan yang berhasil diciptakan perusahaan kepada
investornya yaitu Economic Value Added (EVA) dan pengukur kinerja pasar
perusahaan sebagai pencerminan tingkat kesejahteraan pemegang sahamnya,
yaitu Market Value Added (MVA). Nilai pasar perusahaan tercermin dari
harga saham, harga saham yang berluktuatif banyak dipengaruhi oleh factor
baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Faktor dalam perusahaan
dipengaruhi oleh kondisi perusahaan yang salah satunya yaitu kinerja
keuangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian yang dapat
membuktikan metode penilaian kinerja yang memiliki hubungan dan
pengaruh terhadap nilai pasarnya.
MVA memiliki komponen utama nilai pasar perusahaan yang
tergantung pada harga saham, dan saham merupakan elemen utama yang
dipegang oleh investor, sehingga mereka memiliki kepentingan atas elemen
tersebut. Dan harga saham dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar
66
perusahaan. Faktor dalam dipengaruhi dari kondisi perusahaan yang dapat
dicerminkan dari kinerjanya, dan salah satunya adalah kinerja keuangan
perusahaan berupa rasio keuangan dan EVA. Lalu apakah dengan
mengetahui rasio keuangan dan EVA dapat mempengaruhi dan
mencerminkan perubahan nilai tambah pasar yang berhasil dicapai
perusahaan, maka dalam hal ini perlu diuji pengaruh dan hubungan antara
rasio keuangan dan EVA terhadap MVA.
Sebelum melakukan uji regresi, perlu dilakukan uji normalitas data
penelitian melalui Uji Kolmogorov-Smirnov, karena data yang digunakan
dalam penelitian ini berjumlah sangat sedikit atau kurang dari 30 sampel
yaitu 16 sampel. Hasil uji normalitas data dapat diketahui pada tabel 13.
Tabel 13. Uji normalitas data melalui Kolmogorov-Smirnov ROE ROA EPS EVA MVA N Kolmogorov-Smirnov Z Asymp Sig (2-tailed)
16,688,731
16,647,796
16 ,595 ,870
16,496,966
16,542,930
Sumber : Output Kolmogorov-Smirnov (diolah)
Pada tabel 13 melalui uji Kolmogorov-Smirnov, variabel ROE, ROA,
EPS, EVA dan MVA memiliki p-value masing-masing sebesar 0,731, 0,796,
0,87, 0,966 dan 0,93. P-value tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi (α)
yang ditetapkan sebesar 0,1 yang berarti menerima H0 dan menolak Ha.
Penerimaan H0 berarti variabel-variabel yang digunakan terdistribusi secara
normal sehingga dapat dilakukan pengujian selanjutnya.
Uji asumsi klasik yang didapat dari persamaan model regresi ini dapat
dilihat pada lampiran 7, yaitu :
1. Model persamaan ini mengindikasikan adanya multikolinearitas, hal ini
dapat dilihat dari tingkat Variance Inflation Factor (VIF)-nya besar yang
bernilai lebih dari 10 yaitu ROE, ROA dan EPS.
2. Model persamaan ini bebas autokorelasi karena nilai Durbin-Watson
bernilai di sekitar 2 yaitu 1,945 yang berarti tidak ada korelasi antara
variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel
pengganggu pada periode sebelumnya (et-1).
3. Model persamaan ini juga bebas heteroskedastisitas karena pola gambar
Scatterplotnya tersebar.
67
Penelitian ini difokuskan pada aspek tingkat signifikansinya, melalui metode
backward elimination terdapat variabel yang dikeluarkan, yaitu EPS karena
memiliki tingkat signifikansi yang lebih besar dari α 0,1 yaitu sebesar 0,312.
Dan variabel yang masuk ke dalam model persamaan regresi berganda yaitu
ROE, ROA, dan EVA.
Tabel 14. Persamaan regresi rasio keuangan dan EVA terhadap MVA Persamaan Regresi R2 p-value
MVA = 10.000.000 + 1.143 EVA – 1.934.084 ROE + 10.000.000 ROA
0,706 0,000
Sumber : Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA (diolah)
Dari persamaan regresi diatas, dapat dilihat jika tidak terdapat variabel
EVA, ROE dan ROA, maka nilai MVA yang dicapai perusahaan adalah
sebesar Rp 10.000.000 (dalam jutaan). Lalu jika EVA naik sebanyak satu
satuan (dalam jutaan rupiah), maka akan terjadi peningkatan MVA sebesar
Rp 1.143 (dalam jutaan), dan jika terjadi peningkatan ROE sebesar satu
satuan (dalam persen), maka terjadi penurunan MVA sebesar Rp. 1.934.048
(dalam jutaan) dan jika terjadi peningkatan ROA sebesar satu satuan (dalam
persen) maka terjadi peningkatan MVA sebesar Rp. 10.000.000 (dalam
jutaan rupiah). Hipotesis dalam model persamaan ini dapat diterima, karena
p-value secara simultan (ANOVA) bernilai 0,000 yang lebih kecil dari
tingkat signifikansi α yang sebesar 0,1. Jika p-value lebih kecil dari α, maka
Ho ditolak, dan Ha diterima yang berarti siginifikan, signifikan disini adalah
bahwa variabel independen (EVA, ROE dan ROA) berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen (MVA). Sedangkan untuk mengetahui
pengaruhnya secara parsial atau individu, maka digunakan uji parsial t-test,
dimana EVA memiliki p-value sebesar 0,061, ROE sebesar 0,002 sedangkan
variabel ROA sebesar 0,005 yang berarti ketiga variabel ini memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap MVA.
Komponen koefisien determinasi (R2-nya) sebesar 70,6 persen yang
artinya EVA, ROE dan ROA dapat menjelaskan atau berpengaruh sebesar
70,6 persen terhadap perubahan MVA, sedangkan sisanya sebesar 29,4
persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang digunakan dalam
model regresi. Hasil ini menunjukkan bahwa MVA lebih banyak dipengaruhi
68
oleh variabel independennya yang berupa EVA, ROE dan ROA. Dalam
model persamaan regresinya, EVA berpengaruh positif terhadap MVA,
kenaikan EVA akan berdampak pada kenaikan MVA perusahaan. Lalu untuk
ROE, memiliki pengaruh yang negatif terhadap perubahan MVA perusahaan,
lalu untuk ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap perubahan MVA
perusahaan.
Dari output persamaan regresi, dapat disimpulkan bahwa EVA
berpengaruh positif terhadap MVA, hal ini disebabkan karena MVA
merupakan net present value dari EVA di masa mendatang, EVA yang
positif berarti perusahaan telah berhasil menciptakan kekayaan atau nilai
tambah bagi investornya, MVA menunjukkan kinerja perusahaan di masa
sekarang pada periode tertentu, yang berarti jika nilai EVA perusahaan
positif maka perusahaan berhasil menciptakan kekayaan atau nilai tambah
bagi investornya dan dapat diprediksikan bahwa MVA akan bernilai positif
karena keberhasilan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah. Selain itu,
komponen ekuitas atau modal digunakan sebagai komponen pengurang dari
EVA maupun MVA. Walaupun tidak bersifat langsung, ekuitas dalam EVA
digunakan untuk penghitungan biaya modal, dan biaya modal adalah
komponen pengurang dari NOPAT-nya. Sementara dalam MVA ekuitas
merupakan komponen pengurang langsung dari nilai pasar perusahaan,
sehingga dari penjelasan tersebut dapat diketahui memang EVA dan MVA
bergerak searah dan hal ini menyebabkan EVA memiliki pengaruh positif
terhadap MVA. Walaupun tidak berpengaruh langsung, dalam EVA, ekuitas
digunakan dalam menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC)
dan Invested Capital (IC), sementara WACC dan IC merupakan penyusun
dari Cost of Capital (COC) yang digunakan sebagai pengurang NOPAT
untuk mendapatkan nilai EVA. Sama seperti EVA, ekuitas juga memiliki
pengaruh terhadap MVA, dalam hal ini berpengaruh langsung terhadap
MVA, karena ekuitas merupakan komponen pengurang untuk mendapatkan
nilai MVA, yaitu pengurangan nilai pasar dengan nilai buku ekuitasnya.
Selain itu, EVA dan MVA merupakan metode pengukuran nilai tambah bagi
investornya, dengan nilai EVA yang positif hal ini berarti perusahaan telah
69
berhasil menciptakan kekayaan atas modal yang diinvestasikan (wealth
creating) oleh investornya atau dalam hal ini kinerja perusahaan adalah baik,
sehingga akan menciptakan sentimen pasar yang positif terhadap harga
saham perusahaan yang bersangkutan, yang merupakan salah satu komponen
penting dalam penghitungan MVA.
Selama periode penelitian, pada masing-masing tahunnya, MVA tidak
selamanya mengalami kenaikan, terjadi fluktuasi nilai MVA pada periode
September 2005 sampai Juni 2006 hal ini disebabkan harga saham yang
berfluktuasi yang banyak dipengaruhi oleh faktor luar. Memasuki tahun 2005
sampai akhir 2006, nilai ROE pun mengalami fluktuasi karena beban bunga
yang dikeluarkan perusahaan meningkat seiring dengan meningkatnya suku
bunga di pasar dan kondisi makro ekonomi yang kurang stabil. Untuk ROE,
komponen yang digunakan berupa net income tidak mempengaruhi langsung
terhadap perubahan MVA-nya, sedangkan untuk komponen ekuitas sama-
sama mempengaruhi ROE dan MVA yang bersifat searah, tetapi karena
MVA lebih didominasi oleh komponen harga saham yang berfluktuasi dan
dipengaruhi oleh faktor luar kendali manajemen perusahaan, sehingga ROE
memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap MVA.
Variabel ROA memiliki pengaruh positif terhadap MVA, dengan
peningkatan ROA yang dicapai perusahaan, maka memiliki peluang yang
besar terhadap respon positif terhadap harga saham perusahaan, yang
merupakan komponen utama MVA. Selain itu, harga saham sendiri memiliki
kondisi yang berfluktuasi dimana sangat dipengaruhi oleh ekonomi makro
Indonesia seperti inflasi, selain itu juga faktor keamanan dan stabilitas politik
yang sangat menentukan respon yang positif atau negatif terhadap harga
suatu saham pada pasar modal. Dan memasuki tahun 2005 kondisi makro
ekonomi yang dihadapi cukup berat, yang sangat mempengaruhi harga
sahamnya. Sementara terjadi penurunan ROA pada tahun 2006, tetapi
penurunan tersebut terus mengalami perbaikan sampai akhir 2006. Karena
faktor eksternal yang lebih banyak berpengaruh terhadap MVA, maka ROA
memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap MVA.
70
Tabel 15. Kekuatan korelasi EVA, ROE, EPS dan ROA terhadap MVA EVA ROE EPS ROA Pearson Correlation MVA 0,637 -0,351 0,249 -0,178
Sig. (1-tailed) MVA 0,004 0,091 0,176 0,255 Sumber : Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA
(diolah)
Untuk kekuatan hubungan EVA terhadap MVA, dari output didapat
p-value sebesar 0,004 atau lebih kecil dari level of significant (α) sebesar
0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya EVA berkorelasi
terhadap MVA. Koefisien korelasi yang terjadi sebesar 0,637 yang berarti
korelasi antara dua variabel tersebut memiliki keeratan kuat.
Untuk kekuatan hubungan antara ROE dan MVA, dihasilkan output uji
korelasi ROE terhadap MVA yang hanya memiliki hubungan sebesar 35,9
persen yang berarti kekuatan keeratan yang lemah, dan bernilai negatif
artinya memiliki reaksi yang negatif terhadap perubahan MVA dengan p-
value sebesar 0,091 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansinya yang
sebesar 0,1, dan hal ini menggambarkan bahwa ROE tidak berkorelasi
terhadap MVA.
Untuk kekuatan hubungan, ROA hanya memiliki hubungan sebesar
17,8 persen yang berarti kekuatan keeratan yang sangat lemah, dan bernilai
negatif artinya memiliki reaksi yang negatif terhadap perubahan MVA
dengan p-value sebesar 0,255 yang berarti lebih besar dari tingkat
signifikansinya yang sebesar 0,1, dan hal ini menggambarkan bahwa ROA
tidak berkorelasi terhadap MVA.
Untuk kekuatan hubungan, EPS hanya memiliki hubungan sebesar
24,9 persen yang berarti kekuatan keeratan yang lemah, dan bernilai positif
artinya memiliki reaksi positif terhadap perubahan MVA dengan p-value
sebesar 0,176 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansinya yang
sebesar 0,1, dan hal ini menggambarkan bahwa EPS tidak berkorelasi
terhadap MVA.
Peningkatan nilai MVA dapat dilakukan melalui pemeliharaan pos-pos
keuangan yang mempengaruhi EVA dan ROA karena memiliki pengaruh
yang positif. Nilai EVA perusahaan harus ditingkatkan melalui peningkatan
71
NOPAT-nya, peningkatan dapat dilakukan dengan meningkatkan laba
bersihnya atau dalam hal ini perusahaan perlu meningkatkan biaya bunganya.
Laba bersihnya dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pendapatan bunga
perusahaan yang merupakan komponen utama bagi laba perusahaan.
Pendapatan bunga perusahaan dapat ditingkatkan melalui perluasan
pemberian kredit bagi para nasabah perusahaan, hal ini sehubungan dengan
diterbitkannya layanan Danamon Simpan Pinjam (DSP) pada Juni 2004 yang
bergerak di bidang usaha mikro dan kecil. Dan penerbitan layanan tersebut
membawa kontribusi dalam peningkatan pendapatan bunganya pada satu
tahun pertama yaitu tahun 2005.
Pada periode triwulan III 2005, peningkatan pendapatan bunga
bersihnya sebesar 18 persen dari tahun lalu, hal ini disebabkan terjadi
peningkatan pemberian kredit sebesar 38 persen dari tahun lalu sehingga
meningkatkan margin bunga bersih yang salah satunya adalah pemberian
kredit bagi perorangan dan UKM melalui layanan DSP. Selain itu yang perlu
dilakukan perusahaan adalah meningkatkan biaya bunga melalui
penghimpunan sumber dana pihak ketiga yaitu tabungan dan giro karena
NOPAT pada EVA selain dipengaruhi oleh laba bersihnya, biaya bunga juga
memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan nilai EVA yang positif.
Sedangkan untuk pemeliharaan nilai ROA, perusahaan perlu meningkatkan
labanya melalui komponen utamanya berupa pendapatan bunga perusahaan.
Sama halnya dengan EVA, peningkatan laba perusahaan dapat dilakukan
melalui perluasan pemberian kredit microfinance melalui DSP yang
berkontribusi bagi peningkatan laba perusahaan. Untuk komponen ROE yang
berpengaruh negatif terhadap perubahan MVA-nya, perusahaan perlu
menjaga nilai-nilai pos keuangan yang mempengaruhi ROE khususnya pada
pos keuangan ekuitas, perusahaan perlu meningkatkan ekuitas dengan
meningkatkan cadangan umum dan laba ditahan (retained earnings)
perusahaan.
72
4.4. Pos-pos Keuangan yang Mempengaruhi Rasio Keuangan, EVA dan MVA
Pos-pos keuangan yang dapat mempengaruhi rasio keuangan berbasis
earning measures, EVA dan MVA adalah laba (baik laba sebelum pajak
maupun laba bersih) dan ekuitas. Laba mempengaruhi rasio earning
measures yaitu ROE, ROA, dan EPS, juga EVA. ROE merupakan salah satu
jenis rasio keuangan yang membandingkan dua pos keuangan antara laba
bersih dan ekuitas. Menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam
menciptakan keuntungan atas ekuitas yang dikelolanya.
ROA merupakan rasio keuangan yang membandingkan laba sebelum
pajak terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menggambarkan
seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas
penggunaan aktiva dalam kegiatan operasional sehari-harinya. Laba yang
dipakai dalam perhitungan ini adalah laba sebelum pajak, karena hasil
operasi yang diukur. Lalu EPS adalah laba bersih per saham yang berhasil
dicapai perusahaan. Rasio ini menjadi salah satu pertimbangan penting
seorang investor dalam menilai kinerja perusahaan, karena rasio
menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dapat diberikan perusahaan
kepada mereka. Sedangkan EVA didapat dari perhitungan selisih antara
NOPAT (Net Operating Profit After Tax) dan biaya modal (Cost Of Capital
atau COC). NOPAT didapat dari penjumlahan laba bersih dan biaya bunga.
Besarnya laba bersih dipengaruhi oleh komponen utamanya yaitu pendapatan
operasional (yang terdiri dari pendapatan bunga) dan pendapatan operasional
lainnya yang menghasilkan pendapatan bunga bersih setelah dikurangi beban
operasional dan operasional lainnya. Sehingga jika terjadi peningkatan
pendapatan bunga bersih yang lebih besar dari bebannya, maka akan
meningkatkan laba sebelum pajak dan laba bersih perusahaan.
Untuk ekuitas, komponen tersebut mempengaruhi langsung terhadap
perhitungan MVA dan ROE. Tetapi ekuitas tidak berpengaruh langsung
terhadap perhitungan EVA, karena komponen ekuitas digunakan dalam
perhitungan biaya modal (COC). Sementara itu, COC didapat dari perkalian
antara Weighted Average Cost of Capital (biaya rata-rata modal
tertimbang/WACC) dan Invested Capital (modal yang diinvestasikan).
73
Ekuitas dimasukkan dalam perhitungan IC karena IC dihitung melalui
penjumlahan antara ekuitas dan kewajiban serta dikurangi hutang beban.
Selain itu, ekuitas digunakan pula dalam perhitungan WACC, dalam WACC
ekuitas diberi pembobotan atas aset yang dimiliki perusahaan lalu dikalikan
dengan biaya modal atas saham biasa (Ke) sehingga didapat bobot biaya
untuk ekuitas. Sehingga dengan meningkatnya ekuitas, akan berpeluang
menurunkan EVA karena merupakan komponen pengurang NOPAT dalam
mencari nilai EVA. Sementara untuk ROE, ekuitas berpengaruh langsung
sebagai komponen pembagi dari laba bersihnya. Lalu untuk MVA, ekuitas
merupakan komponen pengurang dari nilai pasar perusahaan yang
merupakan perkalian antara harga saham dan jumlah saham yang beredar.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Sebagian besar kinerja Economic Value Added (EVA) Bank Danamon
adalah baik, karena sebagian besar nilainya adalah positif yang berarti
perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi
investornya dan cenderung mengalami peningkatan. Tetapi terdapat
periode yang berada pada posisi negatif yaitu Maret 2003 dan Maret 2005
yaitu sebesar Rp -1,194,634 dan Rp -153,387 (dalam jutaan). Lalu untuk
nilai EVA terbesar terjadi pada periode Desember 2005 yaitu sebesar Rp
5.516.279 (dalam jutaan).
2. Nilai Market Value Added (MVA) yang dicapai Bank Danamon secara
keseluruhan adalah positif, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sudah
berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya dan memiliki
rata-rata di tiap periodenya adalah Rp 11.139.697,53 (dalam jutaan).
Namun, memasuki tahun 2005 dan 2006 nilai MVA perusahaan
mengalami fluktuasi karena kondisi makro ekonomi yang kurang stabil,
sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan.
3. Dari pengujian regresi berganda, didapat hasil bahwa metode pengukuran
yang berpengaruh dan berhubungan serta dapat menjelaskan terhadap
perubahan MVA adalah EVA, ROE dan ROA yang dapat menjelaskan
perubahan MVA sebesar 70,6 persen, EVA dan ROA memiliki pengaruh
yang positif terhadap MVA sementara ROE memiliki pengaruh yang
negatif terhadap perubahan MVA .
2. Saran
1. Dalam menilai kinerja perusahaan, baik pihak perusahaan maupun investor
perlu pula mempertimbangkan dan mengevaluasi menggunakan metode
EVA dan MVA, karena metode ini dinilai dapat memberikan gambaran
mengenai seberapa besar kemampuan perusahaan dapat menciptakan
tambahan kekayaan bagi pemegang sahamnya. Perusahaan perlu lebih
transparan dalam menyajikan laporan keuangannya, sehingga metode EVA
dan MVA dapat diaplikasikan lebih optimal.
75
2. Meningkatkan laba perusahaan melalui peningkatan pendapatan bunga
sebagai unsur utamanya, peningkatan pendapatan bunga dapat dilakukan
dengan memperluas pemberian pinjaman kredit pada segmen microfinance
yaitu Danamon Simpan Pinjam (DSP) yang memberikan kontribusi dalam
menghasilkan laba, selain itu perusahaan perlu mengurangi beban
operasional lainnya.
3. Menjaga nilai ROE karena berpengaruh negatif terhadap MVA-nya karena
peningkatan ROE akan berpengaruh pada penurunan MVA perusahaan.
4. Memelihara pos-pos keuangan yang mempengaruhi EVA dan ROA karena
dengan peningkatan EVA dan ROA akan berpengaruh pada peningkatan
MVA.
5. Penelitian ini menggunakan data time series yang hanya hanya terbatas
pada analisis pengaruh variabel dengan jangka waktu 2003 sampai 2006,
diharapkan pada penelitian selanjutnya data time series yang digunakan,
melibatkan pula proyeksi untuk tahun ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Riset Infobank (Jakarta). 2004. Financial performance of the top 10 banks in Indonesia 2003-2004. Majalah Infobank No. 308 November 2004.
Biro Riset Infobank (Jakarta). 2006. Rating 131 Bank di Indonesia per Desember
2004-2005. Majalah Infobank No. 327 Juni 2006. Brigham, E.F dan Joel F. Houston. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan.
Jakarta : Salemba Empat. Budiharti, L. 2006. Kinerja Keuangan (Analisis Pengaruh Rasio Keuangan
terhadap EVA dan EVA terhadap MVA) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk”. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Darsono. 2006. Manajemen Keuangan Pendekatan Praktis. Jakarta : Diadit Media. Dendawijaya, L. 2000. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta : Ghalia Pustaka. Fardiansyah, T. 2003. Betulkah EVA Mengukur Penciptaan Nilai?. dalam
Swasembada. WWW Google 2003 (berkala sambung jaring). http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=1490 [8 Februari 2007].
Hansen, D.R dan Maryanne M. Mowen. 2005. Akuntansi Manajemen Jilid 1. Jakarta : Salemba Empat.
Husnan, S dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Imamah, H. 2005. Kinerja Keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 2003-2004
(Hubungan Rasio Keuangan Dengan Economic Value Added-EVA). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iramany dan Erie Febrian. 2005. Financial Value Added : Suatu Paradigma Dalam Pengukuran Kinerja Dan Nilai Tambah Perusahaan. Di dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra.
Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta : Rajawali Pers. Keown, John D. Martin, dkk. 2004. Manajemen Keuangan : Prinsip dan Aplikasi
Jilid 1. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia.
77
Makelainen, E. Economic Value Added As a Management Tools. WWW Google 1998 (berkala sambung jaring). http//evanomics.com/evastudy.shtml [8 Februari 2007].
Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Poerasdisastra, T. 2003. Menelanjangi Fatamorgana Laba Perusahaan.WWW
Google 2003 (berkala sambung jaring). http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=1491 [8 Februari 2007].
Pradhono. 2004. Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earnings
dan Arus Kas Operasi terhadap Return yang Diterima Oleh Pemegang Saham. Di dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. VII No. 2. 140-166.
Riyadi, S. 2004. Banking Assets and Liability Management. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sarjito, I. 2004. Prospek Perbankan 2005. Di Dalam Jurnal Economic Review No.198. 6-9. WWW Google 2003 (berkala sambung jaring). www.bni.co.id/Portals/0/Document/18%20Perbankan.pdf. [8 Februari 2007]
Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogya : BPFE.
Stewart, S and Co. 2000. EVA and Strategy. WWW Google 2000 (berkala
sambung jaring). http://www.sternstewart.com/content/evaluation/info/042000.pdf [8 Februari 2007].
Sundjaya, R.S dan Inge Barlian. 2003. Manajemen Keuangan Buku 1. Jakarta : Literata Lintas Media.
Taufik. 2001. Penerapan EVA Mancanegara. WWW Google 2001 (berkala sambung jaring). http://www.markplusnco.com/download/penerapan_EVA_mancanegara.pdf [8 Februari 2007].
Tunggal, A.W. 2001. Economic Value Added Teori, Soal dan Kasus. Jakarta : Harvarindo.
78
Turangan, J.A. 2003. Economic Value Added dan Market Value Added : Model Peramalan Kesejahteraan Pemegang Saham. Jurnal Akuntansi Vol. VIII No.2. 140-155.
Utama, S. 1997. Economic Value Added : Pengukur Penciptaan Nilai Perusahaan.
Majalah Usahawan No. 04 TH XXVI April 1997. Hal 10-13. Utomo, L.L. 1999. Economic Value Added Sebagai Ukuran Keberhasilan Kinerja
Manajemen Perusahaan. Di dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. I No.1. 28 – 42.
Weston, J.F. dan Thomas E. Copeland. 1997. Manajemen Keuangan Jilid 2.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Yusbardini. 2004. Perbandingan Penggunaan Metode ROE dan EVA dalam Menilai Kinerja Perusahaan. Di dalam Jurnal Akuntansi Vol VIII no. 2 . 140-154.
Keterangan 2003 2004
AKTIVA Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember
Kas 765.670 781.085 691.914 1.011.973 729.129 639.833 681.067 753.258
Giro pada Bank Indonesia 1.719.295 1.766.458 1.628.022 2.152.945 1.982.906 1.820.184 2.461.635 2.662.100
Giro pada Bank Lain-Penyisihan 342.805 324.216
288.756 665.780 3.148.421 669.568 340.180 645.553
Penempatan pada Bank Lain-Penyisihan
2.344.614 2.251.665 1.336.177 2.065.722 2.643.620 3.091.380 967.121 721.126
Efek-efek-PPAP 5.923.652 8.454.697 4.881.016 4.463.075 6.443.853 3.392.959 2.647.273 3.528.222
Efek (Repo) - 296.779 - - 23.661 10.075 - 20.245
Tagihan Derivatif-Penyisihan 10 20 107 724 943 10.105 6.091 22.986
Pinjaman yang Diberikan-Penyisihan
18.731.481 19.548.416 19.017.903 18.276.384 18.459.999 20.300.773 23.793.607 27.732.575
Piutang Pembiayaan Konsumen-Penyisihan
- - - - 1.068.289 724.637 845.812
Tagihan Akseptasi-Penyisihan 374.837 398.977 427.689 412.112 446.253 496.980 484.280 517.049
Obligasi Pemerintah 14.134.828 13.264.479 14.391.984 21.233.696 18.881.066 18.268.634 18.405.823 17.324.189
Pajak Dibayar Dimuka 2.889 3.486 3.727 3.727 3.744 19.884 34.745 -
Penyertaan-Penyisihan 39.439 37.982 37.934 40.915 42.369 67.020 66.958 76.623
Goodwill - - - - - 608.815 608.815 608.815
Aktiva Tetap-PPAP 656.027 519.279 614.171 615.353 606.876 685.000 727.399 1.297.171
Aktiva Pajak Tangguhan 302.193 300.723 281.085 285.634 90.110 76.046 68.199 178.626
Aktiva Lain-lain-PPAP 1.855.754 1.513.380 1.409.093 1.454.003 1.383.680 1.923.278 2.322.012 1.877.417
TOTAL AKTIVA 47.193.494 49.461.642 45.009.578 52.681.943 54.886.630 53.148.823 54.339.842 58.811.785
Lampiran 1. Laporan neraca triw
ulanan PT. Bank D
anamon
Indonesia Tbk 2003-2006
79
Keterangan 2003 2004 PASIVA Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Kewajiban Kewajiban Segera 176.391 369.960 222.977 114.019 121.637 124.486 132.955 112.317 Simpanan Nasabah 34.424.478 35.794.644 32.064.770 39.799.609 38.708.537 35.932.684 35.730.459 40.282.715 Simpanan dari Bank Lain 868.019 1.644.580 703.408 420.950 420.725 691.650 1.430.356 1.040.445 Repo 1.500.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000 Pendapatan Premi Tangguhan - - - - - - - - Premi yang Belum Merupakan Pendapatan
- - - - - - - -
Kewajiban Akseptasi 379.277 403.007 434.968 419.309 452.076 502.696 489.938 522.884 Obligasi yang Diterbitkan - - - - - - - 493.422 Pinjaman yang Diterima 1.507.424 984.215 1.034.083 1.213.564 1.261.139 1.759.157 1.472.300 1.294.445 Hutang Pajak 6.156 6.082 5.911 7.132 13.060
51.520 60.981 252.123
Penyisihan Kerugian atas Transaksi pada Rek.Administratif
366.636 367.345 367.031 367.030 342.098 342.921 344.023 346.432
Penyisihan Kerugian atas Komitmen dan Kontinjensi
- - - - - - - -
Kewajiban Derivatif 1 74 124 9.799 1.459 11.607 16.694 6.237 Kewajiban Pajak Tangguhan - - - - - - - 76.846 Beban yang Masih Harus Dibayar 2.182.266 2.379.112 2.701.844 1.652.491 2.189.122 1.616.994 1.808.658 1.828.630 Pinjaman Subordinasi 703.469 703.469 702.688 699.767 3.265.227 3.511.977 3.438.477 3.469.587 Modal Pinjaman 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 Jumlah Kewajiban 42.269.117 44.307.488 39.392.804 45.858.670 47.930.080 45.700.692 46.079.841 50.891.083 Hak Minoritas 1.755 1.130 1.165 1.074 1.029 95.344 116.366 126.739 Ekuitas 4.922.622 5.153.024 5.615.609 6.822.199 6.955.521 7.352.787 8.143.635 7.803.943 Total Kewajiban dan Ekuitas 47.193.494 49.461.642 45.009.578 52.681.943 54.886.630 53.148.823 54.339.842 58.811.765
Lanjutan lampiran 1. Laporan neraca triw
ulanan PT. B
ank Danam
on Indonesia Tbk 2003-2006
80
Keterangan 2005 2006
AKTIVA Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember
Kas 719.330 703.661 723.070 640.044 738.254 718.071 779.358 832.583
Giro pada Bank Indonesia 3.094.795 3,867,191 3.351.010 3.563.314 3.551.766 6.320.336 3.640.298 3.949.723
Giro pada Bank Lain-Penyisihan 761.669 514.810 410.574 1.156.922 501.491 462.430 1.329.572 570.047
Penempatan pada Bank Lain-Penyisihan
1.042.383 3.620.052 4.932.188 5.403.724 3.999.444 2.294.651 5.485.594 4.986.250
Efek-efek-Penyisihan 1.901.142 2.440.692 1.282.150 2.475.564 3.918.524 5.080.423 4.295.863 6.012.055
Efek (Repo) - 17.741 44.550 - 18.854 44.988 74.649 -
Tagihan Derivatif-Penyisihan 33.994 62.915 152.447 134.722 177.881 199.628 84.648 110.047
Pinjaman yang Diberikan-PPAP 29.115.448 32.253.510 34.673.226 34.973.862 34.622.419 35.796.529 37.814.392 39.746.644
Piutang Pembiayaan Konsumen-Penyisihan
874.997 835.092 764.499 740.446 859.607 1.538.707 1.766.918 1.782.402
Piutang Premi - - - - 23.531 23.413 26.913
Tagihan Akseptasi-Penyisihan 534.710 671.568 649.362 516.572 534.249 613.730 620.648 613.057
Obligasi Pemerintah 18.033.084 16.011.389 14.798.470 14.102.005 16.569.438 17.152.941 16.309.129 18.702.292
Pajak Dibayar Dimuka 15.028 - 8.110 - 24.930 67.121 - -
Penyertaan-Penyisihan 81.936 44.880 31.664 11.958 11.958 12.054 12.052 12.052
Goodwill 587.072 - 521.841 521.841 500.098 459.162 438.290 417.419
Aktiva Tetap-PPAP 1.340.760 1.393.418 1.433.804 1.480.028 1.459.887 1.498.803 1.578.828 1.574.536
Aktiva Pajak Tangguhan 121.407 106.288 70.099 153.734 134.774 123.499 92.087 40.253
Aktiva Lain-lain-PPAP 2.264.413 1.912.534 2.131.631 1.928.518 3.134.191 1.381.310 2.871.312 2.696.414
TOTAL AKTIVA 60.522.168 65.021.069 65.978.695 67.803.454 70.757.765 74.530.725 77.250.402 82.072.687
Lanjutan lampiran 1. Laporan N
eraca Triwulanan
PT. Bank D
anamon Indonesia Tbk 2003-2006
81
Keterangan 2005 2006 PASIVA Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Kewajiban Kewajiban Segera 168.939 154.243 161.866 158.154 139.578 4.948.601 146.605 169.151 Simpanan Nasabah 36.575.562 43.047.370 43.386.861 44.350.482 45.177.074 43.671.666 50.048.306 54.194.256 Simpanan dari Bank Lain 1.732.328 2.598.143 3.432.032 3.925.961 4.724.925 4.098.305 4.327.652 4.769.254 Repo 2.449.493 2.875.000 2.875.000 2.875.000 2.875.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 Pendapatan Premi Tangguhan - - - - - 203.049 209.491 223.580 Premi yang Belum Merupakan Pendapatan
- - - - - 126.067 129.208 138.699
Kewajiban Akseptasi 540.661 678.798 655.604 521.992 539.646 619.930 643.998 619.276 Obligasi yang Diterbitkan 493.926 494.430 494.934 495.438 495.942 1.275.010 1.234.903 1.193.890 Pinjaman yang Diterima 1.378.223 1.114.597 886.139 1.114.839 1.192.125 637.038 486.164 1.028.329 Hutang Pajak 158.552 232.942 92.562 153.892 58.303 - 68.497 167.039 Penyisihan Kerugian atas Transaksi pada Rek.Administratif
347.525 115.004 80.630 - 83.040 - - -
Penyisihan Kerugian atas Komitmen dan Kontinjensi
- - - 83.259 - 22.796 86.579 26.287
Kewajiban Derivatif 10.451 34.398 105.871 75.485 213.076 230.885 216.868 184.361 Kewajiban Pajak Tangguhan 92.340 102.323 107.281 112.334 105.861 99.856 96.798 139.267 Beban yang Masih Harus Dibayar 1.529.504 1.468.735 1.407.284 1.392.860 2.444.742 2.708.317 2.882.695 2.003.480 Pinjaman Subordinasi 3.522.636 3.607.263 3.786.660 3.628.474 3.394.161 3.453.837 3.443.025 3.373.940 Modal Pinjaman 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 155.000 Jumlah Kewajiban 52.155.160 56.678.246 57.609.724 59.043.170 61.598.475 66.250.357 68.175.789 72.385.809 Hak Minoritas 154.533 110.519 140.467 171.331 200.625 178.108 202.617 244.951 Ekuitas 8.212.475 8.232.304 8.228.504 8.588.953 8.958.665 8.102.260 8.871.996 9.441.927 Total Kewajiban dan Ekuitas 60.522.168 65.021.069 65.978.695 67.803.454 70.757.765 74.530.725 77.250.402 82.072.687
Lanjutan lampiran 1. Laporan N
eraca Triwulanan
PT. Bank D
anamon Indonesia Tbk 2003-2006
82
KETERANGAN 2003 2004
Pendapatan dan Beban Operasional Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Pendapatan Bunga : 1. Hasil Bunga 1.483.175 2.972.311 4.372.225 5.789.427 1.410.135 3.147.178 4.721.414 6.394.789 2. Provisi dan Komisi 106.654 225.113 374.038 498.090 113.427 336.287 511.798 568.404 Jumlah Beban Bunga,Provisi dan Komisi 980.677 1.970.493 2.639.222 3.271.091 579.467 1.206.339 1.821.867 2.439.719 Pendapatan Bunga Bersih 609.152 1.226.931 2.107.041 3.016.426 944.095 2.277.126 3.411.345 4.543.474 Pendapatan Operasional Lainnya : 1. Keuntungan Penjualan Efek 28.746 794 208.753 795.799 187.627 242.651 269.555 430.072 2. Keuntungan/(Kerugian) transaksi mata
uang asing-bersih 1.652 -8.147 75.657 -12.438 -8.407 -30.397 2.621 -33.847
3. Imbalan jasa 133.588 282.736 431.455 514.221 77.160 20.422 145.980 260.338 4. Pendapatan Dividen - 150 3.060 3.068 - 397 414 508 5. Lain-lain 939 918 1.159 1.285 885 66.850 1.137 - Jumlah Pendapatan Operasional Lainnya 164.925 276.451 720.084 1.301.935 257.265 299.923 419.707 677.071 Beban Operasional Lainnya : 1. Beban Umum dan Administratif 132.208 302.892 508.455 861.136 222.597 519.921 766.142 896.314 2. Beban Tenaga Kerja dan Tunjangan 156.163 324.191 485.084 734.256 220.110 478.958 748.909 1.129.288 3. Penyisihan Kerugian atas Aktiva Prod. 458.796 528.787 752.562 1.323.671 42.268 34.604 -250.715 -400.882 4. Penyisihan Kerugian atas Transaksi pd
Rek. Administratif 788 3.923 2.110 2.018 662 762 1.925 4.186
5. Keuntungan Kenaikan/(Kerugian) Nilai Wajar Efek
-256.615 -274.277 -6.869 14.494 4.591 6.525 31.443 63.200
6. Lain-lain 7.894 19.999 28.138 40.902 4.081 22.456 27.761 32.988 Jumlah Beban Operasional Lainnya 499.234 905.515 1.783.218 2.976.477 494.309 1.063.226 1.325.465 1.727.094 Pendapatan Operasional Bersih 274.843 597.867 1.043.907 1.341.884 707.051 1.513.823 2.505.587 3.493.451 Pendapatan Non Operasional 23.695 76.639 95.207 295.821 29.526 139.197 52.659 219.484 Beban Non Operasional -2.109 -31.616 -48.476 -65.165 -38.332 -75.108 -112.008 -334.699 Pendapatan/(Beban) Non Operasional 21.586 45.023 46.731 230.656 -8.806 64.089 -59.349 -115.215 Laba Sebelum Pajak 296.429 642.890 1.090.638 1.572.540 698.245 1.577.912 2.446.238 3.378.236 Pajak Penghasilan -26.637 -28.107 -47.745 -43.196 -195.389 -433.708 -628.951 -894.821 Laba Setelah Pajak 269.792 614.783 1.042.593 1.529.344 502.856 1.144.204 1.817.287 2.483.415 Hak Minoritas atas Laba/(Rugi) Bersih 37 176 141 232 45 -42.929 -63.951 75.336 Laba Bersih 269.829 614.959 1.043.034 1.529.576 502.901 1.101.275 1.753.336 2.408.079
Lampiran 2. Laporan laba rugi triw
ulanan PT. B
ank Danam
on Indonesia, Tbk 2003-2006 83
KETERANGAN 2005 2006 Pendapatan dan Beban Operasional Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Pendapatan Bunga : 3. Hasil Bunga 1.804.432 3.717.883 5.792.295 8.129.133 2.519.268 5.172.613 7.994.804 10.895.958 4. Provisi dan Komisi 195.130 254.361 381.321 663.780 193.067 336.662 768.444 788.049 Jumlah Beban Bunga,Provisi dan Komisi 768.967 1.458.398 2.341.891 3.882.368 1.394.169 2.735.281 4.302.132 5.690.278 Pendapatan Bunga Bersih 1.230.595 2.513.846 3.831.725 4.910.545* 1.316.169 2.847.742** 4.557.301* 6.135.453*
Pendapatan Operasional Lainnya : 1. Keuntungan Penjualan Efek 165.174 356.223 452.959 445.366 118.323 - 204.890 307.275 2. Keuntungan/(Kerugian) transaksi mata
uang asing-bersih 13.794 19.914 22.873 - 10.771 - -92.630 -
3. Imbalan jasa 60.187 121.516 190.484 584.628 95.852 202.130 371.457 797.174 4. Pendapatan Dividen - - 2.961 3.020 18 - 3.348 3.512 5. Lain-lain - - - - - 334.702 - - Jumlah Pendapatan Operasional Lainnya 239.155 497.656 669.277 1.033.014 224.964 536.832 487.065 1.107.961 Beban Operasional Lainnya : 1. Beban Umum dan Administratif 247.496 524.769 840.100 1.232.156 319.392 615.732 1.027.304 1.468.221 2. Beban Tenaga Kerja dan Tunjangan 380.767 758.572 1.151.073 1.690.584 446.188 910.172 1.374.671 1.887.971 3. Penyisihan Kerugian atas Aktiva Prod. -223.097 -382.962 -445.018 -210.214 210.817 - 833.605 1.025.942 4. Penyisihan Kerugian atas Transaksi pd
Rek. Administratif 1.033 -129 14.061 - 688 - 4.052 -
5. Keuntungan Kenaikan/(Kerugian) Nilai Wajar Efek
4.595 2.065 -1.914 -134.965 4.675 -31.800 671 130.387
6. Lain-lain 6.005 10.885 20.051 91.495 10.935 154.902 40.518 181.930 Jumlah Beban Operasional Lainnya 416.799 913.180 1.578.353 2.669.056 992.695 1.712.606 3.280.821 4.694.451 Pendapatan Operasional Bersih 1.052.951 2.098.322 2.922.649 3.274.503 550.435 1.069.221 1.763.545 2.548.963 Pendapatan Non Operasional 19.794 38.275 150.589 223.594 8.420 46.575 108.382 151.220 Beban Non Operasional 77.715 -185.670 -331.288 -499.853 133.269 240.873 -433.263 -596.942 Pendapatan/(Beban) Non Operasional -57.921 -147.395 -180.699 -276.259 -124.849 -194.296 -324.881 -445.722 Laba Sebelum Pajak 995.030 1.950.927 2.741.950 2.998.244 425.586 874.923 1.438.664 2.103.241 Pajak Penghasilan -327.442 -607.721 -764.613 -875.954 -145.681 262.033 997.602 -652.328 Laba Setelah Pajak 667.588 1.343.206 1.977.337 2.122.290 279.905 612.890 997.602 1.450.913 Hak Minoritas atas Laba/(Rugi) Bersih -27.792 -58.279 88.227 -119.092 -29.294 -54.757 -83.531 -125.581 Laba Bersih 639.796 1.284.927 1.889.110 2.003.198 250.611 558.133 914.071 1.325.332
Ket : * Pendapatan bunga bersih dan pendapatan underwriting; ** Pendapatan bunga bersih, underwriting dan syariah
Lanjutan lampiran 2. Laporan laba rugi triw
ulanan PT. B
ank Danam
on Indonesia, Tbk 2003-2006 84
85
Lampiran 3. Daftar harga saham Bank Danamon 2003-2006
Bulan 2003 2004 2005 2006 Januari 800 2.275 4.175 4.650 Februari 1.025 2.775 4.775 4.275 Maret 1.350 2.775 4.750 4.800 April 1.400 3.275 4.650 5.150 Mei 1.275 2.975 4.825 4.600 Juni 1.575 2.825 5.050 3.975 Juli 1.425 3.200 5.600 4.250
Agustus 1.475 3.350 4.500 4.900 September 1.750 3.725 4.025 5.300 Oktober 1.825 3.575 3.925 5.950
November 1.775 4.350 3.900 6.250 Desember 2.025 4.375 4.750 6.750
Lampiran 4. Daftar Indeks Harga Saham Gabungan (2003-2006)
Bulan 2003 2004 2005 2006 Januari 388,443 752,932 1045,435 1232,321 Februari 399,22 761,081 1073,828 1230,664 Maret 398,004 735,677 1080,165 1322,974 April 450,861 783,413 1029,613 1464,406 Mei 494,776 732,516 1088,169 1329,996 Juni 505,499 732,401 1122,376 1310,263 Juli 507,985 756,983 1182,301 1351,649
Agustus 529,675 754,704 1050,09 1431,262 September 597,652 820,134 1079,275 1534,615 Oktober 627,834 860,487 1066,224 1582,626
November 617,084 977,767 1096,641 1718,961 Desember 691,895 1000,233 1117,812 1805,523
86
Lampiran 5. Daftar suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) per bulan 2003-2006 (dalam persen)
Bulan 2003 2004 2005 2006
Januari 12,69 7,86 7,42 12,75
Februari 12,24 7,7 7,43 12,74
Maret 11,4 7,42 7,44 12,73
April 11,06 7,33 7,7 12,74
Mei 10,44 7,32 7,95 12,5
Juni 9,53 7,34 8,25 12,5
Juli 9,1 7,36 8,49 12,25
Agustus 8,91 7,37 9,51 11,75
September 8,66 7,39 10 11,25
Oktober 8,48 7,41 11 10,75
November 8,49 7,41 12,25 10,25
Desember 8,31 743 12,75 9,75 Lampiran 6. Nilai rasio keuangan, Economic Value Added (EVA) dan Market
Value Added (MVA)
Periode ROE (%) ROA (%) EPS EVA MVA Maret 2003 24,80 2,50 54,99 -1.194.634 1.635.479 Juni 2003 26,50 2,70 125,32 27.755 2.498.094
September 2003 29,60 3,10 212,57 1.383.952 2.885.633 Desember 2003 31,40 3,20 311,72 2.028.550 3.014.953
Maret 2004 34,40 3,80 102,49 149.640 6.525.020 Juni 2004 35,20 4,20 224,43 1.397.188 6.370.647
September 2004 37,80 4,40 357,32 2.647.461 9.951.867 Desember 2004 38,60 4,50 490,75 3.841.440 13.449.163
Maret 2005 34,20 4,20 130,39 1.080.740 14.928.484 Juni 2005 34,30 4,20 261,86 2,389,637 16.370.189
September 2005 33,20 4,00 384,68 3.871.798 11.380.414 Desember 2005 24,20 3,10 407,71 5.516.279 14.552.006
Maret 2006 11,4 1,40 50,93 -153.387 14.530.417 Juni 2006 12,70 1,60 113,64 1.437.379 11.349.636
September 2006 14,10 1,70 185,61 3.258.247 17.063.866 Desember 2006 15,10 1,80 268,91 4.908.250 23.589.595
87
Lampiran 7. Output regresi berganda rasio keuangan dan EVA terhadap MVA
Correlations
1.000 .249 .637 -.351 -.178.249 1.000 .823 .468 .527.637 .823 1.000 .018 .136
-.351 .468 .018 1.000 .975-.178 .527 .136 .975 1.000
. .176 .004 .091 .255.176 . .000 .034 .018.004 .000 . .473 .308.091 .034 .473 . .000.255 .018 .308 .000 .
16 16 16 16 1616 16 16 16 1616 16 16 16 1616 16 16 16 1616 16 16 16 16
MVAEPSEVAROEROAMVAEPSEVAROEROAMVAEPSEVAROEROA
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
MVA EPS EVA ROE ROA
Variables Entered/Removedb
ROA, EVA,EPS, ROE
a . Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: MVAb.
Model Summary b
.887a .787 .709 3414407.052 1.945Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROEa.
Dependent Variable: MVAb.
ANOVAb
5E+014 4 1.182E+014 10.135 .001a
1E+014 11 1.166E+0136E+014 15
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROEa.
Dependent Variable: MVAb.
Coefficientsa
1E+007 3249301 3.948 .002-22258.7 20999.005 -.467 -1.060 .312 .100 10.008
2.546 1.434 .763 1.775 .103 .105 9.511-1566684 610529.5 -2.313 -2.566 .026 .024 41.878
1E+007 4725223 2.221 2.726 .020 .029 34.205
(Constant)EPSEVAROEROA
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: MVAa.
88
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Dependent Variable: MVA
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
210-1-2
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
Dependent Variable: MVA
Scatterplot
89
Lampiran 8. Output regresi berganda rasio keuangan (ROE dan ROA) dan EVA terhadap MVA (Backward Elimination)
Correlations
1.000 .249 .637 -.351 -.178.249 1.000 .823 .468 .527.637 .823 1.000 .018 .136
-.351 .468 .018 1.000 .975-.178 .527 .136 .975 1.000
. .176 .004 .091 .255.176 . .000 .034 .018.004 .000 . .473 .308.091 .034 .473 . .000.255 .018 .308 .000 .
16 16 16 16 1616 16 16 16 1616 16 16 16 1616 16 16 16 1616 16 16 16 16
MVAEPSEVAROEROAMVAEPSEVAROEROAMVAEPSEVAROEROA
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
MVA EPS EVA ROE ROA
Variables Entered/Removed b
ROA, EVA,EPS, ROE
a . Enter
. EPS
Backward(criterion:Probability ofF-to-remove >= .100).
Model1
2
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: MVAb.
Model Summary c
.887a .787 .709 3414407.052
.875b .765 .706 3431942.259 1.680
Model12
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROEa.
Predictors: (Constant), ROA, EVA, ROEb.
Dependent Variable: MVAc.
90
ANOVA c
5E+014 4 1.182E+014 10.135 .001a
1E+014 11 1.166E+0136E+014 155E+014 3 1.532E+014 13.004 .000b
1E+014 12 1.178E+0136E+014 15
RegressionResidualTotalRegressionResidualTotal
Model1
2
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), ROA, EVA, EPS, ROEa.
Predictors: (Constant), ROA, EVA, ROEb.
Dependent Variable: MVAc.
Coefficients a
1E+007 3249301 3.948 .002-22258.7 20999.005 -.467 -1.060 .312 .100 10.008
2.546 1.434 .763 1.775 .103 .105 9.511-1566684 610529.5 -2.313 -2.566 .026 .024 41.878
1E+007 4725223 2.221 2.726 .020 .029 34.2051E+007 2907561 4.952 .000
1.143 .553 .342 2.065 .061 .714 1.401-1934084 505183.1 -2.856 -3.828 .002 .035 28.381
1E+007 4365792 2.561 3.402 .005 .035 28.902
(Constant)EPSEVAROEROA(Constant)EVAROEROA
Model1
2
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: MVAa.
Collinearity Diagnosticsa
4.480 1.000 .00 .00 .00 .00 .00.420 3.267 .01 .00 .07 .00 .00.079 7.509 .56 .05 .02 .00 .00.019 15.355 .24 .67 .47 .00 .03.001 58.836 .18 .28 .44 .99 .97
3.553 1.000 .01 .02 .00 .00.379 3.060 .01 .67 .00 .00.065 7.373 .93 .03 .01 .01.002 44.997 .05 .29 .99 .99
Dimension123451234
Model1
2
EigenvalueCondition
Index (Constant) EPS EVA ROE ROAVariance Proportions
Dependent Variable: MVAa.
Excluded Variablesb
-.467a -1.060 .312 -.304 .100 10.008 .024EPSModel2
Beta In t Sig.Partial
Correlation Tolerance VIFMinimumTolerance
Collinearity Statistics
Predictors in the Model: (Constant), ROA, EVA, ROEa.
Dependent Variable: MVAb.
91
210-1-2
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
Dependent Variable: MVA
Scatterplot
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Dependent Variable: MVA
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual