Aliklasi, Cracking, Reforming
Transcript of Aliklasi, Cracking, Reforming
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Minyak bumi sebagai sumber energi tidak asing lagi bagi negara-negara
Arab, termasuk Indonesia. Minyak bumi tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar
mesin industri dan alat transportasi, tetapi juga sebagai bahan dasar untuk produk-
produk rumah tangga, seperti plastik dan kosmetik. Minyak bumi terbentuk dari fosil-
fosil hewan dan tumbuhan kecil yang hidup di laut dan tertimbun selama berjuta-juta
tahun lampau. Ketika hewan dan tumbuhan laut mati, jasad mereka tertimbun oleh
pasir dan lumpur di dasar laut. Setelah ribuan tahun tertimbun, akibat
pengaruh tekanan dan suhu bumi yang tinggi, lapisan-lapisan lumpur dan
pasir berubah menjadi batuan. Akibat tekanan dan panas bumi, fosil hewan dan
tumbuhan yang terjebak di lapisan batuan secara perlahan berubah menjadi minyak
mentah dan gas alam. Minyak mentah mengandung berbagai senyawa hidrokarbon
dengan berbagai sifat fisiknya. Untuk memperoleh materi-materi yang berkualitas
baik dan sesuai dengan kebutuhan, perlu dilakukan tahapan pengolahan minyak
mentah yang meliputi proses cracking (perengkahan), proses alkilasi, polimerisasi
dan isomerisasi, proses reforming.
Cracking adalah penguraian (pemecahan) molekul-molekul senyawa hidrokarbon
yang besar menjadi molekul-molekul senyawa yang lebih kecil. Pada tahun 1855,
metode perengkahan petroleum ditemukan oleh prof. Benjamin silliman dari
Univesitas Yale. Metode thermal cracking pertama kali ditemukan oleh vladimir
Shukov pada tanggal 27 November 1891. Perengkahan secara katalitik didasarkan
pada proses yang diperkenalkan oleh Alex Golden Oblad sekitar tahun 1936.
Sejak 1940 cracking adalah proses penting dalam industri minyak bumi. Proses
ini digunakan untuk memproduksi gasolin (fraksi bensin dan kerosin) dari minyak
berat atau crude oil. Proses dapat berlangsung melalui dua mekanisme yaitu
1
mekanisme radikal yang dilakukan secara termal (dengan temperatur tinggi) atau
secara katalitik.
Proses polimerisasi atau proses kondensasi katalitik umpan olefin rendah
dengankatalis asam akan menghasilkan produk oligomer olefin (bensin polimer atau
polygasoline) berangka oktana tinggi RON 93–100 dengan trayek titik didih
mendekati trayek didih bensin. Umpan olefin adalah propilena (C3) dan butilena
(C4) yang dihasilkan dari proses perengkahan baik termal maupun katalitik, dan
produk bensin polimer yang dihasilkan mengandung olefin C6, C7, dan C8 (bensin
polimer).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan cracking, alkilasi, reforming ?
Bagaimana tahapan proses dalam tiap 3 tahapan tersebut ?
Apa saja alat-alat yang digunakan dalam tiap proses tersebut ?
Reaksi apa saja yang terjadi pada tiap proses ?
1.3 TUJUAN
Mengetahui apa yang dinamakan proses cracking, alkilasi, dan reforming.
Mengetahui proses yang terjadi pada tahap cracking.
Mengetahui proses yang terjadi pada tahap alkilasi.
Mengetahui proses yang terjadi pada tahap reforming.
Mampu menjelaskan reaksi-reaksi yang terjadi pada proses tersebut.
Mengetahui berbagasi macam katalis yang digunakan.
2
BAB II
PROSES CRACKING
II. 1. Pengertian Cracking
Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang
besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh cracking ini
adalah pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.
Proses ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas dan perolehan fraksi
gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh sifat anti knock (ketukan)
yang dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100 diberikan pada isooktan
(2,2,4-trimetil pentana) yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan
bilangan oktan 0 diberikan pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang
buruk. Gasolin yang diuji akan dibandingkan dengan campuran isooktana dan n-
heptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh beberapa struktur molekul hidrokarbon.
Terdapat 3 cara proses cracking, yaitu :
1. Cara panas (thermal cracking)
2. Cara katalis (catalytic cracking)
3. Hidrocracking
II.2 Proses Cracking
II.2.1. Cara Panas (Thermal Cracking)
Proses perengkahan thermal (thermal Cracking) adalah suatu proses
pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon
dengan rantai yang lebih kecil melalui bantuan panas. Sebelum adanya proses ini,
hanya ada proses refinery dalam suatu kolom distilasi. Kemudian ditemukan proses
thermal cracking akibat suhu yang tinggi.
Suatu proses perengkahan thermal bertujuan untuk mendapatkan fraksi
minyak bumi dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam
proses ini dihasilkan: gas, gasoline (naphtha), gas oil (diesel), residue atau coke.
3
Feednya dapat berupa gas oil atau residue. Thermal cracking dilakukan pada
temperatur bervariasi dari 455oC hingga 730oC dan tekanan bervariasi dari tekanan
normal hingga 1000 psig. Mekanisme yang terjadi adalah pemutusan ikatan C-
C homolitik. Reaksi bersifat ireversibel endotermis.
Contoh reaksi-reaksi pada proses cracking adalah sebagai berikut :
Mekanisme Thermal Cracking pada Parafin :
1. Radikal primer mengalami pemutusan pada posisi karbon (-fission)
membentuk molekul etena.
RCH2CH2 R + CH2=CH2
2. Radikal primer menyerang molekul parafin membentuk molekul stabil parafin
yang baru dan radikal sekunder
RCH2CH2 + R’-CH2-CH2-CH2-R’’ R-CH2-CH3 + R’-CH2-CH2-CH2-R”
3. Dapat terjadi perpindahan posisi hidrogen pada molekul yang sama bila rantai
hidrokarbon poanjang dan membentuk rantai paradin memberntuk radikal
primer yang terdiri dari 5 hingga 6 karbon ( C ).
4. Radikal sekunder dapat mengalami -fission membentuk radikal primer dan -olefin
R-CH2-CH2-CHR RCH2 + R’CH=CH2
Perengkahan termal pada umumnya berlangsung pada kondisi temperatur
bervariasi dari 4550C sampai 7300C dan tekanan normal sampai 1000 psig. Pada
kondisi reaksi yang sama akan terjadi pemutusan ikatan C-C (C-C bond scission),
4
dehidrogenasi, isomerisasi dan polimerisasi. Namun demikian, reaksi yang
disebutkan pertama tersebut adalah reaksi yang utama. Sebagai contoh reaksi:
R-CH2-CH2-CH2-R R-CH2=CH2 + CH3-R
Reaksi pemutusan ikatan C-C dari suatu molekul parafin akan menghasilkan molekul
lebih ringan jenis parafin dan olefin.Olefin juga akan dihasilkan melalui
dehidrogenasi reversibel dari parafin:
R-CH2-CH3 R-CH=CH2 + H2
Reaksi-reaksi tersebut bersifat endotermis.
Beberapa hal yang dapat terjadi:
1. Pada perengkahan termal, naften dengan cincin aromatik tunggal lebih stabil
dibandingkan parafin dan olefin, meskipun pada temperatur tinggi akan
dihasilkan pembukaan cincin.
2. Dehidrogenasi dapat terjadi membentuk cincin aromatik tak jenuh atau
senyawa aromatik.
3. Polimerisasi menghasilkan olefin atau senyawa dengan berat molekul sangat
tinggi
4. Perengkahan lanjutan menghasilkan etena dan propena.
Berikut adalah proses dalam thermal cracking :
Setelah mengalami pemanasan awal dan ditampung dalam akumulator, proses
pemanasan selanjutnya dilakukan dalam suatu furnace (dapur) sampai mencapai
temperatur rengkahnya. Keluar dari furnace, minyak yang sudah pada suhu rengkah
tadi dimasukkan dalam suatu soaker, yaitu suatu alat berbentuk drum tegak yang
berguna untuk memperpanjang reaksi perengkahan yang terjadi. Selanjutnya hasil
perengkahan dimasukkan kedalam suatu menara / kolom pemisah (fractionator)
5
dimana berikutnya akan dipisahkan masing-masing fraksi yang dikehendaki. Ada
juga bagian yang dikembalikan lagi untuk direngkah lebih lanjut yang disebut recycle
stock. Selain menghasilkan produk BBM (bahan bakar minyak) dan gas, dalam
proses perengkahan thermal juga dihasilkan cokes.
Cokes yang diharapkan hanya terbentuk di dalam chamber (coke drum) dapat
pula terbentuk di dinding tubes heater/furnace dan transfer line (pipa transfer). Cokes
tersebut terbentuk sedikit demi sedikit dan pada akhirnya akan terakumulasi. Jika
akumulasi sudah dianggap mengganggu jalannya operasi, maka unit perengkahan
thermal tersebut harus dihentikan untuk proses penghilangan akumulasi cokes atau
SAD (Steam Air Decoking). Untuk memperkirakan apakah akumulasi cokes sudah
berlebihan dan mengganggu operasi atau belum biasanya dilihat dari tanda-tanda
sbb :
1. Penurunan tekanan antara inlet dan outlet furnace sampai tingkat maksimum
tertentu.
2. Tekanan soaker/reaction chamber yang makin tinggi sampai tingkat
maksimum tertentu.
3. Temperatur tube metal (tube skin) makin naik.
Pembersihan akumulasi cokes tersebut disamping secara proses (SAD), dapat juga
dilakukan secara mekanis menggunakan pompa bertekanan tinggi.
Adapun proses lanjutan pada Thermal Cracking ini adalah :
a.Unit Visbreaking
1. Flash Chamber.
Fungsi utama flash chamber adalah memisahkan residue dari recycle
untuk menghindari coking dalam heater/furnace. Agar residue tidak
overcracking, maka dapat dilakukan quenching dari inlet flash chamber agar
6
tempeaturnya menjadi kurang lebih 450 degC saja. Kadang-kadang hal ini
dihilangkan jika sudah dilengkapi dengan sistem washing di top column dari
flash chamber, karena dianggap cukup membantu mendinginkan bottom
temperature. Sistem washing ini mempunyai keuntungan antara lain :
Mencuci atau menahan residue yang akan ikut keatas bersama
uap.
Residue tidak terlalu melekat dengan coke terutama sepanjang
dinding chamber.
Bahan pencuci biasanya adalah sidecut yang dingin dari fractionator.
Untuk mengurangi residence time dari residue didalam flash chamber, dibuat
suatu bentuk leher yang memanjang pada bagian bottom dengan menjaga
level kurang lebih 50%. Typical bottom temperature didalam first stage flash
chamber adalah 425 ᵒC dengan overhead temperature 390 ᵒC. Sedangkan
second stage flash chamber bottom suhunya 400 ᵒC dan overheadnya 296 ᵒC.
2. Reaction Chamber
Reaction Chamber membantu fungsi furnace agar tidak terlalu besar.
Dalam reaction chamber proses perengkahan terjadi tanpa harus menambah
panasan. Temperatur keluar furnace kira-kira 480 degC dan keluar reaction
chamber akan turun menjadi kurang lebih 465 degC. Tekanan reaction
chamber dijaga kurang lebih 16.2 kg/cm2g untuk menjaga agar semua
material masih dalam fase liquid hingga pembentukan coke minimum.
Reaction chamber juga membantu berfungsi sebagai surge chamber yang
dapat menahan fluktuasi operasi.
3. Process Variable
Seperti dijelaskan didepan bahwa visbreaker ini menghasilkan light dan
haeavy fraction. Yang diutamakan sebenarnya bukan light fractionnya tetapi
7
heavy heavy fractionnya diinginkan seminimum mungkin tetapi masih memenuhi
spec fuel oil. Variabel-variabel utamanya adalah :
Charge stock properties
Cracking temperature
Residence time
Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan baik temperatur maupun
residence time maka visbreaking severity akan naik. Kenaikan dari severity of
cracking akan menaikkan produksi gas dan gasoline dan mengurangi viscosity
dari cracked residu. Feed stock dengan harga K rendah, hasil gas dan gasoline
makin rendah, tetapi makin tinggi viscosity residuenya dan makin tinggi BS&W
pada cracking temperature dan residence time tertentu.
b.Delayed Coking
Proses delayed coking dikembangkan dalam rangka me-minimize residue
yang dihasilkan dari pengolahan minyak mentah melalui thermal cracking yang lebih
severe. Jadi pada dasarnya proses delayed coking adalah juga proses thermal cracking
yang dilakukan pada temperatur yang relatif sangat tinggi. Sebagai feed untuk unit ini
kebanyakan adalah vacuum residue (short residue) . Pada operasi sebelum adanya
delayed coking unit, operasi thermal cracking dijaga sedemikian rupa sehingga tidak
akan terbentuk coke dalam heater/furnace. Namun dengan berkembangnya teknologi
dan semakin meningkatnya kebutuhan oil product, telah dapat dikembangkan suatu
proses dimana pada pemanasan residue sampai temeperatur yang tinggi didalam
heater/furnace tetapi coke tetap tidak terbentuk didalam heater/furnace tubes. Hal ini
dilakukan dengan memberikan velocity yang tinggi (residence time yang minimum)
di dalam heater dan menambah drum/chamber di outlet heater untuk tempat
terjadinya coking, sehinga proses ini kemudian disebut "Delayed coking".
Dari segi reaksi kimiawi sebenarnya tidak berbeda dengan reaksi didalam
proses thermal cracking yang lain, hanya disini sebagai salah satu produk akhir
8
adalah carbon (coke). Coke dalam kenyataannya masih mengandung sejumlah
volatile matter (VM) atau Hydrocarbon (HC) dengan boiling point tinggi. Untuk
menghilangkan atau mengurangi kandungan volatile matter didalamnya, coke
dipanasi lebih lanjut sampai 2000 - 2300 ᵒF didalam suatu tanur/kiln yang berputar
(Unit Calciner). Telah banyak kilang-kilang didunia yang memiliki unit delayed
coking baik dengan tujuan untuk memproduksi calcined coke maupun dalam rangka
maximizing oil products. Produk yang lain seperti unsaturated LPG, naphtha, gas oil
kemudian diproses lebih lanjut untuk mendapatkan produk akhir yang on-spec.
Selanjutnya naphtha diolah lebih lanjut di NHDT (Naphtha Hydrotreater), gas oil di
proses di Hydrocracker.
1. Deskripsi Proses
Umpan vacuum residue yang berasal dari bottom vacuum column pertama-
tama dimasukkan kedalam fractionator pada tray ke 2 sampai ke 4 dari bawah.
Tujuannya adalah :
Untuk mendinginkan uap hydrocarbon yang datang dari coke chamber ke
fractionator untuk mencegah terbentuknya coke didalamnya dan sekaligus
untuk mengkondensasikan sebagian heavy oil yang akan di-recycle.
Adanya lighter material didalam vacuum residue feed sudah dapat stripped
out.
Untuk preheating feed.
Fresh feed yang telah bercampur dengan heavy oil yang condenser di bottom
factionator dipompakan kedalam coker heater yang kemudian masuk kedalam
salah satu dari dua coke chamber (drum). Untuk mengontrol velocity dan
mencegah terbentuknya deposit coke didalam tube diinjeksikan steam kedalam
tube heater. Sejumlah tertentu dari material yang tidak menguap dalam fluida
yang keluar dari heater akan tinggal didalam coke drum dan oleh karena adanya
9
efek temperatur dan residence time akan menyebabkan terbentuknya coke. Uap
yang keluar dari puncak coke drum akan dialirkan ke bottom fractionator. Dalam
uap yang keluar dari coke drum, mengandung steam danhasil cracking yang
terdiri dari gas, naphtha, gas oil. Uap akan mengalir ke top column melalui
quench tray, kemudian produk gas oil akan ditarik dari tray diatas feed tray.
Sebagaimana dalam crude fractionator, dalam delayed coker fractionator juga
dilengkapidengan sistem hot dan cold reflux dengan maksud selain untuk
memperbaiki distilasi juga untuk memanfaatkan panas yang didapat dalam
column sehingga dapat digunakan untuk preheating dll. Akibatnya yang juga
merupakan suatu keuntungan, bahwa beban overhead condensor akan lebih kecil.
Untuk menarik naphtha biasa dilakukan pada 8-10 tray diatas gas oil draw-off.
2. Operasi Pengambilan Coke
Bila coke drum yang in-service (coking) telah penuh dengan coke,
aliran feed kemudian dipindahkan (switch) ke drum yang telah kosong dengan
mengoperasikan three way valve (switching valve), sementara itu drum yang
telah penuh dengan coke diisolate untuk operasi pengambilan/pembongkaran
coke. Mula-mula dialirkan steam untuk menghilangkan uap hydrocarbons
yang masih ada didalam drum, kemudian didinginkan dengan mengisi air
secara pelan-pelan sesuai dengan cooling rate yang dianjurkan agar tidak
mengalami shock cooling. Pelaksanaan pengambilan/ pembongkaran coke
(decoking), dimulai dengan membuka coke chamber, kemudian dengan
mechanical drill atau hydraulic system yang menggunakan air bertekanan
tinggi. Dengan sistem mechanical & water jet sedikit demi sedikit coke yang
mengisi hampir seluruh coke drum akan terpotong masuk kedalam coke pit
atau gerobag yang memang telah disediakan untuk selanjutnya diangkut ke
storage.
3. Sifat Fisis dan Penggunaan Coke
10
Kebanyakan coke dihasilkan sebagai bahan yang keras, porous, bentuknya
tidak teratur dengan ukuran dari 20 inch sampai kecil seperti debu. Coke type
ini dikenal sebagai sponge coke. Penggunaan dari coke jenis ini adalah untuk :
Pembuatan electrode untuk digunakan dalam electrical furnace dalam
pabrik Titanium oxide, baja.
Pembuatan anode untuk cell electrolytic dipabrik alumina.
Digunakan sebagai sumber carbon didalam pembuatan elemen
phosphor, calcium carbide, silica carbide.
Pembuatan graphite.
Typical analysis dari Petroleum sponge coke adalah sebagai berikut : Wt
% Wt % (Dari Delayed Coker) (Setelah Calcining) Air 2 – 4 nil Volatile
matter 7 – 10 2 - 3 Fixed carbon 85 – 91 95 Kandungan sulfur 0.5 – 1.0 1 – 2
Kandungan sulfur didalam petroleum coke yang dihasilkan adalah bervariasi
tergantung pada sulfur yang ada didalam feed stock. Biasanya antara 0.3- 1.5
wt % tapi kadang-kadang juga bisa mencapai 6%. Selain sponge coke, dikenal
pula jenis coke lain yang disebut needle coke. Needle coke dihasilkan dari
feed stock yang mengandung aromatic yang sangat tinggi. Needle coke ini
lebih disenangi daripada sponge coke untuk digunakan sebagai electrode
karena ia mempunyai electrical resistively dan coeficient thermal expansion
yang lebih rendah sehingga tidak mudah berubah bentuk dan tidak boros
pemakaiannya.
4. Operasi Delayed Coking
Sebagaimana telah disinggung dalam decoking, coke drum diisi dan
dikosongkan atas dasar suatu time cycle tertentu, sedang fraksinator
dioperasikan secara kontinyu untuk memproduksi LPG, coker naphtha dan
11
coker gas oil. Paling sedikit harus ada dua coke drum, namun ada pula yang
lebih seperti di UP II Dumai yang mempunyai empat coke drum dengan
pembagian : dua diisi / in operation (coking) dan dua yang lain dikosongkan
(decoking) Typical waktu pengoperasian dari coke drum adalah sbb : Operasi
Waktu (jam) Pengisian dengan coke 24 Memindah (switch) dan steaming out
03 Pendinginan (cooling down) 03 Drain 02 Buka tutup dan decoking 05
Tutup kembali dan test 02 Pemasangan kembali 07 Spare time 02 48
Operating variable dalam delayed coker antara lain adalah :
Temperatur outlet heater
Tekanan fractionating tower
Temperatur uap ex coke drum yang masuk fractionator
Free carbon content dalam feed.
Semakin tinggi temperatur yang keluar heater akan menaikkan proses
cracking dan reaksi coking sehingga akan menaikkan pula jumlah gas dan
coker naptha yang dihasilkan dan sebaliknya produksi coker gas oil yang
berkurang. Menaikkan tekanan di fractionator mempunyai pengaruh yang
sama dengan menaikkan temperatur outlet heater, karena dengan kenaikan
tekanan di fractionator akan menambah jumlah vapor yang terkondensasi
termasuk gas oil yang akan dikembalikan sehingga di-recycle bersama feed ke
heater. Temperatur dari uap hydrocarbon ex coke drum yang semakin tinggi
akan menaikkan end point dari produk coker gas oil sehingga jumlah gas oil
yang direcycle menjadi berkurang akibatnya produksi coke akan berkurang
pula. Dalam operasi delayed coker secara umum dapat dinyatakan bahwa
semakin banyak gas oil yang direcycle akan menaikkan cracking yang
selanjutnya akan menghasilkan gas, coker naphtha, dan coke yang lebih
banyak dan menurunnya produksi coker gas oil.
12
II.2.2. Cara katalis (Catalytic Cracking)
Untuk merngurangi kebutuhan energi yang cukup besar serta menghasilkan
produk dengan selektifitas yang tinggi, digunakan berbagai katalis termasuk dalam
proses perengkahan. Katalis perengkahan dalam industri minyak bumi umumnya
merupakan katalis heterogen atau padatan dengan luas permukaan dan keasaman
yang tinggi serta stabilitas termal yang cukup besar. Luas permukaan katalis yang
digunakan dalam proses ini berkisar antara 300m2/gram hingga 700 m2/gram. Bahan
padatan tersebut antara lain adalah -alumina, Aluminium oksida (Al2O3), Silika
alumina, zeolit dan clay. Pada produksi gasolin, dilaporkan penggunaan katalis pada
perengkahan minyak bumi menghasilkan angka oktan yang tinggi. Mekanisme
dasarnya adalah pada pembentukan muatan elektrik suatu molekul yang disebabkan
oleh keasaman padatan katalis. Reaksinya sebagai berikut :
Katalis untuk Cracking dapat dibagi menjadi tiga kelas:
1. Acid-treated natural aluminosilicates,
2. Amorphous synthetic silics-alumina cobinatins dan
3. Crystalline synthetic silica-alumina catalysts yang disebut zeolites atau
disebut molecular sieves
Kelebihan dari katalis zeolit dibanding katalis sintetik amorphus alami adalah:
1. Aktivitas lebih tinggi
2. Hasil gasoline lebih tinggi pada besar konversi yang ditentukan.
3. Produksi gasoline akan mengandung parafin dan senyawa aromatik yang
lebih besar
4. Hasil karbon yang lebih sedikit
5. Produksi isobutana meningkat
13
6. Kemampuan untuk meningktakan konverasi tanpa overcracking
Katalis untuk proses residu dalam FCC yang didisain secara khusus harus berada
dalam distribusi ukuran pori tertentu :
untuk menangani molekul-molekul berukuran besar
dapat meningkatakn aktivitas katalis
Mekanisme Catalytic Cracking :
Catalytic Cracking terjadi melalui pembentukan karbokation dari mokekul
yang berlanjut pada penyerangan molkeul yang lain: Pembentukan
karbokation baru dan pemutusan ikatan C-C dari molekul didasarkan pada
kestabilan hiperkonjugasi yang mungkin dalam molekul Karbokation yang
terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat menyerang parafin atau naften
menghasilkan karbokation baru.
RCH2-CH=CH2 + (CH3)3CH -----> (CH3)3C + RCH2-CH2-CH3
Senyawa aromatik tersubtitusi alkil dapat bereaksi dalam beberapa
mekanisme , salah satunya pemutusan rantai .
Aromatik tersubstitusi alkil dapat menghasilkan karbokation dan senyawa
aromatic
Perpindahan hidrogen (hidrogen shift) dan perpindahan metil (methyl shift)
dari karbokation dapat terjadi membentuk produk isomer. Dapat terjadi
siklisasi pada hidrokarbon rantai panjang.
Dapat terjadi siklisasi pada hidrokarbon rantai panjang
14
Perkembangan Catalytic Cracking :
1. Fixed-Bed Catalytic Cracking
Ditemukan cara regenerasi katalis untuk catalytic cracking oleh
Eugene Houndry pada tahun 1936.
Coke yang terdeposit dapat dibakar dengan udara.
Reaktor diisi katalis membentuk bed statis.
Katalis berbentuk pellet.
Umpan diuapkan masuk ke salah satu konverter berisi katalis.
Setelah katalis jenuh dialirkan ke converter lain,
Katalis yang jenuh diregenerasi
2. Moved-Bed Catalytic Cracking
Fixed-bed tidak cukup efisien.
Katalis perlu dialirkan antara komponen reaksi dan regenerasi.
Mengurangi pembetukan coke dan de-aktivasi katalis.
Meningkatkan 15% hasil gasoline dari fixed-bed system
3. Fluidized-Bed Catalytic cracking
Permintaan minyak yang besar saat terjadinya perang dunia ke-2
Dari penelitian ditemukan bahwa pengukuran ukuran katalis hingga
menjadi seperti bubuk memperbesar luas permukaan.
Reaksi lebih cepat.
Mengalirkan katalis ini ke dalam aliran udara akan membuat katalis
bertindak seperti fluida
Menggunakan katalis dalam bentuk partikel-partikel kecil (sekitar 70
micrometer)
15
Katalis yang terfluidisasi disirkulasikan secara kontinu antara daerah
reaksi dan daerah regenerasi.
Dua tipe dasar dari unit FCC yang digunakan pada masa ini:
Tipe "side-by-side“: reaktor dan generator katalis berada di
dalam dua vessel yang berbeda (berdampingan)
Tipe "orthoflow" atau "stacked“ reaktor dan regenerator katalis
dimuat dalam vessel single dengan reaktor berada diatas
generator katalis (atau sebaliknya)
Umpan masuk FCC pada umumnya memiliki titik didih awal > 340
oC pada tekanan atmosfer dan rata-rata berat molekul yang berkisar
200-600
Berikut contoh-contoh reaksi catalytic cracking :
a) Cracking untuk Parafin
Catalytic cracking dari paraffin dikategorikan berdasarkan:
1. besar produksi C3 dan C4 pada gas rengkahan,
2. laju reaksi dan produk berdasar ukuran dan struktur parafin,
3. isomerisasi pada struktur bercabang dan formasi aromatik
hidrokarbon yang berasal dari reaksi sekunder yang meneyertakan
olefin.
Berdasarkan laju reaksiÆefek dari katalis terlihat saat jumlah atom
karbon meningkat, tapi efeknya tidak terlalu terlihat saat jumlah atom
karbon minimal 6.
Laju perengkahan juga dipengaruhi struktur molekul, , molekul
dengan atom karbon ketiga (tersier) laju perengkahannya paling cepat,
dan , atom karbon keempat (quarter) laju perengkahannya paling
lambat.
16
Senyawa yang mempunyai kedua tipe atom karbon tersebut cenderung saling menetralkan
b) Cracking untuk Olefin Laju catalytic craking pada olefin lebih tinggi daripada paraffin.
Reaksi-reaksi utamanya adalah:
1. Pemutusan ikatan karbon-karbon
2. Isomerisasi
3. Polimerisasi
4. Penjenuhan, aromatisasi, dan pemebntukan karbon
Isomerisasi olegin diikuti dengan penjenuhan dan aromatisasi ->
tingginya angka oktanÆlemahnya perengkahan katalitik gasoline
Makin tinggi kecepatan laju transfer hidrogen pada olegin bercabang -
> rasio antara iso dan normal parafin lebih tinggi dari rasio
kesetimbangan dari olefin murni
c) Cracking untuk Naftenik Langkah yang paling penting adalah dehidrogenasi menjadi aromatic
Dehidrogenasi terjadi sangat luas pada C9 dan nafta yang lebih besar
dan menghasilkan gasoline dengan angka oktan lebih tinggi
Terdapat juga pemutusan ikatan karbon, tapi pada suhu dibawah 1000
F (540 C)
d) Cracking untuk Aromatik Reaksi cenderung dominan untuk senyawa aromatic dengan rantai
alkyl yang panjang -> lebih mudah memutuskan ikatan tanpa merusak
cincin
II.2.3. Hydrocracking
17
Hidrocracking merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi
untuk menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan
tinggi. Keuntungan lain dari Hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang
terkandung dalam minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian
dipisahkan. Hydrocracking merupakan proses mengubah umpan berupa minyak berat
menjadi produk-produk minyak yang lebih ringan dengan kehadiran hydrogen dengan
bantuan katalis dan menggunakan tekanan tinggi (hingga 100 s/d 200 kg/cm2;
umumnya 175 kg/cm2) dan temperatur medium (290 s/d 454 oC).
Umpan pada proses Hydrocracking yang umum adalah heavy atmospheric gas
oil, heavy vacuum gas oil, catalytically gas oil, atau thermally cracked gas oil.
Feedstock ini diubah menjadi produk-produk dengan berat molekul yang lebih ringan
dan biasanya dengan memaksimalkan produk naphtha atau distillates (kerosene atau
diesel).
Katalis yang digunakan dalam hydrocracking adalah katalis berbasis silica
alumina dengan kombinasi tungsten, nikel dan molybdenum.
Reaksi hydrocracking :
Penghilangan sulfur dilakukan dengan cara mengubah senyawa sulfur
organic menjadi hydrogen sulfide dan hydrocarbon.
Penghilangan nitrogen dilakukan dengan cara mengubah senyawa nitrogen organic
menjadi ammonia dan hydrocarbon.
• Penghilangan oksigen dilakukan dengan cara mengubah senyawa oksigen organic
menjadi air dan hydrocarbon.
• Penghilangan halida dilakukan dengan cara mengubah senyawa halide menjadi
chloride acid dan hydrocarbon.
• Penjenuhan olefin dilakukan dengan carameng-hydrogenasi senyawa olefin menjadi
parafin. Tujuan penjenuhan olefin adalah untuk peningkatan stabilitas produk saat
penyimpanan (warna dan sediment).
18
• Penghilangan metal : senyawa organic metal akan terdekomposisi dan metal akan
secara permanen diserap atau beraksi dengan katalis. Metal ini merupakan racun
katalis yang permanen (tidak dapat dihilangkan).
BAB III
PROSES ALKILASI, POLIMERISASI DAN ISOMERISASI
III.1. Alkilasi
Proses alkilasi adalah kombinasi antara molekul olefin dan isoparafin dengan
bantuan katalis asam untuk pembentukan katalis asam untuk pembuatan produk
alkilat berangka oktan tinggi yang merupakan salah satu komponen utama bensin.
Reaksi secara umum adalah :
RH + CH2=CR’R’’ R-CH2-CHR’R”
Ada dua macam alkilasi yaitu :
1) Alkilasi Katalis
2) Alkilasi Termis
III.1.1 Alkilasi katalis
Suhu reaksi berkisar antara 30 – 1050 F dan tekanan 1 atm – 150 psig. Katalis
yang banyak digunakan, yaitu :
a. Proses Alkilasi Asam Fluorida diperkenalkan oleh Phillips Petroleum
Company pada tahun 1942.
b. Proses Alkilasi Aluminium Khlorida di operasikan oleh Phillip selama Perang
Dunia.
c. Proses Alkilasi Katalis Asam Sulfat telah di mulai di Amerika Serikat pada
tahun 1938 oleh Shell Oil Company.
19
Proses alkilasi dari umpan campuran antara molekul olefin C3/C4/C5 dan
isoparafin C4 dengan bantuan katalis asam, adalah untuk pembuatan produk alkilat
berangka oktana tinggi yang merupakan salah satu komponen utama bensin
Umpan olefin yaitu propilena, butilena dan amilena diperoleh dari proses
rengkahan baik termal (coking dan visbreaker) maupun katalitik (rengkahan
katalitik). Sumber isoparafin seperti isobutana dan isopentana dihasilkan dari proses
perengkahan katalitik, reformasi katalitik, penghidrorengkahan dan proses isomerisasi
butana dan pentana. Isobutana lebih banyak dipakai pada proses alkilasi daripada
isopentana yang dapat langsung dipakai sebagai komponen bensin. Umpan olefin dan
iso-parafin harus kering dengan kandungan sulfur rendah untuk mengurangi
kebutuhan katalis asam dan menjaga mutu produknya. Rasio tinggi antara iso-butana
dan olefin menghasilkan produk alkilat berangka oktana tinggi dengan titik didih
akhir rendah. Angka oktana (RON) produk alkilat dari berbagai jenis umpan olefin
propilena, butilena, isobutilena, amilena dan propilena/ butilena adalah sekitar 88–97.
Karakteristik produk alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Tabel
3.25.
Pada temperatur tinggi, reaksi akan menghasilkan produk alkilat berangka
oktana tinggi dengan titik didih akhir rendah, tetapi reaksi alkilasi tidak berjalan baik
pada temperatur <35oC. Proses alkilasi dengan katalis asam sulfat lebih sensitive
terhadap temperatur reaktor daripada dengan katalis asam fluorida. Tekanan operasi
harus cukup untuk menjaga hidrokarbon umpan dan katalis asam dalam keadaan cair.
Pada kondisi operasi yang sama, karakteristik produk alkilat tidak berbeda banyak
bila menggunakan katalis asam baik asam sulfat maupun asam fluorida. Tabel 3.25
Karakteristik Alkilat dari Berbagai Jenis Umpan Olefin.
III.1.1.1 Reaksi Alkilasi
Reaksi alkilasi dengan katalis asam dimulai dengan pembentukan ion
karbonium (C+4H9 ) dengan mentransfer proton (H+) dari katalis asam ke molekul
20
umpan olefin, dan kemudian ion karbonium tersebut berkombinasi dengan molekul
umpan isobutana untuk menghasilkan kation tertier butil (iso C+ 8H9). Reaksi antara
kation tertier butil tersebut dengan umpan butilena-1 dan butilena-2 akan membentuk
masing-masing ion karbonium oktil (iso C+8H17) dengan dua cabang (dimetil) dan
tiga cabang (trimetil) yang selanjutnya akan bereaksi dengan molekul umpan
isobutana untuk menghasilkan produk alkilat isooktana yaitu masing-masing
bercabang dua dan tiga metal.
Mekanisme reaksi alkilasi dengan isomerisasi umpan butilena-1 menjadi
butilena-2 yang kemudian berkombinasi dengan umpan isobutana, maka produk
alkilasi akan menghasilkan isooktana bercabang tiga metil, berangka oktana lebih
tinggi. Salah satu reaksi penting dalam proses alkilasi propilena adalah terbentuknya
isobutilena dari hasil kombinasi kedua molekul umpan propilena dan isobutana, dan
berkombinasinya molekul isobutilena tersebut dengan umpan isobutana akan
menghasilkan produk isooktana bercabang tiga metil yang berangka oktana -RON -
100. Isobutilena tersebut terbentuk dengan timbulnya transfer hidrogen dari isobutana
ke propilena. Reaksi alkilasi adalah eksotermis dengan pelepasan panas reaksi sekitar
124.000–140.000 BTU per barel isobutana bereaksi.
III.1.1.2. Katalis Alkilasi
Katalis asam sulfat dan asam fluorida kuat digunakan pada proses alkilasi
umpan olefin dan isoparafin. Kekuatan asam kedua katalis tersebut harus dijaga di
atas 88% berat agar supaya tidak terbentuk reaksi polimerisasi. Asam sulfat
mengandung SO3 bebas atau berkonsentrasi di atas 99,3% berat dapat menimbulkan
reaksi samping polimerisasi. Kekuatan optimal asam fluorida adalah sekitar 82–93%
21
berat dengan kadar air 1% volume. Untuk menjaga kekuatan asam sulfat >88% berat,
maka sebagian katalis yang telah dipakai diganti dengan katalis baru asam sulfat 99,3
% berat. Pemakaian katalis asam fluorida adalah sekitar 18–30 lb per barel produk
alkilat.
Kelarutan isobutana di dalam fase asam hanya sekitar 0,1% berat di dalam
katalis asam sulfat, dan 3% berat di dalam katalis asam fluorida. Terlarutnya sebagian
kecil polimer bersama olefin di dalam katalis asam akan dapat menaikkan kelarutan
isobutana di dalam katalis asam tersebut. Olefin lebih mudah larut daripada isobutana
di dalam fase asam. Rasio antara katalis asam dan umpan hidrokarbon dapat
mengontrol derajat kontak antara katalis dan hidrokarbon.
Rasio rendah akan menghasilkan produk alkilat berangka oktana rendah
dengan titik didih akhir tinggi, sedang kelebihan katalis asam di dalam reaktor akan
terjadi pada rasio tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, pada suatu kondisi proses
alkilasi tertentu dapat diperoleh rasio optimal antara katalis asam dan hidrokarbon
umpan. Karakteristik produk alkilat dengan katalis asam sulfat dan asam fluorida
disajikan pada.
Macam-macam katalis :
1) Alkilasi Asam Sulfat
Pada proses alkilasi asam sulfat, komponen gasoline dengan angka
oktan tinggi dibuat melalui reaksi isobutana dengan olefin. Butilena
merupakan senyawa yang paling umum dipakai, karena produk yang
dihasilkan mempunyai kualitas tinggi dan dapat diperoleh hanya dengan
sedikit asam sulfat dibandingkan dengan olefin lainnya, jika diproses pada
kondisi operasi yang sama. Didalam industri minyak bumi, umpan isobutana
dan butilena sebagian besar berasal dari hasil perengkahan berkatalis.
Isobutana sebagian kecil juga terdapat dalam minyak mentah bersama-sama
22
dengan normal butane. Reaksi yang terjadi pada alkilasi dengan asam sulfat
sebagai katalis adalah :
Umpan Butana-butilena (BB) yangberasal dari berbagai operasi
perengkahan adalah suatu campuran isobutilena, butilena-1, butilena-2,
isobutana dan normal butane dengan sedikit butadiene. Semua olefin-olefin
ini termasuk kedalam reaksi yang akan menghasilkan alkilat. Alkilat tersebut
esensinya merupakan campuran 2,2,4 trimetil pentane : 2,2,3 trimetil pentane
dan 2,3,4 trimetil pentane.
Diagram alir sederhana proses alkilasi asam sulfat dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Secara garis besar unit alkilasi itu terdiri menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bagian Reaktor dan Treating
2. Bagian Pendingin
3. Bagian Fraksionasi
23
Umpan masuk reactor adalah isobutana yang konsentrasinya tinggi
dengan kemurnian 85-90 % (berat), stok olefin yang biasanya campuran BB
dari berbagai hasil operasi perengkahan dan reforming. Kedua jenias umpan
tersebut bila diperlukan dipanaskan dengan larutan soda untuk memisahkan
H2S dan merkaptan yang terdapat didalam umpan. Kadar soda dalam larutan
dicuci. Pencucian soda (soda setter) dijaga 5-6 oBe atau 2 % NaOH. Untuk
menekan terjadinya reaksi samping \, terutama polimerisasi, maka dipakai
umpan isobutana dalam jumlah yang besar, sekitar 4-5 kali jumlah olefin.
Didlam reactor terjadi daur-ulang antara isobutana dan asam sulfat jenuh
dengan isobutana yang akan menaikkan nisbah isobutana/olefin didalam
reactor menjadi 400-500.
Jika menggunakan asam sulfat sebagai katalis, maka reaksi harus
terjadi pada suhu rendah untuk menekan terjadinya reaksi berkelanjutan atau
polimerisasi. Suhu reactor biasanya dijaga sekitar 7oC atau 45oF, dimana suhu
operasi beragam antara 0-20 oC atau 32-68 oF. Operasi pada suhu dibawah
0 o tidak menarik karena dapat menaikkan viskositas emulsi campuran
asam/hidrokarbon dan memberi kemungkinan terjadinya pembekuan asam
sehingga menyulitkan dalam operasinya. Sebaliknya suhu diatas 20oC juga
tidak menarik karena samngat cenderung mempercepat reaksi polimerisasi
yang akan menyebabkan kenaikan konsumsi asam dan menurunkan yield
alkilat. Tekanan operasi tidak begitu berpengaruh terhadap efisiensi alkilasi.
Tekanan system harus tinggi untuk menjaga hidrokarbon berada dalam fasa
cairan dan perbedaan hidraulik cukup untuk mengatur fluida mengalir dalam
system reactor. Untuk maksud tersebut reactor biasanya beroperasi pada
tekanan sekitar 7 kg/cm2.
Katalis asam sulfat dengan konsentrasi 98% (berat) dimasukkan secara
terus-menerus atau dengan secara injeksi asam dari belakang. Nisbah asam
dan hidrokarbon didalam reactor adalah 1:1. Penambahan asaam segar
24
didalam reactor dilakukan apabila konsentrasinya kurang dari 88% (berat).
Kualitas alkilat. Yoeld alkilat dan umur katalis asam merupakan fungsi
daripada komposisi umpan masuk dan kondisi operasi dalam reactor.
Proses lain yang juga merupakan modifikasi proses alkilasi asam
sulfat adalah alkilasi keluaran refrigerasi (Effluent Refrigeration Alkylation)
dimana dijaga nisbah umpan yang tinggi antara isobutana dan olefin-olefin
seperti propilena, butilena dan amilena untuk mendapatkan alkilat yang lebih
banyak untuk digunakan sebagai komponen avgas dan bahan bahan baker
motor. Proses ini dikembangkan oleh Stratford Engineering Corp. keluaran
reactor dipakai sebagai refrigerant utnuk mengendalikan suhu reactor (45-50o)
dan pada waktu yang sama memisahkan isobutana sebagai daur ulang.
2) Alkilasi Asam Florida
Alkilasi dengan menggunakan asam fluoride sebagai katalis telaah
dijumpai dalam 2 kelompok operasi pengilangan minyak. Pertama dalam
pembuatan komponen dasar utnuk deterjen sintesis, yang diperoleh dari
alkilasi benzene dengan olefin yang sesuai, seperti propilena tetramer, olefin
yang diturunkan dari perengkahan lili, dan lain-lain. Alkilasi ini banyak
dijumpai dalam bidang petrokimia. Kedua dalam pembuatan komponenen
blending untuk avgas yang berkualitas tinggi melalui alkilasi isobutana
dengan propilena, butilena dan pentilena (amilena).
Proses alkilasi asam fluoride utnuk pembuatan komponen dasar avgas
ini telah dikembangkan oleh Philips Petroleum Company dan oleh UOP
Company. Operasi proses ini sangan sama dengan operasi alkilasi asam sulfat.
Perbedaannya yang sangat penting adalah terletak adalah pada pengolahan
asam bekas yang siap dan terus-menerus dapat diregenerasi sehingga
konsumsi asam flourida sangat sedikit. Regenerasi asam bekas ini dipengaruhi
oleh cara destilasi yang sangat sederhana, dimana asam dapat dipisahkan dari
25
caampurab azeotrop H2O-HF dan polimer yang terbentuk dari proses alkilasi.
Titik didih HF pada tekana 1 atm adalah 19,4 oC dan berat jenisnya 0.988.
Tanpa proses regenerasi, baik air maupun polimer akan terakumulasi didalam
asam dan akan berpengaruh buruk terhadap yield dan kualitas produk. Asam
yang sudah diregenerasi didaur ulang kedalam reactor.
Pada alkilasi isobutana dengan butilena, proses alkilasi HF
memproduksi suatu alkilat yang mengeandung 2,2,3 trimetil pentane yang
persentasenya lebih besar daripada proses alkilasi asam sulfat. Angka oktan
alkilat yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis olefin sebagai berikut :
i-C4H10 + i-C4H8 iso Oktana (ON = 92-94 )
i-C4H10 + i-C5H10 iso Nonana (ON = 90-92 )
i-C4H10 + i-C3H6 iso Oktana (ON = 89-91 )
3) Alkilasi Asam Fosfat
Alkilasi menggunakan asam posfat dimaksudkan untuk memprodukasi
isopropyl benzene atau kumen dengan mereaksikan propilena dengan
benzene. Katalis asam posfat berbentuk padatan dapat mengendung campuran
kieselguhr, tepung, magnesia, seng khlorida, seng oksida dan lain-lain yang
dikalsinasi pada suhu 180-250 oC. Nisbah benzene dan propilena dijaga pada
6/1 atau lebih besar, dan yield yang diperoleh sekitar 96%(V) kumen dan 4%
(v) adalah alkilat aromatic berat.
III.1.1.3. Unit Proses Alkilasi
Umpan olefin dan isobutana harus kering dengan kadar sulfur rendah untuk
mengurangi kelebihan katalis asam dan menjaga mutu produk alkilat. Umpan kering
olefin dan isobutana bersama sirkulasi isobutana dimasukkan ke dalam reactor
melalui beberapa pipa untuk menjaga temperatur sepanjang reaktor. Reaksinya
26
bersifat eksotermik dan panas reaksi tersebut dibuang melalui penukaran panas
dengan sejumlah besar air bertemperatur rendah untuk menjaga temperatur optimal
reaksi sekitar 350C. Keluaran dari reaktor masuk ke dalam pengendap (settler) dan
dari situ endapan asam (Gravitas Spesifik = 1 dan alkilat = 0,7) disirkulasikan ke
reaktor. Fase hidrokarbon berkadar HF 1–2% mengalir melalui penukar panas ke
pelucut isomer (isostripper).
Butana jenuh (make up) juga dimasukkan ke isostripper. Produk alkilat
dikeluarkan dari bawah isostripper. Isobutana yang belum bereaksi ditampung dari
samping isostripper dan disirkulasikan kembali ke reaktor. Semua produk dibebaskan
dari HF dengan pemurnian KOH sebelum meninggalkan unit. Pada bagian atas
isostripper keluar isobutana, propana dan HF dikirim ke dalam depropanizer.
Keluaran dari atas depropanizer dibersihkan dari HF, dan akan dihasilkan produk
propana bermutu tinggi dari bawah stripper. Dari bagian bawah depropanizer
dihasilkan isobutana untuk disirkulasikan kembali ke reaktor. Sirkulasi HF
diregenerasi secara kontinu pada suatu tingkat yang diinginkan untuk mengontrol
mutu alkilat dan menurunkan konsumsi HF. Bagian kecil dari polimer dan azeotrop
HF (constant boiling mixture – CBM) dikeluarkan dari regenerator HF untuk
dinetralisasi.
Alkilat berangka oktana tinggi dengan distribusi angka oktana baik dan
sensitivitas rendah (baik) memberikan keuntungan di negara-negara Eropa yang
mensyaratkan angka oktana motor (MON) dan Amerika Serikat dengan persyaratan
knock performance, yaitu (RON + MON)/2 pada spesifikasi bensin. Angka oktana
alkilat dari berbagai jenis umpan olefin disajikan pada Alkilat mengandung isoparafin
dan bebas dari hidrokarbon tak jenuh (olefin dan aromatik). Pemakaian alkilat pada
pembuatan bensin ramah lingkungan di Amerika Serikat pada tahun 2000[10] sekitar
15% volume. Komposisi molekul isoparafin dari alkilat disajikan pada.
Sehubungan dengan katalis asam bekas dapat mencemari lingkungan, maka
sejak tahun 200 an beberapa industri katalis sedang mengembangkan katalis baru
27
yaitu suatu katalis butir padat identik telah katalis heterogen industri lainnya, tetapi
belum ada informasi lengkap yang dipublikasikan. Kondisi operasi identik dengan
proses alkilasi dengan memakai katalis HF, yaitu: temperatur reaktor 10–40oC, dan
rasio isobutana/olefin sekitar 10–15:1.Unit pengolahan Pertamina mengolah berbagai
jenis minyak bumi sebesar 1.063 MBCD pada tujuh unit yang mengoperasikan 12
unit proses konversi yang berpotensi dalam pembuatan umpan proses alkilasi
isobutana dan olefin (propilena dan butilena).
III.1.2. Alkilasi Termis
Alkilasi termis adalah alkilasi yang mengolah etilena yang diikuti oleh
propilena, butena, dan isobutilena dengan bantuan panas. Kondisi operasi proses ini
tinggi, suhu sekitar 950oF dan tekanan sekitar 3000-5000 psia. Umpan olefin yang
diperkaya seperti tersebut diatas dapat diproduksi dari proses dekomposisi
hidrokarbon yang beroperasi pada suhu 1200-1425 oF dan tekanan 1 atm. Kondisi
sedemikian sangat memungkinkan untuk pembentukan etilena. Etilena diserap
didalam isobutana untuk dimasukkan kedalam dapur melalui zona perendaman.
Sedikit ter atau material yang mempunyai titik didih diatas gasoline dapat dihasilkan
karena konsentrasi etilennya rendah dalam zona reaksi. Diperlukan waktu 2-7 detik
unutk mencapai suhu 950oF, tergantung pada jumlah hidrokarbon yang diolah dan
jumlah isobutilena yang didaur ulang, diagram alir proses dapat dilihat pada gambar :
28
Campuran etana dan propane direngkah pada suhu sekitar 1400 oF dan
tekanan 6-8 psig utnuk pembentukan propilena yang optimum. Gas-gas yang
terbentuk dibebaskan dari material yang lebih besar dari C2 melalui scrubber, lalu
diikuti dengan kompresi dan pendinginan. Etilena kemudian diserap oleh cairan
isobutana pada suhu -30oF, sedangkan gas hydrogen dan metana dipisahkan dari
system. Campuran etilena dan isobutana pada dapur alkilasi melalui preheater pada
suhu 950oF. Nisbah isobutana daan etilena pada 9/1 atau lebih pada zona reaksi. Yield
yangdikirim kemenara depropanizer berupa cairan pada bagian bawah yang
menghabiskan 7% (berat etana, propane dan isobutanayang mengandung kira-kira 30-
40% neoheksana. Neoheksana dikarakterisasi sebagai bahan campuran avgas dengan
sifat-sifat yang sempurna dan sangat mudah menerima TEL. Senyawa ini mempunyai
RVO 9,5 psi ; titik didh 121oF dan angka oktan 95.
III.2. Polimerisasi
29
Proses polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil
menjadi molekul besar. Reaksi umumnya adalah sebagai berikut :
M CnH2n Cm+nH2(m+n).
Contoh polimerisasi yaitu penggabungan senyawa isobutena dengan senyawa
isobutana menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana. Dua jenis utama
dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
Polimer Adisi
Polimerisasi adisi adalah perkaitan langsung antarmonomer
berdasarkan reaksi adisi. Polimerisasi adisi terjadi pada monomer yang
mempunyai ikatan rangkap, di mana dengan bantuan suatu katalisator
(misalnya peroksida), maka ikatan rangkapnya terbuka dan monomer-
monomer dapat langsung berkaitan. Contohnya pembentukan polietilena
(polietena):
Menurut jenis reaksi adisi ini, monomer-monomer yang mengandung
ikatan rangkap dua saling bergabung, satu monomer masuk ke monomer
yang lain, membentuk rantai panjang. Produk yang dihasilkan dari reaksi
polimerisasi adisi mengandung semua atom dari monomer awal.
Berdasarkan gambar diatas, yang dimaksud polimerisasi adisi adalah polimer
yang terbentuk dari reaksi polimerisasi disertai dengan pemutusan ikatan
rangkap diikuti oleh adisi dari monomermonomernya yang membentuk ikatan
tunggal. Dalam reaksi ini tidak disertai terbentuknya molekul-molekul kecil
seperti H2O atau NH3.
Dalam reaksi polimerisasi adisi, umumnya melibatkan reaksi
rantai. Mekanisme polimerisasi adisi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
30
Polimerisasi Kondensasi
Polimer kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada
monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi
kondensasi kadang-kadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil
seperti H2O, NH3, atau HCl.
Pada polimerisasi kondensasi, monomer-monomer saling berkaitan
dengan melepas molekul kecil, seperti H2O dan metanol. Polimerisasi ini
terjadi pada monomer yang mempunyai gugus fungsi pada kedua ujung
rantainya.
Di dalam jenis reaksi polimerisasi yang kedua ini, monomer-
monomer bereaksi secara adisi untuk membentuk rantai. Namun
demikian, setiap ikatan baru yang dibentuk akan bersamaan dengan
dihasilkannya suatu molekul kecil biasanya air dari atom atom monomer.
Pada reaksi semacam ini, tiap monomer harus mempunyai dua gugus
fungsional sehingga dapat menambahkan pada tiap ujung ke unit lainnya dari
rantai tersebut. Jenis reaksi polimerisasi ini disebut reaksi kondensasi.
III.2.1. Proses Polimerisasi
31
Proses polimerisasi atau proses kondensasi katalitik umpan olefin rendah
dengankatalis asam akan menghasilkan produk oligomer olefin (bensin polimer atau
polygasoline) berangka oktana tinggi RON 93–100 dengan trayek titik didih
mendekati trayek didih bensin. Umpan olefin adalah propilena (C3) dan butilena
(C4) yang dihasilkan dari proses perengkahan baik termal maupun katalitik, dan
produk bensin polimer yang dihasilkan mengandung olefin C6, C7, dan C8 (bensin
polimer).
Proses UOP Catalytic Condensation Olefin C3/C4 menggunakan katalis
asamfosfat kieselguhr (katalis padat) untuk menghasilkan produk bensin polimer.
Proses ini adalah proses polimerisasi non-selektif yang dapat juga dipakai untuk
polimerisasi olefin C3/C4 menjadi produk olefin berat bertrayek titik didih tinggi
seperti bahan bakar avtur dan solar, yang produknya ini masih perlu
dihidrogenerasi untuk menjenuhkan hidrokarbon olefinnya.[34] Proses IFP
Dimersol mempolimerisasi olefin propilena (C3) dengan menggunakan katalis
asam fosfat dan juga katalis alkil alumina untuk pembuatan produk dimer
(heksena) yang digunakan sebagai komponen bensin dimat. Proses dimersol ini
adalah proses polimerisasi selektif yang dapat juga dipakai untuk dimerisasi
olefin C3/C4 khusus untuk pabrik alkohol.
Polimerisasi etilena akan menghasilkan produk polimer berat, sedang
pentena sudah dapat langsung dipakai sebagai komponen bensin. menjadi produk
olefin berat bertrayek titik didih tinggi seperti bahan bakar avtur dan solar, yang
produknya ini masih perlu dihidrogenerasi untuk menjenuhkan hidrokarbon
olefinnya.[34] Proses IFP Dimersol mempolimerisasi olefin propilena (C3)
dengan menggunakan katalis asam fosfat dan juga katalis alkil alumina untuk
pembuatan produk dimer (heksena) yang digunakan sebagai komponen bensin dimat.
Proses dimersol ini adalah proses polimerisasi selektif yang dapat juga dipakai
untuk dimerisasi olefin C3/C4 khusus untuk pabrik alkohol.[35]Polimerisasi
32
etilena akan menghasilkan produk polimer berat, sedang pentena sudah dapat
langsung dipakai sebagai komponen bensin.
Polimerisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Polimerisasi Termis
Proses polimerisasi termis terdiri dari perengkahan fasa uap senyawa
propana dan butane diikuti dengan memperpanjang waktu reaksi polimerisasi pada
suhu 950 – 1100 0F, selanjutnya diikuti dengan reaksi dekomposisi,
depolimerisasi dan sebagainya. Polimerisasi termis mengubah C4 dan gas – gas
kilang yang lebih ringan menjadi produk cair hasil kondensasi.
Umpan cair (Olefin) dengan tekanan 1200 – 2000 psig dipompakan
kedalam dapur dan dipanaskan menjadi 975 – 1100 0F. Keluaran dari dapur
polimerisasi didinginkan dan di stabilisasikan didalam Quench Stabilizer,
polimer gasoline dipisahkan dengan cara fraksionasi. Gas yang keluar dari
stabilizer dikembalikan ke pemisah uap atau didalam fraksionatot untuk
dipisahkan C3 dan C4 sebagai daur ulang.
2. Polimerisasi Katalis
33
Katalis yang digunakan adalah Asam Sulfat dan Asam Phosfat dalam
berbagai bentuk. Demikian juga dengan silika Alumina, Aluminium Khlorida, Boron
Trifluorida dan Bauksit aktif. Proses polimerisasi ini dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Polimerisasi Selektif
Polimerisasi Selektif merupakan proses polimerisasi yang menggunakan
umpan hanya fraksi C4 saja (Propilene – propilene) atau fraksi C3 saja
(Butilene –Butilene) yang berlangsung pada suhu yang lebih rendah
dibandingkan dengan polimerisasi tak selektif.
b. Polimerisasi Tak Selektif
Polimerisasi Tek Selektif adalah suatu proses Polimerisasi yang terjadi
pada suhu dan tekanan tinggi dengan umpan berupa campuran
Hidrokarbon C3 dan C4 menggunakan katalis Asam Phosfat.
Umpan C3 / C4 masuk menuju tempat pencucian Soda bertujuan
untuk pemurnian umpan. Kotoran (senyawa Nitrogen asam, seperti : HCN,
HOCN, dll bila dibiarkan dalam sistem akan berubah menjadi amoniak
dan kemudian amonium posfat yang akan merusak daya rangsang
katalisator (menurunkan aktifitas katalis) dan dapat dihilangkan dengan
larutan Soda, sedangkan basa, seperti : NH3 dan amina – amina dapat
dihilangkan dengan mencucinya dengan menggunakan air, Belerang dalam
bentuk gas / larutan H2S maupun merkaptan) yang terdapat didalam Umpan 34
dipisahkan dengan larutan soda dan air karena racun bagi katalis.
Selanjutnya, umpan Hidrokarbon (campuran Propilene / Butilene) yang
sudah dibersihkan dan dipanaskan secukupnya direaksikan dalam reaktor.
Tipe reaktor UOP ada 2 tipe, yaitu : Shell and Tube Heat Exchanger
dan Chamber. Reaksi polimerisasi menggunakan reaksi isotermis sehingga
memerlukan air untuk menyerap panas yang terjadi dan berfungsi untuk
mengatur suhu reaktor yang dikendalikan oleh tekanan steam drum. Suhu
dalam reaktor 430 0F, tekanan operasi 1000 – 1100 psig, kadar Olefin
didalam umpan 35 – 45 % dan kecepatan aliran Olefin pada permukaan
katalis (space velocity) dirancang0,28 galon umpan/jam per lb katalis.
Dari hasil reaksi campuran keluar dari dasar reaktor didinginkan dan
tekanannya diturunkan menjadi 300 psig sebelum masuk ke tahap
pemisahannya. Campuran hasil reaksi pertama kali di masukkan kedalam
menara depropanizer untuk memisahkan propana dan gas – gas lain yang
lebih ringan. Sedangkan senyawa yang lebih berat dari propana akan
keluar dari dasar menara dan selanjutnya dikirim menuju menara Butanizer
untuk memisahkan fraksi butana yang lebih ringan. Fraksi yang lebih berat
dari butana adalah polimer gasolin dengan RVP 8 psi dan FPB 400 – 420 0F.
III.2.2. Reaksi Polimerisasi
Reaksi polimerisasi olefin dengan katalis asam berjalan dengan
pembentukan senyawa antara ion karbonium dari umpan olefin dan proton (H+)
dari katalis asam. Ion karbonium memberikan beberapa reaksi, di antaranya:
Membentuk ion karbonium besar dengan bergabung dengan umpan olefin.
Pecah menjadi ion karbonium kecil dan olefin.
Berisomerisasi dengan perpindahan posisi proton (H+) dan/atau grup metal
(CH3) menjadi isomer ion karbonium.
35
Mengikat anion hidrogen (H-) dari olefin umpan dan terbentuk parafin
dan/atau melepas proton (H+) menjadi olefin.
Reaksi antara senyawa antara ion karbonium dengan umpan olefin akan
menghasilkan produk polimer olefin (bensin polimer) dan proton. Proses polimerisasi
propilena non-selektif menghasilkan produk dimmer (isoheksena) sekitar 2–5%
volume dari umpan propilena dan sisanya produk terimer (isononena) dengan kadar
dimetil heptena sekitar 60% volume. Pada temperature tinggi dengan kekuatan
asam katalis tinggi yaitu: H2SO4 > 90% berat, reaksi polimerisasi lanjut dapat
terjadi antara ion karbonium dan produk dimer yang menghasilkan produk parafin
dan ion karbonium olefin, melalui pelepasan proton dari ion karbonium olefinik
tersebut akan terbentuk diolefin yang berpotensi untuk membentuk polimer
tinggi (kokas) yang dapat merusak katalis polimer.
III.2.3. Katalis Polimerisasi
Katalis didefinisikan sebagai zat yang dapat mempercepat dan
mengendalikan reaksi tetapi tidak tergabung dalam produk reaksi. Kemampuan
katalismempercepat reaksi merupakan akibat dari kemampuannya berinteraksi
dengan reaktan-reaktan membentuk senyawa antara yang aktif. Industri kimia
kimia menggunakan katalis untuk mempercepat reaksi yang terlibat didalamnya.
Pada umumnya katalis bersifat spesifik artinya katalis tertentu hanya
mempercepat reaksi
tertentu saja. Katalis dibentuk dari komponen-komponen yang dapat menunjang sifat
katalis yang diharapkan seperti aktif, selektif, stabil dan murah serta memiliki
konduktivitas termal yang tinggi. Fasa aktif mengemban fungsi utama katalis
untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Katalis ini tidak
memilikikemampuan memindahkan elektron. Oleh karena itu katalis insulator ini
tidak aktif dalam reaksi redoks. Tetapi, karena zeolit memiliki pusat asam baik
36
bronsted atau lewis, maka zeolit bisa aktif dalam reaksi yang melibatkan senyawa
antarakarbokation dan karbonion seperti polimerisasi.
Penelitian tentang katalis pada polimerisasi styrena telah dilakukan, hasil dari
penelitian ini menunjukkan ada 4 kompleks logam transisi yang telah terbukti
sebagai katalis pada proses tersebut, yaitu Ti (IV,III,II) Co (III), Cr(III) dan
Ni(II). Namun demikian katalis tersebut dalam bekerjanya harus didukung ko-
katalis yaitu suatusenyawa organologam MAO dan TIBA (Norman, 1986 Katalis
polimerisasi terdiri atas empat jenis,[14] yaitu katalis asam fosfat cair, katalis padat
asam fosfat dengan penunjang kieselguhr, kupri pirofosfat dengan karbon aktif
sebagai pendukung,dan katalis alkil aluminium (senyawa organic kompleks
berbasis pada Raney nikel).
Laju reaksi polimerisasi olefin dipengaruhi oleh konsentrasi katalis asam.
Konsentrasi asam tinggi mengarah ke pembentukan polimerisasi tinggi yang
akan membentuk produk poliolefin/residu yang akan menutupi permukaan katalis
padat.
Aktivitas katalis mempengaruhi derajat konversi umpan olefin, sedang
kualitas produk polimer yang dihasilkan ditentukan oleh selektivitas katalis tersebut.
Derajat hidratasi optimum dari katalis padat dapat menghasilkan katalis
beraktivitas tinggi. Makin tinggi temperatur makin tinggi diperlukan derajat
hidratasi katalis yang diperlukan. Derajat hidratasi katalis harus dijaga tetap dengan
injeksi air ke dalam umpan olefin.
Racun katalis asam fosfat adalah senyawa sulfur, basa, amonia, senyawa
nitrogen organik. Oksigen dapat mempercepat reaksi polimerisasi tinggi yang
produknya akan mengendap pada permukaan katalis padat. Umpan olefin yang
mengandung kadar butadiena > 3% vol akan terpolimerisasi menjadi kokas.
III.2.3. Unit polimerisasi
37
Unit polimerisasi terdiri atas dua macam proses berikut: Proses Kondensasi
UOP dan Proses Dimersal IFP. Olefin.
A. Proses Kondensasi UOP
Umpan olefin C3/C4 dimasukkan ke dalam reactor feed surge drum dan
dicampur dengan propana dan/atau butana sebagai pengencer umpan olefin <30%
volume untuk membatasi panas reaksi polimerisasi.[8] Kemudian campuran
tersebut dimasukkan ke dalam reaktor yang berisi beberapa lapisan katalis padat
dan juga sebagian campuran umpan diinjeksikan di antara lapisan katalis tersebut
untuk menjaga kenaikan temperatur tinggi.
Produk polimer dimasukkan ke dalam bejana sentak (flash drum) setelah
didinginkan pada penukar panas oleh campuran umpan, dan uap dari atas flash
drum didinginkan dan lalu disirkulasikan ke umpan dan juga sebagai injeksi
umpan ke samping reaktor. Produk cair dari bawah flash drum dimasukkan ke
dalam kolom pemantap stabilizer untuk mendapatkan produk bensin polimer
dengan tekanan uap (RVP) yang diinginkan dan produk LPG keluar dari atas
kolom stabilizer. Kondisi operasi adalah temperatur sekitar 150–200oC dan
tekanan sekitar 3,45–6,9 MPa (500–1000 psi).
Proses Kondensasi Katalitik UOP : air diinjeksikan ke dalam umpan
hidrokarbon untuk menjaga derajat hidratasi katalis. Katalis kekurangan air dapat
menimbulkan pembentukan produk polimer tinggi dan kokas, sedang katalis yang
terlalu basah mengakibatkan katalis menjadi lembut yang akan menyumbat
reaktor. Dengan menjaga derajat kadar air katalis (katalis optimal) dan
mengontrol kotoran umpan, akan diperoleh umur optimal katalis.
B. Proses Dimersol IFP
Proses dimersol olefin propilena dengan katalis alkil aluminium
menghasilkan produk dimer (heksena) atau dimat berangka oktana RON 97
38
yang dipakai sebagai komponen utama bensin. Proses berjalan pada
temperatur kamar dan tekanan yang cukup untuk membuat umpan propilena
dalam fase cair. Umpan propilena harus berkadar tinggi, karena campuran
hidrokarbon etilena dan butilena akan meracuni katalis. Kotoran umpan yaitu
air, asetilena, sulfur, propadiena dan butadiena harus dibatasi, sehingga
diperlukan pemurnian umpan propilena sebelum diolah.
Katalis diinjeksikan ke dalam umpan yang disirkulasi sekitar reaktor
yang dikelilingi pendingin untuk pengontrolan temperatur reaktor. Produk
dimat diinjeksikan dengan amonia untuk merusak katalis dengan
pembentukan garam yang dapat dihilangkan dengan pencucian air sekitar 15
(galon per menit) per 1000 (barrel per stream day-barel per hari operasi)
BPSD produk dimat. Dimat yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam kolom
stabilizer untuk pemisahan produk propana/LPG dari produk utama dimat
tersebut.
III.3. Isomerisasi
Proses isomerisasi adalah proses dimana paraffin rantai lurus dikonversi
menjadi senyawa-senyawa rantai cabang yang sinambung dengan menggunakan
katalis.Misalnya normal hexane menjadi iso hexane :
III.3.1. Proses Isomerisasi
Proses isomerisasi katalitik ditujukan untuk mengkonversi umpan nafta ringan
(C5–C6) berangka oktana rendah (RON 65–70) menjadi produk isoparafin berangka
oktana tinggi RON 87–92 dengan sensitivitas (RON–MON) rendah (baik) dengan
bantuan katalis bifungsional. Umpan normal parafin dan isoparafin bercabang tunggal
mengalami isomerisasi menjadi isoparafin bercabang banyak, berangka oktana tinggi.
39
Angka oktana produk isomerat dengan proses isomerisasi langsung (satu
tahap) hanya mencapai RON 82–84, tetapi dengan pemisahan normal parafin dari
isoparafin bercabang satu dari produk campuran isomerat dan mensirkulasikannya
kembali bersama umpan nafta ringan (proses isomerisasi dua tahap) akan diperoleh
kenaikan angka oktana produk isomerat sekitar 6–8 angka, yaitu RON 92.(1,6,28)
Proses isomerisasi dapat pula dipakai untuk pembuatan produk isobutana yang
merupakan salah satu umpan proses alkilasi dengan penambahan satu kolom
deisobutanizer pada unit proses tersebut. Katalis isomerisasi adalah identik
dengankatalis reformasi bifungsional yang mengandung inti aktif logam platina dan
inti aktif asam alumina klor dan/atau zeolit yang juga berfungsi sebagai penyangga
katalis.
Proses isomerisasi pentana (C5) dengan sirkulasi umpan dapat menaikkan
angka oktana dari umpan RON 70–75 menjadi produk isomerat RON 92.
Peningkatan angka oktana dari proses isomerisasi heksana (C6) adalah lebih rendah
daripada proses isomerisasi pertama tersebut, yaitu sekitar 10–15 saja. Kenaikan
angka oktana dari proses isomerisasi C5/C6 dipengaruhi oleh komposisi C5 dan C6
dari umpan nafta ringan. Isomerisasi heptana hanya memberikan isoparafin rendah
bercabang satu yang angka oktananya tidak begitu besar. Pada isomerisasi C6 dan C7
dapat terjadi reaksi samping hidrorengkah.
Dapat dicatat bahwa isomerat yang dihasilkan berkadar paraffin tinggi dengan
angka oktan tinggi dan sensitivitas yang rendah (ROM = MON) (baik). Sehubungan
dengan dua komponen utama bensin lainnya (bensin perengkahan katalitik dan
reformat) berkadar aromatic tinggi mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi ( MON
<< RON ) ( kurang baik ), maka hal ini membuat isomerat menjadi komponen bensin
berharga didalam industri pembuatan bensin ramah lingkungan.
40
III.3.2. Reaksi Isomerisasi Paraffin
Reaksi isomerisasi paraffin dengan bantuan katalis biofungsional yang terdiri
dari inti aktif logam dan inti aktif asam mempunyai mekanisme reaksi sebagai berikut
: senyawa antara molekul ion karbonium. Selanjutnya senyawa antara ion
isokarbonium tersebut berisomerisasi menjadi isomer ion karbonium dan dengan
melepas kembali proton (H+ ) ke inti asam katalis kemudian dihidrogenasi dengan
bantuan inti aktif logam menjadi produk iso-parafin.
a. Umpan Isomerisasi Paraffin
Umpan proses isomerisasi adalah nafta ringan 30–75oC yang mengandung
sebagian besar pentana (C5) dan heksana (C6) dengan sedikit campuran
siklopentana dan metil siklopentana. Umumnya parafin adalah normal parafin
dan sedikit isoparafin bercabang satu sehingga angka oktana umpan nafta
ringan ini adalah rendah, yaitu sekitar RON 65–70. Karakteristik hidrokarbon
C5/C6 yang dijumpai di dalam umpan nafta ringan.
b. Katalis Isomerisasi Paraffin
Katalis isomerisasi adalah katalis bifungsional yang identik dengan katalis
proses reformasi katalitik, yaitu terdiri atas dua jenis inti aktif: inti aktif logam
(platina) dan inti aktif asam (Al2O3-Cl dan Al2O3-SiO2), yaitu antara lain :
- Platina–klor alumina -Pt/Al2O3-Cl
- Platina–zeolit-Pt/Al2O3-SiO2
- Sulfated metal oxide -platina – alumina (Al2O3)
c. Unit Proses Isomerisasi
1. Isomerisasi 1 tahap (Proses Isomerisasi TIP)
Umpan digabung dengan sirkulasi gas hydrogen dan dipanasi
sampai temperature panas reaksi lalu dimasukkan kedalam reactor .
Produk keluar dari bagian bawah reactor, didinginkan dan dilewatkan
pada satu separator dan dari atas separator keluar gas hidrogen yang
disirkulasikan kembali ke unit. Isomerat cair yang keluar dari bawah
41
separator dimasukkan ke kolom stabilizer untuk menghilangkan
produk gas LPG dari produk isomerat tersebut. Benzena di dalam
umpan nafta ringan dihidrogenasi menjadi siklo-heksana yang
selanjutnya terkonversi sebagian menjadi parafin. Jika proses zeolit
satu tahap ini digabung dengan sistem Iso Sieve Molecular diperoleh
proses isomerisasi dua tahap Zeolitic Process/TIP. Pada proses ini
normal parafin (yang tidak terkonversi) dari produk isomerat
dipisahkan dalam kolom absorben berisi pengayak molekul (molecular
sieve) berukuran pori tertentu, dan selanjutnya normal-parafin yang
telah dipisahkan dari produk disirkulasikan kembali ke dalam reaktor.
Proses isomerisasi dua tahap ini dapat menghasilkan produk isomerat
berangka oktana tinggi RON 88 yaitu lebih tinggi sekitar 8 angka
daripada proses zeolit satu tahap tersebut.
2. Tahap isomerisasi 2 tahap (Proses PENEX UOP)
Proses Penex UOP memakai katalis yang lebih aktif yang
dioperasikan pada temperatur lebih rendah (120–180oC) dengan dua
reaktor, dan temperatur reactor kedua lebih rendah daripada reaktor
pertama yang akan meningkatkan derajat isomerisasi umpan parafin.
Untuk temperatur operasi rendah ini tidak diperlukan suatu pemanasan
khusus dan begitu juga dengan kebutuhan hidrogen yang rendah tidak
diperlukan suatu sistem sirkulasi gas hidrogen. Proses Penex satu
tahap ini dapat menghasilkan produk isomerat berangka oktana 82–85
dengan perolehan isomerat mencapai 100% volume.
3. Proses Penex UOP dengan Sirkulasi Deisoheksaniser
Unit proses isomerisasi dengan sirkulasi umpan dapat
menghasilkan isomerat berangka oktana RON 91 dan MON 90 yang
mendekati angka oktana dari komponen utama bensin alkilat; kedua
komponen bensin tersebut sama-sama bebas dari kandungan olefin dan
42
aromatik. Peranan isomerat ini dalam pembuatan bensin ramah
lingkungan cukup penting, yaitu sekitar 11% vol pada pembuatan
bensin ramah lingkungan.
Proses isomerisasi katalitik telah dioperasikan pada UP VI
Pertamina Balongan. Unit pengolahan yang telah mengoperasikan
proses refomasi katalitik mempunyai potensi untuk memenuhi
kebutuhan gas hidrogen pada unit pemurnian umpan nafta ringan dan
proses isomerisasinya sehingga memungkinkan untuk dibangun suatu
unit proses isomerisasi nafta ringan pada unit pengolahan Pertamina
lainnya yaitu pada UP II Dumai, UP IV Pertamina Cilacap, UP V
Balikpapan dan UP VII Kasim, agar supaya dapat ditingkatkan potensi
untuk pembuatan bensin ramah lingkungan.
43
BAB IV
PROSES REFORMING
IV.1 Pengertian Reforming
Reforming adalah proses upgrade bensin dari nilai oktan rendah
dikonversikan menjadi bensin dengan nilai oktan tinggi. Pada proses ini, rantai
molekul dikonversikan menjadi olefin dan gas dengan nilai oktan tinggi (contoh : n-
parafin menjadi isoparafin, olefin, dan naptene menjadi aromatik.
Pada industri oil & gas, reforming biasanya dilakukan untuk meningkatkan
jumlah produk yang diinginkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pada
produk olahan bahan bakar jenis bensin, reforming bertujuan untuk meningkatkan
Bilangan Oktan. Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar
tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Reforming
dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Thermal Reforming
2. Catalytic Reforming
IV.2 Thermal Reforming
44
Refroming dari hidrokarbon atau petroleum pada temperatur tinggi Thermal
Reforming terjadi pada temperatur tinggi pada(500-600 oC) dengan tekanan400
sampai 1000 psi. Thermal reforming kurang dipilih karena konversi dan selektivitas
yang rendah.
Thermal reforming ini merupakan perkembangan alami dari thermal
cracking, seperti reforming juga reaksi dekomposisi termal. Cracking mengubah
minyak berat menjadi bensin (gasoline); reforming mengkonversi (reforms) bensin
ke bensin beroktan tinggi. Perlengkapan untuk termal reforming pada dasarnya
adalah sama seperti untuk thermal cracking, tetapi digunakan suhu yang lebih
tinggi (Nelson, 1958). Dalam melaksanakan termal reforming, bahan baku, seperti
pada (400F) 205ºC end-point naphta atau bensin rantai lurus, dipanaskan sampai
510C untuk 595C (950F untuk 1100F) dalam furnace yang sama sebagai furnace
cracking, dengan tekanan 400-1000 psi. setelah nafta dipanaskan dan keluar dari
furnace, kemudian didinginkan atau dipadamkan dengan penambahan nafta
dingin. Material padam yang direforming kemudian memasuki menara distilasi
fraksional di mana setiap produk berat dipisahkan. Sisa bahan direformasi
meninggalkan puncak menara untuk dipisahkan menjadi gas dan reformate.
Angka oktan yang lebih tinggi dari produk (reformate) disebabkan terutama
cracking parafin rantai panjang ke dalam olefin beroktan tinggi termal reforming
pada umumnya kurang efektif daripada proses katalitik dan sebagian besar telah
digantikan. Seperti dipraktekkan, sebuah operasi single-pass bekerja pada temperatur
di kisaran 540C untuk 760C (1000F untuk 1140F) dan tekanan 500 sampai
1000 psi. angka Oktan meningkat tergantung pada sejauh mana konversi tetapi
tidak langsung proporsional sejauh cracking per-. Pass. Jumlah dan kualitas
reformate tergantung pada temperatur. Aturan umumnya adalah tinggi suhu
reforming, semakin tinggi angka oktan produk tetapi yield dari reformate relatif
rendah. Sebagai contoh, bensin dengan angka oktan 35 saat direformasi di
515C (960F) menghasilkan 92,4% dari 56 oktan reformate; ketika reformasi di
45
555C (1030F) menghasilkan 68,7% dari 83 oktan reformate. Namun, konversi yang
tinggi tidak selalu efektif sebagai produksi coke dan produksi gas biasanya
meningkat. Modifikasi dari proses thermal reforming disebabkan oleh
dimasukkannya hidrokarbon gas dengan bahan baku dikenal sebagai pengembalian
gas dan polyforming. Dengan demikian, gas olefin diproduksi oleh cracking dan
reforming dapat dikonversi menjadi bensin yang memiliki oktan tinggi dengan
proses pemanasan dibawah tekanan tinggi. Gas-gas yang paling rentan terhadap
konversi untuk produk cair adalah olefin dengan tiga dan empat atom karbon. Ini
adalah propylene (CH3 CH = CH2), yang berhubungan dengan propana dalam
fraksi C3, butilena (CH3 CH2 CH = CH2 atau CH3 CH CH =CH3) dan iso-
butilena [(CH3) 2C = CH2], yang berhubungan dengan butana (CH3 CH2
CH2.CH3), dan iso-butana [(CH3) 2CH. CH3] dalam fraksi C4. fraksi C3 dan
C4 yang dikenakan untuk suhu dan tekanan digunakan dalam thermal
reforming, mengalami reaksi kimia yang menghasilkan bensin dengan yield
kecil. Ketika fraksi C3 dan C4 yang berlalu melalui termal reformer dalam
campuran dengan nafta, proses ini disebut nafta-gas reversion atau nafta
polyforming.
Proses ini pada dasarnya sama tetapi berbeda dalam cara di mana gas
dan nafta dilewatkan melalui furnace pemanas. Dalam reversi gas, nafta dan
aliran gas melalui jalur terpisah di dalam furnace dan dipanaskan bebas satu
sama lain. Sebelum meninggalkan furnace, kedua saluran bergabung untuk
membentuk bagian soaking section dimana proses reforming, polimerisasi, dan
reaksi lainnya berlangsung. Dalam reforming nafta, gas C3 dan C4 dicampur
dengan nafta dan mengalami pemanasan dalam furnace. Kecuali untuk
komponen gas dalam feedstock, kedua proses beroperasi dalam banyak cara
yang sama seperti termal reformaing dan menghasilkan produk sejenis.
IV.3. Catalytic Reforming
46
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian
penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama
proses catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane
number rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan
katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang
dijadikan umpan catalytic reforming harusdi-treating terlebih dahulu di unit naphtha
hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide,
dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang
tersusun dari platina. Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product
berupa hydrogen yang sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen
plant atau jika masih berlebih dapatjuga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired
heater. Butane, by-product lainnya, sering digunakan untukmengatur vapor pressure
gasoline pool.
Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11,
paraffin, naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah
memproduksi aromatic dari naphthene dan paraffin. Kemudihan reaksi catalytic
reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin, naphthene, dan aromatic yang
terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon yang terkandung dalam
naphtha tidak berubah oleh prosescatalytic reforming. Sebagian besar napthene
bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini
merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling
susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian
kecil paraffin berubah menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity,
konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja berlangsung lambat dan inefisien.
Gambar berikut menggambarkan konversi hydrocarbon yang terjadi pada operasi
typical catalytic reforming, yaitu untuk lean naphtha (highparaffin, low naphtha
content) dan untuk rich naphtha (lower paraffin, higher naphthene content) :
47
IV.3.1. Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming
Dehidrogenasi Naphthene
Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan
karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic
dan by-product hydrogen.Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas).
Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat terbantu oleh metal catalyst function
dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan rendah.
48
Isomerisasi Napthene dan Paraffin
Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih
dahulu sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat
tergantung dari kondisi operasi.
Dehydrocyclization Paraffin
Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming
yang paling susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan
temperature tinggi. Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk
mendapatkan reaksi ini.
49
Hydrocracking
Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi
isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane
dan paraffin dankarea kandungan acid dalam katalis yang diperlukan untuk
reaksi catalytic reforming. Hydrocracking paraffin relative cepat dan terjadi
pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan paraffin melalui reaksi
hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam
produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini
tentu mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih
rendah.
Demetalization
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi
catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit
catalytic reformate semi-regenerasi pascaregenerasi atau penggantian katalis.
Dealkylation Aromatic
50
Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan
perbedaan pada ukuran fragmentyang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side
chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion
carbonium terhadap rantai samping. Reaksi ini memerlukan temperature dan
tekanan tinggi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat
diringkas sebagai berikut :
Tabel I. Reaksi yang Terjadi pada Unit Catalytic Reforming
IV.3.2. Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance
Seperti terlihat pada tabel 1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic
Reforming),sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian
reaksi lainnya menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking
sangat penting untuk memiliki balance yang sesuai antarafungsi metal dan fungsi acid
dari katalis, seperti terlihat pada gambar berikut :
51
Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi
hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization.
Balance ini dijaga dengan pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis
semiregeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap
H2O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan permukaan chloride dan
kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H2O dalam fase uap akan memaksa chloride dari
permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi
acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu banyak
chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik
untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).
IV.3.3. Catalyst Unloading
Catalyst Unloading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer
Prosedur catalyst unloading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan
prosedur catalyst unloading untuk hydrotreater.
Catalyst Unloading untuk Catalytic Reformer-Continuous
Catalytic Regeneration Prosedur unloading untuk catalytic reformer-CCR
lebih susah dibandingkan prosedur unloading untukfixed bed catalytic
52
reformer. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan catalyst
unloading untuk catalytic reformer-CCR adalah sebagai berikut :
• Jangan pernah membiarkan udara masuk ke dalam reactor karena akan
menyebabkan spontaneous combution.
• Jangan pernah membuka top dan bottom reaktor secara bersamaan karena
akan menciptakan natural chimney draft effect yang akan menarik udara
masuk ke dalam reactor.
• Jangan menggunakan kayu, kanvas, atau material mudah terbakar lainnya.
• Yakinkan beberapa CO2extinguisher tersedia di sekitar lokasi unloading
dan siapkaN selang water hydrant menjulur ke lokasi unloading.
• Selama unloading, reaktor harusdijaga dalam kondisi inert dengan
menggunakan nitrogen blanketting sehingga katalis tidak berkontak dengan
udara.
• Semua orang yang masuk ke dalam reaktor harus dilengkapi peralatan
keselamatan yang sesuai untuk confined space dan kondisi inert (breathing
apparatus).
• Gunakan drum metal sebagai penampung spent catalyst dan setiap drum
harus di-purge dengan nitrogen selama proses unloading untuk mencegah
kontak katalis dengan udara.
• Semua orang yang berada di sekitar area unloading harus menggunakan
pelindung muka dan mata dan menggunakan baju lengan panjang (jika
mungkin yang flame-resistant) karena sewaktu-waktu spark/api dapat saja
terjadi dengan kehadiran pyrites.
• Jika timbul pyrite dalam reaktor selama proses unloading, maka naikkan
supply nitrogen semaksimal mungkin, jangan pernah menggunakan air untuk
memadamkannya, karena dapat merusak struktur katalis dan internal reaktor.
• Setelah drum berisi spent catalyst hasil unloading mengalami pendinginan
alami dan pendinginan dengan supply nitrogen ke dalam drum, maka drum
53
dapatditutup dengan penutup yang sesuai untuk menghindari
masuknyamoisture ke dalam drum.
IV.3.4. Catalyst Loading
Catalyst Loading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer
Prosedur catalyst loading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan
prosedur catalyst loading untuk hydrotreater.
Catalyst Loading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic
Regeneration
Terdapat 3 metode catalyst loading untuk catalytic reformer-CCR, yaitu:
• Reactor by reactor loading procedure
• Entire Reactor Stack Loading Procedure
• Pneumatic Catalyst Loading Procedure
IV.3.5. Catalyst Poison
Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut :
• Sulfur
Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah
0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar
0,1-0,2 wt-ppm untuk
menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum. Beberapa sumber yang
membuat kandungan sulfur dalam umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating
yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti),
recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan terbentuknya sedikit olefin)
akibat temperature hydrotreater yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah,
hydrotreater stripper upset, memproses feedyang memiliki end point tinggi.
• Nitrogen
Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah
0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan
54
terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis. Beberapa sumber
yang membuatkandungan nitrogen dalam umpan naphtha tinggi adalah : proses
hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah
harus diganti), penggunaan filming atau neutralizing amine sebagai corrosion
inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna.
• Water
Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan
excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming.
Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang
excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini
akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis, sehingga mengganggu
kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan reaksi menjadi terganggu. Beberapa
sumber yang membuatkandungan air dalam system tinggi adalah : proses
hydrotreating yang tidak sesuai, kebocoran heat exchangeryang menggunakan
pemanas/pendingin steam/water di upstreamunit, system injeksi water catalytic
reforming, kebocoran naphtha hydrotreater stripper feed effluent heat exchanger,
proses drying yang tidak cukup di drying zone di dalam regeneration tower, dan
kebocoran steam jacket di regeneration section.
• Metal
Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis
catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer
tidak boleh mengandung metal sedikit pun. Beberapa sumber kandungan metal dalam
umpan naphtha adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin timbul
akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau kontaminasi umpan dari
tangki yang sebelumnya digunakan untuk leaded gasoline,produk korosi, senyawa
water treating yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan silicon dalam
cracked naphtha yang berasal dari silicon based antifoam agent yang diijeksikan ke
55
dalam coke chamber untuk mencegah foaming, dan injeksicorrosion inhibitor yang
berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater.
• High feed end point
Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hydrocarbon.
Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic
menjadi mulgi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke.
Endpoint naphtha maksimum yang diijinkan sebagai umpan catalytic reforming
adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam
umpan naphtha akan meningkat tajam. Jika umpan catalytic reforming merupakan
hasil blending dari berbagai sumber (straight run naphtha, hydrocracker naphtha,
cracked naphtha), maka tiap arusumpan harus dianalisa secara terpisah dan tiap
stream tidak boleh memiliki endpoint > 204 oC. Hasil blending antara high end point
streamdengan low end point stream akan ”mengaburkan”kandungan fraksi endpoint
yang tinggi.
IV.3.6. Feed dan Produk Catalytic Reforming Unit
Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit
naphtha hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities
seperti sulfur, nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis
catalytic reforming.
Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.
Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component
(HOMC) yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit
catalytic reforming ini mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC
100. Produk lain adalah LPG dan byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki
produk (jika sudah memenuhi spesifikasi produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-
LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen dikirim ke unit hydrotreater dan
hydrogen plant.
56
BAB V
PENUTUP
57
5.1 KESIMPULAN
Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon
yang besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil.
Terdapat 3 cara proses cracking yaitu : cara panas ( thermal
cracking ), cara katalis ( catalytic cracking ), hydrocracking.
Proses alkilasi adalah kombinasi antara molekul olefin dan isoparafin
dengan bantuan katalis asam untuk pembentukan katalis asam untuk
pembuatan produk alkilat berangka oktan tinggi yang merupakan salah
satu komponen utama bensin.
Terdapat 2 macam proses alkilasi yaitu alkilasi termis dan alkilasi
katalis.
Proses polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul
kecil menjadi molekul besar.
Proses isomerisasi adalah proses dimana paraffin rantai lurus
dikonversi menjadi senyawa-senyawa rantai cabang yang
sinambung dengan menggunakan katalis.
Reforming adalah proses upgrade bensin dari nilai oktan rendah
dikonversikan menjadi bensin dengan nilai oktan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.klipingku.com/2009/03/reforming dan penjelasan/
58
http://majarimagazine.com/2009/07/cracking-alkilasi/
http://chem-is-try.org//alkilasi/
www.wikipedia.org/wiki/cracking
www.4libraries.com/reforming/alkilasi
59