Akuntansi Syariah: Modernisasi Pengelolaan Zakat melalui Implementasi Pengendalian Internal pada...
-
Upload
harry-sumantri-hartasa -
Category
Documents
-
view
29 -
download
5
description
Transcript of Akuntansi Syariah: Modernisasi Pengelolaan Zakat melalui Implementasi Pengendalian Internal pada...
Akuntansi Syariah: Modernisasi Pengelolaan Zakat melalui
Implementasi Pengendalian Internal pada Lembaga Amil Zakat
Menuju Pemberdayaan Ekonomi Umat
Harry Sumantri Hartasa
Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Di Indonesia sekarang ini, perkembangan organisasi non-pemerintah seperti Lembaga
Amil Zakat yang mengelola dana zakat, infaq dan shadaqah demikian menjamur sebagai
gerakan sosial. Realitasnya, terjadi celah antara potensi zakat yang besar (20 triliun)
dengan realisasi zakat yang sangat kecil (1 triliun). Hal tersebut berdampak pada
tuntutan masyarakat yang tinggi akan akuntabilitas dan transparansi dari LAZ.
Tuntutan tersebut menjadi tantangan bagi LAZ untuk melakukan modernisasi pada
manajemen LAZ. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi
pengembangan model pengelolaan zakat di Indonesia dengan melihat faktor-faktor
pengendalian internal yang berpengaruh terhadap LAZ. Sesuai dengan tujuan penelitian
maka penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi, dengan pengumpulan data
sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Dimana permasalahan yang ada
dilihat dari berbagai literatur, yang kemudian dianalisis untuk diambil kesimpulan.
Adapun tujuan penelitian ingin melihat pengaruh implementasi pengendalian internal
terhadap LAZ baik secara parsial maupun simultan.
Kata Kunci: Lembaga Amil Zakat, Zakat dan Pengendalian Internal
1
1. PENDAHULUAN
Tuntutan penyatuan paradigma ilmu dengan nilai-nilai Islam sudah kian
marak dalam perkembangan keilmuan dewasa ini. Tak terkecuali ilmu-ilmu
ekonomi terapan, seperti akuntansi dan bisnis, kajian kritis terhadap disiplin-
disiplin ilmu umum, sudah harus mendapatkan concern ilmu pengetahuan agama.
Hal inilah yang melatari semangat integrasi di bidang akuntansi, khususnya
akuntansi syariah. Hal demikian amat penting, mengingat akuntansi sebagai ilmu
terapan yang rigid dan detail, adalah sumber informasi yang diperlukan bagi
evaluasi terhadap kegiatan institusi ilmu, industri, maupun lapangan kehidupan
kemasyarakatan yang lebih luas.
Pemanfaatan zakat saat ini telah banyak menjadi perhatian beberapa
kalangan. Banyak studi dan riset yang menunjukkan bahwa instrumen zakat
ternyata mampu menjadi solusi bagi kemiskinan. Pemerintah pun sepertinya juga
memiliki perhatian yang cukup besar terhadap potensi dana zakat. Buktinya UU
No. 38 tahun 1999, telah memfasilitasi keinginan untuk mengoptimalkan zakat
nasional. Di sisi lain tidak sedikit Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) yang concern
untuk menampung dana zakat, bahkan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul maal, yakni menerima dana yang berasal dari zakat, infaq,
shadaqah (ZIS), hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada
organisasi pengelola zakat, infaq, shadaqah.
Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia, isu yang berkaitan dengan konsep
pelaksanaan zakat sangat populer. UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat menjadi payung hukum yang lebih kuat dalam pengelolaan zakat di
Indonesia, sebagai upaya untuk mendukung fakta bahwa Indonesia adalah negara
yang penduduk muslimnya terbesar di dunia, yaitu berjumlah 80% dari sekitar
220 juta penduduk Indonesia adalah sebesar 180 juta penduduk muslim yang
memiliki kewajiban menunaikan zakat baik zakat fitrah dan zakat harta. Kondisi
2
tersebut semestinya menjadi potensi zakat yang luar biasa berkaitan dengan upaya
penghimpunan zakat.
Namun demikian, berkembangnya lembaga pengelola zakat (BAZ/LAZ),
sampai saat ini belum disertai dengan minat masyarakat untuk membayar zakat
pada lembaga zakat tersebut. Dampaknya adalah belum optimalnya pengelolaan
zakat di Indonesia. Hal tersebut sangat disayangkan karena betapa besarnya potensi
zakat di Indonesia, jika tidak dikelola dengan baik.
Kemudian, meskipun keberadaan lembaga pengelola zakat yang
semakin banyak di Indonesia, namun jika umat Islam selama ini membayar
atau menunaikan zakat tidak secara lembaga seperti membayar zakat dengan
menyerahkan kepada sanak keluarga terdekat, maka upaya mencapai potensi zakat
masih akan tidak tercapai. Sistem pembayaran zakat tersebut bukan berarti jelek
atau tidak baik namun dampak sosialnya sempit dan bersifat jangka pendek. Akan
berbeda dengan pembayaran zakat secara lembaga dan sistematis, seperti
membayar zakat kepada lembaga zakat baik BAZ dan LAZ akan berdampak
luas karena dana zakat akan dikelola dalam bentuk program-program sosial
yang terarah dan terstruktur dan dampak sosialnya bersifat jangka panjang.
Dari uraian permasalahan yang selama ini yang disinyalir sebagai
kendala dalam pengelolaan zakat di Indonesia, menunjukkan kendala yang sangat
kompleks. Hal tersebut berawal dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap
lembaga pengelola zakat (LAZ) tersebut. Untuk mendukung hal tersebut, harus
diciptakan pengelolaan perusahaan yang baik dan optimal. Salah satu pilar
organisasi yang harus diterapkan yaitu mendesain dan mengimplementasikan
pengendalian internal. Pengendalian internal, khususnya untuk organisasi
pengelola dana zakat (seperti LAZ), merupakan suatu media untuk menjembatani
kepentingan konsumen dan manajemen. Dalam pengelolaan perusahaan, pimpinan
puncak secara berantai mendelegasikan wewenangnya kepada tingkatan
manajemen yang lebih rendah.
3
Selanjutnya pengendalian internal merupakan perencanaan organisasi dan
semua metode koordinasi dan ukuran-ukuran yang diadopsi dalam suatu bisnis
untuk mempertahankan aset-aset, menguji akurasi dan reliabilitas data
akuntansinya, efisiensi operasional promosi dan mendorong kepatuhan terhadap
ketentuan kebijakan-kebijakan manajerial. Dengan demikian pengendalian intern
dapat mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan dan
pelaporan dalam rangka menciptakan akuntabilitas dan transparansi yang
diharapkan masyarakat. Dengan demikian pengendalian internal, diharapkan
mampu menjadikan LAZ sebagai lembaga pengelola zakat yang profesional
sehingga berdampak pada kepercayaan masyarakat semakin meningkat.
4
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Zakat dan Ketentuan Nishab
Istilah zakat berasal dari kata Arab (zakah) yang berarti suci atau kesucian,
atau arti lain yaitu keberkahan. Selanjutnya zakat diartikan sebagai jumlah harta
tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut
ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Rukun Islam yang ketiga adalah mengeluarkan zakat. Allah telah
memerintahkan setiap muslim yang memiliki harta mencapai nishab untuk
mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Terdapat salah kaprah di antara
masyarakat kita bahwa zakat harta benda (mal) hanya dikeluarkan di bulan
Ramadhan saja. Padahal, yang benar, satu tahun (haul) yang menjadi “syarat wajib”
dikeluarkannya zakat itu dihitung semenjak kita mulai memiliki harta senilai satu
nishab atau ukuran tertentu sehingga wajib zakat. Jika yang dimaksud adalah zakat
profesi, satu tahun itu dihitung semenjak kita mulai bekerja dan mendapatkan gaji
total tahunan yang mencapai nishab. Jika terkait dengan zakat hasil bumi, maka
persyaratan dimaksud bukan lagi haul, tapi dikeluarkan pada masa panen.
Tabel 1
Nishab Perhitungan Zakat
No JenisHarta
Nishab Jumlah Zakat
Keterangan
1 Emas 85 gram 2,5% Setelah berumur 1tahun2 Perak 595
gram2,5% Setelah berumur 1 tahun
3 Unta 5-9 ekor 1 kambing Setiap kepemilikan 4 ekor untadikeluarkan zakatnya 1 ekor kambing10-14
ekor2 kambing
15-19 ekor
3 kambing
5
4 Sapi 30-39 ekor
1 sapi umur 1tahun
Setiap tigapuluh ekor sapi, zakatnyaseekor sapi yang berumur setahun,dan setiap empat puluh ekor sapi, zakatnya seekor sapi berumur 2 tahun. Kelebihan dan yang dibawah30 ekor tidak ada zakatnya.
40-59 ekor
1 sapi umur 2Tahun60-69
ekor2 sapi umur 1tahun70-79
ekor2 sapi; 1 ekorumur 1 tahun,1ekor 90 ekor 3 sapi umur 1 tahun5 Kambing 40-120
ekor1 kambing Selebihnya dari itu, setiap 100 ekor,
zakatnya 1 ekor umur 1 tahun.Kelebihan yang kurang dari 40 ekor, tidak ada zakatnya
121-200Ekor
2 kambing
200-300Ekor
3 kambing
6. Hasil tanaman
5 watsaq=653 kgberas)
5%(jika irigasi)10%(tanpairigasi)
Setiap panen
7. Tambang 85 gramEmas
2,5% Setiap mendapatkan
8. HartaKarun
TanpaNishob
20% Setiap menemukan
9. Profesi :a. Qiyas ke
emas85 gram 2,5% Setelah 1 tahun
b. Qiyas ketanaman danemas
653 kgBeras
2,5% Setiap mendapatkan
c. Qiyas ketanaman
653 kgBeras
5% Setiap mendapatkan
9. Saham 85 gram emas
2,5% Harga saham+laba
10.
Bendaproduktif
653 kg 5% atau 10%
Dari penghasilan saja
(Panduan Zakat LMI dalam Sula, Atik Emilia et al., 2010)
6
2.2. Pengertian dan Komponen Pengendalian Internal
Menurut Committee Of Sponsoring Organization of The Treadway
Commission (COSO. 1992:13) yang juga disitir oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI.2001:319.2), pengendalian intern didefinisikan sebagai berikut:
Internal control is a proscess, affected by entity’s board of directors,
management and other personnel, designed to provide reasonable assurance
regarding the achievement of objectives in the followng categories:(a)
Effectiveness and efficiency of operation, (b) Reliability of financal reporting,
and (c)Compliance with applicable laws and regulations.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan demikian
merupakan hal yang penting bagi semua manajer pada organisasi memahami
pentingnya menerapkan dan memelihara pengendalian intern yang efektif yang
merupakan tanggung jawab. Definisi COSO tentang pengendalian intern
memperjelas bahwa pengendalian intern bukan hanya mempengaruhi laporan
keuangan yang reliabel juga menunjukkan bahwa pengendalian seharusnya efektif
untuk semua operasi. Untuk mencapai tujuan pengendalian intern, COSO (1992:16-
18) menjelaskan komponen pengendalian intern, sebagai berikut:
a. Lingkungan pengendalian (control environment)
Terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap
menyeluruh manajemen puncak, direktur dan pemilik suatu entitas
terhadap pengendalian intern dan pentingnya pengendalian tersebut.
b. Penaksiran risiko (risk assessment)
Adalah sebagai suatu proses untuk mengidentifikasikan, menaksir,
mengelola dan mengendalikan situasi atau kejadian-kejadian potensial
untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan organisasi
tercapai
7
c. Aktivitas pengendalian (control activity)
Adalah kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa
tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi risiko
dalam pencapaian tujuan entitas.
d. Informasi dan komunikasi (information and communication)
Tujuan terselenggarakan sistem informasi dan komunikasi adalah
untuk mengidentifikasi, mencatat, memproses dan melaporkan
transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabilit as organisasi.
e. Pemantauan (monitoring).
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern
sepanjang waktu
2.3. Rendahnya Kesadaran untuk Berzakat
Berbagai masalah yang disinyalir menjadi penghalang mengapa potensi
zakat di Indonesia yang sangat besar tersebut belum terkelola dengan baik dan
optimal dari berbagai sumber disajikan sebagai berikut:
a. Badan pengelola zakat dianggap tidak profesional karena belum
menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi (Hamid, Almisar.
2009:10).
b. Pengelola dana zakat dianggap belum memiliki sumber daya manusia (SDM)
yang kualitasnya optimal, yaitu berkompeten (kaffah), amanah, dan memiliki
etos kerja tinggi (himmah) (Azzaini, Jamil. 2008:9).
c. Sistem birokrasi dan good governance masih lemah berkaitan dengan
pengelolaan zakat di Indonesia sehingga berdampak pada rendahnya
akuntabilitas dan transparansi LAZ (Saefuddin Jahar, Asep. 2006:7).
8
Dari penjelasan di atas seharusnya dapat kita pahami sesungguhnya berzakat
itu suatu keharusan dan dilaksanakan dengan senang hati. Yang menjadi pertanyaan
adalah mengapa bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang religius,
jumlah umat yang kaya sangat banyak, demikian lembaga pengelola lembaga zakat
banyak, tetapi mengapa pengelolaan zakat sangat kurang efektif dalam upaya
mengembangkan ekonomi umat. Sehingga tujuan dari zakat sebagai dana
pengembangan ekonomi tidak terwujud. Hal tersebut disebabkan karena beberapa
kendala berikut ini (Sawarjuwono, Tjiptohadi. 2012), yaitu:
a. Islam masih sampai pada tataran pengetahuan, belum menjadi jiwa dan
perilaku umat.
b. Kurang percaya terhadap organisasi atau pribadi pada lembaga amil zakat.
c. Kurang dikelola secara profesional.
d. Kurang terbuka, diperlukan akuntansi keterbukaan, paham teknik dan sistem
pencatatan, sistem pengawan dan pengendalian.
e. Tidak yakin bahwa dana akan benar-benar sampai pada yang memerlukan.
Dari beberapa kendala yang dijelaskan tersebut, secara umum penyebab
masih rendahnya masyarakat untuk melakukan zakat yaitu dari masing-masing
pribadi yang wajib melakukan zakat hanya sekadar mengetahui dan belum sadar
untuk melaksanakan kewajibannya serta masih kurang profesionalnya lembaga amil
zakat dalam rangka manajemen pengelolaan zakat. Untuk pribadi yang belum
menyadari bahwa zakat itu sebuah keharusan (fardhu ‘ain) karena telah mencapai
nisab dapat merefleksi diri jika membayar nishab tersebut maka akan ada pahala
yang diterima, selain itu manfaat bagi orang lain pun akan juga dapat dirasakan.
Beberapa macam faedah zakat, yaitu:
a. Faedah agama
1. Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang
mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia
dan akhirat.
9
2. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada
Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat
beberapa macam ketaatan.
3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda,
sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah" (Al Baqarah: 276).
b. Faedah kesosialan
1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para
fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di
dunia.
2. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat
eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah
satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas
berkahnya akan melimpah.
2.4. Profesionalisasi Manajemen Lembaga Amil Zakat
Untuk bisa menggarap secara optimal potensi yang dimiliki LAZ khususnya
berkaitan dengan penghimpunan dana, maka hal yang harus dilakukan oleh LAZ,
yaitu:
a. Mengelola zakat secara profesional. Adapun persyaratan LAZ dapat dikatakan
profesional adalah (Hamid, Almisar. 2009:13), yaitu:
1. Memiliki kompetensi formal
2. Komitmen tinggi menekuni pekerjaan
3. Meningkatkan diri melalui asosiasi
4. Bersedia meningkatkan kompetensi
5. Patuh pada etika profesi dan
6. Memperoleh imbalan yang layak
b. Meningkatkan transparansi pelaporan dan penyaluran yang tepat sasaran, serta
program-program unik dalam pemberdayaan masyarakat.
10
c. Meningkatkan sistem birokrasi yang sehat dan meningkatkan tata kelola yang
baik (good governance) bagi LAZ. (Saefuddin Jahar, Asep. 2006:6).
Mengamati beberapa kelemahan di atas dapat dikatakan manajemen zakat
perlu dikelola secara lebih profesional melalui pengendalian internal. Pengelolaan
seperti yang dilakukan lembaga amil zakat saat ini tergolong masih tradisional,
hanya dilakukan pada periode tertentu dengan sasaran yang kurang mengena bila
dikaitkan dengan peningkatan ekonomi umat. Makna profesional dapat
digambarkan sebagai orang yang ahli pada bidangnya, baik pengetahuan agama
(khususnya zakat) maupun pengetahuan manajemen organisasi dan manajemen
keuangan, serta bertanggung jawab kepada Allah SWT dan organisasi profesi.
Selanjutnya sumber daya manusia yang ditempatkan dalam lembaga amil zakat
harus memenuhi sifat-sifat utama, yaitu:
a. Shiddiq
Arti Shiddiq adalah jujur atau berkata benar. Seseorang yang memiliki sifat
shiddiq, ia tidak pernah berkata dusta. Apa yang diucapkannya selalu sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Amanah
Arti Amanah adalah dapat dipercaya. Seseorang yang memiliki sifat amanat,
dapat memegang janji dengan baik. Apa yang telah dipercayakan oranglain
kepadanya akan ditunaikan dengan penuh tanggung jawab. Ia tidak pernah
berkhianat dan mengingkari janji. Perkataannya mengandung kebenaran dan
kebaikan.
c. Tablig
Arti Tablig adalah menyampaikan. Demikian pula seorang muslim, ia memiliki
kewajiban menyampaikan kebenaran kepada orang lain walau pun dia dalam
kondisi terdesak.
d. Fathanah
Arti Fathanah adalah cerdas. Jika setiap muslim bersikap rajin, otak senantiasa
terasah sehingga menjadi cerdas. Orang yang cerdas mampu menyelesaikan
11
masalah yang timbul, baik itu masalah diri sendiri maupun masalah yang
dihadapi orang lain.
Untuk selanjutnya yang tak kalah penting selain dari sumber daya manusia
sebagai pengelola zakat adalah terbentuknya suatu manajemen zakat melalui
pengendalian internal yang efektif. Beberapa kunci dari efektivitas ini yang harus
dimiliki oleh lembaga amil zakat yaitu:
a. Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan suatu
organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini motivasi suatu lembaga
amil zakat yaitu mengumpulkan zakat dan mengelolanya agar tercipta
pemerataan ekonomi dan kesejahteraan umat.
b. Sosialisasi
Mempunyai target sasaran, sasaran sumber, sasaran penerima dan sasaran
keuangan serta pengetahuan lain yang relevan. Cara penyiaran Islam harus
lebih profesional dengan target menginternalisasi pengetahuan menjadi
tindakan.
c. Koordinasi
Membentuk network agar memenuhi skala ekonomis dengan mengembangkan
organisasi yang bersifat regional tetapi mengakar sampai ke daerah dan harus
sejalan dengan rencana pemerintah. Selain itu, pengelolaan zakat harus
tersistem, tidak tergantung pada individu lembaga pengelola dengan
memanfaatkan media massa dan komputer.
d. Supervisi
Melaksanakan unsur pengawasan dan pembinaan pada setia lini organisasi agar
kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya
sehingga kesalahan yang terjadi dapat diminimalisir tanpa harus berimbas pada
lini yang lain.
e. Evaluasi
12
Evaluasi sangat diperlukan pada setiap akhir kegiatan yang dilaksanakan. Hal
ini berfungsi sebagai penilaian kinerja yang dilakukan dan menjadi pedoman
dalam melaksanakan kegiatan selanjutnya.
3. KESIMPULAN
Bagaimana pun juga, sesuai dengan tuntutan zaman, zakat harus dikelola
secara profesional agar dapat berhasil dan berdaya guna serta memberikan manfaat
yang lebih besar kepada masyarakat. Dengan peningkatan kualitas pengelolaan
lembaga-lembaga pengumpul zakat secara lebih profesional dapat mengubah image
organisasi umat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesadaran dan
kepercayaan melalui implementasi pengendalian internal terhadap lembaga amil
zakat dengan harapan dapat memberdayakan ekonomi umat. Dan pada akhirnya
manfaat dan keuntungan yang akan diperoleh jika zakat dikelola oleh sebuah
lembaga publik profesional (lembaga amil zakat) dengan memadukan unsur
pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat adalah:
1. Para pembayar zakat akan lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan
fakir miskin lebih terjamin haknya.
2. Perasaan fakir miskin terjaga, tidak merasa seperti peminta-minta.
3. Distribusi dana zakat akan menjadi lebih tertib, teratur, dan berdaya guna dalam
mengembangkan potensi ekonomi kaum fakir miskin.
4. Peruntukan dana zakat bagi kepentingan umum dapat disalurkan dengan baik,
karena pihak pemerintah lebih mengetahui sasaran pemanfaatannya.
5. Zakat dapat pula mengisi perbendaharaan negara (daerah).
13
DAFTAR PUSTAKA
Azzaini, Jamil. 2008. Berdayakan Lembaga Amil Zakat. Artikel ini dimuat dalam
Tabloid Republika. Jumat, 19 September 2008
Committee of Sponsoring Organization (COSO) of The Treadway Commision 2004.
Enterprise Risk Management – Integrated Framework: Executive Summary.
COSO. September 2004
2002. Enterprise Risk Management Framework Key Concepts Briefing
Document COSO. July 2002
Hamid, Almisar. 2009. Nasib Lembaga Amil Zakat di Indonesia. Jakarta: Harian
Republika.
Saefuddin Jahar, Asep. 2008. Zakat Antar Bangsa Muslim: Menimbang Posisi Realistis
Pemerintah dan Organisasi Masyarakat Sipil. Media Jurnal Zakat dan
Empowerment Vol 1 Agustus 2008, diterbitkan oleh Indonesia Magnificence of
Zakat (IMZ)
Sawarjuwono, Tjiptohadi. 2012. Aspek Perilaku Manusia Dalam Dunia Akuntansi
(Akuntansi Keperilakuan). Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR.
Sula, Atik Emilia et al,. 2010. “Zakat Terhadap Aktiva Konsepsi, Aplikasi dan
Perlakuan Akuntansi”. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto 2010,
hlm. 7-8.
14